dic
TRANSCRIPT
KOAGULASI INTRAVASKULAR DISEMINATA
Untuk memenuhi tugas matakuliah
Keperawatan Medikal Bedah I
yang dibina oleh Ibu Susi Milwati, S.Kp, M.Pd
Kelompok 7 / 2B
Bella Putri Sinta P. 1301100067
Nugroho Heru S. 1301100070
Chandra Fitriya N. 1301100078
Fathiroh Fushilah F. 1301100091
Ela Widya Yetiana 1301100099
Shella Noveliani 1301100102
Ni Luh Putu Dian P. 1301100115
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
D-III KEPERAWATAN MALANG
September 2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Disseminated Intravaskular Coagulation ( DIC ) dapat terjadi hampir pada semua
orang tanpa perbedaan ras, jenis kelamin, serta usia. Gejala-gejala DIC umumnya sangat
terkait dengan penyakit yang mendasarinya, ditambah gejala tambahan akibat trombosis,
emboli, disfungsi organ, dan perdarahan. Koagulasi intravaskular diseminata atau lebih
populer dengan istilah aslinya, Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) merupakan
diagnosis kompleks yang melibatkan komponen pembekuan darah akibat penyakit lain
yang mendahuluinya. Keadaan ini menyebabkan perdarahan secara menyeluruh dengan
koagulopati konsumtif yang parah. Banyak penyakit dengan beraneka penyebab dapat
menyebabkan DIC, namun bisa dipastikan penyakit yang berakhir dengan DIC akan
memiliki prognosis malam. Meski DIC merupakan keadaan yang harus dihindari,
pengenalan tanda dan gejala berikut penatalaksanaannya menjadi hal mutlak yang tak
hanya harus dikuasai oleh hematolog, namun hampir semua dokter dari berbagai disiplin.
DIC merupakan kelainan perdarahan yang mengancam nyawa, terutama disebabkan oleh
kelainan obstetrik, keganasan metastasis, trauma masif, serta sepsis bakterial.
Terjadinya DIC dipicu oleh trauma atau jaringan nekrotik yang akan melepaskan
faktor-faktor pembekuan darah. Endotoksin dari bakteri gram negatif akan mengaktivasi
beberapa langkah pembekuan darah. Endotoksin ini pula yang akan memicu pelepasan
faktor pembekuan darah dari sel-sel mononuklear dan endotel. Sel yang teraktivasi ini
akan memicu terjadinya koagulasi yang berpotensi menimbulkan trombi dan emboli pada
mikrovaskular. Fase awal DIC ini akan diikuti fase consumptive coagulopathy dan
secondary fibrinolysis. Pembentukan fibrin yang terus menerus disertai jumlah trombosit
yang terus menurun menyebabkan perdarahan dan terjadi efek anti hemostatik dari
produk degradasi fibrin. Pasien akan mudah berdarah di mukosa, tempat masuk jarum
suntik/infus, tempat masuk kateter, atau insisi bedah. Akan terjadi akrosianosis,
trombosis, dan perubahan pregangren pada jari, genital, dan hidung akibat turunnya
pasokan darah karena vasospasme atau mikrotrombi. Pada pemeriksaan lab akan ditemui
trombositopenia, PT dan aPTT yang memanjang, penurunan fibrinogen bebas dibarengi
peningkatan produk degradasi fibrin, seperti D-dimer.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian koagulasi intravaskuler desiminanta ?
2. Bagaimana etiologi koagulasi intravaskuler desiminanta ?
3. Bagaimana patofisiologi koagulasi intravaskuler desiminanta ?
4. Bagaimana manifestasi klinis koagulasi intravaskuler desiminanta ?
5. Apa saja komplikasi dari koagulasi intravaskuler desiminanta ?
6. Bagaimana penatalaksanaan koagulasi intravaskuler desiminanta ?
7. Bagaimana asuhan keperawatan koagulasi intravaskuler desiminanta ?
1.3. Tujuan
1. Mengetahui pengertian koagulasi intravaskuler desiminanta.
2. Mengetahui etiologi koagulasi intravaskuler desiminanta.
3. Mengetahui patofisiologi koagulasi intravaskuler desiminanta.
4. Mengetahui manifestasi klinis koagulasi intravaskuler desiminanta.
5. Mengetahui komplikasi dari koagulasi intravaskuler desiminanta.
6. Mengetahui penatalaksanaan koagulasi intravaskuler desiminanta.
7. Mengetahui asuhan keperawatan koagulasi intravaskuler desiminanta.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 KOAGULASI INTRAVASKULER DESIMINANTA
Pengertian
Koagulasi intravaskuler desiminanta (KID) atau lebih dikenal, Disseminated
Intravascular Coagulation (DIC) adalah suatu keadaan dimana bekuan-bekuan darah
kecil tersebar di seluruh aliran darah, menyebabkan penyumbatan pada pembuluh
darah kecil dan berkurangnya faktor pembekuan yang diperlukan untuk
mengendalikan perdarahan. (medicastore.com)
Disseminated Intravascular Coagulation adalah suatu sindrom yang ditandai dengan
adanya perdarahan/kelainan pembekuan darah yang disebabkan oleh karena
terbentuknya plasmin yakni suatu spesifik plasma protein yang aktif sebagai
fibrinolitik yang di dapatkan dalam sirkulasi (Price, S. 2005).
Secara umum Disseminated Intavascular Coagulation (DIC) didefinisikan
sebagai kelainan atau gangguan kompleks pembekuan darah akibat stirnulasi yang
berlebihan pada mekanisme prokoagulan dan anti koagulan sebagai respon terhadap
jejas/injury (wordpress.com)
DIC adalah penyakit dimana faktor pembekuan dalam tubuh berkurang
sehingga terbentuk bekuan-bekuan darah yang tersebar di seluruh pembuluh darah.
2.2 Etiologi
a. Perdarahan terjadi karena hal-hal sebagai berikut :
Hipofibrinogenemia
Trombositopenia
Beredarnya antikoagulan dalam sirkulasi darah
Fibrinolisis berlebihan
b. Penyakit-penyakit yang menjadi predisposisi DIC adalah sebagai berikut :
infeksi (demam berdarah dengue, sepsis, meningitis, pneumonia berat,
malaria tropika, infeksi oleh beberapa jenis riketsia)
Komplikasi kehamilan (solusio plasenta, kematian janin intrauterin,
emboli cairan amion)
Setelah operasi (operasi paru, by pass cardiopulmonal, lobektomi,
gastrektomi, splenektomi)
2.3 Patofisiologi
Dibawah kondisi homeostasis, tubuh dipertahankan dalam keseimbangan
tersetel koagulasi dan fibrinolisis. Aktivasi dari kaskade koagulasi menghasilkan
trombin yang mengubah fibrinogen untuk fibrin, bekuan fibrin yang stabil menjadi
produk akhir dari hemostasis sistem yang kemudian fibrino lytic berfungsi untuk
memecah fibrinogen dan fibrin.pengaktifan system fibrinolytic menghasilkan plasmin
(dalam bentuk trombin), yang bertanggung jawab untuk lisis dari bekuan fibrin
rincian fibrinogen dan fibrin disebut polipeptida hasil dalam produk degradasi fibrin
(FDPs) atau produk split fibrin (FSPs). dalam keadaan homeostasis kehadiran
trombin sangat penting karena merupakan pusat enzim proteolitik dari pembekuan
dan juga diperlukan untuk pemecahan gumpalan darah atau fibrinolisis.
Kaskade koagulasi
Trombin
Fibrinogen untuk fibrin
Dipecah oleh fibrinolitik
Plasmin (dalam bentuk trombin)
Pusat enzim proteolitik diperlukan untuk penggumpalan darah
Perdarahan
Dx : Resti perubahan perfusi jaringan b.d hemoragi sekunder
2.4 Manifestasi klinis
1. Perdarahan dari tempat-tempat pungsi luka dan membran mukosa pada klien
dengan syok komplikasi persalinan sepsis atau kanker
2. Perubahan kesadaran yang mengindikasikan trombus serebrum
3. Distensi abdomen yang menandakan adanya perdarahan saluran cerna
4. Sianosis dan tachypnea akibat buruknya perfusi dan oksigenasi jaringan
5. Hematuria akibat perdarahan atau oliguria akibat menurunnya perfusi ginjal
2.5 Komplikasi
1. Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
2. Penurunan fungsi ginjal
3. Gangguan susunan saraf pusat
4. Gangguan hati
5. Ulserasi mukosa gastrointestinal : perdarahan
6. Peningkatan enzyme jantung : ischemia, aritmia
7. Purpura fulminan
8. Insufisiensi adrenal
9. Kematian lebih dari 50 %
2.6 Penatalaksanaan
Penatalakasanaan DIC yang utama adalah mengobati penyakit yang
mendasari terjadinya DIC Jika hal ini tidak dilakukan pengobatan terhadap DIC tidak
akan berhasil Kemudian pengobatan lainnya yang bersifat suportive dapat diberikan.
1. Antikogulan
Secara teoritis pemberian antikoagulan heparin akan menghentikan proses
pembekuan, baik yang disebabkan oleh infeksi maupun oleh penyebab lain.
Meski pemberian heparin juga banyak diperdebatkan akan menimbulkan
perdarahan, namun dalam penelitian klinik pada pasien DIC heparin tidak
menunjukkan komplikas perdarahan yang signifikan. Dosis heparin yang
diberikan adalah 300 – 500 u/jam dalam infus kontinu.
Indikasi:
a) Penyakit dasar tak dapat diatasi dalam waktu singkat
b) Terjadi perdarahan meski penyakit dasar sudah diatasi
c) Terdapat tanda-tanda trombosis dalam mikrosirkulasi, gagal ginjal, gagal hati,
sindroma gagal nafas
Dosis:
100iu/kgBB bolus dilanjutkan 15-25 iu/kgBB/jam (750-1250 iu/jam) kontinu, dosis
selanjutnya disesuaikan untuk mencapai aPTT 1,5-2 kali kontrol Low molecular
weight heparindapat menggantikan unfractionated heparin.
2. Plasma dan trombosit
Pemberian baik plasma maupun trombosit harus bersifat selektif Trombosit
diberikan hanya kepada pasien KID dengan perdarahan atau pada prosedur
invasive dengan kecenderungan perdarahan Pemberian plasma juga patut
dipertimbangkan karena di dalam palasma hanya berisi faktor-faktor
pembekuan tertentu saja, sementara pada pasien KID terjadi gangguan seluruh
faktor pembekuan.
3. Penghambat pembekuan (AT III)
AT III dapat bermanfaat bagi pasien KID, meski biaya pengobatan ini cukup
mahal.Direkomendasikan sebagai terapi substitusi bila AT III<70%
Dosis:
1. Dosis awal 3000 iu (50 iu/kgBB) diikuti 1500 iu setiap 8 jam dengan infus
kontinu selama 3 – 5 hari.
2. Rumus:
1) 1 iu x BB (kg) x ∆ AT III, dengan target AT III > 120%
2) ∆ AT III x 0,6 x BB (kg), dengan target AT III > 125%
4. Obat-obat antifibrinolitik
Antifibrinolitik sangat efektif pada pasien dengan perdarahan tetapi pada pasien KID
pemberian antifibrinolitik tidak dianjurkan Karena obat ini akan menghambat proses
fibrinolisis sehingga fibrin yang terbentuk akan semakin bertambah akibatnya KID
yang terjadi akan semakin berat.
2.7 Asuhan Kepeawatan
I. Pengkajian
1. adanya faktor-faktor predisposisi
septikemia (penyebab paling umum)
komplikasi obstetric
SDPD (sindrom disstress pernapasan dewasa)
Luka bakar berat dan luas
Neoplasia
Gigitan ular
Penyakit hepar
Bedah kardio-pulmonal
trauma
2. pemeriksaan fisik berdasarkan survey umum dapat menunjukkan:
perdarahan abnormal pada semua sistem dan pada sisi prosedur invasif
a. Kulit dan mukosa membrane
Perembesan difusi darah atau plasma
Petekie
Purpura yang teraba: pada awalnya di dada dan abdomen
Bula hemoragi
Hemoragi subkutan
Hematoma
Luka bakar karena plester
Sianosis akral (ekstrimitas berwarna agak kebiruan, abu-abu, atau ungu gelap)
b. Sistem GI
Mual, muntah
Uji guaiak positif pada emesis/aspirasi
nasogastrk dan feses
Nyeri hebat pada abdomen
Peningkatan lingkar abdomen
Hematuria
Oliguria
c. Sistem pernapasan
Dispnea
Takipnea
Sputum mengandung darah
d. System Kardiovaskuler
Hipotensi meningkat
Hipotensi postural
Frekuensi jantung meningkat
Nadi perifer tak teraba
System saraf perifer
Perubahan tingkat kesadaran
Gelisah
Ketidaksadaran vasomotor
e. System Muskuloskeletal
Nyeri: otot, sendi, punggung
Perdarahan sampai hemoragi Insisi operasi
Uterus postpartum
Fundus mata: perubahan visual
Pada sisi prosedur invasif: suntikan, IV, kateter arterial dan selang nasogastrik
atau dada, dll.
f. Perdarahan sampai hemoragi
Insisi operasi
Uterus postpartum
Fundus mata: perubahan visual
Pada sisi prosedur invasif: suntikan, IV, kateter arterial dan selang nasogastrik
g. Pola tidur dan istirahat
h. Pola nutrisi dan metabolisme
i. Pola eliminasi
j. Pola aktivitas
k. Pola sensori dan kognitif
kerusakan perfusi jaringan
a. serebral: perubahan pada sensorium, gelisah, kacau mental, sakit kepala
b. ginjal: penurunan pengeluaran urine
c. paru: dispnea, orthopnea
d. kulit: akrosianosia (ketidakteraturan bentuk bercak sianosis pada lengan
perifer atau kaki)
pemeriksaan diagnostik
a. jumlah trombosit rendah
b. PT dan PTT memanjang
c. Produk degradasi fibrinogen meningkat / FDP meningkat
d. Kadar fibrinogen plasma rendah.
Analisa Data
Etiologi Masalah
Pendarahan
↓
Penurunan tekanan darah+kekurangan
vol cairan
↓
↓ cardiac output
Penurunan cardiac output
Penurunan tekanan darah
↓
Kelemahan
↓
Tirah baring yang lama
↓
Resiko kerusakan integritas kulit
Resiko tinggi kerusakan integritas kulit
Gangguan aliran darah
↓
Kerusakan transport O2 ke alveola dan
membrane kapiler
↓
Iskemia
↓
Kerusakan Organ
↓
Nyeri
Nyeri
Diagnosa Keperawatan
1. Ketidak efektifan perfusi jaringan b/d kerusakan transport oksigen ke alveola
dan atau membrane kapiler
2. Nyeri b/d adanya perdarahan jaringan
3. Penurunan cardiac out put b/d kekurangan volume cairan dan hipotensi
Rencana Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan b/d kerusakan transport oksigen ke alveola
dan atau membrane kapiler
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan perfusi jaringan dapat adekuat.
Intervensi Rasional
1.Pantau Hasil pemeriksaan
koagulasi, tanda-tanda vital dan
perdarahan baru.
2. Waspadai perdarahan
3. Jelaskan tentang semua
tindakan yang diprogramkan dan
pemeriksaan yang akan
1. Untuk mengidentifikasi indikasi
kemajuan atau penyimpangan dari hasil
yang diharapkan.
2. untuk meminimalkan potensial
perdarahan lanjut.
3. pengetahuan tentang apa yang
diharapkan membantu mengurangi
dilakukan
4. .Lakukan pendekatan secara
tenang dan beri dorongan untuk
bertanya serta berikan informasi
yang dibutuhkan dengan bahasa
yang jelas
ansietas
4. Pemecahan masalah sulit untuk
orang yang cemas, karena ansietas
merusak belajar dan persepsi.
Penjelasan yang jelas dan sederhana
paling baik untuk dipahami. Istilah
medis dan keperawatan dapat
membingungkan klien dan
meningkatkan ansietas.
2. Nyeri b/d adanya perdarahan jaringan
Kriteria hasil :
Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan
teknik non farmakologi, untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
Melaporkan nyeri berkurang dengan menggunakan menejemen nyeri
Mampu mengenal nyeri (Skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Tanda vital dalam rentang normal
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat nyeri pasien.
2. Mempertahankan tirah
baring selama fase akut
3. Kurangi aktifitas yang
berlebihan
4. Bantu pasien dalam
aktifitas sesuai kebutuhan
1. Tingkat nyeri dapat mempengaruhi
tingkah laku pasien dan proses pengobatan
2. Meningkatkan relaksasi terhadap seluruh
organ yang bersangkutan.
3. Aktifitas yang berlebihan dapat
meningkatkan tekanan vaskuler
4. Mencegah komplikasi dalam
hubungannya dengan sakit kepala
3. Penurunan cardiac out put b/d kekurangan volume cairan dan hipotensi
Intervensi Rasional
1. Evaluasi adanya nyeri dada
(intensitas, lokasi dan durasi)
2. Catat adanya tanda dan gejala
penurunan cardiac output
3. Monitor status pernafasan yang
menandakan gagal jantung
4. Monitor abdomen sebagai indicator
penurunan perfusi
5. Monitor balance cairan
6. Monitor adanya perubahan tekanan
darah
7. Monitor adanya dyspnue, fatigue,
takipnue, dan ortopnue
8. Anjurkan untuk menurunkan stress
9. Moitor Vital Sign
1. Untuk mengidentifikasi
banyaknya hilangnya cairan pada
tubuh
2. Stress yang tinggi dapat
menyebabkan memperparah
hipertensi
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Sistem hematologi tersusun atas darah dan tempat darah diproduksi termasuk
sum-sum tulang dan nodus limfa Darah merupakan medium transport tubuh, volume
darah manusia sekitar 7%-10% berat badan normal dan berjumlah sekitar 5 liter
Perdarahan terjadi karena hipofibrinogenemia trombositopenia beredarnya
antikoagulan dalam sirkulasi darah fibrinolisis berlebihan Penyakit-penyakit yang
menjadi predisposisi DIC adalah infeksi komplikasi kehamilan setelah operasi.
Penatalakasanaan DIC yang utama adalah mengobati penyakit yang mendasari
terjadinya DIC Jika hal ini tidak dilakukan pengobatan terhadap DIC tidak akan
berhasil Kemudian pengobatan lainnya yang bersifat suportive dapat diberikan.
Saran
Adapun saran dari kelompok kami adalah agar Penanganan DIC harus sedini
mungkin agar tidak menyebabkan akibat buruk seperti kematian dan tenaga kesehatan
harus memberi penyuluhan tentang penyakit ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. Brenda G. Bare dan Suzanne C. Smeltzer. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Edisi 8.
2. Closky. 2000. Nursing Intervention Classification (NIC). Philadelphia : Mosby
3. Engram, Barbara. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.Vol 2.
Jakarta EGC
4. Http://www. hemodialisa.files.wordpress.com/2010/09/askep-dic.pdf
5. Http://www.linkpdf.com/.../asuhan-keperawatan-klien-dengan-gangguan-
hematolog--.pdf.
6. Moorhead. 2000. Nursing Outcome Classification (NOC). Philadelphia : Mosby
7. Price,S.2005.Patofisiologi Konsep klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6. Jakarta :
EGC