dbd grade 3.doc

40
BAB 1 PENDAHULUAN Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan spektrum manifestasi klinis yang bervariasi antara penyakit paling ringan (mild undifferentiated febrile illness), demam dengue, demam berdarah dengue (DBD) sampai demam berdarah dengue disertai syok (dengue shock syndrome = DSS). Gambaran manifestasi klinis yang bervariasi ini memperlihatkan sebuah fenomena gunung es, dengan kasus DBD dan DSS yang dirawat dirumah sakit sebagai puncak gunung es yang terlihat diatas permukaan laut, sedangkan kasus dengue ringan (silent dengue infection dan demam dengue) merupakan dasarnya. 1 Berdasarkan jumlah kasus DBD, Indonesia menempati urutan kedua setelah Thailand. Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD sangat kompleks yaitu: pertumbuhan penduduk yang tinggi, urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali, tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis, dan peningkatan sarana transportasi. 1, 2 Morbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue dipengaruhi beberapa faktor antara lain status imunitas pejamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus Case : DHF Grade III Pembimbing : dr. H. Romer Danial, Sp. A Page 1

Upload: ayuanakibu

Post on 11-Sep-2015

272 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB 1

PENDAHULUAN

Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan spektrum manifestasi klinis yang bervariasi antara penyakit paling ringan (mild undifferentiated febrile illness), demam dengue, demam berdarah dengue (DBD) sampai demam berdarah dengue disertai syok (dengue shock syndrome = DSS). Gambaran manifestasi klinis yang bervariasi ini memperlihatkan sebuah fenomena gunung es, dengan kasus DBD dan DSS yang dirawat dirumah sakit sebagai puncak gunung es yang terlihat diatas permukaan laut, sedangkan kasus dengue ringan (silent dengue infection dan demam dengue) merupakan dasarnya.1Berdasarkan jumlah kasus DBD, Indonesia menempati urutan kedua setelah Thailand. Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD sangat kompleks yaitu: pertumbuhan penduduk yang tinggi, urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali, tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis, dan peningkatan sarana transportasi.1, 2Morbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue dipengaruhi beberapa faktor antara lain status imunitas pejamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus dengue, virulensi virus dengue, dan kondisi geografis setempat.1

Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Gejala yang menyertai adalah demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diathesis hemoragik. 2Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip utama adalah terapi suportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang ari 1%. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD. 2BAB 2TINJAUAN PUSTAKA2.1. Defenisi

Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorargic fever/DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopeni, ruam limfadenopati, trombositopeni dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma dan di tandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue( Dengue Shock Syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai dengan renjatan/syok.12.2. Epidemiologi

Di Indonesia, DBD pertama kali dicurigai muncul di Surabaya pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virologist baru diperoleh pada tahun 1970. Di Jakarta kasus pertama dilaporkan pada tahun 1969. Dari tahun 1968 sampai tahun 1972, kasus hanya dilaporkan pada tahun 1972 ( Sumatera Barat, lampung),1973 (Riau, Sulawesi utara, Bali), 1974 ( kalimantan selatan, nusa tenggara Barat. 3Sampai dengan tahun 1983, DBD telah di laporkan terdapat di emua propinsi di Indonesia. Di Indonesia pengaruh musim terhadap demam berdarah dengue tidak begitu jelas, tetapin dalam garis besar da[at dikemukakan bahwa jumlah penderita meningkat antara bulan september Nopember dan mencapi puncaknya pada bulan Maret Mei. Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan antara jenis kelamin penderita, tetapi kematian ditemukan lebih banyak pada anak perempuan dibandingkan laki-laki. 3Morbiditas dan mortalitas DBD dilaporkan berbagai Negara bervariasi disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain status umur penduduk, kepadatan vector, tingkat penyebaran virus dengue, prevalensi serotipe virus dengue dan kondisi meteorologist. Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan antara jenis kelamin, tetapi kematian banyak ditemukan pada anak perempuan dibandingkan dengan anak laki-laki.12.3. Etiologi

Virus dengue tipe 1,2,3 dan 4 yang ditularkan melalui vektor nyamuk Aedes aegypti.Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis, dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan. Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe lain.2, 3, 42.4. Patogenesis

Mekanisme sebenarnya tentang patofisiologi, hemodinamika, dan biokimiawi DBD belum diketahui secara pasti. Hingga kini sebagian besar masih menganut the secondary heterologous infection hypothesis atau the sequential infection hypothesis yang menyatakan bahwa DBD dapat terjadi apabila seseorang setelah terinfeksi virus dengue pertama kali mendapatkan infeksi kedua dengan virus dengue serotipe lain dalam jangka waktu 6 bulan sampai 5 tahun.1, 2, 3, 4, 5, 6The immunological enhancement hypothesis

Antibodi yang terbentuk pada infeksi dengue terdiri dari IgG yang berfungsi menghambat peningkatan replikasi virus dalam monosit, yaitu enhancing-antibody dan neutralizing antibody. Pada saat ini dikenal 2 jenis tipe antibodi yaitu (1) kelompok monoklonal reaktif yang tidak mempunyai sifat menetralisasi tetapi memacu replikasi virus, dan (2) antibodi yang dapat menetralisasi secara spesifik tanpa disertai daya memacu replikasi virus. Perbedaan ini berdasarkan adanya virion determinant spesificity. Antibodi non-neutralisasi yang dibentuk pada infeksi primer akan menyebabkan terbentuknya kompleks imun pada infeksi sekunder dengan akibat memacu replikasi virus. Teori ini pula yang mendasari pendapat bahwa infeksi sekunder virus dengue oleh serotipe dengue yang berbeda cenderung menyebabkan manifestasi berat. Dasar utama hipotesis ialah meningkatnya reaksi imunologis yang berlangsung sebagai berikut :1, 2, 3a. Sel fagosit mononuklear yaitu monosit, makrofag, histiosit dan sel Kupffer merupakan tempat utama terjadinya virus dengue primer

b. Non neutralizing antibody baik yang bebas dalam sirkulasi maupun yang melekat (sitofilik) pada sel, bertindak sebagai reseptor spesifik untuk melekatnya virus dengue pada permukaan sel fagosit mononuklear. Mekanisme pertama ini disebut mekanisme aferen

c. Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit mononuklear yang telah terinfeksid. Selanjutnya sel monosit yang mengandung kompleks imun akan menyebar ke usus, hati, limpa dan sumsum tulang. Mekanisme ini disebut mekanisme eferen. Parameter perbedaan terjadinya DBD dengan dan tanpa renjatan ialah jumlah sel yang terkena infeksi

e. Sel monosit yang telah teraktivasi akan mengadakan interaksi dengan sistem humoral dan sistem komplemen dengan akibat dilepaskannya mediator yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan mengaktivasi sistem koagulasi. Mekanisme ini disebut mekanisme efektor

Aktivasi limfosit T

Limfosit T juga memegang peranan penting dalam patogenesis DBD. Akibat rangsangan monosit yang terinfeksi virus dengue atau antigen virus dengue, limfosit dapat mengeluarkan interferon (IFN- dan ). Pada infeksi sekunder oleh virus dengue (serotipe berbeda dengan infeksi pertama), limfosit T CD4+ dan CD8+ spesifik virus dengue, monosit akan mengalami lisis dan mengeluarkan mediator yang menyebabkan kebocoran plasma dan perdarahan.1Hipotesis kedua patogenesis DBD mempunyai konsep dasar bahwa keempat serotipe virus dengue mempunyai potensi patogen yang sama dan gejala berat terjadi sebagai akibat serotipe/galur serotipe virus dengue yang paling virulen.12.5. Manifestasi klinis

Demam dengue

Masa tunas berkisar antara 3-5 hari (pada umumnya 5-8 hari). Awal penyakit biasanya mendadak, disertai gejala prodormal seperti nyeri kepala, nyeri berbagai bagian tubuh, anoreksia, rasa menggigil dan malise. Dijumpai trias syndrome, yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota badan, dan timbulnya ruan (rash). Ruam timbul pada 6-12 jam sebelum suhu naik pertama kali, yaitu pada hari sakit ke 3-5 dan berlangsung 3-4 hari. Ruam bersifat makulopapular yang menghilang pada tekanan. Ruam terdapat di dada, tubuh serta abdomen, menyebar ke anggota gerak dan muka.1, 2, 3, 4, 5, 6Pada lebih dari separuh pasien, gejala klinis timbul dengan mendadak, disertai kenaikan suhu, nyeri kepala hebat, nyeri dibelakang bola mata, punggung, otot, sendi dan disertai rasa menggigil. Pada beberapa penderita dapat dilihat bentuk kurva suhu yang menyerupai pelana kuda atau bifasik, tetapi pada penelitian selanjutnya bentuk kurva ini tidak ditemukan pada semua pasien sehingga tidak dapat dianggap patognomonik.1, 2, 3Anoreksia dan obstipasi sering dilaporkan, disamping itu perasaan tidak nyaman di daerah epigastrium disertai nyeri kolik dan perut lembek sering ditemukan. Pada stadium dini sering timbul perubahan dalam indera pengecap. Gejala klinis lain yang sering terdapat ialah fotofobia, keringat yang bercucuran, suara serak, batuk, epistaksis, dan disuria. Kelenjar limfa servikal dilaporkan membesar pada 67-77% kasus.1, 2, 3Demam berdarah dengue

Demam berdarah dengue ditandai oleh 4 manifestasi klinis, yaitu demam tinggi, perdarahan, terutama perdarahan kulit, hepatomegali, dan kegagalan peredaran darah. Fenomena patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit dan membedakan DBD dengan DD ialah peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, trombositopenia, dan diatesis hemoragik. Pada pemeriksaan fisik bisa diddapatkan pembesaran hepar.1, 2Tabel 2.1. gejala klinis demam dengue dan demam berdarah dengue

Demam Dengue (DD)Gejala KlinisDemam Berdarah Dengue (DBD)

++Nyeri kepala+

+++Muntah++

+Mual+

++Nyeri otot+

++Ruam kulit+

++Diare +

+Batuk+

+Pilek+

++Lemfadenopati+

+Kejang+

0Kesadaran menurun++

0Obstipasi+

+Uji tourniquet positif++

++++Petekie+++

0Perdarahan saluran cerna+

++Hepatomegali+++

+Nyeri perut+++

++Trombositopenia++++

0syok+++

Keterangan : (+):25%, (++) : 50%, (+++) : 75%, (++++) : 100%Sindrom dengue syok

Pada DBD syok, setelah demam berlangsung selama beberapa hari keadaan umum tiba-tiba memburuk, hal ini biasanya terjadi pada saat atau setelah demam menurun, yaitu diantara hari sakit 3-7. Pada sebagian besar kasus ditemukan tanda kegagalan peredaran darah, kulit teraba lembab dan dingin, sianosis sekitar mulut, nadi menjadi cepat dan lembut. Anak tampak lesu, gelisah, dan secara cepat masuk ke dalam fase syok. Pasien seringkali mengeluhkan nyeri di daerah perut sesaat sebelum syok. Nyeri di daerah retrosternal tanpa sebab yang jelas dapat memberikan petunjuk adanya perdarahan gastrointestinal yang hebat. Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan pembesaran hepar.1, 2, 3, 4, 5, 6

Disamping kegagalan sirkulasi, syok ditandai oleh nadi lembut, cepat, kecil sampai tidak teraba. Tekanan nadi meurun menjadi 20 mmHg atau kurang dan tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau lebih rendah.1, 2, 3, 4, 5, 62.6. Diagnosis KlinisWHO membagi derajat penyakit DBD dalam 4 derajat 1, 2, 3, 4Derajat IDemam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan adalah uji tourniquet positif

Derajat IIDerajat I disertai perdarahan spontan dikulit dan/atau perdarahan lain

Derajat IIIDitemukannya tanda kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lembut, tekanan nadi menurun (20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit dingin, lembab, dan pasien menjadi gelisah

Derajat IVSyok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur

Laboratorium

Didapatkan trombositopenia (100.000/ul), peningkatan hematokrit 20% dibandingkan dengan nilai hematokrit pada masa sebelum sakit atau masa konvalesen. Ditemukannya dua atau tiga patokan klinis pertama disertai trombositopenia dan peningkatan hematokrit sudah cukup untuk klinis membuat diagnosis DBD. Dengan patokan ini, 87% kasus tersangka DBD dapat didiagnosis dengan tepat, yang dibuktikan oleh pemeriksaan serologis, dan dapat dihindari diagnosis berlebihan.1, 2Pemeriksaan laboratorium lainnya adalah :2 Hemostasis : pemeriksaan PT, APTT, fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah

Protein/albumin : dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma

SGOT/SGPT dapat meningkat

Elektrolit : sebagai parameter pemantauan pemberian cairan

Imunoserologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue

IgM : terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang setelah 60-90 hariIgG : pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2

Pemeriksaan radiologis

Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.22.7. Penatalaksanaan

Demam dengue

Pasien DD dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada fase demam pasien dianjurkan :1, 3 tirah baring selama masih demam

obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan

untuk menurunkan suhu menjadi 201500 + 50 (BB-20)

Pasien harus segera dirawat dan segera diobati bila dijumpai tanda-tanda syok yaitu gelisah, letargi/lemah, ekstremitas dingin, bibir sianosis, oligouri, nadi lemah, tekanan nadi menyempit (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, dan peningkatan mendadak dari hematokrit atau kadar hematokrit meningkat terus menerus walaupun telah diberi cairan intravena.1, 3Sindrom syok dengue

Cairan pengganti adalah pengobatan yang utama. Pasien anak akan cepat mengalami syok dan sembuh kembali bila diobati segera dalam 48 jam. Pada penderita SSD dengan tensi tak terukur dan tekanan nadi 20 ml/kgBB. Tetesan diberikan secepat mungkin maksimal 30 menit. Pada anak dengan berat badan lebih, diberi cairan sesuai berat BB ideal dan umur 10 ml/kgBB/jam, bila tidak ada perbaikan pemberian cairan kristaloid ditambah cairan koloid. Apabila syok belum dapat teratasi setelah 60 menit beri cairan kristaloid dengan tetesan 10 ml/kgBB/jam, bila tidak ada perbaikan, stop pemberian kristaloid dan berikan cairan koloid (dekstran 40 atau plasma) 10 ml/kgBB/jam. Pada umumnya pemberian koloid tidak melebihi 30 ml/kgBB. Maksimal pemberian koloid 1500 ml/hari, sebaiknya tidak diberikan pada saat perdarahan. Setelah pemberian cairan resusitasi kristaloid dan koloid syok masih menetap sedangkan kadar hematokrit menurun, diduga sudah terjadi perdarahan, maka dianjurkan pemberian transfusi darah segar. Apabila kadar hematokrit tetap lebih tinggi, maka berikan darah dalam volume kecil (10 ml/kgBB/jam) dapat diulang sampai 30 ml/kgBB/24 jam. Setelah keadaan klinis membaik, tetesan infus dikurangi bertahap sesuai keadaan klinis dan kadar hematokrit.1, 3Pemeriksaan hematokrit untuk memantau penggantian volume plasma

Pemberian cairan harus tetap diberikan walaupun tanda vital telah membaik dan kadar hematokrit turun. Tetesan cairan segera diturunkan menjadi 10 ml/kgBB/jam dan kemudian disesuaikan tergantung dari kehilangan plasma yang terjadi selama 24-48 jam.1, 3Cairan intravena dapat dihentikan apabila hematokrit telah turun, dibandingkan nilai Ht sebelumnya. Jumlah urin 1 ml/kgBB/jam atau lebih merupakan indikasi bahwa keadaan sirkulasi membaik. Pada umumnya cairan tidak perlu diberikan lagi setelah 48 jam syok teratasi. Apabila cairan tetap diberikan dengan jumlah yang berlebih pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ekstravaskuler, maka akan menyebabkan hipervolemia dengan akibat edema paru dan gagal jantung. Penurunan hematokrit pada saat reabsorbsi plasma ini jangan dianggap sebagai tanda perdarahan, tetapi disebabkan oleh hemodilusi. Nadi yang kuat, tekanan darah yang normal, diuresis cukup, tanda vital baik. Merupakan tanda terjadinya fase reabsorbsi.1, 3Koreksi gangguan metabolit dan elektrolit

Hiponatremia dan asidosis metabolik sering menyertai pasien DBD/DSS, maka analisis gas darah dan kadar elektrolit harus selalu diperiksa pada DBD berat. Apabila asidosis tidak dikoreksi, akan memacu terjadinya KID, sehingga tata laksana pasien menjadi lebih kompleks. Pada umumnya, apabila penggantian cairan plasma diberikan secepatnya dan dilakukan koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat, maka perdarahan sebagai akibat KID, tidak akan terjadi sehingga heparin tidak diperlukan.1, 3Pemberian oksigen

Terapi oksigen 2 liter per menit harus selalu diberikan pada semua pasien syok. Dianjurkan pemberian oksigen dengan menggunakan masker, tetapi harus diingat pula pada anak seringkali menjadi gelisah apabila dipasang masker oksigen.1, 3Transfusi darah

Pemberian transfusi darah diberikan pada keadaan manifestasi perdarahan yang nyata. Kadangkala sulit untuk mengetahui perdarahan interna apabila disertai hemokonsentrasi. Penurunan hematokrit (misalnya dari 50% menjadi 40%) tanpa perbaikan klinis walaupun telah diberikan cairan yang mencukupi, merupakan tanda adanya perdarahan. Pemberian darah segar dimaksudkan untuk mengatasi perdarahan karena cukup mengandung plasma, sel darah merah dan faktor pembesar trombosit. Plasma segar dan atau suspensi trombosit berguna untuk pasien dengan KID dan perdarahan masif. Pemeriksaan hematologi seperti waktu tromboplastin parsial, waktu protrombin dan fibrinogen degradation products harus diperiksa pada pasien syok untuk mendeteksi terjadinya dan beratnya KID. Pemeriksaan hematologis tersebut juga menentukan prognosis.1, 32.8. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi adalah :4, 5, 6

Perdarahan gastrontestinal masif

Ensefalopati

Edema paru

DIC

Efusi pleura2.9. Prognosa

Kematian telah terjadi pada 40%-50% penderita dengan syok, tetapi dengan perawatan intensif yang cukup kematian akan kurang dari 2%. Ketahanan hidup secara langsung terkait dengan manajemen awal dan intensif.4 LAPORAN KASUS

STATUS PASIEN

I. Anamnese Pribadi

Nama

: Rahma Yani Lubis

Umur

: 8 tahun 2 bulan

Jenis Kelamin: Perempuan

Agama

: Islam

Suku

: Batak

Alamat

: Jln. Perjuangan gang tabah no 17, Medan

Tanggal Masuk: 18 Januari 2014

BB Masuk

: 37 kg

PB Masuk

: 115 cmII. Anamneses Orang tua

IDENTITASAYAHIBU

NamaSyahrul H.LubisNurelia

Umur40 tahun36 tahun

AgamaIslamIslam

SukuBatakBatak

Perkawinan11

RPT--

AlamatJln. Perjuangan gang tabah no 17, Medan

Pendidikan TerakhirSMASMP

PekerjaanWiraswastaIbu Rumah Tangga

III. Riwayat Kelahiran

Cara lahir

: Spontan pervaginam

Tempat lahir: Klinik bidan

Tanggal lahir: 5 November 2005

BB lahir

: 3000 gram

PB lahir

: 40 cm

Usia lahir

: 36 minggu

IV. Perkembangan Fisik

Saat lahir

: Menangis dengan kuat dan bergerak aktif

Umur 1 bulan

: Sudah bisa melihat disekitar

Umur 3 bulan

: Sudah bisa menelungkup, mengangkat kepala

Umur 3-5 bulan

: Sudah bisa mengoceh, duduk dibantu

Umur 610 bulan

: Sudah bisa duduk dibantu dan merangkak

Umur 10 12 bulan: Sudah bisa duduk sendiri dan berjalan dengan bantuan

Umur 1 3tahun : Sudah bisa berjalan sendiri, mengucapkan beberapa kalimat

Umur 3 tahun- sekarang : dapat berinteraksi dengan lingkungan sendiri

V. Anamneses Makanan

Umur 0 6 bulan

: ASI eksklusif

Umur 6 bulan 9 bulan

: ASI + bubur tim

Umur 10 bulan 12 bulan: ASI + bubur tim kasar

Umur 1 tahun-2 tahun

: Makanan keluarga+susu formula

2 tahun sekarang

: Makanan keluargaVI. Riwayat Imunisasi

BCG

: + Scar +

Hepatitis B: +

Polio

: +

DPT

: +

Campak

: +

Kesan

: Imunisasi dasar lengkapVII. Penyakit yang pernah diderita: -VIII. Keterangan mengenai saudara: Os merupakan anak ke-4 dari 4

bersaudara

Anak 1, laki laki 19 tahun, lahir pervaginam, RPT (-)

Anak 2, laki-laki 17 tahun, lahir pervaginam, RPT (-)

Anak 3, perempuan, meninggal

IX. Anamneses Penyakit

Keluhan Utama

: DemamTelaah

:Demam dialami os sejak 3 hari ini, demam tinggi mendadak terus menerus, mengigau (-), mengigil (-). Muntah dialami os sejak 2 hari ini diawali dengan mual dengan frekuensi 2x, frekuensi 20 cc/x isi muntah apa yang dimakan dan diminum. Nyeri perut juga dialami os. Batuk dialami os sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit,batuk tidak berdahak . Pada tangan dan kaki os ditemukan bintik bintik berwarna kemerahan seperti makulopapular. BAK dan BAB (+) normal.RPO: Amoxicilin, paracetamol, ranitidineRPT: Os sudah berobat ke klinik Sri RajaX. Pemeriksaan Fisik

1. Status Presenst

KU/KP/KG

: sedang/buruk/overweightSensorium

: Compos Mentis

Anemia: (-)

Temperatur

: 38,20C

Dyspnoe: (-)

Tekanana Darah : 110/90 mmHg

Ikterus

: (-)

Heart Rate

: 120 x/menit,reguler

Sianosis: (-)

Respiratory Rate: 32 x/menit,reguler

Oedem

: (-)

Tinggi Badan masuk: 115 cm

Berat Badan masuk: 37 kg2. Status Lokalis

a. Kepala:

Mata: RC +/+, pupil isokor, conjungtiva palpebra inferior pucat -/-

Hidung: Dalam batas normal

Telinga: Dalam batas normal

Mulut: Mukosa bibir keringb. Leher: Pembesaran KGB (-)

c. Thorax

Inspeksi

: Simetris fusiformis, retraksi (-)

Palpasi

: Stem fremitus kanan = kiri

Perkusi

: Sonor dikedua lapangan paru

Auskultasi : vesikuler, ronki (-)

Heart rate = 120 x/i, reguler

Respiratory rate = 32 x/i, reguler

d. Abdomen

Inspeksi

: Simetris

Palpasi

: Soepel, H/L tidak teraba

Perkusi

: Timpani

Auskultasi

: Peristaltik (+), Normal

e. Ekstremitas

Atas: Puls 120 x/i,regular, T/V cukup, akral dingin, CRT< 3,

Tekanan Darah 110/90 mmHg

Rumple leed test (+), ptekie (+), makulopapular (+)Bawah

: Akral dingin, CRT < 3f. Genitalia

: Perempuan, tidak terdapat kelainang. Anus

: Normal, tidak ada kelainanXI. Status Neurologi

a. Syaraf otak

: Tidak dilakukan pemeriksaan

b. Syaraf motorik

Pertumbuhan otot

: Tidak dilakukan pemeriksaan

Kekuatan otot

: Tidak dilakukan pemeriksaan

Neuro muscular

: Tidak dilakukan pemeriksaan

Involuntary movement: Tidak dilakukan pemeriksaan

c. Koordinasi

: Tidak dilakukan pemeriksaan

d. Sensibiltas

: Tidak dilakukan pemeriksaan

XII. Pemeriksaan Khusus

TANGGALHASIL

Mantouxtest--

Radiologi--

Pungsi Lumbal--

Kimia Darah--

EKG--

Pungsi sumsum tulang--

Mikrobiologi--

CT Scan--

Biopsy--

EEG--

Sceening perdarahan--

XIII. Pemeriksaan Laboratorium

Urine

: Tidak dilakukan pemeriksaan

Feces

: Tidak dilakukan pemeriksaan

Darah

:

18/1/14 18.4719/1/1420/1/1421/114

09.4622/1/14

06.50

00.2910.4417.3022.3507.2421.59

WBC740084001180011700103009400730085008100

RBC6,096,035,835,394,914,524,944,404,57

HGB15,615,715,013,812,611,712,911,411,9

HCT46,145,544,240,736,934,237,535,035,0

MCV75,775,575,875,575,275,775,98076,6

MCH25,626,025,725,625,725,926,125,926,0

MCHC33,834,533,933,934,134,234,432,634,0

PLT42000230002500028000320005100058000114000185000

Ringkasan

1. Anamnesa

Demam dialami os sejak 3 hari ini, demam tinggi mendadak terus menerus, mengigau (-), mengigil (-). Muntah dialami os sejak 2 hari ini diawali dengan mual dengan frekuensi 2x, frekuensi 20 cc/x isi muntah apa yang dimakan dan diminum. Nyeri perut juga dialami os. Batuk dialami os sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit,batuk tidak berdahak . Pada tangan dan kaki os ditemukan bintik bintik berwarna kemerahan seperti makulopapular. BAK dan BAB (+) normal.2. Pemeriksaan Fisik

KU/KP/KG

: sedang/buruk/overweightSensorium

: Compos Mentis

Anemia: (-)

Temperatur

: 38,20C

Dyspnoe: (-)

Tekanana Darah: 110/90 mmHg

Ikterus

: (-)

Heart Rate

: 120 x/menit,reguler

Sianosis: (-)

Respiratory Rate: 32 x/menit,reguler

Oedem

: (-)

Tinggi Badan masuk: 115 cm

Berat Badan masuk: 37 kg

3. Status Lokalis

a. Kepala

Mata: RC +/+, pupil isokor, conjungtiva palpebra inferior pucat -/-

Hidung: Dalam batas normal

Telinga: Dalam batas normal

Mulut: Mukosa bibir kering

b. Leher: Pembesaran KGB (-)c. Thorax: Simetris fusiformis, retraksi (-)

Heart rate = 120 x/i, regular, desah (-)

Respiratory rate = 32 x/i, regular, ronchi (-)

d. Abdomen: Soepel, peristaltic (+) normal, H/L tidak terabae. Ekstremitas : terdapat ptekie, makulopapular, Akral dingin, CRT