dbd grade iii.docx

47
Bagian Ilmu Kesehatan Anak LAPORAN KASUS Fakultas Kedokteran AGUSTUS 2013 Universitas Haluoleo DEMAM BERDARAH DENGUE Oleh : IDHUL ADE RIKIT FITRA, S.Ked K1A1 09 049 Pembimbing : dr. Hj. Musyawarah, Sp. A DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI BAHTERAMAS 1

Upload: idhul-ade-rikit-fitra

Post on 21-Jan-2016

118 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: DBD grade III.docx

Bagian Ilmu Kesehatan Anak LAPORAN KASUSFakultas Kedokteran AGUSTUS 2013Universitas Haluoleo

DEMAM BERDARAH DENGUE

Oleh :IDHUL ADE RIKIT FITRA, S.Ked

K1A1 09 049

Pembimbing :dr. Hj. Musyawarah, Sp. A

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI BAHTERAMAS

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALUOLEO

KENDARI

2013

1

Page 2: DBD grade III.docx

BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. M. H

Tanggal lahir : 02 Mei 2001

Umur : 12 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

BBL : 4200 gram

PBL : 50 cm

BB masuk : 35 kg

BB masuk : 143 cm

Agama : Islam

Suku/Bangsa : Tolaki

Alamat : Desa Baimi, Kel. Sampara, Konawe

No. RM : 37-70-10

Tanggal masuk : 06 Juli 2013

B. ANAMNESIS

Alloanamnesis dengan Ayah penderita dan autonamnesis oleh penderita sendiri

Keluhan Utama : Demam sejak 5 hari yang lalu

Anamnesis Terpimpin :

- Anak laki-laki umur 12 tahun rujukan dari RS. Bhayangkara, masuk IGD

dengan demam sejak 5 hari yang lalu, demam terus menerus, dirasakan

meningkat malam hari,

- Menggigil (+), Kejang (-), Sakit kepala (+), Pusing (+), Nyeri menelan (-),

Sesak(-), Nyeri dada(-), Nyeri Perut bagian atas (+), Lengan dan kaki

terasa dingin (+)

- BAB baru 2 kali selama demam, warna kuning

- BAK lancar, warna kuning

- Riwayat keluarga dan lingkungan sekitar menderita hal yang sama (-)

2

Page 3: DBD grade III.docx

C. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Sakit berat, Somnolen, Lemah, dan status gizi kurang 76 %

Tekanan Darah : 70/50 mmHg

Nadi : Tidak teraba

Pernapasan : 40 kali / menit

Berat badan : 35 kg

Tinggi badan : 143 cm

Pucat : (+)

Sianosis : (-)

Ikterus : (-)

Tonus : Baik

Busung/edema : (-)

Keadaan Spesifik

Kulit : Turgor baik, pucat pada muka

Kepala :

Bentuk : Mesosefal, simetris kiri=kanan

Rambut : Hitam, lurus, lebat, tidak mudah tercabut

UUB : Menutup (+)

Telinga : Otorhea (-)

Mata : Konjungtiva pucat (+), Sklera ikterik (-), secret (-)

Hidung : Rinorhea (-)

Bibir : Kering (+), Pecah-Pecah (+)

Lidah : Kotor (-), Tremor (+), Hiperemi (+)

Mulut : Stomatitis (-), Pendarahan Gusi (-)

Tenggorok : Hiperemis (-)

Tonsil : T1-T1, Kesan normal, Hiperemis (-)

Leher : Kaku Kuduk (-), Pembesaran KGB (-)

Thorax

Paru-paru

Inspeksi : Simetris kiri = kanan, Retraksi (-)

3

Page 4: DBD grade III.docx

Palpasi : Sela Iga simetris kiri = kanan, krepitasi (-)

Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi : Bunyi pernapasan = Vesikuler,

Bunyi tambahan = Ronkhi -/- , Wheezing -/-

Jantung

Inspeksi : Iktus Cordis tidak tampak

Palpasi : Iktus Cordis tidak teraba

Perkusi : Pekak, Batas kiri Linea Midclavicularis Sinistra,

Batas kanan pada Linea Parasternalis Dextra

Auskultasi : Bunyi Jantung I/II, Murni reguler

Abdomen

Inspeksi : Cembung , Ikut gerak napas, distensi (-)

Auskultasi : Peristaltik (+), Kesan Normal

Perkusi : Tymphani (+), Pekak Hepar (-)

Palpasi : Nyeri tekan perut bagian atas (+), Massa Tumor (-)

Kelenjar Limfe : Tidak ada pembesaran

Alat Kelamin : Tidak ada kelainan

Anggota Gerak : Tidak ada kelainan, akral teraba dingin

Tasbeh : (-)

Col. Vertebralis : Spondilitis (-), Skoliosis (-)

Refleks Patologis : (-)

Lingkar Lengan Atas : 23 cm

Lingkar Kepala : 49 cm

Lingkar Dada : 74 cm

Lingkar Perut : 76 cm

D. DIAGNOSA KERJA

DBD grade III + Dengue Syok Syndrome

DD : Demam Typhoid

4

Page 5: DBD grade III.docx

E. PENATALAKSANAAN

R/ IVFD HES 1 Kolf

Selanjutnya RL 20 tpm / 2 jam

Inj. Ranitidine 1 A/12 jam

Inj. Cefotaxime 2 x 1 gram

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

- Darah Rutin tanggal 06/07/2013

Hasil Laboratorium Klinik Maxima

Nomor Lab. : 07 Jenis Kelamin : M

Nama : Muh. Husain Umur : 12 Years

No. R. Medis : 1307060007

Dokter Pengirim : APS

Parameter Hasil Flags Satuan Nilai Normal

WBC 5.6 10^3/uL [3.8 – 10.6]

RBC 6.5 + 10^6/uL [4.5 – 5.9]

HGB 18.1 + g/L [14 – 17.4]

HCT 52.70 + % [42 – 50]

MCV 80,6 fL [80 – 96]

MCH 27.7 - pg [28 – 33]

MCHC 34 g/dL [33 – 440]

PLT 55 - 10^3/uL [150 – 440]

PDW 14.4 fL [9 – 17]

P-LCR 32.7 % [13 – 43]

MPV 10.8 fL [9 – 13]

RDW-SD 43.8 fL

LYM# 1.9 10^3/uL [0.8 – 4]

MXD# 0.7 - 10^3/uL [2 – 7.7]

NEUT% 3.0 10^3/uL [2 – 7.7]

LYM% 33.2 % [18 – 44]

MXD% 12.3 % [1 – 20]

5

Page 6: DBD grade III.docx

NEUT% 54.5 % [46 – 73]

W-LMV 69.4

W-SMV 69.7

RDW-CV 14.1 + % [12 – 13.6]

- Darah Rutin tanggal 08/07/2013

Hasil Laboratorium Klinik Prodia

No. Lab : 1307080063 Jenis Kelamin : Laki-laki

ID. Pasien: 0197-1307 00209 Tgl Lahir/Umur : 02-05-2001/12 thn

Nama Pasien : An. Muh. Husain Sanusi

Nama Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

Hematologi Rutin(CBC)

*Leukosit 12.69 4.5-13.0 10^3/uL

*Eritrosit 4.663.8-5.8 10^6/uL

*Hemoglobin 12.911.8-15.0 g/dL

*Hematokrit 37.433-45 %

*Trombosit 97* 156-408 10^3/uL

Nilai-nilai MC

*MCV 80.369-93 fL

*MCH 27.722-34 pg

*MCHC 34.532-36 g/dL

Hitung Jenis Leukosit

*Neutrofil 15.3* 50 – 70 %

*Limfosit 67.9* 25-40 %

*Monosit 9.2* 2-8 %

*Eosinofil 7.2* 2-4 %

*Basofil 0.4 0-1 %

*IP MESSAGE(s) Valid

Hematologi

*LED 7 0-15 mm/jam

6

Page 7: DBD grade III.docx

G. FOLLOW UP

Tanggal/

Jam

S O A P

06/07/2013

16.30

Wita

Keluhan :

Demam sejak 5 hari

yang lalu, terus

menerus, meningkat

malam hari,

menggigil, Sakit

kepala (+) Mual(+),

Muntah (+), Pusing

(+)

Kedua langan dan

kaki terasa dingin

KU : Sakit Berat,

Somnolen, lemah,

TD : 70/50 mmHg

N : 90 x/ menit

P : 40 x/ menit

S: 37,5 oC

Bibir pecah-pecah (+),

Kering (+), Lidah

Hiperemi (+), Tremor

(+), Petekie (+), Nyeri

tekan epigastrium (+)

Masalah

belum

teratasi

R/ IVDF guyur

HES 1 Kolf ,

selanjutnya :

RL 20 tpm/2

Jam

Inj. Ranitidine

1a/12 jam

06/07/2013

19.30

Wita

Keluhan :

Demam sejak 5 hari

yang lalu, terus

menerus, meningkat

malam hari,

menggigil, Sakit

kepala (+) Mual(+),

Muntah (+), Pusing

(+)

Kedua langan dan

kaki terasa dingin

KU : Sakit Berat,

Somnolen, lemah,

TD : 90/60 mmHg

N : 96 x/ menit

P : 32 x/ menit

S: 37,7 oC

Bibir pecah-pecah (+),

Kering (+), Lidah

Hiperemi (+), Tremor

(+), Petekie (+), Nyeri

tekan epigastrium (+)

Masalah

belum

teratasi

R/ IVDF RL 30

tpm

Inj. Cefotaxime

2 x 1 gram

Follow Up tiap

2 Jam

07/07/2013

05.20 Wita

Keluhan : Demam

naik turun, Nyeri

perut bagian atas ,

sakit kepala (+),

Pusing (+)

KU : Sakit Berat,

Somnolen, lemah,

TD : 80/60 mmHg

N : 82 x/ menit

P : 24 x/ menit

S: 37,8 oC

Masalah

belum

teratasi

R/ IVDF RL 30

tpm

Inj. Cefotaxime

2x 1gram

Inj. Ranitidine

1a/12 jam

7

Page 8: DBD grade III.docx

Bibir pecah-pecah (+),

Kering (+), Lidah

Hiperemi (+), Tremor

(+), Nyeri tekan

epigastrium (+)

08/07/2013

05.20 Wita

Keluhan :

Demam (-), Mual(+),

Muntah (+) 1 x , Nyeri

perut bagian atas (+)

KU : Sakit Berat,

Composmentis, lemah

TD : 100/60 mmHg

N : 80 x/ menit

P : 20 x/ menit

S: 36,0 oC

Bibir pecah-pecah (+),

Kering (+), Lidah

Hiperemi (+), Tremor

(+), Nyeri tekan

epigastrium (+)

Masalah

belum

teratasi

R/ Asering 60

tpm

Inj. Cefotaxime

2 x 1gram

Inj. Ranitidine

1a/ 12 Jam

09/07/2013

06.20 Wita

Keluhan :

Demam (-), Mual(-),

Muntah (-), Nyeri

perut bagian atas (+)

KU : Sakit Berat,

Composmentis, lemah

TD : 110/70 mmHg

N : 80 x/ menit

P : 22 x/ menit

S: 36,0 oC

Bibir pecah-pecah (-),

Kering(-),Nyeri tekan

epigastrium (-)

Masalah

sudah

teratasi

Pasien Boleh

pulang

BAB II

8

Page 9: DBD grade III.docx

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN

Demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi demam (febrile) akut yang

disebabkan oleh 4 serotipe virus dengue (DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4)

dengan daya infeksi yang tinggi pada manusia dengan manifestasi perdarahan dan

bertendensi menimbulkan renjatan dan kematian.1,2,3,4 Virus dengue masuk

kedalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk aedes aegypti dan aedes

albopictus. 1,3,4,5 WHO mengklasifikasikan DBD berdasarkan derajat beratnya

penyakit menjadi DBD derajat I, II, III, dan IV, derajat III dan IV disebut DSS

(dengue shock syndrome) yang merupakan kegawatan serta perlu tindakan

segera.6 Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan suatu spektrum

manifestasi klinis yang bervariasi antara penyakit paling ringan (mild

undifferentiated febrile illness), dengue fever (DF), dengue hemoragic fever

(DHF) dan dengue shock syndrome (DSS). 5 Berikut gambar spektrum klinis

infeksi virus dengue :

Gambar 1. Spektrum klinis infeksi virus dengue,

dikutip dari kepustakaan 7 dan 8

B. EPIDEMOLOGI

9

Page 10: DBD grade III.docx

Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke -18, seperti yang

dilaporkan oleh David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu

infeksi virus dengue menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai penyakit

demam lima hari (vijfdaagse koorts) kadang-kadang disebut juga sebagai demam

sendi (knokkel koorts). Disebut demikian karena demam yang terjadi menghilang

dalam lima hari, disertai dengan nyeri pada sendi, nyeri otot, dan nyeri kepala.

Pada masa itu infeksi virus dengue di Asia Tenggara hanya merupakan penyakit

ringan yang tidak pernah menimbulkan kematian. Tetapi sejak tahun 1952 infeksi

virus dengue menimbulkan penyakit dengan manifestasi klinis berat, yaitu DBD

yang ditemukan di Manila, Filipina. Kemudian ini menyebar ke negara lain

seperti Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Indonesia. Pada tahun 1968 penyakit

DBD dilaporkan di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian yang sangat

tinggi. 4

Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD

sangat kompleks, yaitu (1) Pertumbuhan penduduk yang tinggi, (2) Urbanisasi

yang tidak terencana & tidak terkendali, (3) Tidak adanya kontrol vektor nyamuk

yang efektif di daerah endemis, dan (4) Peningkatan sarana transportasi. 4

Morbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue dipengaruhi berbagai faktor

antara lain status imunitas pejamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus

dengue, keganasan (virulensi) virus dengue, dan kondisi geografis setempat.

Dalam kurun waktu 30 tahun sejak ditemukan virus dengue di Surabaya dan

Jakarta, baik dalam jumlah penderita maupun daerah penyebaran penyakit terjadi

peningkatan yang pesat. Sampai saat ini DBD telah ditemukan di seluruh propinsi

di Indonesia, dan 200 kota telah melaporkan adanya kejadian luar biasa. Incidence

rate meningkat dari 0,005 per 100,000 penduduk pada tahun 1968 menjadi

berkisar antara 6-27 per 100,000 penduduk. Pola berjangkit infeksi virus dengue

dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28-32°C)

dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes akan tetap bertahan hidup untuk

jangka waktu lama. Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban tidak sama

di setiap tempat, maka pola waktu terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap

tempat. Di Jawa pada umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai awal Januari,

10

Page 11: DBD grade III.docx

meningkat terus sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan April-Mei

setiap tahun. 4

Gambar 2. Insiden rata-rata setiap propinsi saat terjadi KLB Dengue tahun 2004,

dikutip dari kepustakaan 8

C. ETIOLOGI

Virus dengue termasuk genus Flavivirus dari keluarga flaviviridae dengan

ukuran 50 nm dan mengandung RNA rantai tunggal. Hingga saat ini dikenal

empat serotipe yaitu DEN-1,DEN-2,DEN-3 dan DEN-4.Virus dengue ditularkan

oleh nyamuk Aedes dari subgenus Stegomya, Aedes aegypty merupakan vektor

epidemik yang paling penting disamping spesies lainnya seperti Aedes albopictus,

Aedes polynesiensis yang merupakan vektor sekunder dan epidemi yang

ditimbulkannya tidak seberat yang diakibatkan Aedes aegypty.8

11

Page 12: DBD grade III.docx

Gambar 3. Profil nyamuk Aedes dibandingkan nyamuk anopheles dan culex,

dikutip dari kepustakaan 8

D. PATOFISIOLOGI

Patofisiologi yang terpenting dan menentukan derajat penyakit ialah adanya

perembesan plasma dan kelainan hemostasis yang akan bermanifestasi sebagai

peningkatan hematokrit dan trombositopenia. Adanya perembesan plasma ini

membedakan demam dengue dan demam berdarah dengue. Hingga saat ini

patofisiologi DD/DBD masih belum jelas. Beberapa teori dan hipotesis yang

dikenal untuk mempelajari patofisiologi infeksi dengue ialah : 8

1. Teori virulensi virus

2. Teori imunopatologi

3. Teori antigen antibodi

4. Teori infection enchancing antibody

5. Teori mediator

6. Teori endotoksin

7. Teori limfosit

8. Teori trombosit endotel

9. Teori apoptosis.

12

Page 13: DBD grade III.docx

Sejak tahun 1950an, dari pengamatan epidemiologis, klinis dan laboratoris

muncul teori infeksi sekunder oleh virus lain berturutan, teori antigen antibodi dan

aktivasi komplemen, dari sini berkembang menjadi teori infection enhancing

antibody kemudian muncul peran endotoksemia dan limfosit T. 8

Gambar 4. Teori secondary heterologous infection yang pertama kali

dipublikasikan oleh Suvatte,1977 dan pernah dianut untuk

menjelaskan patofisiologi DD/DBD, dikutip dari kepustakaan 8

Diantara teori-teori dan hipotesis patofisiologi infeksi dengue, teori

enhancing antibody dan teori virulensi virus merupakan teori yang paling penting

untuk dipahami. Teori secondary heterologous infection, dimana infeksi kedua

dari serotipe berbeda dapat memicu DBD berat, berdasarkan data epidemiologi

dan hasil laboratorium hanya berlaku pada anak berumur diatas 1 tahun. Pada

pemeriksaan uji HI (Hemaglutinin inhibition test), DBD berat pada anak dibawah

1 tahun ternyata merupakan infeksi primer. Gejala klinis terjadi akibat adanya Ig

13

Page 14: DBD grade III.docx

G anti dengue dari ibu. Dari observasi ini, diduga kuat adanya antibodi virus

dengue dan sel T memori berperan penting dalam patofisiologi DBD. 8

Teori enhancing antibody/ the immune enhancement theory

Teori ini dikembangkan Halstead tahun 1970an. Belaiau mengajukan dasar

imunopatologi DBD/DSS akibat adanya antibodi non-neutralisasi heterotrpik

selama perjalanan infeksi sekunder yang menyebabkan peningkatan jumlah sel

mononuklear yang terinfeksi virus dengue. Berdasarkan data epuidemiologi dan

studi in vitro, teori ini saat ini dikenal sebagai ”antibody dependent enhancement”

(ADE) yang dianut untuk menjelaskan patogenesis DBD/DSS. Hipotesisi ini juga

mendukung bahwa pasien yang menderita infeksi sekunder dengan serotipe virus

dengue heterolog memiliki risiko lebih tinggi mengalami DBD dan DSS. Menurut

teori ADE ini, saat pertama digigit nyamuk Aedes aegypty, virus DEN akan

masuk dalam sirkulasi dan terjadi 3 mekanisme yaitu : 8

- Mekanisme aferen dimana virus DEN melekat pada monosit melalui reseptor

Fc dan masuk dalam monosit

- Mekanisme eferen dimana monosit terinfeksi menyebar ke hati, limpa dan

sumsum tulang (terjadi viremia).

- Mekanisme efektor dimana monosit terinfeksi ini berinteraksi dengan

berbagai sistem humoral dan memicu pengeluaran subtansi inflamasi (sistem

komplemen), sitokin dan tromboplastin yang mempengaruhi permeabilitas

kapiler dan mengaktivasi faktor koagulasi.

Antibodi Ig G yang terbentuk dari infeksi dengue terdiri dari: 8

- Antibodi yang menghambat replikasi virus (antibodi netralisasi)

- Antibodi yang memacu replikasi virus dalam monosit (infection enhancing

antibody).

- Antibodi non netralisasi yang dibentuk pada infeksi primer akan menyebabkan

kompleks imun infeksi sekunder yang menghambat replikasi virus. Teori ini pula

yang mendasari bahwa infeksi virus dengue oleh serotipe berlainan akan

cenderung lebih berat. Penelitian in vitro menunjukkan jika kompleks antibodi

14

Page 15: DBD grade III.docx

non netralisasi dan dengue ditambahkan dalam monosit akan terjadi opsonisasi,

internalisasi dan akhirnya sel terinfeksi sedangkan virus tetap hidup dan

berkembang. Artinya antibodi non netralisasi mempermudah monosit terinfeksi

sehingga penyakit cenderung lebih berat.

Gambar 5. Teori secondary heterologous infection dikutip dari kepustakaan 8

Hipotesis ADE ini telah mengalami beberapa modifikasi yang mencakup

respon imun meliputi limfosit T dan kaskade sitokin. Rothman dan Ennis (1999)

menjelaskan bahwa kebocoran plasma (plasma leakage) pada infeksi sekunder

dengue terjadi akibat efek sinergistik dari IFN-γ, TNF-α dan protein kompleman

teraktivasi pada sel endotelial di seluruh tubuh. 8

Hipotesis ADE dijelaskan sebagai berikut; antibodi dengue mengikat virus

membentuk kompleks antibodi non netralisasi-virus dan berikatan pada reseptor

Fc monosit (makrofag). Antigen virus dipresentasikan oleh sel terinfeksi ini

melalui antigen MHC memicu limfosit T (CD4 dan CD 8) sehingga terjadi

pelepasan sitokin (IFN-γ) yang mengaktivasi sel lain termasuk makrofag sehingga

terjadi up-regulation pada reseptor Fc dan ekspresi MHC. Rangkaian reaksi ini

memicu imunopatologi sehingga faktor lain seperti aktivasi komplemen, aktivasi

15

Page 16: DBD grade III.docx

platelet, produksi sitokin (TNFα, IL-1,IL-6) akan menyebabkan eksaserbasi

kaskade inflamasi. 8

Gambar 6. Respon imun pad ainfeksi virus dengue terhadap pencegahan infeksid

an patogenesis DBD/DSS dikutip dari kepustakaan 8

Tabel 1. Peran sitokin dan mediator kimiawi dalam patogenesis DBD

16

Page 17: DBD grade III.docx

E. GEJALA KLINIK

1. Demam Berdarah Dengue

Pada awal perjalanan penyakit, DBD menyerupai kasus DD. Kasus DBD ditandai

4 manifestasi klinis yaitu : 8

- Demam tinggi selama 2-7 hari

- Perdarahan terutama perdarahan kulit

- Hepatomegali

- Kegagalan peredaran darah (circulatory failure).

Pada DBD terdapat perdarahan kulit, uji torniquet positif, memar dan perdarahan

pada tempat pengambilan darah vena. Petekia halus tersebar di anggota gerak,

muka, aksila sering kali ditemukan pada masa dini demam. Epistaksis dan

perdarahan gusi jarang dijumpai sedangkan perdarahan saluran pencernaan hebat

lebih jarang lagi dan biasanya timbul setelah renjatan tidak dapat diatasi.8

Hati biasanya teraba sejak awal fase demam, bervariasi mulai dari teraba 2-4 cm

dibawah tepi rusuk kanan. Pembesaran hati tidak berhubungan dengan keparahan

penyakit tetapi hepatomegali sering ditemukan dalam kasus-kasus syok. Nyeri

tekan hati terasa tetapi biasanya tidak ikterik.8

17

Page 18: DBD grade III.docx

Tabel 2. Gejala klinis demam dengue dan demam berdarah dengue,

Dikutip dari kepustakaan 8

Pada pemeriksaan laboratoriun dapat ditemukan adanya trombositopenia

sedang hingga berat disertai hemokonsentrasi. Perubahan patofisiologis

utama menentukan tingkat keparahan DBD dan membedakannya dengan DD

ialah gangguan hemostasis dan kebocoran plasma yang bermanifestasi

sebagai trombositopenia dan peningkatan jumlah trombosit.8

18

Page 19: DBD grade III.docx

Gambar 7. Kurva suhu pada demam berdarah dengue, saat suhu reda

keadaan klinis pasien memburuk (syok), dikutip dari kepustakaan 8

2. Dengue Shock Syndrome

Pada DSS dijumpai adanya manifestasi kegagalan sirkulasi yaitu nadi lemah

dan cepat, tekanan nadi menurun (≤ 20 mmHg), hipotensi (tekanan systole ≤

80 mmHg), kulit dingin dan lembab dan pasien tampak gelisah. 1,8

Gambar 8. Kelainan utama pada DBD, gambaran skematis kebocoran

plasma pada DBD ( Dikutip dari kepustakaan no. 13)

19

Page 20: DBD grade III.docx

F. LANGKAH DIAGNOSTIK

Kriteria diagnosis WHO hanya berlaku untuk DBD, tidak untuk spektrum

infeksi dengue yang lain. WHO membuat panduan diagnosis DBD karena DBD

adalah masalah kesehatan masyarakat dengan angka kematian yang tinggi. Bila

kriteria WHO tidak terpenuhi maka yang dihadapi memang bukan DBD, mungkin

DD atau infeksi virus lainnya. Kriteria WHO sangat membantu dalam membuat

diagnosis pulang (bukan diagnosis masuk rumah sakit), sehingga catatan medis

dapat dibuat lebih tepat. 8

Kriteria diagnosis DBD ialah dua atau lebih tanda klinis ditambah tanda

laboratoris yaitu trombositopeni dan hemokonsentrasi (kedua hasil laboratorium

tersebut harus ada) dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan serologi.8

Kriteria diagnosis DBD (Case definition) berdasarkan WHO 1997 ialah : 1-5,8

1. Kriteria klinis :

- Demam tinggi mendadak tanpa sebab jelas terus menerus selama 2-7 hari

- Terdapat manifestasi perdarahan termasuk uji tornikuet positif, petekie,

ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan melena

- Pembesaran hati

- Syok ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi

2. Kriteria laboratorium :

- Trombositopenia (100.000/ul atau kurang)

- Hemokonsentrasi dengan peningkatan hematokrit lebih dari 20%.

Pembagian derajat DBD menurut WHO 1975 dan 1986 ialah : 1-5,8

- Derajat I : Demam diikuti gejala tidak spesifik. Satu-satunya manifestasi

perdarahan adalah tes torniquet yang positif atau mudah memar.

- Derajat II : Gejala yang ada pada tingkat I ditambah dengan perdarahan

spontan. Perdarahan bisa terjadi di kulit atau di tempat lain.

- Derajat III: Kegagalan sirkulasi ditandai oleh denyut nadi yang cepat dan

lemah, tekanan nadi menurun (<20mmHg) atau hipotensi, suhu tubuh rendah,

kulit lembab dan penderita gelisah.

20

Page 21: DBD grade III.docx

- Derajat IV : Syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah

tidak dapat diperiksa.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan laboratorium

Trombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu

ditemukan pada DBD. Penurunan jumlah trombosit < 100.000/pl biasa

ditemukan pada hari ke-3 sampai ke-8 sakit, sering terjadi sebelum atau

bersamaan dengan perubahan nilai hematokrit. Hemokonsentrasi yang

disebabkan oleh kebocoran plasma dinilai dari peningkatan nilai hematokrit.

Penurunan nilai trombosit yang disertai atau segera disusul dengan

peningkatan nilai hematokrit sangat unik untuk DBD, kedua hal tersebut

biasanya terjadi pada saat suhu turun atau sebelum syok terjadi. Perlu

diketahui bahwa nilai hematokrit dapat dipengaruhi oleh pemberian cairan

atau oleh perdarahan. Jumlah leukosit bisa menurun (leukopenia) atau

leukositosis, limfositosis relatif dengan limfosit atipik sering ditemukan pada

saat sebelum suhu turun atau syok. Hipoproteinemi akibat kebocoran plasma

biasa ditemukan. Adanya fibrinolisis dan ganggungan koagulasi tampak pada

pengurangan fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin

III. PTT dan PT memanjang pada sepertiga sampai setengah kasus DBD. 1-5,8

2. Pencitraan pencitraan

- Pemeriksaan rontgen dada

Pencitraan dengan foto paru dapat menunjukan adanya efusi pleura dan

pengalaman menunjukkan bahwa posisi lateral dekubitus kanan lebih baik

dalam mendeteksi cairan dibandingkan dengan posisi berdiri apalagi

berbaring. 8

21

Page 22: DBD grade III.docx

Gambar 9. Indeks efusi pleura akibat infeksi virus dengue dikutip dari

kepustakaan 8

- Pencitraan Ultrasonografis

Pencitraan USG pada anak lebih disukai dengan pertimbangan dan yang

penting tidak menggunakan sistim pengion (sinar X) dan dapat diperiksa

sekaligus berbagai organ dalam perut. Adanya ascites dan cairan pleura

pada pemeriksaan USG sangat membantu dalam penatalaksanaan DBD.

Pemeriksaan USG dapat pula dipakai sebagai alat diagnostik bantu untuk

meramalkan kemungkinan penyakit yang lebih berat misalnya dengan

melihat penebalan dinding kandung empedu dan penebalan pankreas

dimana tebalnya dinding kedua organ tersebut berbeda bermakna pada

DBD I-II dibanding DBD III-IV.8

3. Pemeriksaan Serologi.

Ada beberapa uji serologi yang dapat dilakukan yaitu : 1-5,8

Uji hambatan hemaglitinasi

Uji Netralisasi

Uji fiksasi komplemen

Uji Hemadsorpsi Immunosorben

Uji Elisa Anti Dengue Ig M

Tes Dengue Blot.

Pemeriksaan rapid sero diagnostic test

Uji serodiagnostik cepat komersial dapat membantu diagnostik dan dapat pula

menimbulkan keraguan. Uji serodiagnostik cepat sering menghasilkan negatif

palsu pada hari demam ke 2-3. Kit serodiagnostik yang berisi Ig M, Ig M dan

Ig G atau Ig G saja. Infeksi primer, hari sakit 3-4 akan dijumpai peningkatan

Ig M lalu meningkat dan mencapai puncaknya dan menurun kembali dan

menghilang pada hari sakit ke 30-60. Peningkatan Ig M akan diikuti

peningkatan Ig G yang mencapai puncak pada hari ke 15 kemudian menurun

dalam kadar rendah seumur hidup. Tetapi pada infeksi sekunder akan

memacu timbulnya Ig G sehingga kadarnya naik dengan cepat sedangkan Ig

22

Page 23: DBD grade III.docx

M menyusul kemudian. Apabila tidak terdeteksi pada hari demam ke 2-3

pada klinis mencurigakan maka pemeriksaan harus diulang 4-6 hari lagi. 8

Gambar 10. Respon imun terhadap infeksi dengue, dikutip dari kepustakaan 8

Respon imun terhadap infeksi dengue : 8

Antibodi Ig M :

- Mungkin tidak terbentuk hingga 20 hari setelah onset infeksi

- Mungkin terbentuk pada kadar yang rendah atau tidak terdeteksi pasca

infeksi primer singkat

Antibodi Ig G : 8

- Terbentuk dengan cepat pasca 1-2 hari onset gejala

- Meningkat pada infeksi primer

- Menetap hingga 30-40 hari dan kemudian menurun

Sekitar 20-30% pasien dengan infeksi sekunder dengue tidak menghasilkan Ig

M anti dengue pada kadar yang dapat dideteksi hingga hari ke 10 dan harus

didiagnosis peningkatan Ig G anti dengue. 8

23

Page 24: DBD grade III.docx

Gambar 11. Perjalanan penyakit infeksi virus dengue, dikutip dari

kepustakaan

H. KOMPLIKASI

Adalpun komplikasi dari demam berdarah, diantanya : 8

1. Perdarahan gastrointestinal karena trombositopenia, serta tergangguanya

fungsi trombosit di samping difisiensi yang ringan atau sedang

2. Syok hipovolemik karena kekurangan volume plasma sampai 20% atau

lebih, menghilangnya plasma melalui endothelium ditandai dengan

peningkatan hematokrit yang menyebabkan asidosis metabolic, bahkan

menimbulkan kematian.

3. Efusi pleura terjadi karena kerusakan dinding pembuluh darah bersifat

sementara, dengan pemberian cairan yang cukup syok dapat diatasi dari

efusi pleura biasanya menghilang setelah beberapa kali perawatan.

4. Kegagalan sirkulasi darah terjadi karena kerusakan system vaskuler

dengan adanya peninggian permeabilitas pembuluh darah terhadap protein

plasma dan efusi pada rungan serosa dibawah peritoneal pleura.

I. PENATALAKSANAAN

Berdasarkan ciri patofisiologis maka jelas perjalanan penyakit DBD lebih

berat sehingga prognosis sangat tergantung pada pengenalan dini adanya

kebocoran plasma. Penatalaksanaan fase demam pada DBD dan DD tidak jauh

berbeda. Masa kritis ialah pada atau setelah hari sakit yang ketiga yang

memperlihatkan penurunan tajam hitung trombosit dan peningkatan tajam

hematokrit yang menunjukkan adanya kehilangan cairan. Kunci keberhasilan

pengobatan DBD ialah ketepatan volume replacement atau penggantian volume,

sehingga dapat mencegah syok.

Perembesan atau kebocoran plasma pada DBD terjadi mulai hari demam ketiga

hingga ketujuh dan tidak lebih dari 48 jam sehingga fase kritis DBD ialah dari

saat demam turun hingga 48 jam kemudian. Observasi tanda vital, kadar

hematokrit, trombosit dan jumlah urin 6 jam sekali (minimal 12 jam sekali) perlu

dilakukan. 8

24

Page 25: DBD grade III.docx

Pengalaman dirumah sakit mendapatkan sekitar 60% kasus DBD berhasil

diatasi hanya dengan larutan kristaloid, 20% memerlukan cairan koloid dan 15%

memerlukan transfusi darah. Cairan kristaloid yang direkomendasikan WHO

untuk resusitasi awal syok ialah Ringer laktat, Ringer asetat atau NaCL 0,9%.

Ringer memiliki kelebihan karena mengandung natrium dan sebagai base

corrector untuk mengatasi hiponatremia dan asidosis yang selalu dijumpai pada

DBD. Untuk DBD stadium IV perlu ditambahkan base corrector disamping

pemberian cairan Ringer akibat adanya asidosis berat. Saat pasien berada dalam

fase demam, pemberian cairan hanyalah untuk rumatan bukan cairan pengganti

karena kebocoran plasma belum terjadi. Jenis dan jumlah cairan harus

disesuaikan. Pada DD tidak diperlukan cairan pengganti karena tidak ada

perembesan plasma. 8

Bila pada syok DBD tidak berhasil diatasi selama 30 menit dengan

resusitasi kristaloid maka cairan koloid harus diberikan (ada 3 jenis ;dekstan,

gelatin dan hydroxy ethyl starch)sebanyak 10-30ml/kgBB. Berat molekul cairan

koloid lebih besar sehingga dapat bertahan dalam rongga vaskular lebih lama (3-8

jam) dari pada cairan kristaloid dan memiliki kapasitas mempertahankan tekanan

onkotik vaskular lebih baik. 8

Tabel 3. Jenis cairan kristaloid untuk resusitasi DBD, dikutip dari kepustakaan 8

Tabel 4. Jenis cairan koloid untuk resusitasi DBD, dikutip dari kepustakaan 8

25

Page 26: DBD grade III.docx

1. Tanpa renjatan 5,8 (Garde I dan II)

- Evaluasi tanda vital setiap 1-2 jam dan Ht setiap 3-4 jam

- Monitor intake, output dan kondisi pasien

- Bila dapat minum dianjurkan banyak minum (air, teh, teh gula, sirop,

susu, oralit). Bila penderita muntah, nyeri ulu hati, Ht cenderung

meningkat, kejang atau trombosit menurun infus glukosa 5 %

dilarutkan dalam 1:2 atau 1:1 larutan Nacl fisiologis atau Cairan

kristaloid yang direkomendasikan WHO untuk resusitasi awal ialah

Ringer laktat, Ringer asetat atau NaCL 0,9%.Dengan kebutuhan cairan :

- Inisial : 10 mL/KgBB untuk setiap kehilangan cairan 1 % dari BB normal

- Rumatan (Holliday segar)

- Simtomatik :

Antipiretik : paracetamol tiap 6 jam bila hiperpireksia (> 39o C) atau

mempunyai kecenderungan kejang demam

26

Page 27: DBD grade III.docx

- Untuk kasus yang menunjukkan gejala dehidrasi disarankan minum

sebanyak-banyaknya dan sesering mungkin

2. Renjatan 1,5,8

- Derajat IV : IVFD RL/RA diguyur atau dapat dibolus 100-200 ml sampai

nadi teraba dan tensi mulai terukur 15-30 menit.

- Derajat III : Infuse RL dengan kecepatan 20 ml/KgBB/jam. Setelah

renjatan teratasi, tekanan sistolik > 80 mmHg, nadi jelas teraba,

amplitudo nadi cukup besar kecepatan dirubah 10 ml/ Kg/jam selama 4-6

jam. Bila KU tetap baik, jumlah cairan yang diberikan disesuaikan

dengan keadaan klinis vital dan nilai hematokrit yaitu 5-7 ml/kgbb/jam

dan cairan RL : Dextrosa 5 % = 1:1. IVFD dipertahankan 48 jam setelah

renjatan teratasi .

- Pada penderita renjatan berat, yang tidak berespon dengan pemberian

RL/RA 20 cc selama 1 jam dapat diberikan cairan plasma (plasma

expander/Dextran L) dengan kecepatan 10-20 ml/kg/jam maksimal 20-30

ml/kg/jam

- Jumlah urine 1 ml/kgbb/jam merupakan indikasi sirkulasi membaik

- Oksigen 2- 4ml/ menit pada pasien DSS

- Koreksi asidosis metabolic dan elektrolit pada DBD renjatan

- Indikasi pemberian darah :

o Terdapat perdarahan secara klinis atau setelah pemberian kristaloid

dan koloid, syok menetap, Ht turun mungkin terjadi perdarahan.

o Plasma segar beku dan suspensi trombosit bila ada DIC pada syok

berat yang menimbulkan perdarahan massif.

27

Page 28: DBD grade III.docx

Penatalaksanaan DBD disesuaikan dengan derajat terlampir sebagai berikut: 2,8,9

28

Page 29: DBD grade III.docx

Bagan 1. Tatalaksana kasus tersangka DBD, Dikutip dari kepustakaan 2,8, dan 9

29

Page 30: DBD grade III.docx

Bagan 2. Tatalaksana kasus DBD derajat I dan Derajat II, dikutip dari

kepustakaan 2,8 dan 9

30

Page 31: DBD grade III.docx

Bagan 3. Tatalaksana kasus DBD derajat II dengan peningkatan hemokonsentrasi

≥ 20 %, dikutip dari kepustakaan 2, 8 dan 9

31

Page 32: DBD grade III.docx

Nadi teraba dan tensi terukur

1 jam

Syok teratatasi Syok tidak teratasi

4-6 jam

24 jam

Syok teratasi Syok tidak teratasi

Tidak > 48 jam setelah

renjatan

Bagan 4. Penanganan DBD Derajat III dan IV, dikutip dari kepustakaan 2,8,9

Catatan :1. Pemeriksaan dara rutin dilakukan setiap 6 jam, bila ada perdarahan nyata periksa ulang darah

rutin.2. Setiap pasien dengan renjatan periksa AGD3. Bila shock recurrent dapat pertimbangkan pemberian obat inotropik (dopamine/dobutamin 5

ug/kgbb/menit)4. Jumlah urine 1 ml/kgbb/jam merupakan indikasi bahwa sirkulasi membaik5. Catat jumlah perdarahan dan jumlah cairan yang masuk

32

DBD DERAJAT III DAN IV

O2 2-4 liter/ menit

Derajat IV IVFD RL/RA guyur /bolus 100-200ml

Derajat III IVFD RL/RA 200 cc/kg/jam

IVFD RL/RA 10 cc/kgbb/jam + Dextran 10-20 cc/kgbb/jam (max 30 cc/kgbb/jam)

IVFD RL/RA 10 cc/kg/jam

IVFD RL/RA : Dext5 % = 1:1 5 cc/kgbb/jam

IVFD RL/RA : Dext5 % = 1:1 5 cc/kgbb/jam

IVFD stop

Koreksi asidosisEvaluasi 1 jam

Ht turun Ht ttp ↑/naik

Transfusi darah segar 10 cc/kgbb

Koloid 20 cc/kgbb

Page 33: DBD grade III.docx

J. KRITERIA PASIEN PULANG

Pasien dapat dipulangkan jika : 2

- Bebas panas sedikitnya 24 jam tanpa pemakaian obat antipiretik

- Nafsu makan membaik

- Tampak perubahan status klinis

- Output urine baik

- Ht stabil

- Melewati 2 hari setelah syok

- Tidak distres pernafasan karean efusi pleura atau asites

- Trombosit > 50.000/mm3

K. PROGNOSIS

Buruk pada Dengue Shock Syndrome (DSS) dengan renjatan berulang atau

berkepanjangan , dan KID. 2

33

Page 34: DBD grade III.docx

L. DAFTAR PUSTAKA

1. Rauf S, Artati RD, Meylani. Standar Pelayanan Medik. Ilmu Kesehatan

Anak. Universitas Hasanuddin. Makassar : FK-Unhas. 2009

2. Garna H, Nataprawira HMD, Rahayuningsih SE. Pedoman Diagnosis dan

Terapi. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 3. Bandung : Bagian Ilmu Kesehatan

Anak. FK-UNPAD. RS. Hasan Sadikin. 2005. H. 247-54

3. Setiawati TS. Analisis Faktor-Faktor Risiko Terjadinya Dengue Syok

Syndrome (DSS) pada Anak dengan Demam Berdarah Dengue (DBD) di

RSUP Persahabatan dan RSUD Budhi Asih Jakarta.[ serial online] 2011.

[cited 2013 July 13]. Available from : http://lontar.ui.ac.id/file?

file=digital/20282260T%20Santun%20Setiawati.pdf.

4. Anonim. Tata Laksana Demam Berdarah Dengue. [serial online] 2013.

[cited 2013 july 13]. Available from :

http://www.depkes.go.id/downloads/Tata%20Laksana%20DBD.pdf

5. Hassan R, Alatas H, Latief A, Napitipulu PM,Pudjiadi A, Ghazali MV, et

al, editors. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid 2. Edisi 11. Jakarta :

Infomedika Jakarta : 2007 H. 607-22.

6. Rahayu, Hilmanto D, Setiabudi D. Golongan Darah AB sebagai Faktor

Risiko Sindrome Syok Dengue pada Anak. [serial online] 2008. [cited

2013 july 13]. Available from :

http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/download/

602/593

7. Chen K, Pohan HT, Sinto R. Diagnosis dan Terapi pada Demam Berdarah

Dengue. [serial online] 2009. [cited 2013 july 13]. Available from :

http://www.dexamedica.com/images/publication_upload09032415295500

1237863562medicinus_maret-mei_2009.pdf

8. Anonim. Refarat Demam Berdarah Dengue. [serial online] 2013. [cited

2013 juli 13]. Available

from :http://id.scribd.com/document_downloads/direct/118000858?

extension=pdf&ft=1373732753&lt=1373736363&user_id=30121162&ua

hk=ZL3i+BmtcugyPR8lkyzMqhxKN5A

34

Page 35: DBD grade III.docx

9. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI. Infeksi Virus

Dengue. Dalam Soedarmo SSP dkk. Editor . Buku Ajar Infeksi dan

Pediatri Tropis. Edisi 2. Jakarta : IDAI . 2012. H. 155-81.

35