minpro dbd

29
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hakikat pembangunan kesehatan merupakan upaya kesehatan yang diselenggarakan bangsa Indonesia untuk mencapai kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Strategi paradigma sehat dan desentralisasi dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan tidak akan tercapai bila tidak ada organisasi yang mempunyai sumber daya manusia yang berkualitas serta masyarakat yang mendukung. Upaya pelayanan kesehatan dapat diselenggarakan oleh masyarakat dan pemerintah melalui puskesmas dan berbagai kegiatan pokok yang ditujukan untuk kepentingan kesehatan keluarga sebagai unit terkecil masyarakat. Pemerintah telah menetapkan Undang-Undang No.32 tahun 2004 sebagai perbaikan terhadap Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Kebijakan ini merupakan landasan bagi pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di seluruh Indonesia, dan telah memberikan peluang yang besar kepada Pemerintah Daerah dan perangkatnya untuk melanjutkan tugas-tugas pemerintahan umum, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan termasuk didalamnya adalah pembangunan bidang kesehatan. Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat, dan Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran merata di seluruh tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6-15 per 100.000 penduduk (pada 1989 hingga 1

Upload: hilda-destuty

Post on 11-May-2017

284 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Minpro DBD

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hakikat pembangunan kesehatan merupakan upaya kesehatan yang diselenggarakan

bangsa Indonesia untuk mencapai kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat

mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Strategi paradigma sehat dan desentralisasi dalam

pelaksanaan pembangunan kesehatan tidak akan tercapai bila tidak ada organisasi yang

mempunyai sumber daya manusia yang berkualitas serta masyarakat yang mendukung. Upaya

pelayanan kesehatan dapat diselenggarakan oleh masyarakat dan pemerintah melalui puskesmas

dan berbagai kegiatan pokok yang ditujukan untuk kepentingan kesehatan keluarga sebagai unit

terkecil masyarakat. Pemerintah telah menetapkan Undang-Undang No.32 tahun 2004 sebagai

perbaikan terhadap Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Kebijakan

ini merupakan landasan bagi pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di seluruh

Indonesia, dan telah memberikan peluang yang besar kepada Pemerintah Daerah dan

perangkatnya untuk melanjutkan tugas-tugas pemerintahan umum, pembangunan dan pembinaan

kemasyarakatan termasuk didalamnya adalah pembangunan bidang kesehatan.

Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat, dan Karibia.

Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran merata di seluruh tanah air. Insiden DBD

di Indonesia antara 6-15 per 100.000 penduduk (pada 1989 hingga 1995) dan pernah meningkat

tajam hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung

menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999. Penularan infeksi virus dengue melalui vektor

nyamuk genus Aedes (terutama A. aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus tiap tahunnya

berkaitan dengan sanitasi lingkungan dan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina

yaitu bejana berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas, dan tempat penampungan air lainnya).

Data dari Dinas Kesehatan Riau tahun 2013 dijumpai 250 warga di seluruh

kabupaten/kota terjangkit demam berdarah dengue (DBD). Data ini membuktikan bahwa Riau

termasuk daerah yang rawan DBD. Dan untuk kabupaten Kuansing dijumpai 12 kasus DBD.

Sedangkan untuk kasus suspect DBD sendiri jumlahnya mencapai 164 kasus hingga Oktober

2013. Dan jumlahnya terus bertambah tiap bulannya.

1

Page 2: Minpro DBD

Dari data UPTD Kesehatan Muara Lembu tidak dijumpai kasus DBD pada tahun 2013.

Namun untuk kasus suspect DBD sendiri dijumpai minimal 2 kasus setiap bulannya sejak bulan

September hingga desember 2013. Tingginya kasus suspect DBD di Desa Muara Lembu ini

dapat juga dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan masyarakat tentang DBD. Oleh karena itu

perlu dilakukan penyuluhan mengenai DBD sebagai upaya untuk meningkatkan pengetahuan

masyarakat tentang DBD sehingga dapat menghindari ancaman DBD.

1.2. Pernyataan Masalah

Kasus suspect DBD yang dijumpai tiap bulan di Puskesmas Muara Lembu yaitu rata-rata

2 kasus tiap bulannya yang disebabkan oleh kurangnya pengetahuan masyarakat tentang DBD

dan bagaimana cara pencegahannya.

1.3. Tujuan

Untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai penyakit demam berdarah

dengue dan pencegahannya.

1.4. Manfaat

Dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat mengenai penyakit DBD dan cara

pencegahannya diharapkan akan dapat menurunkan angka kejadian baik DBD maupun suspect

DBD di UPTD Kesehatan Muara Lembu sehingga tidak dijumpai lagi kematian dan kecacatan

yang diakibatkan oleh penyakit DBD.

2

Page 3: Minpro DBD

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi dan Etiologi2

Demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue

dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam,

limfadenopati, trombositopenia, diathesis hemoragik dan perembesan plasma. Yang

membedakan demam berdarah dengue dengan demam dengue adalah ada tidaknya perembesan

plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi atau penumpukan cairan di rongga tubuh.

Demam dengue dan demam berdarah dengue sama-sama disebabkan oleh virus dengue

yang termasuk dalam genus Flavivirus, famili Flaviviridae dengan diameter sekitar 30

nanometer yang terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4 x 10-6.

Terdapat 4 serotipe virus, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Keempat serotipe virus

tersebut semuanya telah ditemukan di Indonesia dengan serotipe terbanyak adalah DEN-3.

2.2. Epidemiologi2

Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat, dan Karibia.

Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran merata di seluruh tanah air. Insiden DBD

di Indonesia antara 6-15 per 100.000 penduduk (pada 1989 hingga 1995) dan pernah meningkat

tajam hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung

menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999. Penularan infeksi virus dengue melalui vektor

nyamuk genus Aedes (terutama A. aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus tiap tahunnya

berkaitan dengan sanitasi lingkungan dan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina

yaitu bejana berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas, dan tempat penampungan air lainnya).

Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi penularan virus

dengue, yaitu:

1. Vektor: perkembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di lingkungan,

transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain;

3

Page 4: Minpro DBD

2. Pejamu: terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan terhadap

nyamuk, usia dan jenis kelamin;

3. Lingkungan: curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.

2.3. Patogenesis2

Patogenesis DBD tidak sepenuhnya dipahami, namun terdapat dua perubahan patofisiologis

yang signifikan, yaitu:

a. Meningkatnya permeabilitas kapiler yang mengakibatkan bocornya plasma, hipovolemia dan

terjadinya syok. Pada DBD terdapat kejadian unik yaitu terjadinya kebocoran plasma ke

dalam rongga pleura dan rongga peritoneal. Kebocoran plasma terjadi singkat (24-48 jam).

b. Hemostasis abnormal yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopeni dan koagulopati,

mendahului terjadinya manifestasi perdarahan.

Aktivasi sistem komplemen selalu dijumpai pada pasien DBD. Kadar C3 dan C5 rendah,

sedangkan C3a serta C5a meningkat. Mekanisme aktivasi komplemen tersebut belum diketahui.

Adanya kompleks imun telah dilaporkan pada DBD,namun demikian peran kompleks antigen-

antibodi sebagai penyebab aktivasi komplemen pada DBD belum terbukti.

Selama ini diduga bahwa derajat keparahan penyakit DBD dibandingkan dengan DD

dijelaskan dengan adanya pemacuan dari multiplikasi virus di dalam makrofag oleh antibodi

heterotipik sebagai akibat infeksi dengue sebelumnya. Namun demikian, terdapat bukti bahwa

faktor virus serta respons imun cell-mediated terlibat juga dalam patogenesis DBD.

2.4. Manifestasi Klinis2

Manifestasi klinis infeksi virus Dengue pada manusia sangat bervariasi. Spektrum

variasinya begitu luas, mulai dari asimtomatik, demam ringan yang tidak spesifik, demam

dengue, demam berdarah dengue, hingga yang paling berat yaitu dengue syok sindrom (DSS).

Diagnosis demam berdarah dengue ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO

tahun 1997, terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris. Penggunaan kriteria ini dimaksudkan untuk

mengurangi diagnosis yang berlebihan (overdiagnosis).

Kriteria Klinis

1. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari,

biasanya bifasik.

4

Page 5: Minpro DBD

2. Terdapat manifestasi perdarahan yang ditandai dengan:

- Uji tourniquet positif

- Petekia, ekimosis, purpura

- Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi

- Hematemesis dan atau melena

Kriteria Laboratoris :

- Trombositopeni (trombosit < 100.000/ml)

- Hemokonsentrasi (kenaikan Hematokrit (Htc) > 20%)

Manifestasi klinis DBD sangat bervariasi, WHO (1997) membagi menjadi 4 derajat seperti pada

tabel di bawah ini.

Tabel 1. Klasifikasi Infeksi Dengue berdasarkan Derajat Penyakit

Kategori Derajat Gejala Laboratorium

DD Demam diserai 2/lebih tanda: nyeri

kepala, nyeri retro-orbital, nyeri otot

dan nyeri sendi

- leukopenia

- trombositopenia ringan

- tidak ada tanda kebocoran

plasma

DBD I Gejala di atas + uji tourniquet positif - trombositopenia <100.000 /ml

- ada kebocoran plasma

DBD II Gejala di atas + perdarahan spontan - trombositopenia <100.000 /ml

- ada kebocoran plasma

DBD III Gejala di atas + tanda-tanda pre-syok

(kulit dingin, lembab, dan gelisah,

nadi cepat, tekanan darah turun)

- trombositopenia <100.000 /ml

- ada kebocoran plasma

DBD IV Syok berat (nadi tidak teraba, tekanan

darah tidak terukur)

- trombositopenia <100.000 /ml

- ada kebocoran plasma

Adapun yang dimaksud tanda-tanda kebocoran plasma (plasma leakage) antara lain:

peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis

kelamin

5

Page 6: Minpro DBD

penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai

hematokrit sebelumnya

hipoproteinemia

hiponatremia

efusi pleura atau asites

2.5. Diagnosis2,3

Diagnosis DBD dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, maupun

pemeriksaan penunjang. Adapun hal-hal yang menyangkut anamnesis dan pemeriksaan fisik

telah dibahas pada sub bab 2.4 mengenai manifestasi klinis DBD. Sedangkan pemeriksaan

penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis DBD antara lain:

a. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan darah yang umum dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam berdarah

dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin (Hb), hematokrit (Htc), jumlah trombosit,

dan hitung jenis leukosit untuk melihat ada tidaknya limfositosis relative disertai gambaran

limfosit plasma biru (LPB).

Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun deteksi

antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse Transcriptase Polymerase Chain

Reaction). Namun karena teknik ini masih sulit dilakukan dan biayanya mahal maka dapat

digunakan juga uji serologis yang dapat mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap virus

dengue dengan memeriksa kadar IgM dan IgG.

Parameter-parameter lainnya yang dapat ditemukan dalam pemeriksaan darah adalah:

Leukosit: dapat berupa leukositosis atau leukopenia, mulai hari ke-3 dapat ditemukan

limfositosis relatif (> 45% dari total leukosit) disertai limfosit plasma biru (> 15% dari

total leukosit di mana pada fase syok akan meningkat jumlahnya

Trombosit: terjadi trombositopenia pada hari ke-3 sampai hari ke-8

Hematokrit: terjadi peningkatan hematokrit >20% dari nilai hematokrit awal, umumnya

mulai terlihat padaa hari ke-3 demam

Hemostasis: dilakukan pemeriksaan waktu perdarahan, CT, PPT, aPTT jika dicurigai

adanya perdarahan ataupun kelainan pembekuan darah

6

Page 7: Minpro DBD

Protein/albumin: dapat terjadi hipoproteinemia jika ada kebocoran plasma

Faal hati: dapat terjadi peningkatan enzim hati SGOT/SGPT

Faal ginjal: dapat terjadi peningkatan ureum, kreatinin terutama jika terjadi syok

7

Page 8: Minpro DBD

Imunoserologis: dapat terjadi peningkatan IgM antidengue mulai hari ke-3 sampai

dengan minggu ke-3 dan menghilang setelah 60-90 hari, serta terjadi peningkatan IgG

mulai hari ke-14 (infeksi primer) atau hari ke-2 (infeksi sekunder)

Uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI): uji ini merupakan standar WHO untuk kepentingan

surveilans. Uji ini memerlukan minimal 2 sampel serum pada fase akut dan fase

konvalesens (penyembuhan) dengan interpretasi seperti pada tabel berikut ini.

Tabel 2. Interpretasi Hasil Uji Hemaglutinasi Inhibisi

Interval Serum I-II Kenaikan Titer Titer Serum II Kesimpulan

≥ 7 hari ≥ 4 kali ≤ 1: 1280 Infeksi Primer

Berapapun ≥ 4 kali ≥ 1: 1560 Infeksi Sekunder

< 7 hari ≥ 4 kali ≤ 1: 1280 Infeksi primer atau

infeksi sekunder

Berapapun tidak ada ≥ 1: 2560 Mungkin infeksi

dengue

≥ 7 hari tidak ada ≤ 1: 1280 Bukan infeksi dengue

< 7 hari tidak ada ≤ 1: 1280 Tidak bisa

disimpulkan

Hanya 1 serum ≤ 1: 1280 Tidak bisa

disimpulkan

b. Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan radiologis yang dilakukan untuk membantu mendeteksi komplikasi dari

DBD yaitu efusi pleura dan asites. Efusi pleura dapat dilihat pada foto thorax PA dan lateral,

sedangkan asites dapat ditemukan pada pemeriksaan USG Abdomen.

2.6. Penatalaksanaan

a. Promotif

Kegiatan promotif untuk mencegah meluasnya kasus DBD di masyarakat adalah melalui

semboyan “3M plus” yaitu menguras bak mandi minimal seminggu sekali, menutup tempat-

8

Page 9: Minpro DBD

tempat penampungan air, mengubur barang-barang bekas yang dapat menjadi tempat

berkembang biak nyamuk Aedes aegypti, pemberian bubuk abate di tempat-tempat penampungan

air atau ikanisasi tempat penampungan air untuk membunuh jentik-jentik nyamuk, serta

melakukan fogging atau pengasapan untuk membunuh nyamuk dewasa.

b. Preventif

Kegiatan preventif di sini dimaksudkan untuk mencegah gigitan nyamuk, yaitu dengan

cara mengoleskan lotion antinyamuk (repellent), menggunakan insektisida antinyamuk (semprot,

bakar, atau elektrik), memakai kaos kaki yang panjang hingga ke lutut untuk anak-anak yang

masih sekolah atau menggunakan celana panjang maupun baju lengan panjang, serta tidur

dengan menggunakan kelambu.

c. Kuratif2

Tidak ada terapi yang spesifik untuk infeksi dengue, prinsip utama adalah dengan terapi

simtomatis. Dengan terapi simtomatis yang adekuat angka kematian dapat diturunkan hingga

kurang dari 1%. Pemeliharaan volume cairan intravaskular merupakan tindakan yang paling

penting dalam penanganan demam berdarah dengue. Asupan cairan pasien harus dijaga terutama

cairan oral. Apabila asupan secara oral tidak dapat terpenuhi maka alternatifnya dapat diberikan

cairan secara parenteral untuk mencegah terjadinya dehidrasi dan hemokonsentrasi darah.

Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) bersama Divisi Tropik

Infeksi dan Divisi Hematologi-Onkologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia telah

menyusun penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa. Protokol ini terbagi dalam 5 kategori:

9

Page 10: Minpro DBD

Protokol 1: Penanganan Pasien Dewasa Tersangka DBD tanpa Syok

Protokol ini digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan pertolongan pertama pada

pasien DBD atau yang diduga DBD di Instalasi Gawat Darurat serta digunakan sebagai petunjuk

dalam memutuskan indikasi rawat. Adapun hal-hal yang harus dilakukan seperti terlihat pada

gambar di bawah ini.

Gambar 1. Protokol I (Penanganan Pasien Tersangka DBD tanpa Syok)

Protokol II: Pemberian Cairan pada Pasien Tersangka DBD di Ruang Rawat

Pasien tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif dan tanpa syok di ruang rawat

diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti rumus berikut ini.

atau dapat juga dijabarkan dalam Rumus Holiday-Segar yang dapat pula digunakan pada pasien

anak-anak. Adapun perhitungannya seperti pada tabel di bawah ini.

10

RAWAT INAPObservasi Rawat Jalan

Periksa Hb, Hematokrit,

dan Trombosit 24 jam

berikutnya

Hb, Hematokrit, dan Trombosit Normal

Hb & Hematokrit Normal

Trombosit 100.000-150.000

Hb & Hematokrit Normal

Trombosit <100.000

Hb & Hematokrit Meningkat

Trombosit Normal/Turun

Keluhan mengarah DBD(Kriteria WHO 1997)

1500 + {20 x (Berat Badan dalam Kg – 20)}

Page 11: Minpro DBD

Tabel 3. Tabel Perhitungan Kebutuhan Cairan Maintenance menurut Holiday-Segar

Berat Badan (kg) Kebutuhan Cairan

≤ 10 kg 100 cc/kgBB/hari

11 – 20 kg 50 cc/kgBB/hari

> 20 kg 20 cc/kgBB/hari

Misal:

Pasien anak-anak dengan berat badan 15 kg, maka perhitungannya adalah (10 kg x 100

cc/kg/hari) + (5 kg x 50 cc/kg/hari) = 1000 cc/hari + 250 cc/hari = 1250 cc/hari

Pasien dewasa dengan berat badan 50 kg, maka perhitungannya adalah (10 kg x 100

cc/kg/hari) + (10 kg x 50 cc/kg/hari) + (30 kg x 20 cc/kg/hari) = 1000 cc/hari + 500

cc/hari + 600 cc/hari = 2100 cc/hari

Alur penatalaksanaan pasien tersangka DBD tanpa perdarahan dan syok di ruang rawat dapat

dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2. Protokol II (Pemberian Cairan Tersangka DBD di Ruang Rawat)

11

Suspek DBD Perdarahan spontan & massif (-) Tanda-tanda syok (-)

Hb, Hematokrit Normal Trombosit < 100.000 Infus Kristaloid Periksa Hb, Htc, Trombo /24 jam

Hb, Hematokrit Normal Trombosit < 100.000 Infus Kristaloid Periksa Hb, Htc, Trombo /24 jam

Penanganan dengan Protokol III

Hb, Hematokrit ↑ >20% Trombosit <100.000

Page 12: Minpro DBD

Protokol III: Penatalaksanaan DBD dengan Peningkatan Hematokrit >20%

Meningkatnya hematokrit > 20% menunjukkan adanya defisit cairan tubuh sebanyak

kurang lebih 5%. Penatalaksanaannya seperti yang terlihat pada bagan berikut ini.

12

Tambah infus kristaloid 10 cc/kgBB/jam

Kurangi infus kristaloid 5 cc/kgBB/jam

Tambah infus kristaloid 15 cc/kgBB/jam

Terapi cairan dihentikan dalam 24-48 jam Penanganan dengan

Protokol V

MEMBAIKMEMBAIK TIDAK MEMBAIK tanda syok (+)

Defisit Cairan 5%

Terapi awal cairan IV 6-7 cc/kgBB/jam

TIDAK MEMBAIK Hematokrit ↑, Nadi ↑

Tensi ↓ <20 mmHg Diuresis ↓

MEMBAIK Hematokrit ↓ Nadi ↓,

Tensi ↑ Diuresis ↑ 2 cc/kgBB/Jam

Evaluasi 3-4 jam

Tanda Vital dan Hematokrit Memburuk

Kurangi infus kristaloid 3 cc/kgBB/Jam

MEMBAIK TIDAK MEMBAIK

Page 13: Minpro DBD

Gambar 3. Protokol III (Penatalaksanaan DBD dengan Peningkatan Hematokrit >20%)

Protokol IV: Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD

Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dapat berupa epistaksis, hematemesis,

melena, hematokezia, hematuria, perdarahan intraserebral atau perdarahan tersembunyi lainnya.

Pada keadaan seperti ini pemberian cairan tetap sama seperti keadaan tanpa syok. Observasi

tanda vital, Hb, hematokrit, dan trombosit sebaiknya dilakukan setiap 4-6 jam sekali.

Pemberian heparin dilakukan bila secara klinis dan laboratoris ditemukan tanda-tanda

DIC (Disseminata Intravascular Coagulation). Tranfusi komponen darah diberikan sesuai

indikasi. Tranfusi PRC (Pack Red Cells) dilakukan bila Hb < 10 g/dl, tranfusi TC (Trombocyte

Concentrate) dilakukan bila trombosit < 50.000/mm3 disertai perdarahan masif dengan atau

tanpa tanda-tanda DIC. Sedangkan FFP diberikan bila terdapat tanda defisiensi faktor

pembekuan (PT dan aPTT memanjang).

Gambar 4. Protokol IV (Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD)

13

KASUS DBD: Perdarahan spontan masif Tanda-tanda syok (-)

Pemeriksaan Hb, Hematokrit, Trombosit, Leukosit, Hemostasis, Golongan Darah, Uji Cross-Match

DIC (-): Tranfusi komponen darah (k/p) Observasi tanda vital, Hb, Htc, Trombo tiap 4-6 jam, ulang pemeriksaan hemostasis 24 jam

kemudian

DIC (+): Tranfusi komponen darah (k/p) Heparinisasi

5000-10.000/hari drip Observasi tanda vital, Hb, Htc, Trombo tiap

4-6 jam, ulang pemeriksaan hemostasis 24 jam kemudian

Page 14: Minpro DBD

Dalam memberikan transfusi komponen darah hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan pasien.

Ada rumus yang dapat digunakan dalam menentukan kebutuhan transfusi komponen darah.

Untuk menentukan kebutuhan transfusi PRC dapat digunakan rumus:

(Hb target – Hb pasien) x Berat Badan (kg) x3

Sedangkan kebutuhan trombosit dapat dihitung dengan perkiraan bahwa 50 cc suspensi

trombosit dapat menaikkan kadar trombosit darah 7500-10.000/mm3 pada pasien dengan berat

badan minimal 50 kg. Ada beberapa institusi yang menyatakan bahwa untuk membantu

meningkatkan kadar trombosit dapat juga ditambahkan Dexamethason atau Metilprednisolon

(parenteral). Namun pemberian kortikosteroid ini harus lebih hati-hati pada pasien yang memiliki

riwayat diabetes mellitus dan hipertensi, karena steroid akan sangat mudah menaikkan kadar

glukosa darah dan tekanan darah.

Protokol V: Tatalaksana Dengue Shock Syndrome

Protokol ini digunakan bila pasien sudah menunjukkan tanda-tanda syok (DBD Derajat

III dan IV) yang merupakan kegawatdaruratan pada penyakit ini. Tatalaksana Dengue Shock

Syndrome (DSS) dapat dilihat seperti pada bagan berikut ini.

14

Page 15: Minpro DBD

Gambar 5. Protokol V (Tatalaksana Dengue Shock Syndrome)

15

Koreksi Gangguan Asam Basa, Elektrolit, Hipoglikemia, Anemia, DIC, Infeksi sekunder

PERBAIKAN

HIPOVOLEMIK Kristaloid pantau tiap 10-15 menit

NORMOVOLEMIK Koreksi Gangguan

Asam Basa, Elektrolit, Hipoglikemia, Anemia, DIC, Infeksi sekunder

Kombinasi Koloid-Kristaloid

Perbaikan terhadap vasopressor

- Inotropik - Vasopressor - After load

Evaluasi 24-48 jam, jika tetap stabil berikan cairan maintenance

MEMBURUK Kembali Ke Awal

MEMBAIK Kristaloid 5 cc/kgBB/jam

Hematokrit ↓ Transfusi WB 10 cc/kgBB Dapat diulang sesuai

kebutuhan

Hematokrit ↑ Koloid tetes cepat 10-20

cc/kgBB/10-15 menit

TIDAK MEMBAIK Koloid 30 cc/kgBB/jam

MEMBAIK Menuju ke ©

MEMBAIK Kristaloid 3 cc/kgBB/jam

MEMBAIK Menuju ke ©

TIDAK MEMBAIK

Pasang PVC

Kristaloid 10-20 cc/kgBB/30 menit O2 2-4 liter/menit Periksa Analis Gas Darah (AGD), Hb, Htc, Trombosit, Elektrolit, Ureum, Kreatinin, Golongan Darah

MEMBAIK Kristaloid 7 cc/kgBB/jam

TIDAK MEMBAIK Kristaloid 20-30

cc/kgBB/30 menit

Page 16: Minpro DBD

BAB III

METODE

Metode yang dilakukan saat ini untuk membantu meningkatkan pengetahuan masyarakat

mengenai Demam Berdarah Dengue di wilayah kerja UPTD Kesehatan Muara Lembu adalah

dengan melakukan Penyuluhan dilakukan untuk melalui penyuluhan tentang Demam Berdarah

Dengue dengan sasaran seluruh masyarakat yang datang ke Posyandu

Langkah-langkah pelaksanaan:

1. Menentukan topik mini project yang akan dilaksanakan

2. Mengumpulkan dan menganalisis data

3. Merencanakan penyuluhan mengenai penyakit Demam Berdarah Dengue dan

pencegahannya di fasilitas kesehatan.

4. Mencari bahan penyuluhan mengenai penyakit Demam Berdarah Dengue dan

pencegahannya di fasilitas kesehatan.

5. Menentukan tempat dan waktu penyuluhan: Posyandu Lansia Logas, 04 Desember

2013.

6. Menyiapkan sarana dan prasarana untuk penyuluhan.

7. Melakukan penyuluhan sesuai waktu dan tempat yang telah direncanakan dengan

diskusi interaktif, pemeriksaan dan pengobatan gratis pada lansia.

8. Analisis dan pengolahan hasil.

16

Page 17: Minpro DBD

BAB IV

HASIL

4.1.1 Profil Komunitas Umum

UPTD Kesehatan Muara Lembu memiliki wilayah kerja seluas 1.868 km2 yang

mencakup 4 desa dan 1 kelurahan dengan jumlah penduduk sebesar 12.980 jiwa dan dengan

kepadatan penduduk 12,72 per km2.

Wilayah kerja UPTD Kesehatan Muaralembu terdiri dari 5 desa, yaitu :

1. Kelurahan Muara Lembu

2. Desa Logas

3. Desa Pulau Padang

4. Desa Pangkalan Indarung

5. Desa Kebun Lado

Wilayah kerja UPTD Kesehatan Muaralembu berbatasan dengan :

1. Sebelah utara berbatasan dengan kecamatan Singingi Hilir

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Kuantan Mudik

3. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Kuantan Tengah

4. Sebelah Utara berbatasan dengan Propinsi Sumatera Barat

Tingkat pendidikan tertingi masyarakat Muara Lembu sebagian besar adalah SD/MI

dengan jumlah 1.489 orang yang mengenyam pendidikan hingga tingkat SD, 463 orang yang

mengenyam pendidikan hingga tingkat SMP/MTs, dan 249 orang yang mengenyam pendidikan

hingga tingkat SMA/SMK/MA.

4.1.2 Data Geografis

Fotografi kecamatan singing merupakan tanah datar sampai berbukit-bukit dan

bergelombang dengan kemiringan tanah antara 0-2%. Jenis tanah yang ada di kecamatan

Singingi berjenis Podsolid kuning dengan keasaman tanah antara 4,5 – 5,5. Iklim di kecamatan

singing merupakan iklim tropis dengan suhu udara berkisar antara 19,5oC – 34,2oC, sedangkan

musim yang ada di kecamatan ini adalah musim hujan dan musim kemarau. Sungai besar yang

17

Page 18: Minpro DBD

mengalir di kecamatan singing adalah sungai singing yang bermuara di desa Rakit gadang

kecamatan Kampar Kiri Kabupaten Kampar.

4.1.3 Data Demografik

Jumlah penduduk yang berada di seluruh wilayah kerja Puskesmas Muara Lembu

sebanyak 12.980 jiwa dengan jumlah kelahiran pada tahun 2011 sebanyak 243 kelahiran dan

jumlah kematian bayi dan balita pada tahun 2011 sebanyak 2 kematian. Tidak ada kematian ibu

yang dilaporkan pada tahun 2011.

4.1.4 Sumber Daya Kesehatan

No Sumber Daya Kesehatan Jumlah

1 Dokter Umum 3 orang

2 Dokter Gigi 1 orang

3 Bidan 7 orang

4 Perawat 16 orang

5 Tenaga Kefarmasian 4 orang

6 Tenaga Gizi 1 orang

7 Tenaga Kesmas 1 orang

4.1.5 Sarana Pelayanan Kesehatan

No Sarana Pelayanan Kesehatan Jumlah

1 Puseksmas 1 puskesmas

2 Posyandu 8 posyandu

3 Posyandu Aktif 87,50%

4 Desa Siaga 3 desa

5 Poskesdes 3 poskesdes

18

Page 19: Minpro DBD

BAB VDISKUSI

Masyarakat yang datang ke posyandu lansia yang di laksanakan di Desa Logas

mendengarkan penyuluhan setelah mereka menerima pelayanan kesehatan seperti pemeriksaan

fisik, penimbangan berat badan, pengukuran tekanan darah, pemeriksaan kadar gula darah,

kolesterol dan asam urat, dan pemberian obat-obatan. Kemudian dilakukan penyuluhan dengan

pendekatan kelompok melalui metode ceramah dengan materi penyuluhan yang diberikan adalah

mengenai defenisi DBD, penyebab DBD, gejala klinis DBD, bahaya DBD, serta apa saja yang

dapat dilakukan untuk mengupayakan pencegahan DBD.

Penyuluhan berjalan dengan baik. Peserta menyimak dengan antusias saat dokter

internship memberikan penyuluhan. Pada sesi tanya-jawab peserta juga mengajukan pertanyaan-

pertanyaan yang berkaitan dengan gejala klinis DBD dan pencegahannya:

- Apakah DBD dapat ditularkan selain oleh nyamuk?

- Bagaimana cirri-ciri orang yang terkena DBD?

- Apa tindakan awal yang dapat dilakukan apabila curiga seseorang terkena DBD?

- Apa saja bahaya DBD?

- Bagaimana pecegahan DBD?

- Apa yang harus dilakukan jika ditemukan ada seoarang warga yang terkena DBD

agar tidak menyebar?

19

Page 20: Minpro DBD

BAB VIKESIMPULAN DAN SARAN

Penyuluhan mengenai DBD sangat efektif dan berpengaruh dalam meningkatkan

pengetahuan masyarakat mengenai penyakit DBD, gejala klinis, bahaya dan pencegahan yang

dapat dilakukan. Apabila pengetahuan masyarakat mengenai DBD dapat ditingkatkan maka

sikap dan perilaku masyarakat akan berubah untuk mencegah timbulnya penyakit DBD.

Penyuluhan sebaiknya dilakukan secara rutin dan berkala. Bila memungkinkan

penyuluhan dapat dilakukan dengan menggunakan media power point yang ditayangkan melalui

infocus proyektor sehingga seluruh peserta dapat melihat beberapa gambar ataupun video

mengenai DBD sehingga para peserta penyuluhan akan lebih antusias untuk mendengarkan dan

lebih memahami materi penyuluhan yang diberikan. Selain itu diperlukan juga peran serta

pemerintah dan tenaga kesehatan setempat untuk dilakukan fogging berkala, dan juga apabila

ada laporan warga jika ditemukan kasus DBD sehingga dapat mengurangi kekhawatiran warga

terhadap bahaya penyakit DBD.

20

Page 21: Minpro DBD

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. 2013. Suspect DBD di Kuansing Jadi 211 Kasus.

http://www.riautoday.com/konten/4261/suspect-dbd-di-kuansung-jadi-211-kasus.html.

Diakses pada tanggal 12 Nopember 2013.

2. Suhendro, Nainggolan, Chen, Pohan. 2006. “Demam Berdarah Dengue”. Disunting oleh

Sudoyo, Setyohadi, Alwi, Simadibrata, dan Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid

III. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

3. Wiradharma, Danny. 1999. Diagnosis Cepat Demam Berdarah Dengue. Jakrata. FK

Trisakti.

4. Staff Pengajar FK UI .2005. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. Bagian IKA FK UI.

5. Dr. Faziah A. 2004. Epidemiologi dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di

Indonesia. www.library.usu.co.id. Diakses pada tanggal 12 November 2013.

21