minpro malaria

44
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari berbagai indikator, yang meliputi indikator angka harapan hidup, angka kematian, angka kesakitan, dan status gizi masyarakat. Adapun salah satu program pokok pembangunan kesehatan adalah program pemberantasan penyakit menular dan imunisasi yaitu untuk menurunkan angka kesakitan, kecacatan dan kematian dari penyakit menular dan mencegah penularan serta mengurangi dampak sosial dari akibat penyakit sehingga tidak menjadi masalah kesehatan. Penyakit malaria hingga kini masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat dunia termasuk Indonesia dan endemik di 92 negara dengan 41% penduduk dunia berada dalam keadaan risiko. Malaria tersebar di daerah tropis dan subtropis seperti India, Amerika Selatan (kecuali Cili), Afghanistan, Sri Lanka, Thailand, Indonesia, Kamboja, Cina, Filipina, Amerika Tengah, Meksiko, dan Afrika. Epidemi malaria terakhir di Cili terjadi pada Maret 1945 dan tidak ditemukan adanya laporan kasus sejak saat itu. Berdasarkan data WHO (2004), di dunia setiap tahunnya ditemukan 300-500 juta 1

Upload: nurdiana-wijaya

Post on 26-Oct-2015

66 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

MinPro Malaria

TRANSCRIPT

Page 1: MinPro Malaria

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan adalah upaya yang bertujuan untuk meningkatkan

kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud

derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Derajat kesehatan masyarakat

dapat dilihat dari berbagai indikator, yang meliputi indikator angka harapan hidup,

angka kematian, angka kesakitan, dan status gizi masyarakat. Adapun salah satu

program pokok pembangunan kesehatan adalah program pemberantasan penyakit

menular dan imunisasi yaitu untuk menurunkan angka kesakitan, kecacatan dan

kematian dari penyakit menular dan mencegah penularan serta mengurangi dampak

sosial dari akibat penyakit sehingga tidak menjadi masalah kesehatan.

Penyakit malaria hingga kini masih merupakan salah satu masalah kesehatan

masyarakat dunia termasuk Indonesia dan endemik di 92 negara dengan 41%

penduduk dunia berada dalam keadaan risiko. Malaria tersebar di daerah tropis dan

subtropis seperti India, Amerika Selatan (kecuali Cili), Afghanistan, Sri Lanka,

Thailand, Indonesia, Kamboja, Cina, Filipina, Amerika Tengah, Meksiko, dan Afrika.

Epidemi malaria terakhir di Cili terjadi pada Maret 1945 dan tidak ditemukan adanya

laporan kasus sejak saat itu. Berdasarkan data WHO (2004), di dunia setiap tahunnya

ditemukan 300-500 juta kasus baru dengan kematian lebih kurang 2 juta orang per

tahun, separuhnya terdapat pada anak-anak di bawah 5 tahun. Berdasarkan WHO

(2008), di dunia terdapat 243 juta kasus malaria dengan 863.000 kematian dan 85 %

kematian terjadi pada anak-anak di bawah 5 tahun.

Transmisi malaria yang tinggi dijumpai di daerah pinggiran hutan di Amerika

selatan (Brasil), Asia Tenggara (Thailand dan Indonesia) dan di seluruh Sub-Sahara

Afrika. Menurut WHO (2008), malaria menyebabkan 2.414 kematian setiap hari di

dunia, dengan lebih dari 90% kematian terjadi di Sub-Sahara Afrika. Malaria adalah

suatu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Asia Tenggara. Annual Parasite

Incidence (API) malaria tertinggi dilaporkan dari Timor Leste (42,5‰) diikuti oleh

Myanmar (10,2‰) dan Indonesia (3,8‰) sedangkan API terendah dilaporkan dari Sri

Lanka (0,1‰) diikuti oleh Nepal (0,17‰) dan Bhutan (0,67‰).

Di Indonesia penyakit malaria tersebar diseluruh pulau dengan derajat

endemisitas yang berbeda-beda dan dapat berjangkit didaerah dengan ketinggian

1

Page 2: MinPro Malaria

sampai 1800 meter diatas permukaan laut. Malaria merupakan masalah kesehatan

yang penting di Indonesia, oleh karena penyakit ini endemik di sebagian besar

wilayah Indonesia, terutama di luar Jawa dan Bali. Menurut WHO (2008), API

Indonesia selama tahun 2008 sebesar 3,82‰ atau mengalami peningkatan jika

dibandingkan tahun 2007 sebesar 3,10‰. Target Indonesia untuk API tahun 2010

adalah 2,01 per 1.000 penduduk. Daerah dengan kasus malaria tinggi dilaporkan dari

kawasan Timur Indonesia antara lain Propinsi Papua, Nusa Tenggara Timur, Maluku

dan Sulawesi Tenggara. Di kawasan lain angka malaria dilaporkan masih cukup

tinggi antara lain di Propinsi Kalimantan Barat, Bangka Belitung, Sumatera Selatan,

Bengkulu dan Riau.

Menurut Laihad dan Arbani dalam Harijanto (2009), malaria masih merupakan

salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, karena

mempengaruhi angka kesakitan bayi, balita, dan ibu melahirkan, serta menimbulkan

Kejadian Luar Biasa (KLB). Jumlah kabupaten/kota endemik tahun 2004 sebanyak

424 dari 579 kabupaten/kota, dengan perkiraan persentase penduduk yang berisiko

penularan sebesar 42,42%. Angka kasus malaria di Jawa-Bali atau yang dikenal

dengan API selama tahun 2008 sebesar 0,16‰. Di luar Jawa-Bali, angka klinis

malaria per 1.000 penduduk yang dikenal dengan Annual Malaria Incidence (AMI)

selama tahun 2008 sebesar 18,82‰. Proporsionate Mortality Ratio (PMR) karena

malaria berdasarkan survei kesehatan rumah tangga pada tahun 2001 sebesar 2%.

Dalam periode ini, KLB malaria terjadi di 23 propinsi, 51 kabupaten/kota, meliputi

108 desa dengan jumlah penderita 11.597 dan kematian 298 jiwa.

Di Propinsi luar Jawa dan Bali pada tahun 2008, AMI tertinggi adalah di Papua

Barat yaitu sebesar 167,47 per 1.000 penduduk, diikuti oleh NTT (104,10‰), Papua

(84,74‰), dan Maluku Utara (51,42‰). Sedangkan untuk wilayah Jawa dan Bali,

API tertinggi adalah Propinsi Jawa Timur sebesar 0,71 per 1.000 penduduk, diikuti

Jawa Barat 0,58 per 1.000 penduduk.

Berdasarkan data Depkes tahun 2007 dalam Harijanto (2009) di Sumatera utara

malaria endemis di Kabupaten Nias, Mandailing Natal, Simalungun, Nias Selatan,

Padang Lawas, dan Labuhan Batu. Tahun 2006 jumlah kasus malaria klinis di

Propinsi Riau sebanyak 28.105 kasus. Di Rumah Sakit Moehammad Hoesin

Palembang, malaria ditemukan 35 kasus pada tahun 1999, dan 57 kasus pada tahun

2000 dengan Case Fatality Rate (CFR) masing-masing 5,7% dan 5,2%. Dari adanya

peningkatan kasus penyakit malaria maka peneliti tertarik untuk mengetahui

2

Page 3: MinPro Malaria

bagaimana gambaran karakteristik pasien malaria di poliklinik umum Puskesmas C

Nawangsasi periode Februari – Maret 2013.

1.2. Perumusan Masalah

Adanya peningkatan angka kejadian Malaria dari tahun ke tahun dan belum

diketahuinya karakteristik pasien Malaria. Untuk itu peneliti ingin mengetahui,

bagaimana gambaran karakteristik pasien Malaria di poliklinik umum Puskesmas C

Nawangsasi periode Februari – Maret 2013.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui, bagaimana gambaran karakteristik pasien Malaria di poliklinik

umum Puskesmas C Nawangsasi periode Februari – Maret 2013.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui distribusi frekuensi pasien Malaria berdasarkan jenis kelamin

b. Mengetahui distribusi frekuensi pasien Malaria berdasarkan umur

c. Mengetahui distribusi frekuensi pasien Malaria berdasarkan tempat tinggal

d. Mengetahui distribusi frekuensi pasien Malaria berdasarkan pemeriksaan hapuskan

darah tebal (DDR)

1.4. Manfaat Penelitian

a. Sebagai informasi dan masukan bagi pengelola program penanggulangan penyakit

malaria di Puskesmas maupun Dinas Kesehatan Kota Musi Rawas.

b. Sebagai bahan informasi untuk penelitian lebih lanjut serta menambah wawasan

ilmu pengetahuan dalam penanggulangan penyakit malaria.

3

Page 4: MinPro Malaria

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Malaria

Penyakit malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit dari genus

Plasmodium yang termasuk golongan protozoa melalui perantaraan tusukan (gigitan)

nyamuk Anopheles spp. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki

endemisitas tinggi.

Malaria maupun penyakit yang menyerupai malaria telah diketahui ada selama

lebih dari 4.000 tahun yang lalu. Malaria dikenal secara luas di daerah Yunani pada

abad ke-4 SM dan dipercaya sebagai penyebab utama berkurangnya penduduk kota.

Penyakit malaria sudah dikenal sejak tahun 1753, tetapi baru ditemukan parasit dalam

darah oleh Alphonse Laxeran tahun 1880. Untuk mewarnai parasit, pada tahun 1883

Marchiafava menggunakan metilen biru sehingga morfologi parasit ini lebih mudah

dipelajari. Siklus hidup plasmodium di dalam tubuh nyamuk dipelajari oleh Ross dan

Binagmi pada tahun 1898 dan kemudian pada tahun 1900 oleh Patrick Manson dapat

dibuktikan bahwa nyamuk adalah vektor penular malaria.

Pada tahun 1890 Giovanni Batista Grassi dan Raimondo Feletti adalah dua

peneliti Italia yang pertama kali memberi nama dua parasit penyebab malaria pada

manusia, yaitu Plasmodium vivax dan Plasmodium malariae. Pada tahun 1897

seorang Amerika bernama William H. Welch memberi nama parasit penyebab

malaria tertiana sebagai Plasmodium falciparum dan pada 1922 John William

Watson Stephens menguraikan nama parasit malaria keempat, yaitu Plasmodium

ovale.

Penyakit malaria hingga kini masih merupakan salah satu masalah kesehatan

masyarakat dunia yang utama. Malaria menyebar di berbagai negara, terutama di

kawasan Asia, Afrika,dan Amerika Latin. Di berbagai negara, malaria bukan hanya

permasalahan kesehatan semata. Malaria telah menjadi masalah sosial-ekonomi,

seperti kerugian ekonomi, kemiskinan dan keterbelakangan.

2.2. Agent Penyakit Malaria

Agent penyakit malaria adalah genus plasmodia, family plasmodiidae, dan

order Coccidiidae. Ada empat jenis parasit malaria, yaitu:

2.2.1. Plasmodium falciparum

4

Page 5: MinPro Malaria

Menyebabkan malaria falciparum atau malaria tertiana yang maligna (ganas)

atau dikenal dengan nama lain sebagai malaria tropika yang menyebabkan demam

setiap hari.

2.2.2. P. vivax

Menyebabkan malaria vivax atau disebut juga malaria tertiana benigna (jinak).

2.2.3. P. malariae

Menyebabkan malaria kuartana atau malaria malariae.

2.2.4. P. ovale

Jenis ini jarang sekali dijumpai, umumnya banyak di Afrika dan Pasifik Barat,

menyebabkan malaria ovale.

Seorang penderita dapat dihinggapi oleh lebih dari satu jenis plasmodium.

Infeksi demikian disebut infeksi campuran (mixed infection). Biasanya paling banyak

dua jenis parasit, yakni campuran antara P. falciparum dengan P. vivax atau P.

malariae. Kadang-kadang dijumpai tiga jenis parasit sekaligus, meskipun hal ini

jarang sekali terjadi. Infeksi campuran biasanya terdapat di daerah yang tinggi angka

penularannya.

Masa inkubasi malaria atau waktu antara gigitan nyamuk dan munculnya gejala

klinis sekitar 7-14 hari untuk P. falciparum, 8-14 hari untukP. vivax dan P. ovale, dan

7-30 hari untuk P. malariae. Masa inkubasi ini dapat memanjang antara 8-10 bulan

terutama pada beberapa strain P. vivax di daerah tropis. Pada infeksi melalui transfusi

darah, masa inkubasi tergantung pada jumlah parasit yang masuk dan biasanya

singkat tetapi mungkin sampai 2 bulan. Dosis pengobatan yang tidak adekuat seperti

pemberian profilaksis yang tidak tepat dapat menyebabkan memanjangnya masa

inkubasi.

P. falciparum, salah satu organisme penyebab malaria, merupakan jenis yang

paling berbahaya dibandingkan dengan jenis plasmodium lain yang menginfeksi

manusia, yaitu P. vivax, P. malariae, dan P. ovale. Saat ini, P. falciparum merupakan

salah satu spesies penyebab malaria yang paling banyak diteliti. Hal tersebut karena

spesies ini banyak menyebabkan angka kesakitan dan kematian pada manusia.

2.3. Patogenesis Malaria

Patogenesis malaria sangat kompleks, dan seperti patogenesis penyakit infeksi

pada umumnya melibatkan faktor parasit, faktor penjamu, dan lingkungan. Ketiga

faktor tersebut saling terkait satu sama lain, dan menentukan manifestasi klinis

5

Page 6: MinPro Malaria

malaria yang bervariasi mulai dari yang paling berat, yaitu malaria dengan

komplikasi gagal organ (malaria berat), malaria ringan tanpa komplikasi, atau yang

paling ringan, yaitu infeksi asimtomatik. Tanda dan gejala klinis malaria yang timbul

bervariasi tergantung pada berbagai hal antara lain usia penderita, cara transmisi,

status kekebalan, jenis plasmodium, infeksi tunggal atau campuran. Selain itu yang

tidak kalah penting adalah kebiasaan menggunakan obat anti malaria yang kurang

rasional yang dapat mendorong timbulnya resistensi. Berbagai faktor tersebut dapat

mengacaukan diagnosis malaria sehingga dapat disangka demam tifoid atau hepatitis,

terlebih untuk daerah yang dinyatakan bebas malaria atau yang Annual Parasite

Incidence –nya rendah.

2.4. Gejala Malaria

Secara klinis, gejala dari penyakit malaria terdiri atas beberapa serangan

demam dengan interval tertentu yang diselingi oleh suatu periode dimana penderita

bebas sama sekali dari demam. Gejala klinis malaria antara lain sebagai berikut.

a. Badan terasa lemas dan pucat karena kekurangan darah dan berkeringat.

b. Nafsu makan menurun.

c. Mual-mual kadang-kadang diikuti muntah.

d. Sakit kepala yang berat, terus menerus, khususnya pada infeksi dengan

plasmodium Falciparum.

e. Dalam keadaan menahun (kronis) gejala diatas, disertai pembesaran limpa.

f. Malaria berat, seperti gejala diatas disertai kejang-kejang dan penurunan.

Pada anak, makin muda usia makin tidak jelas gejala klinisnya tetapi yang

menonjol adalah mencret (diare) dan pusat karena kekurangan darah (anemia) serta

adanya riwayat kunjungan ke atau berasal dari daerah malaria.

Malaria menunjukkan gejala-gejala yang khas, yaitu:

a. Demam berulang yang terdiri dari tiga stadium: stadium kedinginan, stadium

panas, dan stadium berkeringat

b. Splenomegali (pembengkakan limpa)

c. Anemi yang disertai malaise

Serangan malaria biasanya berlangsung selama 6-10 jam dan terdiri dari tiga

tingkatan, yaitu:

2.4.1. Stadium dingin

Stadium ini mulai dengan menggigil dan perasaan yang sangat dingin. Gigi

6

Page 7: MinPro Malaria

gemeretak dan penderita biasanya menutup tubuhnya dengan segala macam pakaian

dan selimut yang tersedia nadi cepat tetapi lemah. Bibir dan jari jemarinya pucat

kebiru-biruan, kulit kering dan pucat. Penderita mungkin muntah dan pada anak-anak

sering terjadi kejang. Stadium ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam.

2.4.2. Stadium Demam

Setelah merasa kedinginan, pada stadium ini penderita merasa kepanasan.

Muka merah, kulit kering dan terasa sangat panas seperti terbakar, sakit kepala dan

muntah sering terjadi, nadi menjadi kuat lagi. Biasanya penderita merasa sangat haus

dan suhu badan dapat meningkat sampai 41°C atau lebih. Stadium ini berlangsung

antara 2 sampai 4 jam. Demam disebabkan oleh pecahnya skizon darah yang telah

matang dan masuknya merozoit darah ke dalam aliran darah. Pada P. vivax dan P.

ovale skizon-skizon dari setiap generasi menjadi matang setiap 48 jam sekali

sehingga demam timbul setiap tiga hari terhitung dari serangan demam sebelumnya.

Nama malaria tertiana bersumber dari fenomena ini. Pada P. malaria, fenomena

tersebut 72 jam sehingga disebut malaria P.vivax/P.ovale, hanya interval demamnya

tidak jelas. Serangan demam diikuti oleh periode laten yang lamanya tergantung pada

proses pertumbuhan parasit dan tingkat kekebalan yang kemudian timbul pada

penderita.

2.4.3. Stadium Berkeringat

Pada stadium ini penderita berkeringat banyak sekali sampai-sampai tempat

tidurnya basah. Suhu badan meningkat dengan cepat, kadang-kadang sampai dibawah

suhu normal. Penderita biasanya dapat tidur nyenyak. Pada saat bangun dari tidur

merasa lemah tetapi tidak ada gejala lain, stadium ini berlangsung antara 2 sampai 4

jam.

Gejala-gejala yang disebutkan diatas tidak selalu sama pada setiap penderita,

tergantung pada spesies parasit dan umur dari penderita, gejala klinis yang berat

biasanya terjadi pada malaria tropika yang disebabkan oleh plasmodium falciparum.

Hal ini disebabkan oleh adanya kecenderungan parasit (bentuk trofozoit dan skizon)

untuk berkumpul pada pembuluh darah organ tubuh seperti otak, hati dan ginjal

sehingga menyebabkan tersumbatnya pembuluh darah pada organ-organ tubuh

tersebut.

Gejala berupa koma/pingsan, kejang-kejang sampai tidak berfungsinya ginjal.

Kematian paling banyak disebabkan oleh jenis malaria ini. Kadang–kadang gejalanya

mirip kolera atau disentri. Black water fever yang merupakan gejala berat adalah

7

Page 8: MinPro Malaria

munculnya hemoglobin pada air seni yang menyebabkan warna air seni menjadi

merah tua atau hitam. Gejala lain dari black water fever adalah ikterus dan muntah-

muntah yang warnanya sama dengan warna empedu, black water fever biasanya

dijumpai pada mereka yang menderita infeksi P. falcifarum yang berulang -ulang dan

infeksi yang cukup berat.

Secara klasik demam terjadi setiap dua hari untuk parasit tertiana

(P.falciparum, P. vivax, dan P. ovale) dan setiap tiga hari untuk parasit quartan

(P.malariae). CDC (2004) dalam Sembel (2009) mengemukakan bahwa karakteristik

parasit malaria dapat mempengaruhi adanya malaria dan dampaknya terhadap

populasi manusia. P.falciparum lebih menonjol di Afrika bagian selatan Sahara

dengan jumlah penderita yang lebih banyak, demikian juga yang meninggal

dibandingkan dengan daerah-daerah tempat parasit yang lain lebih menonjol. P. vivax

dan P. ovale memiliki tingkatan hynozoites yang dapat tetap dorman dalam sel hati

untuk jangka waktu tertentu (bulan atau tahun) sebelum direaktivasi dan menginvasi

darah. P.falciparum dan P. vivax kemungkinan mampu mengembangkan

ketahanannya terhadap obat antimalaria.

2.5. Penularan Malaria

Malaria ditularkan ke penderita dengan masuknya sporozoit plasmodium

melalui gigitan nyamuk betina Anopheles yang spesiesnya dapat berbeda dari satu

daerah dengan daerah lainnya. Terdapat lebih dari 15 spesies nyamuk Anopheles

yang dilaporkan merupakan vektor malaria di Indonesia. Penularan malaria dapat

juga terjadi dengan masuknya parasit bentuk aseksual (tropozoit) melalui transfusi

darah, suntikan atau melalui plasenta (malaria congenital).

Dikenal adanya berbagai cara penularan malaria:

2.5.1. Penularan secara alamiah (natural infection)

Penularan ini terjadi melalui gigitan nyamuk anopheles betina yang infektif.

Nyamuk menggigit orang sakit malaria maka parasit akan ikut terhisap bersama darah

penderita malaria. Di dalam tubuh nyamuk parasit akan berkembang dan bertambah

banyak, kemudian nyamuk menggigit orang sehat, maka melalui gigitan tersebut

parasit ditularkan ke orang lain.

2.5.2. Penularan yang tidak alamiah

a. Malaria bawaan (congenital)

8

Page 9: MinPro Malaria

Terjadi pada bayi yang baru dilahirkan karena ibunya menderita malaria.

Disebabkan adanya kelainan pada sawar plasenta sehingga tidak ada penghalang

infeksi dari ibu kepada bayi yang dikandungnya.

b. Secara mekanik

Penularan terjadi melalui transfusi darah atau melalui jarum suntik. Penularan

melalui jarum suntik banyak terjadi pada para pecandu obat bius yang menggunakan

jarum suntik yang tidak steril.

c. Secara oral (melalui mulut)

Cara penularan ini pernah dibuktikan pada burung, ayam (P.gallinasium)

burung dara (P.Relection) dan monyet (P.Knowlesi).

Pada umumnya sumber infeksi bagi malaria pada manusia adalah manusia lain

yang sakit malaria baik dengan gejala maupun tanpa gejala klinis. Kecuali bagi

simpanse di Afrika yang dapat terinfeksi oleh penyakit malaria, belum diketahui ada

hewan lain yang dapat menjadi sumber bagi plasmodium yang biasanya menyerang

manusia. Malaria, baik yang disebabkan oleh P. falciparum, P. vivax, P. malariae

dan P. ovale semuanya ditularkan oleh nyamuk anopheles. Nyamuk yang menjadi

vektor penular malaria adalah Anopheles sundaicus, Anopheles aconitus, Anopheles

barbirostris, Anopheles subpictus, dan sebagainya.

Vektor malaria yang dominan terhadap penularan malaria di Indonesia adalah

sebagai berikut:

i. Wilayah Indonesia Timur, yaitu Papua, Maluku, dan Maluku Utara, di wilayah

pantai adalah An. subpictus, An. farauti, An. koliensis dan An. punctulatus sedangkan

di wilayah pegunungan adalah An. farauti.

ii. Wilayah Indonesia Tengah, yaitu Pulau Sulawesi, Pulau Kalimantan, NTT dan

NTB, vektor yang berperan di daerah pantainya adalah An. subpictus, An.

barbirostris. Khusus di NTB adalah An. subpictus dan An. sundaicus. Sedangkan di

wilayah pegunungan adalah An. barbirostris, An. flavirostris, An letifer. Khusus

wilayah Kalimantan, selain Anopheles tersebut di atas juga An. balabacencis.

iii. Untuk daerah pantai di wilayah Sumatera, An. sundaicus; daerah pegunungan

An.leucosphyrus, An. balabacencis, An. sinensis, dan An. maculatus.

iv. Wilayah Pulau Jawa. Vektor yang berperan di daerah pantai adalah An.sundaicus

dan An. subpictus dan di pegunungan adalah An. maculatus, An.balabacencis dan An.

aconitus.

9

Page 10: MinPro Malaria

2.6. Epidemiologi Penyakit Malaria

2.6.1. Distribusi Frekuensi Malaria

a. Orang

Di Indonesia, malaria merupakan masalah kesehatan yang penting, oleh karena

penyakit ini endemik di sebagian besar wilayah Indonesia terutama di luar Jawa dan

Bali. Epidemi malaria seringkali dilaporkan dari berbagai wilayah dengan angka

kematian yang lebih tinggi pada anak-anak di bawah 5 tahun dibanding orang

dewasa.

Penelitian Yulius (2007) dengan desain case series di Kabupaten Bintan Kepulauan

Riau tahun 2005-2006 terdapat 384 penderita malaria, 243 orang (63,3%) laki-laki

dan 141 orang (36,7%) perempuan, kelompok umur 5-14 tahun 23 orang (6%), 15-44

tahun 326 orang (84,9%), dan >45 tahun 35 orang (9,1%).

Penelitian Yoga dalam Sarumpaet dan Tarigan (2006) tahun 1999 di Kabupaten

Jepara Jawa Tengah, diperoleh bahwa dari 145 kasus malaria yang diteliti, 44%

berasal dari pekerjaan petani serta tidak ditemukan pada PNS/TNI/POLRI. Penelitian

Sunarsih, dkk tahun 2004-2007 dengan desain kasus kontrol, kasus malaria di

wilayah Puskesmas Pangkalbalam Kota Pangkalpinang banyak diderita responden

berumur 21-25 tahun (17,6%), umur 36-40 tahun (14,7%). Namun secara keseluruhan

fenomena tersebut menunjukkan bahwa penyakit malaria menyerang hampir seluruh

kelompok umur, 80 orang mempunyai jenis kelamin laki-laki (58,8%), perempuan

41,2% (56 orang).

b. Tempat

Batas dari penyebaran malaria adalah 64°LU (Rusia) dan 32°LS (Argentina).

Ketinggian yang dimungkinkan adalah 400 meter di bawah permukaan laut (Laut

mati dan Kenya) dan 2600 meter di atas permukaan laut (Bolivia). Plasmodium vivax

mempunyai distribusi geografis yang paling luas, mulai dari daerah beriklim dingin,

subtropik sampai kedaerah tropik. Malaria di suatu daerah dikatakan endemik apabila

kesakitannya yang disebabkan oleh infeksi alamiah, kurang lebih konstan selama

beberapa tahun berturut-turut. Berdasarkan hasil Spleen Rate (SR), yaitu persentase

penduduk yang limpanya membesar dari seluruh penduduk yang diperiksa pada

kelompok umur 2-9 tahun, suatu daerah dapat diklasifikasikan menjadi 4 tingkat

endemisitas :

i. Hipoendemik SR < 10%

ii. Mesoendemik SR 11-50%

10

Page 11: MinPro Malaria

iii. Hiperendemik SR > 50% (SR dewasa tinggi > 25 %)

iv. Holoendemik SR >75 % (SR dewasa rendah).

Berdasarkan AMI, daerah malaria dapat diklasifikasikan menjadi :

i. Low Malaria Incidence, AMI < 10 kasus per 1.000 penduduk

ii. Medium, AMI 10-50 kasus per 1.000 penduduk

iii. High, AMI > 50 kasus per 1.000 penduduk

Penelitian Ahmadi, dkk tahun 2008 di di Desa Lubuk Nipis Kecamatan

Tanjung Agung Kabupaten Muara Enim, terlihat bahwa dari 54 responden, yang

positif malaria terdapat 53 (98,1 %) responden yang mempunyai tempat tinggal

dengan jarak kurang dari 200 m dari hutan/kebun/semak-semak/sawah dan 1 (1,9 %)

responden yang mempunyai tempat tinggal yang berjarak lebih dari 200 m.

Digunakan jarak 200 m adalah karena 200 m adalah jarak terbang maksimum

nyamuk.

c. Waktu

Menurut data Profil Dinkes Sumut dalam Sarumpaet dan Tarigan (2006), di

Propinsi Sumatera Utara terjadi kasus malaria klinis rata-rata 82.405 per tahun

(selama tahun 1996-2000). Penyakit malaria sampai saat ini menduduki rangking ke-

7 dari 10 penyakit terbesar di Propinsi Sumatera Utara. Berdasarkan data laporan

bulanan malaria, kejadian malaria di Kawasan Ekosistem Leuser berdasarkan Annual

Malaria Incidence (AMI) terjadi peningkatan malaria, yaitu dari 12,8 ‰ tahun 2003

meningkat menjadi 14,3 ‰ tahun 2004 dan 25,4 ‰ tahun 2005.

2.6.2. Determinan Malaria

Dalam epidemiologi selalu ada 3 faktor yang diselidiki : Host (umumnya

manusia), Agent (penyebab penyakit) dan Environment (lingkungan).

a. Faktor Host

Penyakit malaria mempunyai keunikan karena ada 2 macam host yakni manusia

sebagai host intermediate (dimana siklus aseksual parasit terjadi) dan nyamuk

anopheles betina sebagai host definitive (tempat siklus seksual parasit berlangsung).

a.1. Manusia (Host Intermediate)

Secara umum dapat dikatakan bahwa pada dasarnya setiap orang dapat terkena

malaria. Setiap orang rentan terhadap penularan kecuali pada mereka yang

mempunyai galur genetika spesifik. Toleransi atau daya tahan terhadap munculnya

gejala klinis ditemukan pada penduduk dewasa yang tinggal di daerah endemis

dimana gigitan nyamuk anopheles berlangsung bertahun-tahun.Faktor-faktor yang

11

Page 12: MinPro Malaria

berpengaruh pada manusia ialah:

a.1.1. Kekebalan / Imunitas

Kekebalan pada penyakit malaria dapat didefinisikan sebagai adanya

kemampuan tubuh manusia untuk menghancurkan plasmodium yang masuk atau

membatasi perkembangbiakannya. Ada dua macam kekebalan, yaitu kekebalan

alamiah dan kekebalan yang didapat. Kekebalan alamiah timbul tanpa memerlukan

infeksi lebih dahulu. Kekebalan yang didapat ada yang merupakan kekebalan aktif

sebagai akibat dari infeksi sebelumnya atau vaksinasi, dan ada juga kekebalan pasif

didapat melalui pemindahan antibodi dari ibu kepada anak atau pemberian serum dari

seseorang yang kebal penyakit.

Penelitian Karunaweera dkk tahun 1998 di Srilanka, penderita malaria di daerah

endemis memiliki densitas parasit yang lebih rendah (mean=0,06%) daripada yang

tidak di daerah endemis (mean=0.12%). Faktor imunitas berperan penting

menentukan beratnya infeksi. Hal tersebut dibuktikan pada penduduk di daerah

endemis. Pada penduduk di daerah endemis ditemukan parasitemia berat namun

asimtomatik, sebaliknya pasien non-imun dari daerah non-endemis lebih mudah

mengalami malaria berat. Hal ini mungkin dikarenakan pada individu di daerah

endemis imun sudah terbentuk antibody protektif yang dapat membunuh parasit atau

menetralkan toksin parasit.

a.1.2. Umur dan Jenis Kelamin

Perbedaan angka kesakitan malaria pada laki-laki dan wanita atau pada

berbagai kelompok umur sebenarnya disebabkan oleh faktor-faktor lain seperti

pekerjaan, pendidikan, perumahan, migrasi penduduk, kekebalan dan lain-lain.

Penelitian Askling, dkk tahun 1997-2003 di Swedia dengan desain penelitian kasus

kontrol menunjukkan bahwa wisatawan penderita malaria kemungkinan 1,7 dan 4,8

kali adalah pria dan anak-anak umur <1-6 tahun dibandingkan dengan wisatawan

yang tidak menderita malaria dengan nilai OR 1,7 (95% CI:1,3–2,3) dan OR 4,8

(95% CI:1,5–14,8).

a.1.3. Status Gizi

Faktor nutrisi mungkin berperan terhadap malaria berat. Menurut Nugroho

dalam Harijanto, dkk (2009), malaria berat sangat jarang di temukan pada anak-anak

malnutrisi. Penelitian Nyakeriga tahun 2004 di Kenya dengan desain penelitan

kohort, diketahui bahwa insidens malaria klinis secara signifikan lebih rendah pada

anak- anak yang menderita defisiensi zat besi dengan Relative Risk (RR) 0,7

12

Page 13: MinPro Malaria

(95%CI:0,51–

0,99). Defisiensi besi, riboflavin, para-amino-benzoic acid (PABA) mungkin

mempunyai efek protektif terhadap malaria berat, karena menghambat pertumbuhan

parasit.

Penelitian dengan desain kasus kontrol oleh Siswanto dan Sidia di RSU

Sumbawa tahun 1997 tentang gambaran klinik penderita malaria yang dirawat di

bagian anak RSU Sumbawa, dari 106 penderita, 66% termasuk kategori gizi baik.

Dari 24 penderita malaria berat, 70,8% termasuk gizi baik, 25,0% gizi kurang dan

4,2% termasuk gizi buruk.

a.2. Nyamuk (Host Definitive)

Penelitian Friaraiyatini, dkk tahun 2005, spesies nyamuk yang diidentifikasi

berperan dalam penularan malaria di Kabupaten Barito Selatan adalah Anopheles

latifer (56,9 %) mulai menggigit manusia mulai jam 18.00, Anopheles maculatus

(32,8 %) mulai menggigit manusia mulai jam 19.00, dan Anopheles balabacensis

(10,3 %) mulai menggigit manusia jam 20.00 waktu setempat. Puncak aktivitas

gigitan nyamuk terjadi pada jam 22.00 waktu setempat.

a.2.1. Perilaku nyamuk

Beberapa perilaku nyamuk yang penting, yaitu tempat hinggap atau istirahat (di

luar atau dalam rumah), tempat menggigit (di luar atau dalam rumah), objek yang

digigit (manusia atau manusia). Nyamuk anopheles hanya mengigit satu orang setiap

kali mengisap darah, berbeda dengan nyamuk aedes yang bisa menggigit banyak

orang saat mengisap darah.

a.2.2. Umur nyamuk (longevity)

Diperlukan waktu untuk perkembangbiakan gametosit dalam tubuh nyamuk

menjadi sporozoit yakni bentuk parasit yang siap menginfeksi manusia sehat. Apabila

umur nyamuk lebih pendek dari proses sporogoni, yakni replikasi parasit dalam tubuh

nyamuk (sekitar 5 hingga 10 hari), maka dapat dipastikan nyamuk tersebut tidak

dapat menjadi vektor.

a.2.3. Kerentanan nyamuk terhadap infeksi gametosit

Nyamuk yang terlalu banyak parasit dalam perutnya tentu bisa melebihi

kapasitas perut nyamuk itu sendiri. Perut bisa meletus dan mati karenanya.

a.2.4. Frekuensi menggigit manusia

Semakin sering seekor nyamuk yang membawa sporozoit dalam kelenjar

ludahnya, semakin besar kemungkinan nyamuk berperan sebagai vektor penular

13

Page 14: MinPro Malaria

penyakit malaria.

a.2.5. Siklus gonotrofik

Waktu yang diperlukan untuk matangnya telur sebagai indikator untuk

mengukur interval menggigit nyamuk pada objek yang digigit (manusia).

b. Faktor Agent

Penyebab penyakit malaria adalah genus plasmodia family plasmodiidae dan

ordo coccidiidae. Sampai saat ini di Indonesia dikenal 4 macam parasit malaria yaitu:

b.1. Plasmodium vivax

b.2. Plasmodium malariae

b.3. Plasmodium ovale

b.4. Plasmodium falciparum.

Penelitian Yasinzai dan Kakarsulemankhel tahun 2004-2006 di Barkhan dan

Kohlu Pakistan dari 3340 kasus suspek malaria, 1095 (32.78%) ditemukan positif

parasit malaria pada sediaan darah. Dari kasus positif, 579 (52.87%) didentifikasi

sebagai infeksi P. falciparum dan 516 (47.12%) kasus P. vivax. Tidak ditemukan

kasus infeksi P. malariae dan P. ovale.

c. Faktor Environment

Penelitian Suwito, dkk, tahun 2005 di Puskesmas Benteng Bangka Belitung

dengan desain penelitian kasus kontrol, diperoleh bahwa adanya rawa-rawa di sekitar

lingkungan rumah juga merupakan faktor risiko kejadian malaria. Hasil analisis

diperoleh nilai OR 2,6 (95% CI: 1,08-6,14). Artinya responden yang menderita

malaria 2,6 kali kemungkinan di sekitar rumahnya terdapat rawa-rawa dibandingkan

dengan responden yang tidak menderita malaria. Penelitian Sunarsih, dkk dengan

desain kasus kontrol tahun 2004-2007 di wilayah Puskesmas Pangkalbalam Kota

Pangkalpinang , faktor lingkungan yang mempunyai hubungan signifikan dengan

kejadian malaria adalah keberadaan genangan air di sekitar rumah dengan OR 3,267

(95% CI:1,600 – 6,671). Kuatnya asosiasi ini didukung hasil uji multivariat dengan

nilai OR 3,445 (95% CI:1,550 – 7,661). Artinya, responden yang menderita malaria

kemungkinan 3,445 kali memiliki genangan air di sekitar rumah dibandingkan yang

tidak menderita malaria.

Faktor lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan dimana manusia dan

nyamuk berada, lingkungan tersebut terbagi atas lingkungan fisik, lingkungan kimia,

lingkungan biologik dan lingkungan sosial budaya.

c.1. Lingkungan fisik meliputi :

14

Page 15: MinPro Malaria

c.1.1. Suhu udara, sangat mempengaruhi panjang pendeknya siklus sporogoni atau

masa inkubasi ekstrinsik. Makin tinggi suhu (sampai batas tertentu) makin pendek

masa inkubasi ekstrinsik.

c.1.2. Kelembaban udara, kelembaban yang rendah memperpendek umur nyamuk.

c.1.3. Hujan, hujan yang diselingi oleh panas akan memperbesar kemungkinan

berkembangbiakan anopheles.

c.1.4. Angin, jarak terbang nyamuk dapat diperpendek arau diperpanjang tergantung

kepada arah angin.

c.1.5. Sinar matahari, pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk

berbeda-beda.

c.1.6. Arus air, An. barbirostris menyukai tempat perindukan denga air yang statsi

atau mengalir sedikit, sedangkan An. minimus menyukai aliran air cukup deras.

c.2. Lingkungan kimiawi, dari lingkungan ini yang baru diketahui pengaruhnya

adalah kadar garam dari tempat perindukan.

c.3. Lingkungan biologik, tumbuhan bakau, lumut, ganggang dan berbagai jenis

tumbuh-tumbuhan lain dapat mempengaruhi kehidupan larva nyamuk karena dapat

menghalangi sinar matahari yang masuk atau melindungi dari serangan makhluk

hidup lain.

c.4. Lingkungan sosial budaya, kebiasaan untuk berada di luar rumah sampai larut

malam, di mana vektornya lebih bersifat eksofilik (lebih suka hinggap/ istirahat di

luar rumah) dan eksofagik (lebih suka menggigit di luar rumah) akan memperbesar

jumlah gigitan nyamuk, penggunaan kelambu, kawat kasa dan repellent akan

mempengaruhi angka kesakitan malaria dan pembukaan lahan dapat menimbulkan

tempat perindukan buatan manusia sendiri (man made breeding places).

2.7. Pencegahan Malaria

2.7.1. Pencegahan Primer

a. Tindakan terhadap manusia14

a.1. Edukasi adalah faktor terpenting pencegahan malaria yang harus diberikan

kepada setiap pelancong atau petugas yang akan bekerja di daerah endemis. Materi

utama edukasi adalah mengajarkan tentang cara penularan malaria, risiko terkena

malaria, dan yang terpenting pengenalan tentang gejala dan tanda malaria,

pengobatan malaria, pengetahuan tentang upaya menghilangkan tempat perindukan.

a.2. Melakukan kegiatan sistem kewaspadaan dini, dengan memberikan penyuluhan

15

Page 16: MinPro Malaria

pada masyarakat tentang cara pencegahan malaria.

a.3. Proteksi pribadi, seseorang seharusnya menghindari dari gigitan nyamuk dengan

menggunakan pakaian lengkap, tidur menggunakan kelambu, memakai obat penolak

nyamuk, dan menghindari untuk mengunjungi lokasi yang rawan malaria.

a.4. Modifikasi perilaku berupa mengurangi aktivitas di luar rumah mulai senja

sampai subuh di saat nyamuk anopheles umumnya menggigit.

b. Kemoprofilaksis (Tindakan terhadap Plasmodium sp)

Walaupun upaya pencegahan gigitan nyamuk cukup efektif mengurangi

paparan dengan nyamuk, namun tidak dapat menghilangkan sepenuhnya risiko

terkena infeksi. Diperlukan upaya tambahan, yaitu kemoprofilaksis untuk

mengurangi risiko jatuh sakit jika telah digigit nyamuk infeksius. Beberapa obat-obat

antimalaria yang saat ini digunakan sebagai kemoprofilaksis adalah klorokuin,

meflokuin (belum tersedia di Indonesia), doksisiklin, primakuin dan sebagainya.

Dosis kumulatif maksimal untk pengobatan pencegahan dengan klorokuin pada orang

dewasa adalah 100 gram basa. Untuk mencegah terjadinya infeksi malaria terhadap

pendatang yang berkunjung ke daerah malaria pemberian obat dilakukan setiap

minggu; mulai minum obat 1-2 minggu sebelum mengadakan perjalanan ke endemis

malaria dan dilanjutkan setiap minggu selama dalam perjalanan atau tinggal di daerah

endemis malaria dan selama 4 minggu setelah kembali dari daerah tersebut.

Pengobatan pencegahan tidak diberikan dalam waktu lebih dari 12-20 minggu

dengan obat yang sama. Bagi penduduk yang tinggal di daerah risiko tinggi malaria

dimana terjadi penularan malaria yang bersifat musiman maka upaya pencegahan

terhadap gigitan nyamuk perlu ditingkatkan sebagai pertimbangan alternatif terhadap

pemberian pengobatan profilaksis jangka panjang dimana kemungkinan terjadi efek

samping sangat besar.

c. Tindakan terhadap vektor

c.1. Pengendalian secara mekanis

Dengan cara ini, sarang atau tempat berkembang biak serangga dimusnahkan,

misalnya dengan mengeringkan genangan air yang menjadi sarang nyamuk.

Termasuk dalam pengendalian ini adalah mengurangi kontak nyamuk dengan

manusia, misalnya memberi kawat nyamuk pada jendela dan jalan angin lainnya.

c.2. Pengendalian secara biologis

Pengendalian secara biologis dilakukan dengan menggunakan makhluk hidup

yang bersifat parasitik terhadap nyamuk atau penggunaan hewan predator atau

16

Page 17: MinPro Malaria

pemangsa serangga. Dengan pengendalian secara biologis ini, penurunan populasi

nyamuk terjadi secara alami tanpa menimbulkan gangguan keseimbangan ekologi.

Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk, melakukan radiasi terhadap nyamuk

jantan sehingga steril dan tidak mampu membuahi nyamuk betina. Pada saat ini

sudah dapat dibiakkan dan diproduksi secara komersial berbagai mikroorganisme

yang merupakan parasit nyamuk. Bacillus thuringiensis merupakan salah satu bakteri

yang banyak digunakan, sedangkan Heterorhabditis termasuk golongan cacing

nematode yang mampu memeberantas serangga.

Pengendalian nyamuk dewasa dapat dilakukan oleh masyarakat yang memiliki

temak lembu, kerbau, babi. Karena nyamuk An. aconitus adalah nyamuk yang

senangi menyukai darah binatang (ternak) sebagai sumber mendapatkan darah, untuk

itu ternak dapat digunakan sebagai tameng untuk melindungi orang dari serangan An.

aconitus yaitu dengan menempatkan kandang ternak diluar rumah (bukan dibawah

kolong dekat dengan rumah).

c.3. Pengendalian secara kimiawi

Pengendalaian secara kimiawi adalah pengendalian serangga mengunakan

insektisida. Dengan ditemukannya berbagai jenis bahan kimiayang bersifat sebagai

pembunuh serangga yang dapat diproduksi secara besar-besaran, maka pengendalian

serangga secara kimiawi berkembang pesat.

2.7.2. Pencegahan Sekunder

a. Pencarian penderita malaria

Pencarian secara aktif melalui skrining yaitu dengan penemuan dini penderita

malaria dengan dilakukan pengambilan slide darah dan konfirmasi diagnosis

(mikroskopis dan /atau RDT (Rapid Diagnosis Test)) dan secara pasif dengan cara

malakukan pencatatan dan pelaporan kunjungan kasus malaria.

b. Diagnosa dini

b.1. Gejala Klinis

Diagnosis malaria sering memerlukan anamnesis yang tepat dari penderita

tentang keluhan utama (demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit

kepala, mual, muntah, diare, dan nyeri otot atau pegal-pegal), riwayat berkunjung dan

bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemis malaria, riwayat tinggal di daerah

endemis malaria, riwayat sakit malaria, riwayat minum obat malaria satu bulan

terakhir, riwayat mendapat transfusi darah. Selain itu juga dapat dilakukan

pemeriksaan fisik berupa :

17

Page 18: MinPro Malaria

b.1.1. Demam (pengukuran dengan thermometer ≥37.5 °C)

b.1.2. Anemia

b.1.3. Pembesaran limpa (splenomegali) atau hati (hepatomegali)

b.2. Pemeriksaan Laboratorium

b.2.1. Pemeriksaan mikroskopis

b.2.2. Tes Diagnostik Cepat (RDT, Rapid Diagnostic Test)

b.3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi umum penderita, meliputi

pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah leukosit, eritrosit dan trombosit.

Bisa juga dilakukan pemeriksaan kimia darah, pemeriksaan foto toraks, EKG

(Electrokardiograff), dan pemeriksaan lainnya.

c. Pengobatan yang tepat dan adekuat

Berbeda dengan penyakit-penyakit yang lain, malaria tidak dapat disembuhkan

meskipun dapat diobati untuk menghilangkan gejala-gejala penyakit. Malaria menjadi

penyakit yang sangat berbahaya karena parasit dapat tinggal dalam tubuh manusia

seumur hidup. Sejak 1638, malaria diobati dengan ekstrak kulit tanaman cinchona.

bahan ini sangat beracun tetapi dapat menekan pertumbuhan protozoa dalam darah.

Saat ini ada tiga jenis obat anti malaria, yaitu Chloroquine, Doxycyline, dan

Melfoquine. Tanpa pengobatan yang tepat akan dapat mengakibatkan kematian

penderita. Pengobatan harus dilakukan 24 jam sesudah terlihat adanya gejala.

Pengobatan spesifik untuk semua tipe malaria:

c.1. Pengobatan untuk mereka yang terinfeksi malaria adalah dengan menggunakan

chloroquine terhadap P. falciparum, P. vivax, P. malariae dan P. ovale yang masih

sensitif terhadap obat tersebut.

c.2. Untuk pengobatan darurat bagi orang dewasa yang terinfeksi malaria dengan

komplikasi berat atau untuk orang yang tidak memungkinkan diberikan obat peroral

dapat diberikan obat Quinine dihydrochloride.

c.3. Untuk infeksi malaria P. falciparum yang didapat di daerah dimana ditemukan

strain yang resisten terhadap chloroquine, pengobatan dilakukan dengan memberikan

quinine.

c.4. Untuk pengobatan infeksi malaria P. vivax yang terjadi di Papua New Guinea

atau Irian Jaya (Indonesia) digunakan mefloquine.

c.5. Untuk mencegah adanya infeksi ulang karena digigit nyamuk yang mengandung

malaria P. vivax dan P. ovale berikan pengobatan dengan primaquine. Primaquine

18

Page 19: MinPro Malaria

tidak dianjurkan pemberiannya bagi orang yang terkena infeksi malaria bukan oleh

gigitan nyamuk (sebagai contoh karena transfusi darah) oleh karena dengan cara

penularan infeksi malaria seperti ini tidak ada fase hati.

2.7.3. Pencegahan Tertier

a. Penanganan akibat lanjut dari komplikasi malaria

Kematian pada malaria pada umumnya disebabkan oleh malaria berat karena

infeksi P. falciparum. Manifestasi malaria berat dapat bervariasi dari kelainan

kesadaran sampai gangguan fungsi organ tertentu dan gangguan metabolisme. Prinsip

penanganan malaria berat:

a.1. Pemberian obat malaria yang efektif sedini mungkin

a.2. Penanganan kegagalan organ seperti tindakan dialisis terhadap gangguan fungsi

ginjal, pemasangan ventilator pada gagal napas.

a.3. Tindakan suportif berupa pemberian cairan serta pemantauan tanda vital untuk

mencegah memburuknya fungsi organ vital.

b. Rehabilitasi mental/ psikologis

Pemulihan kondisi penderita malaria memberikan dukungan moril kepada

penderita dan keluarga di dalam pemulihan dari penyakit malaria, melaksanakan

rujukan pada penderita yang memerlukan pelayanan tingkat lanjut.

19

Page 20: MinPro Malaria

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran karakteristik

penderita malaria di Poliklinik Umum Puskesmas C Nawangsasi.

3.2. Populasi Dan Sampel

3.2.1. Populasi

Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai maka populasi dalam penelitian ini adalah

semua pasien malaria di Poliklinik Umum Puskesmas C Nawangsasi Periode

Februari – Maret 2013.

3.2.2. Sampel

Sampel penelitian ini adalah seluruh pasien malaria (Total Sampling) yang

berkunjung di Poliklinik Umum Puskesmas C Nawangsasi Periode Februari – Maret

2013.

3.3. Variabel Penelitian

3.3.1. Klasifikasi

Variabel bebas penelitian ini adalah jenis kelamin, umur, alamat, dan apusan

darah tebal. Sedangkan variabel independen atau tergantung adalah variabel akibat,

yang dipengaruhi oleh variabel dependen. Dalam penelitian ini variabel terikatnya

adalah malaria.

3.4. Pengumpulan Data

3.4.1. Prosedur Pengumpulan Data

Cara pengumpulan data penelitian yaitu dengan melihat data sekunder dari

buku register mencatat status penderita rawat jalan di Poliklinik Umum

Puskesmas C Nawangsasi Periode Februari – Maret 2013 kemudian dicatat

sesuai lembar checklist dengan sub variabel yang dibutuhkan.

20

Page 21: MinPro Malaria

3.4.2. Pengolahan Data Pengolahan data yang digunakan pada penelitian ini adalah

analisis univariat untuk mendeskripsikan distribusi frekuensi jenis kelamin,

umur, alamat, dan hasil apusan darah tebal yang nantinya akan dipersentasekan.

Menghitung persentase dengan rumus sebagai berikut

P = F x100% n

Keterangan : P = Jumlah persentase yang dicari. F = Jumlah skor yang

diperoleh. n = Jumlah responden

3.5. Lokasi Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Poliklinik Umum Puskesmas C Nawangsasi

pada bulan Mei 2013

3.6. Keterbatasan Penelitian

Dalam setiap penelitian pasti mempunyai kelemahan-kelemahan yang ada,

kelemahan tersebut tertulis dalam keterbatasan. Dalam penelitian ini kelemahan

atau keterbatasan yang dihadapi oleh peneliti adalah: Dalam melakukan

penelitian adanya pertimbangan mengenai keterbatasan waktu, dana dan

keahlian.

21

Page 22: MinPro Malaria

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Berdasarkan data yang didapatkan dari rekam medis di poliklinik umum

puskesmas C Nawangsasi selama periode Februari – Maret 2013 didapatkan pasien

yang menderita malaria sebanyak 18 kasus dengan distribusi frekuensi yang berbeda.

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1. Distribusi frekuensi pasien malaria berdasarkan jenis kelamin

Tabel 4.1.1. Distribusi frekuensi pasien malaria berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)

Laki-laki 15 83,33%

Perempuan 3 16,67%

Total 18 100%

Dari tabel 4.1.1. menunjukkan bahwa distribusi frekuensi pasien malaria berdasarkan

jenis kelamin di poliklinik umum Puskesmas C Nawangsasi sebagian besar adalah

pria yaitu sebanyak 15 orang atau 83,33%

4.1.2. Distribusi frekuensi pasien Malaria berdasarkan umur

Umur Jumlah Persentase (%)

< 25 tahun 9 50%

25-45 tahun 8 44,44%

46-55 tahun 1 5,56%

>55 tahun 0 0%

Total 18 100%

Dari tabel 4.1.2. menunjukkan bahwa distribusi frekuensi pasien Malaria berdasarkan

umur di poliklinik umum Puskesmas C Nawangsasi sebagian besar adalah kategori

<25 tahun yaitu sebanyak 9 orang atau sebesar 12%.

4.1.3. Distribusi frekuensi pasien baru Diabetes Melitus berdasarkan tempat tinggal

22

Page 23: MinPro Malaria

Tabel 4.1.3. Distribusi frekuensi pasien baru Diabetes Melitus berdasarkan tempat

tinggal

Tempat Tinggal Jumlah Persentase (%)

A 2 11,11%

B 1 5,55%

C 1 5,55%

D 2 11,11%

E 3 16,67%

F 4 22,22%

G1 1 5,55%

H 1 5,55%

I 1 5,55%

M 2 11,11%

Total 18 100%

Dari tabel 4.1.3. menunjukkan bahwa distribusi frekuensi pasien malaria berdasarkan

tempat tinggal di poliklinik umum Puskesmas C Nawangsasi memiliki frekuensi

tertinggi di desa F. Trikoyo sebanyak 4 orang atau 22,22%

4.1.4. Distribusi frekuensi pasien baru Malaria berdasarkan Hasil Apusan Darah

Tebal (DDR)

Hasil DDR Jumlah Persentase (%)

Positif

- Vivax

- Ovale

- Malariae

- Falciparum

13

8

4

0

1

72,22%

61,53%

30,76%

0

76,7%

Negatif 4 22,22%

Mixed 1 5,55%

Total 22 100%

Dari tabel 4.1.4. menunjukkan bahwa distribusi frekuensi pasien malaria berdasarkan

hasil apusan darah tebal di poliklinik umum Puskesmas C Nawangsasi yaitu dengan

hasil apusan darah tebal positif sebanyak 13 pasien atau 72,22% dengan jenis parasit

terbanyak adalah plasmodium vivax sebanyak 8 pasien atau 61,53%.

23

Page 24: MinPro Malaria

24

Page 25: MinPro Malaria

BAB V

PEMBAHASAN

5.1. Distribusi frekuensi pasien Malaria berdasarkan umur dan jenis kelamin

Dari penelitian didapatkan kelompok jenis kelamin yang terbanyak menderita malaria adalah kelompok laki-laki sebesar 15 orang (83,33%) sementara itu dari kelompok usia yang paling mendominasi adalah kelompok usia dibawah 25 tahun sebanyak 9 orang (50%).

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Sunarsih, dkk tahun 2004-2007 kasus malaria di wilayah Puskesmas Pangkalbalam Kota Pangkalpinang, bahwa malaria banyak diderita responden berumur 21-25 tahun (17,6%) dan umur 36-40 tahun (14,7%). Menurut penelitian Yulius (2007) di Kabupaten Bintan Kepulauan Riau tahun 2005-2006 dari 384 penderita malaria terdapat penderita dengan kelompok umur 5-14 tahun 23 orang (6%), 15-44 tahun 326 orang (84,9%), dan >45 tahun 35 orang (9,1%).

Sementara berdasarkan distribusi jenis kelamin hal ini sesuai dengan penelitian Yulius (2007) di Kabupaten Bintan Kepulauan Riau tahun 2005-2006 dari 384 penderita malaria, 243 orang (63,3%) laki-laki dan 141 orang (36,7%) perempuan.

5.2. Distribusi frekuensi pasien Malaria berdasarkan tempat tinggal

Hasil penelitian ini menunjukkan angka kejadian tertinggi terdapat pada desa F (Trikoyo) yaitu sebanyak 4 kasus (22,22%). Sementara itu di desa lain didapatkan hasil yang tidak berbeda jauh.

Faktor tempat tinggal mempengaruhi distribusi malaria, hal ini disebabkan perbedaan habitat dan aktivitas manusia di dalam habitat tersebut. Menurut penelitian Friaraiyatini (2005) jenis pekerjaan menunjukkan ada pengaruh yang bermakna terhadap kejadian malaria (Chi-square, p<0,01). Penelitian Piyarat tahun 1986 dalam Friaraiyatini (2005) menyatakan bahwa orang yang tempat bekerjanya di hutan mempunyai risiko untuk tertular penyakit malaria karena dihutan merupakan tempat hidup dan berkembangbiaknya nyamuk Anopheles sp dengan kepadatan yang tinggi. Dibuktikan juga oleh hasil penelitian Harijanto (2000) dalam Friaraiyatini bahwa ada hubungan yang bermakna antara jenis pekerjaan (berkebun, nelayan dan buruh yang bekerja pada malam hari) dengan kejadian malaria.

Menurut penelitian Ginandjar, dkk Di Wilayah Kerja Puskesmas Kepil I Kabupaten Wonosobo tahun 2004 pekerjaan subyek penelitian kelompok kasus malaria tertinggi adalah petani/buruh tani (32,9%) dan yang terendah (1,4%) sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Seperti juga umur dan jenis kelamin, maka perbedaan proporsi kejadian malaria berdasarkan jenis pekerjaan lebih banyak berhubungan dengan keterpaparan oleh gigitan nyamuk. Pekerjaan sebagai petani ada kalanya membutuhkan kegiatan di malam hari, yang merupakan saat nyamuk Anopheles menggigit.

Faktor geografi dan meteorology di Indonesia sangat menguntungkan transmisi malaria di Indonesia. Pengaruh suhu ini berbeda-beda bagi setiap spesies. Pada suhu 26,7 c masa inkubasi ekstrinsik adalah 10-12 hari untuk Plasmodium falciparum dan 8-11 hari untuk Plasmodium vivax, 14-15 hari untuk Plasmodium malariae, dan Plasmodium ovale. Berikut merupakan faktor penentu kondisi lingkungan dalam persebaran malaria :

Suhu

25

Page 26: MinPro Malaria

Suhu mempengaruhi perkembangan parasit dalam nyamuk. Suhu yang optimum berkisar antara 20 dan 30 c. makin tinggi suhu (sampai batas tertentu), maka makin pendek masa inkubasi ekstrinsik dan sebaliknya makin rendah suhu, maka makin panjang masa inkubasi ekstrinsik.

KelembabanKelembaban yang rendah memperpendek umur nyamuk, meskipun tidak berpengaruh pada parasit. Tingkat kelembaban 60 % merupakan batas paling rendah untuk memungkinkan hidupnya nyamuk. Pada kelembaban yang lebih tinggi, nyamuk lebih aktif dan lebih sering menggigit, sehingga meningkatkan penularan malaria.

HujanPada umumnya hujan akan memudahkan perkembangan nyamuk dan terjadinya epidemik malaria. Besar kecilnya pengaruh tergantung dari jenis dan deras hujan, jenis vektor, dan jenis tempat perindukan. Hujan yang diselingi panas akan memperbesar kemungkinan berkembang biaknya nyamuk Anopheles.

KetinggianSecara umum malaria berkurang pada ketinggian yang semakin bertambah. Hal ini berkaitan dengan menurunnya suhu rata-rata. Pada ketinggian di atas 2000 meter jarang ada transmisi malaria. Hal ini bisa berubah bila terjadi pemanasan bumi dan pengaruh dari El-Nino. Di pegunungan Papua, yang dulu jarang ditemukan malaria, kini lebih sering ditemukan malaria. Ketinggian paling tinggi masih memungkinan transmisi malaria ialah 2500 meter di atas permukaan laut (di Bolivia).

AnginKecepatan dan arah angina dapat mempengaruhi jarak terbang nyamuk dan ikut menentukan jumlah kontak antara nyamuk dan manusia.

Sinar matahariPengaruh sinar matahari terhadap larva nyamuk berbeda-beda. Anopheles sundaicus lebih suka tempat yang teduh, Anhopheles hyrcanus sp dan Anopheles pinctulatus sp lebih suka tempat yang terbuka. Anopheles barbirostris dapat hidup baik di tempat yang teduh maupun yang terang.

Arus airAnopheles barbirostris menyukai perindukan yang airnya statis atau lambat. Anopheles minimus menyukai aliran air yang deras, dan Anopheles letifer menyukai air tergenang.

Kadar garamAnopheles sundaicus tumbuh optimal pada air payau yang kadar garamnya 12 18 % dan tidak berkembang pada kadar garam 40 % keatas. Namun, di Sumatera Utara ditemukan pula perindukan Anopheles sundaicus dalam air tawar.

Lingkungan BiologikTumbuhan bakau, lumut, ganggang, dan tumbuhan lain dapat mempengaruhi kehidupan larva karena ia dapat menghalangi sinar matahari atau melindungi dari serangan makhluk hidup lainnya. Adanya berbagai jenis ikan pemakan larva seperti iakn kepala timah, gambusia, nila, mujair, dan lain-lain akan mempengaruhi populasi nyamuk di suatu daerah. Adanya ternak seperti sapi, kerbau dan babi dapat mengurangi jumlah gigitan nyamuk pada manusia apabila ternak tersebut tidak dikandangkan tidak jauh dari rumah.

Lingkungan Sosial BudayaKebiasaan untuk di luar rumah sampai larut malam, dimana vektornya bersifat

26

Page 27: MinPro Malaria

eksofilik dan eksofagik akan memudahkan gigitan nyamuk. Tingkat kesadaran masyarakat tentang bahaya malaria akan mempengaruhi kesediaan masyarakat untuk memberantas malaria antara lain dengan menyehatkan lingkungan, menggunakan kelambu, memasang kawat kasa pada rumah, dan menggunakan obat nyamuk. Berbagai kegiatan manusia seperti pembuatan bendungan, pembuatan jalan, pertambangan, dan pembangunan pemukiman baru sering mengakibatkan perubahan lingkungan yang menguntungkan penularan malaria (man-made malaria). Peperangan dan perpindahan penduduk dapat menjadi factor penting untuk meningkatkan malaria. Meningkatnya pariwisata dan perjalanan dari daerah endemic mengakibatkan meningkatnya kasus malaria yang diimport (Suriadi,1999).

5.3. Distribusi frekuensi pasien Malaria berdasarkan apusan darah tebal

Pemeriksaan apusan tebal positif didapatkan sebanyak 13 pasien atau 72,22%

dengan jenis parasit terbanyak adalah plasmodium vivax sebanyak 8 pasien atau

61,53%.

Berdasarkan persebaran malaria di Indonesia, baik yang disebabkan oleh P.

falciparum, P. vivax, P. malariae dan P. ovale semuanya ditularkan oleh nyamuk

anopheles. Nyamuk yang menjadi vektor penular malaria adalah Anopheles

sundaicus, Anopheles aconitus, Anopheles barbirostris, Anopheles subpictus, dan

sebagainya. Vektor malaria yang dominan terhadap penularan malaria di Indonesia

adalah sebagai berikut:

Wilayah Indonesia Timur, yaitu Papua, Maluku, dan Maluku Utara, di

wilayah pantai adalah An. subpictus, An. farauti, An. koliensis dan An.

punctulatus sedangkan di wilayah pegunungan adalah An. farauti.

Wilayah Indonesia Tengah, yaitu Pulau Sulawesi, Pulau Kalimantan, NTT

dan NTB, vektor yang berperan di daerah pantainya adalah An. subpictus, An.

barbirostris. Khusus di NTB adalah An. subpictus dan An. sundaicus.

Sedangkan di wilayah pegunungan adalah An. barbirostris, An. flavirostris,

An letifer. Khusus wilayah Kalimantan, selain Anopheles tersebut di atas juga

An. balabacencis.

Untuk daerah pantai di wilayah Sumatera, An. sundaicus; daerah pegunungan

An. leucosphyrus, An. balabacencis, An. sinensis, dan An. maculatus.

Wilayah Pulau Jawa. Vektor yang berperan di daerah pantai adalah An.

sundaicus dan An. subpictus dan di pegunungan adalah An. maculatus, An.

balabacencis dan An. aconitus

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

27

Page 28: MinPro Malaria

6.1 Simpulan

Penelitian mengenai distribusi frekuensi penderita malaria di puskesmas C

Nawangsasi didapatkan hasil yaitu sebanyak 22 pasien menderita malaria. Proporsi

terbesar penderita adalah pria sebanyak 15 orang (83,33%), rentang umur tertinggi

adalah <25 tahun yaitu sebanyak 9 pasien (50%). Domisili yang memiliki penderita

DM tertinggi terdapat pada 3 desa yaitu desa F sebanyak 4 pasien (22,22%).

Sementara hasil apusan darah tebal positif didapatkan sebanyak 13 pasien atau

72,22% dengan jenis parasit terbanyak adalah plasmodium vivax sebanyak 8 pasien

atau 61,53%.

6.2. Saran

1. Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk memelihara kesehatan dengan

mencari informasi tentang kesehatan sebanyak-banyaknya.

2. Melakukan promosi kesehatan bagi populasi yang memiliki faktor risiko

terkena malaria.

3. Memperbanyak jumlah sampel sehingga diharapkan variabel dapat dianalisis

dengan lebih akurat lagi.

28

Page 29: MinPro Malaria

DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes RI, 2008. Profil Kesehatan Indonesia 2008.

http://www.depkes.go.id

2. Waiman, Sulaiman, 2005. Alternatif Penanggulangan Malaria Falciparum

Resisten: Hasil Penelusuran dan Analisis dari Beberapa Penelitian. Jurnal

Kedokteran dan Kesehatan, Th. 37 No. 2 : 1015-1017.

3. Sembel, Dantje T., 2009. Entomologi Kedokteran. Edisi I. Penerbit Andi,

Yogyakarta.

4. Chin, James, 2000. Manual Pemberantasan Penyakit Menular.

http://www.digilib.litbang.depkes.go.id

5. WHO, 2008. Malaria Disease Burden in SEA Region.

http://www.who.int.com

6. Soedarto, 2003. Zoonosis Kedokteran. Cetakan I. Universitas Airlangga,

Surabaya.

7. Harijanto, P.N.,dkk, 2009. Malaria dari Molekuler ke Klinis. Edisi II. EGC,

Jakarta.

8. Achmadi, Umar Fahmi, 2008. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah.

Universitas Indonesia, Jakarta.

9. Murwani, Arita, 2009. Perawatan Pasien Penyakit Dalam. Mitra Cendikia,

Yogyakarta.

10. Soedarto, 1990. Protozoologi Kedokteran. Cetakan I. Widya Medika,

Jakarta.

11. Oswari, E, 2003. Penyakit dan Penanggulangannya. Cetakan V. Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

12. Depkes RI,1995. Malaria Epidemiologi 1. Direktorat Jenderal Pencegahan

dan Pemberantasan Penyakit Menular dan Lingkungan Pemukiman, Jakarta.

13. Hiswani, 2004. Gambaran Penyakit dan Vektor Malaria di Indonesia.

http://www.library.usu.ac.id

29