crs anestesi leli

Upload: rwd-wulandari

Post on 19-Oct-2015

8 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

tetesyadr

TRANSCRIPT

BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

Seorang laki-laki, usia 63 tahun. Datang ke bagian anesthesi dari bangsal bedah RSUD Raden Mattaher pada tanggal 20 Mei 2011. dari hasil pemeriksaan di bangsal bedah ditegakkan diagnosis ileus obstruksi ec suspek karsinoma rekti. Pada saat pemeriksaan Pra anesthesi didapatkan hasil darah rutin dalam batas normal, kimia darah kadar ureum sedikit meningkat, hasil BNO abdomen suspek ileus obstruksi dan termasuk ASA II. Setelah pemeriksaan, direncanakan akan dilakukan Anesthesi umum. Operasi direncanakan pada tanggal 21 Mei 2011 jam 10.00 WIB dengan operator yaitu ahli bedah dr. Azis, Sp.B dengan asisten : Lela; dan ahli Anestesi dr. Sulistyowati, Sp.An dengan asisten : Hasyim dan Hamzah.BAB II

KUNJUNGAN PRA ANESTESI

A. IDENTITAS PASIEN

Tanggal

: 20 Mei 2011

Nama

: Tn AmirJenis Kelamin: Laki-laki

Umur

: 63 tahun

BB/TB

: 60 kg/ 166 cm

Ruang

: CH III2Diagnosis

: Ileus obstruksi ec suspek carsinoma rektiTindakan

: ColostomyB. HASIL KUNJUNGAN ANESTHESI

ANAMNESIS

Keluhan Utama:

Os mengeluh sudah 1 minggu tidak BAB RPS

:

Pasien datang ke Poli bedah Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Jambi dengan keluhan sudah 1 minggu tidak BAB disertai tidak pernah buang angin sampai akhirnya sekarang perut pasien terasa kembung dan penuh. Pasien juga mengeluh sesak napas akibat perutnya yang terasa penuh. 7 bulan SMRS pasien sering BAB cair dan itu sering berulang sampai akhirnya pasien mengeluh tidak BAB selama 1 mingggu ini. Pasien mengaku belum pernah operasi sebelumnya.

Riwayat penyakit penyerta seperti asma dan DM

Riwayat hipertensi (+). Riwayat penyakit hati dan ginjal disangkal

- Riwayat alergi obat disangkal Pasien tidak memakai gigi palsuPEMERIKSAAN FISIK:

Status Generalis

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran

: Compos MentisTekanan Darah: 140 / 80 mmHg

Nadi

: 79 x / menit

Suhu

: 37 C

Respirasi

: 21 x / menit.

Kepala

: Normocehapli

Mata

: Pupil Isokor Ka=Ki, conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),

Mallampati: Grade ILeher

: Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening JVP 5-2 cmH2OThorak

: Paru

: Vesikuler, Ronkhi (-/-), Whezing (-/-)

Jantung: BJ I/II Reguler, Murmur (-), Gallop (-)Abdomen

: distensi (+), Bising usus menurun, Nyeri tekan (+)Ekstremitas : Akral hangat, Udema (-/-)

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium :Hasil (19 Mei 2011)Darah Lengkap

Nilai Rujukan NormalHb : 15,2 gr/dl

11 16,5 gr/dl

Hematokrit : 41 %

35 - 50 %

Jumlah Leukosit : 6,78x 103/l

3,5 - 10 x 103/l

Jumlah Eritrosit : 4,45 x 106/l

3,8 - 5,8 x 103/l

Jumlah Trombosit : 150 x 103/l

150 - 400 x 103/lCT BT

CT: 4,5 5 8 menit

BT: 3 1 3 menit

Kimia darahGDS : 144 mg/dl< 200 mg/dl

Ureum: 51,5 mg/dl10 50 mg/dl

Kreatinin : 0,80,6 1,20

SGOT: 23,4 l0 37

SGPT: 21,3 l0 42

Golongan Darah : OEKG

: Kesan NormalRo Foto Thoraks: Pulmo dan besar Cor NormalBNO Abdomen: suspek ileus obstruksiRENCANA TINDAKAN ANESTESI :

Diagnosis Pra Bedah: Ileus obstruksi ec suspek karsinoma rektiTindakan bedah

: ColostomiStatus ASA

: II dengan peningkatan ureum, EMGJENIS / TINDAKAN ANESTHESI :

Anestesi Umum: Intubasi

Premedikasi: Ranitidinin 50 mg, Ondacentron 4 mg, SA 0,5 mg,Fentanyl 60 gInduksi: Propofol 120 mg

Relaksasi: Rocuronium 30 mg

Pemeliharaan: O2 : N2O 3 liter/ menit : 3 liter/ menit

sevoflurane 1-2 vol %

Respirasi: Ventilator Tidal Volume 600 ml

frekuensi : 15 x/menitBAB IIISTATUS ANESTESII. IDENTITAS PASIENTanggal: 21 Mei 2011

Nama: Tn. AmirJenis Kelamin: Laki-laki

Umur: 63 tahun

BB/ TB: 60 kg/ 166 cm

Ruang: CH III2Diagnosis: Ileus obstruksi ec suspek karsinoma rekti Tindakan : ColostomiII. KETERANGAN PRABEDAH

1. Keadaan Umum: Baik

Kesadaran

: GCS : E4 M6 V5 Compos Mentis

TD

: 140/90

RR

: 21 x /menit

HR

: 78 x / menit

Suhu

: 36,5 C2. Pemeriksaaaan Penunjang

EKG

: Kesan Normal

Foto Thorax: Cor dan Pulmo Normal

Laboraturium:

Darah Lengkap

Nilai Rujukan Normal

Hb : 15,2 gr/dl

11 16,5 gr/dl

Hematokrit : 41 %

35 - 50 %

Jumlah Leukosit : 6,8 x 103/l

3,5 - 10 x 103/l

Jumlah Eritrosit : 5,48 x 106/l

3,8 - 5,8 x 103/l

Jumlah Trombosit : 150 x 103/l

150 - 400 x 103/lBT/CT : 4,5 / 35-8 menit / 1-3 menit

3. Penyakit Penyerta

: Hipertensi derajat I4. Status Fisik

: ASA II EMG

5. Pengobatan Prabedah : (-)

III. TINDAKAN ANESTHESI

1. Metode

: Anestesi Umum2. Premedikasi

: - Ranitidine 50 mg

- Ondasentron 4 mg

- SA 0,5 mg- Fentanyl 60 g

IV. ANESTHESI UMUM

a. Induksi: Sempurna

b. Medikasi: - Fentanyl 60 g

- Nalokson 20 mg

- Propofol 120 mg

- Tramadol100 mg

- Rocuronium 30 mg

- ketorolac30 mg

- Aminophilin

- Neostigmin 2 mg + SA 1 mg - ketorolak suup 200 mgc. Jumlah Cairan

Input

: RL : IV : 2000 cc ; koloid (Widha Hess 500 cc)

Output: urine 50 cc

Perdarahan: 200 cc

V. KEADAAN PENDERITA SELAMA OPERASI

1. Letak Penderita

: Terlentang2. Intubasi

: Oral, ETT no. 7,5 3. Penyulit Intubasi

: Tidak ada4. Penyulit Waktu Anestesi: Tidak Ada

5. Lama Anestesi

: 40 menit

Jumlah Perdarahan

: 200 cc

MONITORING PERIOPERATIF :

JAMTDNADIKETERANGAN

10.20200/ 110 mmHg70 x/iBeri Aminophilin 20 mg (2cc)

10.35170/ 100 mmHg75 x/i

10. 45127/ 60 mmHg73x/i

10.50140/ 85 mmHg 70 x/i

11.00149/ 90 mmHg80 x/i

VI. RUANG PEMULIHAN

1. Masuk Jam

: 11.052. Keadaan Umum: Kesadaran : CM, GCS : 15

TD

: 140/90 mmHg

RR

: 19 x/i

HR

: 82 x/i

Suhu

: 36 c3. Pernapasan: Baik

4. Monitoring :JAMTDNADI

11.05140/ 90 mmHg81 x/i

11.20120/ 80 mmHg79 x/i

11.30130/ 80 mmHg 80 x/i

Skoring Aderette :

1. Aktifitas: 22. Pernapasan: 23. WarnaKulit: 24. Sirkulasi: 2

5. Kesadaran: 2

Jumlah

: 10Penyulit

: Tidak Ada

Pindah Ruangan: 11.30 WIB ke Bangsal BedahVII. INSTRUKSI ANESTESI :

1. Observasi keadaan umum dan Vital sign tiap 15 menit selama 24 jam pertama post operasi2. Tidur terlentang tanpa bantal, kepala tidak boleh diangkat selama 24 jam pertama post operasi3. Boleh minum bila sudah sadar penuh dan bising usus (+)4. Boleh makan jika flatus (+)

5. Analgetik (RL 500 ml + Ketorolak 30 mg + Tramadol 100 mg) => 30 tetes/i

6. Terapi lain sesuai dengan dr. Azis, Sp.BBAB IV

TEORI DAN PEMBAHASAN

4.1 Persiapan praanestesi

Pasien yang akan menjalani anestesi dan pembedahan (elektif/darurat) harus dipersiapkan dengan baik. Kunjungan pra anestesi pada bedah elektif dilakukan 1-2 hari sebelumnya, sedangkan pada bedah darurat sesingkat mungkin. Kunjungan pra anestesi bertujuan mempersiapkan mental dan fisik pasien secara optimal, merencanakan dan memilih teknik dan obat-obat anestesi yang sesuai, serta menentukan klasifikasi yang sesuai (berdasarkan klasifikasi ASA).14.2 Klasifikasi ASA

Klasifikasi ini penting untuk menilai keadaan penderita sebelum operasi :1-3

ASA I: Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia.

ASA II: Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang

ASA III : Pasien dengan penyakit sistemik berat hingga aktifitas rutin terbatas.

ASA IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan aktifitas rutin

penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap saat.ASA V: Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan hidupnya

tidak akan lebih dari 24 jam.

Pada kasus ini, pasien ini tergolong kepada ASA II, sebab penyakit yang dideritanya merupakan penyakit sistemik ringan sampai sedang, yang belum begitu menganggu aktifitas rutinnya. Tetapi bila dibiarkan dapat menjadi buruk dan pada pemeriksaan penunjang ditemukan peningkatan kadar ureum darah dan adanya riwayat hipertensi..

4.3 Premedikasi

Premedikasi adalah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesi dilakukan, dengan tujuan melancarkan induksi, rumatan, dan ketika pasien bangun dari anestesi.2

Tujuan Premedikasi sangat beragaman, diantaranya :1-3 Mengurangi kecemasan dan ketakutan

Memperlancar induksi dan anesthesia

Mengurangi sekresi ludah dan broncus

Meminimalkan jumlah obat anesthetic

Mengurangi mual dan muntah pada pasca bedah

Menciptakan amnesia

Mengurangi isi cairan lambung

Mengurangi reflek yang membahayakan

Pada pasien ini diberikan Ranitidine 50 mg (golongan antagonis reseptor H2 Histamin), tujuannya adalah untuk mengurangi isi cairan lambung sehingga mencegah pneumonitis asam, sebab cairan lambung bersifat asam dengan PH 2,5 dapat menyebabkan keadaan tersebut.. Pada pasien ini juga diberikan ondacentron 4 mg (golongan antiemetik) untuk mengurangi mual dan muntah pasca pembedahan. Pemberian sulfas atrofin 0,50 mg disini sebagai antisialogogue (antikolinergik) untuk mengurangi sekresi ludah dan bronkus dengan dosis 0,01-0,04 mg/kgBB. Serta diberikan juga fentanyl 60g (golongan opioid) untuk mengurangi kecemasan dan ketakutan pasien dan menciptakan kenyamanan bagi pasien dan mengurangi rasa sakit saat penyuntikan obat induksi (propofol) secara intravena.4.4 INDUKSI ANESTESIInduksi anestesia adalah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anestesia dan pembedahan. Sebelum memulai induksi anestesia sebaiknya disiapkan peralatan dan obat-obatan yang diperlukan, sehingga seandainya terjadi keadaan gawat dapat diatasi dengan lebih cepatdan lebih baik.2,3Untuk persiapan anestesi sebaiknya kita ingat kata STATICS:2 Scope: Laringoscope dan Stetoscope

Tubes: Pipa trakea yang diplih sesuai usia Airway: Orotracheal airway, untuk menahan lidah pasien saat pasien tidak sadar, untuk menjaga agar lidah tidak menutup jalan nafas. Tape: Plaster untuk memfiksasi orotracheal airway. Introducer: Mandrain atau stilet dari kawat untuk memandu agar pipa trakea mudah untuk dimasukkan. Conector: Penyambung antara pipa dan alat anesthesia Suction: Penyedot lendir.

Induksi intravena hendaknya dikerjakan dengan hari-hati, perlahan-lahan, lembut dan terkendali. Obat induksi bolus disuntikan dengan dalam kecepatan antara 30-60 detik. Selama induksi anestesia, pernapasan pasien, nadi, dan tekanan darah harus diawasi dan selalu diberi oksigen.2Pada kasus ini obat induksi yang digunakan adalah propofol dengan dosis 120 mg (12 cc). Obat ini dipilih karena efek depresi pernapasannya lebih sedikit, juga mempunyai efek/kemampuan menurunkan tekanan darah sehingga cocok untuk pasien dengan tekanan darah tinggi.34.5 RUMATAN ANESTESIRumatan anestesi dapat dikerjakan secara intravena, inhalasi dan campuran keduanya. Rumatan anestesia bertujuan menciptakan keadaan hypnotis, anelgesia cukup dan relaksasi otot lurik yang baik.Pada pasien ini rumatan anestesi dipilh secara inhalasi, yaitu menggunakan N2O : O2 dengan 1:1 (3L/i : 3L/i) dan ditambah sevoflurane 1 2 vol%.4.6 INTUBASI TRAKEA

a.Indikasi Intubasi :

Menjaga jalan nafas dari gangguan apapun.

Mempermudah ventilasi dan oksigenisasi Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi

b.Kesulitan Intubasi : 2 Leher pendek berotot

Mandibula Menonjol

Maksila menonjol

Uvula tidak terlihat (malampati 3 atau 4) Gerakan sendi temporo mandibula terbatas

Gerakan vertebra cervical terbatas c.Komplikasi Intubasi 2,41.Selama Intubasi :

Trauma gigi geligi

Laserasi bibir, gusi dan laring

Merangsang simpatis Aspirasi

Spasme bonchus

2.Selama Extubasi :

Spasme laring

Aspirasi Gangguan fonasii

Edema glottis-subglotis

Infeksi laring, faring, trakea.

Kriteria Malampati : 2GradasiPilar FaringUvulaPalatum Mole

1+++

2-++

3--+

4---

Pada pasien ini dilakukan intubasi karena intubasi dapat menjaga potensi jalan nafas oleh sebab apapun. Kelainan anatomi, bedah khusus, bedah posisi khusus, pembersihan secret jalan nafas, dan lain-lain. Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi, mencegah terhadap aspirasi dan regurgitasi. Intubasi pada pasien ini menggunakan Endotracheal Tube (ETT) no.7,5 sesuai dengan postur tubuh pasien.4.7 EKSTUBASISejalan dengan berkurangnya efek anestesi, dilakukan suction pada pasien dan ET dicabut setelah lebih dulu diberikan ventilasi tekanan positif untuk memberi kesempatan penngeluaran atau sekret keluar dari glotis. Ekstubasi ditunda sampai pasien benar-benar sadar, jika intubasi kembali akan menemukan kesulitan dan adanya resiko Aspirasi. Ekstubasi umumnya dikerjakan pada keadaan anestesi sudah ringan, dengan catatan tidak akan terjadi spasme laring. Sebelum tindakan hendaknya rongga mulut, laring, faring dibersihkan dari sekret dan cairan.4Pada pasien ini ekstubasi dilakukan ketika efek anestesi sudah ringan dan pasien sudah mulai bernafas spontan. Tidak ditemukan kesulitan saat ekstubasi.

4.8 MEDIKASI

Pada pasien ini medikasi yang dipakai sebagai berikut :

a. FentanylPemberian Fentanyl bertujuan untuk mengurangi rangsang nyeri pada saat operasi. Dosis dapat diberikan 1 2 g.2 Pada operasi ini diberikan fentanyl 60 g sesuai berat badan pasien.b. RokuroniumTermasuk pelumpuh otot nondepolarisasi. Zat ini merupakan analog vekuronium dengan awal kerja lebih cepat. Keuntungannya adalah tidak mengganggu fungsi ginjal, sedangkan kerugiannya adalah terjadi gangguan fungsi hati dan efek kerjanya lebih lama. Dosis intubasi 0,3 - 0,6 mg/ kg BB. Obat ini bekerja dengan menghalangi asetilcholine menempati reseptornya dan tidak menyebabkan depolarisasi, sehingga tidak terjadi fasikulasi.1Pada pasien ini digunakan rocuronium sebagai obat pelumpuh otot dengan dosis 30 mg.c. Atropin

Atropin merupakan obat golongan antikolinergik sehingga meningkatkan sistem saraf simpatis dan juga bekerja memblok asetilkolin endogen maupun eksogen. Pada saluran nafas efeknya adalah untuk mengurangi sekret hidung, mulut, faring dan bronkus. Pada saluran cerna sebagai antispasmodik (menghambat peristaltik lambung dan usus). Efek samping atropin adalah mulut kering, gangguan miksi, meteorismus, retensio urin dan muka merah. Dosis Atropin : 0,01-0,04 mg.2,3d. Aminophilin

Aminophilin disini dipakai sebagai obat emergensi untuk mengatasi tekanan darah pasien yang terlalu tinggi pada awal operasi. Mula-mula berikan 2cc (20 mg) kemudian lihat perkembangan tekanan darah pasien bila masih tinggi dapat diberikan 2 cc (20 mg) lagi.e. Neostigimin

Merupakan penawar dari pelumpuh otot. Bekerja pada sambung saraf otot, mencegah asetilcholine-esterase bekerja, sehingga asetilcholine dapat bekerja. Dosis yang digunakan adalah 0,04 0,08 mg/kgBB. Obat ini bersifat muskarinik sehingga menyebabkan hipersalivasi, keringatan, bradikardi, untuk itu pemberiannya harus disertai obat vagolitik yaitu atropin dengan dosis 0,01-0,04 mg/kgBB.2-3f. Nalokson

Adalah antagonis opoid murni dan bekerja pada reseptor mu, delta, kappa, dan sigma. Nalokson diberikan untuk melawan depresi nafas pada akhir pembedahan dengan dosis diciccil 1-2 g/kgBB intravena dan dapat diulang 3-5 menit, sampai ventilasi dianggap baik.2,3g. KetorolakCara kerja ketrolac ialah menghambat sintesis prostaglandin di perifer tanpa menganngu reseptor opoid di sistem saraf pusat. Ketorolac dapat diberikan secara oral, im, atau iv. Dosis awal 10- 30 mg dan dapat diulang setiap 4-6jam sesuia kebutuhan. Untuk pasien normal dosis sehari-hari dapat dibatasi maksimal 90 mg dan untuk berat