tugas buk leli nauratuddini

30
MEKANISME PERTAHANAN TUBUH DARI MIKROORGANISME 1.1. Flora Normal Flora normal tubuh yang tinggal didalam dan luar tubuh melindungi seseorang dari beberapa pathogen. Setiap system organ memiliki mekanisme pertahanan terhadap agen infeksius. Secara normal tubuh memiliki mikroorganisme yang ada pada lapisan permukaan dan didalam kulit, saliva, mukosa oral dan saluran gastrointestinal. Manusia secara normal mengekskresi setiap hari triliyunan mikroba melalui usus. Flora normal biasanya tidak menyebabkan sakit tetapi biasanya justru turut berperan dalam memelihara kesehatan. Flora ini bersaing dengan mikroorganisme penyebab penyakit untuk mendapatkan makanan. Flora normal juga mengekskresi substansi antibakteri dalam usus. Flora normal kulit menggunakan tindakan protektif dengan menghambat multiplikasi organisme yang menempel dikulit. Flora normal dalam jumlah banyak mempertahankan keseimbangan yang sensitive dengan mikroorganisme lain untuk mencegah infeksi. Setiap faktor yang mengganggu keseimbangan ini mengakibatkan individu semakin beresiko mendapatkan penyakit infeksi. Flora normal merupakan mikroorganisme yang dapat ditemukan pada bagian-bagian tubuh manusia, yang dapat interaksinya dapat berupa mutualisme maupun komensalisme. Keberadaan flora normal berperan: 1. Menutupi tempat penempelan potensial untuk invasi mikroba patogen; 2. Resistensi kolonialisasi, menempati lingkungan mikro secara lebih efektif daripada patogen; 1

Upload: nauratuddinie

Post on 14-Sep-2015

256 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

MEKANISME PERTAHANAN TUBUH DARI MIKROORGANISME1.1. Flora NormalFlora normal tubuh yang tinggal didalam dan luar tubuh melindungi seseorang dari beberapa pathogen. Setiap system organ memiliki mekanisme pertahanan terhadap agen infeksius. Secara normal tubuh memiliki mikroorganisme yang ada pada lapisan permukaan dan didalam kulit, saliva, mukosa oral dan saluran gastrointestinal. Manusia secara normal mengekskresi setiap hari triliyunan mikroba melalui usus. Flora normal biasanya tidak menyebabkan sakit tetapi biasanya justru turut berperan dalam memelihara kesehatan. Flora ini bersaing dengan mikroorganisme penyebab penyakit untuk mendapatkan makanan. Flora normal juga mengekskresi substansi antibakteri dalam usus. Flora normal kulit menggunakan tindakan protektif dengan menghambat multiplikasi organisme yang menempel dikulit. Flora normal dalam jumlah banyak mempertahankan keseimbangan yang sensitive dengan mikroorganisme lain untuk mencegah infeksi. Setiap faktor yang mengganggu keseimbangan ini mengakibatkan individu semakin beresiko mendapatkan penyakit infeksi.Flora normal merupakan mikroorganisme yang dapat ditemukan pada bagian-bagian tubuh manusia, yang dapat interaksinya dapat berupa mutualisme maupun komensalisme. Keberadaan flora normal berperan:1. Menutupi tempat penempelan potensial untuk invasi mikroba patogen;2. Resistensi kolonialisasi, menempati lingkungan mikro secara lebih efektif daripada patogen;3. Memproduksi nutrisi (vitamin k, folat, pyridoxine, biotin, riboflavin);4. Mengonsumsi nutrisi dari host;5. Sebagai commensals;6. Menghasilkan senyawa yang beracun untuk mikroorganisme lain.Distribusi flora normalFlora normal dapat ditemukan di tubuh manusia pada :a. Banyak : kulit, mulut, sistem GI, daerah kelamin;b. Sedikit : Esofagus, saluran kencing, lambung;c. Steril : Darah, cairan serebrospinal, urin, jaringan endotel.

1.2. Sistem ImunSistem imun merupakan sistem koordinasi respons biologik yang bertujuan melindungi integritas dan identitas individu serta mencegah invasi organisme dan zat yang berbahaya di lingkungan yang dapat merusak dirinya. Sistem imun mempunyai sedikitnya 3 fungsi utama. Yang pertama adalah suatu fungsi yang sangat spesifik yaitu kesanggupan untuk mengenal dan membedakan berbagai molekul target sasaran dan juga mempunyai respons yang spesifik. Fungsi kedua adalah kesanggupan membedakan antara antigen diri dan antigen asing. Fungsi ketiga adalah fungsi memori yaitu kesanggupan melalui pengalaman kontak sebelumnya dengan zat asing patogen untuk bereaksi lebih cepat dan lebih kuat daripada kontak pertama.Innate ImmunityMerupakan mekanisme pertahanan tubuh nonspesifik yang mencegah masuknya dan menyebarnya mikroorganisme dalam tubuh serta mencegah terjadinya kerusakan jaringan. Ada beberapa komponen innate immunity yaitu 1. Pemusnahan bakteri intraselular oleh sel polimorfonuklear (PMN) dan makrofag. 2. Aktivasi komplemen melalui jalur alternatif. 3. Degranulasi sel mast yang melepaskan mediator inflamasi. 4. Protein fase akut: C-reactive protein (CRP) yang mengikat mikroorganisme, selanjutnya terjadi aktivasi komplemen melalui jalur klasik yang menyebabkan lisis mikroorganisme. 5. Produksi interferon alfa (IFN ) oleh leukosit dan interferon beta (IFN ) oleh fibroblast yang mempunyai efek antivirus. 6. Pemusnahan mikroorganisme ekstraselular oleh sel natural killer (sel NK) melalui pelepasan granula yang mengandung perforin. 7. Pelepasan mediator eosinofil seperti major basic protein (MBP) dan protein kationik yang dapat merusak membran parasit.Imunitas Spesifik DidapatBila mikroorganisme dapat melewati pertahanan nonspesifik/innate immunity, maka tubuh akan membentuk mekanisme pertahanan yang lebih kompleks dan spesifik. Mekanisme imunitas ini memerlukan pengenalan terhadap antigen lebih dulu. Mekanisme imunitas spesifik ini terdiri dari:1. Imunitas humoral Produksi antibodi spesifik oleh sel limfosit B (T dependent dan non T dependent). 2. Cell mediated immunity (CMI)Sel limfosit T berperan pada mekanisme imunitas ini melalui: 1. Produksi sitokin serta jaringan interaksinya. 2. Sel sitotoksik matang di bawah pengaruh interleukin 2 (IL-2) dan interleukin 6 (IL-6).Prosesi dan Presentasi AntigenRespons imun tubuh dipicu oleh masuknya antigen/ mikroorganisme ke dalam tubuh dan dihadapi oleh sel makrofag yang selanjutnya akan berperan sebagai antigen presenting cell (APC). Sel ini akan menangkap sejumlah kecil antigen dan diekspresikan ke permukaan sel yang dapat dikenali oleh sel limfosit T penolong (Th atau T helper). Sel Th ini akan teraktivasi dan (selanjutnya sel Th ini) akan mengaktivasi limfosit lain seperti sel limfosit B atau sel limfosit T sitotoksik. Sel T sitotoksik ini kemudian berpoliferasi dan mempunyai fungsi efektor untuk mengeliminasi antigen. Setiap prosesi ini sel limfosit dan sel APC bekerja sama melalui kontak langsung atau melalui sekresi sitokin regulator. Sel-sel ini dapat juga berinteraksi secara simultan dengan sel tipe lain atau dengan komponen komplemen, kinin atau sistem fibrinolitik yang menghasilkan aktivasi fagosit, pembekuan darah atau penyembuhan luka. Respons imun dapat bersifat lokal atau sistemik dan akan berhenti bila antigen sudah berhasil dieliminasi melalui mekanisme kontrol. Telah disebutkan di atas bahwa respons imun terhadap sebagian besar antigen hanya dimulai bila antigen telah ditangkap dan diproses serta dipresentasikan oleh sel APC. Oleh karena itu sel T hanya mengenal imunogen yang terikat pada protein MHC pada permukaan sel lain. Ada 2 kelas MHC yaitu 1. Protein MHC kelas I. Diekspresikan oleh semua tipe sel somatik dan digunakan untuk presentasi antigen kepada sel TCD8 yang sebagian besar adalah sel sitotoksik. Hampir sebagian besar sel mempresentasikan antigen ke sel T sitotoksik (sel Tc) serta merupakan target/sasaran dari sel Tc tersebut. 2. Protein MHC kelas II. Diekspresikan hanya oleh makrofag dan beberapa sel lain untuk presentasi antigen kepada sel TCD4 yang sebagian besar adalah sel T helper (Th). Aktivasi sel Th ini diperlukan untuk respons imun yang sesungguhnya dan sel APC dengan MHC kelas II merupakan poros penting dalam mengontrol respons imun tersebut.Respons Imun terhadap Bakteri EkstraselularBakteri ekstraselular dapat menimbulkan penyakit melalui beberapa mekanisme yaitu 1. Merangsang reaksi inflamasi yang menyebabkan destruksi jaringan di tempat infeksi. Sebagai contoh misalnya kokus piogenik yang sering menimbulkan infeksi supuratif yang hebat. 2. Produksi toksin yang menghasilkan berbagai efek patologik. Toksin dapat berupa endotoksin dan eksotoksin. Endotoksin yang merupakan komponen dinding bakteri adalah suatu lipopolisakarida yang merupakan stimulator produksi sitokin yang kuat, suatu ajuvan serta activator poliklonal sel limfosit B. Sebagian besar eksotoksin mempunyai efek sitotoksik dengan mekanisme yang belum jelas benar. Sebagai contoh toksin difteri menghambat sintesis protein secara enzimatik serta menghambat faktor elongasi-2 yang diperlukan untuk sintesis semua peptida. Toksin kolera merangsang sintesis AMP siklik (cAMP) oleh sel epitel usus yang menyebabkan sekresi aktif klorida, kehilangan cairan serta diare yang hebat. Toksin tetanus merupakan suatu neurotoksin yang terikat motor endplate pada neuromuscular junction yang menyebabkan kontraksi otot persisten yang sangat fatal bila mengenai otot pernapasan. Toksin klostridium dapat menyebabkan nekrosis jaringan yang dapat menghasilkan gas gangren. Respons imun terhadap bakteri ekstraselular ditujukan untuk eliminasi bakteri serta netralisasi efek toksin.Imunitas Alamiah terhadap Bakteri EkstraselularRespons imun alamiah terhadap bakteri ekstraselular terutama melalui mekanisme fagositosis oleh neutrofil, monosit serta makrofag jaringan. Resistensi bakteri terhadap fagositosis dan penghancuran dalam makrofag menunjukkan virulensi bakteri. Aktivasi komplemen tanpa adanya antibodi juga memegang peranan penting dalam eliminasi bakteri ekstraselular. Lipopolisakarida (LPS) dalam dinding bakteri gram negatif dapat mengaktivasi komplemen jalur alternatif tanpa adanya antibodi. Salah satu hasil aktivasi komplemen ini yaitu C3b mempunyai efek opsonisasi bakteri serta meningkatkan fagositosis. Selain itu terjadi lisis bakteri melalui membrane attack complex (MAC) serta beberapa hasil sampingan aktivasi komplemen dapat menimbulkan respons inflamasi melalui pengumpulan (recruitment) serta aktivasi leukosit. Endotoksin yang merupakan LPS merangsang produksi sitokin oleh makrofag serta sel lain seperti endotel vaskular. Beberapa jenis sitokin tersebut antara lain tumour necrosis factor (TNF), IL-1, IL-6 serta beberapa sitokin inflamasi dengan berat molekul rendah yang termasuk golongan IL-8. Fungsi fisiologis yang utama dari sitokin yang dihasilkan oleh makrofag adalah merangsang inflamasi non-spesifik serta meningkatkan aktivasi limfosit spesifik oleh antigen bakteri. Sitokin akan menginduksi adhesi neutrofil dan monosit pada endotel vaskular pada tempat infeksi yang diikuti migrasi, akumulasi lokal serta aktivasi sel inflamasi. Kerusakan jaringan yang terjadi adalah akibat efek samping mekanisme pertahanan untuk eliminasi bakteri tersebut. Sitokin juga merangsang demam dan sintesis protein fase akut. Banyak fungsi sitokin yang sama yaitu sebagai ko-stimulator sel limfosit T dan B yang menghasilkan mekanisme amplifikasi untuk imunitas spesifik. Sitokin dalam jumlah besar atau produknya yang tidak terkontrol dapat membahayakan tubuh serta berperan dalam menifestasi klinik infeksi bakteri ekstraselular. Yang paling berat adalah gejala klinis oleh infeksi bakteri Gram-negatif yang menyebabkan disseminated intravascular coagulation (DIC) yang progresif serta syok septik atau syok endotoksin. Sitokin TNF adalah mediator yang paling berperan pada syok endotoksin ini.Imunitas Spesifik terhadap Bakteri EkstraselularKekebalan humoral mempunyai peran penting dalam respons kekebalan spesifik terhadap bakteri ekstraselular. Lipopolisakarida merupakan komponen yang paling imunogenik dari dinding sel atau kapsul mikroorganisme serta merupakan antigen yang thymus independent. Antigen ini dapat langsung merangsang sel limfosit B yang menghasilkan imunoglobin (Ig)M spesifik yang kuat. Selain itu produksi IgG juga dirangsang yang mungkin melalui mekanisme perangsangan isotype switching rantai berat oleh sitokin. Respons sel limfosit T yang utama terhadap bakteri ekstraselular melalui sel TCD4 yang berhubungan dengan molekul MHC kelas II yang mekanismenya telah dijelaskan di atas. Sel TCD4 berfungsi sebagai sel penolong untuk merangsang pembentukan antibodi, aktivasi fungsi fagosit dan mikrobisid makrofag. Ada 3 mekanisme efektor yang dirangsang oleh IgG dan IgM serta antigen permukaan bakteri 1. Opsonisasi bakteri oleh IgG serta peningkatan fagositosis dengan mengikat reseptor Fc_ pada monosit, makrofag dan neutrofil. Antibodi IgG dan IgM mengaktivasi komplemen jalur klasik yang menghasilkan C3b dan iC3b yang mengikat reseptor komplemen spesifik tipe 1 dan tipe 3 dan selanjutnya terjadi peningkatan fagositosis. Pasien defisiensi C3 sangat rentan terhadap infeksi piogenik yang hebat. 2. Netralisasi toksin bakteri oleh IgM dan IgG untuk mencegah penempelan terhadap sel target serta meningkatkan fagositosis untuk eliminasi toksin tersebut. 3. Aktivasi komplemen oleh IgM dan IgG untuk menghasilkan mikrobisid MAC serta pelepasan mediator inflamasi akut.Respons Imun terhadap Bakteri IntraselularSejumlah bakteri dan semua virus serta jamur dapat lolos dan mengadakan replikasi di dalam sel pejamu. Yang paling patogen di antaranya adalah yang resisten terhadap degradasi dalam makrofag. Sebagai contoh adalah mikrobakteria serta Listeria monocytogenes.Imunitas Alamiah terhadap Bakteri IntraselularMekanisme terpenting imunitas alamiah terhadap mikroorganisme intraselular adalah fagositosis. Akan tetapi bakteri patogen intraselular relatif resisten terhadap degradasi dalam sel fagosit mononuklear. Oleh karena itu mekanisme kekebalan alamiah ini tidak efektif dalam mencegah penyebaran infeksi sehingga sering menjadi kronik dan eksaserbasi yang sulit diberantas.Respons Imun Spesifik terhadap Bakteri IntraselularRespons imun spesifik terhadap bakteri intraselular terutama diperankan oleh cell mediated immunity (CMI). Mekanisme imunitas ini diperankan oleh sel limfosit T tetapi fungsi efektornya untuk eliminasi bakteri diperani oleh makrofag yang diaktivasi oleh sitokin yang diproduksi oleh sel T terutama interferon (IFN ). Respons imun ini analog dengan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Antigen protein intraselular merupakan stimulus kuat sel limfosit T. Beberapa dinding sel bakteri mengaktivasi makrofag secara langsung sehingga mempunyai fungsi sebagai ajuvan. Misalnya muramil dipeptida pada dinding sel mikrobakteria. Telah disebutkan di atas bahwa fungsi sel limfosit T pada CMI adalah produksi sitokin terutama IFN . Sitokin INF ini akan mengaktivasi makrofag termasuk makrofag yang terinfeksi untuk membunuh bakteri. Beberapa bakteri ada yang resisten sehingga menimbulkan stimulasi antigen yang kronik. Keadaan ini akan menimbulkan pengumpulan lokal makrofag yang teraktivasi yang membentuk granuloma sekeliling mikroorganisme untuk mencegah penyebarannya. Reaksi inflamasi seperti ini berhubungan dengan nekrosis jaringan serta fibrosis yang luas yang menyebabkan gangguan fungsi yang berat. Jadi kerusakan jaringan ini disebabkan terutama oleh respons imun terhadap infeksi oleh beberapa bakteri intraselular. Contoh yang jelas dalam hal ini adalah infeksi mikobakterium. Mikobakterium tidak memproduksi toksin atau enzim yang secara langsung merusak jaringan yang terinfeksi. Paparan pertama terhadap Mycobacterium tuberculosis akan merangsang inflamasi selular lokal dan bakteri mengadakan proliferasi dalam sel fagosit. Sebagian ada yang mati dan sebagian ada yang tinggal dormant. Pada saat yang sama, pada individu yang terinfeksi terbentuk imunitas sel T yang spesifik. Setelah terbentuk imunitas, reaksi granulomatosa dapat terjadi pada lokasi bakteri persisten atau pada paparan bakteri berikutnya. Jadi imunitas perlindungan dan reaksi hipersensitif yang menyebabkan kerusakan jaringan adalah manifestasi dalam respons imun spesifik yang sama.Terapi Imunoglobulin pada InfeksiPada keadaan infeksi bakteri yang berat, dapat terjadi kelelahan respons imun (exhaustion) pada individu yang mempunyai respons imun yang normal dan keadaan ini dapat terjadi pelepasan berbagai mediator yang merangsang timbulnya syok septik. Dalam keadaan ini terapi penunjang dengan intravenous immunoglobuline (IVIG) dapat diberikan. Terapi IVIG ini secara pasif untuk membantu sistem imun tubuh dengan antibodi yang spesifik terhadap bakteri serta eksotoksin dan endotoksin yang sesuai. Distribusi subkelas IgG harus mirip seperti dalam plasma normal dan sanggup memicu eliminasi antigen secara imunologik. Pemberian IVIG dosis tinggi harus dilakukan dalam jangka pendek tanpa risiko penekanan terhadap sistem imun endogen.Terdapat 2 jenis preparat IVIG yaitu yang dipecah oleh plasmin dan yang dipecah oleh pepsin. - Plasmin memecah molekul IgG 7S pada tempat spesifik yaitu pada ikatan disulfida pada tempat CHI yang berseberangan dari rantai berat. Keadaan ini akan melepaskan 2 fragmen Fab bebas dan satu fragmen Fc. Efek aktivasi komplemen tidak bertahan lama tetapi meninggalkan efek imunosupresif. Oleh karena itu sering digunakan pada terapi penyakit autoimun. Hanya IgG 2 yang resisten terhadap plasma sehingga masih mengandung sekitar 25% IgG 2. - Enzim pepsin memecah keempat subkelas IgG pada sisi di bawah ikatan disulfida kedua rantai berat molekul imunoglobulin. Pemecahan oleh pepsin ini menghasilkan fragmen IgG dengan 2 rantai pengikat antigen yang masih berhubungan dengan ikatan disulfida yang disebut Fab2. Fragmen Fc-nya dengan cepat dimetabolisme sebagai polipeptida dan diekskresi melalui ginjal sehingga tidak mempunyai peran imunologi lagi. Oleh karena itu, preparat IVIG ini bebas dari fragmen Fc sehingga tidak menyebabkan supresi sistem imun endogen. Preparat IVIG yang hanya mengandung 2 fragmen F(ab)2 akan migrasi ke regio 5S pada sentrifugasi, mempunyai indikasi khusus dalam situasi klinis pada saat sistem imun mengalami kelelahan karena infeksi akut yang berat. Oleh karena itu pengobatan IVIG 5S dosis tinggi diperlukan untuk menunjang mekanisme kekebalan pada pasien yang mengalami gangguanimuntas. Dibandingkan dengan IgG 7S yang mempunyai waktu paruh sekitar 20 hari, IgG 5S mempunyai waktu paruh lebih pendek yaitu 1236 jam sehingga tidak akan mengikat reseptor Fc yang menyebabkan imunosupresi.1.3. Pertahanan TubuhRespons imun terhadap bakteri ekstraseluler bertujuan untuk menetralkan efek toksin dan mengeliminasi bakteri. Respons imun alamiah terutama melalui fagositosis oleh neutrofil, monosit serta makrofag jaringan. Lipopolisakarida dalam dinding bakteri Gram negatif dapat mengaktivasi komplemen jalur alternatif tanpa adanya antibodi. Hasil aktivasi ini adalah C3b yang mempunyai efek opsonisasi, lisis bakteri melalui serangan kompleks membran dan respons inflamasi akibat pengumpulan serta aktivasi leukosit. Endotoksin juga merangsang makrofag dan sel lain seperti endotel vaskular untuk memproduksi sitokin seperti TNF, IL-1, IL-6 dan IL-8. Sitokin akan menginduksi adesi neutrofil dan monosit pada endotel vaskular pada tempat infeksi, diikuti dengan migrasi, akumulasi lokal serta aktivasi sel inflamasi. Kerusakan jaringan yang terjadi adalah akibat efek samping mekanisme pertahanan untuk eliminasi bakteri. Sitokin juga merangsang demam dan sintesis protein fase akut.Netralisasi toksinInfeksi bakteri Gram negatif dapat menyebabkan pengeluaran endotoksin yang akan menstimulasi makrofag. Stimulasi yang berlebihan terhadap makrofag akan menghasilkan sejumlah sitokin seperti IL-1, IL-6 dan TNF. Proses ini akan memacu terjadinya reaksi peradangan yang menyebabkan kerusakan sel, hipotensi, aktivasi sistem koagulasi, gagal organ multipel dan berakhir dengan kematian. Antibodi yang mengandung reseptor sitokin dan antagonisnya, berperan dalam menghilangkan sejumlah sitokin dalam sirkulasi dan mencegah sitokin berikatan pada sel target.Antibodi yang beredar dalam sirkulasi akan menetralisasi molekul antifagositik dan eksotoksin lainnya yang diproduksi bakteri. Mekanisme netralisasi antibodi terhadap bakteri terjadi melalui dua cara. Pertama, melalui kombinasi antibodi di dekat lokasi biologi aktif infeksi yaitu secara langsung menghambat reaksi toksin dengan sel target. Kedua, melalui kombinasi antibodi yang terletak jauh dari lokasi biologi aktif infeksi yaitu dengan mengubah konformasi alosterik toksin agar tidak dapat bereaksi dengan sel target. Dengan ikatan kompleks bersama antibodi, toksin tidak dapat berdifusi sehingga rawan terhadap fagositosis, terutama bila ukuran kompleks membesar karena deposisi komplemen pada permukaan bakteri akan semakin bertambah.OpsonisasiOpsonisasi adalah pelapisan antigen oleh antibodi, komplemen, fibronektin, yang berfungsi untuk memudahkan fagositosis. Opsonisasi ada dua yaitu opsonisasi yang tidak tergantung antibodi dan yang ditingkatkan oleh antibodi.Pada opsonisasi yang tidak tergantung antibodi, protein pengikat manose dapat terikat pada manose terminal pada permukaan bakteri, dan akan mengaktifkan C1r dan C1s serta berikatan dengan C1q. Proses tersebut akan mengaktivasi komplemen pada jalur klasik yang dapat berperan sebagai opsonin dan memperantarai fagositosis. Lipopolisakarida (LPS) merupakan endotoksin yang penting pada bakteri Gram negatif. Sel ini dapat dikenal oleh tiga kelas molekul reseptor. Sedangkan opsonisasi yang ditingkatkan oleh antibodi adalah bakteri yang resisten terhadap proses fagositosis akan tertarik pada sel PMN dan makrofag bila telah diopsonisasi oleh antibodi.Dalam opsonisasi terdapat sinergisme antara antibodi dan komplemen yang diperantarai oleh reseptor yang mempunyai afinitas kuat untuk IgG dan C3b pada permukaan fagosit, sehingga meningkatkan pengikatan di fagosit. Efek augmentasi dari komplemen berasal dari molekul IgG yang dapat mengikat banyak molekul C3b, sehingga meningkatkan jumlah hubungan ke makrofag(bonus effect of multivalency). Meskipun IgM tidak terikat secara spesifik pada makrofag, namun merangsang adesi melalui pengikatan komplemen.Antibodi akan menginisiasi aksi berantai komplemen sehingga lisozim serum dapat masuk ke dalam lapisan peptidoglikan bakteri dan menyebabkan kematian sel. Aktivasi komplemen melalui penggabungan dengan antibodi dan bakteri juga menghasilkan anfilaktoksin C3a dan C5a yang berujung pada transudasi luas dari komponen serum, termasuk antibodi yang lebih banyak, dan juga faktor kemotaktik terhadap neutrofil untuk membantu fagositosis.Sel PMN merupakan fagosit yang predominan dalam sirkulasi dan selalu tiba di lokasi infeksi lebih cepat dari sel lain, karena sel PMN tertarik oleh sinyal kemotaktik yang dikeluarkan oleh bakteri, sel PMN lain, komplemen atau makrofag lain, yang lebih dahulu tiba di tempat infeksi. Sel PMN sangat peka terhadap semua faktor kemotaktik.Sel PMN yang telah mengalami kemotaktik selanjutnya akan melakukan adesi pada dinding sel bakteri, endotel maupun jaringan yang terinfeksi. Kemampuan adesi PMN pada permukaan sel bakteri akan bertambah kuat karena sinyal yang terbentuk pada proses adesi ini akan merangsang ekspresi Fc dan komplemen pada permukaan sel. Sel PMN juga akan melakukan proses diapedesis agar dapat menjangkau bakteri yang telah menginfeksi.Proses penelanan bakteri oleh fagosit diawali dengan pembentukan tonjolan pseudopodia yang berbentuk kantong fagosom untuk mengelilingi bakteri, sehingga bakteri akan terperangkap di dalamnya, selanjutnya partikel granular di dalam fagosom akan mengeluarkan berbagai enzim dan protein untuk merusak dan menghancurkan bakteri tersebut.Mekanisme pemusnahan bakteri oleh enzim ini dapat melalui proses oksidasi maupun nonoksidasi, tergantung pada jenis bakteri dan status metabolik pada saat itu. Oksidasi dapat berlangsung dengan atau tanpa mieloperoksidase. Proses oksidasi dengan mieloperoksidase terjadi melalui ikatan H2O2dengan Fe yang terdapat pada mieloperoksidase. Proses ini menghasilkan komplek enzim-subtrat dengan daya oksidasi tinggi dan sangat toksik terhadap bakteri, yaitu asam hipoklorat(HOCl).Proses oksidasi tanpa mieloperoksidase berdasarkan ikatan H2O2dengan superoksida dan radikal hidroksil namun daya oksidasinya rendah. Proses nonoksidasi berlangsung dengan perantaraan berbagai protein dalam fagosom yaitu flavoprotein, sitokrom-b, laktoferin, lisozim, kaptensin G dan difensin.Pada proses pemusnahan bakteri, pH dalam sel fagosit dapat menjadi alkalis. Hal ini terjadi karena protein yang bermuatan positif dalam pH yang alkalis bersifat sangat toksik dan dapat merusak lapisan lemak dinding bakteri Gram negatif. Selain itu, bakteri juga dapat terbunuh pada saat pH dalam fagosom menjadi asam karena aktivitas lisozim. Melalui proses ini PMN memproduksi antibakteri yang dapat berperan sebagai antibiotika alami (natural antibiotics).Sistem imun sekretoriPermukaan mukosa usus mempunyai mekanisme pertahanan spesifik antigen dan nonspesifik. Mekanisme nonspesifik terdiri dari peptida antimikrobial yang diproduksi oleh neutrofil, makrofag dan epitel mukosa. Peptida ini akan menyebabkan lisis bakteri melalui disrupsi pada permukaan membran. Imunitas spesifik diperantarai oleh IgA sekretori dan IgM, dengan dominasi IgA1 pada usus bagian awal dan IgA2 pada usus besar. Antibodi IgA mempunyai fungsi proteksi dengan cara melapisi(coating)virus dan bakteri dan mencegah adesi pada sel epitel di membran mukosa. Reseptor Fc dari kelas Ig ini mempunyai afinitas tinggi terhadap neutrofil dan makrofag dalam proses fagositosis. Apabila agen infeksi berhasil melewati barier IgA, maka lini pertahanan berikutnya adalah IgE. Adanya kontak antigen dengan IgE akan menyebabkan pelepasan mediator yang menarik agen respons imun dan menghasilkan reaksi inflamasi akut. Adanya peningkatan permeabilitas vaskular yang disebabkan oleh histamin akan menyebabkan transudasi IgG dan komplemen, sedangkan faktor kemotaktik terhadap neutrofil dan eosinofil akan menarik sel efektor yang diperlukan untuk mengatasi organisme penyebab infeksi yang telah dilapisi oleh IgG spesifik dan C3b. Penyatuan kompleks antibodi-komplemen pada makrofag akan menghasilkan faktor yang memperkuat permeabilitas vaskular dan proses kemotaktik .Apabila organisme yang diopsonisasi terlalu besar untuk difagosit, maka fagosit dapat mengatasi organisme tersebut melalui mekanisme ekstraseluler, yaituAntibody-Dependent Cellular Cytotoxicity (ADCC).

1.4. Inflamasi Inflamasi merupakan kejadian penting pada sistem pertahanan tubuh. Inflamasi mempunyai tiga peranan penting untuk melawan infeksi. Pertama, inflamasi membantu rekrutmen molekulmolekul efektor dan sel-sel imunokompeten pada daerah yang terinfeksi, sehingga memperbesar daya bunuh makrofag terhadap mikroorganisme invader. Molekul efektor dapat berupa sitokin, komplemen, maupun antibodi. Adanya molekul efektor terutama antibodi dan komplemen akan mengefektifkan kerja sel fagosit khususnya makrofag. Kedua, sebagai penghalang penyebaran infeksi, dan ketiga untuk memacu perbaikan jaringan yang luka. Inflamasi pada daerah infeksi dimulai dengan adanya respon makrofag terhadap patogen. Inflamasi mempunyai ciri-cri antara lain: rasa sakit, kemerahan, panas, dan membengkak pada daerah infeksi. Kejadian tersebut merupakan refleksi tiga perubahan pembuluh darah pada daerah yang terinfeksi itu. Pertama, bertambah besarnya diameter vascular, sehingga meningkatkan aliran darah di daerah itu. Berhubungan dengan membesarnya diameter vaskuler dan aliran darah yang cepat menyebabkan panas dan kemerahan. Kejadian ini akan menurunkan kecepatan aliran darah pada pembuluh darah kecil. Kedua meningkatnya ekspresi molekul adhesi pada sel endotel pembuluh darah. Peningkatan ekspresi molekul adhesi pada sel-sel endotel memudahkan melekatnya sel-sel leukosit menempel pada dinding-dinding endotel. Kombinasi antara ekspresi molekul adhesi dan lambatnya aliran darah pada pembuluh kecil memberi kesempatan leukosit menempel pada sel endotel dan bermigrasi masuk jaringan yang terinfeksi, proses ini dikenal dengan extravasation. Semua perubahan tersebut dimulai oleh sitokin yang diproduksi oleh makrofag yang mengalami aktivasi. Apabila inflamasi telah terjadi, sel yang pertama kali terekrut ke daerah inflamasi adalah neutrofil. Neutrofil diikuti oleh monosit, dan setelah berada di dalam jaringan, monosit akan segera berdiferensiasi menjadi makrofag. Pada tahap berikutnya sel darah putih yang lain seperti eosinofil dan sel-sel limfosit juga masuk ke daerah yang terinfeksi. Perubahan ketiga pada pembuluh darah di daerah infeksi adalah peningkatan permeabilitas vaskuler. Pada kejadian ini sel-sel endotel tidak lagi saling berikatan kuat satu sama lain, melainkan saling renggang satu sama lain sehingga cairan dan protein dalam darah akan keluar pembuluh dan terakumulasi pada jaringan. Hal ini menimbulkan bengkak (adema), rasa sakit, dan terjadi akumulasi protein plasma yang membantu sistem pertahanan. Perubahan di atas diinduksi oleh berbagai faktor inflamasi yang diproduksi akibat pengenalan suatu patogen. Di antara faktor inflamasi itu ada yang berupa lipid yang dibentuk oleh makrofag dengan cara degradasi membran fosfolipid. Degradasi membran lipid dilakukan dengan mekanisme enzimatis. Lipid tersebut meliputi leukotrienes, prostagladins, dan platelet activating factor (PAF). Kerja lipid yang memacu inflamsi segera diikuti oleh sitokin dan kemokin yang disintesis dan disekresi makrofag yang teraktivasi oleh patogen. Salah satu sitokin yang diproduksi makrofag adalah tumor-necosis factor- (TNF- ) yang sangat penting peranannya sebagai aktivator sel endotel. Pengenalan patogen juga memicu terjadinya inflamasi melalui jalur komplemen. Salah satu substansi penting yang dihasilkan setelah reaksi komplemen adalah C5a. C5a merupakan peptida yang memperantarai terjadinya inflamasi dengan berbagai macam aktivitas. C5a selain meningkatkan permeabilitas vasculer dan ekspresi molekul adhesi juga berfungsi sebagai chemoattractant untuk menarik neutrofil dan monosit, serta mengaktifkan sel mast dan fagositosis. Pengaruh C5a terhadap sel-sel tersebut mengakibatkan terjadinya pelepasan granula yang berisi histamin dan TNF- yang merupakan molekul penting pada proses inflamasi. Apabila terjadi luka, maka pembuluh darah yang terluka akan memicu dua sistem proteksi enzimatis. Pertama, sistem kinin, yaitu sistem enzimatis pada protein plasma yang dipicu oleh kerusakan jaringan sehingga terbentuk berapa mediator inflamasi termasuk bradykinin yang merupakan vasoaktif peptida. Bradykinin menyebabkan peningkatan permeabilitas membran vaskuler dan menyebabkan influx/aliran protein plasma pada daerah yang terluka. Kerja bradykinin juga menyebabkan rasa sakit, sehingga penderita merasa tidak nyaman, dan bahkan menyebabkan bagian tubuh sulit untuk digerakkan. Keadaan ini penting untuk menjaga agar penyebaran agen penginfeksi dapat dibatasi. Kedua, sistem koagulasi, yaitu sistem enzimatis pada enzim plasma yang dipicu oleh kerusakan pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan terjadinya penggumpalan yang dapat menghalangi masuknya mikroorganisme ke dalam aliran darah. Dua sistem di atas sangat penting pada respon inflamasi terhadap patogen meskipun tidak terjadi luka pada jaringan, sebab keduanya juga terpicu oleh aktivasi sel endotel. Dalam hitungan menit setelah terjadinya penetrasi patogen pada jaringan, akan segera terjadi respon inflamasi yang menyebabkan terjadinya aliran protein dan sel yang berguna untuk mengontrol infeksi. Respon inflamasi itu juga merupakan penghalang langsung bagi penyebaran infeksi dan membuat host menyadari kejadian yang sedang berlangsung pada tubuhPROSES PENGENDALIAN INFEKSI2.1 SterilisasiSteralisasi adalah suatu cara untuk membebaskan sesuatu (alat,bahan,media, dan lain-lain) dari mikroorganisme yang tidak diharapkan kehadirannya baik yang patogen maupun yang a patogen. Atau bisa juga dikatakan sebagai proses untuk membebaskan suatu benda dari semua mikroorganisme, baik bentuk vegetative maupun bentuk spora.Proses sterilisasi dipergunakan pada bidang mikrobiologi untuk mencegah pencernaan organisme luar, pada bidang bedah untuk mempertahankan keadaan aseptis, pada pembuatan makanan dan obat-obatan untuk menjamin keamanan terhadap pencemaran oleh miroorganisme dan di dalam bidang-bidang lain pun sterilisasi ini juga penting.Sterilisasi banyak dilakukan di rumah sakit melalui proses fisik maupun kimiawi. Steralisasi juga dikatakan sebagai tindakan untuk membunuh kuman patogen atau kuman apatogen beserta spora yang terdapat pada alat perawatan atau kedokteran dengan cara merebus, stoom, menggunakan panas tinggi, atau bahkan kimia. Jenis sterilisasi antara lain sterilisasi cepat, sterilisasi panas kering, steralisasi gas (Formalin H2 O2), dan radiasi ionnisasi.Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam steralisasi di antaranya:a. Sterilisator (alat untuk mensteril) harus siap pakai, bersih, dan masih berfungsi.b. Peralatan yang akan di steralisasi harus dibungkus dan diberi label yang jelas dengan menyebutkan jenis pera;latan, jumlah, dan tanggal pelaksanaan sterilisasi.c. Penataan alat harus berprinsip bahwa semua bagian dapat steril.d. Tidak boleh menambah peralatan dalam sterilisator sebelum waktu mensteril selesai.e. Memindahklan alat steril ke dalam tempatnya dengan korentang sterilf. Saat mendinginkan alat steril tidak boleh membuka pembungkusnya, bila terbuka harus dilakukan steralisasi ulang.

2.2 DesinfeksiDesinfeksi adalah membunuh mikroorganisme penyebab penyakit dengan bahan kimia atau secara fisik, hal ini dapat mengurangi kemungkinan terjadi infeksi dengan jalam membunuh mikroorganisme patogen. Disinfektan yang tidak berbahaya bagi permukaan tubuh dapat digunakan dan bahan ini dinamakan antiseptik. Antiseptik adalah zat yang dapat menghambat atau menghancurkan mikroorganisme pada jaringan hidup, sedang desinfeksi digunakan pada benda mati. Desinfektan dapat pula digunakan sebagai antiseptik atau sebaliknya tergantung dari toksisitasnya.Sebelum dilakukan desinfeksi, penting untuk membersihkan alat-alat tersebut dari debris organik dan bahan-bahan berminyak karena dapat menghambat proses disinfeksi.Disinfektan dapat membunuh mikroorganisme patogen pada benda mati. Disinfektan dibedakan menurut kemampuannya membunuh beberapa kelompok mikroorganisme, disinfektan "tingkat tinggi" dapat membunuh virus seperti virus influenza dan herpes, tetapi tidak dapat membunuh virus polio, hepatitis B atau M. tuberculosis.Untuk mendesinfeksi permukaan dapat dipakai salah satu dari tiga desinfektan seperti iodophor, derifat fenol atau sodium hipokrit. Untuk mendesinfeksi permukaan, umumnya dapat dipakai satu dari tiga desinfektan diatas. Tiap desinfektan tersebut memiliki efektifitas "tingkat menengah" bila permukaan tersebut dibiarkan basah untuk waktu 10 menit.

Tujuan Sterilisasi dan DesinfeksiAdapun tujuan dari sterilisasi dan desinfeksi tersebut adalah1.Mencegah terjadinya infeksi2. Mencegah makanan menjadi rusak3. Mencegah kontaminasi mikroorganisme dalam industri4. Mencegah kontaminasi terhadap bahan- bahan yg dipakai dalam melakukan biakan murni.

2.3. Memproses Alat Bekas Pakai1. DekontaminasiDekontaminasi adalah langkah penting pertama untuk menangani peralatan, perlengkapan, sarung tangan dan benda-benda lainnya yang terkontaminasi. Dekontaminasi membuat benda-benda lebih aman untuk ditangani dan dibersihkan oleh petugas.2. Pencucian dan PembilasanPencucian adalah cara paling efektif untuk menghilangkan sebagian besar mikroorganisme pada peralatan / perlengkapan yang kotor atau yang sudah digunakan. Baik sterilisasi maupun Desinfeksi Tingkat Tinggi menjadi kurang efektif tanpa proses pencucian sebelumnya. Jika benda-benda yang terkontaminasi tidak dapat dicuci segera setelah didekontaminasi, bilas peralatan dengan air untuk mencegah korosi dan menghilangkan bahan-bahan organik, lalu cuci dengan seksama.Tahap-tahap pencucian dan pembilasan :1) Pakai sarung tangan karet yang tebal pada kedua tangan2) Ambil peralatan bekas pakai yang sudah didekontaminasi ( hati-hati bila memegang peralatan yang tajam, seperti gunting dan jarum jahit )3) Agar tidak merusak benda-benda yang terbuat dari plastic atau karet, jangan dicuci secara bersamaan dengan peralatan dari logam.4) Cuci setiap benda tajam secara terpisah dan hati-hati :a) Gunakan sikat dengan air sabun untuk menghilangkan sisa darah dan kotoran.b) Buka engsel gunting dan lem.c) Sikat dengan seksama terutama di bagian sambungan dan sudut peralatan.d) Pastikan tidak ada sisa darah dan kotoran yang tertinggal pada peralatane) Cuci setiap benda sedikitnya tiga kali dengan air dan sabun atau detergenf) Bilas benda-benda tersebut dengan air bersihg) Ulangi prosedur tersebut pada benda-benda lain.h) Jika benda akan didisinfeksi tingkat tinggi secara kimiawi ( misalkan dalam larutan klorin 0,5% ) tempatkan peralatan dalam wadah yang bersih dan biarkan kering sebelum memulai proses DTT.Alasannya : jika peralatan masih basah mungkin akan mengencerkan larutan kimiawi dan membuat larutan menjadi kurang efektif.i) Peralatan yang akan didisinfeksi tingkat tinggi dengan cara dikukus atau direbus, atau disterilisasi di dalam otoklaf atau oven panas kering, tidak perlu dikeringkan dulu sebelum proses DTT atau disterilkan dimulai.j) Selagi masih memakai sarung tangan, cuci sarung tangan dengan air dan sabun dan kemudian bilas dengan seksama menggunakan air bersih.k) Gantungkan sarung tangan dan biarkan kering dengan cara diangin-anginkan.2.4. Penggunaan Peralatan Tajam Secara AmanUntuk mencegah terjadinya infeksi melalui benda tajam maka dalam melakukan tindakan medis harus memperhatikan pedoman berikut :1) Letakkan benda-benda tajam di atas baki steril atau disinfeksi tingkat tinggi atau dengan menggunakan daerah aman yang sudah ditentukan (daerah khusus untuk meletakkan dan mengambil peralatan tajam ).2) Hati-hati saat melakukan penjahitan agar terhindar dari luka tusuk secara tidak sengaja.3) Gunakan pemegang jarum dan pinset pada saat menjahit. Jangan pernah meraba jarum ujung atau memegang jarum jahit dengan tangan.4) Buang benda-benda tajam dalam wadah tahan bocor dan segel dengan perekat jika sudah dua per tiga penuh. Jangan memindahkan benda-benda tajam tersebut ke wadah lain. Wadah benda tajam yang sudah disegel tadi harus dibakar di dalam incinerator.5) Jika benda-benda tajam tidak bisa dibuang secara aman dengan cara insinerasi, bilas tiga kali dengan larutan klorin 0,5% ( dekontaminasi ), tutup kembali menggunakan teknik satu tangan dan kembali kuburkan.Cara melakukan teknik satu tangan :a). Letakkan penutup jarum pada permukaan yang keras dan ratab). Pegang tabung suntik dengan satu tangan dan gunakan ujung jarum suntik mengait penutup jarum. Jangan memegang penutup dengan tangan lainnya.c). Jika jarum sudah tertutup seluruhnya, pegang bagian bawah jarum dan gunakan tangan yang lain untuk merapatkan penutupnya.2.5. Pengelolaan Sampah dan Mengatur Kebersihan dan Kerapian1) Melindungi petugas pembuangan sampah dari perlukaan.2) Melindungi penyebaran infeksi terhadap para petugas kesehatan3) Mencegah penularan infeksi pada masyarakat sekitarnya4) Membuang bahan-bahan berbahaya ( bahan toksik, dan radioaktif) dengan aman.2.6. Cuci TanganCuci tangan adalah prosedur yang paling penting dari pencegahan penyebaran infeksi yang menyebabkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi yang baru lahir.Cuci tangan harus dilakukan :a. Segera setelah tiba di tempat kerja.b. Sebelum melakukan kontak fisik secara langsung dengan ibu dan bayi baru lahir.c. Setelah kontak fisik langsung dengan ibu dan bayi baru lahir.d. Sebelum memakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril.e. Setelah melepaskan sarung tangan ( kontaminasi melalui lubang atau robekan sarung tangan )f. Setelah menyentuh benda yang mungkin terkontaminasi oleh darah atau cairan tubuh lainnya atau setelah menyentuh selaput mukosa ( mis : hidung, mulut, mata, vagina ) meskipun saat itu sedang menggunakan sarung tangan.g. Setelah ke kamar mandih. Sebelum pulang kerja2.7. Menggunakan Teknik AseptikTeknik aseptik membuat prosedur menjadi lebih aman bagi ibu, bayi baru lahir dan penolong persalinan. Teknik aseptik meliputi aspek :1. Penggunaan perlengkapan pelindung pribadia. Sarung tangan berfungsi melindungi tangan dari bahan infeksius dan melindungi pasien dari mikroorganisme pada tangan petugas. Alat ini merupakan pembatas fisik terpenting untuk mencegah penyebaran infeksi, tetapi harus diganti setiap kontak dengan satu pasien ke pasien lainnya untuk mencegah kontaminasi silang.b. Masker harus cukup besar unuk menutup hidung, muka bagian bawah, rahang dan semua rambut muka. Masker dipakai untuk menahan cipratan yang keluar sewaktu petugas kesehatan bicara, batuk, atau bersin dan juga untuk mencegah cipratan darah atau cairan tubuh yang terkontaminasi masuk ke dalam hidung atau mulut petugas kesehatan.c. Pelindung mata berfungsi melindungi mata kalau terjadi cipratan darah atau cairan tubuh lainnya yang terkontaminasi dengan melindungi mata. Pelindung mata pelindung plastik yang jernih kacamata pengaman, pelindung muka.d. Kap dipakai untuk menutup rambut dan kepala agar guguran kulit dan rambut tidak masuk dalam luka sewaktu melakukan tindakan medise. Gaun penutup dipakai untuk menutupi baju sehari-hari. Pemakaian utama dari gaun penutup untuk melindungi pakaian petugas pelayan kesehatan.f. Apron yang dibuat dari karet atau plastik sebagai suatu pembatas tahan air di bagian depan dari tubuh petugas kesehatan. Apron berfungsi membuat cairan yang terkontaminasi tidak mengenai baju dan kulit petugas kesehatang. Alas kaki dipakai untuk melindungi kaki dari perlukaan oleh benda tajam atau berat atau dari cairan yang kebetulan jatuh atau menetes pada kaki.2.8. AntisepsisAntisepsis adalah tindakan yang dilakukan untuk mencegah infeksi dengan cara membunuh atau mengurangi mikroorganisme pada jaringan tubuh atau kulit. Cuci tangan secara teratur di antara kontak dengan setiap ibu atau bayi baru lahir, juga membantu untuk menghilangkan sebagian besar mikroorganisme pada kulit.

DAFTAR PUSTAKAHidayat, A.Aziz Alimul.2006.Kebutuhan Dasar Manusia I. Jakarta : Penerbit Salemba Medika.http://muhaiminrifai.lecture.ub.ac.id/files/2011/01/BAB-IV.PERTAHANAN-TUBUH.pdfsaripediatri.idai.or.id/pdfile/2-4-4.pdfhttp://allergycliniconline.com/2012/02/14/imunologi-dasar-mekanisme-pertahanan-tubuh-terhadap-bakteri/https://www.academia.edu/8483485/Pengendalian_Infeksi

MEKANISME PERTAHANAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI

DISUSUN OLEH :NAURA TUDDINIE PO7120414 021

DOSEN PEMBIMBING :Ns. Nurleli, S.Kep.,MNS

POLTEKKES KEMENKES ACEHPROGRAM STUDI D-IV KEPERAWATAN BANDA ACEHTAHUN AJARAN 2015/2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas mata kuliah Kebutuhan Dasar Manusia (MEKANISME PERTAHANAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI).Sehubungan dengan penyelesaian sampai dengan tersusunnya makalah ini, dengan rasa rendah hati disampaikan rasa terimakasih yang setulus-tulusnyA. Semoga amal baik dari semua pihak mendapat pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT. Amin.Disadari bahwa makalah ini masih kurang sempurna karena itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat diharapkan guna penyempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Banda Aceh,19 Mei 2015

NAURA TUDDINIE

2