crs general anestesi vp shunt

93
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hidrosefalus adalah suatu kondisi dimana terdapat cairan serebrospinal (CSS) yang berlebihan di dalam ventrikel otak. Cairan serebrospinal merupakan cairan yang steril yang diproduksi oleh pleksus Choroideus di dalam ventrikel. Cairan serebrospinal yang berlebihan terjadi karena adanya ketidak seimbangan antara jumlah yang diproduksi dengan laju absorpsi. 1,2,3,4,5,6,7 Insiden seluruhnya dari hidrosefalus tidak diketahui. Prevalensi hidrosefalus di dunia cukup tinggi, di Belanda dilaporkan terjadi kasus sekitar 0,65 permil pertahun dan di Amerika sekitar 2 permil pertahun. Prevalensi hidrosefalus di Indonesia mencapai 10 permil. 5,6 Pengobatan hidrosefalus dapat melalui terapi medikamentosa dan terapi pembedahan. Terapi medikamentosa digunakan hanya untuk sementara selama menunggu intervensi bedah. Terapi ini tidak efektif untuk terapi jangka panjang pada hidrosefalus kronik karena dapat mengganggu metabolisme. Pembedahan merupakan terapi definitif hidrosefalus “gold standar” yaitu pemasangan VP shunting menggunakan kateter silikon dipasang dari ventrikel otak ke peritonium. 1

Upload: qyura

Post on 12-Jan-2016

63 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

CRS General anestesi VP shunt

TRANSCRIPT

Page 1: CRS General anestesi VP shunt

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hidrosefalus adalah suatu kondisi dimana terdapat cairan serebrospinal

(CSS) yang berlebihan di dalam ventrikel otak. Cairan serebrospinal merupakan

cairan yang steril yang diproduksi oleh pleksus Choroideus di dalam ventrikel.

Cairan serebrospinal yang berlebihan terjadi karena adanya ketidak seimbangan

antara jumlah yang diproduksi dengan laju absorpsi.1,2,3,4,5,6,7

Insiden seluruhnya dari hidrosefalus tidak diketahui. Prevalensi hidrosefalus

di dunia cukup tinggi, di Belanda dilaporkan terjadi kasus sekitar 0,65 permil

pertahun dan di Amerika sekitar 2 permil pertahun. Prevalensi hidrosefalus di

Indonesia mencapai 10 permil.5,6

Pengobatan hidrosefalus dapat melalui terapi medikamentosa dan terapi

pembedahan. Terapi medikamentosa digunakan hanya untuk sementara selama

menunggu intervensi bedah. Terapi ini tidak efektif untuk terapi jangka panjang

pada hidrosefalus kronik karena dapat mengganggu metabolisme. Pembedahan

merupakan terapi definitif hidrosefalus “gold standar” yaitu pemasangan VP

shunting menggunakan kateter silikon dipasang dari ventrikel otak ke peritonium.

Kateter dilengkapi katup pengatur tekanan dan mengalirkan CSS satu arah yang

kemudian diserap oleh peritonium dan masuk ke aliran darah.1,2,3,5,6,7

Pada laporan kasus ini dibahas seorang pasien bernama Tn. S usia 42 tahun

Dengan diagnosis hidrosefalus obstruktif et causa intraventrikular hemorrhage

dengan tindakan Pro VP Shunt.

1

Page 2: CRS General anestesi VP shunt

BAB II

LAPORAN KASUS

KUNJUNGAN PRA ANESTESI

2.1. Identitas Pasien

Nama : Tn. S Ruangan : Bedah

Umur : 42 tahun Diagnosis : Hidrosefalus obstruktif ec.

intraventrikular hemorrhage

Jenis Kelamin : Laki-laki Tindakan : Pro VP shunt

Alamat : Penyengat Olak RT. 07 BB/ TB/ BMI : 60 kg/ 167 cm / 21,6

No. RM : 805453 Golongan Darah : O

2.2. Hasil Kunjungan Pra Anestesi

2.2.1. Anamnesis

A. Keluhan Utama

Penurunan kesadaran sejak ± 1 jam SMRS (1 Agustus 2015).

B. Riwayat Penyakit Sekarang

Sejak ± 4 hari SMRS, os menderita demam. Demam tidak terlalu tinggi dan

hilang ketika minum obat penurun panas. Selain itu, os juga mengeluh sakit

kepala, sakit kepala seperti ditekan, terjadi terus-menerus namun sesekali hilang.

Selanjutnya, os juga merasa pandangannya mulai kabur, sebelumnya mata os

belum kabur (os belum pernah periksa mata ke dokter mata). Lalu, os juga merasa

mual (+) setiap kali makan, muntah (+) sebanyak ± 3 kali, memuntahkan apa yang

dimakan. Selain itu, sesak napas (-), os juga tidak memiliki hambatan dalam

berjalan atau bergerak namun ia merasakan kaki dan tangannya kaku. Selanjutnya,

buang air besar 1-2 kali sehari, tidak terlalu keras ataupun lunak, warna seperti

biasanya. Untuk buang air kecil juga seperti biasa, 3-5 kali sehari, warna kuning

bening, nyeri (-), darah (-), perasaan tidak puas (-).

± 1 jam SMRS os kejang, Os mengalami kejang lebih dari 15 menit, jumlah

kejang 1 kali, kejang hanya menghentakkan tangan, mata melotot (-), keluar buih

2

Page 3: CRS General anestesi VP shunt

(-). Setelah kejang, os langsung tidak sadarkan diri sehingga dibawa ke RSUD

Raden Mataher Jambi. Riwayat kejang sebelumnya tidak ada.

Setelah satu hari dirawat dibagian ICU, os sadar dan keluhannya sedikit

berkurang. Lalu, tanggal 3 Agustus 2015 os dipindahkan ke bagian saraf dan

tanggal 4 Agustus 2015 os dipindahkan ke bagian bedah untuk persiapan operasi.

Pada saat pemeriksaan kunjungan pra anestesi keluhan pasien sudah tidak ada.

C. Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat hipertensi (+).

- Riwayat asma (-).

- Riwayat DM (-).

- Riwayat batuk lama/TB (-).

- Riwayat operasi (-).

- Riwayat alergi obat (-).

- Riwayat penyakit lain (-).

E. Riwayat Kebiasaan

Merokok (-), Alkohol (-)

2.2.2. Pemeriksaan Fisik

1. Tanda vital

- Keadaan umum : Tampak sakit sedang.

- Kesadaran : Compos mentis

- GCS : 15 ( E : 4, V : 5, M : 6)

- TD : 150/100 mmHg

- N : 84 x/menit

- S : 36,6°C

- RR : 18 x/menit

2. Kepala

a. Mata : sklera ikterik (-/-), conjungtiva anemis (-/-), refleks

cahaya (+/+), pupil isokor (+/+), pergerakan bola mata dalam batas normal.

3

Page 4: CRS General anestesi VP shunt

b. THT :

- Telinga : nyeri tekan tragus (-), nyeri tarik auricula (-), nyeri tekan

mastoid (-), sekret (-).

- Hidung : deviasi (-), krepitasi (-), epistaksis (-).

- Tenggorokan : tonsil T1-T1, tidak hiperemis, mallampati 2

c. Leher : pembesaran KGB (-), JVP 5+2 cm H2O

3. Thorax

- Inspeksi :

Pulmo : pergerakan dada simetris (D/S)

Cor : ictus cordis tidak terlihat.

- Palpasi :

Pulmo : Stem fremitus kanan sama dengan kiri, nyeri tekan (-),

krepitasi (-).

Cor : teraba di ICS 5 linea midclavicula sinistra selebar dua

jari.

- Perkusi :Pulmo : sonor, batas pulmo- hepar dalam batas normal. Cor : batas-batas jantung dalam batas normal.

- Auskultasi :Pulmo : vesikuler (+/+), rh (-/-), wh (-/-)Cor : BJ I dan II reguler (+), murmur (-), gallop (-)

4. Abdomen- Inspeksi : tampak datar, tidak tampak kelainan.- Auskultasi : bising usus (+) normal. - Palpasi : nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), distensi (-), sikatrik (-),

hepar/lien tidak teraba.- Perkusi : timpani (+)

5. Genitalia : tidak diperiksa.6. Ekstremitas

Akral hangat, edema (-), sianosis (-), CRT < 2 detik, kekuatan motorik 5/5

4

Page 5: CRS General anestesi VP shunt

2.2.3. Pemeriksaan Penunjang

1. Darah Rutin (1/ 8 / 15)

Jenis Pemeriksaan Hasil NormalWBC 11,2 (3,5-10,0 103/mm3)

RBC 5,13 (3,80-5,80 106/mm3)

HB 14,2 (11,0-16,5 g/dl)HT 41,6 (35,0-50,0 %)PLT 292 (150-390 103/mm3)

CT 5,5 menitBT 5 menit

2. Kimia Darah Lengkap (1/ 8 / 15)

Parameter Hasil Harga NormalFAAL HATI

Bilirubin total 1,1 (<1,0 mg/dl)Bilirubin direk 0,4 (<0,2 mg/dl)

Bilirubin indirek 0,3Protein total 7,8 (6,4-8,4 g/dl)

Albumin 4,6 (3,5-5,0 g/dl)Globulin 3,2 (3,0-3,6 g/dl)SGOT 17 (<40 U/L)SGPT 4 (<41 U/L)

FAAL GINJALUreum 20,5 (15-39 mg/dl)

Kreatinin 1,1 (L 0,9-1.3; P 0,6-1,1 mg/dl)

GULA DARAHGlukosa puasa (<126 mg/dl)

Glukosa 2 jam PP (<200 mg/dl)Glukosa sewaktu 152 mg/dl (<200 mg/dl)

3. Elektrolit (1 / 8 / 2015)

Parameter Hasil Harga Normal

Natrium (Na) 130, 44 (135-148)Kalium (K) 3,30 (3.5-5.3)

Chlorida (Cl) 102,1 (98-110)Calcium (Ca+) 1.05 (1.12-1.23)

4. X-Ray thorax

5

Page 6: CRS General anestesi VP shunt

Cor : CTR < 50 %Aorta dan mediastinum superior tidak melebar Trakea ditengah Hilus tidak melebar, corakan bronkovaskular baikTak tampak infiltrat Kedua sinus costofrenikus lancip, diafragma baikTulang-tulang dan jaringan lunak dinding dada baik. Kesan : Cor dan pulmo normal

5. CT-Scan

Kesan : Hidrosefalus obstruktif ec. intraventrikular hemorrhage.

6. Pemeriksaan Penunjang Lain (-)

2.2.4. Status Fisik ASA : ASA III

BAB III

6

Page 7: CRS General anestesi VP shunt

RENCANA TINDAKAN ANESTESI

3.1 Rencana Tindakan Anestesi

Diagnosis pra bedah : Hidrosefalus obstruktif ec. intraventrikular

hemorrhage.

Tindakan bedah : Pro VP Shunt

Status anestesi : ASA 3

Malampati : 2

3.2 Jenis / Tindakan Anestesi :

Tindakan Anestesi

1. Metode : General Anestesi

2. Premedikasi : Ranitidin 50 mg

Ondansetron 4 mg

3. Induksi : Propofol 100 mg

4. Intubasi/Relaksasi :

Dengan ETT no.7 difasilitasi dengan Artracurim 40 mg

5. Medikasi : Propofol 100 mg

Fentanil 100 mcg

Artracurium 40 mg

Reverse (SA 0,5 mg + Neostigmin 1 mg)

6. Maintenance : Sevofluran MAC 2 + N2O : O2

7. Respirasi : Napas kendali dengan Ventilator, Tidal Volume 500

ml, frekuensi 20x/i

8. Ekstubasi : setelah pasien sadar penuh

Keadaan penderita selama operasi

1. Posisi pasien : Supine

2. Intubasi : Oral, ETT no. 7

3. Penyulit intubasi : -

4. Penyulit waktu anestesi : tidak ada

7

Page 8: CRS General anestesi VP shunt

5. Lama anestesi : + 1 jam 15 menit

6. Jumlah cairan

Input : RL 3 kolf (3 kolf habis 500 cc)

Total : 1500 ml

Output : Perdarahan (+ 20 cc), Urine (+ 200 cc)

Kebutuhan cairan pasien ini :

BB : 60 kg

Pemberian cairan :

M (Maintenance) = 2 ml x kgBB/jam

= 2 x 60

= 120 cc/jam

P (Puasa) = Maintenance x lama puasa

= 120 x 8

= 960 cc/jam

O (Operasi) = Operasi besar (BB x 8)

= 60 x 8

= 480 cc/jam

Total kebutuhan cairan pada pasien ini adalah :

I = ½ P + M + O

= ½ 960 + 120 + 480

= 1080 cc/jam

II = ¼ P + M + O

= ¼ 960 + 120 + 480

= 840 cc/jam

Maka, total kebutuhan cairan adalah: 1080 cc + 840 cc = 1920 cc

7. Monitoring :

8

Page 9: CRS General anestesi VP shunt

Jam TD (mmHg) Nadi (x/i)10.25 150/80 5510.40 100/70 5510.55 130/98 5711.10 120/80 4811.25 110/80 5011.40 132/90 5911.55 140/90 60

3.3 Ruang Pemulihan (RR)

Masuk Jam : 11.55

Keadaan umum : GCS : 15

Pernapasan : O2 2 liter/menit

Skoring Alderete

Aktifitas : 1

Respirasi : 2

Warna kulit : 2

Sirkulasi : 2

Kesadaran : 2

Jumlah : 9

3.4 Instruksi Post Operasi

1. Awasi keadaan umum, tanda-tanda vital dan perdarahan setiap 15

menit selama 1x24 jam.

2. Tirah baring tanpa bantal selama 1x24 jam.

3. Puasa sampai sadar penuh dan bising usus (+).

4. IVFD analgetic ketorolac 30 mg + tramadol 100 mg dalam RL 500 cc

30 gtt/i.

5. Terapi sesuai instruksi dr. Apriyanto, Sp.BS.

3.5 Diagnosis Post-op

Post op VP Shunt a.i hidrosefalus obstruktif ec intaventrikular

hemorrahage.

9

Page 10: CRS General anestesi VP shunt

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

4.1 Anestesi Umum

4.1.1 Definisi

Anestesi umum adalah kehilangan kemampuan untuk merasakan

sakit atau nyeri secara sentral, disertai oleh hilangnya kesadaran dan

bersifat reversible yang disebabkan karena pemberian obat atau intervensi

medis lainnya.6,7 Anestesi umum memiliki karakteristik menyebabkan

amnesia bagi pasien yang bersifat anterograd yaitu hilang ingatan kedepan

maksudnya pasien tidak akan bisa ingat apa yang telah terjadi saat dia

dianestesi/operasi. Reversible yang berarti anestesi umum akan

menyebabkan pasien bangun kembali tanpa efek samping.

Dahulu dikenal dengan istilah “Trias Anestesia” yaitu hipnosis,

analgesia dan arefleksia. Sekarang anestesi umum tidak hanya mempunyai

3 komponen tersebut, namun lebih luas. Komponen yang ada dalam

anestesi umum adalah :10

1. Hipnosis (hilangnya kesadaran).

2. Analgesia (hilangnya rasa sakit).

3. Arefleksia (hilangnya refleks-refleks motorik tubuh, memungkinkan

immobilisasi pasien).

4. Relaksasi otot, memudahkan prosedur pembedahan dan memfasilitasi

intubasi trakeal.

5. Amnesia (hilangnya memori pasien saat menjalani operasi).

4.1.2 Keuntungan Dan Kerugian

Tidak semua pasien atau prosedur medis ideal untuk dijalani

dibawah anestesi umum. Namun demikian semua teknis anestesi harus

dapat sewaktu-waktu dikonversikan menjadi anestesi umum.10\

Keuntungan :10

10

Page 11: CRS General anestesi VP shunt

a. Pasien tidak sadar, mencegah ansietas pasien selama prosedur medis

berlangsung.

b. Efek amnesia meniadakan memori buruk pasien yang didapat akibat

ansietas dan berbagai kejadian intraoperatif yang mungkin memberikan

trauma psikologis.

c. Memungkinkan dilakukannya prosedur yang memakan waktu lama.

d. Memudahkan kontrol penuh ventilasi pasien.

Kerugian :10

a. Sangat mempengaruhi fisiologis. Hampir semua regulasi tubuh menjadi

tumpul di bawah anestesi umum.

b. Memerlukan pemantauan yang lebih holistik dan rumit.

c. Tidak dapat mendeteksi gangguan SSP, misalnya perubahan kesadaran.

d. Risiko komplikasi pascabedah lebih besar.

e. Memerlukan persiapan pasien yang lebih seksama.

4.1.3 Jenis Anastesi Umum

Anestesi umum dibagi menurut bentuk fisiknya terdiri dari 2 cara, yaitu ; 6

1. Anestetik Inhalasi

Dalam dunia modern, anastetik inhalasi yang umum digunakan untuk

praktek klinik ialah N2O, halotan, enfluran, isofluran, desfluran, dan sevofluran.7

Agen ini dapat diberikan dan diserap secara terkontrol dan cepat, karena diserap

serta dikeluarkan melalui paru-paru (alveoli).6

a. N2O (nitrous oxide, dinitrogen monoxida)

Pemberian anestesia dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%.

Gas ini bersifat anestesi lemah, tetapi analgesinya kuat, sehingga sering

digunakan untuk mengurangi nyeri menjelang persalinan. Jarang

digunakan sendirian, tetapi dikombinasi dengan salah satu cairan anestetik

lain. Pada akhir anestesia setelah N2O dihentikan, maka N2O akan cepat

keluar mengisi alveoli, sehingga terjadi pegenceran O2 dan terjadilah

11

Page 12: CRS General anestesi VP shunt

hipoksia difusi. Untuk menghindarinya, berikan O2 100% selama 5-10

menit.7

b. Halotan

Pada nafas spontan rumatan anestesia sekitar 1-2 vol % dan pada nafas

kendali sekitar 0,5 – 1 vol % yang tentunya disesuaikan dengan respon klinis

pasien. Halotan menyebabkan vasodilatasi serebral, meninggikan aliran darah

otak yang sulit dikendalikan dengan teknik anestesia hiperventilasi, sehingga tidak

disukai untuk bedah otak.7 Kebalikan dari N2O, halotan analgesinya lemah,

anestesinya kuat, sehingga kombinasi keduanya ideal sepanjang tidak ada

kontraindikasi.7

c. Enfluran

Induksi dan pulih anestesi lebih cepat dibandingkan halotan. Efek depresi

nafas lebih kuat, depresi terhadap sirkulasi lebih kuat, dan lebih iritatif

dibandingkan halotan, tetapi jarang menimbulkan aritmia. Efek relaksasi terhadap

otot lurik lebih baik dibandingkan halotan. 7

d. Isofluran

Dapat menurunkan laju metabolisme otak terhadap oksigen, tetapi

meninggikan aliran darah otak dan tekanan intrakranial, namun hal ini

dapat dikurangi dengan teknik anestesia hiperventilasi, sehingga banyak

digunakan untuk bedah otak.7 Efek terhadap depresi jantung dan curah

jantung minimal, sehingga digemari untuk anesthesia dengan hipotensi

dan banyak digunakan pada pasien dengan gangguan koroner.

e. Sevofluran

Merupakan halogenasi eter. Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat

dibandingkan dengan isofluran. Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang

jalan nafas, sehingga digemari untuk induksi anestesia inhalasi di samping

halotan. Efek terhadap kardiovaskular cukup stabil, jarang menyebbakan aritmia.

12

Page 13: CRS General anestesi VP shunt

Efek terhadap sistem saraf pusat sama seperti isofluran dan belum ada laporan

toksik terhadap hepar. Setelah pemberian dihentikan sevofluran cepat dikeluarkan

oleh badan. Belum ada laporan yang membahayakan terhadap tubuh manusia.7

2. Anestetik Intravena (Anestetik Parenteral)

Keuntungan anestesi intravena lebih dapat diterima pasien, kurang perasaan

klaustrofobik (perasaan akan-akan wajah ditutupi topeng), tahap tidak sadar yang

lebih cepat dan lebih menyenangkan bagi ahli anestesi. Oleh karena itu, agen

intravena dapat digunakan sendiri untuk menimbulkan anestesi.7

Di antara kekurangannya, paling menonjol induksi yang cepat (kadang-

kadang sangat cepat) dan depresi cerebrum yang jelas, seperti terlihat pada

gangguan pernapasan yang mengharuskan digunakannya ventilasi dan ketidak-

stabilan hemodinamik. Agen induksi intravena biasanya digunakan bersama

dengan anestesi inhalasi lain untuk mendapatkan analgesia yang memadai dan

dengan relaksan otot untuk mendapatkan operasi yang optimum. 11

Pemakaian obat anestetik intravena, dilakukan untuk : induksi anesthesia,

induksi dan pemeliharaan anesthesia bedah singkat, suplementasi hypnosis pada

anesthesia atau tambahan pada anelgesia regional dan sedasi pada beberapa

tindakan medik atau untuk membantu prosedur diagnostik misalnya tiopental,

ketamin dan propofol.6,7

Untuk anestesia intravena total biasanya menggunakan propofol.7 Anestesi

intravena ideal membutuhkan kriteria yang sulit dicapai oleh hanya satu macam

obat yaitu larut dalam air dan tidak iritasi terhadap jaringan, mula kerja cepat,

lama kerja pendek, cepat menghasilkan efek hypnosis, mempunyai efek analgesia,

disertai oleh amnesia pascaanestesia, dampak yang tidak baik mudah dihilangkan

oleh obat antagonisnya, cepat dieliminasi dari tubuh, tidak atau sedikit mendepresi

fungsi respirasi dan kardiovaskuler, pengaruh farmakokinetik tidak tergantung

pada disfungsi organ, tanpa efek samping (mual muntah), menghasilkan

pemulihan yang cepat. Untuk mencapai tujuan di atas, kita dapat menggunakan

kombinasi beberapa obat atau cara anestesi lain. Kombinasi beberapa obat

mungkin akan saling berpotensi atau efek salah satu obat dapat menutupi

pengaruh obat yang lain.6

13

Page 14: CRS General anestesi VP shunt

a. Barbiturate

Contoh di sini ialah pentothal atau sodium thiopenthon ialah obat

anestesi intravena yang bekerja cepat (short acting).6 Bekerja

menghilangkan kesadaran dengan blockade sistem sirkulasi

(perangsangan) di formasio retikularis. Barbiturate menghambat pusat

pernafasan di medula oblongata. Tidal volume menurun dan kecepatan

nafas meninggi dihambat oleh barbiturate tetapi tonus vascular meninggi

dan kebutuhan oksigen badan berkurang, curah jantung sedikit menurun.

Barbiturate tidak menimbulkan sensitisasi jantung terhadap katekolamin. 6

b. Propofol

Propofol dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu

bersifat isotonik dengan kepekatan 1% (1 ml=10 mg).7 Onset cepat, lama

kerja pendek. Efek kerja dicapai dalam 15-45 detik. Efek puncak 1 menit,

lama aksi 5-10 menit. Akumulasi minimal, cepat dimetabolisme,

pemulihan cepat.12

Suntikan intravena sering menyebabkan nyeri, sehingga beberapa

detik sebelumnya dapat diberikan lidokain 1-2 mg/kg intravena. 7 Efek

hipnotik 1,8 kali pentothal. Depresi jalan nafas lebih besar dibandingkan

pentothal. Efek anti emetik positif. Mekanisme kerja diduga menghasilkan

efek sedatif hipnotik melalui interaksi dengan GABA (gamma-amino

butyric acid), neurotransmitter inhibitori utama pada SSP.12

Propofol menyebabkan penurunan resistensi vaskuler sistemik dan

juga tekanan darah. Relaksasi otot polos disebabkan oleh inhibisi simpatik.

Efek negative inotropik disebabkan inhibisi uptake kalsium intraseluler.

Tergantung dosis, propofol dapat menyebabkan depresi nafas dan apnoe

sementara pada beberapa pasien setelah induksi IV. Pemberian opioid

preoperatif dapat meningkatkan depresi nafas. Dapat menurunkan volume

14

Page 15: CRS General anestesi VP shunt

tidal dan frekuensi nafas serta dilatasi bronkus. Efek pada SSP dapat

menurunkan metabolisme O2 di otak, aliran darah serebral, dan tekanan

intrakranial.12

Dosis bolus untuk induksi 2-2,5 mg/kg, dosis rumatan untuk anestesi

intravena total 4-12 mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan intensif

0,2 mg/kg. Pengenceran propofol hanya boleh dengan dekstrose 5%. Pada

manula dosis harus dikurangi, pada anak < 3 tahun dan pada wanita hamil

tidak dianjurkan.7

c. Ketamin

Ketamin adalah derivat fensiklidin yang menghasilkan anestesi

disosiatif yang menyerupai keadaan kataleptik dimana mata pasien tetap

terbuka dengan nistagmus lambat. Pada saat yang sama pasien tidak dapat

berkomunikasi, terjadi amnesia dan analgesia yang sangat baik. Ketamin

meningkatkan tekanan darah sistolik 23% dari baseline, denyut jantung

meningkat, kadang-kadang timbul aritmia, serta menimbulkan

hipersekresi.

Mula kerja 30 detik pada IV, 2-4 menit pada IM. Lama kerja pada

IV 10-20 menit, tetapi memerlukan waktu 60-90 menit untuk berorientasi

penuh. Waktu paruh 7-11 menit. Kadar plasma tertinggi pada IV 1 menit,

pada IM 5 menit.6 Dosis bolus untuk induksi intravena ialah 1-2 mg/kg dan

untuk intramuscular 3-10 mg. Efek analgesik dicapai dengan dosis sub

anestetik 0,2-0,5 mg/kg IV. Ketamin dikemas dalam cairan bening

kepekatan 1% (1 ml= 10mg), 5% (1 ml = 50 mg) dan 10% (1 ml = 100

mg). 7

d. Opioid

Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil) untuk induksi diberikan

dosis tinggi. Opioid tidak mengganggu kardiovaskular, sehingga banyak

digunakan untuk induksi pasien dengan kelainan jantung. Untuk anestesia

15

Page 16: CRS General anestesi VP shunt

opioid digunakan fentanil dosis induksi 20-50 mg/kg dilanjutkan dengan

dosis rumatan 0,3-1 mg/kg/menit. 7

e. Benzodiazepin

Benzodiazepin yang digunakan sebagai anestetik ialah diazepam,

lorazepam, dan midazolam. Benzodiazepine juga digunakan untuk

medikasi pra-anestetik (sebagai neurolepanalgesia) dan untuk mengatasi

konvulsi yang disebabkan oleh anestetik lokal dalam anestetik regional.5

Digunakan untuk induksi anesthesia, kelompok obat ini menyebabkan

tidur, mengurangi cemas, dan menimbulkan amnesia anterograd (setelah

pemberian midazolam IM, IV), tetapi tidak berefek analgesic. Efek pada

SSP ini dapat diatasi dengan antagonisnya, flumazenil.6

1.)Midazolam

Obat induksi jangka pendek atau premedikasi, pemeliharaan anestesi,

bekerja cepat dan karena transformasi metaboliknya cepat dan lama kerjanya

singkat, bekerja kuat menimbulkan sedasi dan induksi tidur. Kemasan suntik 1

mg/ml, 5 mg/ml. Mula kerja 30 detik-1 menit IV, 15 menit IM. Efek puncak

pada IV 3-5 menit, IM 15-30 menit. Lama kerja 15-80 menit IV/IM.

Konsentrasi plasma maksimum dicapai dalam 30 menit.

Midazolam menyebabkan tekanan darah menurun, lebih rendah dari

diazepam, penurunan sistolik maksimal 15%, yang disebabkan oleh

vasodilatasi perifer. Efek depresi pernafasan minimal. Juga menurunkan

metabolisme O2 di otak dan aliran darah ke otak. Dosis pre medikasi 0,03-0,04

mg/kg IV, sedasi 0,5-5 mg/kg IV, induksi 0,1-0,4 mg/kgbb IV.12

2.) Diazepam

Adalah obat yang berkhasiat ansiolitik, sedatif, relaksasi otot, antikonvulsi

dan amnesia.. Waktu paruh 20-50 jam, tergantung fungsi liver. Dibandingkan

dengan barbiturate, efek anestesi diazepam kurang memuaskan karena mula

kerjanya lambat dan masa pemulihannya lama.12

16

Page 17: CRS General anestesi VP shunt

Diazepam digunakan untuk berbagai macam intervensi (menimbulkan

sedasi basal sebelum dilakukan pengobatan utama), meringankan kecemasan,

anxietas atau stress akut, dan prosedur seperti berkurangnya ingatan, juga

untuk induksi anestesia terutama pada penderita dengan penyakit

kardiovaskular. Diazepam juga digunakan untuk medikasi preanestetik dan

untuk mengatasi konvulsi. Menyebabkan tidur dan penurunan kesadaran yang

disertai nistagmus dan bicara lambat, tetapi tidak berefek analgesik.6

Dosis premedikasi 10-20 mg IM, induksi 0,3-0,6 mg/kgBB IV. Anak-anak

0,1-0,2 mg/kgBB 1 jam sebelum induksi. Dewasa dan remaja 2-20 mg/kg

IM/IV tergantung indikasi dan beratnya gejala. Kemasan suntik 5 mg/ml.

Injeksi dilakukan secara lambat ± 0,5-1 ml/menit, karena pemberian terlalu

cepat dapat menimbulkan apnea.12

4.1.4 Macam-Macam Obat Keseimbangan Anestesi

Kombinasi beberapa teknik dan obat dapat dipergunakan untuk mencapai

tujuan ini dan kombinasi ini harus dipilih yang paling sesuai untuk pasien.2

I. Efek Hipnotik

II. Efek Analgesia

Metoda penghilang nyeri, biasanya digunakan golongan opioid untuk nyeri

hebat dan golongan anti inflamasi non steroid (NSAID, nonsteroidal anti

inflammatory drugs) untuk nyeri sedang atau ringan. Metoda menghilangkan

nyeri dapat dengan cara sistemis (oral, rectal, transdermal, sublingual, subkutan,

intramuscular, intravena atau perinfus).

1. Opioid

Opioid ialah semua zat baik sintetik atau natural yang dapat berikatan

dengann reseptor morfin. Mekanisme kerja opioid yakni, reseptor opioid

sebenarnya tersebar luas di seluruh jaringan sistem saraf pusat, tetapi lebih

terkonsentrasi di otak tengah yaitu di sistem limbic, thalamus, hipotalamus,

korpus striatum, sistem aktivasi reticular dan di korda spinalis yaitu di substansia

gelatinosa dan dijumpai pula di pleksus saraf usus.

17

Page 18: CRS General anestesi VP shunt

Klasifikasi Opioid

Dalam klinik opioid digolongkan menjadi lemah (kodein) dan kuat

(morfin), tetapi penggolongan ini kurang popular. Penggolongan lain

menjadi natural (morfin, kodein, papaverin, dan tebain), semisintetik

(heroin, dihidromorfin/morfinon, derivate tebain) dan sintetik (petidin,

fentanil, alfentanil, sufentanil dan remifentanil).

a. Morfin

Meskipun morfin dapat dibuat secara sintetik, tetapi secara komersial

lebih mudah dan lebih menguntungkan dibuat dari bahan getah papaver

somniferum. Morfin paling mudah larut dalam air dibandingkan golongan

opioid lain dan kerja analgesinya cukup panjang (long acting).

b. Petidin

Petidin (meperidin, demerol) adalah zat sintetik yang formulanya sangat

berbeda dengan morfin, tetapi mempunyai efek klinik dan efek samping yang

mendekati sama. Perbedaannya dengan morfin sebagai berikut:

1. Petidin lebih larut dalam lemak dibandingkan dengan morfin yang lebih larut

dalam air.

2. Metabolism oleh hepar lebih cepat dan menghasilkan normeperidin, asam

meperidinat dan asam normeperidinat. Normeperidin ialah metabolit yang

masih aktif memiliki sifat konvulsi dua kali lipat petidin, tetapi efek

analgesinya sudah berkurang 50%. Kurang dari 10% petidin bentuk asli

ditemukan dalam urin.

3. Petidin bersifat seperti atropine menyebabkan kekeringan mulut, kekaburan

pandangan dan takikardia.

4. Seperti morfin ia menyebabkan konstipasi, tetapi efek terhadap sfingter Oddi

lebih ringan.

5. Petidin cukup efektif untuk menghilangkan gemetaran pasca bedah yang tak

ada hubungannya dengan hipotermi dengan dosis 20-25 mg iv pada dewasa.

Morfin tidak.

18

Page 19: CRS General anestesi VP shunt

6. Lama kerja petidin lebih pendek dibandingkan morfin. Dosis petidin

intramuscular 1-2 mg/kgBB (morfin 10 x lebih kuat) dapat diulang tiap 3-4

jam. Dosis intravena 0,2-0,5 mg/kgBB. Petidin subkutan tidak dianjurkan

karena iritasi. Rumus bangun menyerupai lidokain, sehingga dapat

digunakan untuk analgesia spinal pada pembedahan dengan dosis 1-2 mg/kg

BB.

c. Fentanil

Fentanil ialah zat sintetik seperti petidin dengan kekuatan 100xmorfin.

Lebih larut dalam lemak dibandingkan petidin dan menembus sawar jaringan

dengan mudah. Setelah suntikan intravena ambilan dan distribusinya secara

kualitatif hamper sama dengan morfin, tetapi fraksi terbesar dirusak paru ketika

pertama melewatinya. Dimetabolisiir oleh hati dengan N-dealkilasi dan

hidroksilasi dan sisa metabolismenya dikeluarkan lewat urin. Efek depresi

napasnya lebih lama dibanding efek analgesinya.

Dosis 1-3 ug/kgBB analgesinya kira-kira hanya berlangsung 30 menit,

karena itu hanya dipergunakan untuk anestesi pembedahan dan tidak untuk

pasca bedah. Dosis besar 50-15- ug/kgBB digunakan untuk induksi anesthesia

dan pemeliharaan anesthesia dengan kombinasi bensodiasepin dan anestetik

kekakuan otot punggung yang sebenarnya dapat dicegah dengan pelumpuh

otot.

d. Sufentanil

Sifat sufentanil kira-kira sama dengan fentanil. Efek pulihnya lebih cepat

dari fentanil. Kekuatan analgesinya kira-kira 5-10 kali fentanil. Dosisnya 0,1-

0,3 mg/kgBB.

e. Alfentanil

Kekuatan analgesinya 1/5-1/3 fentanil. Insiden mual-muntahnya sangat

besar. Mula kerjanya cepat. Dosis analegesinya 10-20 ug/kgBB.

f. Tramadol

19

Page 20: CRS General anestesi VP shunt

Tramadol (tramal) adalah analgetik sentral dengan afinitas rendah pada

reseptor mu dan kelamahan analgesinya 10-20% disbanding morfin. Tramadol

dapat diberikan dengan dosis maksimal 400 mg per hari.

III. Efek Relaksasi Otot

Relaksasi otot lurik dapat dicapai dengan mendalamkan anesthesia

umum inhalasi, melakukan blockade saraf regional dan memberikan

pelumpuh otot. Pendalaman anesthesia beresiko depresi napas dan depresi

jantung, blockade saraf terbatas penggunaannya. Anesthesia tidak perlu

dalam, hanya sekedar supaya tidak sadar, analgesinya dapat diberikan

opioid dosis tinggi dan otot lurik dapat relaksasi akibat pemberian

pelumpuh otot.

Setiap serabut saraf motorik mensarafi beberapa serabut otot lurik

dan sambungan ujung saraf dengan otot lurik disebut sambungan saraf-

otot. Pelumpuh otot disebut juga sebagai obat blockade neuro-muskular.

Akibat rangsang terjadi depolarisasi pada terminal saraf. Influks ion

kalsium memicu keluarnya asetil-kolin sebagai transmitter saraf.

Asetilkolin saraf akan menyeberang dan melekat pada reseptor nikotinik-

kolinergik di otot. Kalau jumlahnya cukup banyak, maka akan terjadi

depolarisasi dan lorong ion tebuka, ion natrium, dan kalsium masuk dan

ion kalium keluar, terjadilah kontraksi otot. Asetilkolin cepat dihidrolisa

oleh asetilkolin-esterase (kolin-esterase khusus atau murni) menjadi asetil

dan kolin, sehingga lorong tertutup kembali terjadilah repolarisasi. 7

a) Pelumpuh Otot Depolarisasi

Pelumpuh otot depolarisasi (nonkompetitif, leptokurare) bekerjanya seperti

asetil-kolin, tetapi di celah saraf otot tak dirusak oleh kolinesterase, sehingga

cukup lama berada di celah sinaptik, sehingga terjadilah depolarisasi ditandai oleh

fasikulasi yang disusul relaksasi otot lurik. Termasuk golongan pelumpuh otot

depolarisasi ialah suksinil-kolin (diasetil-kolin) dan dekametonium.

20

Page 21: CRS General anestesi VP shunt

Di dalam vena suksinil-kolin dimetabolisir oleh kolin-esterase-plasma,

pseudo-kolin-esterase, menjadi suksinil-monokolin. Obat anti kolinesterase

(prostigmin) dikontraindikasikan, karena menghambat kerja pseudokolinesterase.7

Dampak samping suksinil ialah: 7

1. Nyeri otot pasca pemberian.

Nyeri otot dapat dikurangi dengan memberikan pelumpuh otot nondepolarisasi

dosis kecil sebelumnya. Dapat terjadi mialgia sampai 90%, dan mioglobinuria.

2. Peningkatan tekanan intraocular.

Akibat kontraksi otot mata eksternal dan dapat dicegah seperti nyeri otot.

3. Penigkatan tekanan intracranial.

4. Peningkatan tekanan intragastrik.

5. Peningkatan kadar kalium plasma.

6. Aritmia jantung

Berupa bradikardi atau ‘ventricular premature beat’.

7. Salviasi

Akibat efek muskarinik.

8. Alergi, anafilaksis

Akibat efek muskarinik.

b) Pelumpuh Otot Non-Depolarisasi

Pelumpuh otot nondepolarisasi (inhibitor kompetitif, takikurare) berikatan

dengan reseptor nikotinik-kolinergik, tetapi tak menyebabkan depolarisasi, hanya

menghalangi asetil-kolin menempatinya, sehingga asetilkolin tak dapat bekerja.

Berdasarkan susunan molekul, maka pelumpuh otot nondepolarisasi digolongkan

menjadi :

1. Bensiliso-kuinolinum :D-tubokurarin, metokurin, atrakurium,

doksakurium, mivakurium.

2. Steroid : Pankuronium, vekuronium, pipekuronium,

ropakuronium, rokuronium.

3. Eter-fenolik : Gallamin.

21

Page 22: CRS General anestesi VP shunt

4. Nortoksiferin : Alkuronium.

Berdasarkan lama kerja, pelumpuh otot non-depolarisasi dibagi

menjadi kerja panjang, sedang, dan pendek. Gallamin ada yang

memasukkan sebagai panjang yang lainnya kerja sedang. 7

Pilihan pelumpuh otot :7

1. Gangguan faal ginjal : Atrakurium, vekuronium

2. Gangguan faal hati : Atrakurium

3. Miasternia gravis : Jika dibutuhkan dosis 1/10 atrakurium

4. Bedah singkat : Atrakurium, rokuronium, mivakuronium

5. Kasus obstetri : Semua dapat digunakan, kecuali gallamin

Tanda-tanda kekurangan pelumpuh otot7

1. Cegukan (hiccup).

2. Dinding perut kaku.

3. Ada tahanan pada inflasi paru.

Penawar Pelumpuh Otot7

Penawar pelumpuh otot atau antikolinesterase bekerja pada

sambungan saraf-otot mencegah asetilkolin-esterase bekerja, sehingga

asetilkolin dapat bekerja. Asetilkolinesterase yang paling sering digunakan

ialah neostigmine (prostigmin), piridostigmin dan edrophonium.

Physostigmine (eserin) hanya untuk penggunaan per-oral. Dosis

neostigmin 0,04-0,08 mg/kg, piridostigmin 0,1-0,4 mg/kg, edrophonium

0,5-1,0 mg/kg dan fisostigmin 0,01-0,03 mg/kg. penawar pelumpuh otot

bersifat muskarinik menyebabkan hipersalifasi, keringatan, bradikardia,

kejang bronnkus, hipermotilitas usus, dan pandangan kabur, sehingga

pemberiannya harus disertai oleh obat vagolitik seperti atropine dosis

0,01-0,02 mg/kg atau glikopirolat 0,005-0,01 mg/kg sampai 0,2-0,3 mg

pada dewasa.

22

Page 23: CRS General anestesi VP shunt

4.1.5 Persiapan Dan Penilaian Pra Anestesia

I. Persiapan Tindakan Anestesi

Tujuan utama kunjungan pra anesthesi ialah untuk mengurangi

angka kesakitan operasi, mengurangi biaya operasi dan meningkatkan

kualitas pelayanan kesehatan.7 Kunjungan pre-anestesi dilakukan untuk

mempersiapkan pasien sebelum pasien menjalani suatu tindakan operasi.

Pada saat kunjungan, dilakukan wawancara (anamnesis) sepertinya

menanyakan apakah pernah mendapat anestesi sebelumnya, adakah

penyakit – penyakit sistemik, saluran napas, dan alergi obat. Kemudian

pada pemeriksaan fisik, dilakukan pemeriksaan gigi – geligi, tindakan

buka mulut, ukuran lidah, leher kaku dan pendek. Perhatikan pula hasil

pemeriksaan laboratorium atas indikasi sesuai dengan penyakit yang

sedang dicurigai, misalnya pemeriksaan darah (Hb, leukosit, masa

pendarahan, masa pembekuan), radiologi, EKG.

Dari hasil kunjungan ini dapat diketahui kondisi pasien dan

dinyatakan dengan status anestesi menurut The American Society Of

Anesthesiologist (ASA).

- ASA I : Pasien dalam keadaan normal dan sehat.

- ASA II : Pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai sedang baik

karena penyakit bedah maupun penyakit lain. Contohnya : pasien batu

ureter dengan hipertensi sedang terkontrol, atau pasien appendisitis akut

dengan lekositosis dan febris.

- ASA III : Pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik berat yang

diakibatkan karena berbagai penyebab. Contohnya: pasien appendisitis

perforasi dengan septisemia, atau pasien ileus obstrukstif dengan iskemia

miokardium.

- ASA IV : Pasien dengan kelainan sistemik berat yang secara langsung

mengancam kehidupannya. Contohnya : Pasien dengan syok atau

dekompensasi kordis.

23

Page 24: CRS General anestesi VP shunt

- ASA V : Pasien tak diharapkan hidup setelah 24 jam walaupun dioperasi

atau tidak. Contohnya : pasien tua dengan perdarahan basis kranii dan

syok hemoragik karena rupture hepatik.

- Klasifikasi ASA juga dipakai pada pembedahan darurat dengan

mencantumkan tanda darurat ( E = EMERGENCY ), misalnya ASA IE

atau IIE.

Pengosongan lambung untuk anestesia penting untuk mencegah aspirasi

lambung karena regurgutasi atau muntah. Pada pembedahan elektif, pengosongan

lambung dilakukan dengan puasa : anak dan dewasa 4 – 6 jam, bayi 3 – 4 jam.

Pada pembedahan darurat pengosongan lambung dapat dilakukan dengan

memasang pipa nasogastrik atau dengan cara lain yaitu menetralkan asam

lambung dengan memberikan antasida (magnesium trisilikat) atau antagonis

reseptor H2 (ranitidin). Kandung kemih juga harus dalam keadaan kosong

sehingga boleh perlu dipasang kateter. Sebelum pasien masuk dalam kamar

bedah, periksa ulang apakah pasien atau keluarga sudah memberi izin

pembedahan secara tertulis (informed concent).

II. Premedikasi 7

Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi

anesthesia dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan, dan bangun

dari anesthesia diantaranya:

1. Meredakan kecemasan dan ketakutan.

2. Memperlancar induksi anesthesia.

3. Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus.

4. Meminimalkan jumlah obat anestetik.

5. Mengurangi mual-muntah pasca bedah.

6. Menciptakan amnesia.

7. Mengurangi isi cairan lambung.

8. Mengurangi reflex yang membahayakan.

24

Page 25: CRS General anestesi VP shunt

Kecemasan merupakan reaksi alami, jika seseorang dihadapkan pada

situasi yang tidak pasti. Membina hubungan baik dengan pasien dapan

membangun kepercayaan dan menentramkan hati pasien. Obat pereda

kecemasan bisa digunakan diazepam peroral 10-15 mg beberapa jam

sebelum induksi anesthesia. Jika disertai nyeri karena penyakitnya dapat

diberikan opioid misalnya petidin 50 mg intramuscular. Cairan lambung

25 ml dengan pH 2,5 dapat menyebabkan pneumonitis asam. Untuk

meminimalkan kejadian diatas dapat diberikan antagonis reseptor H2

histamin misalnya oral simetidin 600 mg atau oral ranitidine (zantac) 150

mg 1-2 jam sebelum jadwal operasi.

Untuk mengurangi mual-muntah pasca bedah sering ditambahkan

premedikasi suntikan intramuscular untuk dewasa droperidol 2,5-5 mg

atau ondansetron 2-4 mg.

4.1.6 Induksi Anestesi Umum

Induksi adalah usaha membawa / membuat kondisi pasien dari sadar

ke stadium pembedahan (stadium III Skala Guedel). Merupakan tindakan

untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar, sehingga

memungkinkan dimulainya anesthesia dan pembedahan. Ko-induksi

adalah setiap tindakan untuk mempermudah kegiatan induksi anestesi.

Pemberian obat premedikasi di kamar bedah, beberapa menit sebelum

induksi anestesi dapat dikategorikan sebagai ko-induksi.

Induksi anestesi umum dapat dikerjakan melalui cara / rute :

1) Induksi Intravena7

Induksi intravena paling banyak dikerjakan dan digemari, apalagi sudah

terpasang jalur vena, karena cepat dan menyenangkan. Obat induksi bolus

disuntikan dalam kecepatan 30-60 detik. Selama induksi anesthesia,

pernapasan pasien, nadi, dan tekanan darah harus diawasi dan selalu diberikan

oksigen. Induksi cara ini dikerjakan pada pasien yang kooperatif. Induksi

intravena dapat dikerjakan secara full dose maupun sleeping dose. Induksi

25

Page 26: CRS General anestesi VP shunt

intravena sleeping dose yaitu pemberian obat induksi dengan dosis tertentu

sampai pasien tertidur. Sleeping dose ini dari segi takarannya di bawah dari

full dose ataupun maximal dose. Induksi sleeping dose dilakukan terhadap

pasien yang kondisi fisiknya lemah (geriatri, pasien pre-syok).

2) Induksi Inhalasi

Induksi inhalasi hanya dikerjakan dengan halotan (fluotan) atau

sevofluran. Cara induksi ini dikerjakan pada bayi atau anak yang belum

terpasang jalur vena atau dewasa yang takut disuntik. Induksi halotan

memerlukan gas pendorong O2 atau campuran N2O dan O2. Induksi dimulai

dengan aliran O2 > 4 liter/menit atau campuran N20 : O2 = 3 : 1 aliran > 4

liter/menit, dimulai dengan halotan 0,5 vol % sampai konsentrasi yang

dibutuhkan. Kalau pasien batuk konsentrasi halotan diturunkan untuk

kemudian kalau sudah tenang dinaikkan lagi sampai konsentrasi yang

diperlukan.

Induksi dengan sevofluran lebih disenangi karena pasien jarang batuk.

Walaupun langsung diberikan dengan konsentrasi tinggi sampai 8 vol %.

Seperti dengan halotan konsentrasi dipertahankan sesuai kebutuhan. Induksi

dengan enfluran (etran), isofluran (foran, aeran) atau desfluran jarang

dilakukan, karena pasien sering batuk dan waktu induksi menjadi lama.

Obat yang digunakan untuk induksi inhalasi adalah obat-obat yang

memiliki sifat-sifat : tidak berbau menyengat / merangsang, baunya enak,

cepat membuat pasien tertidur.

3) Induksi Intramuskular

Induksi intramuskular biasanya menggunakan injeksi ketamin (ketalar)

yang dapat diberikan secara intramuscular dengan dosis 5-7 mg/kgBB dan

setelah 3-5 menit pasien tidur.

4) Induksi per rectal

Cara ini hanya untuk anak atau bayi yang menggunakan tiopental atau

midazolam.

Tanda-tanda induksi berhasil adalah hilangnya refleks bulu mata. Jika bulu

mata disentuh, tidak ada gerakan pada kelopak mata. Induksi, pemeliharaan dan

26

Page 27: CRS General anestesi VP shunt

pulih dari anestesia umum pada eter lambat. Sehingga stadium anestesia yang

disusun oleh Guedel pasien napas spontan dapat terlihat jelas. 13

Stadium I : Analgesia

Mulai induksi sampai mulai tidak sadar.

Stadium II : Eksitasi, delirium

Mulai tidak sadar sampai mulai napas teratur otomatis. Pada stadium ini

pasien batuk, mual-muntah, henti napas dan lain-lainnya.

Stadium III : Anestesia bedah

Mulai napas otomatis sampai mulai napas berhenti.

Plana 1. Mulai napas otomatis sampai gerak bola mata berhenti.

Plana 2. Mulai gerak bola mata berhenti sampai napas torakal lemah.

Plana 3. Mulai napas torakal lemah sampai napas torakal berhenti.

Plana 4. Mulai napas torakal berhenti sampai napas diafragma berhenti.

Stadium IV : Intoksikasi

Mulai paralisis diafragma sampai henti jantung atau meninggal.

Tanda Refleks Pada Mata

Refleks pupil

Pada keadaan teranestesi maka refleks pupil akan miosis apabila

anestesinya dangkal, midriasis ringan menandakan anestesi reaksinya

cukup dan baik/ stadiuyang paling baik untuk dilakukan pembedahan,

midriasis maksimal menandakan pasien mati.

Refleks bulu mata

Refleks bulu mata sudah disinggung tadi di bagian stadium anestesi.

Apabila saat dicek refleks bulu mata (-) maka pasien tersebut sudah pada

stadium I.

Refleks kelopak mata

27

Page 28: CRS General anestesi VP shunt

Pengecekan refleks kelopak mata jarang dilakukan tetapi bisa

digunakan untuk memastikan efek anestesi sudah bekerja atau belum,

caranya adalah kita tarik palpebra atas ada respon tidak, kalau tidak berarti

menandakan pasien sudah masuk stadium 1 ataupun 2.

Refleks cahaya

Untuk refleks cahaya yang kita lihat adalah pupilnya, ada / tidak

respon saat kita beri rangsangan cahaya.

4.1.7 Teknik Anestesi Umum

1. Sungkup Muka (Face Mask) dengan napas spontan

Indikasi :

Tindakan singkat ( ½ - 1 jam)

Keadaan umum baik (ASA I – II)

Lambung harus kosong

Prosedur :

Siapkan peralatan dan kelengkapan obat anestetik

Pasang infuse (untuk memasukan obat anestesi)

Premedikasi + / - (apabila pasien tidak tenang bisa diberikan obat

penenang) efek sedasi/anti-anxiety :benzodiazepine; analgesia: opioid, non

opioid, dll

Induksi

Pemeliharaan

2. Intubasi Endotrakeal dengan napas spontan

Intubasi endotrakea adalah memasukkan pipa (tube) endotrakea

(ET= endotrakeal tube) kedalam trakea via oral atau nasal.

Indikasi

Operasi lama

Sulit mempertahankan airway (operasi di bagian leher dan kepala)

28

Page 29: CRS General anestesi VP shunt

Prosedur :

Sama dengan diatas, hanya ada tambahan obat (pelumpuh otot/suksinil

dgn durasi singkat)

Intubasi setelah induksi dan suksinil

Pemeliharaan

3. Intubasi Endotrakeal dengan napas kendali (kontrol)

Pasien sengaja dilumpuhkan/benar-benar tidak bisa bernafas dan

pasien dikontrol pernafasanya dengan kita memberikan ventilasi 12 - 20 x

permenit. Setelah operasi selesai pasien dipancing dan akhirnya bisa nafas

spontan kemudian kita akhiri efek anestesinya.

Teknik sama dengan diatas

Obat pelumpuh otot non depolar (durasinya lama)

Pemeliharaan, obat pelumpuh otot dapat diulang pemberiannya.

4.1.8 Rumatan Anestesia

Rumatan anestesi adalah menjaga tingkat kedalaman anestesi

dengan cara mengatur konsentrasi obat anestesi di dalam tubuh pasien.

Jika konsentrasi obat tinggi maka akan dihasilkan anestesi yang dalam,

sebaliknya jika konsentrasi obat rendah, maka akan didapat anestesi yang

dangkal. Anestesi yang ideal adalah anestesi yang adekuat. Untuk itu

diperlukan pemantauan secara ketat terhadap indikator-indikator

kedalaman anestesi.

Rumatan anesthesia (maintenance) dapat dikerjakan dengan secara

intravena (anesthesia intravena total) atau dengan inhalasi atau dengan

campuran intravena inhalasi. Rumatan anesthesia biasanya mengacu pada

trias anesthesia yaitu tidur ringan (hipnosis) sekedar tidak sadar, analgesia

cukup, diusahakan agar pasien selama dibedah tidak menimbulkan nyeri

dan relaksasi otot lurik yang cukup. Rumatan intravena misalnya dengan

menggunakan opioid dosis tinggi, fentanil 10-50 ug/kgBB.

29

Page 30: CRS General anestesi VP shunt

Dosis tinggi opioid menyebabkan pasien tidur dengan analgesia

cukup, sehingga tinggal memberikan relaksasi pelumpuh otot. Rumatan

intravena dapat juga menggunakan opioid dosis biasa, tetapi pasien

ditidurkan dengan infuse propofol 4-12 mg/kgBB/jam. Bedah lama dengan

anesthesia total intravena menggunakan opioid, pelumpuh otot dan

ventilator. Untuk mengembangkan paru digunakan inhalasi dengan

udara+O2 atau N2O+O2.

Rumatan inhalasi biasanya menggunakan campuran N2O dan O2 3:1

ditambah halotan 0,5-2 vol% atau enfluran 2-4 vol% atau isofluran 2-4 vol

% atau sovofluran 2-4 vol% bergantung apakah pasien bernapas spontan,

dibantu (assisted) atau dikendalikan (controlled).

4.1.9 Mempertahankan Anestesi Dan Pengakhiran Anestesi

I. Mempertahankan Anestesi14

Pemantauan yang minimal harus dilakukan selama operasi: EKG,

pengukuran tekanan darah yang tidak invasive, oksimetri nadi,

kapnometri, gas napas, pengukuran gas anestesi.

Pertahankan anestesi sehingga tercapai keseimbangan anestesi, dengan

opioid (misalnya, remifentanil 0,2-0,3 ug/kg/menit) dan gas anestesi

(misalnya 0,5 MAC Desfluran) atau sebagai anestesi intravena total

(TIVA) dengan opioid dan propofol.

Segera rencanakan terapi nyeri pasca-operasi, bila perlu, pemberian

analgetik non-steroid (misalnya 30 mg/kg metamizol) dan pemberian

opioid kerja lama (misalnya 0,1 mg/kg piritramid).

Tanda-tanda klinis untuk kedalaman anestesi yang tidak memadai :

1. Peningkatan tekanan darah.

2. Peningkatan frekuensi denyut jantung.

3. Pasien mengunyah/menelan dan menyeringai.

4. Terdapat pergerakan.

5. Berkeringat.

30

Page 31: CRS General anestesi VP shunt

4.1.10 Pengakhiran Anestesia

Pengakhiran pemberian anesthesia dilakukan sesaat sebelum operasi

berakhir (pada penggunaan remifentanil, anestesi baru diakhiri setelah

kulit dijahit).

FiO2 100% dipasang selama beberapa menit sebelum rencana ekstubasi.

Penyedotan secret yang terkumpul di dalam mulut dan faring.

Ekstubasi, bila pernapasan spontan mencukupi dan reflex perlindungan

telah kembali (antagonisasi dari relaksasi otot).

Pasien yang stabil secara hemodinamik dan respiratorik diletakkan di

dalam ruangan pasca-bedah.

4.1.11 Kontra Indikasi Anestesi Umum

Tergantung efek farmakologi pada organ yang mengalami kelainan (harus

hindarkan pemakaian obat atau dosis dikurangi/diturunkan).

Hepar : obat hepatotoksik/obat yang toksis terhadap hepar.

Jantung : obat-obat yang mendepresi miokard/menurunkan aliran

darah koroner.

Ginjal : obat yang diekskresi di ginjal.

Paru : obat yang merangsang sekresi paru/bronkus

Endokrin : hindari obat yang meningkatkan kadar gula darah/

hindari pemakaian obat yang merangsang susunan saraf

simpatis pada diabetes penyakit basedow, karena bisa

menyebabkan peninggian gula darah.11

4.1.12 Komplikasi Anestesi Umum

Komplikasi (penyulit) kadang-kadang datangnya tidak diduga

kendatipun tindakan anestesi sudah dilaksanakan dengan baik. Komplikasi

dapat dicetuskan oleh tindakan anestesia sendiri atau kondisi pasien.

Penyulit dapat timbul pada waktu pembedahan atau kemudian segera

ataupun belakangan setelah pembedahan (lebih dari 12 jam). 2

31

Page 32: CRS General anestesi VP shunt

a. Komplikasi Kardiovaskular

Hipotensi : tekanan systole kurang dari 70mmHg atau turun 25% dari

sebelumnya.

Hipertensi : umumnya tekanan darah dapat meningkat pada periode induksi

dan pemulihan anestesia. Komplikasi ini dapat membahayakan khususnya

pada penyakit jantung, karena jantung akan bekerja keras dengan kebutuhan

O2 miokard yang meningkat, bila tak tercukupi dapat timbul iskemia atau

infark miokard. Namun bila hipertensi karena tidak adekuat dapat dihilangkan

dengan menambah dosis anestetika.

Aritmia Jantung : anestesi ringan yang disertai maniplasi operasi dapat

merangsang saraf simpatiks, dapat menyebabkan aritmia. Bradikardia yang

terjadi dapat diobati dengan atropine

Payah Jantung : mungkin terjadi bila pasien mendapat cairan IV berlebihan.

b. Komplikasi Respirasi

Obstruksi jalan nafas

Batuk

Cekukan (hiccup)

Intubasi endobronkial

Apnoe

Atelektasis

Pneumotoraks

Muntah dan regurgitas

c. Komplikasi Mata

Laserasi kornea, menekan bola mata terlalu kuat

d. Komplikasi Neurologi

Konvulsi, terlambat sadar, cedera saraf tepi (perifer)

e. Perubahan Cairan Tubuh

Hipovolemia, Hipervolemia

32

Page 33: CRS General anestesi VP shunt

f. Komplikasi Lain-Lain

Menggigil, gelisah setelah anestesi, mimpi buruk, sadar selama operasi, kenaikan

suhu tubuh.

4.1.13 Penyulit Intubasi

a. Leher pendek berotot

b. Mandibula menonjol

c. Maksila/gigi depan menonjol

d. Uvula tidak terlihat (Mallampati 3 atau 4)

e. Gerak sendi temporo-mandibular terbatas

f. Gerak vertebra cervical terbatas

4.2. HIDROSEFALUS

4.2.1. Anatomi

Sistem ventrikel otak merupakan jaringan yang berhubungan dengan

suatu rongga yang berisi cairan serebrospinal (CSS) dan terletak di

parenkim otak. Sistem ventrikel terdiri dari 2 ventrikel lateral, ventrikel

ketiga, serebral aqueduct dan ventrikel keempat. Pleksus koroid terletak di

ventrikel menghasilkan CSF, yang mengisi ventrikel dan ruang

subarachnoid, yang mengikuti produksi dan reabsorpsi siklus konstan.8,9

1. Ventrikel lateralis

Ada dua, terletak didalam hemispherii telencephalon. Kedua ventrikel

lateralis berhubungan denga ventrikel III (ventrikel tertius) melalui

foramen interventrikularis (Monro).

2. Ventrikel III (Ventrikel Tertius)

Terletak pada diencephalon. Dinding lateralnya dibentuk oleh thalamus

dengan adhesio interthalamica dan hypothalamus. Recessus opticus dan

33

Page 34: CRS General anestesi VP shunt

infundibularis menonjol ke anterior, dan recessus suprapinealis dan

recessus pinealis ke arah kaudal. Ventrikel III berhubungan dengan

ventrikel IV melalui suatu lubang kecil, yaitu aquaductus Sylvii

(aquaductus cerebri).

3. Ventrikel IV (Ventrikel Quartus)

Membentuk ruang berbentuk kubah diatas fossa rhomboidea antara

cerebellum dan medulla serta membentang sepanjang recessus lateralis

pada kedua sisi. Masing-masing recessus berakhir pada foramen Luschka,

muara lateral ventrikel IV. Pada perlekatan vellum medullare anterior

terdapat apertura mediana Magendie.

4. Kanalis sentralis medula oblongata dan medula spinalis

Saluran sentral korda spinalis: saluran kecil yang memanjang sepanjang

korda spinalis, dilapisi sel-sel ependimal. Diatas, melanjut ke dalam

medula oblongata, dimana ia membuka ke dalam ventrikel IV.

Ruang subarakhnoidal

Merupakan ruang yang terletak diantara lapisan arakhnoid dan piamater.8,9

34

Page 35: CRS General anestesi VP shunt

Gambar 1. Sistem Ventrikel Otak dan Kanalis Sentralis9

4.2.2 Embriologi

Sistem ventrikel secara embriologis berasal dari kanalis neuralis,

membentuk awal pengembangan dari neural tube. Tiga vesikula otak

(prosencephalon atau otak depan, otak tengah atau mesencephalon, dan

rhombencephalon atau otak belakang) terbentuk sekitar kehamilan akhir

bulan pertama. Kanalis neuralis melebar dalam prosencephalon, dan

terjadi pembentukan dari ventrikel lateral dan ventrikel ketiga. Rongga

35

Page 36: CRS General anestesi VP shunt

dari mesencephalon membentuk serebral aqueduct (aquaduktus silvii).

Pelebaran kanalis neuralis dalam rhombencephalon membentuk ventrikel

keempat.9

Pada umur kehamilan 35 hari terlihat pleksus khoroidalis sebagai

invaginasi mesenkhimal dari atap ventrikel IV, lateralis dan ventrikel III.

Pada saat kehamilan 50 hari sudah mulai terjadi sirkulasi CSS secara

normal, bersamaan dengan tiga peristiwa penting, yakni; perforasi atap

ventrikel IV oleh proses aktif diferensiasi, berkembangnya fungsi sekresi

pleksus khoroidalis dan terbentuknya ruang subarakhnoid.9

4.2.3 Fisiologi

CSS (Cairan Serebrospinal) merupakan cairan bening yang

menempati ventricles pada otak, cisterns disekeliling luar otak, dan ruang

subarachnoid disekeliling otak dan spinal cord.5,8,9

Fungsi CSS

CSS mempunyai beberapa fungsi penting, yaitu:5

1. Memberikan physical support pada otak

2. Memberikan perlindungan terhadap perubahan mendadak pada tekanan

darah venous (respiratory dan postural) dan arteri atau impact pressure

3. Memberikan excretory waste function karena otak tidak mempunyai

sistem limfatik

4. Jalan transportasi bagi faktor-faktor yang dikeluarkan hypothalamus

5. Menjaga central nervous system ionic homeostasis

Pembentukan, aliran dan absorbsi CSS

Kira-kira 500mL CSS diproduksi tiap harinya (0.3-0.4mL/min).

Total volume pada orang dewasa adalah 90-150mL, pada neonatus sekitar

10-60mL. Total CSS volume diganti setiap 5-7jam.

Sebagian besar (80-90%) CSS dihasilkan oleh pleksus khoroidalis

pada ventrikel lateralis sedangkan sisanya (10-20%) di ventrikel III,

36

Page 37: CRS General anestesi VP shunt

ventrikel IV, juga melalui difusi pembuluh-pembuluh ependim dan

piamater.

Pada hakekatnya susunan CSS sama seperti cairan interselular otak,

ventrikel dan ruang subarakhnoid. CSS setelah diproduksi oleh pleksus

khoroideus pada ventrikel lateralis akan mengalir ke ventrikel III melalui

foramen Monroe. Selanjutnya melalui akuaduktus serebri (Sylvius)

menuju ventrikel IV. Dari ventrikel IV sebagian besar CSS dialirkan

melalui foramen Luschka dan Magendie menuju ruang subarakhnoid,

setinggi medulla oblongata dan hanya sebagian kecil CSS yang menuju

kanalis sentralis. Dalam ruang subarakhnoid CSS selanjutnya menyebar ke

segala arah untuk mengisi ruang subarakhnoid, serebral maupun spinal.

Absorpsi CSS dilakukan oleh vili-vili arakhnoid yang jumlahnya

sangat banyak pada permukaan hemisferium serebri, basis serebri dan

sekeliling radiks nervi spinalis.1,2,5,9

Gambar Sirkulasi CSS

4.2.4 Definisi

37

Page 38: CRS General anestesi VP shunt

Hidrosefalus adalah suatu kondisi dimana terdapat cairan

serebrospinal (CSS) yang berlebihan di dalam ventrikel otak. Cairan

serebrospinal merupakan cairan yang steril yang diproduksi oleh pleksus

Choroideus di dalam ventrikel. Cairan serebrospinal secara normal

mengalir dari ventrikel lateral menuju ventrikel tiga lalu ventrikel empat

melalui saluran menuju sirkulasi di sekitar otak, kemudian cairan ini

diabsorbsi.1,2,3,5

4.2.5 Epidemiologi

Insiden seluruhnya dari hidrosefalus tidak diketahui. Namun,

prevalensi hidrosefalus di dunia cukup tinggi, di Belanda dilaporkan

terjadi kasus sekitar 0,65 permil pertahun dan di Amerika sekitar 2 permil

pertahun, sedangkan di Indonesia mencapai 10 permil. Insiden

hidrosefalus acquired juga tidak diketahui, mungkin dikarenakan

banyaknya macam penyakit yang dapat menyebabkan hidrosefalus.5

Insidensi hidrosefalus antara 0,2-4 setiap 1000 kelahiran. Insidensi

hidrosefalus kongenital adalah 0,5-1,8 pada tiap 1000 kelahiran dan 11%-

43% disebabkan oleh stenosis aqueductus serebri. Tidak ada perbedaan

bermakna insidensi untuk kedua jenis kelamin, juga dalam hal perbedaan

ras. Hidrosefalus dapat terjadi pada semua umur. Pada remaja dan dewasa

lebih sering disebabkan oleh toksoplasmosis. Hidrosefalus infantil; 46%

adalah akibat abnormalitas perkembangan otak, 50% karena perdarahan

subaraknoid dan meningitis, dan kurang dari 4% akibat tumor fossa

posterior.5

4.2.6 Etiologi

Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan

serebrospinal (CSS) pada salah satu tempat antara tempat pembentukan

CSS dalam sistem ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang subaraknoid.

Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS diatasnya. Penyebab

penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi dan anak ialah:5

1) Kelainan Bawaan (Kongenital)10

38

Page 39: CRS General anestesi VP shunt

a. Stenosis akuaduktus Sylvii

b. Spina bifida dan kranium bifida

c. Sindrom Dandy-Walker

d. Kista araknoid dan anomali pembuluh darah

e. Mielomeningokel

f. X-linked hydrocephalus

2) Infeksi

Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen. Secara patologis terlihat

penebalan jaringan piamater dan araknoid sekitar sisterna basalis dan

daerah lain. Penyebab lain infeksi adalah toxoplasmosis.

3) Neoplasma

Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat

aliran CSS. Pada anak yang terbanyak menyebabkan penyumbatan

ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii bagian terakhir biasanya suatu glioma

yang berasal dari serebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel III

disebabkan kraniofaringioma.

4) Perdarahan

Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan

fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain

penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri.

4.2.7 Klasifikasi

Hidrosefalus dapat diklasifikasikan atas beberapa hal, antara lain:1,2,5

1. Berdasarkan Anatomi / tempat obstruksi CSS

a. Hidrosefalus tipe obstruksi / non komunikans

Terjadi bila CSS otak terganggu (Gangguan di dalam atau pada sistem

ventrikel yang mengakibatkan penyumbatan aliran CSS dalam sistem

ventrikel otak), yang kebanyakan disebabkan oleh kongenital yaitu

stenosis akuaduktus Sylvius (menyebabkan dilatasi ventrikel lateralis

dan ventrikel III. Ventrikel IV biasanya normal dalam ukuran dan

lokasinya). Yang agak jarang ditemukan sebagai penyebab

39

Page 40: CRS General anestesi VP shunt

hidrosefalus adalah sindrom Dandy-Walker, Atresia foramen Monro,

malformasi vaskuler atau tumor bawaan. Radang (Eksudat, infeksi

meningeal). Perdarahan/trauma (hematoma subdural). Tumor dalam

sistem ventrikel

(tumor intraventrikuler, tumor parasellar, tumor fossa posterior).

b. Hidrosefalus tipe komunikans

Jarang ditemukan. Terjadi karena proses berlebihan atau gangguan

penyerapan (Gangguan di luar system ventrikel).

- perdarahan akibat trauma kelahiran menyebabkan perlekatan lalu

menimbulkan blokade villi arachnoid.

- Radang meningeal

- Kongenital :

o Perlekatan arachnoid/sisterna karena gangguan pembentukan.

o Gangguan pembentukan villi arachnoid

o Papilloma plexus choroideus

2. Berdasarkan Etiologi

a. Tipe Obstruksi

1) Kongenital

Stenosis Akuaduktus Serebri

Mempunyai berbagai penyebab. Kebanyakan disebabkan oleh

infeksi atau perdarahan selama kehidupan fetal; stenosis

kongenital sejati sangat jarang. (Toxoplasma/T.gondii,

Rubella/German measles, X-linked hidrosefalus).

Sindrom Dandy-Walker

Malformasi ini melibatkan 2-4% bayi baru lahir dengan

hidrosefalus. Etiologinya tidak diketahui. Malformasi ini

berupa ekspansi kistik ventrikel IV dan hipoplasia vermis

serebelum. Hidrosefalus yang terjadi diakibatkan oleh

hubungan antara dilatasi ventrikel IV dan rongga subarachnoid

40

Page 41: CRS General anestesi VP shunt

yang tidak adekuat; dan hal ini dapat tampil pada saat lahir,

namun 80% kasusnya biasanya tampak dalam 3 bulan

pertama. Kasus semacam ini sering terjadi bersamaan dengan

anomali lainnya seperti agenesis korpus kalosum,

labiopalatoskhisis, anomali okuler, anomali jantung, dan

sebagainya.

Malformasi Arnold-Chiari

Anomali kongenital yang jarang dimana 2 bagian otak yaitu

batang otak dan cerebelum mengalami perpanjangan dari

ukuran normal dan menonjol keluar menuju canalis spinalis.

Aneurisma Vena Galeni

Kerusakan vaskuler yang terjadi pada saat kelahiran, tetapi

secara normal tidak dapat dideteksi sampai anak berusia

beberapa bulan. Hal ini terjadi karena vena Galen mengalir di

atas akuaduktus Sylvii, menggembung dan membentuk

kantong aneurisma. Seringkali menyebabkan hidrosefalus

Hidrancephaly

Suatu kondisi dimana hemisfer otak tidak ada dan diganti

dengan kantong CSS.

2) Acquired (didapat)

Stenosis akuaduktus serebri (Pasca Infeksi atau perdarahan)

infeksi oleh bakteri Meningitis, menyebabkan radang pada

selaput (meningen) di sekitar otak dan spinal cord.

Hidrosefalus berkembang ketika jaringan parut dari infeksi

meningen menghambat aliran CSS dalam ruang subarachnoid,

yang melalui akuaduktus pada sistem ventrikel atau

mempengaruhi penyerapan CSS dalam villi arachnoid. Jika

saat itu tidak mendapat pengobatan, bakteri meningitis dapat

menyebabkan kematian dalam beberapa hari. Tanda-tanda dan

gejala meningitis meliputi demam, sakit kepala, panas tinggi,

41

Page 42: CRS General anestesi VP shunt

kehilangan nafsu makan, kaku kuduk. Pada kasus yang

ekstrim, gejala meningitis ditunjukkan dengan muntah dan

kejang. Dapat diobati dengan antibiotik dosis tinggi.

Hematoma Interventrikuler

Jika cukup berat dapat mempengaruhi ventrikel,

mengakibatkan darah mengalir dalam jaringan otak sekitar dan

mengakibatkan perubahan neurologis. Kemungkinan

hidrosefalus berkembang disebabkan oleh penyumbatan atau

penurunan kemampuan otak untuk menyerap CSS

Tumor (ventrikel, regio vinialis, fosa posterior)

Sebagian besar tumor otak dialami oleh anak-anak pada usia

5-10 tahun. 70% tumor ini terjadi dibagian belakang otak yang

disebut fosa posterior. Jenis lain dari tumor otakyang dapat

menyebabkan hidrosefalus adalah tumor intraventrikuler dan

kasus yang sering terjadi adalah tumor plexus choroideus

(termasuk papiloma dan carsinoma). Tumor yang berada di

bagian belakang otak sebagian besar akan menyumbat aliran

CSS yang keluar dari ventrikel IV. Pada banyak kasus, cara

terbaik untuk mengobati hidrosefalus yang berhubungan

dengan tumor adalah menghilangkan tumor penyebab

sumbatan.

Kista Arachnoid

Kista adalah kantung lunak atau lubang tertutup yang berisi

cairan. Jika terdapat kista arachnoid maka kantung berisi CSS

dan dilapisi dengan jaringan pada membran arachnoid. Kista

biasanya ditemukan pada anak-anak dan berada pada ventrikel

otak atau pada ruang subarachnoid. Kista subarachnoid dapat

menyebabkan hidrosefalus non komunikans dengan cara

menyumbat aliran CSS dalam ventrikel khususnya ventrikel

III. Berdasarkan lokasi kista, dokter bedah saraf dapat

menghilangkan dinding kista dan mengeringkan cairan kista.

42

Page 43: CRS General anestesi VP shunt

Jika kista terdapat pada tempat yang tidak dapat dioperasi

(dekat batang otak), dokter dapat memasang shunt untuk

mengalirkan cairan agar bisa diserap. Hal ini akan

menghentikan pertumbuhan kista dan melindungi batang otak.

Herniasi tentorial akibat tumor supratentorial

Abses/Granuloma

3. Berdasarkan Usia

Hidrosefalus tipe kongenital / infantil ( bayi )

Hidrosefalus tipe juvenile / adult ( anak-anak / dewasa )

Selain pembagian berdasarkan anatomi, etiologi, dan usia, terdapat

juga jenis Hidrosefalus Tekanan Normal ; sesuai konvensi, sindroma

hidrosefalik termasuk tanda dan gejala peninggian TIK, seperti kepala yang

besar dengan penonjolan fontanel. Akhir-akhir ini, dilaporkan temuan klinis

hidrosefalus yang tidak bersamaan dengan peninggian TIK.

Seseorang bisa didiagnosa mengalami hidrosefalus tekanan normal

jika ventrikel otaknya mengalami pembesaran, tetapi hanya sedikit atau tidak

ada peningkatan tekanan dalam ventrikel. Biasanya dialami oleh pasien usia

lanjut, dan sebagian besar disebabkan aliran CSS yang terganggu dan

compliance otak yang tidak normal.

Pada dewasa dapat timbul hidrosefalus tekanan normal, yaitu akibat

dari: perdarahan subarachnoid, meningitis, trauma kepala, dan idiopathic.

Dengan trias gejala: a).gangguan mental (dementia), b).gangguan koordinasi

(ataksia), c).gangguan kencing (inkontinentia urin)

4.2.8 Patofisiologi

Pada prinsipnya hidrosefalus terjadi sebagai akibat dari

ketidakseimbangan antara produksi, absorpsi, dan sirkulasi (obstruksi) dari

CSS. Adapun keadaan-keadaan yang dapat mengakibatkan terjadinya

ketidakseimbangan tersebut adalah:1,2,5

43

Page 44: CRS General anestesi VP shunt

1. Disgenesis serebri

46% hidrosefalus pada anak akibat malformasi otak dan yang terbanyak

adalah malformasi Arnold-Chiary. Berbagai malformasi serebral akibat

kegagalan dalam proses pembentukan otak dapat menyebabkan

penimbunan CSS sebagai kompensasi dari tidak terdapatnya jaringan

otak. Salah satu contoh jelas adalah hidroanensefali yang terjadi akibat

kegagalan pertumbuhan hemisferium serebri.

2. Produksi CSS yang berlebihan

Ini merupakan penyebab hidrosefalus yang jarang terjadi. Penyebab

tersering adalah papiloma pleksus khoroideus, hidrosefalus jenis ini dapat

disembuhkan.

3. Obstruksi aliran CSS

Sebagian besar kasus hidrosefalus termasuk dalam kategori ini. Obstruksi

dapat terjadi di dalam atau di luar sistem ventrikel. Obstruksi dapat

disebabkan beberapa kelainan seperti: perdarahan subarakhnoid post

trauma atau meningitis, di mana pada kedua proses tersebut terjadi

inflamasi dan eksudasi yang mengakibatkan sumbatan pada akuaduktus

Sylvius atau foramina pada ventrikel IV. Sisterna basalis juga dapat

tersumbat oleh proses arakhnoiditis yang mengakibatkan hambatan dari

aliran CSS. Tumor fossa posterior juga dapat menekan dari arah belakang

yang mengakibatkan arteri basiliaris dapat menimbulkan obstruksi secara

intermiten, di mana obstruksi tersebut berhubungan dengan pulsasi arteri

yang bersangkutan.

4. Absorpsi CSS berkurang

Kerusakan vili arakhnoidalis dapat mengakibatkan gangguan absorpsi

CSS, selanjutnya terjadi penimbunan CSS. Keadaan-keadaan yang dapat

menimbulkan kejadian tersebut adalah post meningitis, post perdarahan

subarachnoid, kadar protein CSS yang sangat tinggi.

44

Page 45: CRS General anestesi VP shunt

5. Akibat atrofi serebri

Bila karena sesuatu sebab terjadinya atrofi serebri, maka akan timbul

penimbunan CSS yang merupakan kompensasi ruang terhadap proses

atrofi tersebut.

Terdapat beberapa tempat yang merupakan predileksi terjadinya hambatan

aliran CSS :

1. Foramen Interventrikularis Monroe

Apabila sumbatan terjadi unilateral maka akan menimbulkan pelebaran

ventrikel lateralis ipsilateral.

2. Akuaduktus Serebri (Sylvius)

Sumbatan pada tempat ini akan menimbulkan pelebaran kedua ventrikel

lateralis dan ventrikel III.

3. Ventrikel IV

Sumbatan pada ventrikel IV akan menyebabkan pelebaran kedua

ventrikel lateralis, dan ventrikel III dan akuaduktus serebri.

4. Foramen Mediana Magendie dan Foramina Lateralis Luschka

Sumbatan pada tempat-tempat ini akan menyebabkan pelebaran pada

kedua ventrikel lateralis, ventrikel III, akuaduktus serebri dan ventrikel

IV. Keadaan ini dikenal sebagai sindrom Dandy-Walker.

5. Ruang Sub Arakhnoid di sekitar medulla-oblongata, pons, dan

mesensefalon

Penyumbatan pada tempat ini akan menyebabkan pelebaran dari seluruh

sistem ventrikel. Akan tetapi apabila obstruksinya pada tingkat

mesensefalon maka pelebaran ventrikel otak tidak selebar seperti jika

obstruksi terjadi di tempat lainnya. Hal ini terjadi karena penimbunan

CSS di sekitar batang otak akan menekan ventrikel otak dari luar.

45

Page 46: CRS General anestesi VP shunt

4.2.9 Manifestasi Klinis

Gambaran klinis pada permulaan adalah pembesaran tengkorak yang

disusul oleh gangguan neurologik akibat tekanan likuor yang meningkat

yang menyebabkan hipotrofi otak.

a. Hidrosefalus pada bayi (sutura masih terbuka pada umur kurang dari 1

tahun) didapatkan gambaran :

- Kepala membesar

- Sutura melebar

- Fontanella kepala prominen

- Mata kearah bawah (sunset phenomena)

- Nistagmus horizontal

- Perkusi kepala : “cracked pot sign” atau seperti semangka masak.

Ukuran rata-rata lingkar kepala berdasarkan umur:

Umur Ukuran rata-rata lingkar kepalaLahirUmur 3 bulanUmur 6 bulanUmur 9 bulanUmur 12 bulanUmur 18 bulan

35 cm41 cm44 cm46 cm47 cm

48,5 cm

b. Hidrosefalus pada anak dan dewasa

Tanda dan gejala yang biasanya didapat, yaitu:

- Sakit kepala

- Kesadaran menurun

- Gelisah

- Mual, muntah

- Hiperfleksi seperti kenaikan tonus anggota gerak

- Gangguan perkembangan fisik dan mental

- Papil edema; ketajaman penglihatan akan menurun dan lebih lanjut

dapat mengakibatkan kebutaan bila terjadi atrofi papila N.II.

46

Page 47: CRS General anestesi VP shunt

Tekanan intrakranial meninggi oleh karena ubun-ubun dan sutura sudah

menutup, nyeri kepala terutama di daerah bifrontal dan bioksipital. Aktivitas fisik

dan mental secara bertahap akan menurun dengan gangguan mental yang sering

dijumpai seperti : respon terhadap lingkungan lambat, kurang perhatian tidak

mampu merencanakan aktivitasnya.

4.2.10 Diagnosis

Diagnosis Hidrosephalus berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang.1,2,5

Pemeriksaan Penunjang

1. Foto rontgen kepala,

Sudah jarang dilakukan, karena tidak begitu spesifik. Pada pemeriksaan

Foto rontgen kepala biasanya didapatkan:

o Tulang menipis

o Disporposi kraniofasial

o Sutura melebar

Dengan prosedur ini dapat juga diketahui jenis hidrosefalus tipe

kongenital/infatil atau tipe juvenile/adult (oleh karena sutura telah

menutup maka dari foto rontgen kepala diharapkan adanya gambaran

kenaikan tekanan intracranial).

2. Transiluminasi

Penyebaran cahaya diluar sumber sinar lebih dari batas normal, yaitu:

frontal 2,5 cm, oksipital 1 cm.

3. Pemeriksaan CSS

Dengan cara aseptik melalui punksi ventrikel/punksi fontanela mayor,

dapat menentukan:

- Tekanan

- Jumlah sel leukosit meningkat, menunjukkan adanya peradangan /

infeksi

47

Page 48: CRS General anestesi VP shunt

- Adanya eritrosit menunjukkan perdarahan

- Bila terdapat infeksi, diperiksa dengan pembiakan kuman dan

resistensi antibiotik.

4. Ventrikulografi

Ventrikulografi yaitu dengan cara memasukkan kontras berupa O2 murni

atau kontras lainnya dengan alat tertentu menembus melalui fontanella

anterior langsung masuk ke dalam ventrikel. Setelah kontras masuk

langsung difoto, maka akan terlihat kontras mengisi ruang ventrikel yang

melebar. Pada anak yang besar karena fontanela telah menutup untuk

memasukkan kontras dibuatkan lubang dengan bor pada karanium bagian

frontal atau oksipitalis. Ventrikulografi ini sangat sulit dan mempunyai

resiko yang tinggi. Di rumah sakit yang telah memiliki fasilitas CT scan,

prosedur ini telah ditinggalkan.

5. CT Scan Kepala

Pada hidrosefalus obstruktif CT scan sering menunjukkan adanya

pelebaran dari ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas

ventrikel lebih besar dari occipital horns pada anak yang besar. Ventrikel

IV sering ukurannya normal dan adanya penurunan densitas oleh karena

terjadi reabsorpsi transependimal dari CSS.

Pada hidrosefalus komunikan gambaran CT scan menunjukkan dilatasi

ringan dari semua sistem ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di

proksimal dari daerah sumbatan.

Walaupun tidak mudah untuk mendeteksi penyebab hidrosefalus dengan

CT Scan, namun ukuran ventrikel dapat ditentukan dengan sangat mudah.

CT-Scan dapat mengungkap hidrosefalus, edema serebral, atau lesi massa,

seperti kista koloid dari ventrikel ketiga atau tumor pontin atau tumor

thalamus. CT-Scan harus dilakukan apabila terdapat kecurigaan adanya

proses neurologik akut.

Keuntungan CT scan :

48

Page 49: CRS General anestesi VP shunt

o Gambaran lebih jelas

o Non traumatik

o Meramal prognose

o Penyebab hidrosefalus dapat diduga

Gambar CT Scan pada hidrosefalus12,13

Gambar CT-Scan pada hidrosefalus13

6. USG

USG Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan

USG diharapkan dapat menunjukkan sistem ventrikel yang melebar.

Pendapat lain mengatakan pemeriksaan USG pada penderita hidrosefalus

49

Page 50: CRS General anestesi VP shunt

ternyata tidak mempunyai nilai di dalam menentukan keadaan sistem

ventrikel hal ini disebabkan oleh karena USG tidak dapat menggambarkan

anatomi system ventrikel secara jelas, seperti halnya pada pemeriksaan CT

scan.

Selain itu, pemeriksaan USG juga dapat mendeteksi hidrosefalus pada

masa kehamilan.

Gambar USG hidrosefalus pada kehamilan 14 minggu

7. MRI

MRI dapat mendeteksi ventrikel yang dilatasi atau adanya lesi massa

50

Page 51: CRS General anestesi VP shunt

Gambar MRI otak pada pasien hidrosefalus, tampak adanya pelebaran

ventrikel13

Gambar MRI pada hidrosefalus nonkomunikan/obstruktif. Obstruksi

terjadi di foramen luskha dan magendi. Tampak adanya pelebaran dari

ventrikel 4.8,13

4.2.11 Diagnosis Banding

Dalam proses diagnostik, diagnosis banding penting bagi pakar

neuro (saraf) dan bedah neuro untuk menentukan prognosis dan terapetik.5

1. Higroma subdural, yaitu penimbunan cairan dalam ruang subdural akibat

pencairan hematom subdural

51

Page 52: CRS General anestesi VP shunt

2. Hematom subdural, yaitu penimbunan darah di dalam rongga subdural

3. Emfiema subdural, yaitu adanya udara atau gas dalam jaringan subdural.

4. Hidranensefali, yaitu hilangnya sama sekali atau hampir tidak memiliki

hemisfer serebri, ruang yang normalnya di isi hemisfer dipenuhi CSS

Gambar CT-Scan pada Hidranensefali13,14

5. Tumor otak

6. Kepala besar

o Megaloensefali : jaringan otak bertambah

o Makrosefali : gangguan tulang

Komplikasi hidrosefalus yaitu atrofi otak dan herniasi otak yang dapat

berakibat kematian.

4.2.12 Tatalaksana1,2,5

Tiga prinsip pengobatan hidrosefalus:5

a. Mengurangi produksi CSS dengan merusak sebagian pleksus koroidalis

dengan tindakan reseksi (pembedahan) atau koagulasi tetapi hasilnya tidak

memuaskan. Obat azetasolamit (diamox) memiliki khasiat inhibisi

pembentukan CSS.

52

Page 53: CRS General anestesi VP shunt

b. Memperbaiki hubungan antara produksi CSS dengan tempat absorpi yakni

menghubungkan ventrikel dan subarakhnoid misalnya

ventrikulosisternostomi Torkildsen pada stenosis akuaduktus.

c. Pengeluaran CSS ke organ ekstrakranial :

1. Drainase ventrikulo-veritoneal

2. Drainase lombo-peritoneal

3. Drainase ventrikulo-pleural

4. Drainase ventrikulo-uretrostomi

5. Drainase ke dalam antrum mastoid

6. Cara yang kini dianggap terbaik yakni mengalirkan CSS ke dalam vena

jugularis dan jantung melalui kateter yang berpentil yang

memungkinkan pengaliran CSS ke satu arah

Terapi medikamentosa

Terapi medikamentosa digunakan hanya untuk sementara selama

menunggu intervensi bedah. Terapi ini tidak efektif untuk terapi jangka

panjang pada hidrosefalus kronik karena dapat mengganggu metabolisme.

Pada kondisi tertentu seperti oklusi sinus, meningitis, atau perdarahan

intraventrikuler neonatus, terapi ini dapat efektif. Medikamentosa yang

dapat diberikan antara lain:

o Acetazolamide (25 mg/kg/hari dalam 3 dosis), monitoring status

respirasi dan elektrolit dan tidak direkomendasikan terapi lebih dari 6

bulan.

o Furosemide (1 mg/kg/hari dalam 3 dosis), monitoring keseimbangan

elektrolit dan cairan.

Terapi pembedahan

Terapi bedah merupakan pilihan yang lebih baik. Alternatif lain selain

pemasangan shunt antara lain:

o Choroid pleksotomi atau koagulasi pleksus Choroid

o Membuka stenosis akuaduktus

53

Page 54: CRS General anestesi VP shunt

o Eksisi tumor

o Fenestrasi endoskopi

Pemasangan shunt dilakukan pada sebagian besar pasien. Prinsip dari

pemasangan shunt adalah mempertahankan hubungan antara CSS dan

rongga drainase (peritoneum, atrium kanan, pleura). Beberapa alternatif

pemasangan shunt antara lain:

o Ventriculoperitoneal (VP) shunt yang paling banyak digunakan.

Lokasi proksimal biasanya terletak di ventrikel lateral. Kelebihan

shunt ini yaitu tidak diperlukannya pemanjangan selang shunt yang

disesuaikan dengan pertumbuhan anak karena kita dapat meletakkan

cateter yang panjang di dalam rongga peritoneum.

o Ventriculoatrial (VA) shunt, juga disebut vascular shunt, dipasang

melalui vena jugularis dan vena cava superior masuk ke dalam atrium

kanan jantung. Shunt jenis ini dipilih jika didapatkan kelainan pada

rongga abdomen, seperti peritonitis, obesitas morbid, atau pasien baru

melakukan pembedahan pada abdomen.

o Lumboperitoneal shunt dipakai hanya pada hidrosefalus komunikan,

fistula CSS, atau pseudotumor serebri.

o Ventriculopleural shunt merupakan lini kedua bila pilihan lain

merupakan kontraindikasi.

Gambar Teknik melakukan penusukkan di kepala pada VP shunt

54

Page 55: CRS General anestesi VP shunt

Gambar ventrikuloperitoneal shunt

4.2.13 Prognosis

Hidrosefalus yang tidak diterapi akan menimbulkan gejala sisa,

gangguan neurologis serta kecerdasan. Dari kelompok yang tidak diterapi,

50-70% akan meninggal karena penyakitnya sendiri atau akibat infeksi

berulang, atau oleh karena aspirasi pneumonia. Namun bila prosesnya

berhenti (arrested hidrosefalus) sekitar 40% anak akan mencapai

kecerdasan yang normal. Pada kelompok yang dioperasi, angka kematian

adalah 7%. Setelah operasi sekitar 51% kasus mencapai fungsi normal dan

sekitar 16% mengalami retardasi mental ringan. Adalah penting sekali

anak hidrosefalus mendapat tindak lanjut jangka panjang dengan

kelompok multidisipliner.5,6

55

Page 56: CRS General anestesi VP shunt

BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Persiapan Praanestesi

Pasien yang akan menjalani anestesia dan pembedahan (elektif/darurat)

harus dipersiapkan dengan baik. Kunjungan pra anestesi pada bedah elektif

dilakukan 1-2 hari sebelumnya, sedangkan pada bedah darurat dilakukan

sesingkat mungkin. Kunjungan pra anestesi bertujuan mempersiapkan mental dan

fisik pasien secara optimal, merencanakan dan memilih tekhnik dan obat-obat

anestesi yang sesuai, serta menentukan klasifikasi yang sesuai berdasarkan

klasifikasi ASA.6

Adapun klasifikasi ASA yaitu :

ASA I : Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia.

ASA II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang

ASA III : Pasien dengan penyakit sistemik berat hingga aktifitas rutin

terbatas.

ASA IV :Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan

aktifitas rutin, penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya

setiap saat.

ASA V :Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan

hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam.

Pada pasien ini tergolong ASA III karena pasien mengalami

hidrosefalus obstruktif ec. perdarahan intraventrikular, leukosit yang

meningkat, adanya hipertensi yang tidak terkontrol. Operasi dilakukan

tindakan pemasangan VP shunt dengan anestesi umum (anestesi general).

Tahapan anestesi dimulai dengan pemberian cairan IV line pada

tangan kiri sebanyak 1 kolf untuk menghindari terjadinya shock

hipovolemik, karena pada pasien ini telah berpuasa selama + 8 jam dan

pada tindakan bedah akan menyebabkan perdarahan meskipun jumlah

perdarahan pada pasien ini tidak terlalu banyak. Selain itu, pemasangan

56

Page 57: CRS General anestesi VP shunt

cairan IV line ini berfungsi untuk pemberian obat premedikasi. Pemberian

obat-obat premedikasi yaitu Ranitidin 50 mg (golongan antagonis reseptor

H2 Histamin) tujuannya sebagai antiemetik dan untuk mencegah

pneumonitis asam karena cairan lambung bersifat asam dengan PH 2,5.

Ondansetron 4 mg (golongan antiemetik) untuk mengurangi mual dan

muntah pasca pembedahan. Premedikasi sendiri seharusnya diberikan 1-2

jam sebelum dimulainya operasi namun pada pasien ini diberikan ketika

pasien sudah berada di dalam ruang tindakan operasi, yaitu ± 10-15 menit

sebelum operasi dimulai.

5.2 Durasi Operatif

Pasien mulai diinduksi pukul 10.25 wib, dengan diposisikan terlentang

(supine), kemudian diberikan O2 8 liter melalui face mask. Serta diberikan juga

Fentanyl golongan opioid (analgesik narkotika) 100 mcg yang bertujuan untuk

mengurangi kecemasan dan ketakutan pasien dan mengurangi rasa nyeri saat

pembedahan dengan dosis 1-2 mcg/kgBB. Onset fentanyl ini sangat cepat yaitu 3

detik dengan lama aksi 30 menit.

Kemudian induksi propofol 100 mg. Induksi intravena hendaknya

dikerjakan dengan hati-hati, perlahan, lembut dan terkendali. Selama induksi,

pernapasan pasien, nadi dan tekanan darah harus diawasi dan selalu diberi

oksigen. Propofol merupakan derivat fenol dan bersifat lipofilik dimana 98%

terikat protein plasma, eliminasi terjadi di hepar menjadi suatu metabolit tidak

aktif, waktu paruh sekitar 5 – 10 menit. Dosis induksi cepat menyebabkan sedasi

(30-45 detik) dan kecepatan untuk pulih juga relatif singkat. Setelah propofol

dimasukkan dilihat refleks bulu mata, jika refleks bulu mata sudah tidak ada maka

face mask ditempelkan (triple manuever) sambil disuntikkan Artracurium 30 mg

yang berfungsi untuk mempermudah ETT serta memberikan relaksasi otot rangka

selama pembedahan.

Setelah diberikan relaksan, dilakukan bagging selama + 3 menit untuk

melihat pengembangan paru dan juga menunggu relaksan bekerja sehingga

mempermudah dilakukannya intubasi. Pompa 15 x dalam 30 detik untuk

57

Page 58: CRS General anestesi VP shunt

menciptakan keadaan hiperventilasi sehingga pasien memiliki persediaan O2 di

otak. Lalu, memegang laringoskop dengan tangan kiri dan mulai melakukan

pemasangan ETT. Slight manuver, minta bantuan asisten untuk menekan cartilago

cricoidea. Masukkan ETT ukuran 7 dibantu dengan madrin lalu menghubungkan

ke pompa, lalu dengarkan suara abdomen dan apek paru. Setelah itu

menggelembungkan cuff dengan spuit yang berisi udara. Fiksasi ETT dengan

plester. Mengalirkan N2O dan O2 diberikan dari mesin ke jalan napas pasien

sebagai anestesi rumatan. Diberi tambahan anestesi inhalasi sevoflurance 2 vol%.

Kemudian mata ditutup plester. Setelah stadium anestesi cukup dalam, operasi

pun dimulai sekitar pukul 10.40 wib dengan TD 100/70 mmHg dan nadi 55 x/i.

Selama operasi diberikan cairan RL sebanyak 3 kolf (habis terpakai) untuk

memenuhi kebutuhan perioperatif. Pada pukul 11.45 wib disuntikkan Reverse

dengan SA 0,5 mg + Neostigmin 1 mg yang merupakan obat untuk pelumpuh otot

yang bekerja pada sambungan saraf-otot mencegah asetilkolin–esterase, sehingga

asetilkolin dapat bekerja.

Ekstubasi pada pasien ini dilakukan saat pasien bernapas spontan, kemudian

membersihkan ludah dan sekret dari jalan napas dengan suction. Ekstubasi

umumnya dilakukan pada keadaan anestesi sudah ringan dan pasien sudah mulai

bernapas spontan, dengan catatan tidak akan terjadi spasme laring.

Operasi selesai pukul 11.55 wib, infus lanjutan diberikan analgetik drip

tramadol 100 mg dan ketorolac 30 mg yang diberikan 30 gtt/i. Tramadol

merupakan analgetik sentral dengan afinitas rendah pada reseptor dan kelemahan

analgesiknya 10-20 % dibandingkan morfin. Tramadol dapat diberikan iv atau im

dengan dosis 50-100 mg dan diulang tiap 4-6 jam. Dengan dosis maksimal 400

mg/hari. Ketorolac merupakan obat AINS bekerja pada jalur oksigenasi

menghambat biosintesis prostaglandin dengan analgesik yang kuat secara perifer

dan sentral. Juga memiliki efek antiinflamasi dan antipiretik. Ketorolac dapat

mengatasi rasa nyeri ringan sampai berat pada kasus emergensi seperti pada

pasien ini. Mula kerja efek analgesia ketorolac mungkin sedikit lebih lambat

namun lama kerjanya lebih panjang dibanding opioid. Efek analgesianya akan

mulai terasa dalam pemberian iv/im, lama efek analgesik adalah 4-6 jam.

58

Page 59: CRS General anestesi VP shunt

5.3 Pemberian Cairan Perioperatif

Pada pasien ini diberikan 3 kolf cairan infus RL. Pasien sudah tidak

makan dan minum + 8 jam, maka kebutuhan cairan pada pasien ini adalah :

BB : 60 kg

Pemberian cairan :

M (Maintenance) = 2 ml x kgBB/jam

= 2 x 60

= 120 cc/jam

P (Puasa) = Maintenance x lama puasa

= 120 x 8

= 960 cc/jam

O (Operasi) = Operasi besar (BB x 8)

= 60 x 8

= 480 cc/jam

Perdarahan = ± 20 cc

Total kebutuhan cairan pada pasien ini adalah :

I = ½ P + M + O

= ½ 960 + 120 + 480

= 1080 cc/jam

II = ¼ P + M + O

= ¼ 960 + 120 + 480

= 840 cc/jam

Maka, total kebutuhan cairan adalah: 1080 cc + 840 cc = 1920 cc

Sedangkan total cairan yang telah diberikan sampai selesai operasi

adalah 1500 cc. Oleh karena itu, kebutuhan cairan masih kurang 420 cc

lagi. Hal ini dapat diatasi dengan pemberian cairan terakhir yaitu RL 500

cc yang telah ditambahkan analgetik.

59

Page 60: CRS General anestesi VP shunt

5.4 Post Operatif

Setelah operasi selesai pasien dibawa ke RR (Recovery Room).

Pasien berbaring dengan posisi kepala sejajar dengan tempat tidur. Karena

efek obat anestesi masih tersisa, observasi tanda vital dan pemberian

oksigenasi tetap diberikan sebanyak 2 liter/menit, dan IVFD RL +

analgetik 30 tetes per menit. Setelah keadaan umum stabil, maka pasien

dibawa ke ruangan bangsal bedah.

60

Page 61: CRS General anestesi VP shunt

BAB VI

KESIMPULAN

Pemeriksaan pra anestesi memegang peranan penting pada setiap

operasi yang melibatkan anestesi. Pemeriksaan yang teliti memungkinkan

kita mengetahui kondisi pasien dan memperkirakan masalah yang

mungkin timbul sehingga dapat mengantisipasinya.

Pada kasus ini, penderita bernama Tn. S usia 42 tahun dengan

diagnosis hidrosefalus obstruktif ec. intraventrikular hemorrhage. Pada

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang saat pra anestesi didapatkan

pasien termasuk ASA 3.

Anestesi dilakukan pada tanggal 8 Agustus 2015 pukul 10.25 wib

dan berakhir pada pukul 11.55 wib di ruang OK RSUD Raden Mettaher

Jambi oleh ahli bedah saraf dr.Apriyanto, Sp.BS dengan ahli anestesi dr.

Sulistyowati, Sp.An.

Proses pre anestesi berlangsung baik. Tidak ada kendala yang berarti

selama intubasi. Efek samping pemberian obat minimal tanpa ada masalah

berarti. Selama operasi balance cairan cukup baik, tidak terjadi

ketidakseimbangan cairan yang mengancam keselamatan pasien. Setelah

selesai operasi, pasien dipindahkan ke bangsal bedah pukul 12.15

Dapat disimpulkan bahwa proses anestesi berlangsung baik.

Perawatan post operatif dilakukan di ICU, diawasi vital sign dan

perdarahan tiap 15 menit, tirah baring tanpa bantal selama 24 jam, dan

puasa sampai pasien sadar penuh dan bising usus (+).

61

Page 62: CRS General anestesi VP shunt

DAFTAR PUSTAKA

1. Jong WD, Sjamsuhidajat R. Hidrosefalus. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-dua. Jakarta: EGC. 2004. hal 809-810

2. Sri M, Sunaka N, Kari K. Tinjauan Pustaka Hidrosefalus. Dalam: Dexa Media. 2006. No.1 Vol.19. Hal. 40-48.

3. Hasan, Rupseno. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

4. Surasmi, asriningsih. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta: EGC. 20035. Ropper, Allan H. And Robert H. Brown. Adams And Victor’s Principles

Of Neurology: Eight Edition. USA. 2005.6. Latief S.A, Suryadi KA & Dachlan, MR. eds. Petunjuk praktis

Anestesiologi. Edisi ke-2. Bagian Anestesiologi dan Terapi intensif FKUI. Jakarta; 2009.

7. Bakhriansyah HM. Anestesi Umum. FK UNLAM banjarbaru8. EngelHard HH. Neurosurgery for Hydrocephalus. In: Medscape

Referance. Nov 2011. Downloaded from: URL: http://emedicine.medscape.com/article/247387-overview

9. Atlas Berwarna & Teks Anatomi Manusia jilid 3, edisi 6, system saraf dan alat-alat sensoris. Kahle, Leonhardt, Platzer. (Hipokrates, hal 262-271) (ana,pato

10. Crisan E. Ventricles of the Brain. In: Medscape Referance. May 2011. Downloaded from: URL: http://emedicine.medscape.com/article/1923254-overview

11. Zhang J, Williams MA, Rigamonti D. Genetic of Human Hydrocephalus. In: J Neurol. 2006. 253: 1255-1266

12. Ceddia A, Di Rocco C, Tanelli A, Lauretti L. Non Tumoral Neonatal Hydrocephalus, Result of Surgical Treatment in Firs Month of Live in Minerva-Pediatrics. 2000. 49(9) : 445-50

13. Wilson JA. Imaging in Normal Pressure Hydrocephalus. In: Medscape Referance May 2011. Downloaded from: URL: http://emedicine.medscape.com/article/342827-overview#showall

62