cr dermatitis

10
BAB IV PEMBAHASAN Pasien datang ke balai pengobatan Health Centre PT. X dengan keluhan kulit gatal di punggung dan kaki kanan, keluhannya diserta dengan kemerahan dan kulit yang lecet. Keluhan dirasakan sejak 2 hari yang lalu. Keluhan timbul setelah terkena cairan pestisida pada saat penyemprotan di kebun tebu. Untuk dapat mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja pada individu perlu dilakukan suatu pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dan menginterpretasinya secara tepat. Pendekatan tersebut dapat disusun menjadi 7 langkah yang dapat digunakan sebagai pedoman: 1. Diagnosa klinis : Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik, didapatkan diagnosa klinis dermatitis kontak iritan. Dari anamnesa diketahui pasien terkena merasakan gatal setelah terkena cairan pestisida di punggung dan kakinya pada saat penyemprotan. Keluhan tidak langsung muncul setelah terkena cairan pestisida, tetapi timbul 49

Upload: jihan-nurlaila

Post on 08-Nov-2015

11 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

MUSKULOSKELETAL

TRANSCRIPT

BAB IVPEMBAHASANPasien datang ke balai pengobatan Health Centre PT. X dengan keluhan kulit gatal di punggung dan kaki kanan, keluhannya diserta dengan kemerahan dan kulit yang lecet. Keluhan dirasakan sejak 2 hari yang lalu. Keluhan timbul setelah terkena cairan pestisida pada saat penyemprotan di kebun tebu. Untuk dapat mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja pada individu perlu dilakukan suatu pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dan menginterpretasinya secara tepat. Pendekatan tersebut dapat disusun menjadi 7 langkah yang dapat digunakan sebagai pedoman:1. Diagnosa klinis :

Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik, didapatkan diagnosa klinis dermatitis kontak iritan. Dari anamnesa diketahui pasien terkena merasakan gatal setelah terkena cairan pestisida di punggung dan kakinya pada saat penyemprotan. Keluhan tidak langsung muncul setelah terkena cairan pestisida, tetapi timbul setelah beberapa kali terkena cairan tersebut. Beberapa pekerja yang lain merasakan keluhan yang sama. Pasien sebelumnya pernah merasakan keluhan serupa dan lebih parah dari keluhan sekarang. Pada pemeriksaan dermatologis didapatkan Pada regio punggung dan cruris dekstra tampak lesi berbentuk macula eritema, berbatas tegas dan asimetris disertai daerah eksoriasi. Untuk membedakan dermatitis kontak iritan dan alergi pada pasien ini hendaknya dilakukan patch test, sehingga dapat dipastikan pasien tidak mempunyai alergi terhadap bahan apapun (Quality of evidence II.ii) (Strength of recommendation A) (British Journal of Dermathology, 2008). 2. Identifikasi pajanan yang di alami :

Pasien merupakan pekerja harian di bagian plantation divisi area I sebagai penyemprot pestisida di kebun tebu. Pasien sudah 5 tahun bekerja sebagai penyemprot pestisida, dalam satu tahun melakukan 2-3 kali penyemprotan, lamanya penyemprotan sekitar 2-3 minggu, 6 hari selama seminggu dan 6 jam perhari. Luas area yang menjadi tanggung jawab tiap penyemprot yaitu 0,5 hektar lahan kebun tebu. Pestisida yang digunakan merupakan herbisida, terdapat 4 macam jenis pestisida yang digunakan yaitu ametrin, 24 D, Diamin, dan parakuat. Keempat macam pestisida ini dicampur dan dilarutkan dengan air dan perekat. Para pekerja mendapatkan APD dari pihak perusahaan barupa masker dan sarung tangan untuk melindungi paparan dari cairan pestisida. Perlengkapan yang digunakan para pekerja umumnya meliputi baju panjang, celana panjang, sepatu boot, topi, sarung tangan dan masker dari kaos. Bekerja di area penyemprotan dapat menimbulkan beberapa bahaya potensial (potential hazard). Bahaya potensial yang dapat terjadi selama penyemprotan antara lain : Bahaya fisik : suhu panas. Suhu panas yang terjadi di area penyemprotan dapat mengakibatkan dehidrasi, heat stroke, dan pasien mudah berkeringat sehingga memudahkan absorpsi cairan pestisida untuk ke dalam kulit yang berakibat timbulnya penyakit akibat kerja seperti dermatitis kontak iritan.

Bahaya kimiawi : terkena cairan pestisida. Pestisida merupakan salah satu bahan yang dapat mengakibatkan keracunan dan juga kelainan kulit pada orang yang terkontak dengan bahan tersebut. Pada pasien ini terpapar pestisida dari jenis herbisida pada saat penyemprotan. Sehingga dapat diidentifikasi bahaya potensial yang signifikan berpengaruh terhadap terjadinya penyakit pada pasien ini.

Bahan kimia (kontaktan) untuk dapat menyebabkan dermatitis kontak akibat kerja, pertama harus mengenai kulit kemudian melewati lapisan permukaan kulit dan kemudian menimbulkan reaksi yang memudahkan lapisan bawahnya terkena. Lapisan permukaan kulit ini ketebalannya menyerupai kertas tissue, mempunyai ketahanan luar biasa untuk dapat ditembus sehingga disebut lapisan barrier. Lapisan barrier menahan air dan mengandung air kurang dari 10 % untuk dapat berfungsi secara baik. Celah diantara lapisan barrier ada kelenjar minyak dan akar rambut yang terbuka dan merupakan tempat yang mudah ditembus (HSE UK, 2004).Bahaya potensial lain yang dapat terjadi pada pasien ini yaitu berupa bahaya biologis berupa resiko terkena gigitan binatang (ular, babi hutan, kera). Bahaya psikologis, area yang cukup luas (0,5 hektar) yang menjadi tanggung jawab tiap pekerja dapat menimbulkan beban tersendiri bagi pekerja. 3. Hubungan pajanan dengan penyakit:Secara umum pestisida didefenisikan sebagai senyawa kimia yang digunakan untuk membunuh hama, termasuk serangga, hewan pengerat, jamur dan tanaman yang tidak diinginkan (gulma). Pada pasien ini jenis pestisida yang digunakan yaitu herbisida. Paparan ini termasuk bahaya kimiawi yang banyak menimbulkan iritasi kulit pada orang yang kontak dengan bahan tersebut. Menurut Echobichon (2001) Ada 4 macam Tindakan dengan faktor resiko besar terkena iritasi akibat pestisida yakni :

Membawa, menyimpan dan memindahkan konsentrat pestisida (Produk pestisida yang belum di encerkan).

Mencampur pestisida sebelum diaplikasikan atau disemprotkan.

Mengaplikasikan atau menyemprotkan pestisida.

Mencuci alat-alat aplikasi sesudah aplikasi selesai.Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan salah satu penyakit kulit yang disebabkan kontak terhadap bahan-bahan yang sifatnya mengiritasi. Sekitar 80-90% kasus DKI disebabkan oleh pemaparan iritan berupa bahan kimia dan pelarut. Inflamasi dapat terjadi setelah satu kali terpapar ataupun setelah paparan yang berulang (keefner, 2004). Beberapa bahan yang dapat menimbulkan DKI antara lain : Tabel 4. Bahan yang Dapat Menimbulkan DKI

Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa pajanan yang terjadi pada pasien ini berupa cairan pestisida merupakan penyebab terjadinya dermatitis kontak iritan.4. Signifikansi tingkat pajanan terhadap timbulnya penyakit:

Paparan bahan kimiawi yang dapat mengakibatkan DKI dapat terjadi dari sekali paparan maupun terpapar terus-menerus dalam jangka waktu yang lama (Hayakawa, 2000). Beberapa mekanisme dapat menjadi penyebab terjadinya DKI. Pertama, bahan kimia mungkin merusak sel dermal secara langsung dengan absorpsi langsung melewati membrane sel kemudian merusak sistem sel. Mekanisme kedua, setelah adanya sel yang mengalami kerusakan maka akan merangsang pelepasan mediator inflamasi ke daerah tersebut oleh sel T maupun sel Mast secara non-spesifik. Mekanisme ini dapat bersifat akut dan kronik. Mediator inflamasi pada keadaan akut adalah histamine, serotonin, prostaglandin, leukotrien, sedangkan pada inflamasi kronis adalah IL1, IL2, IL3, dan TNF. Proses akut terjadi pada paparan satu atau beberapa senyawa yang mempunyai potensi iritasi kuat. Sementara proses kronik terjadi pada paparan senyawa yang lebih lemah akan tetapi berlangsung terus menerus (British Journal of Dermathology, 2008). Berdasarkan uraian di atas, pada kasus ini pasien mendapatkan paparan cairan pestisida untuk jangka waktu yang tidak sebentar yaitu 2-3 minggu tiap kali penyemprotan, 6 hari per minggu, 7 jam per hari, sehingga signifikasi cairan pestisida sebagai penyebab terjadinya DKI sangat tinggi. Selain itu, pasien tidak menggunakan perlengkapan APD yang dapat mencegah timbulnya kontak antara cairan pestisida dengan kulitnya seperti pakaian dari plastic atau apron. 5. Identifikasi kerentanan individu :

Kurangnya pengetahun tentang zat-zat iritan serta kesadaran penggunaan APD pada saat bekerja mengakibatkan lebih rentannya kontak antara pestisida dengan pekerja baik melaui kulit atau terhirup. 6. Investigasi pajanan non okupasi :

Dari hasil anamnesis didapatkan informasi bahwa pasien ini hanya melakukan kegiatan pekerjaan, istirahat, dan pekerjaan ibu rumah tangga di kesehariannya, tidak ada aktifitas maupun kegiatan lain selain itu, dan pasien juga mengatakan tidak adanya kontak dengan bahan-bahan yang memungkinkan menyebabkan kelainan dikulitnya tersebut sehingga kemungkinan mendapat paparan pajanan non okupasi pada pasien ini sangat kecil dan dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak didapatkan pajanan non okupasi pada pasien ini.

7. Penetapan diagnosis penyakit akibat kerja:

Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang diderita karyawan dalam hubungan dengan kerja baik faktor risiko karena kondisi tempat kerja, peralatan kerja, material yang dipakai, proses produksi, cara kerja, limbah perusahaan dan hasil produksi. Untuk dapat mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja pada individu perlu dilakukan suatu pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dan menginterpretasinya secara tepat. Pendekatan tersebut dapat disusun menjadi 7 langkah yang dapat digunakan sebagai pedoman (Sulistoma, 2002):Setelah dilakukan analisis pada 6 langkah sebelumnya, didapatkan bahwa kasus pada pasien ini merupakan penyakit akibat kerja. Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 609 Tahun 2012 Tentang Pedoman Penyelesaian Kasus Kecelakaan Kerja Dan Penyakit Akibat Kerja yang dimaksud dengan kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubung dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui. Bahwa suatu kasus dinyatakan kasus kecelakaan kerja apabila terdapat unsur ruda paksa yaitu cedera pada tubuh manusia akibat suatu peristiwa atau kejadian (seperti terjatuh, terpukul, tertabrak dan lain-lain). Penyakit Akibat Kerja yang selanjutnya disingkat PAK (Occupational Disease) yaitu penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja yang dalam Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993 disebut Penyakit Yang Timbul Karena Hubungan Kerja. Berdasarkan Keputusan Menteri diatas, kecelakaan kerja yang terjadi pada kasus ini merupakan penyakit akibat kerja.

Penatalaksanaan pada kasus ini terdiri dari penatalaksanaan medikamentosa dan non-medika mentosa. Pada kasus ini, penatalaksanaan yang paling berperan penting adalah edukasi penggunaan APD dengan baik dan benar selama perawatan dan setelah perawatan. 54