cover
TRANSCRIPT
REFERAT
PROSEDUR IMUNISASI
Disusun Untuk Melaksanakan Tugas Kepaniteraan Klinik
SMF Ilmu Kesehatan Anak Di RSD dr. Soebandi Jember
Oleh
Robiatul Adawiyah
082011101059
Dosen Pembimbing
dr. H. Ahmad Nuri, Sp. A
dr. Gebyar T. B., Sp. A
dr. Ramzi Syamlan, Sp. A
SMF ANAK RSD DR. SOEBANDI JEMBER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2012
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN......................................................................... 1
JENIS VAKSIN................................................................................ 3
PROSEDUR PEMBERIAN IMUNISASI…………………….. 12
Prosedur Umum…………………………………………………. 13
Sebelum imunisasi………………………………………………… 13
Penyimpanan dan Transportasi Vaksin…………………….…… 13
Penilaian kualitas vaksin………………………………………... 23
Saat Imunisasi……………………………………………………... 26
Pengenceran………………………………………………. 26
Pembersihan Kulit………………………………………… 26
Rute Pemberian Vaksin…………………………………… 26
Teknik Standard dan Ukuran Jarum……………………….. 26
Sudut Jarum pada Suntikan Intramuskular……………….. 27
Tempat Suntikan yang Dianjurkan……………………….. 27
Pengambilan Vaksin dari Botol (Vial)…………………… 28
Pemberian Dua atau Lebih Vaksin pada Hari yang Sama.. 29
Prosedur khusus……………………………………………. 29
Peralatan dan Persiapan Vaksin…………………………… 29
Penyiapan Bayi atau Anak untuk Pemberian Imunisasi
yang Nyaman……………………………………… 32
Pemberian Injeksi (Teknik Umum)……………………….. 35
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………….. 43
PROSEDUR PEMBERIAN IMUNISASI
Jenis Vaksin
Pada dasarnya, vaksin dibagi menjadi 2 jenis vaksin, yaitu
a. Live attenuated (kuman atau virus yang dilemahkan)
Vaksin hidup attenuated diproduksi di laboratorium dengan cara melakukan
modifikasi virus atau bakteri penyebab penyakit. Vaksin mikroorganisme
yang dihasilkan masih memiliki kemampuan untuk tumbuh menjadi banyak
(replikasi) dan menimbulkan kekebalan tapi tidak menimbulkan penyakit.
Supaya dapat menimbulkan respon imun, vaksin hidup attenuated
harus berkembang biak (mengadakan replikasi) di dalam tubuh
resipien. Suatu dosis kecil virus atau bakteri yang diberikan, yang
kemudian mengadakan replikasi di dalam tubuh dan meningkat
jumlahnya sampai cukup besar untuk memberi rangsangan suatu
respon imun
Apapun yang merusak organisme hidup di dalam botol (misalnya
panas atau cahaya) atau pengaruh luar terhadap replikasi organisme di
dalam tubuh (antibodi yang beredar) dapat menyebabkan vaksin
tersebut tidak efektif
Walaupun vaksin hidup attenuated dapat menyebabkan penyakit,
umumnya ringan disbanding dengan penyakit alamiah dan itu
dianggap sebagai sutu kejadian ikutan (adverse event). Respon imun
terhadap hidup attenuated pada umumnya sama dengan yang
diakibatkan oleh infeksi alamiah. Respon imun tidak membedakan
antara suatu infeksi dengan virus vaksin yang dilemahkan dengan
infeksi dengan virus lain.
Vaksin virus hidup attenuated secara teoritis dapat berubah menjadi
bentuk patogrn seperti semula. Hal ini hanya terjadi pada vaksin polio
hidup
Imunitas aktif dari vaksin hidup attenuated tidak dapat berkembang
karena pengaruh dari antibodi yang beredar. Antibodi yang masuk
melalui plasenta atau transfusi dapat mempengaruhi perkembangan
vaksin mikroorganisme dan menyebabkan tidak adanya respon.
Vaksin campak merupakan organism yang paling sensitif terhadap
antibodi yang beredar dalam tubuh, sedangkan virus vaksin polio dan
rotavirus paling sedikit terkena pengaruh
Vaksin hidup attenuated bersifat labil dan dapat mengalami
kerusakan bila kena panas atau sinar maka pengelolaan dan
penyimpanan harus dilakukan dengan baik dan hati-hati
Vaksin attenuated yang tersedia :
- Berasal dari virus hidup : vaksin campak, gondongan (parotitis),
rubella, polio, rotavirus, demam kuning (yellow virus)
- Berasal dari bakteri : vaksin BCG dan demam tifoid oral
b. Inactivated (kuman, virus atau komponen yang dibuat tidak aktif)
Vaksin inactivated dihasilkan dengan cara membiakkan bakteri atau
virus dalam media pembiakkan kemudian dibuat tidak aktif (inactivated)
dengan penanaman bahan kimia pengawet seperti formalin. Untuk
vaksin komponen, organisme tersebut dibuat murni dan hanya
komponen-komponennya yang dimasukkan dalam vaksin (misalnya
kapsul polisakarida dari kuman pneumokokus)
Vaksin inactivated tidak hidup dan tidak tumbuh makan seluruh dosis
antigen dimasukkan di dalam suntikan. Vaksin ini tidak meyebabkan
penyakit (walaupun pada orang dengan defisiensi imun) dan tidak dapat
mengalami mutasi menjadi bentuk patogenik. Tidak seperti antigen
hidup, antigen inactivated umumnya tidak dipengaruhi oleh antibodi
yang beredar. Vaksin inactivated dapat diberikan saat antibodi berada
dalam sirkulasi darah.
Vaksin inactivated selalu butuh dosis multiple. Pada umumnya, pada
dosis pertama tidak menimbulkan respon imun protektif tetapi hanya
memacu atau menyiapkan sistem imun. Respon imun protektif baru
timbul setelah dosis kedua atau ketiga. Hal ini berbeda dengan vaksin
hidup yang mempunyai respon imun mirip atau sama dengan infeksi
alami. Respon imun terhadap vaksin inactivated umumnya humoral,
hanya sedikit yang menimbulkan imunitas selular. Titer antibodi
terhadap antigen inactivated menurun setelah beberapa waktu sehingga
membutuhkan suplemen (tambahan) secara periodik.
Vaksin inactivated yang tersedia saat ini berasal dari :
- Seluruh sel yang inactivated: contoh, influenza, polio (injeksi
atau disuntikkan), rabies, hepatitis A.
- Seluruh bakteri yang inactivated : contoh pertusis, tifoid, kolera,
lepra.
- Vaksin fraksional yang masuk subunit : hepatitis B, influenza,
pertusis aseluler, tifoid Vi, lyme disease.
- Toksoid : difteria, tetanus,botulinum
- Polisakarida murni :pneumokokus, meningokokus, dan
haemophilus influenza tipe B
- Gabungan polisakarida ( HIb dan pneumokokus)
Vaksin polisakarida adalah vaksi sub-unit yang inactivated dengan
bentuknya yang unik terdiri atas rantai panjang molekul-molekul gula
yang membentuk permukaan kapsul tertentu. Vaksin polisakarida murni
tersedia untuk 3 macam penyakit yaitu pneumokokus, meningokokus dan
Haemophilus influenza tipe b.
Respon imun terhadap vaksin polisakarida murni adalah sel T
indepeden khusus yang berarti bahwa vaksin ini mampu memberi
stimulasi sel B yanpa bantuan sel T helper. Antigen sel T independen
termasuk vaksin polisakarida, tidak selalu imunogenik pada umur kurang
dari 2 tahun mungkin disebabkan karena imaturitas sistem imun, terutama
sel T.
Dosis vaksin polisakarida yang diulang tidak menyebabkan respon
peningkatan (booster response). Dosis ulangan vaksin protein inactivated
menyebabkan titer antibodi menjadi lebih tinggi secara progresif atau
meningkat. Hal ini tidak dijumpai pada antigen polisakarida. Antibodi
yang dibangkitkan oleh vaksin polisakarida mempunyai aktifitas
fungsional kurang dibandingkan dengan apabila dibangkitkan antigen
protein. Hal ini karena antibodi yang dihasilkan dalm respon terhadap
vaksin polisakarida hanya didominasi IgM dan hanya sedikit igG yang
diproduksi.
Vaksin rekombinan
Antigen vaksin dapat pula dihasilkan dengan cara teknik rekayasa genetik.
Produk ini sering disebut vaksin rekombinan. Terdapat 3 jenis vaksin yang
dihasilkan dengan rekayasa genetika yaitu
a. Vaksin hepatitis B dihasilkan dengan cara memasukkan suatu segmen
gen virus hepatitis B ke dalam sel ragi. Sel ragi yang telah berubah
menghasilkan antigen permukaan hepatitis B murni
b. Vaksin thypoid (Ty21A) adalah bakteri Salmonella thypi yang secara
genetic diubah sehingga tidak menyebabkan sakit
c. Tiga dari 4 virus yang berada dalam vaksin rotaviris hidup adalah
rotavirus kera rhesus yang diubah secara genetic menghasilkan antigen
rotavirus manusia apabila mengalami replikasi
TATA CARA PEMBERIAN IMUNISASI
Program imunisasi menuntut suatu mutu pelayanan yang
berkualitas untuk menghindari berbagai macam hal yang tidak diinginkan dari
imunisasi. Hal tersebut bisa didapatkan dengan memperhatikan prosedur
pemberian imunisasi yang benar. Prosedur tersebut harus dipatuhi baik
sebelum, saat dan sesudah dilakukan imunisasi. Prosedur imunisasi dimulai
dari menyiapkan dan membawa vaksin, mempersiapkan anak dan orang tua,
teknik penyuntikan yang aman, pencatatan, pembuangan limbah, sampai pada
teknik penyimpanan dan penggunaan vaksin sisa vaksin dengan benar.
Dengan prosedur yang baik dan benar, maka diharapkan akan diperoleh
kekebalan yang optimal, penyuntikan yang aman, kejadian ikutan pasca
imunisasi (KIPI) yang minimal serta pengetahuan dan kepatuhan orang tua
pada jadwal imunisasi.2
Sebelum melakukan imunisasi, dianjurkan mengikuti tata cara
berikut2:
1. Memberitahukan secara rinci tentang resiko imunisasi dan resiko jika tidak
melakukannya,
2. Periksa kembali persiapan untuk melakukan pelayanan secepatnya bila
terjadi reaksi ikutan yang tidak diharapkan,
3. Baca dengan teliti informasi tentang yang akan diberikan dan jangan lupa
mendapatkan persetujuan orang tua. Melakukan Tanya jawab dengan
orang tua atau pengasuhnya sebelum melakukan imunisasi,
4. Tinjau kembali apakah ada indikasi kontra terhadap vaksin yang akan
diberikan
5. Periksa identitas penerima vaksin dan berikan antipiretik bila diperlukan
6. Periksa jenis vaksin dan yakin bahwa vaksin tersebut telah disimpan
dengan baik
7. Periksa vaksin yang akan diberikan apakah tampak tanda-tanda perubahan.
Periksa tanggal kadaluarsa dan catat hal-hal istimewa, misalnya adanya
perubahan warna yang menunjukkan adanya kerusakan
8. Yakin bahwa vaksin yang akan diberikan sesuai jadwal dan ditawarkan
pula vaksin lain untuk mengejar imunisasi yang tertinggal (catch up
vaccination) bila diperlukan,
9. Berikan vaksin dengan teknik yang benar. Lihat uraian mengenai
pemilihan jarum suntik, sudut arah jarum suntik, lokasi suntikan dan posisi
penerima vaksin
10. Setelah pemberian vaksin, kerjakan hal-hal seperti berikut:
a. Berilah petunjuk (sebaiknya tertulis) kepada orang tua atau pengasuh
apa yang harus dikerjakan dalam kejadian reaksi yang biasa atau reaksi
ikutan yang lebih berat,
b. Catat imunisasi dalam rekam medis pribadi dan dalam catatan klinis,
c. Catatan imunisasi secara rinci harus disampaikan kepada Dinas
Kesehatan bidang Pemberantasan Penyakit Menular (P2M),
d. Periksa status imunisasi anggota keluarga lainnya dan tawarkan
vaksinasi untuk mengejar ketertinggalan, bila diperlukan
Prosedur Umum
1. Sebelum Imunisasi
a. Penyimpanan dan Transportasi Vaksin (Rantai Vaksin)2,3,4,7,8
Secara umum, vaksin terdiri dari vaksin hidup dan vaksin inaktif yang
mempunyai ketahanan dan stabilitas yang berbeda terhadap perbedaan suhu.
Oleh karena itu, harus diperhatikan syarat-syarat penyimpanan dan
transportasi vaksin untuk menjamin potensinya ketika diberikan kepada
seorang anak. Bila syarat-syarat tersebut tidak diperhatikan, maka vaksin
sebagai material biologis mudah rusak atau kehilangan potensinya untuk
merangsang kekebalan tubuh, bahkan dapat menimbulkan kejadian ikutan
pasca imunisasi (KIPI) yang tidak diharapkan. Untuk menghindari hal yang
tidak diharapkan, dibutuhkan pemahaman mengenai ketahanan vaksin
terhadap perbedaan suhu dan pemahaman rantai vaksin (cold chain).
Diperlukan syarat-syarat tertentu, sehingga sejak dari pabrik sampai saat
diberikan kepada pasien, vaksin tetap terjamin kualitasnya. Selain itu, perlu
juga mengenali kondisi vaksin yang sudah tidak dipergunakan lagi, antara
lain dari tanggal kedaluarsa, warna cairan, kejernihan, endapan, warna
vaccine vial monitor (VVM), kerusakan label, dan sisa vaksin yang sudah
dilarutkan.
Rantai vaksin adalah rangkaian proses penyimpanan dan transportasi
vaksin dengan menggunakan berbagai peralatan sesuai dengan prosedur
untuk menjamin kualitas vaksin sejak dari pabrik sampai diberikan kepada
pasien. Rantai vaksin terdiri dari proses penyimpanan vaksin di kamar
dingin atau kamar beku, di lemari pendingin, di dalam alat pembawa vaksin,
pentingnya alat untuk mengukur dan mempertahankan suhu.
Secara umum, semua vaksin sebaiknya disimpan pada suhu +20C s/d
+80C. Diatas suhu +8o C, vaksin hidup akan cepat mati. Vaksin polio hanya
bertahan 2 hari, vaksin BCG dan campak yang belum dilarutkan mati dalam
waktu 7 hari. Vaksin polio oral yang belum dibuka dapat bertahan lebih
lama jika disimpan pada suhu -25o C- -15o C namun hanya bertahan selama
6 bulan pada suhu +2oC sampai dengan +8o C. Lain halnya dengan vaksin
BCG dan campak,walaupun kedua vaksin ini disimpan di tempat dengan
suhu yang lebih rendah, umur vaksin tersebut tidak lebih lama yaitu BCG
tetap 1 tahun dan campak tetap 2 tahun. Oleh karena itu, vaksin BCG dan
campak yang belum dilarutkan tidak perlu disimpan di suhu -25 s/d -15o C.
Vaksin mati (inaktif) sebaiknya disimpan pada suhu +2oC sampai
dengan +8o C. Pada suhu dibawah +2oC (beku) vaksin mati akan cepat rusak
dan biasanya akan bertahan lebih lama jika vaksin mati ditempatkan pada
suhu diatas +8o C. vaksin DPT, DT dan TT akan rusak dalam waktu 1.5 – 2
jam jika dibekukan dalam suhu -5o C sampai -10o C tetapi dapat bertahan
hingga 14 hari dalam suu diatas +8o C.
Tabel 1. Ringkasan Sensitivitas Vaksin
Vaksin Paparan
Panas/Cahaya
Paparan Dingin Suhu Optimum
Vaksin Sensitif Panas dan Cahaya
OPV Sensitif panas Tidak rusak dengan
freezing
+20C s/d +80C
Measles Sensitif panas dan
cahaya
Tidak rusak dengan
freezing
+20C s/d +80C
BCG Relatif stabil thd
panas, Sensitif
cahaya
Tidak rusak dengan
freezing
+20C s/d +80C
Vaksin Sensitif Dingin (Beku)
Hepatitis B Relatif stabil thd Rusak pd suhu -0,50C +20C s/d +80C
panas
DPT Relatif stabil thd
panas
Rusak pd suhu -30 C +20C s/d +80C
TT Relatif stabil thd
panas
Rusak pd suhu -30 C +20C s/d +80C
Penyusunan vaksin di dalam lemari es memiliki arti penting dalam
menjaga kualitas dan potensi vaksin. Hal ini disebabkan karena vaksin hidup dan
vaksin inaktif mempunyai daya tahan berbeda terhadap suhu. Untuk itu, maka
harus diperhatikan bagian-bagian dari lemari es. Bagian mana yang memiliki suhu
paling dingin dan bagian mana yang memiliki suhu cukup dingin. Setelah itu,
diletakkan vaksin hidup dekat dengan bagian yang paling dingin, sedangkan
vaksin inaktif jauh dari bagian yang paling dingin. Di antara kotak-kotak vaksin,
diberi jarak selebar jari tangan (sekitar 2 cm) agar udara dingin bisa menyebar
merata ke semua kotak vaksin. Bagian paling bawah tidak untuk menyimpan
vaksin tetapi khusus untuk menyimpan cool pack, untuk mempertahankan suhu
jika listrik mati. Pelarut vaksin tidak disimpan di dalam lemari es atau freezer,
karena akan mengurangi ruang untuk vaksin dan akan pecah bila beku. Penetes
(dropper) vaksin polio juga tidak boleh diletakkan di lemari es atau freezer karena
akan menjadi rapuh dan mudah pecah. Hal yang perlu diperhatikan juga, bahwa
lemari es yang berfungsi untuk menyimpan vaksin ini, seyogyanya tidak sering
dibuka untuk menjaga kestabilan suhu.
Lemari es dan freezer juga harus diatur untuk menjaga suhu tetap optimal.
Jarak lemari es dengan dinding belakang sekitar 10-15 cm, kanan dan kiri 15 cm
dengan sirkulasi udara yang baik. Thermostat perlu dipasang di lemari es dan
setelah suhu stabil antara +20C s/d +80C, maka thermostat Dial atau Muller perlu
untuk di fiksasi dengan pita perekat agar tidak tergeser ketika melihat atau
meletakkan vaksin. Pintu lemari es ada dua jenis, membuka ke depan dan
Sumber: Ministry of Health & Family Welfare Government of India, 2011
membuka ke atas. Penggunaan jenis pintu lemari es ini berhubungan dengan
susunan vaksin dalam lemari es itu sendiri.
Penataan letak vaksin berhubungan dengan sifat dari vaksin itu sendiri.
Bagian yang paling dingin dari lemari es adalah di bagian paling atas (freezer). Di
dalam freezer disimpan cold pack, sedangkan rak tepat di bawah freezer
digunakan untuk meletakkan vaksin-vaksin hidup karena tidak mati pada suhu
yang rendah. Rak yang lebih jauh dari freezer (rak ke-2 dan ke-3) digunakan
untuk meletakkan vaksin-vaksin mati agar tidak terlalu dekat dengan freezer.
Thermometer dial dan muller diletakkan di rak kedua, freeze watch atau freeze tag
pada rak ketiga.
Bagian paling dingin dalam lemari es pintu membuka ke atas adalah
bagian tengah. Sehingga vaksin hidup diletakkan di kanan-kiri bagian yang paling
dingin. Vaksin mati diletakkan di pinggir jauh dari evaporator dengan jarak antar
vaksin selebar jari tangan (2 cm).
Tabel Perbedaan Antara Lemari Es Buka Depan dan Atas
Lemari Es Buka Dari Depan Lemari Es Buka dari Atas
a. Suhu tidak stabil. Karena pada saat
pintu lemari es dibuka kedepan
maka suhu dingin dari atas akan
turun kebawah dan keluar
b. Bila listrik padam,relative tidak
bertahan lama
c. Jumlah vaksin yang ditampung
lebih sedikit
d. Susunan vaksin menjadi lebih
mudah dan vaksin terlihat jelas dari
samping depan
a. Suhu lebih stabil. Pada saat pintu
lemari es dibuka keatas maka suhu
dingin dari atas akan turun kebawah
dan tertampung
b. Bila listrik padam, relatif bertahan
lama
c. Jumlah vaksin yang ditampung
lebih banyak
d. Penyusunan vaksin agak sulit
karena vaksin bertumpuk dan tidak
jelas dilihat dari atas
Untuk membawa vaksin dalam jumlah sedikit dan jarak tidak terlalu jauh
dapat menggunakan cold box (kotak dingin) atau vaccine carrier (termos). Cold
box berukuran lebih besar , dengan ukuran 40-70 liter, dengan penyekat suhu dari
poliuretran, selain untuk transportasi dapat pula untuk menyimpan vaksin
sementara. Untuk mempertahankan suhu vaksin di dalam kotak dingin atau
termos dimasukkan ke cold pack atau cool pack. Cold pack dimasukkan ke dalam
termos untuk mempertahankan suhu vaksin ketika membawa vaksin hidup
sedangkan cool pack untuk membawa vaksin mati.
Untuk membawa vaksin dalam jumlah sedikit dan jarak tidak terlalu jauh
dapat menggunakan cold box (kotak dingin) atau vaccine carrier (termos). Cold
box berukuran lebih besar , dengan ukuran 40-70 liter, dengan penyekat suhu dari
poliuretran, selain untuk transportasi dapat pula untuk menyimpan vaksin
sementara. Untuk mempertahankan suhu vaksin di dalam kotak dingin atau
termos dimasukkan ke cold pack atau cool pack.
Gambar 7. Penyusunan Vaksin di Dalam Cold Box
Gambar : Susunan Vaksin Dalam Cold Box
b. Menilai kualitas vaksin
Syarat vaksin yang baik antara lain: disimpan di dalam lemari es atau
freezer dalam suhu tertentu, transportasi vaksin didalam kotak dingin atau termos
yang tertutup rapat, tidak terendam air, terlindung dari sinar matahari langsung,
belum melewati tanggal kedaluarsa dan indicator berupa VVM ( Vaccine Vial
Monitor) atau freeze watch/tag belum melampaui batas suhu tertentu.
Warna dan kejernihan beberapa vaksin dapat menjadi indikator praktis
untuk menilai stabilitas suatu vaksin. Vaksin polio harus bewarna kuning oranye.
Bila warnanya berubah menjadi pucat atau merah berarti pH-nya telah berubah
sehinga tidak stabil dan tidak boleh diberikan kepada pasien.
Vaksin toksoid, rekombinan dan polisakarida umumnya bewarna putih
jernih dan sedikit berkabut. Bila menggumpal atau banyak endapan berarti sudah
pernah beku dan tidak boleh digunakan karena sudah rusak. Untuk mengecek
kerusakan vaksin akibat paparan dingan (beku), maka dapat dilakukan tes kocok
(shake test). Lihat gambar 4 tentang tes kocok dan interpretasinya.
Gambar 5. Tes Kocok (Shake Test)8
Untuk mengecek kerusakan vaksin terhadap pengaruh panas dan tingkat
anjuran digunakan atau tidak dalam imunisasi. Maka pada setiap vial
vaksin terdapat label yang memiliki kotak kecil yang berwarna putih
dalam lingkaran biru disebut dengan vaccine vial monitor (VVM). VVM
ini digunakan untuk melihat akumulasi paparan panas terhadap partikel
vaksin. Baca VVM (gambar 3 dan tabel 2) dan lihat apakah vaksin telah
rusak karena panas. Jika VVM menunjukkan perubahan warna maka
seyogyanya vaksin ini tidak digunakan.
Gambar 4. Cara Membaca Vaccine Vial Monitor
Sumber: USAID, 2005
VVM A dan B masih dapat digunakan
VVM C dan D tidak dapat digunakan
Gambar. Interpretasi Vaccine Vial Monitor
Keterangan : VVM A dan VVM B adalah vaksin yang masih boleh digunakan sedangkan VVM C
dan D sudah TIDAK boleh digunakan kembali.
2. Saat Imunisasi
Pengenceran2,3,
Vaksin kering yang beku harus diencerkan dengan cairan pelarut
khusus dan digunakan dalam periode waktu tertentu. Apabila vaksin telah
Sumber: Ministry of Health & Family Welfare Government of India, 2011
diencerkan , harus diperiksa terhadap tanda-tanda kerusakan (warna dan
kejernihan). Perlu diperhatikan bahwa vaksin campak yang telah diencerkan
cepat mengalami perubahan pada suhu kamar. Jarum ukuran 21 yang steril
dianjurkan untuk mengencerkan dan jarum ukuran 23 dengan panjang 25 mm
digunakan untuk menyuntikkan vaksin.
Pembersihan Kulit
Tempat suntikan harus dibersihkan sebelum imunisasi dilakukan.2
Setelah dibersihkan, alkohol dan agen disinfektan lainnya menunggu sampai
menguap sebelum melakukan injeksi vaksin karena bila belum menguap
maka dapat menginaktivasi sedian vaksin hidup. Air bersih juga dapat
digunakan jika agen pembersih lainnya tidak tersedia.3
Rute Pemberian Vaksin2,3,4
Sebagian besar vaksin diberikan melalui suntikan intramuscular atau
subkutan dalam. Terdapat perkecualian pada dua jenis vaksin yaitu Oral
Polio Vaccine (OPV) yang diberikan secara peroral dan Bacille Calmete
Guerin (BCG) yang diberikan dengan suntikan intradermal (dalam kulit).
Walaupun, vaksin sebagian besar diberikan secara suntikan intramuscular
atau suntikan subkutan dalam, namun bagi petugas kesehatan yang kurang
berpengalaman secara umum dianjurkan untuk memberikan suntikan
intramuskular daripada memberikan suntikan subkutan dalam.
Teknik Standar dan Ukuran Jarum2,3,4,8,9
Para petugas yang melaksanakan vaksinasi harus memahami teknik
dasar dan petunjuk keamanan pemberian vaksin, untuk mengurangi resiko
penyebaran infeksi dan trauma akibat suntikan yang salah. Pada tiap suntikan
harus digunakan tabung suntikan dan jarum yang baru, sekali pakai dan steril.
Sebaiknya tidak digunakan botol vaksin yang multidosis, karena resiko
infeksi. Apabila memakai botol multidosis maka jarum suntik yang telah
digunakan menyuntik tidak boleh dipakai lagi mengambil vaksin. Tabung
suntik dan jarum harus dibuang dalam tempat tertutup yang diberi tanda
(label) tidak mudah robek dan bocor untuk menghindari luka tusukan atau
pemakaian ulang. Tempat pembuangan jarum suntik bekas harus dijauhkan
dari jangkauan anak-anak.
Sebagian besar vaksin harus disuntikkan ke dalam otot. Penggunaan
jarum pendek meningkatkan terjadi suntikan subkutan yang kurang dalam.
Hal ini menjadi masalah untuk vaksin-vaksin yang inaktif.
Standar jarum suntik ialah ukuran 23 dengan panjang 25 mm, tetapi
ada perkecualian lain dalam beberapa hal seperti berikut:
a) Pada bayi-bayi kurang bulan, umur dua bulan atau yang lebih muda dan
bayi-bayi kecil lainnya, dapat pula dipakai jarum ukuran 26 dengan
panjang 16 mm
b) Untuk suntikan subkutan pada lengan atas, dipakai jarum ukuran 25
dengan panjang 16 mm, untuk bayi-bayi kecil dipakai jarum ukuran 27
dengan panjang 12 mm
c) Untuk suntikan intramuscular pada orang dewasa yang sangat gemuk
dipakai jarum ukuran 23 dengan panjang 38 mm
d) Untuk suntikan intradermal pada vaksinasi BCG dipakai jarum ukuran 25-
27 dengan panjang 10 mm
Sudut Jarum pada Suntikan Intramuskular2,3,4,8,9
Jarum suntik harus disuntikkan dengan sudut 450 sampai 600 ke dalam
otot vastus lateralis atau otot deltoid. Untuk otot vastus lateralis, jarum harus
diarahkan kea rah lutut dan untuk deltoid, jarum diarahkan ke pundak.
Kerusakan saraf dan pembuluh darah dapat terjadi apabila suntikan diarahkan
pada sudut 900. Pada suntikan dengan sudut jarum 450 sampai 600 akan
mengalami hambatan ringan pada waktu jarum masuk ke dalam otot.
Tempat Suntikan yang Dianjurkan2,3,4,8,9
Paha anterolateral adalah bagian tubuh yang dianjurkan untuk
vaksinasi pada bayi-bayi dan anak-anak umur di bawah 12 bulan. Regio
deltoid adalah alternative untuk vaksinasi pada anak-anak yang lebih besar
(mereka yang telah dapat berjalan) dan orang dewasa.
Sejak akhir tahun 1980, WHO telah memberikan rekomendasi bahwa
daerah anterolateral paha adalah bagian yang dianjurkan untuk vaksinasi
bayi-bayi dan tidak pada pantat (daerah gluteus) untuk menghindari resiko
terjadinya kerusakan saraf iskhiadica. Buku pedoman ACIP dan AAP dan
buku pedoman Selandia Baru juga menganjurkan paha anterolateral sebagai
tempat suntikan vaksin. Buku pedoman Inggris menganjurkan paha
anterolateral atau lengan atas pada bayi sebagai tempat suntikan.
Resiko kerusakan saraf ischiadica akibat suntikan didaerah gluteus
lebih banyak dijumpai pada bayi karena variasi posisi saraf tersebut, masa
otot lebih tebal, sehingga pada vaksinasi dengan suntikan intramuscular di
daerah gluteal dengan tidak sengaja menghasilkan suntikan subkutan dengan
reaksi local yang lebih berat. Vaksin hepatitis B dan rabies bila disuntikkan di
daerah gluteal kurang imunogenik, hal ini berlaku untuk semua umur.
Pemberian Dua atau Lebih Vaksin pada Hari yang Sama2,3,4
Pemberian vaksin-vaksin yang berbeda pada umur yang sesuai
boleh diberikan pada hari yang sama. Vaksin inactivated dan vaksin virus
hidup, khususnya vaksin yang dianjurkan dalam jadwal imunisasi, pada
umumnya dapat diberikan pada lokasi yang berbeda saat hari kunjungan yang
sama. Misalnya pada kesempatan yang sama dapat diberikan vaksin-vaksin
DPT, Hib, hepatitis B dan polio.
Lebih dari satu macam vaksin virus hidup dapat diberikan pada
hari yang sama, tetapi apabila hanya satu macam yang diberikan, vaksin virus
hidup yang kedua tidak boleh diberikan kurang dari 2 minggu dari vaksin
yang pertama, sebab respon terhadap vaksin kedua mungkin telah banyak
yang berkurang. Sebagai tambahan, perlu diperhatikan bahwa ada interaksi
spesifik antara vaksin demam kuning dan kolera, dan vaksin-vaksin tersebut
tidak boleh diberikan dalam jarak 4 minggu satu sama lain. Vaksin-vaksin
yang berbeda tidak boleh dicampur dalam satu semprit. Vaksin-vaksin yang
Sumber: USAID, 2003
berbeda yang diberikan pada seseorang pada hari yang sama harus
disuntikkan pada lokasi berbeda dengan menggunakan semprit yang berbeda.
Prosedur Khusus
Peralatan dan Persiapan Vaksin4,5,8,9
a) Jenis Alat suntik
- Semprit Auto-Disable atau Auto Destruct (AD)
Semprit ini hanya bias dipakai satu kali kemudian akan otomatis
terkunci,macet atau patah. Semprit ini tidak dapat dipakai ulang sehingga
menghindari kontaminasi. Beberapa merk telah tersedia,seperti
terumo,univec. Pada prinsipnya. Piston semprit AD hanya boleh
digerakkan kedepan atau ke belakang satu kali saja, setelah itu macet,
tidak dapat ditarik, atau patah. Setelah mengeluarkan semprit dari
kemasannya, tidak usah membuang udara yag ada dalam semprit karena
akan otomatis terkunci. Langsung masukkan vaksin sesuai dengan dosis
kemudian baru buang udara yang ada di dalam semprit dan dorong piston
hingga vaksin habis.
- Prefilled syringe (PFS) auto disable (AD)
Alat suntik ini sudah terpasang jarum dan sudah diisi vaksin oleh pabrik
sebanyak 1 dosis, untuk satu kali penyuntikan. Setelah disuntikan, tidak
dapat diisi ulang sehingga tidak dapat dipakai lagi. Contoh vaksin : vaksin
hepatitis B uniject produksi biofarma
AD Syringe
Prefilled Syringe
b) Seleksi Ukuran dan Panjang Jarum
Tabel Ukuran dan Panjang Jarum untik penyuntikan secara Subkutan
Umur Tempat Ukuran jarum
Bayi (0-12 bulan) Paha daerah anterolateral Ukuran 23-25
Panjang 16-19 mm
1-3 tahun Paha daerah anterolateral
atau daerah lengan atas
Ukuran 23-25
Panjang 16-19 mm
> 3 tahun Daerah lateral lengan atas Ukuran 16-19 mm
Panjang 16-19 mm
Umur Tempat Ukuran jarum
Bayi (0-12 bulan) Paha daerah anterolateral Ukuran 22-25
Panjang 22-25 mm
1-3 tahun Otot vastus lateralis pada
paha di daerah
anterolateral sampai masa
deltoid cukup besar
Ukuran 23-25
Panjang 16-32 mm
> 3 tahun Otot deltoid, di bawah
akromion
Ukuran 22-25 mm
Panjang 25-32 mm
Umur Tempat Ukuran jarum
Bayi (0-12 bulan) Paha daerah anterolateral Ukuran 23-25
Panjang 16-19 mm
1-3 tahun Paha daerah anterolateral
atau daerah lengan atas
Ukuran 23-25
Panjang 16-19 mm
> 3 tahun Daerah lateral lengan atas Ukuran 16-19 mm
Panjang 16-19 mm
Tabel Ukuran dan Panjang Jarum untik penyuntikan secara Intramuskuler
c) Larutan Pelarut
Beberapa vaksin disediakan dalam bentuk serbuk kering (freeze-dried
powder) dan pengenceran harus dilakukan berdasarkan petunjuk
pabrikan. Larutan pelarut yang digunakan tidak mudah berubah dan
spesifik untuk setiap vaksin. Penggantian jarum setelah pengenceran
vaksin tidak dibutuhkan jika jarum tidak terkontaminasi atau bengkok.
d) Vaksin
Liat dulu vaksin yang akan digunakan apakah telah rusak,
terkontaminasi atau sudah melewati tanggal batas penggunaan. Vaksin
dapat digunakan sampai tanggal terakhir dari bulan kadaluarsa. Selama
proses penyiapan vaksin, label setidaknya telah dicek tiga kali untuk
memastikan dosis vaksin dan vaksin yang digunakan.
Penyiapan Bayi atau Anak untuk Pemberian Imunisasi yang Nyaman4,5
Metode:
Dibutuhkan keterlibatan orang ketiga seperti orang tua untuk memeluk
atau merangkul bayi atau anak dan mengontrol atau memegangi semua
anggota gerak bayi atau anak. Hal ini dilakukan untuk membantu petugas
kesehatan dalam pemberian injeksi vaksin pada tempat injeksi.
Untuk Bayi dan Toddler
1. Satu tangan anak memeluk punggung orang tua (missal ibu) dan
tangannya ini dikontrol oleh tangan orang tua
2. Tangan anak yang lainnya dikontrol dengan tangan orang tua. Untuk
bayi, orang tua dapat mengontrol kedua lengan dengan satu tangan
saja.
3. Kedua kaki anak dijepit dengan paha orang tua dan dikontrol oleh
tangan orang tua yang lain.
Gambar 8. Penyiapan Imunisasi Pada Bayi Dan Toddler
Untuk Anak Prasekolah dan Anak Sekolah
1. Kedua tangan orang tua memeluk anak selama proses
2. Kedua kaki anak dijepit dengan kaki orang tua
Gambar 9. Penyiapan imunisasi pada anak prasekolah dan sekolah
Pemberian Injeksi (Teknik Umum untuk Injeksi Intramuskular atau Injeksi
Subkutan)4,5,6,7,8,9
Sumber: Snohomish Health District, 2011
Sumber: Snohomish Health District, 2011
a) Bersihkan seluruh tangan untuk mengontrol infeksi antara pasien dan
persiapan vaksin, penggunaan sarung tangan sesuai dengan kebijakan
masing-masing lembaga
b) Periksa tempat injeksi untuk bekas luka, scarring, nyeri tekan, nodul, nyeri,
tato, berkurangnya masa otot dan bekas jahitan sebelumnya seperti
mastektomi atau shunt dialisis, yang semua itu dapat mempengaruhi suplai
darah ke anggota gerak
c) Periksa dosis, tipe dan vial dari vaksin yang tertera pada lembar persetujuan
(inform consent). Lihat vial apakah sudah kadaluarsa, rusak atau
kontaminasi. Periksa dan periksa kembali vaksin yang diinjeksikan minimal
tiga kali untuk memastikan vaksin dan dosis yang akan diberikan benar.
Setelah itu, vaksin diambil dengan syringe lalu syringe diberikan label
dengan identitas vaksin
d) Membersihkan tempat injeksi dengan alkohol (beberapa imunisasi, cukup
dibersihkan dengan air) dan menunggunya kering
e) Injeksi subkutan: dilakukan injeksi pada jaringan lemak; injeksi
intramuskular: regangkan jaringan dan suntikkan pada otot
f) Tusukkan kulit dengan lembut dan cepat pada sudut yang tepat, 450 untuk
subkutan dan 900 untuk intramuscular
g) Bebaskan tekanan pada jaringan
h) Lakukan aspirasi. Jika darah teraspirasi, buang vaksin dan syringe, lalu
ambil syringe dan vaksin yang baru lalu mulai proses dari awal
i) Masukkan vaksin pelan-pelan dan mantap
j) Keluarkan jarum dengan lembut dan cepat. Jika perdarahan terjadi, berikan
tekanan pada tempat dan pertahankan tekanan sampai perdarahan berhenti.
Tempat Injeksi Untuk Anak-anak dan Imunisasi
Rutin4,5,6,7,8,9
Jalur dan tempat pemberian tiap vaksin
berbeda bergantung terhadap apakah vaksin yang
telah diberikan itu berada pada tempat yang paling
aman dan menimbulkan respon imun yang efektif pada percobaan klinik.
Misalnya, secara empiris vaksin vaksin hepatitis B dan rabies akan menurun jika
disuntikkan secara intramuscular.
Selain itu, kandungan bahan yang terkandung dalam vaksin juga
mempengaruhi rute injeksi. Vaksin yang menggunakan Aluminium fosfat sebagai
ajuvan akan bereaksi dengan lemak sehingga jika vaksin ini jika diberikan
subkutan maka dapat menyebabkan iritasi lokal, peradangan dan nekrosis
setempat.
Vaksin diberikan melalui subkutan, intramuskular, intradermal dan jalur
oral. Berdasarkan informasi, maka pemberian vaksin yang direkomendasikan
adalah melalui pemberian subkutan dan intramuskular.
a. Pemberian Vaksin Oral 5
Oral Polio Vaccine (OPV) dalam kemasan vial
kaca atau plastic dengan dropper yang steril.
Vaksin diberikan secara oral, 2 drop pada mulut
bayi atau anak.
1. Cek monitor vial vaksin sebelum
digunakan
2. Lepaskan logam atau kepala karet pada
vial vaksin
3. Pasang dropper pada vial
4. Berikan dua tetes langsung pada mulut anak. Jaga agar dropper
tidak sampai mengenai mulut.
5. Pastikan bahwa anak menelan vaksin. Jika vaksin yang diberikan
dikeluarkan, maka berikan kembali dosis yang lain.
b. Pemberian Vaksin Subkutan 4,5,6,9,10
Injeksi diberikan ke dalam jaringan lemak yang dapat ditemukan di bawah
dermis (kulit) dan di atas jaringan otot. Volume cairan yang diinjeksikan
dapat sebanyak 0,5 mL untuk banyak anak-anak dan lebih dari 1,0 mL
Gambar 14. Cara Memberikan Vaksin PolioSumber: Ministry of Health & Family Welfare
Government of India, 2011
untuk dewasa. Cara penyuntikan vaksin secara subkutan di deltois
dilakukan dengan membuka baju dari pundak ke siku kemudian cari
tengah otot deltoid yaitu antara akromion dan insersio tengah humerus.
Suntikkan vaksin dengan jarum menghadap ke atas pada arah akromion.
Jika jarum diarahkan ke siku, maka resiko mengenai a. radialis yang
melingkar di otot triseps cukup besar.
Gambar 15. Tempat Suntikan Subkutan9
Tempat:
Jaringan subkutan dapat ditemukan pada semua tubuh. Tempat yang biasanya
untuk pemberian vaksin dengan cara ini adalah paha (untuk bayi kurang dari usia
12 bulan) dan otot deltoid (untuk
orang yang usianya lebih dari 12
bulan).
Gambar 17. Cara Suntikan Subkutan
Sumber: Snohomish Health District, 2011
Teknik:
a) Ikuti pedoman pemberian pengobatan standar untuk penilaian atau
pemilihan tempat dan persiapan tempat
b) Hindari penetrasi pada otot dengan menjepit ke atas jaringan lemak dan
memasukkan jarum dengan sudut 450 dan memasukkan vaksin ke dalam
jaringan
c) Lepaskan jarum dan berikan tekanan yang ringan pada tempat injeksi
untuk beberapa lama dengan bola kapas kering atau gauze.
Gambar 18. Cara Penyuntikan Subkutan
c. Pemberian Vaksin Intramuskular
Sumber: Snohomish Health District, 2011
Sumber: Snohomish Health District, 2011
Injeksi intramuskular diberikan ke dalam jaringan otot dibawah jaringan
dermis dan subkutan.
Gambar 19. Cara Penyuntikan Intramuskular
Tempat:
Meskipun ada beberapa tempat injeksi intramuscular pada tubuh, tempat
yang dianjurkan untuk injeksi intramuscular untuk pemberian vaksin adalah otot
deltoid (lengan atas) dan otot vastus lateralis (paha anterolateral). Tempat
bergantung pada usia individu dan tingkat perkembangan otot. Untuk bayi kurang
dari usia 12 bulan, otot vastus lateralis adalah tempat yang direkomendasikan
untuk vaksinasi intramuskular. Hal tersebut dikarenakan alas an sebagai berikut :
- Menghindari resiko kerusakan saraf ischiadika pada suntikan daerah gluteal.
- Daerah deltoid pada bayi dianggap tidak cukup tebal untuk menyerap
suntikan secara adekuat.
- Sifat imunogenesitas vaksin hepatitis B dan rabies berkurang bila disuntikkan
di daerah gluteal.
- Menghindari resiko reaksi local dan terbentuk pembengkakan ditempat
suntikan yang menahun.
- Menghindari lapisan lemak subkutan yang tebal pada paha bagian anterior.
Sumber: Snohomish Health District, 2011Sumber: Barbara, 2011
Sumber: Snohomish Health District, 2011
Gambar 20. Tempat Suntikan Intramuskular
Gambar sebelumnya merupakan ilustrasi dari tempat otot deltoid. Ketika
tempat ini digunakan jumlah maksimum dari cairan yang diinjeksikan untuk anak-
anak adalah 1 mL dan untuk dewasa adalah 3 mL.
Gambar 21. Otot Paha
Sumber: Snohomish Health District, 2011
Ketika tempat ini digunakan, volume cairan yang diinjeksikan untuk anak-
anak kurang dari usia 2 tahun dapat sebanyak 1-3 mL, bergantung pada massa
otot. Anak-anak usia 2 tahun atau lebih tua mendapatkan cairan vaksin lebih 3
mL. Jumlah maksimum cairan vaksin untuk dewasa adalah 5 mL.
Gambar 23. Cara Penyuntikan Intramuskular
Teknik
a) Ikuti pedoman standar pemberian medikasi untuk pemilihan dan persiapan
tempat.
b) Hindari injeksi ke dalam jaringan subkutan, regangkan kulit dengan ibu
jari dan jari telunjuk, setelah itu isolasi otot. Teknik yang lain, paling
banyak dipratekkan pada pasien anak dan orang tua adalah menggenggam
jaringan dan mengangkat otot.
c) Masukkan seluruh jarum ke dalam otot dengan sudut 900 dan masukkan
vaksin ke dalam jaringan
d) Lepaskan jarum dan berikan tekanan ringan beberapa lama dengan bola
kapas yang kering atau gauze.
d. Pemberian Vaksin Intrakutan
Atur sudut injeksi sebesar 100 sampai 150, dengan jarum ukuran 3/8-3/4
inci, 25-27 gauge.
Alasan Pemberian (BCG) Secara Intrakutan
• Vaksin BCG diberikan pada lapisan chorium kulit yang nantinya
membentuk depo dan bakteri berkembang biak sehingga menimbulkan
reaksi indurasi, eritema, dan pustula.
• Setelah bakteri cukup berkembang biak, bakteri menuju lapisan subkutan
lalu menembus kapiler, setelah itu menuju kelenjar limfe dan akhirnya
menuju ke peredaran darah
• Pada bayi kulitnya tipis sehingga suntikan intrakutan sulit sering
suntikan terlalu dalam (subkutan)
Alas an Pemberian BCG di deltoid kanan sesuai anjuran WHO mengingat
penyuntikan secara intradermal di daerah deltoid lebih mudah dilakukan
karena jaringan subkutan lemak tipis,ulkus yang terbentuk tidak
mengganggu otot sekitar dan sebagi tanda baku untuk keperluan diagnosis.
Setelah Imunisasi
Semprit dan jarum yang telah digunakan untuk melarutkan vaksin atau
untuk menyuntik harus segera dimasukkan ke dalam kotak limbah. Kotak ini
harus mempunyai lubang kecil yang mudah untuk dimasuki semprit bekas tetapi
tidak mudah tumpah keluar lagi, tidak mudah untuk ditembus oleh jarum dan
tahan air. Letakkan kotak ini dekat dengan penyuntik agar mudah memasukkan
semprit dan jarum bekas dan jika sudah hamper penuh segera tutup rapat agar
ketika dibawa ketempat penghancuran tidak tumpah keluar.
Sebaiknya spuit dan jarum bekas dibakar dalam insiserator yang bersuhu
lebih dari 800 derajat karena dapat menghancurkan semprit dan jarum serta
mikroorganisme yang mungkin terdapat dalam semprit/jarum dari daerah
bayi/anak.
Bila tidak ada insiserator,pembakaran dapat dilakukan di dalam drum
bekas yang diganjal dengan batu bata. Kotak limbah dimasukkan kedalamdrum,
api dinyalakan dibawah drum. Semprit dan jarum yang sudah hancur kemudian
ditimbun di temapat yang aman.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kepmenkes RI No. 1059/Menkes/SK/IX/2004 Tentang Penyelenggaraan
Imunisasi
2. Ranuh, et al,.2008. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Jakarta: Badan
Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia
3. Kulatilaka, et al,. 2002. Imunization Handbook: National Expanded
Programme On Imunization Sri Lanka. Colombo: WHO
4. Ministry of Health & Family Welfare Government of India. 2011.
Immunization Handbook for Health Workers. New Delhi: Ministry of
Health & Family Welfare
5. Baratawidjaja, Garna K. Imunologi Dasar. Jakarta : FKUI; 2004;
(6):p.430-73.
6. Claire, Anne-Siegrist. 2006. Vaccine Imunology.
7. USAID. 2003. Immunization Essential: Practical Field Guide. USA: LTG
Associates, Inc. and TvT Global Health and Development Strategies™
USAID 2005. Guidelines for Safe Immunization Practices and
Monitoring Immunization Programs at the Facility and District Levels in
Yemen
8. PATH 2001. Giving Safe Injections: Using Auto-Disable Syringe for
Immunization. Washington: PATH
9. Snohomish Health District. 2011. Vaccine Administration Technique.
WWW.SNOHD.ORG: Snohomish Health Distric
10. Barbara.1999. Safe Injection Techniques. Royal College of Nursing:
Middlesex University
11. Judarwanto, Widodo. 2011. Imunologi Vaksin.
htpp://www.childrenallergyclinic. wordpress. com/. Di akses pada tanggal
10 Agustus 2011
12. Mitragotri, Samir. 2010. Needle-Free Vaccination.
13. Wijayanti, et al.,. 2010. Manipulasi Respon Imun Vaksin Polio.
14. Raghavan, Svennerholm, dan Holmgren. 2002. Effects of Oral Vaccination
and Immunomodulation by Cholera Toxin on Experimental Helicobacter
pylori Infection, Reinfection,and Gastritis. American Society for
Microbiology: Vol. 70, No. 8
15. Sticchi, Alberti, Alicino, Crovari. 2010. The Intradermal Vaccination:
Past Experiences and Current Perspectives. J. Prev.Med.HYG. 2010;51:
7-14