combustio blok 29

32
Combustio Akibat Ledakan Kompor Gas Jessica 102012373 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] Pendahuluan Pada tubuh manusia sistem integument merupakan sistem yang terdiri dari kulit serta struktur tambahannya, seperti rambut, kelenjar keringat, dan jaringan subkutis. Dalam keadaan normal kulit dalam sistem ini tersusun atas dua lapisan utama epidermis pada bagian luar dan dermis pada bagian dalamnya dengan kontur permukaan yang rata serta warna yang sama pada semua bagiannya. Sistem ini berperan dalam menutupi seluruh permukaan tubuh untuk memisahkan tubuh dari lingkungan luar serta mencegah masuknya berbagai macam zat yang dapat membahayakan tubuh. Namun kulit memiliki sifat yang rentan terhadap berbagai macam trauma salah satunya luka bakar/combustion. 1 Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas tinggi. Biaya yang dibutuhkan untuk penanganannya pun tinggi. 1,2 Luka bakar dapat dikelompokan menjadi luka bakar termal, radiasi atau kimia. 1

Upload: jessiica-

Post on 26-Jan-2016

233 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

pbl blok 29

TRANSCRIPT

Page 1: Combustio BLOK 29

Combustio Akibat Ledakan Kompor Gas

Jessica

102012373

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510

Email : [email protected]

Pendahuluan

Pada tubuh manusia sistem integument merupakan sistem yang terdiri dari kulit serta

struktur tambahannya, seperti rambut, kelenjar keringat, dan jaringan subkutis. Dalam keadaan

normal kulit dalam sistem ini tersusun atas dua lapisan utama epidermis pada bagian luar dan

dermis pada bagian dalamnya dengan kontur permukaan yang rata serta warna yang sama pada

semua bagiannya. Sistem ini berperan dalam menutupi seluruh permukaan tubuh untuk

memisahkan tubuh dari lingkungan luar serta mencegah masuknya berbagai macam zat yang

dapat membahayakan tubuh. Namun kulit memiliki sifat yang rentan terhadap berbagai macam

trauma salah satunya luka bakar/combustion.1

Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan

kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Luka bakar

merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas tinggi. Biaya yang dibutuhkan

untuk penanganannya pun tinggi.1,2 Luka bakar dapat dikelompokan menjadi luka bakar termal,

radiasi atau kimia. Dan luka bakar itu sendiri diklasifikasikan berdasarkan kedalaman dan luas

daerah yang terbakar.

Di Indonesia, luka bakar masih merupakan problem yang berat. Perawatan dan

rehabilitasinya masih sukar dan memerlukan ketekunan, biaya mahal, tenaga terlatih dan

terampil.2

Prinsip penatalaksanaan utama bagi luka bakar yaitu penutupan lesi sesegera mungkin,

pencegahan infeksi, mengurangi rasa sakit, pencegahan trauma mekanik pada kulit yang vital

dan elemen di dalamnya, dan pembatasan pembentukan jaringan parut. Luka bakar ringan dapat

ditangani secara konservatif. Sedangkan luka bakar berat memerlukan tindakan bedah yakni

escharotomi.

1

Page 2: Combustio BLOK 29

Anamnesis

Anamnesis yang dilakukan adalah auto atau allo anamnesis. Dokter akan menanyakan

beberapa pertanyaan secara langsung kepada pasien atau keluarga pasien untuk mengetahui

dengan lebih jelas penyakit yang diderita oleh pasien tersebut. Anamnesis yang dilakukan pada

pasien luka bakar adalah anamnesis singkat dikarenakan luka bakar merupakan bagian dari

kegawat daruratan biasanya anamnesis yang sering ditanyakan adalah, berat badan pasien, umur,

sudah berapa lama setelah terpapar ledakan, terkena ledakan apa, seberapa besar ledakan,

penanganan apa yang sudah dilakukan dan lain lain seperti keluhan utama, riwayat penyakit

sekarang, riwayat penyakit dahulu riwayat penyakit keluarga, riwayat pekerjaan, sosial,

ekonomi, kejiwaan dan gaya hidup menyusul. Perlu juga di tanyakan masalah-masalah medis

yang menyertai seperti alergi, khususnya sulfat karena banyak antimikroba topikal mengandung

sulfat dan penting menanyakan adanya konsumsi obat-obatan tertentu.1,2

Pemeriksaan fisik

Primary survey

A (Airway) – Jalan nafas

Edema mukosa dapat terjadi pada pasien luka bakar atau trauma inhalasi, obstruksi pada

saluran napas atas (pharynx/larynx) dapat berkembang dengan cepat terutama pada anak.

Trauma inhalasi harus dicurigai pada siapa pun dengan luka bakar dan diasumsikan

sampai terbukti sebaliknya, pada siapa pun yang terbakar dalam ruang tertutup. Inspeksi

dari mulut dan pharynx harus dilakukan lebih awal, dan intubasi endotracheal dilakukan

jika perlu. Suara serak dan bunyi wheezing pada ekspirasi adalah tanda-tanda edema

saluran napas yang serius atau trauma inhalasi. Produksi lendir berlebihan dan dahak

karbon yaitu dahak bercampur flek hitam juga tanda-tanda positif trauma inhalasi.

Tingkat karboksihemoglobin harus didapatkan dan peningkatan tingkat gejala atau

keracunan karbon monoksida (CO) adalah berdasarkan kemungkinan trauma inhalasi.

Penurunan rasio dari tekanan oksigen arteri (PaO2) dan persentase oksigen terinspirasi

(FiO2), adalah salah satu indikator yang paling awal pasien telah menghirup asap. Bila

pasien positif trauma inhalasi sebaiknya pasien dirujuk ke rumah sakit yang mempunyai

fasilitas pusat luka bakar (burn centre) dengan dilakukan intubasi terlebih dahulu untuk

memastikan jalan nafas tetap terbuka.1

2

Page 3: Combustio BLOK 29

B (Breathing) – Kemampuan bernafas

Jika jalan napas baik dan pasien dapat bernapas, pemberian oksigen dengan sungkup atau

nasal kanul mungkin dapat mencukupi. Tetapi jika pasien tidak dapat bernapas akibat

obstruksi jalan napas atas atau akibat penurunan kesadaran, dapat diberikan intubasi

endotrakeal. Trakeostomi emergensi harus dihindari kecuali jika hal itu benar-benar

dibutuhkan. Jika curiga terdapat trauma pada vertebra servikalis, manipulasi jalan napas

harus dilakukan dengan tetap meimobilisasi leher dan kepala pada axis tubuh sampai

vertebra servikal terevaluasi sepenuhnya.1

C (Circulation)

Sirkulasi perifer yang adekuat harus ditemukan dengan cepat setelah terjadinya luka

bakar dengan meraba pulsasi di perifer.Semua pakaian pasien harus dilepaskan. Cincin,

jam dan perhiasan harus dilepaskan pada anggota tubuh yang mengalami cedera,

konstriksi pada bagian yang bengkak akibat jeratan perhiasan dapat mengakibatkan

iskemia di bagian distal. Pada luka bakar, permeabilitas pembuluh darah meningkat,

sehingga terjadi perpindahan cairan dari pembuluh darah ke jaringan intersitial, akibatnya

dapat menimbulkan syok hipovolemik. Semakin luas area luka bakar, semakin berat syok

hipovolemik yang terjadi.Resusitasi cairan harus diberikan secepatnya.1

D (Disability/Drugs) : apakah ada gangguan ekstremitas atau gerakan lain, dan apakah

ada penggunaan obat-obatan.1

E (Exposure) : bagaimana tampak keseluruhan dari unjung rambut sampai ujung kaki.1

Secondary survey

Kepala : apakah ada deformitas

Wajah : adakah luka bakar di wajah bagian depan dan kiri dan kanan

Rambut : adakah terbakar

Mata : apakah ada bagian mata yang mengalami gangguan atau cacat

THT : apakah ada gejala dan ada kelainan pendengaran atau mengeluarkan darah

3

Page 4: Combustio BLOK 29

Paru : simetris, fremitus, vesikuler , rhonki, wheezing

Jantung : BJ I-II, murmur, gallop

Abdomen : apakah distended, lemas, bagaimana bunyi usus

Ekstremitas : akral hangat atau dingin , apakah ada edema.

Status Lokalis

Kedalaman luka bakar ditentukan oleh tinggi suhu, lamanya pajanan suhu tinggi,

adekuasi resusitasi, dan adanya infeksi pada luka. Selain api yang langsung menjilat tubuh, baju

yang ikut terbakar juga memperdalam luka bakar. Bahan baju yang paling aman adalah yang

terbuat dari bulu domba (wol). Bahan sintetis seperti nilon dan dakron, selain mudah terbakar

juga mudah meleleh oleh suhu tinggi, lalu menjadi lengket sehingga memperberat kedalaman

luka bakar.2 Kedalaman luka bakar dideskripsikan dalam derajat luka bakar, yaitu luka bakar

derajat I, II, atau III:2,3

Derajat I

Pajanan hanya merusak epidermis sehingga masih menyisakan banyak jaringan untuk

dapat melakukan regenerasi. Luka bakar derajat I biasanya sembuh dalam 5-7 hari dan

dapat sembuh secara sempurna. Luka biasanya tampak sebagai eritema dan timbul

dengan keluhan nyeri dan atau hipersensitivitas lokal. Contoh luka bakar derajat I adalah

sunburn.

Gambar 1 Luka bakar derajat I

4

Page 5: Combustio BLOK 29

Derajat II

Lesi melibatkan epidermis dan mencapai kedalaman dermis namun masih terdapat epitel

vital yang bisa menjadi dasar regenerasi dan epitelisasi. Terdapat bullae, nyeri karena

ujung-ujung saraf sensorik teriritasi, dibedakan atas 2 (dua) bagian:

a) Derajat II dangkal/superficial (IIA)

Kerusakan mengenai bagian epidermis dan lapisan atas dari corium/dermis.Organ

– organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar sebecea masih banyak.Semua ini

merupakan benih-benih epitel. Penyembuhan terjadi secara spontandalam waktu

10-14 hari tanpa terbentuk sikatrik.

Gambar 2 Luka bakar derajat II A

b) Derajat II dalam/deep (IIB)

Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis dan sisa – sisa jaringan epitel

tinggal sedikit. Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,

kelenjar sebacea tinggal sedikit. Penyembuhan terjadi lebih lama dan disertai

parut hipertrofi. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan.

Gambar 3 Luka bakar derajat IIB

5

Page 6: Combustio BLOK 29

Dengan adanya jaringan yang masih sehat, luka dapat sembuh dalam 2-3 minggu.

Gambaran luka bakar berupa gelembung atau bula yang berisi cairan eksudat dari pembuluh

darah karena perubahan permeabilitas dindingnya, disertai rasa nyeri.Apabila luka bakar derajat

II yang dalam tidak ditangani dengan baik, dapat timbul edema dan penurunan aliran darah di

jaringan, sehingga cedera berkembang menjadi full-thickness burn atau luka bakar derajat III.

Derajat III

Kerusakan meliputi seluruh tebal kulit dan lapisan yang lebih dalam sampai mencapai

jaringan subkutan, otot dan tulang. Organ kulit mengalami kerusakan,tidak ada lagi sisa

elemen epitel. Tidak dijumpai bullae, kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan lebih

pucat sampai berwarna hitam kering. Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan

dermis yang dikenal sebagai esker. Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi karena

ujung-ujung sensorik rusak.Penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi epitelisasi

spontan.

Gambar 4 Luka bakar derajat III

Gambar 5. Penampang kedalaman luka bakar4

6

Page 7: Combustio BLOK 29

Luas Luka Bakar

Wallace membagi tubuh atas bagian – bagian 9 % atau kelipatan dari 9 terkenal dengan

nama Rule of Nine atau Rule of Wallace.1,2

Gambar 6. Rules of nine

Dalam perhitungan agar lebih mempermudah dapat dipakai luas telapak tangan penderita adalah

1 % dari luas permukaan tubuhnya. Pada anak –anak dipakai modifikasi Rule of Nine menurut

Lund and Brower, yaitu ditekankan pada umur 15 tahun, 5 tahun dan 1 tahun.1,2,3

Gambar 7. Rules of nine sesuai umur

7

Kepala dan leher - 9 %

Lengan - 18 %

Badan Depan - 18 %

Badan Belakang - 18 %

Tungkai - 36 %

Genitalia/perineum - 1 %

Total - 100 %

Page 8: Combustio BLOK 29

Kriteria Berat-ringannya

Kriteria berat-ringannya suatu luka bakar menurut American Burn Association adalah:2

a) Luka bakar ringan.

- Luka bakar derajat II <15 %

- Luka bakar derajat II < 10 % pada anak – anak

- Luka bakar derajat III < 2 %

b) Luka bakar sedang

- Luka bakar derajat II 15-25 % pada orang dewasa

- Luka bakar II 10 – 20% pada anak – anak

- Luka bakar derajat III < 10 %

c) Luka bakar berat

- Luka bakar derajat II 25 % atau lebih pada orang dewasa

- Luka bakar derajat II 20 % atau lebih pada anak – anak.

- Luka bakar derajat III 10 % atau lebih

- Luka bakar mengenai tangan, wajah, telinga, mata, kaki dan genitalia/perineum.

- Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain.

Fase Luka Bakar

Untuk mempermudah penanganan luka bakar maka dalam perjalanan penyakitnya

dibedakan dalam 3 fase: akut, subakut dan fase lanjut. Namun demikian pembagian fase menjadi

tiga tersebut tidaklah berarti terdapat garis pembatas yangtegas diantara ketiga fase ini. Dengan

demikian kerangka berpikir dalam penanganan penderita tidak dibatasi oleh kotak fase dan tetap

harus terintegrasi. Langkah penatalaksanaan fase sebelumnya akan berimplikasi klinis pada fase

selanjutnya 3

Fase akut

Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan mengalami

ancaman gangguan airway (jalan nafas), breathing (mekanisme bernafas), dan circulation

(sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah

terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi

dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama

8

Page 9: Combustio BLOK 29

penderita pada fase akut. Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan

elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik

Fase sub akut

Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau

kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber panas. Luka yang terjadi

menyebabkan:

‐ Proses inflamasi dan infeksi

‐ Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka yang tidak berepitel

luas atau pada struktur atau organ fungsional

‐ Keadaan hipermetabolism

Fase lanjut

Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan

fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyakit berupa sikatrik yang

hipertrofik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur

Pada skenario diketahui bahwa kesadaran pasien somnolen, bernafas dengan baik, dengan

nadi 96 kali/menit, Nafas 30 kali/menit, Tekanan darah 100/60, Suhu 37,7 celcius, pada

pemeriksaan fisik juga di temukan 2 buah bullae di dada berukuran 3x4 dan 4x5, kulit

kemerahan, nyeri, tangan kiri terdapat luka merah pucat, kering, terdapat jaringan lemak. Lengan

kanan dengan dasar luka berwarna merah, terdapat eksudat, udem dan juga nyeri. Jadi dapat

disimpulkan pasien mengalami combustion derajat 2 dalam.

Pemeriksaan Penunjang

Setelah melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat juga dilakukan pemeriksaan

penunjang, beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain:4

Pemeriksaan darah lengkap dilakukan dengan cara memeriksa Hb, dan Ht tiap 8 jam pada

2 hari pertama dan tiap 2 hari pada 10 hari berikutnya. Pemeriksaan ini bertujuan untuk

mengetahui apakah pasien mengalami hemokonsentrasi atau tidak pada darahnya akibat

hilangnya cairan pada tubuh, hal ini ditandai dengan meningkatnya nilai Hb 12-16 g/dl

dan Ht 35-45%.

9

Page 10: Combustio BLOK 29

Pemeriksaan elektrolit juga dapat dilakukan untuk mengetahui apakah kondisi luka bakar

dapat menyebabkan penurununan atau peningkatan dari kadar elektrolit (kalium

meningkat, natrium menurun)

Selain itu konsetrasi gas darah dan karboksi hemoglobin juga perlu segera diukur oleh

karena pemberian oksigen dapat menutupi keracunan CO yang dialami penderita, adapun

data yang dapat diperoleh dari analisis gas darah PaCO2 >50 mmHg, PaO2 <50mmHg,

serta saturasi oksigen <90%.

Pemeriksaan rontgen dada dilakukan bila kita curiga pasien mengalami trauma inhalasi

atau tidak, biasanya dapat kita temukan tekanan yang terlalu kuat pada dada, usaha

kanulasi pada vena sentralis, dan fraktur iga, kondisi ini berpotensi untuk menimbulkan

pneumothoraks dan hemotoraks.

EKG untuk mengetahui adanya iskemik miokard/disritmia pada luka bakar listrik.

Etiologi

Beberapa penyebab luka bakar menurut Syamsuhidayat adalah sebagai berikut:1

1. Luka bakar suhu tinggi (thermal burn)

Luka bakar thermal burn biasanya disebabkan oleh air panas (scald), jilatan api ketubuh

(flash), kobaran api di tubuh (flam), dan akibat terpapar atau kontak dengan objek-objek

panas lainnya. Beberapa hal yang dapat menyebabkan thermal burn antara lain benda

panas (padat, cair, uap), api dan sengatan matahari/ sinar panas

2. Luka bakar bahan kimia (chemical burn)

Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau basa kuat yang biasa

digunakan dalam industri, militer, laboratorium, dan bahan pembersih yang sering

digunakan untuk keperluan rumah tangga.

3. Luka bakar sengatan listrik (electrical burn)

Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api dan ledakan. Aliran

listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki resistensi paling rendah, dalam

hal ini cairan. Kerusakan terutama pada pembuluh darah, khususnya tunika intima,

sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal. Seringkali kerusakan berada jauh

dari lokasi kontak, baik kontak dengan sumber arus maupun ground.

4. Luka bakar radiasi (radiation injury)

10

Page 11: Combustio BLOK 29

Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe injury ini

sering disebabkan oleh penggunaan bahan radioaktif untuk keperluan terapeutik dalam

dunia kedokteran dan dalam bidang industri. Terpapar sinar matahari yang terlalu lama

juga dapat menyebabkan luka bakar radiasi.1

Epidemiologi

Epidemiologi di Indonesia, didapatkan sekitar 80% luka bakar terjadi di rumah. Penyebab

luka bakar tersering pada anak usia 3-14 tahun, penyebab tersering ialah nyala api yang

membakar baju. Dari umur ini sampai 60 tahun, luka bakar tersering disebabkan kecelakaan

industri. Setelah umur ini, luka bakar biasanya terjadi karena kebakaran di rumah akibat rokok

yang membakar tempat tidur atau berhubungan dengan lupa mental dan juga kelalaian sehingga

menyebabkan terjadinya kebakaran.5

Gejala Klinis

Gejala klinis yang utama pada luka bakar yaitu lepuh yang merupakan tanda khas luka

bakar superfisial. Cairan dihasilkan dari jaringan cedera yang lebih dalam sehingga permukaan

superfisial yang terbakar (mati) akan terangkat. Lepuh atau bullae pada luka bakar sering pecah

dan meninggalkan suatu permukaan merah kasar yang mengeluarkan cairan serous dan dapat

berdarah. Luka bakar yang superfisial terasa nyeri karena ujung saraf terpapar dan mengalami

inflamasi. 1

Luka bakar yang dalam, gejala klinisnya yaitu, kulit mungkin terlihat normal. Akan

tetapi, tampak mengkilap sehingga pembuluh-pembuluh darahnya mudah dilihat, tetapi darah

dalam pembuluh darah tersebut tidak dapat keluar karena sudah mengalami koagulasi sehingga

saat ditusuk tidak akan mengeluarkan darah. Selain itu, kulit amat kaku ketika disentuh, serta

tidak dapat merasakan nyeri, karena sebagian besar ujung saraf sudah mati. Pada kondisi yang

lebih berat, dapat terjadi pengarangan dan karbonisasi (hitam).1,3

Gejala-gejala klinis lain selain diatas, yaitu adanya tanda-tanda distress pernapasan

seperti suara serak, ngiler, tanda-tanda cedera inhalasi seperti pernapasan cepat dan sulit, suara

napas ronki basah, stridor, serta batuk pendek.1

11

Page 12: Combustio BLOK 29

Patofisiologi

Pada luka bakar terjadi perubahan lokal berupa nekrosis koagulatif pada epidermis,

dermis dan jaringan di bawahnya, dengan kedalaman tergantung pada temperatur bahan dan

durasi pajanan.4

Pada luka yang melibatkan sebagian tebal lapisan kulit (derajat 1 dan 2) disertai rasa

nyeri, sedangkan derajat 3 biasanya rasa nyeri minimal atau tidak ada. Berdasarkan gambaran

histologis, pada luka bakar terdapat tiga zona yaitu zona koagulasi, zona stasis, dan zona

hiperemia. Pada zona koagulasi terjadi nekrosis jaringan dan kerusakan yang ireversibel. Zona

stasis berada di sekitar zona koagulasi, dimana terjadi penurunan perfusi jaringan dengan

kerusakan dan kebocoran vaskuler. Pada zona hiperemia terjadi vasodilatasi karena inflamasi,

jaringannya masih viable dan proses penyembuhan berawal dari zona ini.3,4

12

Page 13: Combustio BLOK 29

Gambar 8. Zona luka bakar Jackson dan efeknya terhadap resusitasi adekuat dan inadekuat

Inti dari permasalahan luka bakar adalah kerusakan endotel dan epitel akibat cedera

termis yang melepaskan mediator-mediator proinflamasi dan berkembang menjadi Systemic

Inflammatory Response Syndrome (SIRS), kondisi ini hampir selalu berlanjut dengan Multi-

system Organ Dysfunction Syndrome (MODS). MODS terjadi karena gangguan perfusi jaringan

yang berkepanjangan akibat gangguan sirkulasi mikro. Berdasarkan konsep SIRS, paradigma

penatalaksanaan luka bakar fase akut berubah, semula berorientasi pada gangguan sirkulasi

makro menjadi berubah orientasi pada proses perbaikan perfusi (srkulasi mikro) sebagai end-

point dari prosedur resusitasi.5,6

Pelepasan sitokin dan mediator inflamasi lainnya di tempat terjadinya luka bakar

memiliki efek sistemik jika luka bakar mencapai 30% luas permukaan tubuh. Perubahan-

perubahan yang terjadi sebagai efek sistemik tersebut anatara lain berupa5,6,7

1. Gangguan kardiovaskular, berupa peningkatan permeabilitas vaskular yang menyebabkan

keluarnya protein dan cairan dari intravaskular ke interstitial. Terjadi vasokonstriksi di

pembuluh darah sphlancnic dan perifer. Kontraktilitas miokardium menurun,

kemungkinan disebabkan adanya TNF. Perubahan ini disertai dengan kehilangan cairan

dari luka bakar menyebabkan hipotensi sistemik dan hipoperfusi organ.

2. Gangguan sistem respirasi, mediator inflamasi menyebabkan bronkokonstriksi, dan pada

luka bakar yang berat dapat timbul respiratory distress syndrome.

13

Page 14: Combustio BLOK 29

3. Gangguan metabolik, terjadi peningkatan basal metabolic rate hingga 3 kali lipat. Hal

ini, disertai dengan adanya hipoperfusi sphlancnic menyebabkan dibutuhkannya

pemberian makanan enteral secara agresif untuk menurunkan katabolisme dan

mempertahankan integritas saluran pencernaan.

4. Gangguan imunologis, terdapat penuruanan sistem imun yang mempengaruhi sistem

imun humoral dan seluler.

Masalah yang timbul pada luka bakar fase akut terutama berkaitan dengan gangguan

jalan napas (cedera inhalasi), gengguan mekanisme bernapas dan gangguan sirkulasi. Ketiga hal

tersebut menyebabkan gangguan perfusi jaringan yang dapat menyebabkan kematian.

Cedera inhalasi merupakan gangguan mukosa saluran napas akibat kontak dengan

sumber termis, toxic fumes, dan zat toksik lainnya. Dugaan kuat mengenai adanya cedera inhalasi

bila dijumpai riwayat luka bakar yang disebabkan api, terperangkap di ruang tertutup, luka bakar

pada wajah dan leher, bulu hidung terbakar, sputum dan air liur mengandung karbon. Kerusakan

mukosa dapat pula disebabkan oleh minyak panas, air panas, bahan kimia yang mengenai muka,

leher, dada bagian atas. Pada cedera inhalasi terjadi edema mukosa dari orofaring dan laring

hingga membran alveoli. Hal ini dapat menyebabkan obstruksi yang ditandai dengan stridor,

suara serak, sulit bernapas, gelisah. Bronkospasme dapat terjadi bila reaksi inflamasi melibatkan

otot polos bronkus.7

Diagnosis kerja

Diagnosis dari luka bakar dapat diambil dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang. Selain itu diagnosis pembagian derajat juga diperlukan agar

penanganannya tepat dan cepat. Kedalaman kerusakan jaringan akibat luka bakar tergantung

pada derajat panas sumber, penyebab dan lamanya kontak dengan tubuh penderita.

Penatalaksanaan

Prinsip penanganan luka bakar adalah penutupan lesi sesegera mungkin, pencegahan

infeksi, mengurangi rasa sakit, pencegahan trauma mekanik pada kulit yang vital dan elemen di

dalamnya, dan pembatasan pembentukan jaringan parut.8

14

Page 15: Combustio BLOK 29

Saat kejadian, hal pertama yang harus dilakukan adalah menjauhkan korban dari sumber

trauma. Padamkan api dan siram kulit yang panas dengan air. Pada trauma bahan kimia, siram

kulit dengan air mengalir. Proses koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan suhu tinggi

berlangsung terus walau api telah dipadamkan, sehingga destruksi tetap meluas. Proses tersebut

dapat dihentikan dengan mendinginkan daerah yang terbakar dan mempertahankan suhu dingin

ini pada jam pertama. Oleh karena itu, merendam bagian yang terbakar selama lima belas menit

pertama sangat bermanfaat. Tindakan ini tidak dianjurkan pada luka bakar lebih dari 10%,

karena akan terjadi hipotermia yang menyebabkan cardiac arrest.8 Tindakan selanjutnya antara

lain:

1. Resusitasi jalan napas

Resusitasi jalan napas bertujuan untuk mengupayakan suplai oksigen yang

adekuat. Pada luka bakar dengan kecurigaan cedera inhalasi, tindakan intubasi dikerjakan

sebelum edema mukosa menimbulkan manifestasi obstruksi. Sebelum dilakukan intubasi,

oksigen 100% diberikan menggunakan face mask. Intubasi bertujuan untuk

mempertahankan patensi jalan napas, fasilitas pemeliharaan jalan napas (penghisapan

sekret) dan bronchoalveolar lavage. Krikotiroidotomi masih menjadi diperdebatkan

karena dianggap terlalu agresif dan morbiditasnya lebih besar dibandingkan intubasi.

Krikotiroidotomi dilakukan pada kasus yang diperkirakan akan lama menggunakan

endotracheal tube (ETT) yaitu lebih dari 2 minggu pada luka bakar luas yang disertai

cedera inhalasi.

Kemudian dilakukan pemberian oksigen 2-4 L/menit melalui pipa endotrakeal.

Terapi inhalasi mengupayakan suasana udara yang lebih baik di saluran napas dengan

cara uap air menurunkan suhu yang menigkat pada proses inflamasi dan mencairkan

sekret yang kental sehingga lebih mudah dikeluarkan. Terapi inhalasi dengan Ringer

Laktat hasilnya lebih baik dibandingkan NaCl 0,9%. Dapat juga diberikan bronkodilator

bila terjadi bronkokonstriksi seperti pada cedera inhalasi yang disebabkan oleh bahan

kimiawi dan listrik. Pada cedera inhalasi perlu dilakukan pemantauan gejala dan tanda

distres pernapasan. Gejala dan tanda berupa sesak, gelisah, takipnea, pernapasan dangkal,

bekerjanya otot-otot bantu pernapasan, dan stridor. Pemeriksaan penunjang yang perlu

dilakukan adalah analisa gas darah serial dan foto toraks.3,8

15

Page 16: Combustio BLOK 29

2. Resusitasi cairan

Sebagai bagian dari perawatan awal pasien yang terkena luka bakar.

Pemberian cairan intravena yang adekuat harus dilakukan, akses intravena yang adekuat

harus ada, terutama pada bagian ekstremitas yang tidak terkena luka bakar. Adanya

luka bakar diberikan cairan resusitasi karena adanya akumulasi cairan edema tidak

hanya pada jaringan yang terbakar, tetapi juga seluruh tubuh. Telah diselidiki bahwa

penyebab permeabilitas cairan ini adalah karena keluarnya sitokin dan beberapa

mediator, yang menyebabkan disfungsi dari sel, kebocoran kapiler.8

Tujuan utama dari resusitasi cairan adalah untuk menjaga dan

mengembalikan perfusi jaringan tanpa menimbulkan edema. Kehilangan cairan

terbesar adalah pada 4 jam pertama terjadinya luka dan akumulasi maksimum edema

adalah pada 24 jam pertama setelah luka bakar. Prinsip dari pemberian cairan pertama

kali adalah pemberian garam ekstraseluler dan air yang hilang pada jaringan yang

terbakar, dan sel-sel tubuh. Pemberian cairan paling popular adalah dengan Ringer

laktat untuk 48 jam setelah terkena luka bakar. Output urin yang adekuat adalah 0.5

sampai 1.5mL/kgBB/jam.3,8

Formula yang terkenal untuk resusitasi cairan adalah formula Parkland :

24 jam pertama Cairan Ringer laktat : 4ml x kgBB x %luka bakar dengan ½

jumlah cairan diberikan pada 8 jam pertama dan ½ jumlah cairan selanjutnya

diberikan pada 16 jam berikutnya. Pada 24 jam kedua dapat di berikan cairan

yang mengandung glukosa dan dibagi rata dalam 24 jam. Jenis cairan yang dapat

diberikan adalah Glukosa 5% atau 10% 1500-2000ml. Batasi Ringer laktat karena

dapat memperberat edema interstisial.

3. Perawatan luka

Perawatan luka dilakukan setelah tindakan resusitasi jalan napas, mekanisme bernapas

dan resusitasi cairan dilakuakan. Tindakan meliputi debridement, nekrotomi dan

pencucian luka. Tujuan perawatan luka adalah mencegah degradasi luka dan

mengupayakan proses epitelisasi. Untuk bullae ukuran kecil tindakannya konservatif

sedangkan untuk ukuran besar (>5cm) dipecahkan tanpa membuang lapis epidermis di

atasnya. Pencucian luka dilakukan dengan memandikan pasien dengan air hangat

16

Page 17: Combustio BLOK 29

mengalir dan sabun mandi bayi. Lalu luka dibalut dengan kasa lembab steril dengan atau

tanpa krim pelembab. Perawatan luka tertutup dengan oclusive dressing untuk mencegah

penguapan berlebihan. Penggunaan tulle berfungsi sebagai penutup luka yang

memfasilitasi drainage dan epitelisasi. Sedangkan krim antibiotik diperlukan untuk

mengatasi infeksi pada luka.8

Pilihan penutupan luka sesuai dengan derajat luka bakar: 7,8

Luka bakar derajat I, merupakan luka ringan dengan sedikit hilangnya barier

pertahanan kulit. Luka seperti ini tidak perlu di balut, cukup dengan pemberian

salep antibiotik untuk mengurangi rasa sakit dan melembabkan kulit. Bila perlu

dapat diberi NSAID (Ibuprofen, Acetaminophen) untuk mengatasi rasa sakit

dan pembengkakan

Luka bakar derajat II (superfisial), perlu perawatan luka setiap harinya, pertama luka

diolesi dengan salep antibiotik, kemudian dibalut dengan perban katun dan dibalut

lagi dengan perban elastik. Pilihan lain luka dapat ditutup dengan penutup luka

sementara yang terbuat dari bahan alami (Xenograft (pig skin) atau Allograft

(homograft, cadaver skin) atau bahan sintetis (opsite, biobrane, transcyte, integra)

Luka derajat II (dalam) dan luka derajat III, perlu dilakukan eksisi awal dan

cangkok kulit (early exicision and grafting)

4. Penggunaan antibiotik

Pemberian antibiotik pada kasus luka bakar bertujuan sebagai profilaksis infeksi

dan mengatasi infeksi yang sudah terjadi. Penggunaan antibiotik sebagai profilaksis

masih merupakan suatu kontroversi.4 Dalam 3-5 hari pertama populasi kuman yang sering

dijumpai adalah bakteri Gram positif non-patogen. Sedangkan hari 5-10 adalah bakteri

Gram negatif patogen. Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera, luka masih dalam keadaan

steril sehingga tidak diperlukan antibiotik. Beberapa antibiotik topikal yang dapat

digunakan adalah silver sulfadiazin, gentamicin sulfate, mupirocin, dan

bacitracin/polymixin.7

17

Page 18: Combustio BLOK 29

Indikasi rawat inap

1. Penderita syok atau terancam syok bila luas luka bakar lebih dari 10% pada anak atau

lebih dari 15% pada orang dewasa

2. Terancam edema laring akibat terhirupnya asap atau udara hangat

3. Letak luka memungkinkan penderita terancam cacat berat, seperti pada wajah, mata,

tangan, kaki, perineum.3

Tindakan bedah

1. Eksisi dini. Eksisi dini adalah tindakan pembuangan jaringan nekrosis dan debris

(debridement) yang dilakukan dalam waktu kurang dari 7 hari (biasanya hari ke 5-7)

pasca cedera termis.6 Dasar dari tindakan ini adalah:

a. Mengupayakan proses penyembuhan berlangsung lebih cepat. Dengan

dibuangnya jaringan nekrosis, debris dan eschar, proses inflamasi tidak akan

berlangsung lebih lama dan segera dilanjutkan proses fibroplasia. Pada daerah

sekitar luka bakar umumnya terjadi edema, hal ini akan menghambat aliran

darah dari arteri yang dapat mengakibatkan terjadinya iskemi pada jaringan

tersebut ataupun menghambat proses penyembuhan dari luka tersebut. Dengan

semakin lama waktu terlepasnya eschar, semakin lama juga waktu yang

diperlukan untuk penyembuhan.

b. Memutus rantai proses inflamasi yang dapat berlanjut menjadi komplikasi–

komplikasi luka bakar (seperti SIRS). Hal ini didasarkan atas jaringan nekrosis

yang melepaskan “burn toxic” (lipid protein complex) yang menginduksi

dilepasnya mediator-mediator inflamasi.

c. Semakin lama penundaan tindakan eksisi, semakin banyaknya proses

angiogenesis yang terjadi dan vasodilatasi di sekitar luka. Hal ini mengakibatkan

banyaknya darah keluar saat dilakukan tindakan operasi. Selain itu, penundaan

eksisi akan meningkatkan resiko kolonisasi mikroorganisme patogen yang akan

menghambat pemulihan graft dan juga eschar yang melembut membuat tindakan

eksisi semakin sulit.

Tindakan ini disertai anestesi baik lokal maupun general dan pemberian cairan melalui

infus. Tindakan ini digunakan untuk mengatasi kasus luka bakar derajat II dalam dan

18

Page 19: Combustio BLOK 29

derajat III. Tindakan ini diikuti tindakan hemostasis dan juga “skin grafting”

(dianjurkan “split thickness skin grafting”). Tindakan ini juga tidak akan mengurangi

mortalitas pada pasien luka bakar yang luas. Kriteria penatalaksanaan eksisi dini

ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:

Kasus luka bakar dalam yang diperkirakan mengalami penyembuhan lebih dari

3 minggu.

Kondisi fisik yang memungkinkan untuk menjalani operasi besar.

Tidak ada masalah dengan proses pembekuan darah.

Tersedia donor yang cukup untuk menutupi permukaan terbuka yang timbul.

Eksisi dini diutamakan dilakukan pada daerah luka sekitar batang tubuh posterior. Eksisi

dini terdiri dari eksisi tangensial dan eksisi fasial.Eksisi tangensial adalah suatu teknik

yang mengeksisi jaringan yang terluka lapis demi lapis sampai dijumpai permukaan

yang mengeluarkan darah (endpoint). Adapun alat-alat yang digunakan dapat

bermacam-macam, yaitu pisau Goulian atau Humbly yang digunakan pada luka bakar

dengan luas permukaan luka yang kecil, sedangkan pisau Watson maupun mesin yang

dapat memotong jaringan kulit perlapis (dermatom) digunakan untuk luka bakar yang

luas. Permukaan kulit yang dilakukan tindakan ini tidak boleh melebihi 25% dari

seluruh luas permukaan tubuh. Untuk memperkecil perdarahan dapat dilakukan

hemostasis, yaitu dengan tourniquet sebelum dilakukan eksisi atau pemberian larutan

epinephrine 1:100.000 pada daerah yang dieksisi. Setelah dilakukan hal-hal tersebut,

baru dilakukan “skin graft”. Keuntungan dari teknik ini adalah didapatnya fungsi

optimal dari kulit dan keuntungan dari segi kosmetik. Kerugian dari teknik adalah

perdarahan dengan jumlah yang banyak dan endpoint bedah yang sulit ditentukan.

Eksisi fasial adalah teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka sampai lapisan fascia.2

Teknik ini digunakan pada kasus luka bakar dengan ketebalan penuh (full thickness)

yang sangat luas atau luka bakar yang sangat dalam. Alat yang digunakan pada teknik

ini adalah pisau scalpel, mesin pemotong “electrocautery”.

2. Skin grafting. Skin grafting adalah metode penutupan luka sederhana. Tujuan dari

metode ini adalah:8

Menghentikan evaporate heat loss

19

Page 20: Combustio BLOK 29

Mengupayakan agar proses penyembuhan terjadi sesuai dengan waktu

Melindungi jaringan yang terbuka

Skin grafting harus dilakukan secepatnya setelah dilakukan eksisi pada luka bakar pasien.

Kulit yang digunakan dapat berupa kulit produk sintesis, kulit manusia yang berasal dari tubuh

manusia lain yang telah diproses maupun berasal dari permukaan tubuh lain dari pasien

(autograft). Daerah tubuh yang biasa digunakan sebagai daerah donor autograft adalah paha,

bokong dan perut. Teknik mendapatkan kulit pasien secara autograft dapat dilakukan secara split

thickness skin graft atau full thickness skin graft. Bedanya dari teknik – teknik tersebut adalah

lapisan-lapisan kulit yang diambil sebagai donor. Untuk memaksimalkan penggunaan kulit donor

tersebut, kulit donor tersebut dapat direnggangkan dan dibuat lubang – lubang pada kulit donor

(seperti jaring-jaring dengan perbandingan tertentu, sekitar 1 : 1 sampai 1 : 6) dengan mesin.

Metode ini disebut mess grafting. Ketebalan dari kulit donor tergantung dari lokasi luka yang

akan dilakukan grafting, usia pasien, keparahan luka dan telah dilakukannya pengambilan kulit

donor sebelumnya. Pengambilan kulit donor ini dapat dilakukan dengan mesin ‘dermatome’

ataupun dengan manual dengan pisau Humbly atau Goulian. Sebelum dilakukan pengambilan

donor diberikan juga vasokonstriktor (larutan epinefrin) dan juga anestesi..8

Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada masa akut adalah Systemic Inflammatory Response

Syndrome (SIRS), sepsis dan MODS (multiple organ dysfunction syndrome). Selain itu

komplikasi pada gastrointestinal juga dapat terjadi, yaitu atrofi mukosa, ulserasi dan perdarahan

mukosa, motilitas usus menurun dan ileus. Pada ginjal dapat terjadi acute tubular necrosis

karena perfusi ke renal yang menurun. Skin graft loss merupakan komplikasi yang sering terjadi,

hal ini disebabkan oleh hematoma, infeksi dan robeknya graft. Pada fase lanjut suatu luka bakar,

dapat terjadi jaringan parut berupa jaringan parut hipertrofik, keloid dan kontraktur.6,7

Prognosis

Prognosis pada luka bakar tergantung dari derajat luka bakar, luas permukaan badan yang

terkena luka bakar, adanya komplikasi seperti infeksi, dan kecepatan pengobatan

medikamentosa. Luka bakar minor dapat sembuh 5-10 hari tanpa adanya jaringan parut. Luka

bakar moderat dapat sembuh dalam 10-14 hari dan mungkin menimbulkan luka parut. Luka

20

Page 21: Combustio BLOK 29

bakar mayor membutuhkan lebih dari 14 hari untuk sembuh dan akan membentuk jaringan parut.

Jaringan parut akan membatasi gerakan dan fungsi. Dalam beberapa kasus, pembedahan

diperlukan untuk membuang jaringan parut.8

Kesimpulan

Luka bakar merupakan salah satu kasus yang banyak dirujuk ke rumah sakit. Hal ini tidak

terlepas dari kurangnya kesadaran masyarakat dalam penggunaan alat-alat sehari-hari. Dalam

penanganannya harus dilakukan secara sistematis antara airway, breathing dan manajemen

sirkulasi darah. Penanganan luka bakar harus dilakukan secara berkesinambungan dan

memperhatikan banyak factor mengingat luka bakar sendiri untuk derajat yang lebih berat akan

meninggalkan bekas luka yang tidak baik pada pasien. Perawatan luka bakar didasarkan pada

luas luka, kedalaman luka, faktor penyebab dan lain-lain. Evaluasi yang sukses, manajemen jalan

nafas, resusitasi dan ketahanan organ sangat penting bagi pasien untuk dapat bertahan hidup pada

hari-hari selanjutnya.

Daftar Pustaka

1. R Sjamsuhidajat, Wim de Jong. Bab 3:luka, luka Bakar. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah.

Edisi 2. Jakarta: EGC; 2007.h.66-88

2. Kartini A, Wijaya C, Komala S, Ronardy D. Luka bakar. Dalam: Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu

Bedah. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2010. h. 97-106.

3. Djamaeludin H. Luka bakar. Dalam: Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa

Aksara; 2009. h. 435-40.

4. Sabiston DC. Buku ajar bedah. Jakarta: EGC; 2005.h.151-63.

5. Gibran NS. Burns. In: Mulholland MW, Lillemoe KD, Doherty GM, Gerard M, Ronald V,

Upchurch GR. Editors. Greenfield’s surgery: scientific principles and practice. 4th Ed.

Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins; 2006.p.478-98

6. Schwartz, Seymour I. Luka bakar. Dalam: Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Jakarta:

Penerbit Buku kedokteran EGC; 2005. h. 97-110.

7. Grace PA, Borley NR. At A Glance Ilmu Bedah. Edisi ke-3. Jakarta:Erlangga;2006.h.87-94.

8. Moenadjat Y. Petunjuk praktis penatalaksanaan luka bakar. Jakarta: Komite Medik Asosiasi

Luka Bakar Indonesia; 2005.h.4-20; 30-41.

21