kasus combustio

43
LAPORAN KASUS COMBUSTIO DIsusun oleh : dr. Gina Ariani INTERNSHIP RSUD H.M. RYACUDU KOTABUMI 2012 0

Upload: delvideliana

Post on 31-Dec-2015

94 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: kasus combustio

LAPORAN KASUS

COMBUSTIO

DIsusun oleh :

dr. Gina Ariani

INTERNSHIP

RSUD H.M. RYACUDU KOTABUMI

2012

BAB I

ILUSTRASI KASUS

0

Page 2: kasus combustio

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. A

Usia : 30 tahun

Alamat : Candi Mas

Agama : Islam

Pekerjaan : pekerja warung

Pendidikan : tamat SD

Status : Menikah

Masuk RS : 9 Agustus 2012

ANAMNESIS

Dilakukan autoanamnesis dan alloanamnesis pada tanggal 11 Agustus 2012 pukul 09.30

WIB di bangsal rawat inap bedah RS Ryacudu

Keluhan utama

Kulit wajah, badan belakang sebelah kanan, kedua lengan, dan kaki melepuh karena

terkena api sejak delapan jam sebelum masuk rumah sakit.

Keluhan Tambahan

Tidak ada

Riwayat penyakit sekarang

Delapan jam SMRS, pasien sedang melayani pembeli di warungnya. Tiba-tiba kompor

minyak tanah dari dalam warung meledak dan menyambar bensin yang juga dijual di

warung tersebut. Pada saat api mulai menyambar warung, pasien berusaha keluar warung

sambil berlari. Namun pasien tetap tersambar api walaupun sangat sebentar. Terkurung

dalam ruangan (-), menghirup asap (-), sesak nafas (-), terbentur di kepala (-), pingsan (-),

pusing (-), mual (-), muntah (-)

Pasien kemudian dibawa ke RS Ryacudu dan diberi perawatan luka.

Riwayat Penyakit Dahulu :

- Riwayat Hipertensi (-)

- Riwayat maag (-)

1

Page 3: kasus combustio

- Riwayat DM (-)

- Riwayat alergi (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :Tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat :

Hipertensi (-), Asma (-), Penyakit Jantung (-), Diabetes Melitus (-)

PEMERIKSAAN FISIK

Primary survey

A : Bebas, bulu hidung tidak terbakar

B : Spontan, frekuensi nafas 20x/menit, reguler, kedalaman cukup

C : Akral hangat, CRT < 2”, tekanan darah 100/80 mmHg, frekuensi nadi 110x/menit,

suhu afebris

D : GCS 15, E4M6V5

Secondary survey

A. Status Generalis

Keadaan umum :Tampak sakit sedang

Kesadaran :Compos mentis

- Tanda Vital :TD :100/80 mmHg

N :110 x/menit

RR :22 x/m

S :37,00C

BB : 55 kg

Kepala

- Bentuk : Normocephali, simetris

- Rambut : Hitam, lurus, penyebaran merata, tidak mudah dicabut

- Wajah : Tampak bula pada sisi kiri wajah

- Mata : Kelopak atas mata kiri edema (+) dan tidak dapat dibuka, konjungtiva

anemis -/-, sklera ikterik -/-, lensa jernih, pupil isokor, reflek cahaya (+/+)

- Hidung : Nafas cuping hidung -/- , septum deviasi (-), sekret -/-,

mukosa hiperemis(-)

2

Page 4: kasus combustio

- Mulut : Bibir kering (+), edema (+), bibir sianosis (-), lidah kotor (-),

faring tidak hiperemis (-)

- Leher

- Bentuk : Simetris

- Trakea : Di tengah

- KGB : Tidak ada pembesaran

- JVP : 5+2 cmHg

- Thoraks

Paru

- Inpeksi : Bentuk dada normal, pergerakan nafas kanan kiri simetris

- Palpasi : simetris kanan kiri pada kedua lapang paru

- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

- Auskultasi : Suara nafas vesikuler pada seluruh lapang paru, wheezing -/-, ronki -/-

Jantung

- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

- Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V 2 cm medial dari linea midklavikula sinistra

- Perkusi : Batas atas : ICS III linea parasternalis sinistra

Batas kanan : ICS IV linea parasternalis dextra

Batas kiri : ICS V 1 cm medial dari linea midklavikularis sinistra

- Auskultasi: Bunyi jantung I - II reguler murni, murmur (-), gallop (-)

- Abdomen

- Inspeksi : Perut datar, simetris

- Palpasi : Supel, asites (-), nyeri tekan (+) epigastrium, hepar dan lien tidak teraba

- Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)

- Auskultasi : Bising usus (+) normal

- Ekstremitas

- Superior : Oedem -/-, sianosis -/-, akral dingin -/-, palmar manus pucat (-)

- Inferior : Pitting oedem -/-, sianosis -/-, akral dingin -/-

- Lihat status lokalis

3

Page 5: kasus combustio

Status lokalis

Kepala dan leher : 4 %

Trunkus anterior : 5 %

Esktremitas atas kanan : 4 %

Ekstremitas atas kiri : 3 %

Ekstremitas bawah kanan : 6%

Ekstremitas bawah kiri : 4 %

Genitalia : 0 % +

Total : 26 %

PEMERIKSAAN PENUNJANG

RUTIN

Hemoglobin : 13,3 g/dL (L:13,2-17,3 P : 11,7-15,5)

Hematokrit : 40 % (L:40-52% P:35-47%)

Leukosit : 16700/L (L:3,8-10,6 P:3,6-11)

Trombosit : 343.000/L (150-440 rb)

KIMIA DARAH

Ureum : 23 mg/dl (20-50 mg/dl)

Creatinin : 0,8 mg/dL (L: 0,62-1,1 P:0,45-0,75)

SGOT : 21 U/L (<50 U/L)

SGPT : 17 U/L (<50 U/L)

GDS : 105 mg/dl

DIAGNOSIS KERJA

Combustio grade II 26 % et causa api

4

edema

bula

Page 6: kasus combustio

TATALAKSANA

- Tirah baring

- Diet TKTP

- IVFD RL 20 tpm

- Cefotaxim 2x1 gr

- Ketorolac 3x 1 ampul

- Burnazin

- Kompres Rivanol

- Pro nekrotomi

- Rehabilitasi

- Fisioterapi

PROGNOSIS

Quo ad Vitam : Bonam

Quo ad Functionam : Bonam

Quo ad Sanactionam : Bonam

FORMAT PORTOFOLIO

Kasus

Topik: Combustio grade II

5

Page 7: kasus combustio

Tanggal (kasus): 10 Agustus 2012 Persenter: dr. Gina Ariani

Tangal presentasi: Agustus 2012 Pendamping: dr. Jan Markus, Sp.B

Tempat presentasi: RS Ryacudu, Lampung Utara

Obyektif presentasi:

□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan

pustaka

□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa

□Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil

□ Deskripsi:

□ Tujuan:

Bahan bahasan: □ Tinjauan

pustaka

□ Riset □ Kasus □ Audit

Cara membahas: □ Diskusi □ Presentasi dan diskusi □ E‐mail □ Pos

Data pasien: Nama: Tn. A No registrasi: 100213

Nama RSUD: RS Ryacudu Telp: - Terdaftar sejak: 9 Agustus

2012

Data utama untuk bahan diskusi:

1. Diagnosis/ Gambaran Klinis: Combustio grade II

2. Riwayat kesehatan/ Penyakit: Kulit wajah, badan belakang sebelah kanan, kedua lengan,

dan kaki melepuh karena terkena api sejak delapan jam sebelum masuk rumah sakit.

3. Riwayat keluarga/ masyarakat: di keluarga tidak ada yang mengalami gejala serupa

4. Riwayat pekerjaan: Pemilik Warung

Daftar Pustaka:

1. Ahmadsyah I, Prasetyono TOH. Luka. Dalam: Sjamsuhidajat R, de Jong W, editor.

Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005. h.

73-5.

2. Moenadjat Y. Luka bakar. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.

3. Heimbach DM, Holmes JH. Burns. In: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR,

6

Page 8: kasus combustio

Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE, editors. Schwartz’s principal surgery. 8 th ed.

USA: The McGraw-Hill Companies; 2007.

4. Naradzay JFX, Alson R. Thermal burns. Dalam: Slapper D, Talavera F, Hirshon

JM, Halamka J, Adler J, editors. Diunduh dari: http://www.emedicine health .com .

28 Agusuts 2009.

5. Split & Full Thickness Skin Grafting. Diunduh dari

http://www.burnsurvivorsttw.org/burns/grafts.html. 30 Agustus 2009

Hasil pembelajaran:

1. Klasifikasi Combustio

2. Diagnosis Combustio

3. Penatalaksanaan Combustio

4. Prognosis Combustio

Subyektif

Kulit wajah, badan belakang sebelah kanan, kedua lengan, dan kaki melepuh

karena terkena api sejak delapan jam sebelum masuk rumah sakit. Terkurung dalam

ruangan (-), menghirup asap (-), sesak nafas (-), terbentur di kepala (-), pingsan (-),

pusing (-), mual (-), muntah (-). Pasien kemudian dibawa ke RS Ryacudu dan diberi

perawatan luka.

Obyektif

Pada pemeriksaan fisik didapatkan :

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tanda Vital : TD : 110/80 mmHg

N : 110 x/menit, reguler, isi cukup, equal

RR : 22 x/menit, tipe abdominotorakal

7

Page 9: kasus combustio

Tampak bula pada sisi kiri wajah, kelopak atas mata kiri edema (+), luka bakar

pada badan bagian belakang sebelah kanan, kedua tangan dan kaki.

Pemeriksaan penunjang didapatkan :

Leukosit :16700/L

“Assessment”

Diagnosis :

- Combustio grade II

“Plan”

Penatalaksanaan:

1. Tirah baring

2. Medikamentosa

- IVFD RL 20 tpm

- Cefotaxim 2x1 gr

- Ketorolac 3x 1 ampul

- Burnazin

- Kompres Rivanol

3. Diet TKTP

4. Pro nekrotomi

5. Rehabilitasi

6. Fisioterapi

BAB II

PEMBAHASAN KASUS

8

Page 10: kasus combustio

Tn. A, usia 32 tahun datang dengan keluhan kulit wajah, badan

belakang sebelah kanan, kedua lengan, dan kaki melepuh karena terkena api sejak

delapan jam sebelum masuk rumah sakit. Kulit yang melepuh diakibatkan tersambar

api dari kompor minyak tanah yang tiba-tiba meledak dan menyambar bensin. Pasien

tersambar api dalam jangka waktu yang sangat sebentar. Pasien tidak terkurung dalam

ruangan. Tidak ada keluhan sesak nafas, pusing, mual, maupun muntah.

Pasien datang masih dalam fase akut luka bakar. Maka perlu

diperhatikan ABCD dari pasien. Dari pemeriksaan umum tidak ditemukan bulu

hidung yang terbakar. Hal ini dapat menyingkirkan adanya cedera inhalasi.

Pernapasan normal dan tidak ada eskar melingkar yang dapat menghalangi pergerakan

pernapasan. Tekanan darah pasien sedikit menurun yaitu 100/80 mmHg dengan

frekuensi nadi yang meningkat yaitu 110x/menit. Hal ini dapat menunjukkan adanya

gangguan pada sistem kardiovaskular akibat terjadinya hipovolemik yang diakibatkan

penguapan berlebih dan keluarnya cairan intravaskular.

Pada tubuh ditemukan luka bakar di wajah sebelah kiri (4%), badan

bagian belakang (5%), lengan kanan (4%), lengan kiri (3%), kaki kanan (6%) dan

kaki kiri (4%). Luas luka ditentukan menurut diagram rules of nine dari Wallace.

Total luas luka bakar mencapai 26% dengan kedalaman derajat II.

Luka bakar pada pasien ini digolongkan derajat II sebab kerusakan

meliputi epidermis dan sebagian dermis yang terlihat dari reaksi inflamasi akut dan

proses eksudasi, ditemukan bula, dasar luka berwarna merah atau pucat dan nyeri

akibat iritasi ujung saraf sensorik. Luka bakar pada pasien tidak digolongkan dalam

derajat I sebab pada luka bakar derajat I kelainannya hanya berupa eritema, kulit

kering, nyeri tanpa disertai eksudasi. Luka bakar juga tidak digolongkan dalam

derajat III sebab pada luka bakar derajat III dijumpai kulit terbakar berwarna abu-abu

dan pucat, letaknya lebih rendah (cekung) dibandingkan kulit sekitar dan tidak

dijumpai rasa nyeri/hilang sensasi akibat kerusakan total ujung serabut saraf sensoris.

Dari pemeriksaan laboratorium darah tepi ditemukan peningkatan

leukosit. Peningkatan leukosit ini disebabkan oleh reaksi inflamasi pada fase akut luka

bakar.

Penatalaksanaan yang dilakukan adalah resusitasi cairan. Dengan

cara Baxter dapat dihitung kebutuhan cairan pasien yaitu:

4 x BB x % luka bakar = 4 x 55 x 26% = 5720 mL / 24 jam

9

Page 11: kasus combustio

Pada 8 jam pertama pasien diberikan 2860 mL. Kemudian pada 16

jam kemudian diberikan cairan sebanyak 2860 mL. Pada hari kedua diberikan cairan

sebanyak setengah cairan pertama yaitu 2860 mL/24 jam. Pada hari ketiga jumlah

cairan kembali dikurangi setengahnya menjadi 1430 mL/24 jam. Jumlah cairan dapat

dikurangi bahkan dihentikan bila diuresis pasien memuaskan dan pasien dapat minum

tanpa kesulitan.

Setelah itu dilakukan perawatan luka bakar. Luka bakar dibersihkan

dengan air hangat yang mengalir. Hal ini merupakan cara terbaik untuk menurunkan

suhu di daerah cedera, sehingga dapat menghentikan proses kombusio pada jaringan.

Untuk menutup luka, digunakan kasa lembab steril menggunakan cairan RL atau

salep untuk mencegah penguapan. Balutan dinilai dalam waktu 24-48 jam. Bula yang

luas dengan akumulasi transudat, akan menyebabkan penarikan cairan ke dalam bula

sehinggamenyebabkan gangguan keseimbangan cairan. Oleh karena itu perlu

dilakukan insisi. Insisi ini bertujuan untuk mengeluarkan cairan transudat tanpa

membuang epidermis yang terlepas. Tutup luka dengan kasa lembab selama 2-3 hari,

kemudian diberikan salep antibiotik sampai terjadinya epitelisasi.

Prognosis ad vitam pada pasien ini adalah bonam karena penyakit

ini sudah didiagnosis dan saat ini tidak mengancam nyawa. Prognosis ad functionam

pada pasien ini adalah bonam karena sesuai dengan luas dan kedalaman luka,

penyembuhan dapat terjadi secara spontan dan telah dilakukan terapi pengobatan yang

adekuat terhadap luka bakar. Prognosis ad sanactionam pada pasien ini adalah bonam

karena faktor penyebab dapat dihindari dan tidak ada angka rekurensi.

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

10

Page 12: kasus combustio

DEFINISI DAN ETIOLOGI

Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang

disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan

radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas tinggi

yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok) sampai fase lanjut.

Luka bakar dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara langsung maupun tidak

langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak terjadi pada kecelakaan rumah

tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik maupun bahan kimia juga

dapat menyebabkan luka bakar. Secara garis besar, penyebab terjadinya luka bakar dapat

dibagi menjadi:

Paparan api

o Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan

menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar

pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami memiliki

kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat sintetik cenderung meleleh

atau menyala dan menimbulkan cedera tambahan berupa cedera kontak.

o Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan benda panas.

Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang mengalami

kontak. Contohnya antara lain adalah luka bakar akibat rokok dan alat-alat

seperti solder besi atau peralatan masak.

Scalds (air panas)

Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan semakin lama

waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan ditimbulkan. Luka yang

disengaja atau akibat kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan pola luka bakarnya.

Pada kasus kecelakaan, luka umumnya menunjukkan pola percikan, yang satu sama

lain dipisahkan oleh kulit sehat. Sedangkan pada kasus yang disengaja, luka

umumnya melibatkan keseluruhan ekstremitas dalam pola sirkumferensial dengan

garis yang menandai permukaan cairan.

Uap panas

11

Page 13: kasus combustio

Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator mobil. Uap

panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas yang tinggi dari uap serta

dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila terjadi inhalasi, uap panas dapat

menyebabkan cedera hingga ke saluran napas distal di paru.

Gas panas

Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian atas dan oklusi

jalan nafas akibat edema.

Aliran listrik

Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh. Umumnya

luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang menyebabkan percikan api

dan membakar pakaian dapat menyebabkan luka bakar tambahan.

Zat kimia (asam atau basa)

Radiasi

Sunburn sinar matahari, terapi radiasi.

KLASIFIKASI LUKA BAKAR

Kedalaman luka bakar ditentukan oleh tinggi suhu, lamanya pajanan suhu tinggi,

adekuasi resusitasi, dan adanya infeksi pada luka. Selain api yang langsung menjilat tubuh,

baju yang ikut terbakar juga memperdalam luka bakar. Bahan baju yang paling aman

adalah yang terbuat dari bulu domba (wol). Bahan sintetis seperti nilon dan dakron, selain

mudah terbakar juga mudah meleleh oleh suhu tinggi, lalu menjadi lengket sehingga

memperberat kedalaman luka bakar.

Kedalaman luka bakar dideskripsikan dalam derajat luka bakar, yaitu luka bakar

derajat I, II, atau III:

Derajat I

Pajanan hanya merusak epidermis sehingga masih menyisakan banyak jaringan

untuk dapat melakukan regenerasi. Luka bakar derajat I biasanya sembuh dalam 5-

7 hari dan dapat sembuh secara sempurna. Luka biasanya tampak sebagai eritema

dan timbul dengan keluhan nyeri dan atau hipersensitivitas lokal. Contoh luka

bakar derajat I adalah sunburn.

12

Page 14: kasus combustio

Derajat II

Lesi melibatkan epidermis dan mencapai kedalaman dermis namun masih terdapat

epitel vital yang bisa menjadi dasar regenerasi dan epitelisasi. Jaringan tersebut

misalnya sel epitel basal, kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan pangkal rambut.

Dengan adanya jaringan yang masih “sehat” tersebut, luka dapat sembuh dalam 2-3

minggu. Gambaran luka bakar berupa gelembung atau bula yang berisi cairan

eksudat dari pembuluh darah karena perubahan permeabilitas dindingnya, disertai

rasa nyeri. Apabila luka bakar derajat II yang dalam tidak ditangani dengan baik,

dapat timbul edema dan penurunan aliran darah di jaringan, sehingga cedera

berkembang menjadi full-thickness burn atau luka bakar derajat III.

Derajat III

Mengenai seluruh lapisan kulit, dari subkutis hingga mungkin organ atau jaringan

yang lebih dalam. Pada keadaan ini tidak tersisa jaringan epitel yang dapat menjadi

dasar regenerasi sel spontan, sehingga untuk menumbuhkan kembali jaringan kulit

13

Page 15: kasus combustio

harus dilakukan cangkok kulit. Gejala yang menyertai justru tanpa nyeri maupun

bula, karena pada dasarnya seluruh jaringan kulit yang memiliki persarafan sudah

tidak intak.

BERAT DAN LUAS LUKA BAKAR

Berat luka bakar bergantung pada dalam, luas, dan letak luka. Usia dan kesehatan

pasien sebelumnya akan sangat mempengaruhi prognosis. Adanya trauma inhalasi juga

akan mempengaruhi berat luka bakar.

Jaringan lunak tubuh akan terbakar bila terpapar pada suhu di atas 46oC. Luasnya

kerusakan akan ditentukan oleh suhu permukaan dan lamanya kontak. Luka bakar

menyebabkan koagulasi jaringan lunak. Seiring dengan peningkatan suhu jaringan lunak,

permeabilitas kapiler juga meningkat, terjadi kehilangan cairan, dan viskositas plasma

meningkat dengan resultan pembentukan mikrotrombus. Hilangnya cairan dapat

menyebabkan hipovolemi dan syok, tergantung banyaknya cairan yang hilang dan respon

terhadap resusitasi. Luka bakar juga menyebabkan peningkatan laju metabolik dan energi

metabolisme.

Semakin luas permukaan tubuh yang terlibat, morbiditas dan mortalitasnya

meningkat, dan penanganannya juga akan semakin kompleks. Luas luka bakar dinyatakan

dalam persen terhadap luas seluruh tubuh. Ada beberapa metode cepat untuk menentukan

luas luka bakar, yaitu:

Estimasi luas luka bakar menggunakan luas permukaan palmar pasien. Luas telapak

tangan individu mewakili 1% luas permukaan tubuh. Luas luka bakar hanya

dihitung pada pasien dengan derajat luka II atau III.

14

Page 16: kasus combustio

Rumus 9 atau rule of nine untuk orang dewasa

Pada dewasa digunakan ‘rumus 9’, yaitu luas kepala dan leher, dada, punggung,

pinggang dan bokong, ekstremitas atas kanan, ekstremitas atas kiri, paha kanan,

paha kiri, tungkai dan kaki kanan, serta tungkai dan kaki kiri masing-masing 9%.

Sisanya 1% adalah daerah genitalia. Rumus ini membantu menaksir luasnya

permukaan tubuh yang terbakar pada orang dewasa.

Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan kepala

anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil. Karena

perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda, dikenal rumus 10

untuk bayi, dan rumus 10-15-20 untuk anak.

15

Page 17: kasus combustio

Metode Lund dan Browder

Metode yang diperkenalkan untuk kompensasi besarnya porsi massa tubuh di

kepala pada anak. Metode ini digunakan untuk estimasi besarnya luas permukaan

pada anak. Apabila tidak tersedia tabel tersebut, perkiraan luas permukaan tubuh

pada anak dapat menggunakan ‘Rumus 9’ dan disesuaikan dengan usia:

o Pada anak di bawah usia 1 tahun: kepala 18% dan tiap tungkai 14%. Torso

dan lengan persentasenya sama dengan dewasa.

o Untuk tiap pertambahan usia 1 tahun, tambahkan 0.5% untuk tiap tungkai

dan turunkan persentasi kepala sebesar 1% hingga tercapai nilai dewasa.

16

Page 18: kasus combustio

Lund and Browder chart illustrating the method for calculating the percentage of body surface area affected

by burns in children.

PEMBAGIAN LUKA BAKAR

1. Luka bakar berat (major burn)

a. Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di atas usia 50

tahun

b. Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan pada butir pertama

c. Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum

d. Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa memperhitungkan luas luka

bakar

e. Luka bakar listrik tegangan tinggi

f. Disertai trauma lainnya

g. Pasien-pasien dengan resiko tinggi

2. Luka bakar sedang (moderate burn)

a. Luka bakar dengan luas 15 – 25 % pada dewasa, dengan luka bakar derajat III

kurang dari 10 %

17

Page 19: kasus combustio

b. Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun atau dewasa > 40

tahun, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 %

c. Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun dewasa yang tidak

mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum

3. Luka bakar ringan

a. Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa

b. Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut

c. Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak mengenai muka, tangan,

kaki, dan perineum

PATOFISIOLOGI LUKA BAKAR

Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Pembuluh

kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel darah yang ada di

dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas

menyebabkan edema dan menimbulkan bula yang mengandung banyak elektrolit. Hal itu

menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka

bakar menyebabkan kehilangan cairan akibat penguapan yang berlebihan, masuknya cairan

ke bula yang terbentuk pada luka bakar derajat II, dan pengeluaran cairan dari keropeng

luka bakar derajat III.

Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh

masih bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20%, akan terjadi syok hipovolemik dengan

gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan

darah menurun dan produksi urin yang berkurang. Pembengkakan terjadi pelan-pelan,

maksimal terjadi setelah delapan jam. Pada kebakaran ruang tertutup atau bila luka terjadi

di wajah, dapat terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap atau uap panas yang

terisap. Edema laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan napas

dengan gejala sesak napas, takipnea, stridor, suara serak dan dahak berwarna gelap akibat

jelaga.

Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lainnya. CO akan mengikat

hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tak mampu lagi mengikat oksigen. Tanda

keracunan ringan adalah lemas, bingung, pusing, mual dan muntah. Pada keracunan yang

berat terjadi koma. Bila lebih dari 60% hemoglobin terikat CO, penderita dapat meninggal.

18

Page 20: kasus combustio

Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi mobilisasi

serta penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini ditandai dengan

meningkatnya diuresis.

Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati, yang merupakan

medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah infeksi. Infeksi ini

sulit diatasi karena daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh kapiler yang mengalami

trombosis. Padahal, pembuluh ini membawa sistem pertahanan tubuh atau antibiotik.

Kuman penyebab infeksi pada luka bakar, selain berasal dari dari kulit penderita sendiri,

juga dari kontaminasi kuman saluran napas atas dan kontaminasi kuman di lingkungan

rumah sakit. Infeksi nosokomial ini biasanya sangat berbahaya karena kumannya banyak

yang sudah resisten terhadap berbagai antibiotik.

Pada awalnya, infeksi biasanya disebabkan oleh kokus Gram positif yang berasal

dari kulit sendiri atau dari saluran napas, tetapi kemudian dapat terjadi invasi kuman Gram

negatif, Pseudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan eksotoksin protease dari toksin

lain yang berbahaya, terkenal sangat agresif dalam invasinya pada luka bakar. Infeksi

pseudomonas dapat dilihat dari warna hijau pada kasa penutup luka bakar. Kuman

memproduksi enzim penghancur keropeng yang bersama dengan eksudasi oleh jaringan

granulasi membentuk nanah.

Infeksi ringan dan noninvasif ditandai dengan keropeng yang mudah terlepas

dengan nanah yang banyak. Infeksi yang invasif ditandai dengan keropeng yang kering

dengan perubahan jaringan di tepi keropeng yang mula-mula sehat menadi nekrotik;

akibatnya, luka bakar yang mula-mula derajat II menjadi derajat III. Infeksi kuman

menimbulkan vaskulitis pada pembuluh kapiler di jaringan yang terbakar dan

menimbulkan trombosis sehingga jaringan yang didarahinya nanti.

Bila luka bakar dibiopsi dan eksudatnya dibiak, biasanya ditemukan kuman dan

terlihat invasi kuman tersebut ke jaringan sekelilingnya. Luka bakar demikian disebut luka

bakar septik. Bila penyebabnya kuman Gram positif, seperti stafilokokus atau basil Gram

negatif lainnya, dapat terjadi penyebaran kuman lewat darah (bakteremia) yang dapat

menimbulkan fokus infeksi di usus. Syok sepsis dan kematian dapat terjadi karena toksin

kuman yang menyebar di darah.

Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat II dapat sembuh dengan

meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai dari sisa elemen epitel yang

masih vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel basal, sel kelenjar keringat, atau sel pangkal

rambut. Luka bakar derajat II yang dalam mungkin meninggalkan parut hipertrofik yang

19

Page 21: kasus combustio

nyeri, gatal, kaku dan secara estetik jelek. Luka bakar derajat III yang dibiarkan sembuh

sendiri akan mengalami kontraktur. Bila terjadi di persendian, fungsi sendi dapat

berkurang atau hilang.

Pada luka bakar berat dapat ditemukan ileus paralitik. Pada fase akut, peristalsis

usus menurun atau berhenti karena syok, sedangkan pada fase mobilisasi, peristalsis dapat

menurun karena kekurangan ion kalium.

Stres atau badan faali yang terjadi pada penderita luka bakar berat dapat

menyebabkan terjadinya tukak di mukosa lambung atau duodenum dengan gejala yang

sama dengan gejala tukak peptik. Kelainan ini dikenal sebagai tukak Curling.

Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga keseimbangan protein

menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena eksudasi, metabolisme tinggi dan

infeksi. Penguapan berlebihan dari kulit yang rusak juga memerluka kalori tambahan.

Tenaga yang diperlukan tubuh pada fase ini terutama didapat dari pembakaran protein dari

otot skelet. Oleh karena itu, penderita menjadi sangat kurus, otot mengecil, dan berat badan

menurun. Dengan demikian, korban luka bakar menderita penyakit berat yang disebut

penyakit luka bakar. Bila luka bakar menyebabkan cacat, terutama bila luka mengenai

wajah sehingga rusak berat, penderita mungkin mengalami beban kejiwaan berat. Jadi

prognosis luka bakar ditentukan oleh luasnya luka bakar.

FASE PADA LUKA BAKAR

Dalam perjalanan penyakit, dapat dibedakan menjadi tiga fase pada luka bakar,

yaitu:

1. Fase awal, fase akut, fase syok

Pada fase ini, masalah utama berkisar pada gangguan yang terjadi pada saluran nafas

yaitu gangguan mekanisme bernafas, hal ini dikarenakan adanya eskar melingkar di

dada atau trauma multipel di rongga toraks; dan gangguan sirkulasi seperti

keseimbangan cairan elektrolit, syok hipovolemia.

2. Fase setelah syok berakhir, fase sub akut

Masalah utama pada fase ini adalah Systemic Inflammatory Response Syndrome

(SIRS) dan Multi-system Organ Dysfunction Syndrome (MODS) dan sepsis. Hal ini

merupakan dampak dan atau perkembangan masalah yang timbul pada fase pertama

dan masalah yang bermula dari kerusakan jaringan (luka dan sepsis luka)

20

Page 22: kasus combustio

3. Fase lanjut

Fase ini berlangsung setelah penutupan luka sampai terjadinya maturasi jaringan.

Masalah yang dihadapi adalah penyulit dari luka bakar seperti parut hipertrofik,

kontraktur dan deformitas lain yang terjadi akibat kerapuhan jaringan atau struktur

tertentu akibat proses inflamasi yang hebat dan berlangsung lama

Pembagian zona kerusakan jaringan:

1. Zona koagulasi, zona nekrosis

Merupakan daerah yang langsung mengalami kerusakan (koagulasi protein) akibat

pengaruh cedera termis, hampir dapat dipastikan jaringan ini mengalami nekrosis

beberapa saat setelah kontak. Oleh karena itulah disebut juga sebagai zona

nekrosis.

2. Zona statis

Merupakan daerah yang langsung berada di luar/di sekitar zona koagulasi. Di

daerah ini terjadi kerusakan endotel pembuluh darah disertai kerusakan trombosit

dan leukosit, sehingga terjadi gangguam perfusi (no flow phenomena), diikuti

perubahan permeabilitas kapilar dan respon inflamasi lokal. Proses ini berlangsung

selama 12-24 jam pasca cedera dan mungkin berakhir dengan nekrosis jaringan.

3. Zona hiperemi

Merupakan daerah di luar zona statis, ikut mengalami reaksi berupa vasodilatasi

tanpa banyak melibatkan reaksi selular. Tergantung keadaan umum dan terapi yang

diberikan, zona ketiga dapat mengalami penyembuhan spontan, atau berubah

menjadi zona kedua bahkan zona pertama.

INDIKASI RAWAT INAP PASIEN LUKA BAKAR

Menurut American Burn Association, seorang pasien diindikasikan untuk dirawat

inap bila:

1. Luka bakar derajat III > 5%

2. Luka bakar derajat II > 10%

3. Luka bakar derajat II atau III yang melibatkan area kritis (wajah, tangan, kaki,

genitalia, perineum, kulit di atas sendi utama) risiko signifikan untuk masalah

kosmetik dan kecacatan fungsi

4. Luka bakar sirkumferensial di thoraks atau ekstremitas

21

Page 23: kasus combustio

5. Luka bakar signifikan akibat bahan kimia, listrik, petir, adanya trauma mayor

lainnya, atau adanya kondisi medik signifikan yang telah ada sebelumnya

6. Adanya trauma inhalasi

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan:

1. Pemeriksaan darah rutin dan kimia darah

2. Urinalisis

3. Pemeriksaan keseimbangan elektrolit

4. Analisis gas darah

5. Radiologi – jika ada indikasi ARDS

6. Pemeriksaan lain yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis SIRS dan MODS

PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR

Pasien luka bakar harus dievaluasi secara sistematik. Prioritas utama adalah

mempertahankan jalan nafas tetap paten, ventilasi yang efektif dan mendukung sirkulasi

sistemik. Intubasi endotrakea dilakukan pada pasien yang menderita luka bakar berat atau

kecurigaan adanya jejas inhalasi atau luka bakar di jalan nafas atas. Intubasi dapat tidak

dilakukan bila telah terjadi edema luka bakar atau pemberian cairan resusitasi yang

terlampau banyak. Pada pasien luka bakar, intubasi orotrakea dan nasotrakea lebih dipilih

daripada trakeostomi.

Pasien dengan luka bakar saja biasanya hipertensi. Adanya hipotensi awal yang

tidak dapat dijelaskan atau adanya tanda-tanda hipovolemia sistemik pada pasien luka

bakar menimbulkan kecurigaan adanya jejas ‘tersembunyi’. Oleh karena itu, setelah

mempertahankan ABC, prioritas berikutnya adalah mendiagnosis dan menata laksana jejas

lain (trauma tumpul atau tajam) yang mengancam nyawa. Riwayat terjadinya luka

bermanfaat untuk mencari trauma terkait dan kemungkinan adanya jejas inhalasi.

Informasi riwayat penyakit dahulu, penggunaan obat, dan alergi juga penting dalam

evaluasi awal.

Pakaian pasien dibuka semua, semua permukaan tubuh dinilai. Pemeriksaan

radiologik pada tulang belakang servikal, pelvis, dan torak dapat membantu mengevaluasi

adanya kemungkinan trauma tumpul.

Setelah mengeksklusi jejas signifikan lainnya, luka bakar dievaluasi. Terlepas dari

luasnya area jejas, dua hal yang harus dilakukan sebelum dilakukan transfer pasien adalah

22

Page 24: kasus combustio

mempertahankan ventilasi adekuat, dan jika diindikasikan, melepas dari eskar yang

mengkonstriksi.

Tatalaksana resusitasi luka bakar

a. Tatalaksana resusitasi jalan nafas:

1. Intubasi

Tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema mukosa menimbulkan manifestasi

obstruksi. Tujuan intubasi mempertahankan jalan nafas dan sebagai fasilitas

pemelliharaan jalan nafas.

2. Krikotiroidotomi

Bertujuan sama dengan intubasi hanya saja dianggap terlalu agresif dan

menimbulkan morbiditas lebih besar dibanding intubasi. Krikotiroidotomi

memperkecil dead space, memperbesar tidal volume, lebih mudah mengerjakan

bilasan bronkoalveolar dan pasien dapat berbicara jika dibanding dengan intubasi.

3. Pemberian oksigen 100%

Bertujuan untuk menyediakan kebutuhan oksigen jika terdapat patologi jalan nafas

yang menghalangi suplai oksigen. Hati-hati dalam pemberian oksigen dosis besar

karena dapat menimbulkan stress oksidatif, sehingga akan terbentuk radikal bebas

yang bersifat vasodilator dan modulator sepsis.

4. Perawatan jalan nafas

5. Penghisapan sekret (secara berkala)

6. Pemberian terapi inhalasi

Bertujuan mengupayakan suasana udara yang lebih baik didalam lumen jalan nafas

dan mencairkan sekret kental sehingga mudah dikeluarkan. Terapi inhalasi

umumnya menggunakan cairan dasar natrium klorida 0,9% ditambah dengan

bronkodilator bila perlu. Selain itu bias ditambahkan zat-zat dengan khasiat tertentu

seperti atropin sulfat (menurunkan produksi sekret), natrium bikarbonat (mengatasi

asidosis seluler) dan steroid (masih kontroversial)

7. Bilasan bronkoalveolar

8. Perawatan rehabilitatif untuk respirasi

9. Eskarotomi pada dinding torak yang bertujuan untuk memperbaiki kompliansi paru

23

Page 25: kasus combustio

b. Tatalaksana resusitasi cairan

Resusitasi cairan diberikan dengan tujuan preservasi perfusi yang adekuat dan

seimbang di seluruh pembuluh darah vaskular regional, sehingga iskemia jaringan

tidak terjadi pada setiap organ sistemik. Selain itu cairan diberikan agar dapat

meminimalisasi dan eliminasi cairan bebas yang tidak diperlukan, optimalisasi status

volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival/maksimal dari seluruh

sel, serta meminimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik dengan menggunakan

kelebihan dan keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid, hipertonik,

koloid, dan sebagainya pada waktu yang tepat. Dengan adanya resusitasi cairan yang

tepat, kita dapat mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi

fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin.

Resusitasi cairan dilakukan dengan memberikan cairan pengganti. Ada beberapa

cara untuk menghitung kebutuhan cairan ini:

Cara Evans

1. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL NaCl per 24 jam

2. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL plasma per 24 jam

3. 2.000 cc glukosa 5% per 24 jam

Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan

dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari

pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.

Cara Baxter

Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 4 mL

Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan

dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari

pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.

c. Resusitasi nutrisi

Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya dilakukan sejak

dini dan pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien tidak sadar, maka pemberian nutrisi

dapat melalui naso-gastric tube (NGT). Nutrisi yang diberikan sebaiknya mengandung

10-15% protein, 50-60% karbohidrat dan 25-30% lemak. Pemberian nutrisi sejak awal

ini dapat meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya atrofi vili

usus. Dengan demikian diharapkan pemberian nutrisi sejak awal dapat membantu

mencegah terjadinya SIRS dan MODS.

24

Page 26: kasus combustio

Perawatan luka bakar

Umumnya untuk menghilangkan rasa nyeri dari luka bakar digunakan morfin

dalam dosis kecil secara intravena (dosis dewasa awal : 0,1-0,2 mg/kg dan ‘maintenance’

5-20 mg/70 kg setiap 4 jam, sedangkan dosis anak-anak 0,05-0,2 mg/kg setiap 4 jam).

Tetapi ada juga yang menyatakan pemberian methadone (5-10 mg dosis dewasa) setiap 8

jam merupakan terapi penghilang nyeri kronik yang bagus untuk semua pasien luka bakar

dewasa. Jika pasien masih merasakan nyeri walau dengan pemberian morfin atau

methadone, dapat juga diberikan benzodiazepine sebagai tambahan.

Terapi pembedahan pada luka bakar

1. Eksisi dini

Eksisi dini adalah tindakan pembuangan jaringan nekrosis dan debris (debridement)

yang dilakukan dalam waktu kurang dari 7 hari (biasanya hari ke 5-7) pasca cedera

termis. Dasar dari tindakan ini adalah:

a. Mengupayakan proses penyembuhan berlangsung lebih cepat. Dengan

dibuangnya jaringan nekrosis, debris dan eskar, proses inflamasi tidak akan

berlangsung lebih lama dan segera dilanjutkan proses fibroplasia. Pada daerah

sekitar luka bakar umumnya terjadi edema, hal ini akan menghambat aliran darah

dari arteri yang dapat mengakibatkan terjadinya iskemi pada jaringan tersebut

ataupun menghambat proses penyembuhan dari luka tersebut. Dengan semakin

lama waktu terlepasnya eskar, semakin lama juga waktu yang diperlukan untuk

penyembuhan.

b. Memutus rantai proses inflamasi yang dapat berlanjut menjadi komplikasi –

komplikasi luka bakar (seperti SIRS). Hal ini didasarkan atas jaringan nekrosis

yang melepaskan “burn toxic” (lipid protein complex) yang menginduksi

dilepasnya mediator-mediator inflamasi.

c. Semakin lama penundaan tindakan eksisi, semakin banyaknya proses

angiogenesis yang terjadi dan vasodilatasi di sekitar luka. Hal ini mengakibatkan

banyaknya darah keluar saat dilakukan tindakan operasi. Selain itu, penundaan

eksisi akan meningkatkan resiko kolonisasi mikro – organisme patogen yang akan

menghambat pemulihan graft dan juga eskar yang melembut membuat tindakan

eksisi semakin sulit.

25

Page 27: kasus combustio

Tindakan ini disertai anestesi baik lokal maupun general dan pemberian cairan

melalui infus. Tindakan ini digunakan untuk mengatasi kasus luka bakar derajat II

dalam dan derajat III. Tindakan ini diikuti tindakan hemostasis dan juga “skin grafting”

(dianjurkan “split thickness skin grafting”). Tindakan ini juga tidak akan mengurangi

mortalitas pada pasien luka bakar yang luas. Kriteria penatalaksanaan eksisi dini

ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:

- Kasus luka bakar dalam yang diperkirakan mengalami penyembuhan lebih dari

3 minggu.

- Kondisi fisik yang memungkinkan untuk menjalani operasi besar.

- Tidak ada masalah dengan proses pembekuan darah.

- Tersedia donor yang cukup untuk menutupi permukaan terbuka yang timbul.

Eksisi dini diutamakan dilakukan pada daerah luka sekitar batang tubuh

posterior. Eksisi dini terdiri dari eksisi tangensial dan eksisi fasial.

Eksisi tangensial adalah suatu teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka lapis

demi lapis sampai dijumpai permukaan yang mengeluarkan darah (endpoint). Adapun

alat-alat yang digunakan dapat bermacam-macam, yaitu pisau Goulian atau Humbly

yang digunakan pada luka bakar dengan luas permukaan luka yang kecil, sedangkan

pisau Watson maupun mesin yang dapat memotong jaringan kulit perlapis (dermatom)

digunakan untuk luka bakar yang luas. Permukaan kulit yang dilakukan tindakan ini

tidak boleh melebihi 25% dari seluruh luas permukaan tubuh. Untuk memperkecil

perdarahan dapat dilakukan hemostasis, yaitu dengan tourniquet sebelum dilakukan

eksisi atau pemberian larutan epinephrine 1:100.000 pada daerah yang dieksisi. Setelah

dilakukan hal-hal tersebut, baru dilakukan “skin graft”. Keuntungan dari teknik ini

adalah didapatnya fungsi optimal dari kulit dan keuntungan dari segi kosmetik.

Kerugian dari teknik adalah perdarahan dengan jumlah yang banyak dan endpoint

bedah yang sulit ditentukan.

Eksisi fasial adalah teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka sampai lapisan

fascia. Teknik ini digunakan pada kasus luka bakar dengan ketebalan penuh (full

thickness) yang sangat luas atau luka bakar yang sangat dalam. Alat yang digunakan

pada teknik ini adalah pisau scalpel, mesin pemotong “electrocautery”. Adapun

keuntungan dan kerugian dari teknik ini adalah:

- Keuntungan : lebih mudah dikerjakan, cepat, perdarahan tidak banyak, endpoint

yang lebih mudah ditentukan

26

Page 28: kasus combustio

- Kerugian : kerugian bidang kosmetik, peningkatan resiko cedera pada saraf-

saraf superfisial dan tendon sekitar, edema pada bagian distal dari eksisi

2. Skin grafting

Skin grafting adalah metode penutupan luka sederhana. Tujuan dari metode ini

adalah:

a. Menghentikan evaporate heat loss

b. Mengupayakan agar proses penyembuhan terjadi sesuai dengan waktu

c. Melindungi jaringan yang terbuka

Skin grafting harus dilakukan secepatnya setelah dilakukan eksisi pada luka bakar

pasien. Kulit yang digunakan dapat berupa kulit produk sintesis, kulit manusia yang

berasal dari tubuh manusia lain yang telah diproses maupun berasal dari permukaan

tubuh lain dari pasien (autograft). Daerah tubuh yang biasa digunakan sebagai daerah

donor autograft adalah paha, bokong dan perut. Teknik mendapatkan kulit pasien

secara autograft dapat dilakukan secara split thickness skin graft atau full thickness skin

graft. Bedanya dari teknik – teknik tersebut adalah lapisan-lapisan kulit yang diambil

sebagai donor. Untuk memaksimalkan penggunaan kulit donor tersebut, kulit donor

tersebut dapat direnggangkan dan dibuat lubang – lubang pada kulit donor (seperti

jaring-jaring dengan perbandingan tertentu, sekitar 1 : 1 sampai 1 : 6) dengan mesin.

Metode ini disebut mess grafting. Ketebalan dari kulit donor tergantung dari lokasi

luka yang akan dilakukan grafting, usia pasien, keparahan luka dan telah dilakukannya

pengambilan kulit donor sebelumnya. Pengambilan kulit donor ini dapat dilakukan

dengan mesin ‘dermatome’ ataupun dengan manual dengan pisau Humbly atau

Goulian. Sebelum dilakukan pengambilan donor diberikan juga vasokonstriktor

(larutan epinefrin) dan juga anestesi.

Prosedur operasi skin grafting sering menjumpai masalah yang dihasilkan dari

eksisi luka bakar pasien, dimana terdapat perdarahan dan hematom setelah dilakukan

eksisi, sehingga pelekatan kulit donor juga terhambat. Oleh karenanya, pengendalian

perdarahan sangat diperlukan. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi

keberhasilan penyatuan kulit donor dengan jaringan yang mau dilakukan grafting

adalah:

- Kulit donor setipis mungkin

- Pastikan kontak antara kulit donor dengan bed (jaringan yang dilakukan

grafting), hal ini dapat dilakukan dengan cara :

27

Page 29: kasus combustio

o Cegah gerakan geser, baik dengan pembalut elastik (balut tekan)

o Drainase yang baik

o Gunakan kasa adsorben

PROGNOSIS

Prognosis dan penanganan luka bakar terutama tergantung pada dalam dan luasnya

permukaan luka bakar, dan penanganan sejak awal hingga penyembuhan. Selain itu faktor

letak daerah yang terbakar, usia dan keadaan kesehatan penderita juga turut menentukan

kecepatan penyembuhan.

Penyulit juga mempengaruhi prognosis pasien. Penyulit yang timbul pada luka bakar

antara lain gagal ginjal akut, edema paru, SIRS, infeksi dan sepsis, serta parut hipertrofik

dan kontraktur.

KOMPLIKASI

Sistemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), Multi-system Organ Dysfunction

Syndrome (MODS),dan Sepsis

28

Page 30: kasus combustio

DAFTAR PUSTAKA

1. Ahmadsyah I, Prasetyono TOH. Luka. Dalam: Sjamsuhidajat R, de Jong

W, editor. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;

2005. h. 73-5.

2. Moenadjat Y. Luka bakar. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.

3. Heimbach DM, Holmes JH. Burns. In: Brunicardi FC, Andersen DK,

Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE, editors. Schwartz’s principal surgery. 8 th

ed. USA: The McGraw-Hill Companies; 2007.

4. Naradzay JFX, Alson R. Thermal burns. Dalam: Slapper D, Talavera F,

Hirshon JM, Halamka J, Adler J, editors. Diunduh dari:

http://www.emedicinehealth.com. 28 Agusuts 2009.

5. Split & Full Thickness Skin Grafting. Diunduh dari

http://www.burnsurvivorsttw.org/burns/grafts.html. 30 Agustus 2009.

29