makalah pbl blok 29

33
Penatalaksanaan Kegawat Daruratan Penurunan Kesadaran pada Ketoasidosis Diabetik Antonius Jonathan NIM 102011182 Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA, Jakarta Pendahuluan Seorang laki-laki berusia 20 tahun datang di bawa ke Rumah Sakit oleh keluarga karena tak sadarkan diri. Menurut mereka sejak 2 hari yang lalu pasien lemas, nyeri ulu hati hebat, dan muntah-muntah, namun tidak mau berobat ke dokter. Berdasarkan keterangan tersebut, pertolongan pertama penatalaksanaan kegawat daruratan pada pasien yang datang dalam keadaan tidak sadarkan diri harus kita lakukan. Tindakan yang dapat dilakukan dapat berupa koreksi elektrolit pada pasien tersebut sehingga dapat kembali sadar. Dalam kasus ini, diduga pasien mengalami koma ketoasidosis diabetikum. Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan kejadian mayor, akut, yang dapat membahayakan nyawa dan ini merupakan komplikasi yang muncul dari penyakit diabetes mellitus terutama tipe-1, tetapi tidak jarang ditemukan juga pada pasien dengan diabetes mellitus tipe-2. kondisi ini merupakan keadaan metabolik yang kompleks yang terjadi akibat hiperglikemia, ketoasidosis, dan ketonuria. 1 Karena diabetes mellitus yang tidak ditangani dengan baik akan makin memburuk keadaannya dimana bisa terjadi suaatu keadaan dekompensasi metabolic yang parah akibat kekurangan insulin yang disertai meningkatnya aktifitas hormon counter regulatory 1

Upload: antonius-joo

Post on 01-Feb-2016

75 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

UKRIDA

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Pbl Blok 29

Penatalaksanaan Kegawat Daruratan Penurunan Kesadaran pada Ketoasidosis Diabetik

Antonius Jonathan

NIM 102011182

Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA, Jakarta

Pendahuluan

Seorang laki-laki berusia 20 tahun datang di bawa ke Rumah Sakit oleh keluarga karena

tak sadarkan diri. Menurut mereka sejak 2 hari yang lalu pasien lemas, nyeri ulu hati hebat, dan

muntah-muntah, namun tidak mau berobat ke dokter. Berdasarkan keterangan tersebut,

pertolongan pertama penatalaksanaan kegawat daruratan pada pasien yang datang dalam

keadaan tidak sadarkan diri harus kita lakukan. Tindakan yang dapat dilakukan dapat berupa

koreksi elektrolit pada pasien tersebut sehingga dapat kembali sadar. Dalam kasus ini, diduga

pasien mengalami koma ketoasidosis diabetikum.

Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan kejadian mayor, akut, yang dapat membahayakan

nyawa dan ini merupakan komplikasi yang muncul dari penyakit diabetes mellitus terutama tipe-

1, tetapi tidak jarang ditemukan juga pada pasien dengan diabetes mellitus tipe-2. kondisi ini

merupakan keadaan metabolik yang kompleks yang terjadi akibat hiperglikemia, ketoasidosis,

dan ketonuria.1 Karena diabetes mellitus yang tidak ditangani dengan baik akan makin

memburuk keadaannya dimana bisa terjadi suaatu keadaan dekompensasi metabolic yang parah

akibat kekurangan insulin yang disertai meningkatnya aktifitas hormon counter regulatory

seperti glukagon, katekolamin, kortisol dan growth hormone (GH). selain itu dalam hal ini kita

harus dapat membedakan dengan koma yang disebabkan oleh hal yang berbeda seperti koma

akibat hipoglikemia, hiperosmolar non ketotik, dan juga laktat asidosis. Penting bagi kita untuk

dapat menangani keadaan seperti ini dengan cepat serta tepat, oleh karena itu akan dibahas lebih

lanjut lagi dalam pembahasan berikut.

*Alamat Korespondensi:Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaArjuna Utara No. 6 Jakarta 11510Email: [email protected]

1

Page 2: Makalah Pbl Blok 29

Pembahasan

Anamnesis

Anamnesis diperlukan untuk dapat membantu mendiagnosa, pada tahap ini merupakan

tahapan awal dari berbagai macam tahapan. Selain anamnesis terdapat juga pemeriksaan fisik

yang dimana menjadi point penting. Dalam anamnesis keluhan utama merupakan bagian penting

dari anamnesis dan pemeriksaan fisik.2 Anamnesis ini biasanya memberikan informasi terpenting

untuk mencapai diagnosis banding, dan memberikan wawasan vital mengenai gambaran keluhan

yang menurut pasien paling penting. Anamnesis ini sebaiknya mencakup sebagian besar waktu

konsultasi. Anamnesis yang didapat harus dicatat dan disajikan dengan kata-kata pasien sendiri,

dan tidak boleh disamarkan dengan istilah medis. Jika tidak bisa didapatkan anamnesis yang je-

las dari pasien, maka anamnesis harus ditanyakan pada kerabat, teman, atau saksi lain. Dalam

hal ini yang ditanyakan adalah mengenai riwayat penyakit yang pernah diderita, riwayat kehami-

lan, riwayat kelahiran dan riwayat keluarga.2,3 Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap

pasien (auto-anamnesis) atau terhadap keluarganya atau pengantarnya (allo-anamnesis) bila

keadaan pasien tidak memungkinkan untuk diwawancarai.

Setelah menanyakan hal-hal mengenai keluhan utama dari pasien tersebut, kita harus bisa

menggali lebih dalam lagi mengenai gejala-gejala tersebut, apa yang menjadi pemicu dari gejala

tersebut. Apakah dahulu pernah mengalami hal yang serupa, apakah sudah diberikan tindakan

pengobatan.3 Hal ini sangat penting untuk memperkirakan hasil berdasarkan risiko-risiko yang

mungkin dapat terjadi. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang kita

baru dapat menegakkan diagnosis untuk pasien tersebut, walaupun kita tetap harus membuat

diagnosis banding untuk membuat diagnosis tersebut menjadi lebih akurat dan tepat.

Penanganan dari pasien ini harus dimulai dengan riwayat secara menyeluruh melalui anamnesis

dan pemeriksaan fisik untuk melakukan diagnosis. Dalam kasus kegawat daruratan ini,

anamnesis harus dilakukan secara cepat dan tepat, sehingga kita dapat menegakkan diagnosis

dengan baik.

Dalam kasus tersebut apabila kita menduga pasien mengalami koma akibat penyakit dia-

betes, anamnesis yang tipikal adalah pengidap diabetes tipe-1 yang mengalami polidipsia,

poliuria, polifagia, mual, muntah dan malaise selama beberapa hari. Riwayat penghentian

penggunaan insulin atau riwayat penyakit penyerta yang baru saja terjadi biasanya ditemukan

pada anamnesis.

2

Page 3: Makalah Pbl Blok 29

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik harus selalu dimulai dengan penilaian keadaan umum pasien. Dengan

penilaian kaedaan umum ini dapat diperoleh kesan apakah pasien dalam keadaan distress akut

yang memerlukan pertolongan segera, ataukan pasien dalam keadaan yang relative stabil

sehingga pertolongan dapat diberikan setelah dilakukan pemeriksaan fisik yang lebih lengkap.

Bila pasien dalam keadaan dehidrasi berat, misalnya harus dilakukan pemeriksaan tanda-tanda

vital secara cepat dan kemudian diberikan diberikan pertolongan awal dengan cairan infus

Demikian pula pasien yang dalam keadaan status konvlusivus harus dibrantas dulu kejangnya,

kemudian setelah pasien tenang dan stabil pemeriksaan sistematis yang terinci baru dilakukan.

Kadaan umum pasien merupakan hal yang pertama kali kita lihat dan kita nilai. Setelah itu kita

lakukan pemeriksaan tanda-tanda vital seperti suhu, pernapasan, nadi, dan tekanan darah.3

Tanda-tanda vital pasien KAD seringkali tidak normal. Takikardia,

misalnya yang paling sering ditemukan. Seiring meningkatnya defisit cairan,

hipotensi ortostatik akan cukup sering terjadi. Peningkatan suhu tubuh

jarang disebabkan oleh KAD secara langsung. Bila terjadi, infeksi lebih sering

mendasarinya. Selain hipertermia, hipotermia juga sering dihubungkan

dengan infeksi pada pasien KAD. Gangguan metabolik akan menyebabkan

asidemia, sehingga sistem pernapasan akan terangsang untuk

mengkompensasi keadaan asam tersebut. Upaya kompensasi dapat dilihat

dari meningkatnya frekuensi dan kedalaman napas (pernapasan Kussmaul).

Napas pasien dapat berbau fruity yang khas, menandakan telah terjadi

ketosis sistemik. Dehidrasi yang progresif akan menyebabkan gangguan

status mental bahkan koma.4,5

Tanda-tanda adanya infeksi harus dengan teliti diperiksa pada semua

pasien DM, terutama pada kaki, traktus urogenital dan area rektal utamanya

pada pasien lansia, penurunan fungsi imun dan pasien DM yang mengalami

obesitas.5

Pemeriksaan Penunjang

Kalium merupakan nilai laboratorium terpenting untuk menentukan KAD. Terdapat

deplesi kalium tubuh total akibat pengeluaran lewat urin dan muntah. Defisit rata-rata adalah

sekitar 3-5 mEq/Kg berat badan. Akan tetapi, pada keadaan asidosis metabolik nilai kalium yang

3

Page 4: Makalah Pbl Blok 29

dapat diperoleh pada saat awal dapat mmeberikan hasil yang normal atau meningkat akibat

pergeseran ekstrasel. Untuk kenaikan nilai pH sebesar 0.1, kadar K+ akan menurun sebesar 0.6.4,6

Terdapat defisit natrium total akibat pengeluaran lewat urin. Dapat juga terjadi

pseudohiponatremia karena glukosa menarik air ke dalam pembuluh darah, sehingga mendilusi

kadar konsentrasi natrium dalam serum. untuk mengetahui nilai sesungguhnya (Na terkoreksi),

tambahkan kadar natrium sebesar 1.6 untuk setiap peningkatan glukosa 100 mg/dL di atas nilai

normal. Dengan cara penghitungan Na terkoreksi = Na serum + (1.6 [glukosa serum-100]/100).6

Terdapat deplesi total di tubuh karen fosfor serum mengikuti kalium ke dalam urin.

Sebagai komponen ATP dan 2.3 DPG, defisiensi fosfor yang berat akan mempengaruhi

pernapasan, kontraktilitas miokard, dan oksigenasi jaringan. berikan penanganan pada kadar

dibawah 1.0. Tidak terdapat bukti mengenai manfaat dari suplementasi yang rutin diberikan.6

Azotemia prerenal yang terjadi akibat dehidrasi daat dijumpai pada sebagian besar kasus.

Insufisiensi ginjal yang menjadi penyebab umumnya terjadi akibat nefropati diabetik. Pada

keadaan KAD, kadar kreatinin serum dapat meningkat secara semu akrena keton dapat

mengganggu hasil analisis laboratorium.6

Suatu pemeriksaan gas darah awal dianjurkan pada KAD berderajat sedang sehingga berat

untuk menentukan derajat asidosis metabolik dan kompensasi respiratorik. Pada pasien dengan

KAD, pH darah vena tidak berbeda secara bermanka dengan pH darah arteri dan pemeriksaan

ini menjadi pemeriksaan alternatif yang beralasan, terutama jika berbagai pemeriksaan harus

dilakukan.6

Pemeriksaan hitung darah lengkap (Complete Blood Count/CBC) merupakan pemeriksaan

standar. Leukositosis umum dijumpai, yang sering mencapai kadar >15.000-20.000 meskipun

tanpa infeksi, sehingga membuat peningkatan neutrofil batang dalam darah menjadi petunjuk

terbaik untuk infeksi.1 Nilai hematokrit dapat meningkat akibat hemokonsentrasi karena

dehidrasi berkepanjangan.6

Urinalisis menjadi keharusan. Pada kasus KAD dapat ditemukan peningkatan kadar

glukosa dan ditemukannya benda keton dalam urin.1 Selain itu periksalah apakah ada infeksi

pada saluran kemih, karena ini merupakan salah satu faktor pencetus KAD. Sedangkan untuk

pasien wanita dengan usa subur penting bagi kita untuk melakukan uji kehamilan.

4

Page 5: Makalah Pbl Blok 29

EKG harus diperiksa untuk mencari adanya tanda-tanda faktor pencetus (mis.,

iskemia/infark). Carilah bukti EKG akan adanya hipokalemia atau hiperkalemia.6 Sedangkan

pemeriksaan rontgen dada harus dilakukan untuk mencari adanya tanda-tanda pneumonia atau

gagal jantung kongestif.

Diagnosis Kerja

Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan keadaan akut, mayor, dan merupakan komplikasi

yang membahayakan nyawa akibat diabetes.6 KAD biasanya menyerang pada pasien dengan

diabetes mellitus tipe-1, tetapi tidak jarang ditemukan juga kasus pada pasien diabetes mellitus

tipe-2.

KAD merupakan keadaan absolut atau relatif dari defisiensi insulin yang kemudian

diperburuk dengan kondisi hiperglikemia, dehidrasi, dan asidosis yang muncul dari hasil

metabolisme. penyebab paling umum adalah infeksi yang mendasari, gangguan pengobatan

insulin dan onset baru diabetes.7 KAD didefinisikan sebagai keadaan akut yang parah dari

diabetes yang tidak terkontrol dengan ketoasidosis yang memerlukan penanganan gawat darurat

dengan insulin dan pemberian cairan intravena.

KAD merupakan keadaan dimana terjadi peningkatan konsentrasi serum keton yang lebih

besar dari 5 mEq/L, glukosa darah lebih besar dari 250 mg/dL, pH darah kurang dari 7.3,

terdapat ketonemia dan ketonuria yang merupakan ciri khas, selain itu dipatkan juga

pemeriksaan serum bikarbonat dengan level kurang dari 18 mEq/L atau pada keadaan parah

ditemukan kondisi serum bikarbonat kurang dari 5 mEq/L. Perubahan biokimia tersebut

berhubungan dengan peningkatan anion gap, peningkatan osmolaritas dan peningkatan serum

asam urat.6

Diagnosis Banding

1. Hiperosmolar non Ketotik

Sindrom hipeosmolar non ketotik (Nonketotic Hyperosmolar Syndrom/NKHS)

terdiri atas hiperglikemia, hiperosmolaritas, dehidrasi berat dan perubahan status mental

5

Page 6: Makalah Pbl Blok 29

tanpa ketosis atau asidosis yang bermakna.6

NKHS biasanya terjadi pada lansia pengidap diabetes tipe II; meskipun sekitar

separuh pasien tidak memiliki riwayat diabetes sebelumnya. Sindrom tersebut juga dapat

terjadi pada anak-anak (jarang) dan pengidap non diabetik pada keadaan khusus.

Skenario yang klasik adalah seorang lansia pengidap diabetes tipe II yang mengalami

peristiwa yang menimbulkan stres. Seperti pada KAD, mekanisme penyebab NKHS

adalah defisiensi relatif insulin pada keadaan meningkatnya hormon stres/hormon

antagonis.6 Berbeda dengan KAD, kadar insulin iasanya memadai untuk mencegah

ketoasidosis yang bermakna. Akibatnya adalah hiperglikemia berat, diuresis osmotik,

dehidrasi berat, dan deplesi elektrolit.

Terdapat empat kriteria dasar : (1) hiperglikemia yang nyata (>600 mg/dl, sering kali

>1000 mg/dl); (2) hiperosmolaritas (>320 mosm/L); (3) pH >7,3 (dapat asidosis akibat

adanya penyakit penyerta; sepsis; asidosis laktat); (4) tanpa atau dengan sedikit ketosis.6

Poliuria, polidipsia, penurunan berat badan, kelelahan dan kelemahan sering timbul

berhari-hari hingga berminggu-minggu sebelum timbulnya manisfestasi klinis yang

sesungguhnya.7 Rata-rata rentang waktu timbulnya gejala adalah 12 hari pada NKHS dan

3 hari pada KAD. Tanda dan gejala dapat dijumpai; penurunan turgor kulit dan

penurunan pengeluaran keringat, kekeringan membran mukosa, takikardia, dan pada

stadium lanjut, ortostasis, hipotensi dan syok. Rata-rata defisit cairan pada NKHS adalah

8-12 liter dan sekitar 6 liter pada KAD

Curah urin (urine output/UOP) bukan merupakan indikator yang baik untuk status

hidrasi pada NKHS karena diuresis osmotik tetap mempertahankan nilai curah urin

meskipun dehidrasi yang timbul sangat parah. Tanda dan gejala neurologik biasanya

dijumpai dan berkorelasi dengan peningkatan osmolaritas. Status mental dapat bervariasi

dari rasa kantuk (drowsiness) ringan hingga letargi dan koma yang sebenarnya. Defisit

neurologik fokal sering dijumpai yang mencakup hemiparesis, hemianopsia, ganguan

saraf kranial, afasia dan disfagia, dan kejang fokal. Kejang fokal paling baik ditangani

dengan benzodiazepin.6

2. Alkoholik ketoasidosis

Ketoasidosis alkoholik (alcoholic ketoasidosi/AKA) merupakan suatu sindrom

ketoasidosis kesenjangan anion, dehidrasi, mual, muntah, kelemahan dan umumnya,

nyeri abdomen yang terjadi dalam waktu 12-72 jam setelah suatu episode konsumsi

alkohol dalam jumlah yang sangat besar dengan pemberhentian mendadak.1,6 Keadaan ini 6

Page 7: Makalah Pbl Blok 29

terjadi pada pecandu alkohol dengan malnutrisi kronik. Mekanisme peningkatan

produksi keton serupa dengan ketosis akibat kelaparan. Dua faktor dapat berperan

menimbulkan keadaan tersebut: (1) penurunan asupan makanan yang terjadi karena pola

minum yang berlebihan, patologi abdominal yang menjadi penyebab (gastritis, penyakit

ulkus peptikum, pankreatitis) atau infeksi penyerta; (2) penurunan simpanan glikogen

hati yang terjadi akibat alkoholisme kronik. Akibat akhirnya adalah mobilisasi asam

lemak bebas untuk produksi keton.6

Pada AKA, keton yang predominan adalah beta-hidroksibutirat. Alkohol

menyebabkan suatu peningkatan rasio NAD/NADH intraselular yang menyebabkan

kecenderungan produksi beta-hidroksibutirat.6 Rasio beta-hidroksibutirat terhadap

asetoasetat pada AKA adalah sekitar 12:1. Sebaliknya, rasio tersebut adalah 3:1 pada

KAD.

AKA mungkin tidak terdiagnosis. Mual, muntah, nyeri abdomen dan dehidrasi,

semuanya seringdijumpai dan merupakan manifestasi klinis yang tidak spesifik untuk

penyalahgunaan alkohol kronik, yang mempersulit penegakan diagnosis AKA. Selain itu,

istilah AKA sering disalah artikan. AKA sering tidak mencakup alkohol, keton, atau

asidosis. Kadar alkohol serum biasanya rendah atau tidak terdeteksi, karena pasien telah

berhenti minum 12 hingga 72 jam sebelumnya. Keton sering tidak terdeteksi pada

pemeriksaan awal untuk ketonemia atau ketonuria, karena beta-hidroksibutirat bersifat

non reaktif dengan pemeriksaan keton. Namun, keton pasca hidrasi akan ditemukan

karena beta-hidroksibutirat diubat menjadi asetoasetat yang bersifat reaktif. Alkalemia

dapat lebih sering ditemukan dibanding asidemia. Ketoalkalosis merupakan suatu

temuan yang umum pada AKA dan terjadi akibat muntah dan dehidrasi yang, masing-

masing menyebabkan alkalosis metabolik dan alkalosis kontraksi.6

Gejala yang sering ditemukan dapat berupa mual dan muntah yang sering kali hebat.

Nyeri abdomen umum terjadi dan biasanya difus dan tidak spesifik.1 Seperti pada KAD,

nyeri abdomen sering kali jinak, tanpa penyebab yang jelas, dan biasanya membaik

begitu ketosis membaik. Akan tetapi, kemungkinan gangguan patologis yang lebih serius

dan umum dijumpai pada pecandu alkohol, seperti gastritis, PUD pankreatitis, hepatitis

alkoholik, dan peritonitis subakut, harus disingkirkan. Penyakit yang memperlukan

pembedahan, seperti apendisitis dan kolesistitis akut, juga harus dipertimbangkan.6

7

Page 8: Makalah Pbl Blok 29

Manifestasi klinis dehidrasi sering timbul, dan mencakup kekeringan membran

mukosa, kulit kering dengan penurunan tugor, rasa haus yang bertambah, takikardia,

penurunan curah urin, dan pada tahap lanjutan, hipotensi.6

Takipnea dengan atau pernapasan Kussmaul dapat ditemukan pada keadaan asidosis

metabolik yang bermakna. Kelemahan umum dan rasa kantuk merupakan temuan yang

umum.6 Perubahan status mental yang sesungguhnya memerlukan pencarian yang

seksama untuk keadaan lain.

3. Pankreatitis Akut

Pankreatitis akut adalah reaksi peradangan akut pankreas, yang diikuti oleh

terjadinya kaskade imunologis kompleks yang mempengaruhi patogenesis maupun

perjalanan penyakit. Aktivitas dini enzim dalam sel asinar pankreas merupakan inisiasi

terjadinya autodigesti pankreas. Progresi penyakit kan melalui 3 fase yaitu fase inflamasi

lokal pankreas, respon inflamasi umum, dan disfungsi multiorgan. Perjalanan penyakit

pankreatitis akut sangat bervariasi dari ringan (80%) sampai yang berat (20%).8

Dalam keadaan normal pankreas terlindung dari efek enzimatik enzim digestifnya

sendiri. Enzim pankreas (enzim proteolitik (tripsin, kimotripsin, karboksipeptidase,

elastase) dan fosfolipase A) diseintesis sebagai zimogen inaktif dan diaktivasi dengan

pemecahan rantai peptik secara enzimatik. Sedangkan enzim pankreas lainnya (amilase

dan lipase) disintesis dalam bentuk inaktif dan disimpan dalam butir zimogen sehingga

terisolasi oleh membran fosfolipid dalam sel asini. Aktivitas enzim dicegah oleh inhibitor

dalam jaringan pankreas, cairan pankreas dan serum. Aktivitas enzim dalam pankreas

antara lain dicetuskan oleh adanya reflusk isi duodenum, refluks cairan empedu, aktivasi

sistem komplemen, stimulasi dan sekresi enzim berlebih.8

Patofisiologi pankreatitis akut dapat dibagi dalam 3 fase, yaitu fase intrasinar, fase

inflamasi lokal, dan fase infalamasi sistemik. Pada sebagian besar kasus, proses

inflamasi terbatas di dalam pankreas, kemudian membaik sembuh dala beberapa hari.

Pada sekitar 20% kasus, penykit berkembang lebih serius, dan terjadi komplikasi.8

Komplikasi yang terjadi dapat lokal (infeksi pada pankreas yang nekrosis, pembentukan

pseudokista), atau sistemik (sepsis, acute respiratory distress syndrom/ARDS). Kunci

8

Page 9: Makalah Pbl Blok 29

patofisiologi pankreatitis akut adalah aktivitas dini enzim digestif pankreas (teori

autoaktivasi tripsinogen).

Rasa nyeri, dengan karakteristik: timbul tiba-tiba di epigastrium (tersering), kadang

agak ke kiri atau kanan atau menjalar ke punggung, perut dan abdomen bawah, atau

timbul terus menerus, makin bertambah dan berhari-hari.8 Bisa disertai mual-muntah

serta demam, kadang terdapat tanda kolaps kardiovaskular, rejatan dan gangguan

pernapasan. Pada setiap pasien dengan nyeri perut bagian atas yang hebat timbul tiba-

tiba, perlu dipikirkan kemungkinan pankreatitis akut. Peningkatan amilase atau lipase

serum merupakan kunci diagnosis. Peningkatan amilase mencapai maksimal dalam 24-

36 jam, kemudian menurun dalam 48-72 jam. Peningkatan lipase berlangsung lebih lama

yakni 5-10 hari.

USG dapat menunjukkan pembengkakan pankreas setempat atau difus dengan

ekhoparenkim yang berkurang, pseudokista di dalam atau diluar pankreas. Batu di

kandung empedu dan duktus menjadi indikasi untuk ERCP (Endoscopic Retrograde

Cholangiopancreatography) dini dan sfringterotomi. Namun pada USG pankreas sukar

dilihat dengan baik karena adanya gas dalam usus (meteorisme) ileus paralitik, atau

adanya obesitas. Pada sebagian (33%) pankreatitis, USG pankreas masih normal. CT

scan penting untuk mendeteksi penyulit seperti nekrosis, pengumpulan cairan di dalam/

di luar pankreas, pseudokista, pembentukan flegmon, abses dan lain-lain. Pemantauan

pasien dengan CT scan secara serial dapat berguna bila terdapat kecurigaan timbulnya

penyulit seperti diatas.8

4. Koma Asidosis Laktat

Asidosis laktik ditandai dengan akumulasi berlebihan asam laktat di

darah. Normalnya, sumber utama asam laktat adalah eritrosit (yang

tidak memiliki enzim untuk oksidasi aerobik), otot rangka, kulit, dan

otak. Konversi asam laktat menjadi glukosa (glukoneogenesis) dan

proses oksidasinya dilakukan oleh hati. Akumulasi disebabkan oleh

produksi asam laktat berlebihan (hipoksia jaringan), gangguan

eliminasi (gagal hati), atau keduanya (kegagalan sirkulasi). Asidosis

laktat tidak jarang ditemukan pada pasien sakit berat karena

dekompensasi kordis, kegagalan napas, kegagalan hati, septikemia,

9

Page 10: Makalah Pbl Blok 29

atau infark pada usus atau ekstremitas.9

Gambaran klinis utama asidosis laktat adalah hiperventilasi. Terjadi

asidosis metabolik berat yang ditandai oleh pH rendah (<7,3),

rendahnya bikarbonat (<15 mEq/L). Benda keton biasanya tidak

ditemukan pada darah maupun urin. Penanda pertama bisa jadi adalah

tingginya anion gap :>15 mEq/L (Natrium dikurangi jumlah klorida dan

bikarbonat; normal tidak lebih dari 15 mEq/L). Bila tingginya anion gap

ini bukan karena KAD, asam inorganik (uremia), atau kelebihan anion

dari overdosis obat (salisilat, metil-alkohol, etilene-glikol) maka

asidosis laktat bisa dijadikan diagnosis.9

Etiologi

Skenario yang paling umum untuk ketoasidosis diabetik (KAD) yang mendasari atau

infeksi bersamaan (40%), tidak dilakukannya atau terganggunya perawatan insulin (25%), dan

yang baru didiagnosa, sebelumnya pasien tidak mengetahui menderita diabetes (15%). Penyebab

terkait lainnya membentuk sekitar 20% dalam berbagai skenario.1

Penyebab KAD pada diabetes mellitus tipe 1 adalah sebagai berikut:1

1. Pada 25% pasien, KAD hadir pada diagnosis diabetes tipe 1 karena kekurangan insulin

akut (terjadi pada 25% pasien)

2. Kurangnya kepatuan dalam penggunan insulin karena kelalaian suntikan insulin, hal ini

dapat disebabkan karena kurangnya pendidikan pasien/ wali atau sebagai akibat dari stres

psikologis, terutama pada remaja

3. Dosis insulin di hilangkan, dilupakan, atau tidak dilakukan karena sakit, muntah atau

asupan alkohol berlebih

4. Infeksi bakteri dan penyakit penyerta (misalnya infeksi saluran kemih [ISK])

5. Klebsiella pneumoniae (penyebab utama infeksi bakteri pencetus KAD)

6. Idiopatik (tidak ada penyebab yang dapat diidentifikasi)

7. Insulin infus kateter penyumbatan

8. Kegagalan mekanis dari insulin infusion pump

Penyebab KAD pada diabetes mellitus tipe 2 adalah sebagai berikut:1

1. Penyakit penyerta (misalnya, infark miokard, pneumonia, prostatitis, ISK)

2. Obat (misalnya, kortikosteroid, pentamidin, clozapine)

KAD juga terjadi pada wanita hamil, baik yang sudah menderita diabetes atau diabetes

yang didiagnosis selama kehamilan atau yang disebut dengan diabetes gestasional. Perubahan

fisiologis yang unik untuk kehamilan memberikan latar belakang untuk pengembangan KAD. 10

Page 11: Makalah Pbl Blok 29

KAD pada kehamilan adalah keadaan darurat medis, sebagai ibu dan janin beresiko untuk

morbiditas dan mortalitas.1

Epidemiologi

Di negara maju dengan saran yang lengkap, angkat kematian ketoasidosis diabetik (KAD)

berkisar 9-10%, sedangkan di klinik dengan sarana sederhana pasien usia lanjut angka kematian

mencapai 25-50%. Di antara orang-orang dengan diabetes tipe-1, KAD jauh lebih umum pada

anak-anak dan remaja daripada pada orang dewasa muda. KAD cenderung terjadi pada individu

yang lebih muda dari 19 tahun, tetapi dapat terjadi pada pasien dengan diabetes pada usia berapa

pun.10

Angka kematian lebih tinggi pada beberapa keadaan yang menyertai KAD usia muda,

umumnya dapat dihindari dengan diagnosis cepat, pengobatan tepat dan rasional, serta memadai

sesuai dengan dasar patofisiologinya. pada pasien kelompok usia lanjut, penyebab kematian

lebih sering dipicu oleh faktor penyakit dasarnya. KAD terjadi terutama pada pasien dengan

diabetes tipe-1. Insiden ini kira-kira 2 episode per 100 tahun penderita diabetes, dengan sekitar

3% dari pasien dengan diabetes tipe-1 awalnya menyajikan dengan KAD. Hal ini dapat terjadi

pada pasien dengan diabetes tipe-2 juga, namun jarang terjadi.10

Faktor Pencetus

Faktor pencetus KAD mencakup: defisiensi insulin, infeksi, iskemia/infark (kardiak dan

SSP), bayi (kehamilan), dan cedera (trauma). Karena itu, ketersediaan insulin yang tidak

adekuat, peningkatan stress fisiologis, atau kombinasi kedua hal tersebut dapat menyebabkan

KAD. Penyebab tersering KAD pada penderita diabetes mellitus tipe-1 adalah akibat

penggunaan insulin yang tidak adekuat, sedangkan infeksi merupakan penyebab kedua dalam

hal itu. Ada sekitar 20% pasien KAD yang baru diketahui menderita DM untuk pertama kali.

Pada pasien KAD yang sudah diketahui DM sebelumnya, 80% dapat dikenali adanya faktor

pencetus. Mengatasi faktor pencetus ini penting dalam pengobatan dan pencegahan ketoasidosis

berulang. Faktor pencetus yang berperan untuk terjadinya KAD adalah infeksi, infark miokard

akut, pankreatitis akut, penggunaan obat golongan steroid, menghentikan atau mengurangi dosis

insulin. Sementara itu 20% pasien KAD tidak didapatkan faktor pencetus.6

Mengurangi atau menghentikan dosis insulin merupakan salah satu pencetus terjadinya

KAD. Data seri kasus KAD tahun 1998-1999 di RS Dr Cipto Mangunkusumo menunjukkan 5%

kasus menyuntik dosis insulin kurang. Musey et al melaporkan 56 kasus KAD negro Amerika

yang tinggal di daerah perkotaan. Diantara 56 kasus tersebut, 75% telah diketahui DM 11

Page 12: Makalah Pbl Blok 29

sebelumnya dan 67% faktor pencetusnya adalah menghentikan dosis insulin. Adapun alasannya

adalah sebagai berikut: 50% tidak mempunyai uang untuk membeli, 21% nafsu makan menurun,

14% masalah psikologis, 14% tidak paham mengatasi masa-masa sakit akut.10

Patofisiologi

Ketoasidosis diabetik (KAD) dapat dicetuskan oleh setiap gangguan pada pasien diabetes

yang mengubah secara drastis keseimbangan antara insulin dan hormon antagonisnya. Hormon

antagonisnya mencakup glukagon, epinefrin, hormon pertumbuhan dan kortisol. Dari hormon-

hormon tersebut, glukagon merupakan yang paling berpengaruh dan kadarnya meningkat empat

sampai lima kali pada ketoasidosis diabetik.7 Hormon-hormon tersebut meningkatkan

glukoneogenesis dan lipolisis sambil menghambat penggunaan glukosa perifer. Insulin

menghambat glukoneogenesis dan lipolisis sambil meningkatkan penggunaan glukosa perifer.

Ketidakseimbangan hormonal antara insulin dan hormon antagonisnya menimbulkan

hiperglikemia dan menyebabkan asidosis melalui ketogenesis. Keadaan hiperglikemia sangat

bervariasi dan tidak menentukan berat-ringannya KAD.6 Adapun gejala dan tanda klinis KAD

dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu akibat hiperglikemia dan akibat ketosis.

Walaupun sel tubuh tidak dapat menggunakan glukosa, sistem homeostasis tubuh terus

teraktivasi untuk memproduksi glukosa dalam jumlah banyak sehingga terjadi hiperglikemia.

Kombinasi defisiensi insulin dan peningkatan konsentrasi hormon kontra regulator terutama

epinefrin, mengaktivasi hormon lipase sensitif pada jaringan lemak. Akibatnya lipolisis

meningkat, sehingga terjadi peningkatan produksi benda keton dan asam lemak bebas secara

berlebihan. Akumulasi produksi benda keton oleh sel hati dapat menyebabkan metabolik

asidosis. Benda keton utama ialah asam asetoasetat (AcAc) dan 3 beta hidroksi butirat (3HB);

dalam keadaan normal konsentrasi 3HB meliputi 75-85% dan aseton darah merupakan benda

keton yang tidak begitu penting. Meskipun sudah tersedia bahan bakar tersebut sel-sel tubuh

masih tetap lapar dan terus memproduksi glukosa.10

Hanya insulin yang dapat menginduksi transpor glukosa ke dalam sel, memberi signal

untuk proses perubahan glukosa menjadi glikogen, menghambat lipolisis pada sel lemak

(menekan pembentukan asam laktat bebas), menghambat glukoneogenesis pada sel hati serta

mendorong proses oksidasi melalui siklus Krebs dalam mitokondria sel. Melalui proses oksidasi

tersebut akan dihasilkan adenin trifosfat (ATP) yang merupakan sumber energi utama sel.10

Resistensi insulin juga berperan dalam meperberat keadaan defisiensi insulin relatif.

Meningkatknya hormon kontra regulator insulin, meningkatnya asam lemak bebas,

12

Page 13: Makalah Pbl Blok 29

hiperglikemia, gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa dapat mengganggu sensitivitas

insulin.6

Pada KAD terjadi defisiensi insulin absolut atau relatif terhadap hormon kontra regulasi

yang berlebihan (glukagon, epinefrin, kortisol, dan hormon pertumbuhan). Defisiensi insulin

dapat disebabkan oleh resistensi insulin atau suplai insulin endogen atau eksogen yang

berkurang. Defisiensi aktivitas insulin tersebut, menyebabkan 3 proses patofisiologi yang nyata

pada 3 organ, yaitu sel-sel lemak, hati dan otot. Perubahan yang terjadi terutama melibatkan

metabolisme lemak dan karbohidrat.6,10

Diantara hormon-hormon kontraregulator, glukagon yang paling berperan dalam

patogenesis KAD. Glukagon menghambat proses glikolisis dan menghambat pembentukan

malonylCoA. Malonyl CoA adalah suatu penghambat carnitine acyl transferase (CPT 1 dan 2)

yang bekerja pada transfer asam lemak bebas kedalam mitokondria. Dengan demikian

peningkatan glukagon akan merangsang oksidasi beta asam lemak dan ketogenesis.10

Pada pasien DM tipe-1, konsentrasi glukagon darah tidak teregulasi dengan baik. Bila

kadar insulin rendah maka konsentrasi glukagon darah sangat meningkat serta mengakibatkan

reaksi kebalikan respon insulin pada sel-sel lemak dan hati. Konsentrasi epinefrin dan kortisol

darah meningkat pada KAD.7 Hormon pertumbuhan (GH) pada awal terapi konsentrasinya

kadang-kadang meningkat dan lebih meningkat lagi dengan pemberian insulin. Keadaan stres

sendiri meningkatkan hormon kontra regulasi yang pada akhirnya akan menstimuli pembentukan

benda-benda keton, glukoneogenesis serta potensial seabagai pencetus KAD. Sekali proses KAD

terjadi maka akan terjadi stres yang berkepanjangan.6

Asidosis terjadi akibat peningkatan lipolisis, yang menimbulkan peningkatan kadar asam

lemak bebas, yaitu substrat untuk pembentukan keton. Peningkatan keton menyebabkan asidosis

dengan kesenjangan anion (anion gap). Dehidrasi dan deplesi elektrolit merupakan akibat

diuresis osmotik yang disebabkan oleh hiperglikemi. Ketika kapasitas ginjal untuk mereabsorbsi

glukosa terlampaui, kelebihan glukosa di tubulus renalis akan dikeluarkan sambil mengeluarkan

air, natrium, kalium, magnesium, kalsium, dan fosfor.10

Gejala Klinik

Indikator dehidrasi dapat dijumpai dan mencakup poliuria, polidipsia, penurunan berat

badan, kekeringan membran mukosa, skin tenting, mata cekung, ubun-ubun cekung (pada pasien

anak), takikardia dan pada tahap lanjut, hipotensi dan penurunan produksi urin. Derajat

kesadaran pasien dapat dijumpai mulai kompos mentis, delirium, atau depresi sampai dengan

13

Page 14: Makalah Pbl Blok 29

koma. Bila dijumpai kesadaran koma perlu dipikirkan penyebab penurunan kesadaran lain

(misalnya uremia, trauma, infeksi, minum alkohol).1,6

Indikator asidosis metabolik mencakup takipnea, pernapasan kussmaul (hiperpnea), sensai

napas pendek dan bau napas seperti bau napas yang manis seperti buah. Mual dan muntah sering

kali parah dan menimbulkan dehidrasi dan hipokalsemia. Nyeri abdomen terjadi pada sekitar

30% pasien, terutama pada anak-anak. Penyebabnya tidak jelas tetapi tampaknya disebabkan

oleh peregangan lambung atau peregangan simpai hati dan membaik dengan pengobatan. Pada

orang dewasa dengan KAD, nyeri abdomen pada KAD diduga hal itu berhubungan dengan

gastroparesis-dilatasi lambung.6

Infeksi merupakan faktor pencetus yang paling sering. Di RS Dr Cipto Mangunkusumo

Jakarta, fator pencetus infeksi didapatkan sekitar 80%. Infeksi yang sering ditemukan ialah

infeksi saluran kemih dan pneumonia. Walaupun faktor pencetusnya adalah infeksi, kebanyakan

pasien tak mengalami demam. Bila dijumpai adanya nyeri abdomen, perlu dipikirkan

kemungkinan kolesistitis, iskemia usus, apendisitis, diverkulitis, atau perforasi usus. Bila

ternyata pasien tidak menunjukan respon yang baik terhadap pengobatan KAD, maka perlu

dicari kemungkinan infeksi tersembunyi (sinusitis, abses gigi, abses perirektal).6,10

Penatalaksanaan di UGD

Penatalaksanaan KAD dapat dibagi menjadi empat komponen dasar: rehidrasi,

penggantian kalium, pemberian insulin dan pencarian secara cermat dan penatalaksanaan faktor

pencetus akut atau penyaki penyebab.6

1. Rehidrasi

Penggantian cairan merupakan terapi yang terpenting dan paling efektif untuk KAD.

Pemberian cairan memperbaiki dehidrasi, asidosis dan hiperglikemia secara bersamaan.

Rata-rata defisit cairan yang terjadi adalah 5-10 liter. Untuk mengganti volume

intravaskular gunakan larutan NaCl 0.9%. Satu sampai dua liter pertama larutan tersebut

harus diberikan dengan kecepatan 30-60 menit/L. Penambahan cairan tersebut dapat

diperlakukan, bergantung pada derajat dehidrasi dan stabilitas hemodinamik.4,6

Begitu volume intravaskular telah pulih, ganti dengan NaCl 0.45% untuk cairan

rumatan biasanya berkisar 150-200 ml/jam. Pemberian hidrasi yang berlebihan dalam

waktu yang cepat harus dihindari. Komplikasinya mencakup penurunan mendadak kadar

14

Page 15: Makalah Pbl Blok 29

K+ jika suplementasi awal tidak diberikan, kelebihan cairan pada pasien dengan penyakit

jantung atau ginjal yang bermakna, dan edema otak (terutama pada anak).6

2. Penggantian Kalium

Pada KAD kita harus waspada akan hipokalemia yang dapat mengancam nyawa

begitu pemberian insulin dimulai. Penurunan ini terjadi karena K+ kembali masuk ke

dalam sel dan karena pembuangan lewat urin meningkat akibat eksresi ginjal yang

kembali menajdi normal.4 Pantau kadar kalium setiap jam selama beberapa jam pertama.

Pemeriksaan EKG awal adalah sebuah pemeriksaan yang cepat dan bermanfaat dalam

memberitahukan kadar K+ sebelum hasil lab diperoleh.6

Suplementasi kalium harus dimulai begitu kadar kalium berada dalam paruh atas

rentang nilai normal dan pasien mulai bekemih. Penggantian kalium oral, jika pasien

dapat menoleransinya, sama efektif dan sama amannya dibanding pemberian intravena.

Kalium dapat diberikan secara intravena dalam kadar sebesar 20-40 mEq/L dengan

kecepatan 10 mEq/jam pada hipokalemia berat dapat ditingkatkan menjadi 15-20

mEq/jam.6,7

3. Pemberian Insulin

Pemberian insulin bukanlah hal pertama yang dibutuhkan pasien KAD dan dapat

menimbulkan kematian pada keadaan yang disertai hipokalemia. Sebaiknya menunggu

hasil kadar kalium sebelum memberikan insulin. Terapi dengan insulin dosis rendah

mempunyai efektivitas yang sama dengan terapi insulin bersosis tinggi dan mempunyai

komplikasi yang lebih sedikit (mis., hipokalemia, hipoglikemia). Pemberian bolus insulin

yang sering dilakukan tidak lagi dianjurkan karena hal tesebut akan meningkatkan risiko

tanpa menambah keuntungan.6

Waktu paruh insulin adalah 3-10 menit, karena itu infus secara kontinu

menghasilkan kadar yang mantap, dapat dipercaya, dan mudah dititrasi. Penatalaksanaan

pilihan adalah infus kontinu dengan dosis 5-10 U/jam atau tetesan infus dengan 0.1

U/Kg/jam. Sebelum memulai pemberian tetesan infus, selang infus perlu dibilas terlebih

dahulu dengan larutan yang mengandung 50 ml insulin karena insulin dapat menempel

pada selang tersebut.6,7

Begitu kadar glukosa serum ≤300, gantilah cairan dengan larutan yang mengandung

15

Page 16: Makalah Pbl Blok 29

glukosa. Laju optimal penurunan kadar glukosa adalah 100 mg/dl/jam sambil menjaga

agar kadar glukosa tetap diatas 250 mg/dl selama 5 jam pertama pengobatan.6

Infus insulin harus dilanjutkan sampai asidosis dengan anion gap (AG) terkoreksi.4

Hal yang perlu diingat adalah bahwa tujuan terapi bukan euglikemia, melainkan

normalisasi asidosis dengan AG. Selain itu, AG dapat terkoreksi saat kadar bikarbonat

serum tetap rendah. Hal ni biasanya terjadi akibat asidosis metabolik hiperkloremik

dengan kesenjangan nonunion (nonunion gap), yang dapat menetap setelah hidrasi yang

berlebihan dengan NaCl 0.9%. Begitu AG berkurang, dan pasien mengalami perbaikan

klinis dan mampu menoleransi pemberian per oral, pemberian tetesan insulin dapat

dihentikan. Dosis reguler insulin subkutan perlu diberikan 30 menit sebelum

menghentikan tetesan insulin untuk mencegah timbulnya kembali hiperglikemia dan

asidosis.6,7,10

4. Pencarian/Penatalaksanaan untuk Faktor Pencetus Akut

Infeksi lebih sering terjadi pada pengidap diabetes dan gambaran klinisnya sering

tersamarkan pada KAD. Indikator yang tipikal berupa infeksi, demam dan leukositosis,

tidak dapat dipercaya pada KAD. Untuk sebab yang belum diketahui dengan jelas,

pasien KAD umumnya tidak mengalami demam, bahkan hiponatremia ringan sering

dijumpai. Leukositosis juga sering dijumpai pada KAD akibat dermarginasi ’stress’.

Peningkatan neutrofil batang dalam darah lebih spesifik untuk infeksi. Kedaruratan

infeksi pada diabetes perlu disingkirkan; fasitis nekrotikan, osteomielitis, gangren

Fournier, otitis eksterna maligna, mukormikosis rhinoserebral, pielonefritis emfisematosa

dan kolesistitis emfisematosa.6,10

Pengidap diabetes berisiko tinggi mengalami gangguan jantung dini, yang dapat

mencetuskan terjadinya KAD. Infark atau iskemia miokard sering tersamarkan pada

orang dewasa dengna KAD. Nyeri dapat bersifat atipikal atau tidak dijumpai pada

keadaan diabetes akibat neuropati yag terkait dengan diabetes (infark miokard

tersembunyi). Semua pasien wanita usia subur harus menjalani uji saring untuk

kehamilan. Karena angka mortalitas janin dapat mencapai 50-90% setelah suatu episode

tunggal KAD.6

Dalam penanganan kasus ketoasidosis diabetik (KAD) kita perlu memperhatikan beberapa

elektrolit yang kita gunakan dalam rehidrasi, yaitu:10

16

Page 17: Makalah Pbl Blok 29

1. Kalium

Pada awal KAD biasanya konsentarsi ion K+ serum meningkat. Hiperkalemia yang

fatal sangat jarang dan bila terjadi harus segera diatasi dengan pemberian bikarbonat.

Bila pada elektokardiogram ditemukan gelombang T yang tinggi, pemberian cairan dan

insulin dapat segera mengatasi keadaan hiperkalemia tersebut. Yang perlu menjadi

perhatian adalah terjadinya hipokalemia yang dapat fatal selama pengobatan KAD. Ion

kalium terutam terdapat intraselular. Pada keadaan KAD, ion K+ bergerak keluar sel dan

selanjutnya dikeluarkan melalui urin. Total defisit K+ yang terjadi selama KAD

diperkirakan mencapai 3-5 mEq/KgBB. Selama terapi KAD ion K+ kembali ke dalam sel.

Untuk mengantisipasi masuknya ion K+ ke dalam sel serta mempertahankan konsentrasi

K+ serum dalam batas normal, perlu pemberian kalium. Pada paseian tanpa gagal ginjal

serta tidak ditemukan gelombang T yang lancip dan tinggi pada elektrokardiogram,

pemberian kalium psegera dimulai setelah jumlah urin cukup adekuat.10

2. Glukosa

Setelah rehidrasi awal 2 jam pertama, biasanya konsentrasi glukosa darah akan

turun. Selanjutnya dengan pemberian insulin diharapkan terjadi penurunan konsentrasi

glukosa sekitas 60 mg%/jam. Bila konsentrasi glukosan mencapai <200 mg% maka

dapat dimulai infus mengandung glukosa. Perlu ditekankan di sini bahwa tujuan terapi

KAD bukan untuk menormalkan konsentrasi glukosa tetapi untuk menekan

ketogenesis.10

3. Bikarbonat

Terapi bikarbonat pada KAD menjadi topik perdebatan selama beberapa tahun.

Pemberian bikarbonat hanya dianjurkan pada KAD yang berat. Adapun alasan keberatan

pemberian bikarbonat adalah: (1) Menurunkan pH intraselular akibat difusi CO2 yang

dilepas oleh bikarbonat, (2) Efek negatif pada dissosiasi oksigen dijaringan, (3)

Hipertonis dan kelebihan natrium, (4) Meningkatkan insidens hipokalemi, (5) Gangguan

fungsi serebral, (6) Terjadi alkaliemia bila bikarbonat terbentuk dari asam keton. Saat ini

bikarbonat hanya diberikan bila pH kurang dari 7,1 walaupun demikian komplikasi

asidosis laktat dan hiperkalemi yang mengancam tetap merupakan indikasi pemberian

bikarbonat.10

17

Page 18: Makalah Pbl Blok 29

Disamping hal tersebut di atas pengobatan umum tak kalah penting. Pengobatan umum

KAD terdiri atas: 1). Antibiotik yang adekuat, 2). Oksigen bila pO2 <80mmHg, 3). Heparin bila

ada DIC atau bila hiperosmolar (>380mOsm/L).10

Pemantauan merupakan bagian yang terpenting dalam pengobatan KAD mengingat

penyesuaian terapi perlu dilakukan selam terapi berlangsung. Untuk itu perlu dilaksanakan

pemeriksaan: 1). Konsentrasi glukosa darah tiap jam dengan alat glukometer; 2). Elektrolit setiap

6 jam selam 24 jam selanjutnya tergantung keadaan; 3). Analisis gas darah; bila pH <7 waktu

masuk, periksa setiap 6 jam sampai pH >7,1, selanjutnya setiap hari sampai stabil; 4). Tekanan

darah, nadi, frekuensi pernapasan dan temperatur setiap jam; 5). Keadaan hidrasi, balans cairan;

6). Waspada kemungkinan DIC.10

Komplikasi

Dalam pengobatan KAD dapat timbul keadaan hipoksemia dan sindrom gawat napas

(adult respiratory distress syndrome, ARDS). Patogenesisnya belum jelas, kemungkinan akibat

rehidrasi yang berlebih, gagal jantung kiri, atau perubahan permeabilitas kapiler paru.

Hipertrigliseridemia dapat menyebabkan pankreatitis akut. Pada evaluasi yang lebih lanjut

keadaan ini membaik, menunjukkan hal ini disebabkan perubahan metabolik selama KAD.1,7

Infark miokard akut dapat merupakan faktor pencetus KAD, tetapi dapat juga terjadi pada

saat pengobatan KAD.1 Hal ini sering pada pasien usia lanjut dan merupakan penyebab kematian

yang penting. Selain itu masih ada komplikasi iatrogenic, seperti hipoglikemia, hipokalemia,

hiperkloremia, edema otak, dan hipokalsemia yang dapat dihindari dengan pemantauan yang

ketat dengan menggunakan lembar evaluasi penatalaksanaan ketoasidosis yang baku.6

Pencegahan

Upaya pencegahan merupakan hal yang penting pada penatalaksanaan diabetes mellitus

secara komprehensif. Upaya pencegahan sekunder untuk mencegah terjadinya komplikasi

diabetes mellitus kronik dan akut, melalui edukasi sangat penting untuk mendapatkan ketaatan

berobat pasien yang baik. Khusus mengenai pencegahan KAD dan hipoglikemia, program

edukasi perlu menekankan pada cara-cara mengatasi saat sakit akut, meliputi informasi

mengenai pemberian insulin kerja cepat, target kadar glukosa darah pada saat sakit, mengatasi

demam dan infeksi, memulai pemberian makanan cair mengandung karbohidrat dan garam yang

mudah di cerna, yang laing penting ialah agar tidak menghentikan pemberian insulin atau obat

18

Page 19: Makalah Pbl Blok 29

hipoglikemia oral dan sebaiknya segera mencari pertolongan atau nasihat tenaga kesehatan yang

profesional.4

Pasien diabetes harus didorong untuk perawatan mandiri terutama saat mengalami masa-

masa sakit, dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah dan keton urin sendiri. Di

sinilah pentingnya educator diabetes yang dapat membantu pasien dan keluarga, terutama pada

keadaan sulit.10

Prognosis

Angka kematian keseluruhan untuk kasus KAD adalah 0.2-2%, dengan berada di tertinggi

dari kisaran di negara berkembang. Kehadiran koma pada saat diagnosis, hipotermia, dan

oliguria adalah tanda-tanda prognosis buruk. Prognosis pasien yang diobati dengan baik dengan

ketoasidosis diabetik sangat baik, terutama pada pasien yang lebih muda jika infeksi kambuhan

yang absen. Prognosis terburuk biasanya diamati pada pasien yang lebih tua dengan penyakit

penyerta yang berat (misalnya, infark miokard, sepsis, atau pneumonia), terutama bila pasien

dirawat di luar unit perawatan intensif. Ketika KAD diperlakukan dengan baik, jarang

menghasilkan efek residual. Sebelum penemuan insulin pada tahun 1922, angka kematian adalah

100%. Selama 3 dekade terakhir, angka kematian dari DKA telah nyata menurun di negara-

negara maju, dari 7.96% menjadi 0.67%.4,10

Edema serebral tetap menjadi penyebab paling umum kematian, khususnya pada anak-

anak dan remaja. Edema serebral sering hasil dari pergeseran cairan intraseluler cepat. Penyebab

lain kematian termasuk hipokalemia berat, sindrom gangguan pernapasan dewasa, dan negara-

negara komorbiditas (misalnya, pneumonia, infark miokard akut). Pemahaman tinggi dari

patofisiologi KAD bersama dengan pemantauan dan koreksi elektrolit telah menghasilkan

penurunan yang signifikan dalam tingkat kematian secara keseluruhan dari kondisi yang

mengancam jiwa ini di sebagian besar negara-negara maju.10

Penutup

Berdasarkan pembahasan tersebut diperlukan penanganan dengan cepat dan tepat pada

pasien ini, karena kondisi tersebut dapat mengancam nyawa. Penilaian keadaan umum, tanda-

tanda vital sangat penting dalam kasus ini, setelah itu di lanjutkan dengan pemberian rehidrasi

pada pasien sehingga dapat mengembalikan kesadaran pasien. Anamnesis orang terdekat yang

mengantarkan pasien, sehingga kita dapat memperoleh data untuk penanganan selanjutnya.

19

Page 20: Makalah Pbl Blok 29

Setelah itu lakukan penanganan berupa pemasangan EKG untuk monitoring kondisi jantung

serta pengawasan terhadap urine output pasien. Jangan lupa kita lakukan beberapa pemeriksaan

penunjang terhadap pasien seperti analisis darah dan urin lengkap. Jika diperlukan untuk

melakukan analisis gas darah dan pengecekan fungsi ginjal dan hati apabila diperkirakan pasien

mengalami gangguan metabolisme. Dengan penanganan yang baik dan cepat, angka harapan

hidup pasien, baik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hamdy O. Diabetic Ketoacidosis. 29 October 2014. Di unduh dari:

http://emedicine.medscape.com. 21 November 2014.

2. Gleadle J. At a galance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga;

2007.h.62-3;157-9.

3. Willms JL, Schneiderman H, Algranati PS. Diagnosis fisik. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC; 2005.h.63-78.

4. Masharani U. Diabetes mellitus & hypoglycemia. In: Maxine AP, Stephen JM. Current

medical diagnosis & treatment 2014. 53rd ed. USA: McGraww Hill; 2014.p.1189-95.

5. Newton CRH, Simmons SA. Diabetes related emergencies. In: Mahadevan SV, Garmel

GM. An introduction to clinical emergency medicine. 2nd ed. UK: Cambridge University

Press; 2012.p.271-5.

6. Henderson SO. Vademecum Kedokteran Emergensi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC; 2013.h.278-81

7. Alvin CP. Diabetes mellitus. In: Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson

JL, Loscalzo J. Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. Vol. 2. USA: McGraw

Hill; 2012.p.2968-80.

8. Ndraha S. Gastroenterohepatologi. Jakarta: Biro Publikasi Fakultas Kedokteran

UKRIDA; 2013.h.69-73.

9. Gunnerson KJ. Lactic acidosis. 31 October 2014. Di unduh dari:

http://emedicine.medscape.com. 21 November 2014.

20

Page 21: Makalah Pbl Blok 29

10. Soewondo P. Ketoasidosis Diabetik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,

Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III. Edisi V. Jakarta:

interna Publishing; 2009.h.1906-10.

21