ckd radio fix

Upload: hudaya-thariq-sevenholics

Post on 14-Jul-2015

304 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif, dan cukup lanjut. Hal ini terjadi apabila laju filtrasi glomerular (LFG) kurang dari 60 mL/mnt. Gagal ginjal kronik sesuai dengan tahapannya, dapat ringan, sedang atau berat. Gagal ginjal tahap akhir (end stage) adalah tingkat gagal ginjal yang dapat mengakibatkan kematian kecuali jika dilakukan terapi pengganti. 1 Gagal ginjal kronis merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Di Amerika Serikat (AS), ditemukan peningkatnya insiden dan prevalensi gagal ginjal kronik. Prevalensi dari gagal ginjal kronik secara umum didefinisikan sebagai penyakit yang bertahan lama, kerusakan fungsi ginjal yang irreversible, dan memiliki angka kejadian lebih tinggi dibandingkan penyakit ginjal stadium akhir atau terminal. Sekarang ditemukan > 300.000 pasien menderita penyakit ginjal kronik di negara Amerika Serikat. Di negara negara berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40 - 60 kasus perjuta penduduk per tahunnya. Selain itu mahalnya tindakan hemodialisis masih merupakan masalah besar dan diluar jangkauan sistem kesehatan. Survei Perhimpunan Nefrologi Indonesia menunjukkan, 12,5 persen dari populasi mengalami penurunan fungsi ginjal. Secara kasar itu berarti lebih dari 25 juta penduduk. Di seluruh dunia tahun 2005 ada 1,1 juta orang menjalani dialisis kronik. Tahun 2010, diproyeksikan lebih dari 2 juta orang.2 Pendekatan diagnostik untuk gagal ginjal kronik didasarkan pada anamnesis, gambaran klinis, pemeriksaan laboratoris, gambaran radiologi, biopsy serta pemeriksaaan histopatologi ginjal. Pemeriksaan radiologi untuk gagal ginjal kronik meliputi foto polos abdomen, pielografi antegrad atau retrograde, USG, 1

CT-scan dan MRI. Intra Venous Pielografi jarang dilakukan karena pengaruh kontras yang menjadi toksik akibat fungsi ginjal yang memang sudah rusak. 1 1.2 Batasan Masalah Pembahasan referat ini dibatasi pada definisi, epidemiologi, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, diagnosis, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan dan prognosis gagal ginjal kronik 1.3 Tujuan Penulisan Referat ini bertujuan sebagai salah satu syarat dalam menjalani kepaniteraan di bagian radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas RSUP Dr. M. Djamil Padang serta menambah pengetahuan tentang gagal ginjal kronik dan menjadi sumber bagi pembacanya. 1.4 Metode penulisan Metode penulisan referat ini dibuat berupa tinjauan pustaka yang merujuk pada berbagai literatur.

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gagal ginjal kronik adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversible. Penurunan ini cukup berat sehingga menimbulkan gejala seperti uremia. Kriteria penyakit ginjal kronik seperti tertulis pada table di bawah ini:1

Tabel 2.1 Batasan penyakit ginjal kronik 1 1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan: 1 2 - Kelainan patologik - Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada pemeriksaan

pencitraan 2. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m selama > 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal 2.2 Anatomi dan Fisiologi Ginjal

Gambar 1. Anatomi Ginjal 3

Ginjal 3 Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terdapat sepasang posisinya retroperitoneal. Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm) dibanding ginjal kiri. Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagiana.

Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdiri dari korpus renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal dan tubulus kontortus distalis.

b.

Medula, yang terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus rektus, lengkung Henle dan tubulus pengumpul (ductus colligent). Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal Processus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah korteks Hilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah, serabut saraf atau duktus memasuki/meninggalkan ginjal. Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus pengumpul dan calix minor. Calix minor, yaitu percabangan dari calix major. Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis. Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan antara calix major dan ureter. Ureter, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria. Unit fungsional ginjal disebut nefron. Nefron terdiri dari korpus

c. d.

e.

f.

g. h. i.

j.

renalis/Malpighi (yaitu glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal, lengkung Henle, tubulus kontortus distal yang bermuara pada tubulus pengumpul. Di sekeliling tubulus ginjal tersebut terdapat pembuluh kapiler,yaitu arteriol (yang membawa darah dari dan menuju glomerulus) serta kapiler peritubulus (yang memperdarahi jaringan ginjal) Berdasarkan letakya nefron dapat dibagi menjadi: (1) nefron kortikal, yaitu nefron di mana korpus renalisnya terletak di 4

korteks yang relatif jauh dari medula serta hanya sedikit saja bagian lengkung Henle yang terbenam pada medula, dan (2) nefron juxta medula, yaitu nefron di mana korpus renalisnya terletak di tepi medula, memiliki lengkung Henle yang terbenam jauh ke dalam medula dan pembuluh-pembuluh darah panjang dan lurus yang disebut sebagai vasa rekta.

Gambar 2. Nefron Ginjal Ginjal diperdarahi oleh a/v renalis. A. renalis merupakan percabangan dari aorta abdominal, sedangkan v.renalis akan bermuara pada vena cava inferior. Setelah memasuki ginjal melalui hilus, a.renalis akan bercabang menjadi arteri sublobaris yang akan memperdarahi segmen-segmen tertentu pada ginjal, yaitu segmen superior, anterior-superior, anterior-inferior, inferior serta posterior. Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis. Untuk persarafan simpatis ginjal melalui segmen TH10-L1 atau L2, melalui n.splanchnicus major, n.splanchnicus imus dan n.lumbalis. Saraf ini berperan untuk vasomotorik dan aferen viseral. Sedangkan persarafan simpatis melalui n.vagus. 5

2.3 Epidemiologi Di Amerika. Terjadi peningkatan insiden dan prevalensi dari gagal ginjal kronik dengan prognosis yang buruk dan mengahbiskan biaya yang mahal. Penyakit ginjal merupakan penyebab kesembilan dari kematian yang ada di amerika.4 Diperkirakan prevalensi gagal ginjal kronik pada orang dewasa di amerika adaah sekitar 11 % (19,2 juta orang) ; 3,3% stage 1, 3% stage 2, 4,3% dengan stage 3, stage 4 sebanyak 0,2 % dan 0,2% stage 5. Jumlah ini telah naik dalam kurun waktu15 tahun ini. Kenaikan ini menandakan terjadinya kenaikan jumlah penderita diabetes mellitus dan hipertensi yang merupakan penyebab tersering dari gagal ginjla kronik.Gagal ginjal kronik bisa mengenai ras manapun. Namun di amerika insiden gagag ginjal kronik 4 kali lebih sering pada kulit hitam dari pada kulit putih.4 Survei Perhimpunan Nefrologi Indonesia menunjukkan, 12,5 persen dari populasi mengalami penurunan fungsi ginjal. Secara kasar itu berarti lebih dari 25 juta penduduk. Di seluruh dunia tahun 2005 ada 1,1 juta orang menjalani dialisis kronik. Tahun 2010, diproyeksikan lebih dari 2 juta orang5 2.4 Etiologi Gagal ginjal kronik memiliki etiologi yang bervariasi dan tiap negara memiliki data etiologi yang berbeda-beda. Di Amerika Serikat, diabetes melitus tipe 2 merupakan penyebab terbesar dan Hipertensi menempati urutan kedua. 1,6 tabel 1. Penyebab Utama Penyakit Ginjal Kronik di Amerika Serikat

6

Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal Registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai berikut glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%) . 1 2.5 Klasifikasi 1,7 Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium ditentukan atas dasar derajat penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar laju Filtrasi Gromerulus ( LFG), yang dihitung dengan menggunakan rumus Kockkcroft-Gault sebagai berikut : LFG ( ml/menit/1,73m2) = ( 140-umur x berat badan *) 72x kreatinin plasma( mg/dl) *) pada perempuan dikali 0,85 Klasifikasi tersebut membagi penyakit ginjal kronik dalam lima stadium. Stadium 1 adalah kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal yang masih normal, stadium 2 kerusakan ginjal dengan penurunan fungsi ginjal yang ringan, stadium 3 kerusakan ginjal dengan penurunan yang sedang fungsi ginjal, stadium 4 kerusakan ginjal dengan penurunan berat fungsi ginjal, dan stadium 5 adalah gagal ginjal. 7

Tabel 2. Klasifikasi derajat penyakit ginjal kronik.

8

2.6 Patofisiologi1,8 Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi structural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nefron) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini menyebabkan hiperinfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sclerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini diakhiri dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensinaldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperinfiltrasi, sclerosis, dan progresifitas tersebut. Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik terjadi kehilangan daya cadangan ginjal dimana LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60% pasien masih belum merasakan keluhan tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFH sebesar 30% mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang, dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG dibawah 30% pasein memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolism fosfor dan kalsium,pruritus, mual,muntah dan sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi saluran kemih, nafas, dan saluran cerna, gangguan keseimpangan volume darah, dan gangguan keseimbangan elektrolit. Pada LFG di bawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang serius dan pasien sudah memerlukan terapi penggganti ginjal antara lain dialysis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.1Hipotesis Bricker (hipotesis nefron yang utuh)Bila nefron terserang penyakit maka seluruh unitnya akan hancur, namun sisa nefron yang masih utuh tetap bekerja normal

9

Bagan 1. Skema patofisiologi Gagal ginjal Kronik

10

2.7 Gambaran klinik 1 Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan hemopoeisis, saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan kelainan kardiovaskular a. Kelainan hemopoeisis Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia yang terjadi sangat bervariasi bila ureum darah lebih dari 100 mg% atau bersihan kreatinin kurang dari 25 ml per menit. b. Kelainan saluran cerna Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dam muntah masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk amonia. Amonia inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau hilang setelah pembatasan diet protein dan antibiotika. c. Kelainan mata Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil pasien gagal ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari mendapat pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis. Kelainan saraf mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis dan pupil asimetris. Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan atau deposit garam kalsium pada conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien gagal ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier. d. Kelainan kulit Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan dinamakan urea frost 11

e. Kelainan selaput serosa Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering dijumpai pada gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Kelainan selaput serosa merupakan salah satu indikasi mutlak untuk segera dilakukan dialisis. f. Kelainan neuropsikiatri Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan depresi sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Kelainan mental berat 2.8 Diagnosis Pendekatan diagnosis gagal ginjal kronik (GGK) mempunyai sasaran berikut:1 a. Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG) b. Mengejar etiologi GGK yang mungkin dapat dikoreksi c. Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversible factors) d. Menentukan strategi terapi rasional e. Meramalkan prognosis Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila dilakukan pemeriksaan yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik diagnosis dan pemeriksaan penunjang diagnosis rutin dan khusus. 1 a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang berhubungan dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi GGK, perjalanan penyakit termasuk semua faktor yang dapat memperburuk faal ginjal (LFG). Gambaran klinik (keluhan subjektif dan objektif termasuk kelainan laboratorium) mempunyai spektrum klinik luas dan melibatkan banyak organ dan tergantung dari derajat penurunan faal ginjal.1 b. Pemeriksaan laboratorium Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu memastikan dan menentukan derajat penurunan faal ginjal (LFG), identifikasi etiologi dan menentukan perjalanan penyakit termasuk semua faktor pemburuk faal ginjal. 1

12

1) Pemeriksaan faal ginjal (LFG) Pemeriksaan ureum, kreatinin serum dan asam urat serum sudah cukup memadai sebagai uji saring untuk faal ginjal (LFG). 2) Etiologi gagal ginjal kronik (GGK) Analisis urin rutin, mikrobiologi urin, kimia darah, elektrolit dan imunodiagnosis. 3) Pemeriksaan laboratorium untuk perjalanan penyakit Progresivitas penurunan faal ginjal, hemopoiesis, elektrolit, endoktrin, dan pemeriksaan lain berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk faal ginjal (LFG). 2.9 Pemeriksaan penunjangA. Foto Polos Abdomen (BNO)10

Yang harus diperhatikan pada foto polos abdomen : bayangan, besar (ukuran), dan posisi kedua ginjal. Dapat pula dilihat kalsifikasi dalam kista dan tumor, batu radio opak dan perkapuran dalam ginjal.

Gambar 3. BNO normal

13

Gambar 4. Foto BNO dengan gambaran batu radio-opaque pada proyeksi ureter kiri. B. Kontras1) Intravena Pielografi (IVP)1,10

Jarang dikerjakan, karena kontras sering tidak bisa melewati filter glomerulus, juga dikhawatirkan terjadinya toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan.2) Pielografi Retrograde11

Memiliki tujuan pemeriksaan memperlihatkan sistem pielokalises dan ureter dengan cara pengisian kontras positif secara retrograd dengan menggunakan bantuan kateter uretral. Tujuan lain yaitu untuk mencari kelainan morfologi pada sistem pielokalises dan ureter sehubungan dengan kemungkinan adanya tumor, radang dan kelainan faal (fisiologi)bawaan pada traktus urinarius pada ginjal tidak fungsinya sehingga tidak dapat dilakukan IVP. Keistimewaan RPG adalah untuk melihat adanya fistel karena dilakukan pemeriksaan dengan tekanan, sehingga memungkinkan terisinya fistel/saluran yang sangat kecil dengan zat kontras terlihat gambaran fistel. normal

14

Teknik Pemeriksaan Kateter kecil dimasukkan kedalam ureter melalui uretra, blass dan (salah satu atau kedua) ureter (bila memungkinkan sampai pelvik ginjal) Pelaksanaan memasukkan kateter dilakukan oleh dokter ahli urologi atau

radiolog yang sudah terlatih dibidang urologi dengan bantuan sistoskopi Sistoskopy = alat berbentuk stik dengan panjang kira-kira 60 cm dan penampangnya 0,5 cm yang ujungnya dipasang camera dan pangkalnya dihubungkan dengan monitor. (alat teropong)

Sebelum pemasukan kateter oleh ahli urologi melakukan pemeriksaan Kontras positif (Urografin, Iopamiro, Optiray dan sejenisnya)

buli-buli dengan sistoskopy. dimasukkan 5-10 cc melalui kateter ke pielum dan kalises, ureter dibawah pengawasan flouroscopy oleh ahli radiologi. Dosis Kontras antara 10-30 cc tergantung pada besarnya kalises dan pielum. Pengisian kontras dihentikan setelah (pada flouroscopy) kalises dan pielum sudah nampak penuh atau adanya keluhan penderita merasa pegal atau sakit pada pinggangnya. Tidak diperbolehkan memberi tekanan berlebihan karena kemungkinan yang akan merusak parenkim ginjal dan ruptur ginjal. Konsentrasi kontras yang dipakai 100% . Pencabutan kateter dilakukan oleh ahli radiologi, apabila ada kesulitan dalam mengeluarkan kateter dilakukan oleh ahli urologi. Komplikasi dari pemeriksaan RPG diantaranya adalah Sepsis (keracunan), perforasi ureter, ekstravasasi bahan kontras, hematuri, anuri edema pada sambungan ureter dan vesika.

3) X-Ray Voiding cysureterografi4,9

15

Bila kita mencurigai adanya reflux nefropati maka untuk standar diagnosisnya bisa digunakan voiding cystourethrogram. Voiding cystourethrogram merupakan suatu prosedur yang dilakukan untuk memeriksa kandung kemih dan uretra, yakni pada saat kandung kemih terisi, maupun pada saat kosong. Suatu cairan kontras yang pada roentgen akan terlihat berwarna radiopak yang dimasukkan ke dalam digunakan adalah cystografin. kandung kemih melalui kateter, biasanya diambil sebelum, kandung kemih terisi kontras hingga pasien berkemih. Zat kontras yang biasa Radiografi (sinar-x) selama, dan setelah berkemih. Tes ini dapat mengungkapkan kelainan dari bagian dalam uretra dan kandung kemih. Jika kontras bergerak ke dalam ureter dan kembali ke ginjal, radiolog dikosongkan. dapat membuat diagnosis refluks vesicoureteral. Tes ini juga dapat menentukan apakah aliran urin normal pada saat kandung kemih

Gambar 5. Voiding Cystourethrogram Yang Menunjukkan Adanya Reflux Unilateral.C. USG 4,9,10

16

USG saat ini digunakan sebagai pemeriksaan pertama secara rutin pada keadaan gagal ginjal yang digunakan untuk memperoleh informasi tentang parenkim, sistem collecting dan pembuluh darah ginjal Dalam keadaan normal, parenkim ginjal pada bagian korteks memiliki sonodensitas yang lebih rendah dari pada hepar, limpa dan sinus renalis sehingga bersifat hipoechoic. Sonodensitas yang lebih tinggi dapat ditemukan pada sinus renalis yang terletak di tengah ginjal karena komposisi lemak dan jaringan parenkim ginjal yang dimilikinya. Di dalam sinus renalis terdapat garis-garis anekoik, yaitu irisan kalises yang bila diikuti akan bergabung pada daerah anekoik besar, yaitu pelivis renalis. USG abdomen pada pasien gagal ginjal kronik ditandai dengan korteks yang hiperechoic dibandingkan korteks normal, bahkan sonodensitasnya hampir sama dengan sonodensitas sinus renalis. USG renal sangat berguna untuk mengetahui adanya hidronefrosis, yang mungkin tidak akan tampak pada awal obstruksi. Pada gagal ginjal yang telah lanjut atau yang telah berlangsung lama dapat ditemukan keadaan ginjal yang mengecil dan echogenic (Gambar A). Jika ukuran dari ginjal normal, hal ini menunjukkan keadaan yang akut atau subakut, kecuali pada keadaan nefropati diabetik (dimana ukuran ginjal membesar pada onset awal nefropati diabetik sebelum terjadinya penurunan GFR). Gambaran Pielo Calix System yang tidak melebar dan tidak ditemukannya batu pada struktur ginjal kanan dan kiri menyingkirkan kemungkinan proses obstruktif sebagai etiologi pada kasus ini. Pada penyakit ginjal polikistik yang telah mengalami gagal ginjal derajat tertentu akan selalu menunjukan suatu pembesaran ginjal dengan kista multipel.

17

Gambar 6. Normal right kidney L = Liver, MP = hypoechoic medullary pyramids, C = Renal Columns

18

Gambar 7. kaliks yang berbentuk cupping dengan dilatasi sedang pada pelvis dan kaliks dari ginjal.

Gambar 8. Ginjal Yang Telah Mengecil Dan Echogenic.

19

Gambar 9. Sonogram pada pasien dengan penyakit ginjal polikistik yang menunjukan beberapa kista dengan ukuran yang berbeda.

D. CT-Scan (Computed Tomography Scan) CT menjadi modalitas dominan pemeriksaan traktus urinarius saat ini. Beberapa faktor membuat CT lebih efektif dalam mengevaluasi traktus urinarius. Resolusi kontras tinggi dan juga resolusi spasi pada CT membuatnya bisa mendeteksi struktur sekecil mungkin. Pemeriksaan bisa dilakukan dengan sangat cepat karena slide tipis CT scan dari seluruh traktus urinarius dapat di lihat dalam beberapa detik.12

20

Gambar10. Ginjal normal non kontras. Tampak kontur licin dan relative simetris kedua ginjal Normal dan berbatas tajam dengan lemak perirenal CT scan dari traktus urinarius bisa dilakukan dengan atau tanpa iodine intravena tergantung pada indikasinya. Pemeriksaan tanpa kontras biasanya dilakukan untuk mengevaluasi batu dan kalsifikasi lainnya. Pada pemeriksaan non kontras ginjal tampak homogeny dan punya densitas sama dengan jaringan lunak. CT dengan kontras digunakan untuk melihat kortikomedular, nefrografik dan juga fase ekresi. 12 Penggunaan CT-scan pada pasien dengan gagal ginjal kronik bermanfaat untuk mengetahui lebih jelas mengenai keberadaan massa atau kista pada ginjal yang sebelumnya sudah tampak pada pemeriksaan USG. Dan juga pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang paling sensitif untuk mengidentifikasi adanya batu pada ginjal.4,9 Untuk pemeriksaan CT-scan dengan kontras harus dihindari pada pasien dengan kerusakan ginjal untuk menghindari kerusakan yang lebih lanjut. Resiko ini akan bertambah secara signifikan pada pasien dengan gagal ginjal kronik derajat sedang atau berat.4,9

21

Gambaran11. CT-scan dimana terdapat gambaran massa pada ginjal kiri

Gambar 12. CT scan dengan batu pada ginjal kanan

22

Gambar13. CT-scan dengan batu pada ginjal kiri yang cukup besar

E. MRI

(Magnetic

Resonance

Imaging)

dan

MRA

(Magnetik

Resonance

Angiography) Seperti CT kemajuan pada MR telah membuatnya makin berguna pada penciteraan traktus urinarius. Radiasi ion yang sedikit menambah kelebihannya, akan tetapi biaya, ketersediaan , klaustrofobia , dan kontraindikasi beberapa bahan termasuk alat pacu jantung menyebabkan MRI kurang digunakan. MR menggunakan kontras gandolinium bukan bahan iodine seperti pada CT. pada traktus urinarius gondalinium dibandingkan dengan iodine kurang nefotoksik jika diberikan dalam dosis klinis.12

23

Gambar 14. MRI ginjal normal. Gambaran didapatkan dari potongan koronal dan setelah injeksi gondalinium Pada pasien yang membutuhkan dilakukannya ct-scan tetapi tidak dapat diberikan kontras secara intravena, MRI merupakan pilihan yang sangat berguna. Pemeriksaan ini dapat diandalkan untuk mendiagnosa adanya suatu trombosis vena renalis. Magnetic resonance angiography juga berguna untuk mendiagnosis stenosis arteri renalis, walaupun renal arteriography tetap menjadi kriteria standar pemeriksaan.4,9

Gambar 15. MRI dari pasien trombosis vena renalis. Anak panah menunjukan daerah dengan trombosis vena. MRA dengan cepat menjadi standar klinis yang aman dan noninvasif untuk deteksi RAS, aneurisma, dan oklusi. Pemeriksaan komprehensif mencakup 3D gadolinium-enhanced dan 3D fase-kontras teknik MRA, yang memungkinkan evaluasi arteri ginjal dan arteri visceral lainnya. Teknik fase-kontras 3D berdasarkan aliran dan tergantung pada adanya dephasing stenosis arteri signifikan.4

Gambar 16. Normal arteri normal 3D fase-kontras magnetic resonance angiographic (MRA)

24

Gambar 17 Dynamic gadolinium-enhanced magnetic resonance angiogram (MRA) memperlihatkan arteri ginjal normal MRA memberi informasi yang akurat tentang jumlah arteri ginjal, ukuran ginjal, dan kehadiran varian anatomi.

F. Radionuklir Scan 13

Meskipun USG, CT-Scan, dan MRI sangat berperan dalam mengevaluasi anatomi ginjal, Kedokteran nuklir tetap yang terbaik dalam evaluasi pencitraan fungsi ginjal. Contoh umum klinis situasi di mana radionuklida digunakan adalah arteri ginjal stenosis, vesicoureteral refluks dan obstruksi tubulus pengumpul. Empat parameter ginjal dievaluasi dengan radionuklida yaitu aliran darah ginjal, glomerulus, fungsi tubular dan drainase sistem mengumpulkan. Radionuklir scan pada ginjal berguna untuk melihat adanya stenosis arteri renalis ketika dilakukan dengan pemberian captopril. Akan tetapi pemeriksaan ini tidak dapat diandalkan pada pasien dengan GFR kurang dari 30 ml/min.

25

Selama periode 20 sampai 30 menit, dapat dinilai.perpindahan pelacaknya dari darah ke korteks ginjal, dari korteks ginjal dengan sistem pengumpulan, dan dari sistem pengumpul ke kandung kemih.

Gambar 18. distribusi radiotracer beberapa waktu setelah injeksi aktivitas pertama kali dilihat di aorta, parenkim ginjal, sistem pengumpulkan, dan akhirnya di dalam kandung kemih.

26

Gambar 19. Kiri menunjukan gambaran usg pada pasien dengan stenosis arteri renalis dimana kedua ginjal tidak sama besar ,ginjal kiri (96 mm) dan ginjal kanan (63 mm). Gambar kanan atas menunjukan isotopic renogram (dengan menggunakan technetium mercaptoacetylglycine [MAG3]) setelah pemberian kaptopril dimana menunjukan adanya depresi fungsi pada ginjal kanan. Gambar kanan bawah merupakan gambar analogi yang menunjukan aktifitas ginjal kanan yang sangat kurang.

2.10 Pencegahan Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulai dilakukan pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya pencegahan yang telah terbukti bermanfaat dalam mencegah penyakit ginjal dan kardiovaskular, yaitu pengobatan hipertensi (makin rendah tekanan darah makin kecil risiko penurunan fungsi ginjal), pengendalian gula 27

darah, lemak darah, anemia, penghentian merokok, peningkatan aktivitas fisik dan pengendalian berat badan. 1 2.11 Penatalaksanaan A. Terapi konservatif Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit. a. Peranan diet Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen. b. Kebutuhan jumlah kalori Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat dengan tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi. c. Kebutuhan cairan Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah dieresis mencapai 2 L per hari. d. Kebutuhan elektrolit dan mineral Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal disease). B. Terapi simtomatik 7 a. Asidosis metabolik Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium (hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera diberikan intravena bila pH 7,35 atau serum bikarbonat 20 mEq/L.

28

b. Anemia Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak. c. Keluhan gastrointestinal Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat- obatan simtomatik. d. Kelainan kulit Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit. e. Kelainan neuromuskular Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi. f. Hipertensi Pemberian obat-obatan anti hipertensi. g. Kelainan sistem kardiovaskular Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang diderita. c. Terapi pengganti ginjal Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal d. Hemodialisis Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif

29

dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m, mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat (Sukandar, 2006). emodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal. g. Dialisis peritoneal (DP) Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal h. Transplantasi ginjal Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:a) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal ginjal,

sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah b) Kualitas hidup normal kembalic) Masa hidup (survival rate) lebih lama

d) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat munosupresif untuk mencegah reaksi penolakan

30