lp ckd sio fix
DESCRIPTION
OkTRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)
Oleh :
SIO ANDI
2202011222095
PROGRAM PROFESI NERS XXI
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013
LAPORAN PENDAHULUAN
CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)
A. PENGERTIAN
Chronik Kidney Desease adalah kerusakan ginjal progresif yang
berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya
yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis
atau transplantasi ginjal). (Nursalam, 2006)
Chronik Kidney Desease yaitu suatu sindrom klinis yang disebabkan
oleh penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif
dan cukup lanjut. ( Slamet Suyono, 2001)
Chronik Kidney Desease merupakan gangguan fungsi renal yang
progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk
memperhatikan metabolisme keseimbangan cairan dan elektrolit
menyebabkan uremia (Smeltzer & Bare, 2002). Chronik Kidney Desease
biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap.
Penyebab termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis dan penyakit vaskular ,
penyakit agen nefrotik dan penyakit endokrin (Marlynn E. Doenges, 2000).
B. ANATOMI FISIOLOGI
Menurut Barbara C Long (2004), ginjal merupakan organ berbentuk
seperti dua kacang yang terletak dibelakang peritoneum parietal dapat sudut
konstovertebral. Nefron merupakan unit fungsional dan ginjal dan tiap ginjal
terdiri dari kira-kira satu juta unit nefron. Struktur dari nefron berperan dalam
proses pembentukan terdiri dari glomerulus yang berada didalam kapsul
Bowman, tubulus yang berbelok-belok pada bagian proksimal, gelung Henle,
dan yang berbelok-belok pada bagian distal dan tubulus-tubulus tempat
penampung. Kapsul Bowman dan tubulus Henle dan tubulus penampung
berada pada bagian medula. Urine dari tubulus penampung yang banyak itu
mengalir pelvis renalis.
Menurut Smeltzer & Bare (2002), ginjal merupakan organ yang
berpasangan dan setiap ginjal memiliki berat kurang lebih 125 g, terletak
pada posisi di sebelah lateral vertebra torakalis bawah, beberapa centimeter di
sebelah kanan dan kiri garis tengah. Organ ini terbungkus oleh jaringan ikat
tipis yang dikenal dengan sebagai Kapsula renalis. Di sebelah anterior, ginjal
dipisahkan dan kavuni abdomen dan isinya oleh lapisan peritoneum. Di
sebelah posterior, organ tersebut dilindungi oleh dinding torakalis bawah.
Darah dialirkan ke dalam ginjal melalui arteri renalis dan keluar dari dalam
ginjal melalui vena renalis. Arteri renalis berasal dari aorta abdominalis dan
Vena renalis membawa darah kembali ke dalam Vena kava inferior.
Ginjal terletak di sebelah belakang abdomen atas, di belakang
peritoneum, di depan dua kosta terakhir dan tiga otot utama transversus
abdominalis. Quadratus lumborum dan m. Psoas mayor. Ginjal dipertahankan
dalam posisi tersebut oleh bantuan lemak tebal Kelenjar adrenal terletak di
atas kutub masing-masing ginjal. Ginjal tersebut terlindung dengan baik dari
trauma langsung : di posterior dilindungi oleh kosta dan otot-otot yang
meliputi kosta, sedang di anterior dilindungi oleh bantalan usus yang tebal.
Kalau ginjal cidera, maka hampir selalu diakibatkan oleh kekuatan yang
mengenai kosta kedua belas. Kosta kedua belas berputar kedalam dan
menekan ginjal antara kosta sendiri dan korpus vertebrae lumbalis. Karena
ginjal terlindung dengan baik dari cedera langsung, maka jelas bahwa ginjal
sulit diraba dan sulit dicapai pada waktu pemeriksaan fisik karena dua pertiga
atas permukaan anterior ginjal tertutup limpa. Tetapi, kutup bawah ginjal
yang normal ukurannya dapat diraba secara bimanual. Ginjal yang membesar
secara mencolok atau tergeser dari tempatnya dapat diketahui dengan palpasi,
walaupun hal ini mudah dilakukan di sebelah kanan. (Price & Wilson, 2005)
C. ETIOLOGI
Penyebab GGK termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit
vaskuler (nefrosklerosis), proses obstruksi (kalkuli), penyakit kolagen (luris
sutemik), agen nefrotik (amino glikosida), penyakit endokrin (Marlynn E.
Doenges, 2000).
Penyebab gagal ginjal kronis dibagi menjadi delapan kelas antara lain
(Price & Wilson, 2005):
1. Infeksi misalnya pielonefritis kronik
2. Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis
3. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis
4. Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubulus ginjal.
6. Penyakit metabolik misalnya DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis
7. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik, nefropati timbal
8. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli
neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah:
hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung
kemih dan uretra.
D. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk
glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa
nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume
filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan
penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk
berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut
menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis
osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang
rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik
dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul
gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang
80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin
clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. (Barbara C Long,
2004)
Gagal ginjal kronis selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFR.
Stadium gagal ginjal kronis didasarkan pada tingkat GFR (Glomerular
Filtration Rate) yang tersisa dan mencakup (Elisabeth Corwin, 2009)
a. Penurunan cadangan ginjal
Yang terjadi bila GFR turun 50% dari normal (penurunan fungsi ginjal),
tetapi tidak ada akumulasi sisa metabolic. Nefron yang sehat
mengkompensasi nefron yang sudah rusak, dan penurunan kemampuan
mengkonsentrasi urin, menyebabkan nocturia dan poliuri. Pemeriksaan
CCT 24 jam diperlukan untuk mendeteksi penurunan fungsi
b. Insufisiensi ginjal
Terjadi apabila GFR turun menjadi 20 – 35% dari normal. Nefron-nefron
yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri karena beratnya
beban yang diterima. Mulai terjadi akumulai sisa metabolic dalam darah
karena nefron yang sehat tidak mampu lagi mengkompensasi. Penurunan
respon terhadap diuretic, menyebabkan oliguri, edema. Derajat insufisiensi
dibagi menjadi ringan, sedang dan berat, tergantung dari GFR, sehingga
perlu pengobatan medis
c. Gagal ginjal; yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal.
d. Penyakit gagal ginjal stadium akhir
Terjadi bila GFR menjadi kurang dari 5% dari normal. Hanya sedikit
nefron fungsional yang tersisa. Di seluruh ginjal ditemukan jaringan parut
dan atrofi tubuluS. Akumulasi sisa metabolic dalam jumlah banyak seperti
ureum dan kreatinin dalam darah. Ginjal sudah tidak mampu
mempertahankan homeostatis dan pengobatannya dengan dialisa atau
penggantian ginjal.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi
uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan
produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia
membaik setelah dialisis. (Smeltzer & Bare, 2002)
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi empat
stadium yaitu (Price & Wilson, 2005) :
1. Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal)
Ditandai dengan kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen (BUN)
normal dan penderita asimtomatik.
2. Stadium 2 (insufisiensi ginjal)
Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (Glomerulo filtration
Rate besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini Blood Ureum Nitrogen
mulai meningkat diatas normal, kadar kreatinin serum mulai meningklat
melabihi kadar normal, azotemia ringan, timbul nokturia dan poliuri.
3. Stadium 3 (Gagal ginjal stadium akhir / uremia)
Timbul apabila 90% massa nefron telah hancur, nilai glomerulo filtration
rate 10% dari normal, kreatinin klirens 5-10 ml permenit atau kurang. Pada
tahap ini kreatinin serum dan kadar blood ureum nitrgen meningkat sangat
mencolok dan timbul oliguri.
4. Stadium 4
Tidak terjadi homeotasis, keluhan pada semua sistem, fungsi ginjal residu
kurang dari 5 % dari normal.
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Manifestasi klinik antara lain (Barbara C Long, 2004) :
a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat
badan berkurang, mudah tersinggung, depresi
b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas
dangkal atau sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem
yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga
sangat parah.
2. Manifestasi klinik menurut (Smeltzer & Bare, 2002) antara lain :
hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin -
angiotensin – aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner
(akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan
perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan,
kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu
berkonsentrasi).
3. Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
a. Sistem kardiovaskuler
1) Hipertensi
2) Pitting edema
3) Edema periorbital
4) Pembesaran vena leher
5) Friction sub pericardial
b. Sistem Pulmoner
1) Krekel dan nafas dangkal
2) Kusmaull
3) Sputum kental dan liat
c. Sistem gastrointestinal
1) Anoreksia, mual dan muntah
2) Perdarahan saluran GI
3) Ulserasi dan pardarahan mulut
4) Nafas berbau amonia
d. Sistem muskuloskeletal
1) Kram otot
2) Kehilangan kekuatan otot
3) Fraktur tulang
e. Sistem Integumen
1) Warna kulit abu-abu mengkilat
2) Pruritis
3) Kulit kering bersisik
4) Ekimosis
5) Kuku tipis dan rapuh
6) Rambut tipis dan kasar
f. Sistem Reproduksi : Amenore, Atrofi testis
F. KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin timbul akibat gagal ginjal kronis antara
lain (Smeltzer & Bare, 2002) :
1. Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme
dan masukan diit berlebih.
2. Perikarditis : Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin-
angiotensin-aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah.
5. Penyakit tulang serta kalsifikasi akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum
rendah, metabolisme vitamin D dan peningkatan kadar aluminium.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Suyono (2001), untuk menentukan diagnosa pada CKD dapat
dilakukan cara sebagai berikut:
1. Pemeriksaan laboratorium
Menentukan derajat kegawatan CKD, menentukan gangguan sistem dan
membantu menetapkan etiologi.
2. Pemeriksaan USG
Untuk mencari apakah ada batuan, atau massa tumor, juga untuk
mengetahui beberapa pembesaran ginjal.
3. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia dan gangguan elektrolit
H. PENCEGAHAN
Obstruksi dan infeksi saluran kemih dan penyakit hipertensi sangat
lumrah dan sering kali tidak menimbulkan gejala yang membawa kerusakan
dan kegagalan ginjal. Penurunan kejadian yang sangat mencolok adalah
berkat peningkatan perhatian terhadap peningkatan kesehatan. Pemeriksaan
tahunan termasuk tekanan darah dan pemeriksaan urinalisis. Pemeriksaan
kesehatan umum dapat menurunkan jumlah individu yang menjadi
insufisiensi sampai menjadi kegagalan ginjal. Perawatan ditujukan kepada
pengobatan masalah medis dengan sempurna dan mengawasi status kesehatan
orang pada waktu mengalami stress (infeksi, kehamilan). (Barbara C Long,
2004)
I. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien dengan gagal
ginjal kronis adalah (Nursalam, 2006) :
1. Penatalaksanaan media konservatif dengan pengaturan diit :
a. GFR 10ml / mg atau kurang protein yang di berikan 20 gram.
b. Diit natrium GFR 10 ml / mg atau kurang protein 25 sampai 30 gram
dan GFR 3 ml yaitu jumlah yang dianjurkan adalah 40 sampai 90 meg/
hr
c. Diit kalium yaitu jumlah yang dianjurkan adalah 40 sampai 80 meg/ hr
d. Diit cairan yaitu aturan umum yang dapat digunakan untuk
menentukan banyak asupan cairan adalah jumlah air yang keluar air
kemih adalah 24 jam ditambah 500 ml.
2. Penatalaksanaan konservatif dengan pemberian obat
Obat anti hipertensi yang sering digunakan adalah metil dopa, propanolol,
dan klonidin, bila terjadi hiperkalemi maka diberikan glukosa dan insulin
intravena yaitu glukonat 10%, multivitamin dan asam folat diberikan tiap
hari. Diuretik diberikan tiap hari karena bertujuan untuk mengurangi
kelebihan cairan dan juga diberi antibiotik non nefrotoksin karena klien
dengan gagal ginjal kronik mempunyai kerentanan yang lebih tinggi
terhadap serangan infeksi.
3. Penatalaksanaan definitive (Barbara C Long, 2004)
a. Dialise
Adalah suatu proses dimana solute dan air mengalami difusi secara
pasif melalui membrane berpori dan kompartemen cair menuju
kompartemen lainnya, ada dua macam dialisis yaitu hemodialisis (HD)
dan peritonial dialisis (PD).
Hemodialisa (HD) mencakup shunting / pengalihan arus darah dari
tubuh pasien kedialisator dimana terjadi disfusi dan ultrafiltrasi dan
kemudian kembali kesirkulasi pasien. Untuk pelaksanaan hemodialise
terjadi yang masuk kedarah pasien. Suatu mekanisme yang
mentranspor darah ke dan dari dialisator dan dialisator (daerah di mana
terjadi pertukaran larutan elektrolit dan produk – produk sisa
berlangsung). Pengobatan dialise berlangsung 3 sampai 5 tergantung
kepada tipe dialisator yang dipakai dan jumlah waktu yang diperlukan
demi koreksi cairan, elektrolit, asam basa, dan masalah sisa produk
yang ada. Dialise untuk masalah yang akut harus dilaksanakan tiap
hari atau lebih sering berdasarkan kondisi pasien yang nasih menjamin.
Haemodialise bagi orang dengan kegagalan ginjal kronik biasanya di
kerjakan dalam dua / tiga kali seminggu.
b. Peritonium Dialise ( PD )
Yaitu cairan dialise dimasukkan kerongga peritoneum dan peritoneum
menjadi membran dialise. Dibandingkan dengan pengobatan
hemodialise yang bisa berlangsung 3 sampai 6 jam.
Keuntungan pertama dari peritoneal dialise terdiri dari :
1) Prosedur mensajikan kimiawi darah yang tetap
2) Bisa dipasang pada tiap lokasi dan mesin tidak diperlukan
3) Proses mudah diajarkan kepada pasien dan keluarga
4) Banyak pantangan diet karena banyak kehilangan protein lewat
membran peritoneum. Kedialisat, pasien biasanya mendapat diet
tinggi protein.
c. Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal dilakukan untuk memperpanjang masa hidup klien
dengan gagal ginjal kronik.
ASUHAN KEPERAWATAN
CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)
A. PENGKAJIAN
Pengkajian keperawatan yang dapat ditemukan pada klien dengan
gagal ginjal kronis adalah (Marilyn Doenges E, 2000)
1. Aktifitas dan Istirahat
Kelelahan, kelemahan, malaise, gangguan tidur, kelemahan otot dan tonus,
penurunan ROM
2. Sirkulasi
Riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi, nyeri dada, peningkatan JVP,
tachycardia, hipotensi orthostatic, friction rub.
3. Integritas Ego
Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada kekuatan, menolak, cemas,
takut, marah, irritable.
4. Eliminasi
Penurunan frekuensi urin, oliguri, anuri, perubahan warna urin, urin pekat
warna merah/coklat, berawan, diare, konstipasi, abdomen kembung
5. Makanan/Cairan
Peningkatan BB karena edema, penurunan BB karena malnutrisi,
anoreksia, mual, muntah, rasa logam pada mulut, asites, penurunan otot,
penurunan lemak subkutan.
6. Neurosensori
Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot, kejang, kebas, kesemutan,
gangguan status mental,penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran,
koma.
7. Nyeri / Kenyamanan
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, distraksi, gelisah.
8. Pernafasan
Pernafasan Kussmaul (cepat dan dangkal), Paroksismal Nokturnal
Dyspnea (+), batuk produkrif dengan frotty sputum bila terjadi edema
pulmonal.
9. Keamanan
Kulit gatal, infeksi berulang, pruritus, demam (sepsis dan dehidrasi),
petekie, ekimosis, fraktur tulang, deposit fosfat kalsieum pada kulit, ROM
terbatas.
10. Seksualitas
Penurunan libido, amenore, infertilitas.
11. Interaksi Sosial
Tidak mampu bekerja, tidak mampu menjalankan peran seperti biasanya.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Marilyn Doenges E (2000) diagnosa keperawatan yang
muncul pada pasien CKD adalah:
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi ginjal
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi sekunder,
kompensasi adanya asidosis metabolik
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake tidak adekuat sekunder terhadap muntah, mual, anoreksia.
4. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum sekunder
terhadap anemia.
C. INTERVENSI
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi gunjal.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan keseimbangan
cairan tercapai.
Kriteria Hasil : Nilai elektrolit serum dalam rentang normal, bunyi nafas
bersih, tak ada oedema, TD sistolik diantara 90-140
mmHg.
Intervensi :
a. Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat)
b. Monitor tanda vital
c. Monitor adanya indikasi overload/retraksi
d. Kaji daerah edema jika ada
e. Monitor intake/output cairan
f. Monitor serum albumin dan protein total
g. Monitor RR, HR
h. Monitor turgor kulit dan adanya kehausan
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi sekunder,
kompensasi melalui alkalosis respiratorik.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pola nafas
efektif.
Kriteria Hasil : Pola nafas efektif dan tidak hipoksia
Intervensi :
a. Kaji status pernafasan.
b. Observasi pola nafas, catat frekuensi pernafasan.
c. Auskultasi bunyi nafas.
d. Catat pengembangan dada dan posisi trakea.
e. Pertahankan posisi nyarnan.
f. Beri periode istirahat dan lingkungan yang tenang.
g. Dorong penggunaan nafas bibir bila perlu.
h. Kolaborasi beri 02 tambahan bila perlu.
3. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake tidak adekuat sekunder terhadap muntah, mual, anoreksia.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien
mempunyai BB yang stabil
Kriteria Hasil : BB dalam batas normal dan nafsu makan meningkat
Intervensi :
a. Berikan makanan sedikit dan sering
b. Berikan antiemetik jika perlu
c. Kaji pola makan klien
d. Kaji adanya alergi makanan
e. Kaji makanan yang disukai oleh klien
f. Kolaborasi dg ahli gizi untuk penyediaan nutrisi terpilih sesuai dengan
kebutuhan klien.
g. Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan nutrisinya
h. Yakinkan diet yang dikonsumsi mengandung cukup serat untuk
mencegah konstipasi.
4. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan uremia
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien tidak
terjadi infeksi
Kriteria Hasil : Urine jernih dan berbau normal, bunyi nafas normal,
tidak ada eritema
Intervensi :
a. Pantau suhu dan sekresi terhadap indikator infeksi
b. Gunakan teknik aseptik dengan hati-hati bila mengganti saluran
c. Hindari penggunaan kateter uniral indwelling
d. Berikan hygiene oral dan perawatan kulit pada interval yang kering.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum sekunder
terhadap anemia .
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien
membuat peringkat pengerahan tenaga.
Kriteria Hasil : Berkurangnya keluhan lelah, peningkatan keterlibatan
pada aktifitas sosial, frekuensi pernafasan dan frekuensi
jantung kembali dalam rentang normal
Intervensi :
a. Tentukan penyebab intoleransi aktivitas & tentukan apakah penyebab
dari fisik, psikis/motivasi
b. Kaji kesesuaian aktivitas & istirahat klien sehari-hari
c. Tingkatkan aktivitas secara bertahap, biarkan klien berpartisipasi dapat
perubahan posisi, berpindah&perawatan diri
d. Pastikan klien mengubah posisi secara bertahap. Monitor gejala
intoleransi aktivitas
e. Ketika membantu klien berdiri, observasi gejala intoleransi spt mual,
pucat, pusing, gangguan kesadaran&tanda vital
f. Lakukan latihan ROM jika klien tidak dapat menoleransi aktivitas
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, J Elisabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
Doenges E, Marilynn, dkk. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman
Untuk Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3.
Jakarta : EGC
Long, Barbara C. 2004. Perawatan Medikal bedah: suatu pendekatan proses
keperawatan, Volume 3 Cetakan I. Bandung : Yayasan IAPK Padjajaran
Nursalam. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika
Price, Sylvia A dan Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi Konsep Kllinis
Proses-proses Penyakit. Edisi 6, Vol 2. Jakarta : EGC
Smeltzer, C. Suzanne & Bare, G. Brenda. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical
Bedah Brunner dan Suddarth, Edisi 8, Volume 2, Alih bahasa : Waluyo
Agung, dkk, Editor Monica Ester. Jakarta : EGC
Suyono, Slamet. 2001. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta : Gaya Baru.
Infeksi & peradanganPielonefritisGlomerulonefritis
Penyakit vaskuler Nefrosklerosis benigna Nefrosklerosis malignaStenosis arteria renalis
GFK ↓
Eritropoetin
Pembentukan Hb ↓
Oksigen O2 ke jaringan ↓
↑ Metabolisme anaerob
↑ Asam laktat
Asidosis metabolik
Ekspirasi CO2 ↑
Pola nafas tidak efektif
Pelepasan renin ↑
Hiperaldosteron
Oksigen O2 ke jaringan ↓
Reabsorbsi cairan ↑
Retensi natrium
Edema seluruh tubuh
Kelebihan volume cairan
Pe↓ fungsi Glomerolus
Kerusakan Glomerolus
↓ Filtrasi Glomerolus
BUN
Kelemahan otot Saluran cerna
Resiko infeksi
Pe↓ system imun
Pe↓ fungsi ginjal Intoleransi
aktifitas
Mual, muntah, anoreksia
Perubahan nutrisi < dari kebutuhan tubuh
PATHWAY