lp ckd klaten

33
STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN CHRONIC KIDNEY DISEASE Penyusun : RIZQI WAHYU HIDAYATI 2412022 PROGRAM STUDI PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JENDERAL ACHMAD YANI

Upload: nurse-uray

Post on 14-Aug-2015

115 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: LP CKD Klaten

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN CHRONIC KIDNEY DISEASE

Penyusun :

RIZQI WAHYU HIDAYATI

2412022

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JENDERAL ACHMAD YANI

YOGYAKARTA

2012

Page 2: LP CKD Klaten

LAPORAN PENDAHULUAN

CHRONIC KIDNEY DISEASE

A. PENGERTIAN

Gagal ginjal kronik adalah suatu penyakit yang bersifat progresif dan irreversible

dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan

keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia (Smeltzer, 2002).

Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan

fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk

mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan

uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner & Suddarth,

2001; 1448).

Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan

lambat, biasanya berlangsung beberapa tahun. (Price, 1992; 812)

Sesuai dengan topik yang saya tulis didepan cronic kidney disease (CKD), pada

dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan cronoic renal failure (CRF), namun

pada terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk membatasi kelainan klien

pada kasus secara dini, kerena dengan CKD dibagi 5 grade, dengan harapan klien

datang/merasa masih dalam stage – stage awal yaitu 1 dan 2. secara konsep CKD,

untuk menentukan derajat (stage) menggunakan terminology CCT (clearance

creatinin test) dengan rumus stage 1 sampai stage 5. sedangkan CRF (cronic renal

failure) hanya 3 stage. Secara umum ditentukan klien datang dengan derajat 2 dan 3

atau datang dengan terminal stage bila menggunakan istilah CRF.

B. ETIOLOGI

Infeksi misalnya pielonefritis kronik, glomerulonefritis

Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis

maligna, stenosis arteria renalis

Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik,

poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif

Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis

tubulus ginjal

Penyakit metabolik misalnya DM,gout,hiperparatiroidisme,amiloidosis

Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal

Page 3: LP CKD Klaten

Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma,

fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur

uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.

Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis

C. PATOFISIOLOGI

Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan

tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron

yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai

reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini

memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban

bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi

berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron

yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana

timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas

kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini

fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau

lebih rendah itu. ( Barbara C Long, 1996, 368)

Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya

diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan

mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka

gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner

& Suddarth, 2001 : 1448).

Penurunan GFR

Penurunan GFR dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk

pemeriksaan klirens kreatinin. Akibt dari penurunan GFR, maka klirens kretinin

akan menurun, kreatinin akn meningkat, dan nitrogen urea darh (BUN) juga akan

meningkat.

Gangguan klirens renal

Banyak maslah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah

glumeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens (substansi darah

yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal)

Retensi cairan dan natrium

Page 4: LP CKD Klaten

Ginjal kehilangan kemampuan untuk mengkonsentrasikan atau mengencerkan

urin secara normal. Terjadi penahanan cairan dan natrium; meningkatkan resiko

terjadinya edema, gagal jantung kongestif dan hipertensi.

Anemia

Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adequate,

memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan untuk

terjadi perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran GI.

Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat

Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan yang saling timbal

balik, jika salah satunya meningkat, yang lain akan turun. Dengan menurunnya

GFR, maka terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya penurunan

kadar kalsium. Penurunan kadar kalsium ini akan memicu sekresi paratormon,

namun dalam kondisi gagal ginjal, tubuh tidak berespon terhadap peningkatan

sekresi parathormon, akibatnya kalsium di tulang menurun menyebabkab

perubahan pada tulang dan penyakit tulang.

Penyakit tulang uremik(osteodistrofi)

Terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat, dan keseimbangan parathormon.

KLASIFIKASI

Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :

1. Stadium I : Penurunan cadangan ginjal

Kreatinin serum dan kadar BUN normal

Asimptomatik

Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR

2. Stadium II : Insufisiensi ginjal

Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)

Kadar kreatinin serum meningkat

Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)

Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:

Ringan

40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal

Sedang

15% - 40% fungsi ginjal normal

Kondisi berat

Page 5: LP CKD Klaten

2% - 20% fungsi ginjal normal

3. Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia

kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat

ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektrolit

air kemih/urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010

K/DOQI merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat

penurunan LFG :

1. Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG

yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2

2. Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60-89

mL/menit/1,73 m2

3. Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2

4. Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2

5. Stadium5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal

terminal.

Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance Creatinin Test )

dapat digunakan dengan rumus :

Clearance creatinin ( ml/ menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( kg )

72 x creatini serum

Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85

Stage Gambaran kerusakan ginjal GFR (ml/min/1,73 m2)

1 Normal atau elevated GFR ≥ 90

2 Mild decrease in GFR 60-89

3 Moderate decrease in GFR 30-59

4 Severe decrease in GFR 15-29

5 Requires dialysis ≤ 15

PATWAY CKD / GAGAL GINJAL :

Infeksi Penyakit metabolikPenyakit vaskulair Nefropati toksikPeradangan Nefropati obstruksi

Page 6: LP CKD Klaten

Gg jaringan penyambung Gg konginetal & Heriditer----------------------------------------------------------------------------------------------

Kerusakan nefron ginjal

Hipertropi nefron tersisa u/ mengganti kerja nefron yg rusak-peningkatan kecepatan filtrasi, beban solute dan reabsorbsi tubulus dalam tiap

nefron, meskipun GFR untuk seluruh massa nefron menurun di bawah normal-------------------------------------------------------------------------------------------------------

STD I STD II STD IIIPenurunan cadangan insuf renal (BUN, Creat , GG std akhir (90% massaginjal (asimtomatik) nokturia, poliuri) nefron hancur, BUN.

Creat , oliguri)

Perubahan sistem tubuh1-----------------2------------------3-----------------4------------------5-------------6-----------7--

Sist GI Hematologi Syaraf otot Cardiovasculair Indokrin Kulit Sist lainAnoresia, Nausea, Anemia vomitus (< eritropoet) Gg sex gatal,pct pegal tungkai, HT PK: HT GTT urea frost Kesemutan nyeri dada ekimosisNutrisi< PK:Anemia sesek PK: Hiperglikemi gg as. bsmdh (GG F. Trombcyt) Nyeri akut Gg. Metab lemak stomatitis PK: Asidosis metblk Gg. Metab. VIT Dparotts Pl nfas tdk effektfgastritis PK: Perdarahan edema Gg. Integritas kulit (Gg lekosit) Gg. Konsep diri Risk Infeksi Ke> cairan PK: Ktdkseimbngan PK:asidosis metabolik Cairan elektrolit gg elektrolit PK : Hipoalbumin PK: Aritmia Gg irama jantung PK: ktdk seimb Cairan &Elektrolit

D. MANIFESTASI KLINIS

1. Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 : 369):

Page 7: LP CKD Klaten

a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan

berkurang, mudah tersinggung, depresi

b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau

sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan,

pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.

2. Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain : hipertensi, (akibat

retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin – aldosteron),

gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan

perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia,

mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran,

tidak mampu berkonsentrasi).

3. Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:

a. Gangguan kardiovaskuler

Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi perikardiac

dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan

edema.

b. Gannguan Pulmoner

Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekels.

c. Gangguan gastrointestinal

Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme

protein dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan

perdarahan mulut, nafas bau ammonia.

d. Gangguan muskuloskeletal

Resiles leg sindrom ( pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan ), burning

feet syndrom ( rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki ), tremor,

miopati ( kelemahan dan hipertropi otot – otot ekstremitas.

e. Gangguan Integumen

kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan akibat

penimbunan urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.

f. Gangguan endokrim

Page 8: LP CKD Klaten

Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi

dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak dan

vitamin D.

g. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa

biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan

dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.

h. System hematologi

anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga

rangsangan eritopoesis pada sum–sum tulang berkurang, hemolisis akibat

berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga

terjadi gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka perlu

pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun kolaborasi antara

lain :

1. Pemeriksaan lab.darah

- hematologi

Hb, Ht, Eritrosit, Lekosit, Trombosit

- RFT ( renal fungsi test )

ureum dan kreatinin

- LFT (liver fungsi test )

- Elektrolit

Klorida, kalium, kalsium

- koagulasi studi

PTT, PTTK

- BGA

2. Urine

- urine rutin

- urin khusus : benda keton, analisa kristal batu

3. pemeriksaan kardiovaskuler

- ECG

- ECO

4. Radidiagnostik

Page 9: LP CKD Klaten

- USG abdominal

- CT scan abdominal

- BNO/IVP, FPA

- Renogram

- RPG ( retio pielografi )

F. KOMPLIKASI

1. Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan

masukan diit berlebih.

2. Perikarditis : Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk sampah uremik

dan dialisis yang tidak adekuat.

3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin-

angiotensin-aldosteron.

4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah.

5. Penyakit tulang serta kalsifikasi akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum rendah,

metabolisme vitamin D dan peningkatan kadar aluminium.

6. Asidosis metabolic

7. Osteodistropi ginjal

8. Sepsis

9. neuropati perifer

10. hiperuremia

G. PENATALAKSANAAN MEDIS

Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi dan homeostasis

selama mungkin. Semua faktor yang berkontribusi pada ESRD dan semua faktor yang

reversible (eg, obstruksi) diidentifikasi dan ditangani. Penatalaksanaannya adalah

dengan obat-obatan dan terapi diet, meskipun dialisis juga dibutuhkan untuk

mengurangi sampah uremik dalam darah (Fink et al., 2001)

Terapi Farmakologi

Page 10: LP CKD Klaten

Komplikasi dapat dicegah atau ditunda dengan pemberian antihipertensi, eritropoietin,

suplemen besi, agen pengikat fosfat, dan suplemen kalsium.

1. Antasid

Hiperfosfatemia dan hipokalsemia ditangani dengan pemberian aluminum-based

antasid. Obat ini juga mengikat fosfor dari makanan di saluran pencernaan dan

mengatur penggunaan antasid dalam dosis kecil. Kedua kalsium karbonat dan

antasid pengikat fosfor harus diberikan bersamaan dengan makanan sehingga

efektif. Magnesium-based antasid harus dihindari untuk mencegah toksisitas

terhadap kalsium.

2. Agen/obat antihipertensi dan kardiovaskuler

Hipertensi ditangani dengan mengontrol cairan dan obat antihipertensi.

3. Agen/obat antikejang

Abnormalitas neurologis mungkin terjadi, pasien harus diobservasi terhadap sakit

kepala, delirium, dan kejang. Biasanya diberikan diazepam/valium intravena atau

fenitoin/dilantin.

4. Eritropoietin

Pasien anemis (dengan hematokrit < 30%) mengalami keluhan yang tidak spesifik

seperti lemah, kelelahan, dan penurunan toleransi aktivitas, diberikan terapi

epogen untuk meningkatkan hematokrit menjadi 33-38%. Epogen diberikan

secara intravena atau subkutan 3kali/minggu, dan membutuhkan waktu sekitar 2-6

minggu untuk naiknya hematokrit.

Terapi Nutrisi

Perlunya mengatur intake protein, cairan, intake garam, dan pembatasan

potassium/kalium. Intake kalori dan suplemen vitamin harus adekuat. Protein dibatasi

karena urea, asam urea, dan asam organik dihasilkan dari pemecahan produk makanan

dan protein jaringan terakumulasi dalam darah. Protein yang dianjurkan adalah yang

dapat mensupply asam amino esensial untuk pertumbuhan dan perbaikan sel.

Biasanya, cairan yang diperbolehkan adalah 500-600 mL lebih banyak dari jumlah

urin output (dalam 24 jam) pada hari sebelumnya. Suplemen vitamin juga diperlukan

untuk mengganti kehilangan ketika dilakukan dialisis.

Standar diet pada Penyakit Ginjal Kronik Pre Dialisis dengan terapi konservatif

adalah sebagai berikut:

Page 11: LP CKD Klaten

1. Syarat Dalam Menyusun Diet

Energi 35 kkal/kg BB, pada geriatri dimana umur > 60 tahun cukup 30 kkal/kg BB,

dengan ketentuan dan komposisi sebagai berikut:

Karbohidrat sebagai sumber tenaga, 50-60 % dari total kalori

Protein untuk pemeliharaan jaringan tubuh dan mengganti sel-sel yang rusak

sebesar 0,6 g/kg BB. Apabila asupan energi tidak tercapai, protein dapat

diberikan sampai dengan 0,75 g/kg BB. Protein diberikan lebih rendah dari

kebutuhan normal, oleh karena itu diet ini biasa disebut Diet Rendah Protein.

Pada waktu yang lalu, anjuran protein bernilai biologi tinggi/hewani hingga ≥

60 %, akan tetapi pada saat ini anjuran cukup 50 %. Saat ini protein hewani

dapat dapat disubstitusi dengan protein nabati yang berasal dari olahan kedelai

sebagai lauk pauk untuk variasi menu.

Lemak untuk mencukupi kebutuhan energi diperlukan ± 30 % diutamakan

lemak tidak jenuh.

Kebutuhan cairan disesuaikan dengan jumlah pengeluaran urine sehari ditambah

IWL ± 500 ml.

Garam disesuaikan dengan ada tidaknya hipertensi serta penumpukan cairan

dalam tubuh. Pembatasan garam berkisar 2,5-7,6 g/hari setara dengan 1000-

3000 mg Na/hari.

Kalium disesuaikan dengan kondisi ada tidaknya hiperkalemia 40-70 meq/hari

Fosfor yang dianjurkan ≤ 10 mg/kg BB/hari

Kalsium 1400-1600 mg/hari

2. Bahan Makanan yang Dianjurkan

Sumber Karbohidrat: nasi, bihun, mie, makaroni, jagung, roti, kwethiau,

kentang, tepung-tepungan, madu, sirup, permen, dan gula.

Sumber Protein Hewani: telur, susu, daging, ikan, ayam.

Bahan Makanan Pengganti Protein Hewani

Hasil olahan kacang kedele yaitu tempe, tahu, susu kacang kedele, dapat dipakai

sebagai pengganti protein hewani untuk pasien yang menyukai sebagai variasi

menu atau untuk pasien vegetarian asalkan kebutuhan protein tetap

diperhitungkan.

Sumber Lemak: minyak kelapa, minyak jagung, minyak kedele, margarine

rendah garam, mentega.

Sumber Vitamin dan Mineral

Page 12: LP CKD Klaten

Semua sayur dan buah, kecuali jika pasien mengalami hipekalemi perlu

menghindari buah dan sayur tinggi kalium dan perlu pengelolaan khusus yaitu

dengan cara merendam sayur dan buah dalam air hangat selama 2 jam, setelah

itu air rendaman dibuang, sayur/buah dicuci kembali dengan air yang mengalir

dan untuk buah dapat dimasak menjadi stup buah/coktail buah.

3. Bahan Makanan yang Dihindari

Sumber Vitamin dan Mineral

Hindari sayur dan buah tinggi kalium jika pasien mengalami hiperkalemi.

Bahan makanan tinggi kalium diantaranya adalah bayam, gambas, daun

singkong, leci, daun pepaya, kelapa muda, pisang, durian, dan nangka.

Hindari/batasi makanan tinggi natrium jika pasien hipertensi, udema dan asites.

Bahan makanan tinggi natrium diantaranya adalah garam, vetsin, penyedap

rasa/kaldu kering, makanan yang diawetkan, dikalengkan dan diasinkan.

Terapi Lain: dialisis, transplantasi ginjal

H. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN

Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :

a) Konservatif

- Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin

- Observasi balance cairan

- Observasi adanya odema

- Batasi cairan yang masuk

b) Dialysis

- peritoneal dialysis biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency.

Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat

akut adalah CAPD ( Continues Ambulatori Peritonial Dialysis )

- Hemodialisis

Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan

menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah

femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan :

- AV fistule : menggabungkan vena dan arteri

- Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi ke jantung )

c) Operasi

- Pengambilan batu

Page 13: LP CKD Klaten

- transplantasi ginjal

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL

1. Intoleransi aktivitas b.d keletihan/kelemahan, anemia, retensi produk sampah dan

prosedur dialysis.

2. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, pneumonitis,

perikarditis

3. Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluan urin, retensi cairan dan natrium.

4.

5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan yang

inadekuat (mual, muntah, anoreksia dll).

6. Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya b.d kurangnya informasi

kesehatan.

7. Risiko infeksi b.d penurunan daya tahan tubuh primer, tindakan invasive

8. PK: Insuf Renal

9. PK : Anemia

10. Sindrom defisit self care b.d kelemahan, penyakitnya

J. INTERVENSI

No Diagnosa Tujuan Intervensi

1 Intoleransi Setelah dilakukan askep ... NIC: Toleransi aktivitas

Page 14: LP CKD Klaten

aktivitas B.d

ketidakseimb

angan suplai

& kebutuhan

O2

jam Klien dapat menoleransi

aktivitas & melakukan ADL

dgn baik

Kriteria Hasil:

Berpartisipasi dalam

aktivitas fisik dgn TD, HR,

RR yang sesuai

Warna kulit normal,

hangat&kering

Memverbalisasikan

pentingnya aktivitas secara

bertahap

Mengekspresikan

pengertian pentingnya

keseimbangan latihan &

istirahat

↑toleransi aktivitas

Tentukan penyebab intoleransi

aktivitas & tentukan apakah

penyebab dari fisik, psikis/motivasi

Kaji kesesuaian aktivitas&istirahat

klien sehari-hari

↑ aktivitas secara bertahap, biarkan

klien berpartisipasi dapat perubahan

posisi, berpindah&perawatan diri

Pastikan klien mengubah posisi

secara bertahap. Monitor gejala

intoleransi aktivitas

Ketika membantu klien berdiri,

observasi gejala intoleransi spt mual,

pucat, pusing, gangguan

kesadaran&tanda vital

Lakukan latihan ROM jika klien

tidak dapat menoleransi aktivitas

2 Pola nafas

tidak efektif

b.d

hiperventilasi

, penurunan

energi,

kelemahan

Setelah dilakukan askep .....

jam pola nafas klien

menunjukkan ventilasi yg

adekuat dg kriteria :

Tidak ada dispnea

Kedalaman nafas normal

Tidak ada retraksi dada /

penggunaan otot bantuan

pernafasan

Monitor Pernafasan:

Monitor irama, kedalaman dan

frekuensi pernafasan.

Perhatikan pergerakan dada.

Auskultasi bunyi nafas

Monitor peningkatan ketdkmampuan

istirahat, kecemasan dan seseg nafas.

Pengelolaan Jalan Nafas

Atur posisi tidur klien untuk

maximalkan ventilasi

Lakukan fisioterapi dada jika perlu

Monitor status pernafasan dan

oksigenasi sesuai kebutuhan

Auskultasi bunyi nafas

Bersihhkan skret jika ada dengan

Page 15: LP CKD Klaten

batuk efektif / suction jika perlu.

3 Kelebihan

volume

cairan b.d.

mekanisme

pengaturan

melemah

Setelah dilakukan askep .....

jam pasien mengalami

keseimbangan cairan dan

elektrolit.

Kriteria hasil:

Bebas dari edema anasarka,

efusi

Suara paru bersih

Tanda vital dalam batas

normal

Fluit manajemen:

Monitor status hidrasi (kelembaban

membran mukosa, nadi adekuat)

Monitor tnada vital

Monitor adanya indikasi

overload/retraksi

Kaji daerah edema jika ada

Fluid monitoring:

Monitor intake/output cairan

Monitor serum albumin dan protein

total

Monitor RR, HR

Monitor turgor kulit dan adanya

kehausan

Monitor warna, kualitas dan BJ urine

4 Ketidakseimb

angan nutrisi

kurang dari

kebutuhan

tubuh

Setelah dilakukan askep …..

jam klien menunjukan status

nutrisi adekuat dibuktikan

dengan BB stabil tidak terjadi

mal nutrisi, tingkat energi

adekuat, masukan nutrisi

adekuat

Manajemen Nutrisi

kaji pola makan klien

Kaji adanya alergi makanan.

Kaji makanan yang disukai oleh

klien.

Kolaborasi dg ahli gizi untuk

penyediaan nutrisi terpilih sesuai

dengan kebutuhan klien.

Anjurkan klien untuk meningkatkan

asupan nutrisinya.

Yakinkan diet yang dikonsumsi

mengandung cukup serat untuk

mencegah konstipasi.

Berikan informasi tentang kebutuhan

nutrisi dan pentingnya bagi tubuh

klien

Page 16: LP CKD Klaten

Monitor Nutrisi

Monitor BB setiap hari jika

memungkinkan.

Monitor respon klien terhadap situasi

yang mengharuskan klien makan.

Monitor lingkungan selama makan.

jadwalkan pengobatan dan tindakan

tidak bersamaan dengan waktu klien

makan.

Monitor adanya mual muntah.

Monitor adanya gangguan dalam

proses mastikasi/input makanan

misalnya perdarahan, bengkak dsb.

Monitor intake nutrisi dan kalori.

5 Kurang

pengetahuan

tentang

penyakit dan

pengobatann

ya b.d.

kurangnya

sumber

informasi

Setelah dilakukan askep …

jam Pengetahuan klien /

keluarga meningkat dg KH:

Pasien mampu:

Menjelaskan kembali

penjelasan yang diberikan

Mengenal kebutuhan

perawatan dan pengobatan

tanpa cemas

Klien / keluarga kooperatif

saat dilakukan tindakan

Pendidikan : proses penyakit

Kaji pengetahuan klien tentang

penyakitnya

Jelaskan tentang proses penyakit

(tanda dan gejala), identifikasi

kemungkinan penyebab.

Jelaskan kondisi klien

Jelaskan tentang program pengobatan

dan alternatif pengobantan

Diskusikan perubahan gaya hidup

yang mungkin digunakan untuk

mencegah komplikasi

Diskusikan tentang terapi dan

pilihannya

Eksplorasi kemungkinan sumber

yang bisa digunakan/ mendukung

instruksikan kapan harus ke

pelayanan

Page 17: LP CKD Klaten

Tanyakan kembali pengetahuan klien

tentang penyakit, prosedur perawatan

dan pengobatan

6 Resiko

infeksi b/d

tindakan

invasive,

penurunan

daya tahan

tubuh primer

Setelah dilakukan askep ...

jam risiko infeksi terkontrol

dg KH:

Bebas dari tanda-tanda

infeksi

Angka leukosit normal

Ps mengatakan tahu tentang

tanda-tanda dan gejala

infeksi

Kontrol infeksi

Ajarkan tehnik mencuci tangan

Ajarkan tanda-tanda infeksi

laporkan dokter segera bila ada tanda

infeksi

Batasi pengunjung

Cuci tangan sebelum dan sesudah

merawat ps

Tingkatkan masukan gizi yang cukup

Anjurkan istirahat cukup

Pastikan penanganan aseptic daerah

IV

Berikan PEN-KES tentang risk

infeksi

proteksi infeksi:

monitor tanda dan gejala infeksi

Pantau hasil laboratorium

Amati faktor-faktor yang bisa

meningkatkan infeksi

monitor VS

7 PK: Insuf

Renal

Setelah dilakukan askep ...

jam Perawat akan menangani

atau mengurangi komplikasi

dari insuf renal

Pantau tanda dan gejala insuf renal

( peningkatan TD, urine <30 cc/jam,

peningkatan BJ urine, peningkatan

natrium urine, BUN Creat, kalium,

pospat dan amonia, edema).

Timbang BB jika memungkinkan

Catat balance cairan

Sesuaikan pemasukan cairan setiap

hari = cairan yang keluar + 300 – 500

ml/hr

Page 18: LP CKD Klaten

Berikan dorongan untuk pembatasan

masukan cairan yang ketat : 800-

1000 cc/24 jam. Atau haluaran urin /

24 jam + 500cc

Kolaborasi dengan ahli gizi dalam

pemberian diet, rendah natrium (2-

4g/hr)

pantau tanda dan gejala asidosis

metabolik ( pernafasan dangkal

cepat, sakit kepala, mual muntah, Ph

rendah, letargi)

Kolaborasi dengan timkes lain dalam

therapinya

Pantau perdarahan, anemia,

hipoalbuminemia

Kolaborasi untuk hemodialisis

8 PK: Anemia Setelah dilakukan askep ....

jam perawat akan dapat

meminimalkan terjadinya

komplikasi anemia :

Hb >/= 10 gr/dl.

Konjungtiva tdk anemis

Kulit tidak pucat

Akral hangat

Monitor tanda-tanda anemia

Anjurkan untuk meningkatkan

asupan nutrisi klien yg bergizi

Kolaborasi untuk pemeberian terapi

initravena dan tranfusi darah

Kolaborasi kontrol Hb, HMT, Retic,

status Fe

Observasi keadaan umum klien

9 Sindrom

defisit self

care b/d

kelemahan

Setelah dilakukan askep ….

jam klien mampu Perawatan

diri

Self care :Activity Daly

Living (ADL) dengan kriteria

:

Pasien dapat melakukan

aktivitas sehari-hari (makan,

berpakaian, kebersihan,

Bantuan perawatan diri

Monitor kemampuan pasien terhadap

perawatan diri

Monitor kebutuhan akan personal

hygiene, berpakaian, toileting dan

makan

Beri bantuan sampai klien

mempunyai kemapuan untuk

merawat diri

Page 19: LP CKD Klaten

toileting, ambulasi)

Kebersihan diri pasien

terpenuhi

Bantu klien dalam memenuhi

kebutuhannya.

Anjurkan klien untuk melakukan

aktivitas sehari-hari sesuai

kemampuannya

Pertahankan aktivitas perawatan diri

secara rutin

Evaluasi kemampuan klien dalam

memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Berikan reinforcement atas usaha

yang dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC

Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk

Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC

Johnson, Marion . (2000) . Nursing Outcomes Classification / NOC . Missouri : Mosby Inc.

Kresnawan, Markun. Diet Rendah Protein dan penggunaan Protein Nabati Pada Penyakit

Ginjal Kronik. FKUI-RSCM : Jakarta. Available at:

www.gizi.net/makalah/.../diet_rendah_prot-nabati.pdf

Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Jilid

3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan

Page 20: LP CKD Klaten

Mc. Closkey, Joane C . (1996) . Nursing Interventions Classification / NIC . Missouri :

Mosby Inc.

NANDA International. (2010) . Diagnosis Keperawatan : definisi dan klasifikasi 2009-2011.

Jakarta : EGC .

Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-proses

Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah

Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC

Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.: Balai

Penerbit FKUI

Page 21: LP CKD Klaten
Page 22: LP CKD Klaten