chronic kidney disease in (translated)

18
PENYAKIT GINJAL KRONIS PADA ANAK Tujuan Setelah menyelesaikan artikel ini, pembaca harus dapat: 1. Mendefinisikan penyakit ginjal kronis (CKD). 2. Penjadwalan imunisasi pasien untuk transplantasi ginjal. 3. Menilai dan mengelola pertumbuhan dan perkembangan pada pasien yang memiliki CKD. 4. Mendiskusikan risiko dan manfaat dari transplantasi ginjal, termasuk keuntungan dan kerugian dari donor terhadap transplantasi donor almarhum hidup. Pendahuluan Sebelum 2002, istilah insufisiensi ginjal kronis digunakan untuk mengkarakterisasikan pasien dengan penurunan progresif fungsi ginjal, didefinisikan sebagai laju filtrasi glomerulus (GFR) kurang dari 75 mL / menit per 1,73 m2 luas permukaan tubuh. Penyakit ginjal kronis (CKD) adalah istilah baru yang ditetapkan oleh National Kidney Foundation Kidney Disease and Outcome Quality Initiative (KDOQI) Group untuk mengklasifikasikan setiap pasien yang memiliki kerusakan ginjal yang berlangsung selama minimal 3 bulan dengan atau tanpa penurunan GFR atau setiap pasien yang memiliki GFR kurang dari 60 mL / menit per 1,73 m2 yang berlangsung selama 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal. KDOQI Group juga mengklasifikasikan CKD menjadi lima tahapan, yakni: ● Tahap 1: Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat (>90 mL / menit per 1,73 m2) ● Tahap 2: Penurunan ringan GFR/Mild reduction in the GFR (60-89 mL / menit per 1,73 m2)

Upload: aduyahud

Post on 12-Jan-2016

217 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

cc

TRANSCRIPT

Page 1: Chronic Kidney Disease in (Translated)

PENYAKIT GINJAL KRONIS PADA ANAK

Tujuan

Setelah menyelesaikan artikel ini, pembaca harus dapat:

1. Mendefinisikan penyakit ginjal kronis (CKD).

2. Penjadwalan imunisasi pasien untuk transplantasi ginjal.

3. Menilai dan mengelola pertumbuhan dan perkembangan pada pasien yang memiliki CKD.

4. Mendiskusikan risiko dan manfaat dari transplantasi ginjal, termasuk keuntungan dan kerugian dari

donor terhadap transplantasi donor almarhum hidup.

Pendahuluan

Sebelum 2002, istilah insufisiensi ginjal kronis digunakan untuk mengkarakterisasikan pasien dengan

penurunan progresif fungsi ginjal, didefinisikan sebagai laju filtrasi glomerulus (GFR) kurang dari 75 mL /

menit per 1,73 m2 luas permukaan tubuh. Penyakit ginjal kronis (CKD) adalah istilah baru yang

ditetapkan oleh National Kidney Foundation Kidney Disease and Outcome Quality Initiative (KDOQI)

Group untuk mengklasifikasikan setiap pasien yang memiliki kerusakan ginjal yang berlangsung selama

minimal 3 bulan dengan atau tanpa penurunan GFR atau setiap pasien yang memiliki GFR kurang dari 60

mL / menit per 1,73 m2 yang berlangsung selama 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal. KDOQI

Group juga mengklasifikasikan CKD menjadi lima tahapan, yakni:

● Tahap 1: Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat (>90 mL / menit per 1,73 m2)

● Tahap 2: Penurunan ringan GFR/Mild reduction in the GFR (60-89 mL / menit per 1,73 m2)

● Tahap 3: Penurunan sedang GFR/Moderate reduction in the GFR (30-59 mL / menit per 1,73 m2)

● Tahap 4: Penurunan berat GFR/Severe reduction in the GFR (15-29 mL / menit per 1,73 m2)

● Tahap 5: Gagal ginjal/Kidney failure (GFR <15 mL / menit per 1,73 m2 atau dialisis)

Nilai GFR untuk staging CKD digunakan untuk anak-anak yang berusia lebih dari 2 tahun karena nilai GFR

untuk anak-anak yang lebih muda dari 2 tahun lebih rendah karena pematangan ginjal yang masih

berlangsung. Anak-anak yang memiliki CKD akan datang kepada dokter dengan kombinasi dari masalah-

masalah yang melibatkan pertumbuhan, gizi, gangguan elektrolit, osteodistrofi ginjal, anemia, imunisasi,

hipertensi, dan transplantasi ginjal.

Penyebab

CKD memiliki prevalensi 1,5-3,0 per 1.000.000 anak-anak yang lebih muda dari usia 16 tahun. Penyebab

paling umum dari CKD pada anak-anak adalah kelainan urologi (~30% sampai 33%) dan glomerulopati

Page 2: Chronic Kidney Disease in (Translated)

(~25% menjadi 27%). Kedua kelainan bertanggung jawab atas lebih dari 50% dari penyebab yang

dilaporkan pada stadium akhir penyakit ginjal pada anak-anak. Penyebab utama lainnya adalah

nephropati kongenital (~16%) dan hipoplasia dan displasia ginjal (~11%). Data dari North American

Pediatric Renal Trial and Collaborative Studies 2006 memberikan informasi yang serupa (Tabel 1).

Terdapat banyak kesamaan histologis antara berbagai penyebab CKD, dan mekanisme umum yang

mungkin menjadi penyebab kesamaan tersebut diantaranya termasuk kerusakan sel yang spesifik, peran

faktor pertumbuhan, dan dampak dari faktor metabolik. Pada akhirnya, mekanisme ini dapat

menyebabkan beberapa derajat penyembuhan atau sclerosis tambahan (jaringan parut).

Masalah pertumbuhan

Retardasi pertumbuhan adalah salah satu komplikasi utama dari seorang anak yang memiliki CKD.

Tingkat kegagalan pertumbuhan telah berkorelasi dengan usia saayt onset terjadinya CKD. Penyebab

kegagalan pertumbuhan diyakini bersifat multifaktorial, termasuk hormon pertumbuhan (GH) dan

insulin-like growth factor (IGF-I), status gizi, keseimbangan asam-basa, dan mineralisasi tulang. retardasi

pertumbuhan

Umur saat onset CKD berhubungan dengan derajat retardasi pertumbuhan karena

anak-anak dengan fungsi ginjal normal mencapai sepertiga dari tinggi badan saat dewasa akhir selama 2

tahun pertama setelah kelahiran. Data mendukung adanya perawatan saat ini untuk mencapai

percepatan pertumbuhan pada bayi dan anak-anak yang memiliki CKD, namun sebagian besar anak-

anak tidak mencapai potensi tinggi badan maksimal sesuai keadaan genetic mereka meskipun sudah

diberikan penatalaksanaan yang optimal.

GH dilepaskan dari hipofisis anterior dan diatur oleh faktor GH-releasing dan somatostatin. Mekanisme

umpan balik negatif melibatkan konsentrasi sirkulasi GH dan IGF-I. Sebagian besar IGF-I berikatan pada

IGF-binding protein, tetapi telah ditunjukkan bahwa IGF-I bebas memediasi banyak fungsi GH, termasuk

stimulus untuk pertumbuhan linear tulang serta beberapa efek hemodinamik ginjal. GH juga memiliki

efek langsung, tidak hanya pada tulang, tetapi pada jaringan tubuh lainnya. Ketika fungsi ginjal

berkurang, GH akan meningkat karena clearance/penyaringan oleh ginjal menurun, meskipun denyutan

hormone keluar dengan normal, yang terjadi secara terus menerus meskipun konsentrasi GH meningkat.

Resistensi terhadap GH dan IGF-I juga diyakini menyebabkan penurunan pertumbuhan (growth

reduction). Resistensi GH paling mungkin terjadi karena disebabkan beberapa penyebab. Dalam

Page 3: Chronic Kidney Disease in (Translated)

beberapa penelitian, konsentrasi GH serum meningkat pada pasien yang memiliki CKD, namun

konsentrasi reseptor GH akan berkurang. Penyebab lainnya mungkin juga disebabkan oleh upregulasi

dari inhibitor intraseluler, yang disebut suppressors of cytokine signaling (SOCS). Protein SOCS dapat

mengubah fosforilasi reseptor GH dan dapat menyebabkan resistensi GH.

Demikian pula, resistensi IGF-1 dapat terjadi karena beberapa penyebab. Total konsentrasi IGF

immunoreaktif pada mereka yang memiliki CKD adalah normal, namun IGF bioaktif mereka berkurang

mencapai sekitar 50%. IGF-binding protein, yang sampai saat ini sudah diidentifikasi sebanyak enam,

akan meningkat pada gagal ginjal dan kemungkinan besar akan menghambat aksi IGF-1 dengan

berikatan dengan IGF-1, sehingga mencegah IGF-1 berikatan dengan reseptornya. Selain itu, defek pada

beberapa postreseptor IGF-1 signaling pada gagal ginjal dapat menambah resistensi IGF-1.

Hormon lain yang berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan masa pubertas telah ditemukan

berkurang pada anak-anak yang memiliki CKD, termasuk hormon luteinizing, plasma testosteron, dan

free testosteron. Hormon ini memainkan peran penting dalam hal perkembangan pubertas dan

pertumbuhan cepat saat pubertas anak.

Pengobatan untuk gagal tumbuh (growth failure) awalnya terdiri dari perbaikan kekurangan nutrisi dan

meningkatkan keseimbangan asam-basa pada anak-anak dengan CKD. Setelah pengobatan awal ini

selesai, anak-anak tersebut kemudian mulai diberikan terapi GH, jika retardasi pertumbuhan terus

berlanjut. Penggunaan GH telah menunjukkan adanya pertumbuhan catch-up, dan banyak pasien yang

memiliki CKD mencapai tinggi badan akhir yang dianggap normal untuk rentang usia mereka.

Kebanyakan pasien yang memiliki CKD akan tumbuh bila diberikan dosis awal yang direkomendasikan

yaitu 0,05 mg / kg per hari, yang diberikan secara subkutan setiap hari. Investigasi lebih lanjut

diperlukan untuk mengetahui apakah pada pasien dengan kelompok usia pubertas membutuhkan

tambahan GH atau tidak.

Nutrisi

Anak-anak dengan CKD memiliki defisiensi nutrisi dan protein karena beberapa alasan, termasuk

anoreksia, mual dan muntah dari uremia, dan abnormalitas indera perasa. Pada anak-anak khusunya

usia muda memerlukan asupan kalori yang cukup untuk pertumbuhan. Asupan protein harus

dioptimalkan untuk memungkinkan pemeliharaan keseimbangan nitrogen dan menjaga massa tubuh.

Beberapa pasien memerlukan tambahan tabung makanan nasogastrik atau gastrotomy jika mereka tidak

Page 4: Chronic Kidney Disease in (Translated)

dapat mempertahankan tinggi badan optimal dan berat badan dengan makan melalui oral. Namun, jika

asupan protein berlebihan, dapat terjadi hyperfiltration, yang akan menyebabkan peningkatan

kerusakan parenkim ginjal. Studi micropuncture menunjukkan adanya peningkatan GFR (hiperfiltrasi)

setelah asupan asam amino karena penurunan resistensi arteriol aferen.

Prostaglandin, yang diketahui dapat mengubah tonus pembuluh darah dan meningkatkan GFR, baru-

baru ini diketahui berhubungan dalam perkembangan hiperfiltrasi karena nilai prostaglandin yang

tercatat meningkat, akibat respon terhadap asam amino yang meningkat. Pembatasan protein diyakini

memperlambat perkembangan penyakit ginjal, tetapi efek ini belum diverifikasi pada anak-anak.

Mengurangi asupan protein menjadi 0,8-1,1 g / kg per hari belum terbukti berpengaruh negative

terhadap pertumbuhan linear.

Karena banyak vitamin yang hilang selama dialisis, pasien anak yang menjalani terapi ini harus

melengkapi diet mereka dengan vitamin, terutama asam folat, mineral, dan B kompleks.

Formula khusus yang memiliki kandungan energi yang tinggi dan kandungan elektrolit lebih rendah telah

dikembangkan untuk bayi dan anak-anak yang memiliki CKD. Formula Ini merupakan formula yang wajar

untuk diterapkan pada anak-anak yang lebih tua yang pernah melakukan dialysis, yang mungkin tujuan

gizinya tidak akan terpenuhi atau bagi mereka yang mengalami kesulitan penambahan berat badan atau

pertumbuhan yang sulit.

Gangguan elektrolit

Asidosis metabolik berkembang pada pasien yang memiliki CKD karena penurunan yang abnormal dari

reabsorpsi bikarbonat pada bikarbonat yang sudah disaring, pengurangan sintesis amonia pada ginjal,

penurunan acidified cairan tubular, dan penurunan ekskresi asam titratable. Penurunan GFR di bawah

50% dari normal disertai dengan penurunan reabsorpsi bikarbonat. Penurunan reabsorpsi bikarbonat

menyebabkan asidosis sistemik, yang menyebabkan degradasi protein dan efluks kalsium dari tulang.

Faktor-faktor tersebut berperan dalam buruknya pertumbuhan linear yang teramati pada anak-anak

yang memiliki CKD.

Page 5: Chronic Kidney Disease in (Translated)

Terapi harus mentargetkan pertahanan konsentrasi bikarbonat serum sebesar 20 hingga 22 mEq / L (20-

22 mmol / L). Penggantian bikarbonat terdiri dari pemberian natrium bikarbonat atau suplemen

pengikat fosfat. Kebanyakan pengikat yang tersedia (available binders) memiliki komponen basa seperti

kalsium karbonat.

Hiperkalemia adalah komplikasi dari CKD. Pada ginjal yang sehat, reabsorpsi kalium terjadi pada tubulus

proksimal dan lengkung Henle, dan sekresinya hingga 90% dari asupan harian kalium terjadi di tubulus

distal. Saat penyakit renal berkembang, tubulus distal dari nefron yang tersisa akan terus mengeluarkan

kalium. Peningkatan aldosteron juga meningkatkan sekresi kalium dengan merangsang pertukaran

natrium-kalium di ginjal dan usus besar. Namun, hiperkalemia berkembang dari peningkatan diet kalium

yang menguasai mekanisme kompensasi atau penggunaan obat yang mengubah sekresi kalium

(spironolakton, amilorid, atau angiotensin converting enzyme inhibitor). Tabel 2 mennjukan daftar

pendekatan-pendekatan pengobatan hiperkalemia.

Hipokalemia juga dapat terjadi pada anak-anak yang memiliki CKD tetapi cenderung berkembang pada

pasien yang memiliki cacat tubular seperti yang terlihat pada sindroma Fanconi.

Osteodistrofi ginjal

Keseimbangan kalsium, fosfor, dan magnesium dipertahankan oleh ginjal ketika seseorang memiliki

fungsi ginjal normal. Dalam CKD akan terjadi hipokalsemia dan hiperfosfatemia. Ginjal yang normal

Page 6: Chronic Kidney Disease in (Translated)

mengkonversi 25- dihidroksivitamin D3 menjadi 1,25-dihydroxyvitamin D3 ketika distimulasi oleh

hipokalsemia, rilis hormon paratiroid (PTH), dan penurunan asupan diet fosfat. PTH didegradasi dan

dieliminasi oleh ginjal.

Pada penyakit ginjal, produksi 1,25-dihidroksivitamin D3 menurun, penyerapan kalsium oleh usus

menurun, dan hipokalsemia berkembang. Rangkaian ini, akan menyebabkan peningkatan pembentukan

PTH. Namun, PTH memiliki pengaruh yang kecil, karena rendahnya vitamin D dan konsentrasi fosfat

serum yang tinggi (fosfor tidak dapat disekresikan oleh ginjal yang sakit) serta regulasi down dari

reseptor PTH. Sehingg dapat menyebabkan terjadinya mineralisasi tulang yang abnormal dengan efek

patah tulang dan osteitis fibrosa (Gambar).

Pertumbuhan linear juga dapat terganggu oleh hiperparatiroidisme sekunder, dengan kemungkinan

osteodistrofi ginjal akan menyebabkan perubahan pada arsitektur lempeng tulang rawan pertumbuhan

normal karena mineralisasi tulang yang abnormal dan fibrosis tulang endochondral.

Pada anak-anak yang memiliki CKD, patologi tulang harus diperlakukan secara agresif. Bentuk suplemen

vitamin D yang tersedia terdiri atas dihydrotachysterol (DHT), 25-hydroxyvitamin D3 (calcifediol), 1-

alpha-hydroxyvitamin D3, dan 1,25-dihydroxyvitamin D3 (kalsitriol) (Tabel 3). Paricalcitol, bentuk

intravena yang lebih baru dari vitamin D, diberikan kepada anak-anak yang memiliki CKD dan yang

menerima hemodialisis. Ketika memilih vitamin D, usia pasien, kemampuan untuk menelan pil, dan

status hemodialisis atau dialisis peritoneal pasien adalah hal-hal penting yang perlu untuk

dipertimbangkan. DHT dapat diformulasikan menjadi solution (sirup) sehingga mudah bagi bayi untuk

diminum secara oral, sama seperti calcitriol, yang juga dapat diberikan kepada bayi. Bentuk intravena

vitamin D seperti paricalcitol dan doxercalciferol (doxercalciferol juga memiliki formulasi oral) biasanya

diberikan kepada pasien yang menjalani hemodialisis untuk memastikan kepatuhan dan mengurangi

jumlah obat oral yang perlu diberikan.

Pengobatan vitamin D biasanya dimulai setelah anak berada pada stage 3 CKD. Dosis dititrasi sesuai

dengan perhitungan konsentrasi serum fosfor untuk kembali ke nilai normal berdasarkan usia; dan nilai

PTH untuk kembali ke batas atas normal berdasarkan usia.

Page 7: Chronic Kidney Disease in (Translated)

Hyperphosphatemia diobati dengan pemberian pengikat fosfat (fosfat binder) dengan makanan untuk

memfasilitasi pengikatan fosfor dalam saluran pencernaan, sehingga meningkatkan eliminasi fosfat.

Pengikat yang umum digunakan adalah agen yang mengandung kalsium seperti kalsium karbonat dan

kalsium asetat dan pengikat yang bersifat noncalcium lainnya. Pengikat fosfat yang mengandung

aluminium harus dihindari pada anak-anak karena risiko toksisitas aluminium, yang dapat terjadi pada

gagal ginjal. Anak-anak yang memiliki CKD juga harus mengikuti diet rendah fosfat.

Anemia

Anemia pada CKD disebabkan oleh insufisiensi produksi erythropoietin oleh ginjal yang sakit atau

kekurangan zat besi. Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume sel darah merah atau konsentrasi

hemoglobin di bawah kisaran normal pada orang sehat. Data morbiditas, mortalitas, dan kualitas

kehidupan dari pedoman KDOQI menunjukkan bahwa dengan mempertahankan hematokrit pada

kisaran 33% sampai 36% (0,33-0,36) dan hemoglobin pada 11,0-12,0 g / dL (110,0-120,0 g / L) penting

dilakukan pada anak-anak yang memiliki CKD.

Page 8: Chronic Kidney Disease in (Translated)

Sebelum perkembangan dari rekombinan erythropoietin manusia, pasien yang memiliki CKD harus

menjalani transfusi untuk meningkatkan nilai-nilai hematokrit mereka. Transfusi tidak hanya

mengekspos pasien tergadap berbagai agen infeksi tetapi juga mengekspos dan mensensitisasi mereka

terhadap antigen limfosit manusia, yang akan menyebabkan peningkatan risiko penolakan mereka

(rejection) ketika mereka harus menjalani transplantasi ginjal. Seiring dengan perbaikan anemia, anak-

anak akan menunjukkan peningkatan perkembangan kognitif, fungsi jantung, dan toleransi fisik, serta

angka kematian yang menurun.

Sebagaimana dinyatakan sebelumnya, anemia dapat disebabkan oleh insufisiensi produksi

erythropoietin oleh ginjal yang sakit atau kekurangan zat besi. Karena penurun nafsu makan, anak-anak

yang memiliki CKD tidak dapat meningkatkan zat besi mereka dengan memadai melalui diet oral. Terapi

besi oral harus diberikan dengan dosis 2 sampai 3 mg / kg per hari dari besi elemental yang terbagi

dalam dua atau tiga dosis. Besi harus dikonsumsi pada waktu perut kosong dan tidak bersamaan dengan

pengikat fosfat karena besi akan mengikat pengikat fosfat.

Besi parenteral dapat diberikan kepada orang-orang yang terus kehilangan darah atau yang tidak dapat

mentolerir besi oral. Besi parenteral dapat diberikan dengan mudah untuk pasien yang menjalani

hemodialisis karena mereka sudah memiliki akses vaskular. Besi intravena juga dapat diberikan pada

pasien dialisis peritoneal, yang resisten terhadap zat besi oral atau non-compliant dalam mengkonsumsi

besi oral.

Erythropoietin dapat diberikan secara subkutan pada anak-anak yang memiliki CKD, termasuk mereka

yang menjalani dialisis peritoneal, atau intravena bagi mereka yang menjalani hemodialisis.

Erythropoietin dapat diberikan satu, dua, atau tiga kali per minggu. Dosis awal berkisar antara 30 dan

300 unit / kg per minggu, dengan dosis pemeliharaan biasanya antara 60 dan 600 unit / kg per minggu.

Dosis pemeliharaan ditentukan dan disesuaikan berdasarkan nilai-nilai hemoglobin bulanan. Sebuah

bentuk baru dari erythropoietin, darbepoetin alfa, yang memiliki half-life (waktu luruh) yang lebih

Page 9: Chronic Kidney Disease in (Translated)

panjang dan hanya membutuhkan dosis sekali setiap 2 minggu sampai satu kali setiap bulan, saat ini

sedang diselidiki penggunaannya pada anak-anak.

Hipertensi

Hipertensi didiagnosis pada anak-anak yang memiliki CKD dengan ditemukannya tekanan darah tinggi

pada tiga atau lebih kunjungan yang terpisah, dengan minimal jarak 1 minggu. Diagnosis ini didasarkan

pada persentil usia, jenis kelamin, dan tinggi anak. Kelas hipertensi adalah sebagai berikut, berdasarkan

tabel atau grafik dari nilai normal: (1)

1. Prehipertensi: Rata-rata tekanan sistolik atau diastolik berada pada persentil ke-90 atau lebih

besar tetapi pada atau kurang dari persentil ke-95 untuk usia, jenis kelamin, dan tinggi

2. Tahap I hipertensi: rata-rata sistolik atau tekanan diastolik adalah pada atau lebih besar dari

persentil ke-95 untuk usia, jenis kelamin, dan tinggi

3. Tahap II hipertensi: rata-rata sistolik atau tekanan diastolik lebih dari 5mmHg lebih tinggi dari

persentil ke-95

4. hipertensi Urgensi dan emergensi: rata sistolik atau tekanan diastolik lebih dari 5 mm Hg lebih

tinggi dari persentil ke-95 dan ditemukannya gejala klinis seperti sakit kepala, muntah, kejang,

atau ensefalopati

Selain untuk menentukan penyebab hipertensi, dokter harus memonitor pasien setidaknya setiap tahun

dengan ekocardiografi untuk menilai fungsi dan status ventrikel kiri. Obat kemudian disesuaikan untuk

meningkatkan fungsi jantung. Anak-anak yang termasuk dalam kategori hipertensi urgensi dan

emergensi memerlukan obat intravena atau obat oral yang bersifat rapid-acting (nifedipine atau

minoxidil) untuk mengurangi tekanan darah. (Lihat Feld dan Corey (1)) untuk informasi tentang pilihan

obat antihipertensi.)

Imunisasi

Anak-anak yang memiliki CKD harus tetap dalam keadaan sestabil mungkin untuk mempersiapkan

dilakukan transplantasi ginjal pada mereka. Imunisasi penting dilakukan untuk mengurangi risiko

morbiditas dan mortalitas karena infeksi yang dapat dicegah dengan vaksin. Meskipun vaksinasi lengkap

harus dilakukan sebelum transplantasi ginjal, berbagai pusat transplantasi melaporkan bahwa 20%

sampai 30% dari anak-anak tidak menyelesaikan seri imunisasi mereka sebelum transplantasi. Karena

vaksin hidup tidak dianjurkan setelah transplantasi, karena anak-anak yang telah menerima

Page 10: Chronic Kidney Disease in (Translated)

transplantasi ginjal dan belum menyelesaikan serangkaian vaksin hidup mereka sebelum transplantasi

berada pada peningkatan risiko untuk terkena varicella, campak, gondok, dan rubella.

Sayangnya, imunogenisitas vaksin pada anak-anak yang memiliki CKD dapat berubah karena kondisi

yang mendasari mereka yang dapat mengganggu fungsi kekebalan tubuh. Dialisis (peritoneal dan

hemodialisis), nephrosis, dan uremia berpengaruh buruk terhadap sistem kekebalan tubuhnya. Antibodi

hepatitis B dapat dihilangkan dengan dialisis, sehingga anak-anak yang menjalani dialisis memerlukan

pengukuran titer antibodi hepatitis B yang sering.

Waktu tunggu untuk transplantasi ginjal dapat berpengaruh buruk terhadap jadwal vaksinasi. Sebelum

diberikan donor meninggal, anak-anak mungkin perlu mempercepat jadwal imunisasi untuk

memberikan kekebalan sebelum transplantasi. Sebagai contoh, seorang anak mungkin menerima vaksin

campak-gondong-rubela-varicella inisial pada usia 9 bulan, sebelum transplantasi dijadwalkan dalam 2

sampai 3 bulan.

Semua anak-anak yang memiliki CKD harus menerima semua imunisasi rutin, termasuk difteri, tetanus,

polio, Haemophilus influenzae tipe b, dan measles-mumps-rubella. Mereka juga harus menerima vaksin

influenza setiap tahun, dan jika vaksin pneumokokus 7-antigen belum diberikan sebelum 2 tahun, vaksin

tersebut harus diberikan kepada anak-anak 2 tahun atau lebih tua padaa mereka yang memiliki CKD.

Responsivitas terhadap imunisasi bervariasi pada masing-masing anak. Kadang-kadang, vaksin penguat

(booster) diperlukan, dan pengukuran titer antibodi harus dilakukan secara rutin. Vaksin meningokokus

direkomendasikan untuk remaja yang memiliki CKD.

Sebagaimana dinyatakan sebelumnya, respon imun terhadap vaksin hepatitis B sering memerlukan

evaluasi, dan anak-anak harus menerima seri booster jika titer antibodi ditemukan menjadi negatif.

Imunisasi hepatitis B merupakan tantangan pada anak-anak yang memiliki CKD karena individu mungkin

saja tidak mengikuti jadwal vaksinasi, mungkin memiliki antibodi yang hilang karena dialisis, atau

mungkin karena konsumsi obat yang mengganggu respon antibodi.

Hanya sedikit kontraindikasi yang ditemukan untuk vaksinasi. Jadwal imunisasi dapat ditunda jika pasien

sakit akut dan parah, tetapi vaksinasi harus dilanjutkan setelah kondisi pasien membaik. Vaksin hidup

tidak boleh diberikan jika pasien baru diberikan immune globulin intravenous atau produk yang

mengandung antibodi lainnya untuk membantu meningkatkan penurunan kekebalan tubuh pasien.

Page 11: Chronic Kidney Disease in (Translated)

Keberhasilan penyelesaian seri imunisasi pretransplantation pada anak-anak yang memiliki CKD

membutuhkan komunikasi yang intensif antara nephrologist pediatrik, tim transplantasi anak, dan

dokter anak primer.

Transplantasi ginjal

Ketika gangguan ginjal anak tersebut berkembang menjadi stadium akhir penyakit ginjal/end-stage renal

disease, pengobatan utamanya adalah transplantasi ginjal. Donor ginjal bisa datang dari hidup yang

memiliki hubungan, hidup yang tidak memiliki hubungan, atau donor meninggal. Anak-anak diberikan

prioritas untuk diberikan ginjal donor meninggal ketika ditempatkan pada daftar tunggu United Network

for Organ Sharing (UNOS). UNOS, awalnya didirikan pada tahun 1968 sebagai organisasi profesional,

membangun Pusat ginjal pada tahun 1977 yang mengembangkan pencocokan organ berbasis komputer

untuk memfasilitasi transplantasi.Saat ini, pusat organ UNOS buka 365 hari per tahun, 24 jam per hari

untuk memfasilitasi pengadaan organ dan berbagi organ di seluruh Amerika Serikat.

Berdasarkan informasi dari North American Pediatric Renal Trials and Collaborative Studies, tingkat

kelangsungan hidup 1 tahun diantara penerima donor hidup adalah 92% dan tingkat kelangsungan hidup

5 tahun adalah 85%. Tingkat kelangsungan hidup 1 tahun diantara penerima donor mati adalah 84%,

dengan tingkat kelangsungan hidup 5 tahun 77%.

Indikasi saat ini untuk dilakukannya transplantasi pada populasi pediatrik adalah stadium akhir penyakit

ginjal (end stage renal disease), tetapi banyak anak-anak yang menerima transplantasi ginjal dengan

pembelian lebih dahulu (preemptive) tanpa pernah menjalani dialisis karena preferensi orang tua dan

atas dasar data yang menunjukkan bahwa penerima transplantasi ginjal preemptive memiliki kondisi

lebih baik daripada mereka yang menerima dialisis sebelum transplantasi. Sebagian besar pusat jarang

melakukan transplantasi pada bayi berusia kurang dari 6 bulan atau mereka dengan berat kurang dari 6

kg karena diduga risiko yang lebih tinggi untuk terjadinya kegagalan graft karena infeksi, masalah teknis,

dan farmakokinetik imunosupresif. Sebagian besar pusat lebih memilih penerima yang lebih tua dari usia

1 tahun dan berat minimal 10 kg.

Kontraindikasi untuk transplantasi ginjal adalah sedikit. Satu kontraindikasi relatif adalah human

immunodeficiency virus (HIV) nefropati karena protokol transplantasi membutuhkan imunosupresi lebih

lanjut dalam individu yang sudah mengalami imunodefisiensi. Saat ini, transplantasi untuk anak-anak

yang memiliki nefropati HIV sedang diselidiki. Kontraindikasi relatif lainnya adalah mereka yang sudah

mengalami keganasan, penyakit neurologis yang bersifat devastating, dan potensi kekambuhan

Page 12: Chronic Kidney Disease in (Translated)

gangguan primer, seperti oxalosis. Meskipun kontraindikasi ini adalah relatif, transplantasi masih dapat

ditawarkan, tergantung pada keinginan keluarga dan stabilitas medis dari pasien.

Pengobatan posttransplantation bertujuan untuk mencegah penolakan graft dan kalsineurin inhibitor

siklosporin dan tacrolimus, mycophenolate mofetil, atau steroid. Protokol baru pasca transplantasi

berusaha untuk mengurangi efek samping dari terapi steroid.

Segera setelah transplantasi, fokus utama bagi penerima adalah komplikasi penolakan dan infeksi.

Terdapat potensi gagal graft jika komplikasi ini terjadi. Pasien kemudian diawsi oleh tim transplantasi

dan nephrologist pediatrik utama mereka. Periode pasca transplantasi langsung adalah waktu yang

penting bagi dokter anak umum untuk mengikuti kondisi pasien dan untuk berkomunikasi dengan

subspecialists. Apabila pasien transplantasi mengalami demam (suhu >=100.4 ° F [38.0 ° C]), dokter anak

harus memeriksa pasien; melakukan tes laboratorium seperti darah dan urin kultur, hitung darah

lengkap, dan kimia darah; dan mengelola antibiotik spektrum luas melalui intravena dan menghubungi

tim transplantasi / nefrologi.

Komplikasi jangka panjang lainnya termasuk ketidakpatuhan dengan mengkonsumsi obat, yang dapat

menyebabkan penolakan kronis atau gagal cangkok dari penolakan kronis. Pertumbuhan adalah

komplikasi jangka panjang yang lain yang dimana dokter anak harus tetap memperhatikan kondisi

tersebut. Jika penerima tidak tumbuh dengan baik, maka ia harus kembali dievaluasi untuk penggunaan

GH.

Ringkasan

CKD mempengaruhi beberapa sistem di tubuh, termasuk endokrin (metabolisme kalsium-fosfor,

pertumbuhan), hematologi, kekebalan tubuh, dan sistem kardiovaskular. Anak-anak yang memiliki CKD

memerlukan perhatian medis yang seksama dan terkoordinasi oleh dokter anak primer, nephrologist

pediatrik, dan subspesialis anak lainnya untuk memastikan bahwa mereka tumbuh dengan sukses dan

menjadi dewasa dengan potensi terbaik dari diri mereka.