cendekiawan dan politik -...

119
CENDEKIAWAN DAN POLITIK ; FAKTOR PENDORONG PENGAMAT POLITIK MASUK KE DALAM PARTAI POLITIK Skripsi Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Universitas Islam Negeri SYARIF HIDAYATULLAH JAKRTA Disusun Oleh : Nashihatul Furqoni 107033201496 PROGRAM STUDI ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/2011 M

Upload: truongtram

Post on 16-Feb-2018

224 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

CENDEKIAWAN DAN POLITIK ;

FAKTOR PENDORONG PENGAMAT POLITIK MASUK KE DALAM

PARTAI POLITIK

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Universitas Islam Negeri

SYARIF HIDAYATULLAH JAKRTA

Disusun Oleh :

Nashihatul Furqoni

107033201496

PROGRAM STUDI ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H/2011 M

Page 2: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

CENDEKIAWAN DAN POLITIK ;

FAKTOR PENDORONG PENGAMAT POLITIK MASUK KE DALAM

PARTAI POLITIK

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Universitas Islam Negeri

SYARIF HIDAYATULLAH JAKRTA

Disusun Oleh :

Nashihatul Furqoni

107033201496

PROGRAM STUDI ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H/2011 M

Page 3: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

i

Page 4: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

ii

Page 5: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

iii

Page 6: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

iv

ABSTRAK

Nashihatul Furqoni

Cendekiawan dan Politik: Faktor Pendorong Pengamat Politik masuk Partai

Politik

Pengamat politik merupakan salah satu kelompok cendekiawan. Karena

pengamat politik memiliki fungsi dan tanggung jawab yang sama dengan

intelektual atau cendekiawan. Mereka bekerja untuk memberikan kebaikan kepada

masyarakat dan memberikan kebenaran kepada rakyat tanpa ada yang ditutupi.

Dalam memberi kebenaran mereka tidak boleh terikat oleh kepentingan, tapi

dengan banyaknya tujuan individu yang ingin direalisasikan oleh mereka, maka

kepentingan umum tertutupi oleh kepentingan pribadi dan kelompok yang

menaungi mereka.

Kenyataan bahwa para cendekiawan atau intelektual tertarik masuk ke

dalam struktur kekuasaan telah ada dari masa penjajahan. Indonesia pada masa

penjajahan Belanda dan pendudukan Jepang, dikuasai dan ditekan. Akibat

penjajahan dan tekanan Belanda dan Jepang menyebabkan para intelektual

Indonesia mendirikan gerakan dan organisasi-organisasi yang bertujuan untuk

kemerdekaan negaranya. Sehingga orang-orang yang berada dalam pemerintah

pada masa itu tidak kompeten di bidangnya, pada akhirnya para intelektual

dipanggil dan diajak masuk ke dalam pemerintahan. Dengan demikian intelektual

bisa membuat perubahan di dalamnya. Para intelektual dianggap sebagai orang

akademisi yang mengerti tentang pemerintahan.

Indra J.Piliang, Bima Arya.S., Ulil Abshar, dan Fadli Zon adalah para

pengamat politik yang masuk ke dalam partai politik. Mereka bertujuan untuk bisa

membuat perubahan yang positif bagi partai. Menurut anggapan mereka, apabila

masuk ke dalam partai maka untuk meraih sesuatu akan dengan mudah terlaksana.

Dengan masuk partai mereka bisa masuk ke dalam lingkungan yang lebih besar

dari pada partai yaitu pemerintahan. Apabila mereka masuk pemerintahan mereka

bisa berkuasa dan bisa membuat tujuan-tujuan awalnya terealisasi.

Skripsi ini ditulis dengan penelitian kualitatif. Untuk data primer

dilakukan wawancara kepada narasumber yang terpilih. Memberikan pertanyaan-

pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan. Dan untuk data sekunder, didapat

dari library research (kajian pustaka), internet, artikel terkait, koran online, dan

sebagainya.

Page 7: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

karunia-Nya, sehingga penulis berhasil menyelesaikan salah satu kewajiban

akademik yang merupakan prasyarat dalam rangka meraih gelar Sarjana Sosial di

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ucapan terima kasih tak lupa penulis haturkan kepada berbagai pihak yang

ikut memberikan kontribusi dalam penyelesaian skripsi “Cendekiawan dan

Politik: Faktor Pendorong Pengamat Politik Masuk Partai Politik”. Adapun

ucapan terimakasih penulis haturkan sebesar-besarnya kepada:

1. Ucapan terima kasih dengan segala kerendahan hati tak lupa penulis berikan

kepada orang tua H. Syafrial Luky dan Hj. Dahniarti yang telah memberikan

dukungan dan membimbing sehingga penulis bisa menyelesaikan studi.

Kepada abang dan adikku, Yogi Perdana dan M. Irsyad Lucky.

2. Bapak Dr. Ali Munhanif Ph.D selaku Ketua Prodi Ilmu Politik UIN Syarif

Hidayatullah dan Dosen Pembimbing penulis. Terima kasih atas dedikasi

dan perhatiannya dalam memberikan masukan dan bimbingan selama proses

penulisan skripsi.

3. Bapak Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, MA selaku Rektor UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Prof. Dr. Bahtiar Effendy, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 8: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

vi

5. Bapak M. Zaki Mubarak M.Si selaku Sekretaris Prodi Ilmu Politik UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Kepada Bapak Idris Thaha M.Si selaku penguji I dan Ibu Suryani M.Si

selaku penguji II.

7. Seluruh dosen dan staff pengajar pada Program Studi Ilmu Politik yang

telah sangat banyak memberikan sumbangan ilmiah selama penulis

menempuh proses perkuliahan.

8. Seluruh jajaran, staff dan petugas di Perpustakaan Utama UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan Freedom Institute.

9. Ucapan terima kasih kepada narasumber skripsi Bima Arya Sugiarto, Indra

J.Piliang, Fadli Zon dan Ulil Abshar Abdalla yang telah meluangkan waktu

untuk memberikan informasi dan masukan dalam proses pembuatan skripsi.

10. Untuk kamu yang sangat spesial, Kris Rarharjo. Terima kasih atas

pengertian, doa dan supportnya kepada penulis.

11. Kepada kakak penulis tersayang kak Eni yang sabar dan telah memberikan

asupan gizi yang baik kepada penulis sehingga bisa menyelesaikan skripsi.

12. Ucapan terima kasih kepada kelurga Kris Raharjo yang telah memberikan

semangat untuk penulisan skripsi ini Mama, Papa, Desy, Mba Ati dan Disa

yang imut.

13. Kepada kawan-kawan KL (Kmunis Lavilatan) Junaidi, Anton, Taufik

(Bule), Sapril, Irfan Fahmi, Charok, R-van. yang telah membangun

semangat penulis untuk menyelesaikan skripsi.

Page 9: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

vii

14. Kepada kawan-kawan angkatan, serta para sahabat dari jurusan lain dan

senior Tiwi, Paul, Bulan, Naya, Iqbal, Eko, Iwan, Mukhlas, Adi, Nuy,

Neneng, Imah, Siti, Pipit, kak Rahma, bang Munir. Makasih buat support,

dan komentarnya. Buat Beni terima kasih sekali untuk nasihat dan

motivasinya selama pembuatan skripsi ini.

15. Untuk semua yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

yang tidak dapat tersebutkan di atas.

Semoga Allah SWT Yang Maha Pemurah memberikan balasan yang sesuai

atas segala kebaikan yang telah diberikan, dan semoga selalu dalam perlindungan-

Nya, amin. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penelitian ini.

Oleh karena itu, penulis menerima berbagai masukan baik itu berupa kritik

maupun saran yang membangun dan dapat membuat penelitian ini menjadi lebih

baik. Akhirnya penulis berharap semoga penelitian ini dapat memberikan ini

manfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya

Jakarta, 28 November 2011

Nashihatul Furqoni

Page 10: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................ i

LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................... ii

LEMBAR PERNYATAAN .......................................................................... iii

ABSTRAK ..................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR .................................................................................. v

DAFTAR ISI .................................................................................................. viii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ........................................ 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................. 8

D. Metodologi Penelitian ................................................................ 9

E. Sistematika Penulisan ................................................................ 11

BAB II KAJIAN TEORI ..................................................................... 12

A. Pengertian Cendekiawan dan Intelektual .................................. 12

1. Intelektual Organik .......................................................... 16

2. Intelektual Tradisional ...................................................... 18

B. Partai Politik ............................................................................... 20

C. Pengertian Partisipasi Politik ..................................................... 27

D. Pendekatan Masalah ................................................................... 32

BAB III PERAN KAUM CENDEKIAWAN DI INDONESIA ......... 34

A. Kolonial Belanda ......................................................................... 34

B. Pendudukan Jepang .................................................................... 38

C. Masa Kemerdekaan .................................................................... 40

D. ICMI ........................................................................................... 42

1. Cendekiawan sebagai Akademisi ...................................... 44

Page 11: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

ix

2. Cendekiawan dan dunia Intelektualisme ........................... 48

3. Cendekiawan sebagai Politisi ............................................ 50

BAB IV PENGAMAT POLITIK SEBAGAI KEKUATAN

POLITIK ................................................................................... 53

A. Cendekiawan dan Kekuatan Politik Penyeimbang ..................... 54

B. Faktor-faktor yang Mendorong terlibat dalam Politik ................ 56

C. Pilihan Partai dalam Politik dan Tujuannya ............................... 61

D. Pandangan-pandangan Politik Cendekiawan ............................. 70

BAB V PENUTUP ................................................................................. 73

A. Kesimpulan ................................................................................. 73

B. Saran ............................................................................................ 75

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 76

LAMPIRAN-LAMPIRAN .............................................................................. 80

Page 12: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Proses demokratisasi di Indonesia sejak runtuhnya kekuasaan represif

Orde Baru pada 1998 bisa dikatakan berlangsung dramatis. Sebagian pengamat

menganggap Indonesia sebagai negara demokrasi ketiga terbesar (third largest

democracy in the world) setelah India dan Amerika. Pertumbuhan demokrasi itu

ditandai dengan tumbuh suburnya sejumlah partai politik baru, kemerdekaan

mengeluarkan pendapat dan kebebasan pers.1 Dengan banyaknya partai politik

yang ada membuat para kaum cendekiawan atau intelektual tertarik untuk

bergabung demi mengaplikasikan ide-ide dan membuat tujuannya berhasil.

Salah satu kelompok cendekiawan dan intelektual itu adalah para

pengamat politik. Tapi hal ini menimbulkan pertanyaan. Pengamat politik

harusnya selalu bersifat independent dan faktual berdasarkan objek yang diamati

dan dikritisi. Tetapi banyak juga dari pengamat politik yang masuk ke politik

praktis yaitu partai politik. Dari partai politik tersebut mereka masuk ke dalam

sistem2 dan proses-proses politik. Apabila mereka masuk ke dalam partai politik

apakah yang mereka teliti dan diamati nantinya akan tetap bersifat objektif?

Skripsi ini hendak membahas berbagai perubahan-perubahan pilihan

politik di kalangan pengamat politik di Indonesia pasca transisi ke demokrasi.

Bima Arya Sugiarta adalah salah seorang pengamat politik yang masuk ke

dalam partai politik. Dia masuk setelah dipinang oleh Partai Amanat Nasional

1 Amirul Hasan, “Pengaruh Media Terhadap Tingkat Partisipasi Politik,” (Skripsi S1

Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta), h.1. 2 Drs. Abdurrachman M.Si, “Sistem Politik Indonesia,” (Makala Pengembangan Bahan

Ajar Universitas Mercu Buana), h.2.

Page 13: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

2

(PAN).3 Bima sebelumnya adalah seorang pengajar di beberapa Universitas di

Indonesia. Tahun 1998-2001 menjadi pengajar dan peneliti di Universitas

Parahyangan Bandung, di tahun dan kota yang sama mengajar paruh waktu di

Universitas Maranatha.4 Namanya mulai dikenal luas pada saat dia diundang

untuk memberikan tanggapan mengenai berbagai hal yang berhubungan dengan

perkembangan pemerintahan dan politik.

Seorang penulis berkomentar, dia menyebutkan dalam tulisan blognya

“Pria berpredikat aktifis Islam ini memang unik”. Wajahnya, dandanannya,

karakter suaranya, bahkan corak penampilannya agak sulit disebut “pengamat

politik”. Tetapi karena ekspose terus menerus melalui televisi, akhirnya Bima

Arya terarah menjadi tokoh publik, dengan label “pengamat politik”.5

Menurutnya, hasil analisis politik Bima tidak istimewa. Namun ekspose

dari media yang mendaulat Bima menjadi pengamat politik.6 Diragukan

kemampuannya dalam mengeluarkan argumen dan dibandingkan dengan

pengamat yang lain yang lebih kritis.

Seperti yang diungkapkan oleh Bima dalam artikel internet “Saya sudah

lama berkomunikasi dan bekerja sama dengan Bang Hatta. Ketika pilpres lalu,

Bang Hatta mengajak saya masuk Timkamnas. Sekarang, saya diminta Bang

3 Partai Amanat Nasional dideklarasasikan di Jakarta pada 23 Agustus, 1998 oleh 50 tokoh

nasional, di antaranya Prof. Dr. H. Amien Rais, mantan Ketua umum Muhammadiyah, Goenawan

Mohammad, Abdillah Toha, Dr. Rizal Ramli, Dr. Albert Hasibuan, Toety Heraty, Prof. Dr. Emil

Salim, Drs. Faisal BasriMA, A.M. Fatwa, Zoemrotin, Alvin Lie Ling Piao dan lainnya. Wikipedia,

“Partai Amanat Nasional,” diakses pada 5 Mei 2011 dari

http://id.wikipedia.org/wiki/Partai_Amanat_Nasional 4 Bima Arya Sugiarto, “Work Experience”, artikel diakses pada 29 April 2011 dari

http://bimaaryasugiarto.blogspot.com/ 5 Pustaka Langit Biru, “Sosok Pengamat Politik Arya Bima,” artikel diakses pada 18 April

2011 dari http://abisyakir.wordpress.com/2009/06/19/sosok-pengamat-politik-arya-bima/ 6 Ibid.

Page 14: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

3

Hatta untuk bergabung, ya namanya dipercaya,” paparnya.”7 Keterangan ini

memperlihatkan bahwa pemimpin partai mengajak pengamat politik masuk ke-

dalam partai, mungkin untuk mengetahui bagaimana perkembangan

kepemimpinan pimpinan pada saat itu, dan juga menjadikan alasan Bima untuk

masuk ke dalam politik praktis.

Tokoh lain dari cendekiawan yang bergabung dengan partai politik adalah

Indra Jaya Piliang. Ia menjadi politisi Golkar pada tahun 2008. Indra sebelumnya

merupakan seorang pengamat politik dari Centre for Strategic and International

Studies (CSIS). Ia dipandang sebagai seorang yang vokal dalam menyuarakan

kritikan dan pendapat. Ternyata tergoda untuk menjadi seorang praktisi politik.

Indra berpendapat bahwa “saatnya sekarang saya mengorbankan diri untuk

menjadi bagian dari kebutuhan bangsa ini, saya merasa punya pemahaman yang

cukup tentang politik dan demokrasi.”8 Peneliti CSIS ini menganggap ada

serangan serius terhadap partai politik, termasuk dari kalangan intelektual.

Dengan bergabung ke partai, menurutnya daya jangkau dalam memberikan

kontribusi akan semakin luas. Dengan bergabung di partai politik saya jadi bisa

keliling daerah dari Sabang sampai Merauke untuk memberikan pendidikan

politik.9

Indra adalah lulusan Fakultas Sastra Universitas Indonesia pada 1997. Dia

mengatakan seharusnya Golkar berada d luar pemerintahan. “Karena anggota

koalisi kerap melemparkan isu yang menyudutkan Golkar dan Ketua Umum

7 Detik News, “Bima Arya dan Helmi Yahya perkuat DPP PAN,” artikel diakses pada 18

April 2011 dari http://www.detiknews.com/read/2010/02/08/133442/1295126/10/bima-arya-dan-

helmy-yahya-perkuat-dpp-pan 8 Kompas.com, “Indra Piliang Jadi Politisi Golkar” artikel diakses pada 3 Mei 2011 dari

http://nasional.kompas.com/read/2008/08/08/09391523/indra.piliang.jadi.politisi.golkar 9 Ibid.

Page 15: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

4

Golkar Aburizal Bakrie.”10

Indra menginginkan partainya berada dalam kubu

oposisi pasca-pengambilan keputusan hak angket.

Tokoh lain dari cendekiawan adalah Ulil Abshar Abdalla, pengamat

politik dan koordinator Jaringan Islam Liberal (JIL).11

Gelar sarjana yang di

dapatnya dari Fakultas Syariah Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab

(LIPIA) menjadikannya seorang koordinator JIL dan Director Freedom Institute

Jakarta. Ulil juga lulusan program M.A di bidang studi agama di Universitas

Boston, Massachussetts, AS.

Ulil Abshar masuk ke Partai Demokrat sebagai ketua Pusat Pengembangan

Strategi dan Kebijakan untuk kepengurusan tahun 2010-2015. Menurut Ulil,

“masuk partai biasa saja, sama saja masuk perusahaan atau entertain.” Dia masuk

Partai Demokrat karena partai itu besar. Menurutnya, dia bisa mengembangkan

ide-idenya yang besar. Jadi, tidak ada ambisi apa-apa masuk ke dalam politik

praktis.12

Ulil yang direkrut oleh Ketua Umum Anas Urbaningrum masuk ke dalam

kepengurusan, bukan karena ambisi yang tinggi. Sehingga motivasinya masuk

partai menjadi alat penting untuk mengembangkan ide dan kebijakan yang sehat.13

10

Kompas.com, “Indra: Golkar Kesulitan di dalam Koalisi”, artikel ini diakses pada 3 Mei

2011 dari

http://nasional.kompas.com/read/2011/03/06/19480795/Indra.Golkar.Kesulitan.di.dalam.Koalisi 11

Jaringan Islam Liberal percaya bahwa ijtihad atau penalaran rasional atas teks-teks

keislaman adalah prinsip utama yang memungkinkan Islam terus bisa bertahan dalam segala

cuaca. Penutupan pintu ijtihad, baik secara terbatas atau secara keseluruhan, adalah ancaman atas

Islam itu sendiri, sebab dengan demikian Islam akan mengalami pembusukan. Islam Liberal

percaya bahwa ijtihad bisa diselenggarakan dalam semua segi, baik segi muamalat (interaksi

sosial), ubudiyyat (ritual), dan ilahiyyat (teologi). Jaringan Islam Liberal, “Tentang Jaringan Islam

Liberal,” diakses pada 6 Mei 2011 dari http://islamlib.com/id/halaman/tentang-jil

12

Inilah.com, “Ulil: Ikut Partai Ibarat masuk Entertainment,” diakses pada 6 Mei 2011 dari

http://www.inilah.com/read/detail/611221/ulil-ikut-partai-ibarat-masuk-entertainmen/ 13

Ibid.

Page 16: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

5

Di Indonesia, banyak cendekiawan yang sangat cerdas dalam

mengungkapkan komentar-komentar terhadap pemerintahan masa lampau dan

saat ini. Para cendekiawan yang berfikir objektif dan tidak memihak, tidak ada

kepentingan dalam setiap kata yang mereka keluarkan untuk mengkritisi

kebijakan pemerintah yang keluar. Setiap cendekiawan berhak untuk

mengutarakan pendapatnya tentang apapun itu tidak harus berorientasi kepada

politik saja. Kecuali mereka dibungkam dan tidak bisa mengungkapkan pendapat

mereka melalui lisan, dengan tulisan akan tetap bekerja.

Dalam skripsi ini, pengamat politik bisa dikatagorikan sebagai

cendekiawan. Cendekiawan itu menurut seorang budayawan asal Malaysia adalah:

“Belajar di Universitas bukan jaminan seseorang dapat menjadi

cendekiawan. Seorang cendekiawan adalah pemikir yang senantiasa

berfikir dan mengembangkan (serta) menyumbangkan gagasannya

untuk kesejahteraan masyarakat. Ia juga adalah seseorang yang

mempergunakan ilmu dan ketajaman pikirannya untuk mengkaji,

menganalisis, merumuskan segala perkara dalam kehidupan manusia,

terutama masyarakat dimana ia hadir khususnya dan di peringkat global

umum untuk mencari kebenaran dan menegakkan kebenaran itu. Lebih

dari itu, seorang intelektual juga seseorang yang mengenali kebenaran

dan juga berani memperjuangkan kebenaran itu, meskipun menghadapi

tekanan dan ancaman, terutama sekali kebenaran, kemajuan, dan

kebebasan untuk rakyat.”14

Cendekiawan adalah pemikir yang senantiasa memberikan kebenaran,

pengetahuan. Tapi apa yang terjadi jika para cendekiawan yang di dalamnya

termasuk para pengamat politik menggeluti politik praktis. Apakah mereka akan

tetap objektif dalam menilai semua kemelut politik yang sedang menghangat di

Indonesia? Ataukah banyak cendekiawan palsu dalam memberikan penilaian

karean ada tujuan di dalamnya?

14

Faizal Yusup. Bicara tentang Mahathir, Pekan Ilmu Publications Sdn Bhd (2004)

mengutip dari http://id.wikipedia.org/wiki/Cendekiawan

Page 17: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

6

Berharap para pengamat politik yang masuk ke dalam partai politik

berdasarkan hati nurani dan tanggung jawabnya yang besar terhadap masyarakat,

sehingga apa yang disampaikan oleh Julien Benda tidak terjadi sebagai

“Pengkhianatan Kaum Cendekiawan”. Sudah menjadi maklum, bahwa masuk ke

dalam partai politik itu membutuhkan dana. Maka kita bisa asumsikan berharap

para pengamat yang menjadi politisi ini tidak melakukan money-politic. Kalau

masuk ke dalam parlemen diharapkan masuk secara wajar dan terhormat,

kalaupun kalah juga demikian.

Ada dua jenis intelektual menurut Jose Maria Gutteres.15

Pertama adalah

intelektual idealis. Intelektual golongan ini sosok intelektual yang selalu

menomorsatukan spirit kepakaran intelektual. Expertise ini memenuhi nilai

otoritas, otonomi, dan integritas. Intelektual idealis tidak tergoda dengan

kekuasaan yang dijumpai di lembaga akademis.

Kedua, intelektual pragmatis. Ia adalah intelektual yang mengandaikan

intelektual demi kekuasaan. Karakter intelektual sudah tidak ada sebagai mahluk

yang “tercerahkan dan mencerahkan”. Mereka sibuk mencari jabatan, mengurusi

proyek dan berebut untuk berdiri di lapisan terdepan dalam pertarungan

kekuasaan. Pengabdian terhadap penguasa jadi tindakan pragmatis atas nama

sosial dan material.

Masa kepemimpinan Soekarno dan Mohammad Hatta, Soedjatmoko16

telah menyebutkan, alangkah lebih baik seorang intelektual itu berada di luar dari

pemerintahan atau politik, karena itu akan membuat mereka menjadi anonim. Dan

15

Jose Maria Guterres, “Intelektual dalam Partai, Antara Perubahan dan Status Quo,”

artikel diakses pada 19 Oktober 2011 dari http://forum-

haksesuk.blogspot.com/2010/10/intelektual-dalam-partai-antara.html 16

Wiratmo Soekito, “Pengantar Kaum Intelektual dan Teknokrat: Mencari Definisi” dalam

Aswab Mahasin dan Ismed Natsir,. ed. Cendekiawan dan Politik (Jakarta: LP3ES, 1984), h.xii.

Page 18: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

7

menurutnya lagi bahwa sang intelektual itu berada dalam keadaan paradoksal

karena mereka sebenarnya ingin memiliki kekuasaan tersebut untuk diri mereka

sendiri.17

Walaupun berlawanan dengan pendapat para intelektual yang telah masuk

ke dalam politik praktis, menurut mereka negara dan politik ini berkembang

bukan karena seorang akademisi, melainkan karena buah kerja politisi. Banyaknya

bandit dan mafia-mafia yang masuk ke dalam politik dengan tujuan yang tidak

baik, memotivasi para intelektual ini masuk ke dalam partai politik dan

mengimplementasikan ilmu mereka di dalam politik praktis.

Para intelektual yang berada di luar partai politik praktis tidak bisa ikut

mengatur dalam pembuatan undang-undang dan kebijakan. Seorang pengamat

politik hanya tahu sekedar kulit saja, tapi di dalamnya mereka tidak

mengetahuinya. Itulah salah satu keuntungan seseorang masuk ke dalam partai

politik. Banyak hal yang menarik yang bisa menjadi bahasan dalam tulisan ini,

oleh karena atas dasar pemikiran di atas penulis bermaksud melakukan penelitian

dengan judul:“Cendekiawan dan Politik. Studi Kasus: Faktor Pendorong

Para Pengamat Politik Masuk Partai Politik”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Untuk memudahkan penelitian yang akan dilakukan, maka penulis perlu

membatasi permasalahan dan penelitian yaitu pada tokoh-tokoh yang masuk partai

politik yang telah dijelaskan pada bagian latar belakang yakni Bima Arya

Sugiarta, Indra Jaya Piliang, Fadli Zon dan Ulil Abshar Abdalla.

17

Ibid.

Page 19: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

8

2. Rumusan Masalah

Dari pembatasan masalah tersebut, maka rumusan dalam penelitian ini

adalah:

a. Alasan dan faktor pendorong para pengamat politik masuk ke dalam partai

politik?

b. Apakah para cendekiawan tidak bisa berkomentar bila di luar partai

politik?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai oleh penulis dalam penelitian ini adalah: agar

penulis dan masyarakat mengatahui apa yang menjadi dasar para cendekiawan

atau pengamat politk masuk ke dalam partai politik. Untuk mengetahui secara

dalam bagaimana program partai politik yang selama ini hanya diketahui oleh

orang dalam partai tersebut. Untuk mengetahui sejauh mana kedekatan para

pengamat politik kepada orang yang berada di dalam partai.

2. Manfaat Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Secara ilmiah penelitian ini diharapkan mampu menambah wacana bagi

penyusun dan pembaca secara pribadi, karya ini menjadi pembuka dalam

menapaki dunia karya ilmiah.

b. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi siapa saja yang

membutuhkan informasi lebih lanjut dan lebih mudah terutama dalam

melihat perkembangan politik, khususnya tentang cendekiawan atau

intelektual yang terlibat dalam politik praktis.

Page 20: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

9

D. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang disebut verstehen

(pemahaman mendalam) karena mempertanyakan makna suatu objek secara

mendalam dan tuntas.18

Data kualitatif yaitu berwujud kata-kata dan gambaran

bukan angka-angka.

Skripsi ini ditulis dengan berlandaskan data primer, yakni sumber-sumber

yang digunakan sebagi rujukan utama dalam penelitian yang langsung

berhubungan dengan objek penelitian, yang meliputi bahan peneliti sumber partai,

media massa, biografi, memoir politik dan internet.

Selain itu, penulis juga menggunakan data sekunder, data yang diperoleh

dari literatur-literatur kepustakaan seperti buku-buku, koran, artikel, majalah dan

sumber lain yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dan sumber lainnya

yang relevan dengan materi penelitian.

2. Teknik Pengumpulan Data

Data penelitian ini dilakukan dengan wawancara dengan tokoh yang

bersangkutan menjadi narasumber skripsi, sesuai dengan pokok permasalahan

yang ada. Memberikan pertanyaan sesuai dengan fokus tulisan. Melakukan studi

kepustakaan untuk menambah data primer sesuai dengan permasalahan yang

berkaitan. Teknik ini digunakan untuk mendukung penelitian dengan teori-toeri

yang sudah ada.

3. Teknik Analisis Data

18

Dr.Prasetya Irawan, M.Sc, Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif (T.tp: DIA FISIP UI,

2006), h. 4.

Page 21: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

10

Analisis data berdasarkan data kualitatif.19

Mengumpulkan data mentah

melalui wawancara, observasi lapangan, dan kajian kepustakaan. Membuat

transkip data dari hasil wawancara ke dalam tulisan, dan tidak mencampur

adukkan hasil wawancara dengan pendapat pribadi. Mengkatagorisasikan data,

dengan menyederhanakan materi dan membuatnya ke dalam bagian berdasarkan

kata kunci penting.

Pedoman penulisan skripsi ini berpedoman pada buku Pedoman Penulisan

Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi), yang diterbitkan oleh CeQDA

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.

E. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, untuk mempermudah memahami isi dari

skripsi ini, maka penulis membagi isi skripsi ini ke dalam lima bab. Tiap bab, di

dalamnya terdiri dari beberapa sub-bab. Adapun sistematikanya sebagai berikut:

BAB I membahas pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah,

pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode

penelitian.

BAB II membahas mengenai kajian teori. Yang isi di dalamnya

menjelaskan pengertian cendekiawan atau intelektual, partai politik dan partisipasi

politik. Dan disertai dengan pendekatan masalah.

BAB III menjelaskan tentang sejarah singkat tiga periode intelektual dari

kolonial Belanda, pendudukan Jepang, dan masa kemerdekaan. Serta ICMI

sebagai organisasi yang ada pada masa tahun 90-an, sebagai jembatan masuknya

19

Ibid.

Page 22: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

11

kaum cendekiawan ke dalam struktur kekuasaan. Dan cendekiawan dengan latar

belakang akademisi, dunia intelektual dan sebagai politisis.

BAB IV merupakan bagian penting dalam penulisan skripsi ini. Karena

pada bagian ini disajikan hasil penelitian mengenai faktor pendorong para

pengamat politik masuk ke dalam partai politik.

BAB V merupakan kesimpulan dan jawab dari rumusan dan batasan

masalah yang telah dianalisa di bab sebelumnya.

Page 23: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

12

BAB II

KAJIAN TEORI

Bab ini akan mengeksplorasi beberapa pendekatan teoritis tentang

intelektual, cendekiawan dan hubungannya dengan politik. Penekanan akan

dihidupkan pada konsep-konsep kunci seperti pengertian cendekiawan atau

intelektual, partai politik dan partisipasi politik.

A. Pengertian Cendekiawan atau Intelektual

Bagi masyarakat umum, cendekiawan atau intelektual sering didefinisikan

sebagai individu atau kelompok yang berpendidikan. Tugas dan tujuan mereka

adalah menyelesaikan pendidikannya agar bisa bertanggung jawab terhadap

masyarakat. Cara pertanggung jawaban cendekiawan dilakukan dengan

mempratekkan apa yang telah mereka pelajari di universitas atau sekolah.

Atas dasar definisi ini cendekiawan merupakan kelompok masyarakat

yang berasal dari elit terdidik1 yang telah merampungkan pendidikannya di

universitas. Universitas mempunyai tanggung jawab dalam memberikan ilmunya

pada mahasiswa. Diharapkan bahwa setelah menyelesaikan studinya mahasiswa

bisa bertanggungjawab atas ilmunya.

Tujuan universitas adalah;2 pertama adalah memajukan ilmu. Termasuk

mendidik serta menyediakan dasar bagi mahasiswa untuk berdiri sendiri dalam

mempelajari ilmu dan memangku jabatan dalam masyarakat. Kedua, memperkuat

1 Hendrajit, “Memahami Pergeseran Peran Intelektual dalam Era Baru,” dalam Kebebasan

Cendekiawan Refleksi Kaum Muda (Yogyakarta: Bentang, 1996), h. 47. 2 Mohammad Hatta, “Tanggungjawab Kaum Intelegentsia,” dalam Aswab Mahasin dan

Ismed Natsir, Cendekiawan dan Politik (Jakarta: LP3ES, 1984), h. 4.

Page 24: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

13

pendidikan jiwa dan moral mahasiswa serta memperbesar rasa tanggung jawab

sosialnya.3

Definisi tentang cendekiawan, secara lebih tegas dirumuskan oleh Ron

Eyerman, menurutnya cendekiawan adalah individu atau kelompok yang menulis

buku-buku dan artikel-artikel ilmiah.4 Karena para cendekiawan berasal dari elit

terdidik, maka karakter mereka adalah cinta akan kebenaran dan berani

mengatakan salah dalam menghadapi sesuatu yang tidak benar.5 Sehubungan

dengan hal ini para cendekiawan bisa menempati posisi dalam memberikan

argumen dan pengaruh yang positif ataupun negatif. Menurut Gramsci, seorang

ilmuan sosial dari Italia intelektual adalah semua orang yang mempunyai fungsi

organisator dalam semua lapisan masyarakat, dalam wilayah produksi

sebagaimana dalam wilayah politik dan kebudayaan.6 Dengan berpijak pada

Gramsci, skripsi ini berpendapat bahwa semua orang bisa dikatakan sebagai

seorang intelektual, akan tetapi tidak semua orang mempunyai fungsi intelektual.7

Cendekiawan atau intelektual pada awalnya dikenal di negara Rusia pada

zaman Czar pada abad 18. Sistem politik Rusia saat itu menunjukkan kelompok

ini karena mereka tanpa ragu-ragu dijuluki intellegentsia, yaitu mereka yang

dikirim belajar ke Barat, dengan tujuan khusus “penguasaan dasar-dasar

3 Ibid.

4 Ron Eyerman, Cendekiawan antara Budaya dan Politik dalam Masyarkat Modern

(Jakarta: YOI, 1996), h. 1. 5 Mohammad Hatta, dalam Aswab Mahasin dan Ismed Natsir, ed., Cendekiawan, h. 7.

6 Kasiyamto Kasemin, Mendamaikan Sejarah: Analisis Wacana Pencabutan TAP

MPRS/XXV/1996 (Yogyakarta: LKIS, 2004), h. 21. 7 Antonio Gramsci, Selection From The Prison Notebooks of Antonio Gramsci, 12

th ed.

(New York: International Publishers, 1995), h. 9

Page 25: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

14

peradaban Barat” serta diperlakukan secara khusus dan istimewa ketika kembali

ke dalam politik dan administrasi Rusia.8

Dalam pandangan Gramsci, intelektual sejati adalah orang yang mampu

mengaplikasikan dirinya secara total dalam kehidupan bermasyarakat. Bukan

hanya sekedar mengajar dalam pendidikan, menulis dan berbicara kepada

masyarakat tentang keadaan negara pada saat itu dari hasil pengamatannya.

Seorang intelektual dengan demikian akan menjadi benar-benar sejati apabila

telah masuk ke dalam politik praktis dan bisa mengaplikasikan semua tujuan dan

ide-idenya untuk kebaikan masyarakat.

Sobary, salah seorang cendekiawan Indonesia mengartikan intelektual

dengan mengaitkannya dengan pengakuan masyarakat terhadap sekelompok orang

yang memiliki komitmen, perilaku, dan sejumlah kebolehan dalam berolah pikir

sekaligus berolah rasa dalam menghadapi keadaan sekitar.9 Intelektual itu hanya

sebagai pemberi gagasan dan rencana, sedangkan tetap yang melaksanakan

gagasan dan rencana itu adalah para politisi.10

Dalam tradisi politik modern intelektual pertama kali disebutkan

“intelektual” dalam bahasa Prancis les intellectuels. Istilah ini diperkenalkan oleh

Clemenceu dipakai secara luas di Prancis pada 1898 sebagai resonasi dari

“manisfeste des intellectuel” (manifesto intelektual) yang dibangkitkan oleh

“Kasus Dreyfus”.11

8 Dikutip dari Tentang intelligentsia versi Rusia dari Daniel Dhakidae, Cendekiawan dan

Kuasa dalam Negara Orde Baru (Jakarta: Gramedia, 2003), h. 9. 9 Dikutip dari tulisan Arif Zulkifli, dalam Kasiyamto Kasemin, Mendamaikan Sejarah., h.

22. 10

Tulisan ini dikutip dari Yuwono Sudarsono dalam Kasiyamto Kasemin, Mendamaikan

Sejarah, h 22. 11

Yudi Latif, Intelegentsia Muslim dan Kuasa (Feuer, 1976: 48; Gella, 1976: 19)

(Bandung: Mizan, 2005), h. 20.

Page 26: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

15

Seorang novelis muda Emilia Zola menerbitkan sebuah surat terbuka di

halaman muka sebuah koran kecil yang terbit di Paris. Surat tersebut menuduh

para anggota dinas ketentaraan Prancis telah merekayasa bukti, memanipulasi dan

menutup-nutupi fakta kasus tentang Alfred Dreyfus, seorang kapten Yahudi dalam

dinas ketentaraan Prancis yang dituduh melakukan spionase dan dicopot

pangkatanya oleh sebuah pengadilan militer dan dihukum penjara seumur hidup.

Surat tadi yang kemudian dikenal sebagai manifeste des intellectuels (manifesto

para intelektual) menyebabkan perpecahan di kalangan pengaran Prancis yang

menjadi dua kubu; kubu yang membela Dreyfusard dan kubu anti Dreyfusard.12

Gramsci yang seorang Marxisme, ingin mewujudkan impian Karl Marx

yang mengingkan sebuah perubahan dalam kelas sosial. Dimana impian itu, ia

mengharapkan kapitalisme runtuh dan sebuah tatanan baru terbentuk.

Gramsci keberatan dengan bunyi buku yang menjelaskan bahwa marxisme

adalah sebuah teori objek ilmiah, pertama bagi Gramsci, mustahil ada teori yang

“objektif”. Teori adalah mencerminkan sesuatu terkait dengan posisi kelas sosial

tertentu dan ia dapat dikatakan benar sejauh ia mencerminkan apa yang sedang

dialami kelas sosial yang bersangkutan. Kedua, selaras dengan itu, teori objektif

ilmiah adalah teori yang mengaku netral (tanpa kepentingan) yang berlaku umum

dan dapat digunakan untuk memprediksikan masa depan sebagaimana

kebanyakan teori ilmiah lainnya. Bagi Gramsci, Marxisme tidak boleh netral

melainkan merupakan salah satu unsur aktif dari perjuangan kaum proletariat itu

12

Ibid. (Eyerman, 1994: 23-53), h. 20-21.

Page 27: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

16

sendiri. Ketiga, pembuatan prediksi atas masa depan yang dimungkinkan karena

adanya pengaruh positivisme dalam marxisme adalah tidak bisa dibenarkan.13

Gramsci mengelompokkan intelektual berdasarkan fungsinya.

Cendekiawan atau intelektual dibagi ke dalam dua bagian menurut Gramsci, yakni

intelektual organik dan intelektual tradisional.

1. Intelektual Organik

Intelektual organik adalah intelektual yang tidak hanya melihat dan

merumuskan tentang sesuatu hal. Menurut Gramsci, intelektual organik adalah

individu atau kelompok yang langsung terjun ke masyarakat dan membantunya.

Yaitu semua orang yang mempunyai fungsi organisator dalam semua lapisan

produksi.14

Gramsci membagi dalam tiga katagori intelektual dalam kelas kapitalisme

modern:

a. Bidang produksi; manajer, insinyur dan teknisi.

b. Masyarakat sipil; politisi, wartawan, penulis, akademisi, dan penyiar.

c. Aparat negara; jaksa, pegawai negeri, hakim dan tentara.

Intelektual organik tidak hanya berdiam diri dalam satu pekerjaan dan

tidak mau terlibat dengan pemerintahan dan masyarakat. Intelektual organik yang

diciptakan Gramsci berfungsi untuk bisa membela kaum-kaum lemah dari

penindasan kelompok kaya. Pada masa Gramsci para intelektual yang berasal dari

kaum proletar membela proletar dari penindasan kaum borjuis.15

13

Adde Oriza Rio, “Antonio Gramsci, pemikir dari Balik Jeruji,” artikel diakses pada 18

Oktober 2011 dari http://www.scribd.com/doc/36929683/Antonio-Gramsci-Sang-Pemikir-dari-

Balik-Jeruji-Sebuah-Perbincangan-Singkat 14

Kasiyamto Kasemin, Mendamaikan Sejarah, h.21. 15

Adde Oriza Rio, “Antonio Gramsci, pemikir dari Balik Jeruji,”

Page 28: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

17

Kaum bourjuis memegang tiga kendali dalam menangani kaum proletar.

Pertama, adalah ekonomi. Apabila mereka melawan kepada kaum bourjuis maka

gaji mereka akan dipotong atau tidak diberi gaji sama sekali. Kedua, adalah

militer. Kelompok militer dipakai untuk kaum proletar apabila melawan dengan

kekerasan. Dan yang ketiga adalah memakai kaum intelektual yang berasal dari

kaum bourjuis sendiri. Hal itu untuk membenarkan apa yang diinginkan oleh

kaum borjuis untuk menekan kaum proletar.16

Maka dari itu harus ada intelektual dari kaum proletar yang masuk ke

dalam pemerintahan untuk bisa membuat tekanan pada kaum borjuis. Pada zaman

demokrasi sekarang, dimana segala sesuatu sudah terbuka dan tidak ada yang

ditutupi dari rakyat. fungsi intelektual diharapkan bisa memperbaiki sistem politik

yang buruk yang sudah pasti terjadi.

Sebagian intelektual memang terikat oleh politik. Mereka menganggap

politik pada saat itu sangat mempesona dan menggoda.17

Dan sebagian hidup

mereka terikat dengan hal itu, karena mereka menganggap intelektual atau

cendekiawan membawa tanggung jawab untuk bisa mencari jalan keluar dari

kekacauan itu.18

Goldthrope mengusulkan agar para cendekiawan dilihat sebagai

service class, suatu kelas sosial yang keberadaannya untuk melayan, ditentukan

oleh pendidikan dan fungsi pelayananannya di antara modal dan pekerja dan

tujuan politiknya untuk melindungi posisi sosial yang kurang berarti.19

Intelektual organik terbagi ke dalam dua bagian; intelektual hegemonik

dan intelektual kontra-hegemonik. Intelektual hegemonik adalah memastikan

16

Ibid. 17

Herbeth Feith, “Pemikiran Politik Indonesia 1945-1965, Suatu Pengantar,” dalam Prof .

Miriam Budiarjo, Partisipasi danPartai Politik (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1998), h.230. 18

Ibid. 19

Ron Eyerman, Cendekiawan antara, h. 3.

Page 29: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

18

bahwa pandangan dunia sesuai dengan kapitalisme telah diterima oleh semua

kelas.20

Sedangkan intelektual kontra-hegemonik adalah bertugas memisahkan

kaum proletar dari pandangan-pandangan tadi serta mengukuhkan dunia sosial.21

Intelektual organik membentuk budaya perlawanan masyarakat dengan

membangkitkan kesadaran kritisnya agar sanggup merebut posisi vital tanpa harus

terjebak perlawanan secara terbuka yaitu revolusi.22

2. Intelektual Tradisional

Intelektual tradisional menurut Gramsci adalah intelektual yang mengikuti

sejarah orang pada masa lampau. Yaitu intelektual yang hanya bergabung di

dalam kelompoknya tapi tidak berbaur dengan masyarakat.23

Menurut Yudi Latif yang termasuk ke dalam golongan intelektual

tradisional adalah filosof, sastrawan, ilmuan, pengacara, dokter, guru, pendeta,

dan pemimpin militer.24

Intelektual disini jauh dari pengaruh kekuasaan dan tidak

ingin masuk untuk terjun langsung dalam masalah sosial.

Syed Hussein memberikan ciri-ciri sosial kaum intelektual sebagai berikut:

pertama, mereka direkrut dari segala kelas, sekalipun dalam proporsi yang

berbeda. Kedua, ditemui dalam gerakan mendukung ataupun menentang

pemerintah. Ketiga, pekerjaan umum mereka adalah dosen, wartawan, penyair

dsb. Keempat, menjauh dari masyarakat, dan bergaul dengan kelompoknya

sendiri. Kelima, mereka tidak hanya tertarik pada segi pengetahuan teknis dan

20

H.A.R. Tilaar, Kekuasaan dan Pendidikan (Magelang: Indonesia Tera, 2003), h.77. 21

Ibid. 22

Mudji Sutrisno dan Hendar Putranto. ed. Teori-teori Kebudayaan (Yogyakarta: Kanisius,

2005), h. 32. 23

Adde Oriza Rio, “Antonio Gramsci, pemikir dari Balik Jeruji. 24

Yudi Latif, Intelegentsia Muslim dan Kuasa (Gramsci, 1971:7,9) h. 23

Page 30: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

19

mekanis saja, ide-ide tentang agama, kehidupan yang lebih baik, seni, budaya,

ekonomi dsb. Keenam, mereka bagian kecil dari masyarakat.25

Fungsi intelektual tradisional adalah, menegakkan kebenaran yang

diyakininya tidak terkait oleh otonomi manapun, hanya otonominya sendiri.

Mereka lebih sering merasa prihatin terhadap keadaan bangsa yang carut marut

dibanding pemimpinnya.26

Dalam hal ini, intelektual tradisional dikatagorikan

Gramsci sebagai intelektual yang hanya bekerja, tetapi tidak mau terlibat dalam

masalah yang dihadapi masyarakat. Seperti itulah intelektual yang digambarkan

oleh Julien Benda. Benda mengungkapkan bahwa seorang intelektual yang turun

ke gelanggang hanya untuk memenangkan suatu gairah realistis mengenai kelas,

ras atau bangsa, maka dia akan mengkhianati fungsinya.27

Menurut Benda, seorang intelektual apabila disewa oleh individu atau

kelompok kepentingan maka dia mengkhianati fungsinya. Benda menggambarkan

seperti Sokrates dan Yesus. Menurutnya, “apakah ada sebuah patokan yan pasti

untuk mengetahui apakah cendekiawan yang terjun di gelanggang memang

bersifat sesuai dengan fungsinya: ia langsung diaibkan oleh si awam, yang

kepentingannya terganggu olehnya.”28

Bentuk-bentuk kehidupan intelektual dan cendekiawan yang terorganisir

adalah Persatuan Intelektual Kristen Indonesia (PIKI), Ikatan Sarjana Katholik

Indonesia (ISKA), dan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI).29

Organisasi-organisasi ini diharapkan merupakan penjelmaan dari cita-cita harapan

25

Tulisan ini dikutip dari Syed Hussein, dalam Kasiyamto Kasemin, Mendamaikan

Sejarah, h. 22-23. 26

Ali Maschan Moesa, Nasionalisme Kiai: Kontruksi Sosial Berbasis Agama (Yogyakarta:

LkiS, 2007), h.67-68. 27

Julien Benda, Pengkhianatan Kaum Cendekiawan (Jakarta: Gramedia, 1999), h. 31. 28

Ibid, h. 31. 29

“ ICMI: Sebuah Refleksi,” Harian Republika, 6 Februari 2006.

Page 31: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

20

dan amanat umat Islam. ICMI menurut Azumardy Azra, organisasi Islam ini tidak

menampilkan politik praktis dan juga tidak menampilkan Islam Politik.30

“ICMI dengan cita-cita dan pemikiran memajukan Islam

Indonesia sebagai sebuah kekuatan pembaruan, menampilkan Islam

dalam wajah yang modern, moderat dan siap menerima gagasan baru

yang membawa kemajuan dan siap bekerjasama dengan kelompok

manapun. Melalui ICMI, para intelektual Islam berjuang di dalam dan

di luar pemerintahan.”31

Pengamat-pengamat politik Indonesia seperti Indra Jaya Piliang, Ulil

Abshar, Bima Arya dan Fadli Zon telah menjadi intelektual organik seperti

dikatakan Gramsci. Tetapi implementasi dan aplikasi terhadap masyarakat

masih seperti yang digambarkan oleh Julien Benda sebagai intelektual modern.

B. Partai Politik

Partai politik adalah institusi yang dianggap penting dan sine qua non

dalam sistem demokrasi modern.32

Partai Politik merupakan sarana bagi warga

negara untuk turut serta atau berpartisipasi dalam proses pengelolaan negara.33

Dalam skripsi ini partai didefinisikan sebagai perkumpulan segolongan orang,

seasas, sehaluan, dan setujuan (terutama di bidang politik).34

Politik berkaitan erat

dengan masalah-masalah ketatanegaraan seperti sitem pemerintahan, dasar

pemerintahan, segala urusan dan tindakan, kebijakan dan siasat mengenai

pemerintahan negara atau terhadap negara lain.35

30

Republika Online, “Azyumardi: ICMI Tidak Berpolitik Praktis,” artikel diakses pada 18

Oktober 2011 dari http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/politik/10/12/03/150360-

azyumardi-icmi-tak-berpolitik-praktis 31

ICMI: Sebuah Refleksi 32

Firmanzah, Mengelola Partai Politik: Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di

Era Demokrasi (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), h. 43. 33

Prof.Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia, 2008), h. 397. 34

Kamus Bahasa Indonesia Online, “Partai,” artikel diakses pada 16 Oktober 2011 dari

http://kamusbahasaindonesia.org/partai 35

Kamus Bahasa Indonesia., http://kamusbahasaindonesia.org/politik#ixzz1axKmo7Wk

Page 32: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

21

Secara bahasa partai berasal dari kata party (bahasa Inggris). Ia merupakan

suatu kumpulan yang digagas dan disepakati untuk menjalankan visi misi bersama

(common). Suatu kumpulan yang dijalankan oleh ideologi yang sama dan tujuan

yang sama.

Partai politik awal mulanya muncul di negara-negara Eropa, dengan

gagasan bahwa rakyat sebagai penentu keputusan politik. Pada awal peranan

partai politik di negara Barat bersifat elistis dan aristokratis. Mempertahankan

kepentingan golongan bangsawan terhadap tuntutan raja.36

Perkembangan partai sejalan dengan perkembangan demokrasi, perluasan

hak pilih rakyat dan perluasan parlemen. Bila semakin luas pertumbuhan fungsi

dan kebebasan kelompok politik, maka semakin tumbuh kesadaran para

anggotanya untuk membentuk kelompok antar mereka dan bersaing dalam pentas

politik.37

Partai yang awal mulanya dibentuk karena perkumpulan-perkumpulan

yang ada karena perkembangan demokrasi maka jadilah kelompok itu menjadi

partai, tanpa disadari atau tidak. Di dalam partai, tujuan organisasi adalah untuk

merealisasikan ideologi partai ke dalam pemerintahan dan membuat anggotanya

menjadi seorang politisi.

Dan pada era demokrasi, terdapat Pemilihan Umum untuk memilih

pemimpin maka itu diperlukan partai untuk mewakili satu kelompok masyarakat.

Banyaknya partai memperlihatkan bahwa demokrasi berkembang dengan sangat

cepat. Banyaknya kelompok-kelompok masyarakat dan elit terdidik yang ingin

terjun langsung untuk menguasai kebutuhan rakyat.

36

Partai Keadilan Sejahtera, “Partai Politik dan Sejarahnya,” artikel diakses pada 16

Oktober 2011 dari http://www.pks-jaksel.or.id/Article112.html 37

Maurice Duverger, “Asal Mula Partai Politik,” dalam Dr.Ichlasuln Amal, ed., Teori-Teori

Mutakhir Partai Politik (Yogyakarta: PT.Tiara Wacana Yogya, 1988), h. 2.

Page 33: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

22

Fungsi partai politik tergantung pada tantangan zaman yang dia tumbuh

apabila pada masa demokrasi maka dia akan melakukan fungsinya sebagai

penghubung antara masyarakat dan pemerintahan, apabila berkembang di masa

otoriter, maka dia hanya berfungsi menjalankan apa yang diperintah oleh

penguasa pada saat itu.

1. Pada negara Demokrasi, partai politik bisa berfungsi sebagai berikut:

a. Sebagai sarana komunikasi politik38

untuk menampung aspirasi,

merumuskan kebijakan dan dimasukkan ke dalam program partai. Juga

membicarakan kebijakan-kebijakan pemerintahan yang keluar. Dan pada

saat itu partai berfungsi sebagai penghubung antara pemerintah dan yang

diperintah.

b. Sebagai sarana sosialisasi politik,39

partai melakukannya melalui media

massa, ceramah-ceramah, penerangan, kursus, kader, penataran dan

sebagainya. Tujuannya adalah untuk menciptakan citra (image) bahwa dia

memperjuangkan kepentingan umum. Hal ini penting jika dihubungkan

tujuan partai untuk bisa menguasai pemerintahan melalui kemenangan

dalam pemilihan umum.

c. Sebagai sarana rekrutmen politik,40

hal ini berhubungan dengan

keanggotaan partai. Untuk bisa memperkuat platform partai tersebut dia

harus bisa menciptakan kader-kader untuk dibinanya. Dan dari itu

didirikan semacam organisasi untuk menaunginya yang melibatkan

golongan buruh, petani, pemuda dan mahasiswa. Dan dari itu dia

membutuhkan kader yang berkualitas, agar mempunyai kesempatan

38

Budiarjo, Dasar-Dasar, h. 405-406 39

Ibid,h. 407. 40

ibid, h. 408.

Page 34: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

23

mengembangkan diri dan masuk ke dalam kepemimpinan nasional dan

internal partai sendiri.

d. Sebagai sarana pengatur konflik,41

partai sebagai penengah dimana

terdapat konflik yang terjadi. Dalam keadaan Indonesia yang mempunyai

beragam suku dan etnis, konflik yang melibatkan suku yang berbeda pasti

terjadi. Maka dari itu peran partai adalah penengah dan memberi

pengertian kepada kedua belah pihak yang berkonflik. Partai juga

melakukan konsolidasi dan artikulasi tuntutan yang beragam yang

berkembang di berbagai kelompok masyarakat.

2. Fungsi partai di negara otoriter.42

Bisa digambarkan pada negara yang

menganut ideologi komunis. Pada saat partai komunis yang berkuasa, mereka

mempunyai kedudukan monopolistis dan kebebasan bersaing ditiadakan. Ia

menentukan dirinya sebagai partai tunggal atau partai yang dominan. Partai

politik mempengaruhi semua aspek kehidupan masyarakat melalui konsep

jabatan rangkap. Sarana sosialisasi politik lebih ditekankan pada aspek

pembinaan warga negara ke arah kehidupan dan cara berfikir sesuai dengan

yang ditentukan partai.

3. Fungsi partai politik di negara berkembang,43

partai politik diharapkan

melaksanakan fungsinya seperti di negara-negara yang kehidupan politiknya

sudah matang. Diharapkan bisa mengorganisir kekuasaan politik,

mempengaruhi keputusan-keputusan pemerintah, dan juga melaksanakannya.

Akan tetapi partai di negara baru, partai politik menghadapi masalah seperti

kemiskinan, terbatasnya kesempatan kerja, pembagian pendapatan yang

41

Ibid, h. 409. 42

Ibid, h 410-411. 43

Ibid, h. 413.

Page 35: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

24

timpang dan tingkat pendidikan yang rendah. Dan sulit untuk menjadikan

partai politik sebagai jembatan antara pemerintah dan yang diperintah.

Di Indonesia sejarah kemunculan partai dan keorganisasian dilalui dengan

tiga tahap: pertama, masa penjajahan Belanda, munculnya organisasi baik yang

bertujuan sosial seperti Boedi Oetomo dan Muhammadiyah, atau beraliran politik

dan sekuler seperti Sarekat Islam, PNI dan Partai Khatolik.44

Kemunculan partai

politik merupakan kesadaran nasional untuk kemerdekaan bagi Indonesia. Kedua,

masa pendudukan Jepang. Masa ini semua kegiatan politik dilarang. Hanya

golongan Islam diberi kebebasan untuk membentuk partai Masyumi, yang

bergerak di bidang sosial.45

Memasuki masa kemerdekaan46

banyak partai yang

bermunculan dan mengikuti Pemilihan Umum.

Pada Pemilihan Umum tahun 1955 diikuti sebanyak 172 partai, empat

terbesar di antaranya: PNI (Partai Nasionalis Indonesia); Masyumi (Majelis Syura

Muslimin Indonesia); Nahdlatul Ulama; dan PKI (Partai Komunis Indonesia).

Pada Pemilihan Umum tahun 1971 hanya diikuti sebanyak 10 partai. Partai-

partainya sebagai berikut, Partai Khatolik; Partai Syarikat Islam; Partai Nahdlatul

Ulama; Partai Muslimin Indonesia; Golongan Karya; Partai Kristen Indonesia;

Partai Musyawarah Rakyat Banyak; Partai Nasional Indonesia; Partai Islam Perti;

Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia. Pemilihan Umum berikutnya

pada tahun 1977 dan 1997 hanya diikuti tiga partai. Partainya sebagai berikut

Partai Persatuan Pembangunan; Golongan Karya; Partai Demokrasi Indonesia.

Pemilu 1999 diikuti sebanyak 48 partai 5 diantaranya adalah Partai Amanat

44

Partai Keadilan Sejahtera. 45

Ibid. 46

Redaksi Great Publisher, Buku Pintar Politik: Sejarah, Pemerintahan, dan

Ketatanegaraan (Yogyakarta: Great Publisher, 2009), h. 219

Page 36: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

25

Nasional; Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan; Partai Keadilan; Partai

Masyumi Baru; Partai Nasional Demokrat. Pemilihan Umum 2004 diikuti 24

partai 4 diantaranya adalah Partai Bulan Bintang; Partai Demokrat; Partai Damai

Sejahtera; Partai Golongan Karya. Pemilihan Umum 2009 diikuti 38 partai politik

nasional dan 6 partai politik lokal Aceh. Partai nasional Partai Demokrat; Partai

Keadilan Sejahtera; Partai Amanat Nasional. Dan enam partai lokal Aceh, Partai

Aceh Aman Sejahtera; Partai Daulat Aceh; Partai Aceh.

Dari banyaknya partai yang mengikuti Pemilihan Umum setiap lima tahun

sekali memperlihatkan bahwa masyarakat berpartisipasi dengan mengikutsertakan

partainya dalam pemilihan untuk berkuasa selama lima tahun jabatan.

Banyaknya partai yang tumbuh dan berkembang di negara Indonesia ini,

tetapi tidak menghasilkan relation antara pemerintahan dan masyarakat. Harusnya

dengan partai yang banyak ini bisa mensosialisasikan setiap kebijakan negara

yang keluar dan memberikan kepada masyarakat. Sehingga tidak ada jarak

antaranya. Hal ini terjadi karena partai sibuk memperebutkan kekuasaan

dibanding menjalankan fungsinya.

Menurut Budi Winarno,47

penyebab minimnya fungsi partai adalah,

pertama, di dalam tubuh partai tumbuh pragmatisme politik dan oportunisme.

Dalam pengertian ini, solidaritas akan dipahami dalam pengertian singkat, yakni

semata-mata karena ikatan kepentingan bukan alasan-alasan yang luas. Dilihat

dari koalisi yang berbeda ideologi. Kedua, kesadaran yang keliru mengenai orang

dengan kepentingan dan kepentingan elit dominan di dahulukan. Ketiga, kurang

ketegasan dalam hal ideologi, sehingga partai menjadi akumulasi kepentingan

47

Prof.Dr.Budi Winarno,MA, Sistem Pollitik Era Reformasi (Yogyakarta: MedPress,

2008), h. 101.

Page 37: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

26

politik dan tidak mempunyai visi misi yang tepat sasaran. Keempat, mempunyai

rencana jangka pendek, dengan Pemilihan Umum dan terpilih untuk partai

berkuasa lima tahunan. Kelima, secara empirik ada peremajaan anggota partai,

tapi tetap ada pelaku lama yang bekerja pada saat Orde Baru.

Hal di atas yang menyebabkan kegagalan partai politik. Dan terjadi juga di

negara demokrasi. Partai politik yang jatuh atau gagal dalam negara demokrasi

disebabkan oleh partai itu sendiri. Apabila dia mengikuti Pemilihan Umum dan

dia gagal untuk dapat duduk di lembaga pemerintahan seperti DPR dan MPR,

maka untuk Pemilihan Umum yang akan datang dia akan menciptakan partai baru

dan mengikuti lagi Pemilihan Umum. Karena didorong keinginan untuk bisa

menguasai negara pada saat itu dan mengatur segala sesuatunya.

Apabila sudah terpilih, mereka tidak mendahulukan apa yang telah

menjadi tujuan terbentuknya partai politik, yaitu penghubung antara yang

memerintah dan yang diperintah. Sehingga jarak terjadi dan membuat MPR dan

DPR sebagai tempat kepentingan berbagai individu. Padahal lembaga tersebut

adalah yang membuat bulat lonjongnya pemerintahan.48

Padahal partai politik sudah mempunyai tujuan yang jelas pada saat

pembentukannya, dan masuknya intelektual bisa membuat citra partai semakin

baik dan kinerjanya meningkat. Sebagai penghubung antara pemerintah dan yang

diperintah, sama dengan fungsi intelektual, individu yang dipercaya masyarakat

untuk mewujudkan sistem pemeritahan yang baik dan bisa mensejahterakan

48

Deny J.A, Memperkuat Pilar Kelima, Pemilu 2004 dalam Temuan Survey LSI

(Yogyakarta: LKIS, 2006), h. 19.

Page 38: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

27

rakyat.49

Tujuan khususnya, memperjuangkan cita-citanya bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara.50

C. Partisipasi Politik

Disebabkan adanya keterlibatan intelektual dalam masalah-masalah politik

dalam sub-bab berikut perlu dijelaskan hubungan antara intelektual dengan

partisipasi politik. Dalam demokrasi peran serta masyarakat sangatlah

berpengaruh. Karena pada negara demokrasi, rakyat menjadi penentu kebijakan.

Dalam ilmu politik, partisipasi diartikan sebagai upaya warga negara baik secara

indvidual maupun kelompok, untuk ikut serta dalam mempengaruhi penentu

kebijakan publik dalam suatu negara.51

Partisipasi menurut Ramlan Surbekti,52

adalah keikutsertaan warga negara

biasa (yang tidak mempunyai kewenangan) dalam mempengaruhi proses

pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. Partisipasi politik mengacu ke-

dalam dua hal berdasarkan pengertian-pengertian di atas:

a. Proses pemilihan penguasa, dalam hal ini Pemilihan Umum yang

diadakan dalam lima tahun sekali dalam pemilihan Presiden maupun

pemimpin-pemimpin daerah.

b. Pengawasan kepada penguasa yang terpilih. Hal ini berhubungan

dengan mempengaruhi kebijakan publik.53

49

Undang-Undang Republik Indonesia no 31 Tahun 2002 Tentang Partai Politik, Plus

Tanya Jawab Mengenai UU Partai Politik (Yogyakarta: Pustaka Widyatama, 2003), h. 50. 50

Ibid. 51

Afan Gaffar, “Merangsang Partisipasi Politik Rakyat,” dalam Syarofin Arba, ed.,

Demitologi Politik Indonesia: Mengusung Elitisme Dalam Orde Baru (Jakarta: Pustaka Cidesindo,

1998), h.240. 52

Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik (Jakarta: Grasindo, 2009), h.141. 53

Ammatullah Shafiyah dan Haryati Soeripno, Kiprah Politik Muslimah Konsep dan

Implementasinya (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), h.42.

Page 39: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

28

Dalam hal ini, partisipasi masyarakat bisa berbentuk dengan melakukan

protes-protes bila arah kebijakan berat sebelah atau merugikan rakyat. Umumnya

partisipasi politik masyarakat bersifat mandiri (autonomous) dimana individu

melakukan kegiatan berdasarkan inisiatif dan keinginan sendiri. Hal ini terjadi

atas dasar tanggung jawab dalam politik, atau didorong oleh keinginan untuk

mewujudkan kepentingan atau kelompoknya.

Tapi ada pula partisipasi yang tidak dilakukan karena kehendak orang

tersebut, akan tetapi diminta, bahkan dipaksa untuk melakukan keinginannya. Ada

lima hal yang bisa menggerakkan partisipasi dalam proses politik, sebagaimana

disampaikan Myron Weiner, yaitu:54

a. Modernisasi dalam segala bidang kehidupan yang menyebabkan

makin banyak masyarakat menuntut untuk ikut dalam kekuasaan

politik.

b. Perubahan-perubahan struktur kelas sosial, masalah siapa yang berhak

berpartisipasi dan pembutan keputusan politik menjadi penting dan

mengakibatkan perubahan dalam pola partisipasi politik.

c. Pengaruh kaum intelektual dan komunikasi massa modern, ide

demokratisasi partisipasi telah menyebar ke bangsa-bangsa baru

sebelum mereka mengembangkan modernisasi dan industrialisasi yang

cukup matang.

d. Konflik antar kelompok pemimpin politik, jika timbul konflik antar elit

maka yang dicari adalah dukungan rakyat, terjadi perjuangan antar

54

Drs.A.Rachman.MM, “Sistem Politik Indonesia.”

Page 40: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

29

kelas menengah melawan kaum aristokrat telah menarik kaum buruh

dan membantu memperluas hak pilih rakyat.

e. Keterlibatan pemerintah yang meluas dalam masalah sosial, ekonomi

dan budaya, meluasnya ruang lingkup aktifitas pemerintah seiring

merangsang timbulnya tuntutan-tuntutan yang terorganisir akan

kesempatan untuk ikut serta dalam pembuatan keputusan politik.

Dengan adanya partisipasi politik maka akan membuka ruang publik yang

terbuka untuk rakyat. sehingga membuat rakyat tidak menjadi apatis (tidak peduli

terhadap pemerintahan)55

Huntington dan Nelson membagi landasan patisipasi

menjadi:56

a. Kelas, individu dengan status sosial dan pekerjaan yang sama.

b. Kelompok atau komunal, individu dengan asal usul ras, agama,

bahasa, atau etnis yang sama.

c. Lingkungan, individu yang jarak tempat tinggalnya berdekatan.

d. Partai, individu yang mengidentifikasi diri dengan organisasi formal

yang sama yang berusaha untuk meraih atau mempertahankan kontrol

atas bidang-bidang eksekutif dan legislatif pemerintahan.

e. Golongan atau faksi, individu yang dipersatukan oleh interaksi yang

terus menerus antara satu sama lain, yang akhirnya membentuk

hubungan patron-client, yang berlaku atas orang-orang dengan tingkat

status sosial, pendidikan, dan ekonomi yang sederajat.

55

Kamus Bahasa Indonesia, “Apatis.” 56

Sosiologi FISIP UNPatti angkatan 2007, “Partisipasi Politik,” mengulas buku Samuel P.

Huntington dan Joan Nelson, Partisipasi Politik di Negara Berkembang (Jakarta: Rineka Cipta,

1990) h. 9-10. artikel diakses pada 18 Oktober 2011 dari

http://sunaryotianotak.blog.com/2011/02/11/partisipasi-politik/

Page 41: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

30

Huntington dan Nelson membagi bentuk-bentuk partisipasi politik ke

dalam beberapa macam:57

a. Kegiatan pemilihan, kegiatan pemberian suara dalam Pemilihan

Umum, mencari dana partai, menjadi tim sukses, mencari dukungan

bagi calon legislatif atau eksekutif, atau tindakan lain yang berusaha

memepengaruhi hasil Pemilu.

b. Lobby, upaya perorangan atau kelompok menghubungan pemimpin

politik dengan maksud mempengaruhi keputusan mereka tentang suatu

isu.

c. Kegiatan organisasi, partisipasi individu ke dalam organisasi, baik

selaku anggota maupun pemimpinnya, guna mempengaruhi

pengambilan keputusan oleh pemerintah.

d. Contacting, yakni upaya individu atau kelompok dalam membangun

jaringan dengan pejabat-pejabat pemerintah guna mempengaruhi

keputusan mereka, dan.

e. Tindakan kekerasan (violence), yiatu tindakan individu atau kelompok

guna mempengaruhi keputusan pemerintah dengan cara menciptakan

kerugian fisik manusia atau harta benda, termasuk disini adalah huru

hara, teror, kudeta, pembutuhan politik (assassination), revolusi dan

pemberontakan.

Partisipasi ini mempunyai dua bentuk, yaitu konvensional dan

nonkonvensional. Partisipasi konvensional adalah menghadiri pertemuan publik,

bekerja demi sebuah partai politik, dan menandatangani petisi, komunikasi

57

Ibid.

Page 42: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

31

individual dengan pejabat politik.58

sedangkan partisipasi non-konvensional

adalah pengajuan petisi, demonstrasi, konfrontasi, mogok dan tidakan kekerasan

politik.59

Kegiatan masyarakat yang berhubungan dengan pemerintahan ataupun

kebijakan itu gagal. Tetap itu merupakan partisipasi politik dari masyarakat.

Partisipasi warga negara kadang bukan merupakan kegiatan yang otonom dan

murni (istilahnya autonomous participation) tetapi merupakan kegiatan yang

dimobilasasi (mobilized participation) oleh orang atau kelompok tertentu.60

D. Pendekatan Masalah

Dengan berpijak pada konsep teori di atas penelitian ini dilakukan untuk

mengetahui penyebab dari pengamat-pengamat poitik masuk ke dalam politik.

Penulis memasukkan pengamat politik ke dalam golongan cendekiawan. Dengan

menggunakan analisis data penelitian kualitatif, melakukan proses wawancara,

melakukan tanya jawab dengan narasumber yang berkaitan dengan pokok

permasalahan skripsi penulis. Dan diharapkan dapat mengetahui apa-apa yang

mempengaruhi para pengamat politik masuk ke dalam politik praktis.

Penulis bertanya mengenai faktor yang menyebabkan mereka masuk ke

partai politik, apakah ada paksaan dari dalam atau pengaruh individu. Banyak

kepentingan yang ingin diperjuangkan untuk dirinya sendiri atau kelompok

kepentingan. Bagaimana pendapat para intelektual yang lain pada saat mereka

masuk ke dalam partai politik? Apakah ada pengaruh yang berbeda pada saat

58

Pippa Noris dan Ronald Inglehart, “Sekularisasi ditinjau Kembali: Agama dan Politik di

Dunia Dewasa Ini (Ciputat: Pustaka Alvabet, 2009), h. 221. 59

Ibid. 60

Ammatullah Shafiyah, Kipra Politik Muslimah, h. 43.

Page 43: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

32

berada di dalam dan di luar dari partai politik? Apakah tujuan awal mereka masuk

ke dalam, bisa terealisasi dan terdahulukan dibanding kepentingan kelompok?

Contoh pertanyaan yang akan memberikan penjelasan tentang bagaimana

perjalanan seorang pengamat politik hingga bisa masuk ke dalam partai politik.

dilihat dari banyak teori yang ada mulai dari pembagian intelektual organik,

tradisional, partai politik dan partisipasi. Memperlihatkan, bahwa pengamat

politik, ikut berpartisipasi politik dengan masuk ke dalam partai dan menjadi

intelektual organik, yang terjun langsung mengurus rakyat dan berurusan dengan

orang yang berkuasa pada saat itu. 61

61

Untuk detail gambaran pandangan lihat apendix (hasil wawancara)

Page 44: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

79

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Obyek Penelitian

Penulisan skripsi ini membahas mengenai pengevaluasian kegiatan

pemeriksaan atas laporan keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Banten pada

Tahun Anggaran 2010 oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia

(BPK-RI) Perwakilan Banten mulai dari tahap awal hingga tahap pelaporan oleh

auditor BPK-RI. Adapun yang menjadi obyek penelitian adalah kegiatan

pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK-RI mencakup langkah-langkah

pemeriksaan yang ditempuh auditor, pengujian yang dilakukan, informasi yang

diperoleh dan simpulan yang dibuat sehubungan dengan pemeriksaan yang

dilakukan serta Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang diterbitkan BPK-RI

terkait dengan pemeriksaan atas laporan keuangan Pemerintah Daerah Provinsi

Banten Tahun 2010.

B. Teknik Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data penulisan ini terdiri atas dua

bagian yaitu menurut sifatnya dan cara memperolehnya.

1. Berdasarkan sifatnya

a. Data kualitatif

Page 45: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

80

Data yang dikumpulkan tidak dalam bentuk angka melainkan

kategori, seperti visi dan misi lembaga, struktur organisasi, sejarah

lembaga, metode pemeriksaan dan kegiatan lain yang dibutuhkan.

b. Data kuantitatif

Data yang dikumpulkan dalam bentuk angka. Data tersebut berupa

komposisi jumlah auditor dalam lembaga, laporan keuangan yang

diaudit dan kertas kerja milik auditor yang bersangkutan.

2. Berdasarkan metode memperolehnya

a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Studi kepustakaan dimaksud untuk memperoleh data sekunder yang

menjadi landasan teori dalam penyusunan skripsi ini dari buku-buku

dan literatur lainnnya yang berhubungan dengan obyek penelitian.

b. Penelitian Lapangan (Field Research)

Penelitian lapangan yang dilakukan dimaksudkan untuk

memperoleh data primer dari obyek penelitian yaitu BPK guna

mendapatkan informasi yang akurat. Adapun teknik yang digunakan

dalam metode ini adalah:

1) Wawancara yaitu mengumpulkan data dengan cara mengajukan

pertanyaan langsung dengan auditor BPK-RI dan pihak-pihak yang

terkait dalam pemeriksaan laporan keuangan Pemerintah Daerah

Provinsi Banten.

Page 46: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

81

2) Observasi yaitu melihat langsung pada obyek penelitian untuk

memperoleh gambaran yang lebih jelas.

3) Kuesioner yaitu mengumpulkan data dengan mengajukan

pertanyaan dalam bentuk suatu daftar pertanyaan kepada pihak-

pihak yang berkaitan dengan pemeriksaan laporan keuangan

Pemerintah Daerah Provinsi Banten.

C. Teknik Pengolahan Data

Jenis penelitian yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini adalah bersifat

kualitatif dengan analisis deskriptif komparatif dengan cara menelaah kegiatan

pemeriksaan yang dilakukan auditor BPK-RI Perwakilan Banten dalam mengaudit

keuangan Pemda Banten, yang berisi mengenai perencanaan, pelaksanaan, dan

pelaporan pemeriksaan serta membandingkannya dengan standar yang berlaku

ataupun tolak ukur lainnya, meliputi:

1. Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) yang ditetapkan oleh

BPK-RI

2. Panduan Manajemen Pemeriksaan yang diterbitkan oleh BPK-RI.

Page 47: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

53

BAB IV

PENGAMAT POLITIK SEBAGAI KEKUATAN POLITIK

Bab ini merupakan elaborasi dari bab sebelumnya yang menggambarkan

sejarah singkat perkembangan seorang cendekiawan dan intelektual di Indonesia.

Diceritakan mengenai para pengamat politik yang masuk ke dalam partai politik.

Berbagai faktor dan tujuan mempengaruhi mengapa cendekiawan memasuki

politik praktis. Bab ini menjelaskan bahwa seorang intelektual selalu berkeinginan

untuk masuk ke dalam partai politik ataupun struktur kekuasaan yang lain. Karena

bisa diasumsikan bahwa lewat partai politik semua cita-cita untuk bisa menduduki

jabatan dapat terwujud.

Fokus pembahasan dalam bab ini adalah menjelaskan fungsi dan tanggung

jawab intelektual sebagai kekuatan politik penyeimbang, faktor masuk ke dalam

partai, pilihan partai yang akan menjadi jembatan untuk meraih kesuksesan, dan

pandangan politik seorang cendekiawan.

Pengamat politik mempunyai kekuatan politik yaitu ilmu atau kepandaian

yang bisa mereka pergunakan untuk menjadi kelompok penekan. Dari kekuatan

politik ini, para pengamat politik bisa mempengaruhi pembuatan dan perumusan

kebijakan politik yang terkait dengan masyarakat umum. Kemampuan

mempengaruhi ini dilakukan oleh kelompok dengan memanfaatkan sumber

kekuasaan dan akses yang dimiliki, sehingga setiap kebijakan dan keputusan

politik dapat menguntungkan mereka. 1

1 Dra. Haniah Hanafie, “Kekuatan-Kekuatan Politik” (Penelitian Buku Ajar Fakultas

Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta), h. 15.

Page 48: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

54

A. Cendekiawan sebagai Kekuatan Politik Penyeimbang

Kaum cendekiawan dan intelektual adalah individu yang memang

diperlukan daalam struktur kekuasaan (baca-partai politik, pemerintahan). Mereka

sering dianggap sebagai penyelesai masalah. Mereka juga mempunyai jawaban

dalam permasalahan masyarakat. Pada tahap inilah, cendekiawan ditarik masuk ke

dalam politik agar bisa menjadi juru bicara dalam setiap pekerjaan yang diemban

partai tersebut.

Akan tetapi karena partai politik adalah ajang bagi sekumpulan individu

atau kelompok yang berorientasi pada kekuasaan, tidak jarang seorang intelektual

yang idealis tersingkir jika tidak mempunyai persiapan mental yang kuat. Tujuan

para intelektual masuk ke dalam partai politik ataupun pemerintah tentu berharap

ke arah yang positif. Tapi pertanyaannya adalah apakah mereka bisa bertahan

dalam dunia yang penuh dengan kelicikan dan saling bersiasat antara satu individu

dengan yang lain demi mendahulukan kepentingan pribadi. Intelektual yang

bertujuan bisa memberi kebenaran bagi masyarakat, dituntut untuk bertanggung

jawab yang besar demi membenahi partai politik yang sekarang.

Sebelum kemerdekaan para intelektual Indonesia didorong untuk masuk

ke dalam pemerintah. Hal ini muncul karena mereka dianggap kritis, sehingga

diharapkan mampu untuk menjadi tulang punggung demokrasi. Sebagaimana

dijelaskan pada bab sebelumnya kekuasaan yang ada pada saat itu. Partai politik

dan pemerintahan pada saat itu diisi oleh orang yang bukan bidangnya, sehingga

tujuan untuk memberikan kebaikan kepada rakyat terabaikan.

Page 49: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

55

Dewasa ini walaupun para intelektual hanya menjadi seorang pengamat

politik, mereka bisa mengarahkan pandangan masyarakat tentang pemerintahan.

Mereka bisa menolong siapa saja yang terkena bencana. Ini dimungkinkan karena

organisasi politik relatif banyak. Tapi ternyata masih sedikit yang menyadari

bahwa mereka bisa berkiprah secara bebas di luar partai politik. Tampaknya ada

kepentingan yang lebih mendasar sehingga mereka memutuskan bergabung

dengan partai politik.

Fadli Zon, misalnya mengatakan bahwa untuk menjadi kekuatan

penyeimbang, maka intelektual yang berada di luar politik juga baik untuk

mengontrol. Tetapi dampaknya akan beda apabila mereka masuk ke dalam politik.

Kita bisa ambil contoh, kalau ada orang yang seperti Drajat Wibowo, orang yang

berpikiran tajam masuk PAN, maka lembaga pemerintahannya juga akan menjadi

berkualitas.2

Seorang pengamat politik yang telah masuk ke dalam struktur kekuasaan,

maka segala tanggung jawabnya teralihkan untuk membela platform yang

diikutinya. Sehingga mereka tidak lagi bisa berkritik secara bebas, karena terikat

dengan partai yang memayungi mereka. Hal itu yang membuat mereka buruk di

mata intelektual yang lain.

Selama mereka di luar mereka menulis dan mengkritisi keadaan

pemerintahan, dan pada suatu hari mereka masuk dan menjadi bagian dari

kelompok itu. Tidak ada yang salah, itu tujuan dan cita-cita yang ingin mereka

2 Wawancara pribadi dengan Fadli Zon, Jakarta, 9 Juli 2011

Page 50: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

56

perjuangkan, apabila mereka bisa bertahan di tengah-tengah kepentingan orang

dengan mengorbankan orang banyak.

Cendekiawan atau intelektual yang masuk ke dalam struktur pemerintahan

memang dalam situasi yang sulit, apalagi struktur kekuasaan itu masi dijadikan

sebagai penopang kehidupan bagi individu-individu yang mempunyai

kepentingan lebih untuk bisa mengontrol segala sesuatu yang ada di dalam. Tidak

peduli orang lain keluar dari ruang lingkup kelompok tersebut.

Berada dalam situasi yang sulit berjuang untuk bisa merubah keadaan di

dalam pemerintah adalah tugas siapa saja yang merasa bertanggung jawab atas

kesejahteraan dan kebaikan rakyat. Bukan hanya cendekiawan ataupun

intelektual. Politisi yang berada di dalam dengan masuknya cendekiawan dan

intelektual harusnya lebih bisa bekerja sama dalam segala hal. Akan tetapi para

intelektual yang masuk hanya dijadikan sebagai tameng pemerintah dalam

memberikan argumen kepada rakyat.

Walaupun ada sejumlah cendekiawan atau intelektual yang membantu

suau golongan tertentu tanpa harus memasuki golongan tersebut. Hal itu mungkin

menjadi prinsipnya sendiri. Setiap orang pastinya tidak lepas dari kepentingan

yang mengelilinginya. Karena mereka butuh kepentingan untuk makan, sekolah

dan lain sebagainya. Hal ini menggambarkan bahwa di luar kehidupan politik

semua orang mempunyai kepentingan masing-masing.

B. Faktor-Faktor yang Mendorong Cendekiawan Terlibat dalam Politik

Tidak ada larangan bagi seorang individu untuk memasuki sebuah struktur

kekuasaan (baca partai-politik). apalagi bagi seorang intelektual. Intelektual

Page 51: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

57

adalah seorang individu yang tujuannya untuk mencari kebenaran dan

mengungkapkan kebenaran itu. Maka, jika dia berminat memasuki sebuah dunia

baru yang penuh dengan rencana dan kebijakan dengan tujuan yang bertujuan

untuk memperbaiki masyarakat, tidak ada alasan untuk menolak.

Fadli Zon mengutip sebuah nasihat kebijakan dari seorang filsuf abad ke-

18 Edmund Burke “all that is necessary for the triumph of evil is that good men

do nothing.” Kalau orang-orang yang merasa baik itu tidak berada di dalam

politik, maka politik itu akan dikuasai oleh sebuah kekuatan buruk, seperti oleh

preman-preman politik, mafia politik, bandit politik dll.3

Tapi pendapat itu disanggah beberapa intelektual lain, misalnya Prof. Dr.

Sumantri Brodjonegoro, seorang rektor Universitas Indonesia (UI) pada era 1960-

an. Pada saat itu dia menjabat sebagai Menteri Pertambangan. Lalu Soe Hok Gie,

seorang aktifis Indonesia era 1960-an mendatanginya dan bertanya kenapa dia

mau masuk pemerintahan dan bekerja sama dengan para mafia minyak dsb. Dia

mengatakan,

“Kita mempunyai dua pilihan, jika kita melihat keburukan-keburukan

yang terjadi di kalangan pemerintah, atau terjun ke dalam bersusaha

(belum tentu berhasil) memperbaikinya atau tinggal di luar dan sambil

menunggu aparat tadi ambruk. Saya memilih pertama dengan segala

konsekuensinya.”4

3 Wawancara pribadi dengan Fadli Zon.

4 Rudy Badil, dkk., Soe Hok Gie..sekali lagi Buku, Pesta dan Cinta di Alam Bangsanya

(Jakarta: KPG, 2009), h. 444-445.

Page 52: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

58

Soe Hok Gie menghargai seluruh intelektual yang masuk ke pemerintahan

dengan alasan-alasan tertentu. Tapi hal itu karena mereka berada dalam kondisi

sulit untuk bisa mendapat hasil yang maksimal.5

Masuk ke dalam struktur kekuasaan bisa jadi hanya sebagai warisan

politik sejak zaman penjajahan Belanda. Trend politik sampai dengan sekarang.

Banyaknya kasus yang muncul, akan tetapi tidak terselesaikan sama sekali. Dari

segala persoalan yang ada diharapkan bahwa kemunculan para intelektual dapat

memberikan penyelesaian yang baik seperti yang diharapakan oleh masyarakat.

Hal itu karena fungsi intelektual untuk memberikan kebenaran. Tidak hanya

mewarnai politik dengan masuk ke dalam struktur kekuasaan (partai politik) dan

tidak memberikan kontribusi apa-apa, karena mempunyai kepentingan. Sehingga

tujuan awalnya tidal terealisasi.

Berikut ini adalah beberapa alasan pengamat politik masuk ke dalam

partai politik:

1. Untuk Memperluas Kiprah Politik6

Bagi para pengamat politik, menjadi pengamat hanya dapat melihat dari

luar saja. Karena itu tentu akan lebih menarik kalau pengamat politik bisa masuk

ke dalam politik, dibanding menjadi penonton. Dengan berada di dalam, pengamat

politik bisa memperluas kiprah politik dan masuk ke dalam Dewan Perwakilan

Rakyat (DPR) dan jajaran eksekutif. Pengalaman ini dapat memberi mereka

kesempatan melakukan sejumlah eksperimen dengan kemampuan menekan.

2. Ingin Melakukan Perubahan Di Dua Bidang7

5 Ibid., h. 445.

6 Wawancara pribadi dengan Ulil Abshar Abdalla, Jakarta, 12 Juli 2011.

Page 53: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

59

Bagi para pengamat dengan menjadi tenaga pengajar, hanya bisa

melakukan perubahan di bidang akademik. Karenanya setelah masuk ke dalam

partai politik, intelektual bisa langsung berhubungan dengan perubahan kebijakan

politik dan merubah partai politik dari dalam. Kalau dulunya, intelektual berjuang

dengan lisan, partai politik memberi peluang perjuangan dilakukan dengan tangan.

3. Agar Bisa Mengontrol Setiap Kebijakan Dan Mempengaruhi

Kebijakan Yang Keluar8

Ketika menjadi pengamat politik, seorang intelektual tidak bisa

memberikan aspirasi lebih. Dan pengamat hanya tahu berita yang beredar dari luar

saja. Pengamat politik walaupun mempunyai pandangan yang benar, kritis,

mempunyai pengaruh dalam berpendapat, tetapi pengamat tidak bisa mengambil

sebuah keputusan. Keputusan tetap berada di tangan politisi. Dalam mengontrol

kebijakan, seorang politisi bisa menolak untuk mengikuti program pemerintah.

Misalnya, program study banding keluar negeri, seorang politisi berhak melarang

anggotanya untuk berangkat.

4. Untuk Memperbaiki Kondisi Masyarakat9

Sebagai pengamat politik biasa pastinya mempunyai batasan-batasan

dalam melakukan sesuatu dan mempunyai batasan untuk mengontrol. Hal yang

tidak bisa dilakukan oleh pengamat politik, bisa dilakukan oleh politisi. Misalnya,

musibah yang datang kepada satu daerah, untuk bisa memperbaiki secara cepat

dibutuhkan individu atau kelompok yang berkuasa. Karena sebagai intelektual,

hanya bisa memberi bantuan tanpa bisa mengontrolnya.

7 Wawancara pribadi dengan Bima Arya Sugiarto, Jakarta, 4 Juli 2011.

8 Ibid.

9 Wawancara pribadi dengan Indra J.Piliang, Jakarta, 5 Juli 2011.

Page 54: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

60

Para pengamat politik yang masuk ke dalam partai politik biasanya sudah

dalam keadaan materi berlimpah. Akan tetapi seorang pengamat politik itu

harusnya terbebas dari segala kepentingan. Bisa dikatakan, pengamat harus bebas

dari segala rasa untuk menguasai. Sedangkan partai itu sendiri mempunyai tujuan

untuk berkuasa. Dan tujuan politik yang awalnya untuk memberikan kebaikan

kepada rakyat.10

Dengan alasan yang beragam masuk ke dalam gelanggang politik, para

intelektual berharap tidak ada yang berubah dari cita-cita mereka. Tapi harus

dicatat banyaknya individu atau kelompok intelektual maupun lapisan masyarakat

yang menyayangkan mereka masuk ke dalam politik praktis. Karena menurut

masyarakat, orang yang berpendidikan seperti mereka harusnya tidak haus akan

kekuasaan.

Dengan hadirnya intelektual di dalam gelanggang politik, diharapkan bisa

membawa pengaruh positif terhadap kinerja dan citra dunia politik. Harapan itu

bukan tanpa alasan, sebab sejak era reformasi, sistem perekrutan dan seleksi

legislatif di tingkat partai dan pada level pemerintah tidak berhasil melahirkan

legislatif yang berkualitas.11

Tiga alasan yang menjadi motivasi para intelektual masuk ke dalam

gelanggang politik. Pertama, mereka merasa terpanggil dengan tanggung jawab

intelektualnya untuk memperbaiki kehidupan politik saat ini yang makinj auh dari

yang dicita-citakan. Kedua, melakukan kajian ilmiah atas kondisi politik saat ini

10

Mohammad Hatta, “Tanggungjawab Kaum Intelegentsia,” dalam Aswab Mahasin dan

Ismed Natsir, Cendekiawan dan Politik (Jakarta: LP3ES, 1984), h. 12 11

Suara Merdeka Online, “Peran Intelektual di Partai Politik,” artikel diakses pada 19

Oktober 2011 dari http://www.suaramerdeka.com/harian/0402/17/kha1.htm

Page 55: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

61

dan konsekuensinya terhadap kehidupan demokrasi Indonesia pada masa depan.

Ketiga, motif ekonomi, zaman sekarang menjadi politikus memiliki magnitude

yang sangat kuat dari sisi ekonomi.12

C. Pilihan Partai dalam Politik dan Tujuannya

Banyaknya partai yang berpartisipasi dalam Pemilu tahun 2009.tetapi

hanya partai-parta tertentu yang mempengaruhi dalam hal pilihan partai yang

dimasuki oleh para pengamat politik ini. Partai besar, partai kecil, partai baru

partai lama, dengan ketenaran partai atau individu yang membesarkan nama partai

sehingga bisa dikenal oleh masyarakat.

a. Indra Jaya Piliang13

Indra Piliang adalah seorang penulis yang disegani. Tulisannya banyak

dipakai untuk menjadi kutipan dalam buku-buku, contoh tulisannya dalam buku

Study Politik Oposisi Dan Demokrasi. Dalam buku dia merespon langkah

Megawati dengan menulis “apa yang dilakukan oleh Megawati itu adalah sesuatu

yang sangat mudah dikatakan tapi sulit memaknainya,”14

Selama menjadi seorang intelektual Indra telah mencoba menawarkan ide-

ide dan pendapatnya kepada partai-partai politik yang ada. Akan tetapi penolakan

yang dia terima dan diabaikan oleh partai politik tersebut. Partai Golkar menjadi

pilihan Indra Piliang untuk memasuki gerbang politik setelah awalnya dia keluar

dari PAN. Alasannya karena perbedaan pandangan dengan cita-cita PAN. Pada

12

Ibid. 13

Wawancara pribadi dengan Indra J.PIliang 14

Redi Panuju, Studi Politik Oposisi dan Demokrasi (Yogyakarta: INTERPREBOOK,

2011), h.121.

Page 56: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

62

saat itu Pasca Pemilu 1999 PAN bergeser menjadi partai berplatform iman dan

taqwa. Indra mengundurkan diri dari PAN pada 21 Januari 2001.

Indra Piliang menamatkan S-1 di Universitas Indonesia dengan jurusan

sastra pada tahun 1991-1997. Dan melanjutkan S-2 jurusan ilmu komunikasi di

Universitas Indonesia 2006-2008.15

Ada beberapa alasan mengapa ia vakum

selama 8 tahun, dia masuk lagi ke dalam partai politik. padahal selama dia

menjadi pengamat politik banyak hal yang dia dapat. Seorang pengamat politik

yang cukup kritis dalam memberi tanggapan kepada pemerintahan.

Faktor daerah menjadi salah satu faktor dia memillih partai GOLKAR.

Menurutnya partai yang diterima di daerahnya yaitu Pariaman, Sumatra Barat

hanya Golkar. Dia tidak memilih partai yang lain, apalagi PDIP karena orang

daerah, khususnya yang tua-tua masih menganggap Soekarno memerangi Sumatra

Barat.

“Pada saat saya menjadi seorang pengamat politik, saya

memberikan banyak masukan dan mencoba untuk kita kembangkan dan

sampaikan ke politisi ini sama sekali diabaikan gitu. sehingga untuk

bisa memulihkan kembali daerah saya, saya memotivasi diri saya untuk

masuk ke dalam partai politik.”16

Dari motivasi beragam yang telah diberikan oleh para intelektual ini. Bisa

kita lihat seluruhnya adalah hal yang positif. Karena menurut pengamat politik ini,

jalan yang bisa ditempuh untuk mewujudkan cita-cita dan tujuannya hanya

dengan masuk ke dalam partai politik. Apabila mereka hanya menjadi seorang

pengamat politik, mereka hanya akan bisa melihat dan menilai dari luar saja.

15

Kembalikan Kampung Halamanku, “Profil,” artikel diakses pada 17 Oktober 2011 dari

http://indrapiliang.com/about/ 16

Wawancara dengan Indra J.Piliang.

Page 57: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

63

“Pengamat politik itu adalah orang yang tahu sedikit tapi berbicara banyak,

sedangkan politisi itu orang yang tahu banyak tapi berbicara sedikit.”17

Para politisi yang masuk ke dalam partai politik mengambil keputusan

besar untuk masuk ke dalamnya. Mereka meninggalkan pekerjaa mereka dengan

materi yang berlimpah dan masuk ke dalam partai politik. Contoh: Indra Piliang

yang sebelum masuk ke dalam struktur kekuasaan mempunyai empat kantor

dengn fasilitas-fasilitas yang ada. Dan setelah masuk politik, dia hanya

mempunyai satu kantor saja.18

Indra adalah orang profesional yang masuk ke dalam Golkar, yang

memang telah dipersiapkan tempatnya oleh partai tersebut. Ada tempat untuk para

kalangan profesional sebanyak 10%, seperti Bahtiar Hafiz, Jefry Geovany,

Tantowi Yahya, dll.

Karena Indra dan yang lainnya adalah orang dari kalangan profesional

untuk kepentingan legislatif. Maka dari itu setelah masuk ke dalam partai dia

mempunyai kepentingan untuk membela partai yang diikutinya. Untuk

pencalonan, dia harus punya kartu anggota partai, jadi pada tanggal 6 Agustus

2008 dia memutuskan masuk ke dalam partai Golkar dan mendeklarisakan

keputusannya di Universitas Paramadina.

“Sejak memutuskan untuk menjadi politisi , dia memutuskan

mengambil posisi dan mentalitas seorang politisi. Dan mulai

menyesuaikan diri dengan Golkar, dan partai ini telah berubah menjadi

partai tradisional di beberapa daerah. Keinginan sendiri dan mungkin

kejenuhan karena terlalu lama mengamati dan mempunyai hasrat ingin

terjun langsung ke dalam politik praktis. Menurut saya segala sesuatu

tidak ada yang berubah sebelum dan sesudah memasuki ke gelanggang.

17

Ibid. 18

Ibid.

Page 58: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

64

Walaupun tetap harus mendahulukan kepentingan partai. Karena kita

telah bergabung di dalamnya. Justru saya menganggap kalau kita

berada di dalam ruang lingkup struktur kekuasaan, kita harus lebih

memanfaatkan itu. Maka tiap tahun partainya membuat semacam

pelatihan untuk para calon kader-kader yang akan dibina oleh partai

Golkar.”19

b. Bima Arya Sugiarta20

Pertama kali dia masuk ke gelanggang pada tahun 1998 ketika PAN

pertama kali berdiri. Dia ikut mendirikan PAN di Bandung setelah dia

menyelesaikan S-2 di Universitas Monash, Melbourne Australia tentang

Pergerakan Mahasiswa tahun 1998. PAN dipilihnya menjadi partai yang akan

diikuti berdasarkan Platform dan orang-orang yang menjabat di dalamnya.

Akan tetapi pada awal masuknya dia ke dalam partai tidak bertahan lama,

karena dia melihat ada banyak skandal dan kasus yang terjadi di dalam partai. Dia

meneruskan studinya ke jenjang S-3 dan non-aktif dari partai pada tahun 2001.

Diluar faktor diatas, dia juga merasa tidak optimal dalam dua hal, yaitu sebagai

akademisi dan seorang politisi.

PAN yang diketuai oleh Hatta Rajasa mengajak masuk kembali Bima

Arya ke dalam partai dan menjadi pengurus DPP. Hatta Rajasa adalah salah satu

pendiri PAN, awalnya PAN bernama PAB (Partai Amanat Bangsa) pada Agustus

1998 oleh Amien Rais, Faisal Basri MA, Ir. M. Hatta Rajasa, Goenawan

Mohammad, Dr. Rizal Ramli, dll diganti menjadi PAN. 21

Bima telah melihat perkembangan politik mulai dari dia non-aktif dari

partai sehingga memutuskan unttuk menerima tawaran dari Hatta Rajasa untuk

19

Ibid. 20

Wawancara pribadi dengan Bima Arya Sugiarta. 21

PAN, ”Sejarah PAN,” artikel diakses pada 18 Oktober 2011 dari

http://www.pan.or.id/index.php?comp=home.detail.98

Page 59: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

65

masuk. Menjadi akademisi dan politisi selama sepuluh tahun cukup baginya pada

tahun 2010 untuk masuk ke dalam struktur kekuasaan dan langsung berkaitan

dengan perubahan kebijakan politik, dan merubah parati politik dari dalam.

Setelah vakum selama sepuluh tahun Bima tetap dengan pilihannya yaitu

partai PAN, menurutnya,

“Karena kehidupan itu berkesinambungan, apabila sudah masuk

ke dalam PAN, walaupun saya non-aktif beberapa waktu yang lalu,

saya tetap akan masuk ke dalam partai yang sama setelah saya aktif

kembali.”Menurutnya “pindah partai seperti pindah agama” apapun

yang terjadi tidak akan pindah partai kecuali partai tersebut bubar, baru

saya mengambil jalur pengabdian yang lain.”22

Tiga hal yang membuat Bima masuk ke dalam PAN;

a. Kekaguman pada Amien Rais.

b. Cocok dengan platform yang dibuat, basisnya religious

Muhammadiyah, tapi desainnya inklusif (terbuka).

c. Banyak intelektual-intelektual yang masuk ke dalam partai ini.

Bima Arya bercita-cita agar bisa merealisasikan tujuannya ke dalam partai

politik; Pertama, dia mengingkan partai politik itu mempunyai basis data. Agar

menjadi tertib, dengan memiliki basis data yang kuat, rapi pengelolaan data dan

strategi. Kedua, partai politik tidak boleh selalu membabi buta membela

kepentingan negara, dia juga harus bisa menyuarakan kepentingan publik dan

simpati kepada rakyat kecil. Ketiga, bisa mengajak anak-anak muda supaya tidak

apatis di politik, mengajak bergabung dan berjuang bersama-sama.

“Masuk ke dalam politik itu tidak harus pada saat mempunyai

modal uang dan massa. Akan tetapi pada saat pijakan kita sudah kuat,

dan mempunyai potensi akademik yang baik. Apabila menunggu

22

Wawancara pribadi dengan Bima Arya.

Page 60: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

66

beberapa tahun lagi ketika umur saya sudah tidak muda lagi, saya hanya

menghabiskan waktu di talk show dan diskusi seminar, saya tidak

mempunyai kesempatan untuk memimpin dan menyelesaikan

persoalan.”23

Bima yang mempunyai keinginan positip untuk bisa memperbaiki keadaan

partai yang rusak dengan masuk ke dalamnya, karena memang partai politik

adalah tempat orang yang berkepentingan dan mencari penghidupan ekonomi. Dia

menyadari bahwa masuk ke dalam politik itu adalah tugasnya untuk mengabdi,

kalau dibiarkan keadaan seperti itu berlanjut maka akan menjadi kendaraan untuk

materialisme.

Bayangkan saja, untuk kondisi DKI Jakarta yang notabene metropolitan

dengan penduduk terpelajar ternyata ditemukan 22 caleg dengan ijazah palsu. Di

daerah lain, banyak caleg yang tiba-tiba saja memegang ijazah Kejar Paket C

(penyetaraan SMA), selebihnya yang mencoba menjadi caleg dengan modal

ijazah palsu juga tidak sedikit. 24

Karena orang-orang awam seperti ini partai politik jadi tempat untuk orang

mencari penghasilan untuk dirinya sendiri, untuk memperkaya dirinya. Akan

tetapi kalau lepas dari politik orang masi bisa bertahan. Bima masi bisa mengajar

di Uinversitas atau masih bisa menjadi konsultan politik.

Hal inilah yang membedakan Indonesia dengan negara-negara maju

lainnya. Di negara maju, orang yang bergabung ke dalam partai adalah orang yang

mempunyai posisi tawar dan kompetensi. Mereka tidak mencari nafkah di dalam

23

Ibid. 24

Suara Merdeka Online

Page 61: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

67

partai, di Indonesia orang seperti ini masi minoritas, yang mayoritas adalah

bandit-bandit dan preman-preman politik.

c. Fadli Zon25

Partai Indonesia Raya pertama didirikan pada bulan Februari tahun 2008.

Fadli Zon salah satu pendiri partai ini bersama dengan Prabowo Subianto.

Sebelum memberikan ide untuk mendirikan partai GERINDRA, Fadli terlebih

dahulu terlibat dalam Partai Bulan Bintang.

Pada akhir 2007 Fadli mengusulkan ide untuk mendirikan partai politik

yang akhirnya menjadi GERINDRA. Alasannya adalah karena pada saat itu tidak

ada usaha untuk memperbaiki keadaan. Dia menginginkan partai Gerindra

menjadi alat untuk perjuangan dengan tujuan yang jelas melawan neoliberalisme,

mengedepankan ekonomi kerakyatan.

Sebagai aktifis pada zamannya dan pengamat politik dahulu, dia melihat

banyak arah tujuan kebijakan yang tidak menguntungkan bagi masyarakat

menengah ke bawah. Tidak ada keberpihakan kepada petani, buruh, nelayan dan

pedangang pasar. Dia menilai bahwa para pengamat yang ada diluar tidak mampu

berbuat apa-apa untuk memperbaiki masalah negara. Pendapatnya menjadi politisi

adalah:

“Walaupun belum bisa menjadi partai yang berkuasa, tapi partai

GERINDRA mempunyai anggota di dalam parlemen yang bisa

mempengaruhi setiap kebijakan yang akan keluar. Para pengamat hanya

bisa menonton dari luar, dan tidak tahu permasalahan yang terjadi di

dalam pemerintahan. Hanya mampu beragumentasi di luar. Menurutnya

para pengamat politik, dapat bisa bebas berbicara karena tidak

25

Wawancara pribadi dengan Fadli Zon

Page 62: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

68

mempunyai tanggung jawab dan ikatan kepada suatu struktur

kekuasaan. Semua hal dikontrol oleh dirinya sendiri.”26

Untuk tujuan yang dicapai setelah masuk ke dalam partai politik, pastinya

membutuhkan proses yang mempengaruhi setiap kebijakan dan program yang

dibuat. Akan bisa terlaksana apabila Partai GERINDRA sudah menjadi partai

yang berkuasa. Menurutnya, Partai GERINDRA adalah partai yang idealis, karena

masih bisa mengutamakan hal yang pokok dibanding yang biasa, contohnya

seperti, pergi study banding keluar negeri, Fadli melarang anggota Partainya

untuk ikut.

Fadli merasa apabila banyak intelektual maupun cendekiawan yang masuk

ke dalam partai politik atuapun struktur kekuasaan yang lain akan semakin bagus.

Dia berharap para intelektual yang nantinya masuk ke dalam partai politik akan

mampu untuk mendedikasikan semua ilmu dan pemikiran, dan pandangannya

untuk bekerja serius dan sepenuh hati. Dia berharap pengamat politik, intelektual

atau cendekiawan yang berada di luar politik praktis bisa melibatkan diri secara

langsung ke dalam masyrakat.

d. Ulil Abshar Abdalla 27

Ulil memilih partai Demokrat sebagai tempat dia berkiprah,

mengaplikasikan tujuan-tujuannya sebagai intelektual lewat partai tersebut.

Demokrat yang didirikan pada tahun 2001 pada tanggal 9 September. Ulil yang

berlatar belakang sebagai pengurus dan ketua Lakpesdam NU, dan sebagai tokoh

liberalisme Islam, Jaringan Islam Liberal (JIL).

26

Wawancara dengan Fadli Zon. 27

Wawancara pribadi dengan Ulil Abshar Abdalla

Page 63: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

69

Sebagai intelektual yang mempunyai pandangan kritis terhadap berbagai

permasalahan yang terjadi di sekitarnya. Telah masuk berbagai organisasi untuk

mengemukakan pendapatnya terhadap pemerintah. Tapi dia lebih memilih masuk

ke dalam partai politik yaitu Partai Demokrat. Partai Demokrat dipilih karena

partai itu adalah partai yang besar. Di partai itu dia bisa memperluas kiprah

politiknya, dia bisa masuk ke dalam golongan eksekutif dan legislatif.

Menurutnya partai yang besar bisa menampung cita-cita kita karena lebih

banyak ruang yang kita punya untuk mengaplikasikannya. Menurut Ulil, “Partai

politik adalah alat untuk mencapai ke level kenegaraan, kebijakan melalui

legislatif dan eksekutif tentu perubahan yang didapat akan lebih efektif melalui

partai yang besar. Partai besar dan kecil bisa melakukannya, akan tetapi partai

besar lebih efektif.”28

Ulil masuk ke dalam partai, atas dorongan beberapa faktor. Salah

satunya karena kejenuhan menjadi seorang pengamat politik. Menurut Ulil,

pengamat politik mempunyai batasan untuk mengetahui masalah

sesungguhnya. Tidak mempunyai wewenang kekuasaan untuk mengubah

kebijakan pemerintah dan tidak bisa mempengaruhi secara mendalam.

Walaupun Partai Demokrat sedang memiliki banyak kasus, menurut Ulil,

“Setiap partai politik itu, tidak kebal hukum. Di Partai

Demokrat ada Nazaruddin, ada kasus BLBI yang melibatkan orang

PDIP. Semua partai tidak kebal kasus korupsi. Menurutnya saya,

apabila ada orang yang menyalahi kekuasaan, maka dia harus dihukum

menurut hukum Indonesia yang berlaku. Partai, lembaga keagamaan,

atau lembaga apapun bisa terkena kasus. Maka tidak boleh ada

kekebalan hukum terhadap mereka, dan lebih dipojokkan kepada partai

28

Wawancara pribadi dengan Ulil Abshar.

Page 64: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

70

politik. Mungkin karena partai politik berada di garda depan sehingga

dia mendapat sorotan paling utama dari masyarakat.”29

Ulil merasa walaupun banyak pendapat negatif tentang Partai

Demokrat, tapi dia tetap mempunyai keinginan untuk menerima tantangan dan

melakukan perubahan pada kondisi partai dan pemerintah saat ini.

D. Pandangan-Pandangan Politik Cendekiawan

Menurut Mohammad Hatta dalam Pendahuluan M. Dawam Raharjo,

“kedudukan kaum intelegentsia yang istimewa dalam masyarakat Indonesia, ia

juga mengingatkan bahwa kedudukan dan peranannya yang penting dan dihargai

itu, justru mengimplikasikan tanggung jawabnya, yaitu mencari dan membela

kebenaran.”30

Kaum cendekiawan mempunyai tanggung jawab dan beban yang besar

dibanding masyarakat dan golongan lain, karena mereka mempunyai latar

belakang seorang akademisi. Menurut Hatta, politik adalah salah satu bentuk

keterlibatan kaum intelegentsia.31

Akan tetapi banyak politisi yang memakai partai hanya untuk alat rencana

jangka pendeknya.32

Para pelopor elit terdidik yang tidak menjunjung dirinya

sendiri sangat sedikit, orang semacam ini bukan tidak ada akan tetapi pilihan

selain masuk ke dalam partai politik, dengan resiko tidak cerdas dan memiliki

idealisme.33

29

Ibid. 30

M.Dawam Rahardjo, “Cendekiawan Indonesia, Masyarakat dan Negara: Wacana Lintas-

Kultural,” dalam Kebebasan Cendekiawan, h.vii. 31

Ibid, h.ix. 32

Kompas Online, “Pertempuran Individu Mendominasi Politik,” artikel diakses pada 19

Oktober 2011 dari

http://nasional.kompas.com/read/2008/06/27/00261718/pertempuran.individu.mendominasi.politik 33

Tenun Kata, “Politik Etis Intelektual Indonesia,” artikel diakses pada 19 Oktober 2011

dari http://elcidli.wordpress.com/2010/05/16/politik-etis-intelektual-indonesia/

Page 65: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

71

Sejumlah intelektual yang masuk partai berusaha untuk bisa melenggang

masuk ke dalam politik. Ingin duduk di kursi senayan, mengikuti perkembangan

politik, membuat program untuk masyarakat. Akan tetapi politik di Indonesia

sekarang sedang dalam keadaan carut marut apakah para politisi ini bisa masuk

dan berusaha merubah keadaan, bukan hanya mewarnai dengan debat-debat dan

diskusi. Bukan hanya sekedar omongan tapi mengaplikasikan apa yang

didiskusikan didebatkan di depan masyarakat.

Pada saat sejumalah intelektual dan artis yang masuk dalam partai PAN,

beberapa peneliti memberikan argumennya;

Abdul Gofur Sangaji pengamat politik dari Universitas Indonesia

mengatakan “wajar-wajar saja adanya proses transformasi intelektual kampus

menjadi politisi di sebuah partai politik.”34

Menurut peneliti senior Charta Politika, Yunarto Wijaya mengatakan

“Keberadaan kaum intelektual di partai politik minimal bakal menaikan citra dan

mendapat simpati dari masyarakat. Soalnya mereka adalah tokoh masyarakat yang

omongannya dipercaya publik,”35

Pada posisi tertentu intelketual memang dibutuhkan untuk bisa membantu

pemerintahan dengan cara dia melibatkan diri ke dalamnya. Machiavelli seorang

filosof politik abad 17, mengeluarkan pendapat bahwa seorang pemimpin

34

Monitor Indonesia, “All Hatta Rajasa Man,” artikel diakses pada 19 Oktober 2011 dari

http://monitorindonesia.com/?p=763 35

Ibid.

Page 66: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

72

“mampu bertindak bagaikan hewan, bak rubah yang licik, dan singa yang

ganas.”36

Akan tetapi intelektual mempunyai tiga pilihan apabila keadaan partai

semakin konservatif. Pertama, para intelektual menjauh atau hengkang dari partai,

itu yang dilakukan oleh Faisal Basri yang hengakang dari PAN. Akibatnya

semakin ada jarak jauh antara realitas politik dan dunia intelektual. Kedua, para

intelektual tersebut mendekati dan masuk ke dalam partai, didasari oleh

pandangan bahwa partai adalah salah satu kendaraan untuk memperebutkan

kekuasaan di eksekutif ataupun legislatif. Ketiga, para intelektual membangun

partai sendiri, mereka sendiri yang memimpin partai, menentukan platform partai

yang merekut dan memilih pimpinan.37

36

Catatan Pinggir, artikel diakses pada 19 Oktober 2011 dari

http://caping.wordpress.com/2007/07/02/ 37

Denny J.A, Melewati Perubahan atas Perubahan Transisi Demokrasi di Indonesia

(Yogyakarta: LKIS, 2006), h.118-119.

Page 67: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

73

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan pada bab-bab di atas, kita bisa melihat perkembangan

politik dari masa sebelum kemerdekaan sampai dengan 66 tahun menikmati

kemerdekaan. Khususnya jika dikaitkan dengan para cendekiawan. Walaupun

para intelektual sudah bergelut dalam masalah-masalah sosial, bahkan masuk ke

dalam pemerintahan untuk membuktikan fungsinya sebagai penyeimbang dalam

dunia pemerintahan, keadaan masyarakat tidak banyak yang berubah.

Masuknya Indra J. Piliang, Ulil Abshar, Bima Arya dan Fadli Zon ke

dalam partai politik tidak memperlihatkan tanda-tanda keterlibatan mereka dalam

politik bisa dikatakan berhasil. Hal ini terlihat pada fakta bahwa misi untuk

membenahi masyarakat terperosok ke dalam isu perebutan kekuasaan. Sehingga

mereka masuk dalam kategori intelektual pragmatis.

Pengamat politik yang telah menjadi politisi menjadikan diri mereka

sebagai seorang intelektual modern. Para intelektual adalah individu atau

kelompok yang dipercaya oleh masyarakat, akan tetapi fungsi dan tanggung jawab

mereka sudah tertinggal di daftar paling akhir dari prioritas mereka masuk ke

dalam sebuah partai atau struktur kekuasaan.

Seharusnya dengan adanya jabatan atau kedudukan yang mereka sandang

bisa mereka manfaatkan secara luas untuk mensejahterakan masyarakat bukan

untuk kepentingan individu ataupun kepentingan kelompok mereka. Ada pendapat

yang mengatakan apabila orang baik masuk ke dalam sistem yang buruk maka

Page 68: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

74

orang tersebut akan terbawa ke dalam sistem yang buruk. Dan sebaliknya orang

bertabiat buruk apabila masuk ke dalam sistem yang baik, maka dia akan

mengikuti sistem yang baik itu.

Gramsci mengharapkan intelektual bisa masuk dan terjun langsung pada

masyarakat pada masanya untuk menghindari tekanan dan penindasan dari kaum

borjuise. Sehingga intelektual yang berasal dari kaum proletar bisa membantu dan

membela kepentingan kaum tertindas yang lain. Ini bukan berarti kaum intelektual

yang sudah masuk ke dalam partai politik ataupun struktur kekuasaan yang lain

tidak bisa menghindari kepentingan-kepentingan partai yang diikutinya.

Dari hasil penelitian yang penulis lakukan, dapat kesimpulan beberapa hal

yang menjadi faktor pengamat politik masuk ke dalam partai politik. Indra masuk

Golkar karena ingin membenahi dan mengntrol perkembangan suatu daerah. Ulil

yang ingin memperluas kiprah politiknya dengan masuk Partai Demokrat. Bima

Arya ingin melakukan perubahan di dua bidang yakni akademisi dan partai politik

dengan PAN. Terakhir Fadli Zon yang bertujuan ingin mengontrol dan

mempengaruhi setiap kebijakan yang keluar.

Semua alasan dan tujuan positif yang diungkapkan seorang pengamat

politik, bisa mengarahkan arah politik Indonesia ke arah yang lebih baik lagi.

Diharapkan mereka bisa mempengaruhi anggota yang ada di dalam partai atau

pun pemerintahan agar bisa mencapai kinerja yang maksimal. Sehingga rakyat

mulai percaya dan tidak mulai membicarakan perpolitikan Indonesia yang kacau

balau.

Page 69: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

75

Faktor-faktor yang disebutkan sebagai alasan untuk masuk ke dalam partai

politik sebenarnya bisa dilakukan ketika mereka berada di luar partai. Tapi

mereka di dalam partai atau pemerintahan, dan tahu serinci masalah tapi tidak

bergegas menyelasaikannya.

Adanya intelektual yang masuk ke dalam partai ataupun pemerintahan

tidak menjamin kebaikan akan datang kepada rakyat. Yang ditakuti mereka tidak

tahan berada di dalam partai karena dimusuhi oleh para politisi partai tersebut.

Terkadang mereka dipilih dan diajak masuk karena mempunyai kedekatan dengan

pemimpin partai tersebut sehingga bisa mendapatkan kedudukan yang bagus.

B. Saran

Temuan skripsi ini mengungkapkan bahwa para intelektual yang berada di

dalam partai tetap bisa menjadi intelektual yang sebenarnya. Ini penting karena

wujud intelektual itu berada di manapun tidak boleh ada kepentingan yang

mengikutinya. Apabila itu sudah terjadi maka fungsinya akan berubah.

Skripsi ini akan bisa berkembang lagi apabila dilakukan penelitian yang

lebih rinci mengenai konsentrasi ini. Penulis menyadari akan minimnya

pengetahuan dan keilmuan yang khusus dalam menulis karya ini. Dan karena itu

diharapkan agar terus bisa menganalisa, meneliti dan mengkritik agar sampai

kepada hal yang valid. Dengan demikian penulis mengharapkan saran dan kritik

dalam skripsi ini.

Page 70: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

76

DAFTAR PUSTAKA

Buku.

Amal, Dr.Ichlasul, ed. Teori-Teori Mutakhir Partai Politik. Yogyakarta: PT.Tiara

Wacana Yogya, 1988.

Arba, Syarobin. ed. Demitologi Politik Indonesia : Mengusung Elitisme dalam

Orde Baru. Jakarta: Pustaka Cidesindo, 1998.

Badil, Rudy. dkk. Soe Hok Gie..sekali lagi. Buku, Pesta dan Cinta di Alam

Bangsanya 2nd

. Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), 2009.

Benda, Julien. Pengkhianatan Kaum Cendekiawan. Jakarta: Gramedia, 1999.

Budiarjo, Prof.Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik, 3rd

. Jakarta: Gramedia, 2008.

Budiarjo, Miriam. ed. Partisipasi dan Partai Politik. Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia, 1998.

Deni J.A. Memperkuat Pilar Kelima Pemilu 2004 dalam Temuan Survey LSI.

Yogyakarta: LKIS, 2006.

Dhakidae, Daniel. Cendekiawan dan Kekuasaan dalam Negara Orde Baru.

Jakarta: Gramedia, 2003.

Eyerman, Ron. Cendekiawan Antara Budaya dan Politik dalam Masyarakat

Modern. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1996.

Firmanzah. Mengelola Partai Politik: Komunikasi dan Positioning Ideologi

Politik di Era Demokrasi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008.

Gramsci, Antonio. Selection From The Prison Notebook of Antonio Gramsci, 12th

ed. Newyork: International Publishers, 1995.

Irawan,M.Sc, Dr.Prasetya, Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif untuk Ilmu-Ilmu

Sosial, 2nd

. Depok: Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007.

J.A, Denny. Melewati Perubahan atas Perubahan Transisi Demokrasi di

Indonesia. Yogyakarta: LKIS, 2006).

Kasemin, Kasiyamto. Mendamaikan Sejarah: Analisis Wacana Analisis Wacana

Pencabutan TAP MPRS/XXV/1996. Yogyakarta: LKIS, 2004.

Komandoko, Gamal. Boedi Oetomo Awal Bangkitnya Kesadaran Bangsa.

Yogyakarta: MedPress, 2008.

Latif, Yudi. Intelegentsia Muslim dan Kuasa; Genealogi Intelegentsia Muslim

Indonesia Abad Ke-20. Bandung: Mizan, 2005.

Mahasin, Aswab dan Natsir, Ismed. Cendekiawan dan Politik, 2nd

ed. Jakarta:

LP3ES, 1984.

Page 71: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

77

Moesa, Ali Maschan. Nasionalisme Kiai: Kontruksi Sosial Berbasis Agama.

Yogyakarta: LkiS, 2007.

Mutahir, Arizal. Intelektual Kolektif Pierre Bourdieu; Sebuah Gerakan Melawan

Dominasi. Bantul: Kreasi Wacana, 2011.

Norris, Pipa dan Inglehart, Ronald. Sekularisasi ditinjau Kembali: Agama dan

Politik di Dunia Dewasa Ini. Ciputat: Pustaka Alfabet, 2009.

Panuju, Redi. Studi Politik Oposisi dan Demokrasi. Yogyakarta: Interprebook,

2011.

Riswandi. Komunikasi Politik. Jakarta: Graha Ilmu, 2009.

Said, Edward W. Peran Intelektual. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1998.

Shafiyah, Ammatullah dan Soeripno Haryati. Kiprah Politik Muslimah: Konsep

dan Implementasinya. Jakarta: Gema Insani Press, 2003.

Surbakti, Ramlan. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Grasindo, 2009.

Sutrisno, Mudji dan Putranto, Hendar. ed. Teori-teori Kebudayaan. Yogyakarta:

Kanisius, 2005.

Tilaar, H.A.R. Kekuasaan dan Pendidikan. Magelang: Indonesia Tera, 2003.

Umam, Fauzul. Lensa Hati. Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2005.

Winarno MA., Prof.Dr. Budi. Sistem Politik Era Reformasi. Yogyakarta:

MedPress, 2008.

Wieringe, Saskia Eleonora Penghancuran Gerakan Perempuan; Politik Seksual di

Indonesia Paska Kejatuhan PKI. Yogyakarta: GalangPress, 2010.

______ Buku Pintar Politik; Sejarah, Pemerintahan dan Ketatanegaraan.

Yogyakarta: Great Publisher, 2009.

______ Kebebasan Cendekiawan Refleksi Kaum Muda. Yogyakarta: Bentang,

1996.

______ Undang-Undang Republik Indonesia no 31 Tahun 2002 Tentang Partai

Politik, Plus Tanya Jawab Mengenai UU Partai Politik. Yogyakarta:

Pustaka Widyatama, 2003.

______ Pusat Penelitian Politik (Indonesia) Jurnal Penelitian Politik, Jakarta:

LIPI, 2006.

Internet dan Makalah.

Berasal dari deklarasi Indra Jaya Piliang di Universitas Paramadina, “Kembali ke

Ranah Menuju Akar,” 11 September 2008.

Catatan Pinggir. Artikel diakses pada 19 Oktober 2011 dari

http://caping.wordpress.com/2007/07/02/

Page 72: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

78

Abdurrachman M.Si, Drs. “Sistem Politik Indonesia,” Makala Pengembangan

Bahan Ajar Universitas Mercu Buana.

Guterres, Jose Maria. “Intelektual dalam Partai, Antara Perubahan dan Status

Quo.” Artikel diakses pada 19 Oktober 2011 dari http://forum-

haksesuk.blogspot.com/2010/10/intelektual-dalam-partai-antara.html

Hanafie, Dra. Haniah. “Kekuatan-Kekuatan Politik” Penelitian Buku Ajar

Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Hasan,Amirul. “Pengaruh Media Terhadap Tingkat Partisipasi Politik,” Skripsi S1

Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta.

Hasan, Renold. “Zaman Pendudukan Jepang di Indonesia.” Artikel diakses pada

10 November 2011 dari http://renoldhasan.blogspot.com/2010/10/zaman-

pendudukan-jepang-di-indonesia.html

“ ICMI: Sebuah Refleksi.” Harian Republika, 6 Februari 2006.

Kamus Bahasa Indonesia Online. Artikel diakses pada 16 Oktober 2011 dari

http://kamusbahasaindonesia.org/

Kembalikan Kampung Halamanku. “Profil.” Artikel diakses pada 17 Oktober

2011 dari http://indrapiliang.com/about/

Kompas Online. “Faisal Basri Sang Intelektual Aktivis Beransel. ” Artikel diakses

pada 9 Oktober 2011 dari

http://www.kompas.com/lipsus112009/kpkread/2009/10/11/09414821/Faisa

l.Basri..Sang.Intelektual.Aktivis.Beransel

Kompas Online, “Pertempuran Individu Mendominasi Politik.” Artikel diakses

pada 19 Oktober 2011 dari

http://nasional.kompas.com/read/2008/06/27/00261718/pertempuran.individ

u.mendominasi.politik

Monitor Indonesia. “All Hatta Rajasa Man.” Artikel diakses pada 19 Oktober

2011 dari http://monitorindonesia.com/?p=763

Online, IKPM Kairo. “Antara Intelektual dan Politik.” Artikel diakses pada 9

Oktober 2011 dari http://www.ikpmkairo.org/artikel/antara-intelektual-dan-

politik/

Partai Keadilan Sejahtera. “Partai Politik dan Sejarahnya.” Artikel diakses pada

16 Oktober 2011 dari http://www.pks-jaksel.or.id/Article112.html

PAN, ”Sejarah PAN.” Artikel diakses pada 18 Oktober 2011 dari

http://www.pan.or.id/index.php?comp=home.detail.98

Pandu Umat. “Kelahiran Gerakan Islam masa Penjajahan Belanda.” Artikel

diakses pada 10 November 2011 dari

http://panduummat.wordpress.com/2011/03/12/kelahiran-gerakan-islam-

masa-penjajahan-belanda/

Page 73: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

79

Republika Online.“Azyumardi: ICMI Tidak Berpolitik Praktis.” Artikel diakses

pada 18 Oktober 2011 dari http://www.republika.co.id/berita/breaking-

news/politik/10/12/03/150360-azyumardi-icmi-tak-berpolitik-praktis

Rio, Adde Oriza. “Antonio Gramsci, pemikir dari Balik Jeruji.” Artikel diakses

pada 18 Oktober 2011 dari http://www.scribd.com/doc/36929683/Antonio-

Gramsci-Sang-Pemikir-dari-Balik-Jeruji-Sebuah-Perbincangan-Singkat

Sosiologi FISIP UNPatti angkatan 2007. “Partisipasi Politik.” mengulas buku

Samuel P. Huntington dan Joan Nelson, Partisipasi Politik di Negara

Berkembang (Jakarta: Rineka Cipta, 1990). “ Artikel diakses pada 18

Oktober 2011 dari http://sunaryotianotak.blog.com/2011/02/11/partisipasi-

politik/

Suara Merdeka Online. “Peran Intelektual di Partai Politik.” Artikel diakses pada

19 Oktober 2011 dari

http://www.suaramerdeka.com/harian/0402/17/kha1.htm

Tenun Kata, “Politik Etis Intelektual Indonesia.” Artikel diakses pada 19 Oktober

2011 dari http://elcidli.wordpress.com/2010/05/16/politik-etis-intelektual-

indonesia/Wikipedia Online. Artikel diakses pada 14 Mei 2011 dari

http://id.wikipedia.org/wiki/

Wawancara Pribadi.

Wawancara pribadi dengan Bima Arya Sugiarto. Jakarta, 4 Juli 2011.

Wawancara pribadi dengan Indra J.Piliang. Jakarta, 6 Juli 2011.

Wawancara pribadi dengan Fadli Zon. Jakarta, 9 Juli 2011.

Wawancara pribadi dengan Ulil Abshar Abdalla. Jakarta, 12 Juli 2011.

Page 74: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan
Page 75: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan
Page 76: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan
Page 77: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

Hasil wawancara dengan Bima Arya Sugiarta (4 Juli 2011)

Charta Politika

T : Apa alasan bapak masuk ke dalam partai politik?

J : Sebetulnya saya itu masuk partai politik sejak tahun 1998 ketika PAN pertama

kali berdiri saya masuk ke Partai Politik. Jadi setelah saya selesai S2, saya ikut

mendirikan PAN di Bandung. Iya, jadi sudah lama, alasannya karena menurut

saya, saya ingin melakukan perubahan di dua bidang sekaligus, artinya saya pada

saat itu juga mengajar jadi melakukan perubahan dengan cara pendidikan politik

melalui keilmuan, melalui dunia akademis. Sedangkan di sisi lain saya juga ingin

ikut juga melakukan perubahan secara konkrit lewat Partai Politik. Tapi

kemudian tahun 2000 saya non aktif dari Partai, fokus sebagai akademisi karena

waktu itu saya merasa tidak optimal. Karena banyak konflik dalam partai, saya

mundur/non aktif, baru pada tahun 2010 kemarin saya diajak oleh ketua umum

bang Hatta Rajasa untuk masuk ke PAN dia adalah seorang ketua DPP, nah disitu

saya menerima. Alasannya saya kira, saya sudah berkiprah cukup lama hampir

sepuluh tahun sebagai pengamat dan akademisi tiba saatnya bagi saya untuk

masuki fase lain, yang selama ini berjuang dengan lisan, di partai ini saya ingin

berjuang dengan tangan. Artinya, langsung berkaitan dengan perubahan kebijakan

politik, dan merubah partai politik dari dalam.

T : Kenapa tidak Partai Golkar yang sudah besar atau Demokrat yang ada

sekarang ini?

J : Nah ini pertanyaan untuk yang 1998 atau 2010.

T : Golkar untuk 1998 dan Demokrat pada saat sekarang ini.

J : Iya, jadi tahun 2009 kemarin, saya ditawari menjadi caleg dari 9 Partai, cukup

banyak, ada partai baru dan partai lama. PDI Perjuangan salah satunya. Pada

tahun 2010 kemarin juga saya ditawari, dari Demokrat dengan iming-iming juga

menjadi salah satu ketua yang strategis. Tapi bagi saya hidup itu continuitas

(kesinambungan). Jadi kalau saya pernah masuk dan aktif di PAN dan ikud

Page 78: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

mendirikan PAN. Kalaupun saya akan kembali lagi ke partai, saya akan kembali

ke partai yang sama. Tidak mungkin saya pindah ke partai yang lain, jadi pada

saat itu saya bilang ke orang Demokrat yang mengajak saya. Yaitu beberapa

tokoh Demokrat yang mengajak saya, mohon maaf saya ini pindah partai seperti

pindah agama, jadi bagi saya berpolitik itu berpartai itu sekali seumur hidup

apapun yang terjadi saya tidak akan pindah partai kecuali partai tersebut yang

kemudian bubar kemungkinan saya akan mencari jalur pengabdian yang lain. Tapi

selama partai ini masih ada, ya Insyallah saya tidak akan pernah pindah partai,

kenapa?? Karena dari awal saya memang cocok dengan platform ini. Satu, saya

pengagum Pak Amien Rais sejak saya jaman SMA. Kedua, saya cocok dengam

platform yang dibuat , artinya basisnya religious Muhammadiyah tapi desainnya

itu terbuka (inklusif). Ketiga, banyak intelektual-intelektual yang masuk situ juga.

Jadi menurut saya PAN ini cocok untuk saya.

T : Berarti menurut bapak seorang intelektual itu apabila masuk ke dalam

pemerintahan bisa lebih berkembang dibandingkan dengan diluar

pemerintahan.

J : Gini, tantanganya. Seorang intelektual itu ada dua pilihan. Yang pertama cukup

puas berkontribusi dengan penelitian yang ada di kampus. Terus yang kedua

merambah dunia lain dan berjuang mencoba dengan hal yang lebih konkrit seperti

di partai politik atau di pemerintahan. Nah banyak intelektual yang gagal di

politik tapi banyak juga yang sukses. Intelektual yang sukses di politik misalnya

Habibie gitu. Tapi sampai saat ini masih sedikit intelektual yang terjun ke partai

teruz sukses. Nah menurut saya, saya ingin intelektual yang kemudian bisa

berkiprah di luar dan juga di partai. Artinya sumbangan kita itu dirasakan nyata,

partai kita rubah pelan-pelan. Bagaimana imej politik juga kita rubah, bagaimana

kita ikut berkontribusi untuk menata sistem politik, sistem kepartaian.

T : Apakah bapak tidak takut

J : Ya. Itu resiko pilihan. Apa itu salah, apakah salah dengan subjektifitas. Suara

pengamat belum tentu 100 % bagus, suara partai politik belum tentu 100% salah.

Page 79: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

Tergantung kita punya argumentasi. Y, menurut saya ada yang salah di Indonesia

ini y yang sebetulnya ingin saya terobos. Saya ingin memberikan pesan kepada

anak-anak muda bahwa jangan takut untuk berpartai, jangan takut untuk menajdi

partisan, jangan takut untuk memihak. Karena, kalau kita punya landasan

argumentasi kenapa kita berpartai kenapa kita berpolitik dan perjuangan kita lurus

ke depan. Itu kan sah-sah saja gitu. Y saya mengkritik dan mengecam banyak

pengamat yang sebetulnya tampilannya independent tapi sebenarnya dia berpihak.

Di bawah tanah dia bergerilya, di belakang layar dia mendukung partai tertentu itu

banyak. Menurut saya itu pengecut, menurut saya tidak gentle. Ya kalau misalnya

berpihak, ya katakan secara terang, mengatakan bahwa, saya ada di partai ini saya

mendukung dan berjuang untuk partai ini. Dan bukan berarti kan perjuangannya

membabi buta artinya kalau partai kita salah y kita luruskan. Ya kalau partai kita

benar kita sampaikan juga ke publik, gitu.

T : Apakah tujuan dan ide-ide bapak yang telah terealisasi pada saat

sekarang masuk ke dalam partai politik.

J : Jadi begini, satu; saya ingin partai politik itu memiliki basis data. Dari dulu

saya sudah sampaikan bahwa partai politik itu harus tertib. Harus memiliki basis

data yang kuat, harus rapih pengelolaan data dan strategi. Nah dalam partai saya

dipercay untuk melakukan hal itu dan kita mendirikan pusat data politik pertama.

Nanti yang pertama di partai politik indonesia yang mempunya basis data, nanti

disiapkan suatu ruangan yaitu blueroom, yang ruangan yang benar-benar

ditampung semua data secara canggih, nah itu saya sumbangkan kepada partai

yaitu pemikiran saya itu. Kedua; menurut saya partai politik itu tidak boleh selalu

membabi buta membela negara. Partai politik itu harus juga menyuarakan

kepentingan publik dan simpati kepada rakyat kecil. Nah selama saya menjadi

politisi saya mrasa sudah melakukan hal itu, ya tidak membabi buta dalam

mendukung pemerintah, ya kalau ada yang salah kita kritik habis Ketiga; saya

mengjak anak-anak muda supaya tidak apatis di politik, mengajak bergabung dan

berjuang bersama-sama, hal ini yang selama ini susah dilakukan oleh politisi-

Page 80: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

politisi lama yang senior karena mereka tidak bisa masuk ke anak muda, tidak

bisa berbicara dengan bahasa anak muda.

T : Tadi bapak telah menyebutka ada intelektual yang sukses dan gagl, yang

sukses telah disebutkan, kalau yang gagal bagaimana pak?

J : Banyak intelektual yang gagal. Seperti Prof.Deliar Noer y. Dia guru besar ilmu

politik, tapi saat mendirikan partai politik dia gagal. Dia mendirikan partai umat

Islam tapi gagal. Nah ini yang saya lewati, ada kesenjangan yang nyata antara

dunia akademisi dan dunia nyata. Hal ini banyak faktor, tapi saya melihat ini

adalah tokoh-tokoh yang masuk politiknya sudah telat, jadi sudah berumur,

sehingga energi kurang, jadi kurang bisa menggerakkan. Pak Amien dulu

mendirikan partai pada sat berumur 53 tahun, jadi masi ada energi dan tenaga.

Jadi kalau yang masi muda. Y kita liad saja contoh-contoh di luar negeri, orang-

orang muda yang mempunyani latar belakang politik itu banyak yang sukses.

Banyak yang menyarankan saya untuk tidak masuk partai secara terburu-buru,

nanti saja ketika posisi sudah lebih kuat. Menurut saya tidak begitu, itu alasanya

mengapa saya masuk partai ddi umur saya yang ketiga delapan , y karena

mumpung masih muda, saya gg mau setelah berumur lima puluh tahun dan telat,

saya butuh proses pematangan, pembelajaran, pendewasaan. Ya kalau saya hanya

menjadi pengamat biasa 10 tahun mendatang waktu saya habis untuk di talkshow-

talkshow di media-media diskusi seminar. Sayang gitu, say tidak akan dapat apa-

apa. Saya tidak akan dapat kesempatahn untuk mematangkan kepemimpinan

bagaimana menyelesaikan persoalan, memimpin orang. Mendengarkan aspirasi

turun ke bawah, itu hanya didapat ketika kita berani untuk terjun langsung. Nah

saat ini saya mengamati banyak orang-orang yang tidak berai untuk membuat

keputusan itu. Nah ini nasihat untuk kaum muda, jangan takut untuk masuk partai,

masuk partai y masuk partai asal pijakannya uda kuat. Kalau saya sudah punya

pijakan yang kuat, paling tidak saya punya gelar doktor, saya punya temen

mahasiswa aktifis dan pengamat. Kalau mau masuk partai harus punya posisi

Page 81: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

tawar yang kuat, saya tidak punya uang saya tidak punya massa. Tapi saya punya

potensi akademik.

T : Partai sekarang tempatnya orang berkeentingan dan korupsi, menurut

bapak?

J : Mayoritas saya akui seperti itu, di partai saya juga seperti itu. Partai itu

tujuannya untuk mencari uang. Ini yangmembuat saya mengerikan. Kenapa, kalau

dibiarkan Partai akan rusak, semua orang berpoltik itu untuk mencari uang.

Bahwa politik untuk berjuang untuk mengabdi, nah kalau kita biarkan. Partai itu

jadinya tempat untuk kendaran untuk materialisme. Ini betul di hampir semua

partai seperti itu. Nah oleh karena itu apabila dibiarkan dia rusak lah, negara ini

akan rusak kalau partai politik diisi oleh bandit-bandit seperti itu. Nah bandit ini

harus saya akui mayoritas di partai politik, nah makanya saya dan teman-teman

yang masi satu pemikiran yang belum terkontaminasi ini memang perjuangannya

berat. Nah kita lebih senang juga intelektual dari luar yang masuk ke dalam partai

. yang saya amati kenapa bandit-bandit itu ada, ya karena mereka tidak ada

kompentensi mereka hidup bener-bener dari partai. Mereka tidak punya gelar

akademik. Mereka tidak punya modal apa-apa. Y tujuannya di partai itu y mencari

uang, banyak kawan-kawan saya yang di partai politik betul-betul gemar untuk

sikut-menyikut saling menghabisi kawan sendiri. Kenapa? Karena mereka kalau

dihabisi dari opartai mereka tidak bisa makan. Ya kalau mereka keluar dari partai,

tersingkir dari partai mereka tidak bisa hidup. Nah kalau saya sekarang keluar dari

partai saya masi bisa mengajar di universitas, saya masi bisa menjadi konsultan

politik. nah inilah bedanya Indonesai dengan negara maju. Di negara maju yang

berpartai itu adalah orang-orang yang mempunyai posisi tawar dan kompetensi.

Mereka tidak cari hidup di partai, di Indonesia orang seperti ini masi minoritas,

mayoritasya adalah orang yang seperti bandit-bandit (cari uang, korupsi, sikut

sana sikut sini) tadi.

Menurut bapak, intelektual itu bagusnya berada di luar politik atau

pemerintahan atau sebaliknya.

Page 82: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

Gini, harus berbagi tugas y. Di dalam ada diluar ada. Harus ada intelektual yang

independen, terus meneliti dan memberikan pandangan secara objektif harus ada.

Tapi harus ada juga intelektual yang mau berjuang di dalam. Di belahan dunia

manapun juga pasti akan seperti itu. Ada doktor yang masuk ke politik, ada

doktor-doktor dan profesor yang tetap di luar untuk meneliti asal konsisten di

dalam—di dalam, di luar—di luar, jangan sampai orang itu mengaku independent

di luar tapi sebetulnya bergerilya di dalam. Begitu juga sebaliknya , apabila dia

sudah masuk ke dalam, tapi dia tetap berperilaku seperti pengamat politik di luar.

Hidup ini adalah pilihan, jadi kalau memilih di luar y di luar, di dalam ya di dalam

konsisten dan konsekwen. Tetapi harus bagi tugas, tetapi dalam konteks Indonesia

pada saat ini menurut saya ya saya ingin melihat lebih banyak lagi intelektual

yang masuk ke politik ke partai politik, supaya kita bisa merubah partai dengan

lebih cepat lagi. Kalau seperti ini kan berat, yang berlatar belakangan akademisi di

DPP gg banyak. Paling Cuma satu dua untuk saat ini.

Perjuangan yang dilakukan sekarang tidaklah gampang, harus betul-betul canggih

perjuangannya di dalam partai. Saya melihat teman-teman yang terlalu lurus juga

tersingkir, seperti Faisal Basri yang seorang akademisi yang masuk ke partai

politik nah kemudian dia tidak kuat menghadapi bandit-bandit itu mereka

terpental. Karena, hal itu menurut saya akademisi seperti saya ketika masuk partai

politik itu segala sesuatunya harus sudah kuat. Jadi ketika masuk partai saya harus

punya hitung-hitungan apa yang saya bawa, sehingga tidak memperkental.

Punya strategi yang matang, punya antisipasi, ketika misalnya saya masuk partai

politik saya sudah punya lembaga penelitian Charta Politika ini. Jadi lembaga ini

seperti back up saya, saya masi punya jaringan temen-temen mahasiswa yang bisa

saya mintai bantuan, saya juga punya jaringan media. Itu yang sudah saya bina,

yang stelah saya masuk ke dalam partai politik itu yang sudah saya hitung-

hitungan. Jadi kalau saya masuk partai sendirian, ditentang di jalan, kita disikat y

dihabisi juga. Tapi karena say punya modal jaringan, modal intelektual gitu. Itu

lumayan bisa dbantu

Page 83: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

Keterangan :

T (tanya) : Pewawancara (Nashihatul Furqoni)

J (jawab) : Narasumber (Bima Arya Sugiarta)

Page 84: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan
Page 85: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

Wawancara dengan Indra Piliang (5 Juli 2011)

Centre fos Strategic and International Studies (CSIS)

T : Alasan bapak masuk ke dalam partai politik.

J : Kalau alasan utama, motivasinya itu ke arah pulang kampung. Pulang

kampung dalam artian saya sudah hampir merasa jauh, sudah merantau, sudah

menamatkan S1 dan S2 gitu kan. Secara saya sering pulang, kondisi masyarakat

saya di Sumatra Barat itu boleh dikatakan memperihatinkan dari segi apapun.

Termasuk dan terutama masalah pendidikan. Tamatan S1 kalau bisa dibilang

jarang, banyaknya di minang itu tamatan SD, atau tidak tamat SD. Saya berfikir,

dulu sebelum gempa tahun 2005 di Sumatra Barat itu, sulit saya untuk

menemukan dan membantu warga dalam posisi sendirian sebagai intelektual.

Sekalipun saya kenal dengan banyak orang, saya bisa sms siapapun untuk

secepatnya melakukan proses recovery. Tapi itu kan sifatnya mereka yang bekerja

kita tidak bisa mengontrol. Motivasi yang tadi berubah menjadi satu pemikiran

bahwa hanya partai politik yang bisa menggerakkan itu, bahwa kita hadir dan

menjadi bagian dari partai politik kita bisa melakukan sesuatu untuk lingkup

kampung saya Sumatra Barat. Jadi, motivasi itu juga yang menyebabkan saya ke

Golkar, kenapa? Karena Golkar itu boleh dikatakan diterima di Sumatra Barat,

sekalipun saya dikatakan dekat dengan PDI-Perjuangan. PDI-Perjuangan kan

relatif kurang disukai di Sumatra Barat terutama oleh yang tua-tua , yang masih

trauma dengan RRI dan segala macamnya dianggap itu Soekarno memerangi

Sumatra Barat. disamping tentu karena kejenuhan menghadapi teman-teman di

partai, dimana ketika kita menjadi pengamat/intelektual gitu, banyak sekali

masukan-masukan yang kita coba kembangkan dan sampaikan ke politisi ini,

sama sekali diabaikan gitu. Jadi, hampir segala hal sudah kita katakan, sudah kita

tulis, sudah kita bicarakan dalam seminar-seminar tapi tidak ada mekanisme untuk

mengabsorsi, untuk menyerap itu dari politisi. Nah, ini membuat saya

menyimpulkan satu-satunya jalan, harus terjun kedalam partai politik. Satu-

satunya jalan masuk kesana, sehingga kita didalam dan pikiran-pikiran kita bisa

Page 86: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

diterima dan kepedulian kita terhadap masyarakat, terutama Dapil (Daerah

Pemilihan) kita itu lebih bisa dimaksimalkan. Jadi faktor-faktoryang seperti itu

yang menyebabkan saya masuk ke dunia politik.

T : Bapak bisa ceritakan bagaimana proses bapak masuk ke dalam partai

politik.

J : Sebenarnya saya tidak punya kedekatan apa-apa y. Karena saya peneliti, saya

sebenarnya dekat dengan PAN, karena saya dulu terlibat dalam DPP PAN, tapi

saya mengundurkan diri tanggal 21 Januari 2001. Karena perbedaan ideologi,

karena pada saat itu PAN mau bergeser dengan platform iman taqwa. Sementara

sejak awal PAN ini ditunjuk sebagai partai nasional yang ada di tengah, bukan

partai yang ada di kanan. Itu yang menyebabkan saya keluar dari PAN dan

menjadi peneliti selama 8 tahun itu. Sama sekali saya mengambil jarak dengan

semua partai. Tetapi memang mngambil jarak sekaligus juga dekat dengan semua

partai. Saya dekat dengan PDI-P, Golkar, PKS, PAN agak jauh dengan PKB. Tapi

pada saat era Gusdur itu saya dekat juga dengan mereka. tentu sebagai peneliti

saya harus mengambil jarak yang sama, sama sekali yang saya lihat memang

teman-teman Golkar ini yang lebih welcome y, yang lebih terbuka terhadap ide-

ide. Terutama di bidang Pemilu dan Negara, kan 2 hal itu yang paling banyak saya

coba advokasi selama menjadi peneliti. Masalah Aceh, Papua, Yogyakarta

kemudian masalah desentralisasi, pemekaran dan lain-lain gitu. Itu lebih banyak

diterima oleh teman-teman dari Golkar. Oleh misalnya Ferry Mursidan Baldan,

Munayah, Idrus Marham. Disamping juga ada yang lain Gajar Pranomo dari

PDI-P. Ketika saya masuk ke Golkar itu, sebenarnya saya bukan masuk Golkar,

saya jadi Caleg (Calon Legislatif), karena Golkar membuka kesempatan kepada

apa yang mereka sebut sebagai caleg khusus sebanyak 10%, yaitu orang-orang

dari kalangan profesional ingin dijadikan sebagai calon anggota legislatif dan

ditempatkan pada posisi yang no urut, no bagus untuk DPR-RI. Waktu itu saya

masuk sama dengan Bahtiar Hafiz, Jefry Giovanni, Tantowi Yahya kemudian

Jeremy Thomas, Benny Bukhori tokoh LSM. ____________________________

__________________________________________________________________

Page 87: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

Posisi kita sebetulnya orang profesional yang yang di____ untuk kepentingan

Pemilu Legislatif. Nah kan, kemudian kita harus tampil juga tampil membela

kepentingan partai, berdialog di televisi dan sebagainya. Sehingga dari proses itu

mau tidak mau kita kan harus menjadi anggota Golkar kan. Untuk proses

pencalonan kita kan harus punya kartu anggota, mau tidak mau kita langsung

menjadi anggota. Jadi saya memutuskan pada tanggal 6 Agustus 2008 untuk

masuk, dan saya berpidato di Universitas Paramadina, diantar dengan teman-

teman Anies Basweadan berbicara pada saat itu untuk saya yang masuk ke

gerbang partai politik. Jadi tidak lewat proses kedekatan atau apa, karena saya

juga tidak dekat dengan Pak JK. Jusuf Kalla ada yang mengusahakan agar saya

dekat dengan Pak JK. Saya pada prinsipnya lebih kenal dengan SBY ketimbang

dengan JK. Tapi kemudian proses politik mengharuskan saya untuk dekat dengan

Pak Jusuf Kalla, untuk menjadi bagian dari Pak JK dan untuk dekat dengan

kalangan yang dekat dengan dia. Dan kemudian juga dekat dengan keluarga. Itu

kan proses selanjutnya, tapi kan awal tidak ada, saya kenal dengan JK dan saya

masuk, tidak seperti itu, cuma diumumkan duluan oleh Pak JK, bahwa Golkar

akan mengusung calon-calon dari kalangan profesional antara lain Indra Piliang,

Jefry Geovani dia bilang. Baru kita urus proses administratifnya yang

menyebutkan kita bagian dari partai.

T : Apakah tidak takut dijauhi dari intelektual yang lain karena bapak

masuk ke dalam partai politik.

J : Ya, itu memang sudah resiko, jutru karena intelektual banyak yang dimusuhi

dengan intelektual yang lain, artinya intelektual ini bukanlah orang yang,, apalagi

sekarang ya, intelektual itu terbebas dari kepentingan si-A dan si-B. Saya

kebetulan sudah lama kenal dengan banyak orang gitu, menurut saya itu bukanlah

hal yang harus dikhawatirkan gitu. Justru yang harus dibuktikan adalah, apakah

ketika berada di dalam partai kita tetap memiliki kemampuan analisis yang sama

atau bahkan lebih baik gitu ketika berada di dalam partai. Itu saja yang harus

dibuktikan. Apakah asumsi-asumsi negatif selama ini yang dilekatkan kepada

politisi, tentu apakah kita akan mengalami atau tidak. Apakah kita akan

Page 88: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

mengalami perubahan dari segi gaya hidup, dari segi nalar, dan lain-lain gitu.

Saya kira memang selama ini para politisi itu masih dalam tingkat persepsi

masyarakat dan kita harus diubah. Menurut saya, persepsi yang menetapkan kalau

ada kaum intelektual gabung ke partai, maka dia akan mengalami suatu

pembosaian, atau segala macam. Saya tidak terlalu yakin hal itu, karena

sepengetahuan saya bangsa ini didirikan oleh politisi gitu bukan oleh akademisi.

Yang mendirikan bangsa ini adalah akademisi yang menjadi politisi. Artinya

mereka yang hidup dan menjadi intelektual organic. Mereka yang menggerakkan

ide-ide politik mereka, sekaligus juga mereka mempunyai pengalaman akademis.

Hatta adalah politisi, Soekarno politisi, Syahrir adalah politisi, Tan Malaka

politisi, bahkan Soedirman pun politisi. Dia mengambil sikap politik gitu,

misalnya Soekarno menempuh jalan koperasi, kerjasama dengan Belanda, ketika

Belanda masuk, dan Soekarno bersedia untuk ditahan. Soedirman malah

mengambil posisi gerilya dan tidak mau untuk menjadi bagian orang yang ditahan

itu oleh Tentara Belanda. Sampai dia sakit dan meninggal karena sakit paru-paru

gitu. Tapi itulah sikap politik. Sikap politik itu tidak harus dilihat secara negatif,

dan itu yang saya lihat amat disayangkan kalau kondisi yang ada sekarang itu

menempatkan preferensi politik itu sebagai sesuatu yang negatif, itu keliru. Di

negara-negara maju justru hampir semua kalangan intelektual itu punya preferenis

politik, kalangan artis punya preferensi politik gitu. William Ridlle itu dia bilang

“bagaimanapun saya orang demokrat, bagaimanapun saya punya prefernsi

terhadap partai demokrat di Amerika. Dan tidak bisa saya buang itu, dan bahkan

saya bertengkar dengan menantu saya yang punya kecendrungan republik. Saya

tidak mau, kalau republik berkuasa maka kelompok Howkis dna kelompok

rajawali dan segala macam yang doyan perang itu akan berkuasa, maka saya harus

ke demokrat. Agar nilai-nilai ini yang saya jaga.” Saya tidak punya, malah yang

melepas saya kan teman-teman intelektual ini, dan sampai hari ini juga sekalipun

intensitasnya menurun tapi saya tetap menjadi bagian dari diri saya yang dulu

gitu. Yang setiap minggu memberi seminar, membahas buku dan segala macam,

keliling indonesia itu artinya tidak tiba-tiba berubah pindah ke lain tempat gitu.

Atau menjadi politisi yang menjadi broker, itu tidak. Itu yang saya hindari, saya

Page 89: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

tetap berada di dalam wadah yang seharusnya. Diskusi saya itu sebetulnya, tapi

punya link, punya jaringan ke political society. Dan disitu teman-teman

intelektual segala macam ini justru mencari akses lewat itu. Akses itu dalam artian

informasi. “Dan ada orang-orang yang datang untuk meminta data dan file ttg

partai tersebut, tapi mereka tidak bisa dapat, meminta kepada saya yang anggota

DPP, dalam waktu yang tidak lama, semua data sudah diantar kepada saya, dan

saya memberi kepada yang butuh untuk mereka analisis.” Contoh, data tersebut

untuk melihat, apa saja syarat-syarat untuk menjadi kepala daerah, bagaimana

penggunaan dana dan segala macam. Itu bukan mencari peluang kekuasaan, kalau

mencari peluang kekuasaan lebih banyak antri lagi. Jadi ada pertautan kalau kita

baca, ada segitiga, yang termasuk didalamnya, bussiness community, political

society dan civil society. Ini kan seolah-olah tidak berurutan yang ketiga ini

bahwa, political society sendiri, kemudian bussiness sendiri, dan masyarakat sipil

sendiri, seolah kan begitu. Sekarang kan tidak kita saling jalin menjalin berhimpit

bulatannya. Dan disana pertaruhan kepentingan itu, bahwa media massa sekarang

tidak semata-mata merupakan sorot publik, bahwa media massa hari ini juga

merupakan perpanjangan tangan kapitalis gitu. Orang yang cari untung lewat

media, orang yang mengiklankan produk, mengiklankan berita dan segala macam.

Jadi ini titik sumbunya kalau begitu. Saya tidak melihat itu adalah sesuatu yang

harus dikhawatirkan.

T : Ada perbedaan tidak pak setelah bapak masuk ke dalam partai dan

sebelumnya dalam berpendapat.

J : Sebetulnya tidak, tapi kita lebih tertib aja gitu. Lebih membatasi pembicaraan.

Makanya saya bilang begini, “pengamat itu adalah orang yang tahu sedikit hal

tapi mengatakan banyak hal”, dia tau sedikit tapi berkata banyak, sebaliknya

“politisi itu orang yang tahu banyak tapi berbicara sedikit” makanya saya banyak

menganalisis tentang partai, itu setelah saya menjadi bagian dari yang disebut

politisi itu. Karena apa, karena politik itu kan detail y, bisa dikatakan 24 jam. Dan

tidak bisa dilihat bahwa media sekarang adalah, apabila saya yang berbicara

dianggap Golkar “titik dua”. Misalnya “Demokrat begini, padahal apa urusan

Page 90: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

saya dengan Golkar, tapi dibilangnya Indra Piliang pengurus Golkar, Demokrat

begini.” Itu kan kecendrungan wartawan kita yang sangat pintar. Jadi seolah-olah

ini berseberangan dengan ini dan segalanya padahal tidak, masalahnya apakah

pendapat pribadi yang diungkapkan oleh para politikus ini, itu justru yang

menjadikan pendapat itu dengan bungkus partai adalah media. Wah ini

pendapatnya Golkar seperti ini, yang disebut dengan pendapat partai adalah

dokumen yang kemarin saya serahkan ke ________ , yang disebut pendapat partai

adalah hasil dari rapat, hasil dari sidang, keputusan-keputusan, press rilis, itu

adalah pendapat partai.

T : Berarti kalau omongan individual itu adalah pribadi.

J : Y, tentu saja itu bukan pendapat partai. Yang disebut pendapat partai itu

adalah sesuatu yang sifatnya yuridis. Misalnya “ini pendapat partai versi saya,

saya berdebat dulu dengan Rizal Mallarangeng, soal _______ atau segala macam,

ini pendapat kita 3,5%, tapi kalau masih ada anggota partai Nurul mengatakan 5,

saya mengatakan 4 misalnya.” Lalu sama media dikatakan bahwa Golkar berbeda

pendapat. Itu bukan berbeda pendapat, itulah yang disebut dengan demokrasi

liberatif, artinya ada hak individu di dalam partai. Nah itu diakui oleh konstitusi

partai, itu diakui oleh ADRT itu diakui oleh undang-undang partai politik. Cuma

kan sekarang kecendrungan kita instan y, banyak politisi yang tahu dan paham

yang tidak mau ngomong sebetulnya gitu. “Apa sih, ngapain sih yang gini-gini

kita urus, biarin aja mereka berfikir, tapi kan mereka yag bodoh sendiri. Akhirnya

kan begitu kan, masa iya muncul masalah Mr.H, masalah ini dan masalah itu.

Masalah Nazaruddin, entah sms entah tidak, entah Nazaruddin yang kirim, tahu

dari mana itu dia yang kirim. Lalu semuanya dibahasa berhari-hari, akhirnya yang

terjadi adalah ini dianggap “Partai Demokrat pembusukan” padahal Partai

Demokrat biasa-biasa aja, jangan-jangan itu persepsi yang dibangun oleh media

untuk melakukan pembusukan, padahal tidak busuk gitu loh. Termasuk apa

sumber korupsi, hari ini kan saya nulis dimedia. Coba saja bedakan saya menulis

dengan tulisan Winarto Wijaya. Dia teman saya, saya menulis di koran Sindo,

saya menulis memakai data. Banyak orang menyebut bahwa partai politik itu

Page 91: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

korupsi, tapi ini kan ada datanya, bahwa APBN memberikan 0,01% kepada partai

politik. Jadi itu bukan korupsi, tapi tulisan Winarto Wijaya, ini asumsi semua, itu

yang disebut ________. Dia menggunakan asumsinya, dia menggunakan nalarnya

seolah-olah menganalisis. Itu beda sama saya, analisis saya. Dari dulu saya

memakai analisis seperti ini, kalau mau lakukan analisis pake teori dan data, pake

kerangka berfikir. Jangan mengatakan bahwa ada cukong-cukong besar di tubuh

partai politik. Siapa cukongnya dan apa contoh cukong itu, cukong wisma itu.

Lalu terkait dana dari partai politik, ini kan besar sekali 8,5 M sumbangan dari

negara, itu tidak ada artinya dengan satu program kita. Satu program Golkar,

karakter desk yag di launching Anca, itu DPP menyumbang kepada acara itu di

satu kegiatan itu 5 juta. Nah jumlah desa, kalau semua desa itu berhasil jangkau.

Di setiap masing-masing desa itu Golkar menghimpun 100 orang untuk

ditraining, dididik tentang NKRI, Pancasila, Undang-undang dasar 45, macam-

macam. Ideologi bernegara kepada 100 orang. DPP menyumbang kepada setiap

desa itu 5 juta, jumlah desa ada 77.000, apabila dikali sama dengan 385 milyar

untuk satu program yang harus di keluarkan Golkar sampai tahun 2014 itu kalau

semua itu jumlah kecamatan itu sekitar 5000, katakanlah apabila kita tidak sampai

menjangkau semua desa, tapi saya yakin ada beberapa desa. Mungkin sebagian

inilah, dibagi dua saja. Mungkin kita tidak menggunakan basis desa tapi

karaktercan, hanya kecamatan saja yang kita coba untuk membangun kader-kader

baru. Itu jumlahkecamatan ada sekitar 5000, 25 M untuk satu kegiatan. 385 M

anggaran paling besar, 25 M anggaran paling kecil, untuk satu kegiatan yang

dinamakan karakter desa. Partai punya banyak kegiatan, AMPG yang

mengumpulkan 3000 orang dari seluruh Indonesia, dilatih penanganan bencana,

doktrin bernegara, macam-macam. Partai politik ini kan yang dikasih beban oleh

negara untuk melakukan yang namanya pendidikan politik menurut undang-

undang kan, hanya partai, LSM tidak dikasih.

T : Ade sebagian orang yang mengatakan bahwa partai itu tempatnya

J : Kan partai ini baru, kita kan baru mulai berpartai tahun 98-99. Usia berpartai

ini kan baru berapa tahun. Baru 10-12 tahun, artinya partai ini boleh dibilang bayi

Page 92: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

lah ya, apabila dibandingkan dengan partai republik, partai kongres.

Dibandingkan dengan partai demokrat dan segala macam. Sebelumnya kan kita

otoritarian, ada rezim militer dan segala macam.

T : Tapi kan Golkar panjang perjalanannya.

J : Sama saja kan, Golkar sama yang lain kan sama saja di masa orde baru itu kan

dia tetap menjadi salah satu cabang saja dari yang namanya rezim otoriter orde

baru. Dari rezimnya Soeharto itu. Ada Golkar ada tentara. Ada tentara yang

menjadi bagian dari penguasa, kan tentara menjadi anggota DPR dan DPRD 10%

kan, ada macam-macam, sama saja. Sama juga dengan tahun 1959 dibubarkan

oleh Soekarno, jadi kehidupan berpartai itu sebetulnya habis PEMILU itu cuma 4

tahun, tahun 1955-1959 saja. Kehidupan berpartai memang kabinet jatuh bangun,

tapi sebelum itu juga partai-partai yang beda, karena kan belum ada pemilu.

Sultan Sjahrir menjadi perdana mentri bukan karena hasil pemilu, tapi karena

penunjukan aja oleh KRIP. Sultan Sjahri, M.Hatta, Natsir, dan lain-lain. Itu bukan

oleh pemilu, bukan lewat satu proses demokrasi, tapi milih-milih saja. “Jatuh sini

masuk sini” . Pasca pemilu 55 baru 4 tahun itu kehidupan berpartai, setelah itu kan

rezim otoriter, partai hanya ornamen. Jangankan partai DPR kan Cuma sebagai

alat stempel aja kan. Kalau kita lihat dalam sepuluh tahun belakangan ini. Apa

yang berubah, tidak ada. Memang SBY, SBY itu bagian orang dalam orde baru,

Wiranto, Prabowo. Wiranto (HANURA), Prabowo (GERINDRA), Megawati orde

baru. Megawati ini siapa dia, Megawati ini anggota DPR sejak zaman orde baru

sama adiknya. Elitnya saja orde baru apalagi rakyatnya orde baru juga. Lalu

dilihat dari sisi itu tidak ada perubahan generasi yang signifikan dalam 10 tahun

ini mau, Suryadharma Ali, Hatta Rajasa, siapa ketua umum PAN, Amien Rais

bahkan. ___________________________________________________________

_________________________________________________________________.

Kemudian Muhaimin, mungkin dia generasi baru, tapi dia kan merupakan darah

biru juga. Dia adalah cucunya Gusdur, artinya dia adalah darah biru politik.

Gusdur sapa, tidak ada yang baru, elitnya aja yang ditumpuk-tumpuk, tapi

orangnya sama saja saling kenal. Dan dari dulu sudah bisa diajak kerja sama gitu.

Page 93: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

Apalagi di jajaran DPP nya, lalu apa yang kita sebut sistem yang baru itu, tidak

ada. Mungkin saya sama Bima, dia adalah seorang anak reformasi, dan saya dulu

juga demonstran sejak tahun 90-an. Tapi kan bukan bagian dari elit, kita kan

hanya orang yang baru masuk ke sistim ini, mencoba menggerakkan roda

kepartaian ini supaya demokrasi tetap jalan. Saya dulu anti dengan militerisme,

dan memang anti dengan militer sejak kuliah. Kalau ada teman saya yang dekat,

di Fadli dia dekat dengan Parbowo misalnya, saya tinggal. Saya tidak teguran

sama dia selama 5 tahun. Karena dia ikut Prabowo, setelah reformasi baru saya

teguran lagi, nah misalnya saya masuk Golkar itu salah satu alasannya karena tidak ada

orang militer lagi didalam tubuh partai, setelah Wiranto keluar, Parbowo keluar, ya sudah saya

masuk ke Golkar karena ini menjadi institusi sipil. Kalau mau masuk partai

pemenang, saya denga SBY masuk Demokrat, dilawan dengan PDI-P. PDIP-P ini

terlalu tradisional ada faktor darah biru. Demokrat ini partai individu, artinya

bukan institusinya yang besar tapi orangnya yang besar. Kalau Golkar kan tidak,

ketua-ketua umumnya tidak pernah memerintah selama dua kali, selama dua

periode gitu kan. Nah sejak Harmoko memimpin. Itu sampai sekarang tetap orang

sipil yang megang. Harmoko, Akbar Tanjung, Jusuf Kalla, Aburizal Bakrie

dengan dinamikanya yang luar biasa itu. Kalau dikatakan apa kalau orang-

orangnya yang orde baru itu uda pindah semua termasuk SBY. SBY kan Golkar

juga dulunya, karena dia adalah bagian dari tentara, ABRI dan dia pemimpin

fraksi ABRI itu ayahnya dan mertuanya itu Golkar. Salah satu sesepuhnya Golkar

yang sangat aktif di dalam tubuh Golkar Pak Sarudi Wibowo itu, kariernya

dibangun disana Rahmat Witular abangnya, dulu adalah sekjend Golkar, tidak ada

yang tidak Golkar. Yang orang-orang ini kan keluar dia aktif di HANURA, dia

aktif di GERINDRA, dia masuk ke PAN, sebagian masuk Demokrat apalagi.

Kalau dilihat dari situ, kita mempunyai wadah yang namanya partai politik tapi

sumberdaya manusia kita masih sumberdaya manusia yang lama. Bukan orang

baru, tapi jangan lupa. Ada orang baru masuk partai politik, jadi pelaku politik,

menjadi pimpinan politik, jadi apa dia. Jadi Nazaruddin, 33thn, jadi tidak

sepenuhnya betul, ada orang baru masuk politik dia bersih dan akan lebih baik

dari yang tua-tua. Justru Nazaruddin ini luar biasa. Banyak orang-orang di Golkar

Page 94: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

itu yang dari partai-partia lama itu masih miskin, hanya idealisme aja karena dia

ingin berpartai hidupnya biasa-biasa saja. Dia senang berbicara-bicara saja kayak

Akbar Tanjung, pergi kerumah Akbar Tanjung di jalan purnawarman, lihat

rumahnya, datang kerumah Nazaruddin, lihat rumahnya. Lihat rumah Akbar

Tanjung, dan kerumah orang-orang tua yang sudah lama di partai. Lihat rumah

pemain-pemain baru terutama di Demokrat sekarang yang masi muda-muda.

Rumahnya bagus dengan segala fasilitas yang ada, kenapa, karena mereka tidak

merintis periode yang panjang di politik, hanya ambil jalan pintas mumpung

berkuasa enak gitu. Nah itu salah, nah itu yang menyebabkan saya masuk

berpolitik itu bukan untuk itu, saya justru kehilangan banyak hal dengan berpolitik

gitu, saya punya kantor 4, hilang empat-empatnya, satu ini aja yang bertahan gitu.

Kalau dulu saya punya sekretaris, dan macam-macam. Kalau diundang gitu

kadang ditunjukkan dulu budgetnya, keluar kota berapa. Kalau perbankan yang

undang berapa dll. Itu penghasilan banyak, ada yang di satu kantor 23jt, ada satu

kantor 30jt, ada yang 3jt tp acaranya banyak. Luar biasa dulu, kalau dilihat dari

sisi penghasilan, tapi saya korbankan itu semua untuk apa, kalau bangsa ini kaya

gini.

T : Jadi menurut bapak, intelektual itu bagusnya berada di luar

pemerintahan atau partai atau di dalam. Apa harus balance gitu.

J : Sama saja dimana-mana. Diluar juga banyak yang tajir (kaya), emank saya

tidak tahu, banyak sekali intelektual yang sok-sok mengatakan dirinya intelektual

tapi dia sebetulnya hanya alat dari kepentingan konspirasi, atau dia dipakai untuk

suatu kasus, dia disuruh untuk ngomong begini, lalu ditransfer. Saya pernah

mengalami proses yang seperti itu, dimana muliut kita dipakai untuk kepentingan-

kepentingan kekuasaan. Dan kita seolah-olah intelektual, yang betul-betul

intelektual itu dalam artian itu sedikit sekarang yang betul-betul intelektual. Kalau

suaranya yang didengar misalnya Prof.Thamrin, kalau yang lain apalagi yang

muda saya tidak tahu dan tidak yakin. Dan Arif Budiman, saya boleh mengatakna

kalau dia adalah seorang intelektual kakaknya Soe-Hok-Gie. Banyak yang diluar

sekarang, banyak yang tidak mau pulang. Hanya kita saja yang mengatakan, ini

Page 95: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

pengamat ini penulis. Dulu saya aktif di talkshow radio dan TV, dan menulis di

koran. Semuanya saya isi, karena saya punya banyak waktu. Kalau seorang

intelktual itu harus menyeimbangkan bicara dan tulisan. Tapi harus lebih banyak

di tulisan. Kalau seorang intelektual itu mau dia di partai , di kampus atau di luar

itu sama saja artinya apakah dia berubah atau tidak gitu. Jadi sama saja, apakah

intelektual yang diluar partai jauh lebih baik dari intelektual yang berada di dalam

partai, banyak intelektual yang di dalam partai yang bagus-bagus menurut saya,

tapi mereka tidak tampil. Banyak pemikir-pemikir yang tahu banyak hal tentunya

tapi karena dia orang partai dia tidak dianggap seorang intelektual, banyak itu.

Duta-duta besar orang mana, orang partai banyak, bekas menteri orang partai

banyak. Itu dia yang tahu semua dari A-Z suatu persoalan. Dia sudah Doktor dan

praktisi juga, yang diluar, dia hanya lihat dari buku dan mengamati. Modal

ngobrol sama praktisi itu merasa dia sudah punya pengetahuan yang dalam, itu

bedanya, jadi menurut saya tidak signifikan memanfaatkan posisi kaum

intelektual di dalam dan diluar partai. Selama dia masih memiliki ciri-ciri, dia

masih memiliki referensi akademik, dia punya intelektualisme, dia punya ideologi

dan macam-macam. Itu kalau diurutkan dan dia mempunya definisi tentang

intelelektual. Sebetulnya kan seorang intelektual itu kan suaranya sama dengan

suara massa.

Keterangan :

T (tanya) : Pewawancara (Nashihatul. F.)

J (jawab) : Narasumber (Indra J.Piliang)

Page 96: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

Deklarasi Indra J.Piliang.

Kembali ke Ranah Menuju Akar

Kamis, 11 September 2008

Biasanya saya menulis judul dulu pada sebuah tulisan. Kali ini tidak. Saya

menulis dulu, baru kemudian menulis judulnya. Apa yang mau saya tulis? Belum

jelas juga. Yang ingin saya sampaikan adalah seputar catatan-catatan yang

diberikan kepada politisi. Boleh, dong, saya menjadi pengamat dari pengamat

politisi?

Media massa di Indonesia, sama dengan orang di kampung saya, bisa dengan

sangat terlena menganalisa apa-apa yang terjadi dengan Obama. Kini, berpindah

ke Palin. Obama dan Palin seakan menjadi anak kandung dalam pemberitaan dan

analisa, sementara politisi Indonesia seakan terus menjadi anak tiri dan tersangka

dari apa-apa yang belum dia kerjakan.

Sebagai contoh, politisi seperti Obama dan Paling pandai berpidato. Saya juga

yakin bahwa saya bisa berpidato dengan baik, begitupula dengan para calon

anggota legislatif yang lain. Tetapi, apakah pidato itu yang ditunggu orang, ketika

hidup adalah perbuatan? Beberapa penulis yang hidup dari honor-honor di media

massa, khususnya dengan cara menulis soal-soal politik, dengan mudah

memuntahkan sumpah-serapah seolah politikus itu sampah. Eh, keliru, seolah

politikus Indonesia itu sampah. Sementara, politikus di Amerika sana adalah

berlian yang layak disimak.

Barangkali inilah mentalitas pasca-kolonial itu yang hidup dalam benak kaum

intelektual pasca-kolonial juga. Apa yang diucapkan oleh politikus Indonesia

tidak benar-benar disimak. Belum lagi dengan detil seluruh dimensi kehidupan

seorang politikus. Yang diucapkan dan ditulis lebih banyak sisi idealitas yang

belum tentu para penulisnya bisa menjalankan itu.

Istilah-istilah teknis dalam politik praktispun tidak diketahui dengan baik.

Misalnya, soal daerah pemilihan. Juga persoalan-persoalan di daerah pemilihan

masing-masing. Selain itu tentang tugas seorang anggota legislatif yang terbatas

Page 97: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

hanya kepada pengawasan atas eksekutif, penyusunan anggaran dengan eksekutif

dan penyusunan undang-undang atau regulasi bersama eksekutif. Tiga tugas

pokok itu diabaikan ketika memberikan penilaian atas seorang politikus.

Yang dikobar-kobarkan adalah dendam atas masa lalu. Saya beruntung tidak

memiliki dendam apapun atas masa lalu, termasuk terhadap orang-orang yang

mungkin pernah mengkhianati saya, mengejek saya, ataupun pernah dengan

terang-terangan menyebarkan fitnah bohong atas diri saya. Tetapi saya melihat,

sejumlah politisi lain, terutama dari angkatan muda, yang belum pernah berkuasa,

yang bercita-cita atas masa depan mereka, selalu saja dicecoki dengan persoalan-

persoalan masa lalu yang mestinya itu urusan kaum tua.

Sejak memutuskan menjadi politisi, saya memutuskan mengambil posisi dan

mentalitas politisi. Saya mulai menyesuaikan diri dengan Partai Golkar,

menikmati denyut persoalan yang muncul, termasuk di tingkat ranting, desa,

nagari, kecamatan, kabupaten dan kota, propinsi dan tentu juga pusat. Golkar

telah berubah menjadi partai tradisional di beberapa tempat. Tidak jarang saya

bertemu dengan kader-kader tua yang militan, namun kecewa dengan keadaan.

Mereka dulu barangkali menikmati betul sebagai satu-satunya partai penguasa,

sementara sekarang sama saja dengan partai lain yang harus berjuang secara

harian, mingguan, bulanan, tahunan dan puluhan tahun. Partai yang harus

mempertahankan dirinya sebagai kekuatan demokrasi yang besar, bukan pelanjut

dari sejumlah kesalahan di masa lalu.

Dari sisi pendanaan, hampir semua politisi yang saya kenal di Golkar terlihat

bekerja secara sendiri-sendiri dulu, lalu membangun kolektifitas secara bersama-

sama. Barangkali inilah masalah terbesar yang dihadapi oleh politisi, yakni

semakin besarnya biaya untuk melakukan kegiatan-kegiatan politik. Bagi politisi

yang hanya mengandalkan dukungan tradisional, biasanya bertumpu kepada

organisasi primordial yang dimiliki, termasuk ormas-ormas yang dimasuki. Tetapi

itu saja tidak cukup. Bagaimana anda bersaing mendapatkan pemilih, katakan

sebanyak 1000 atau 2000 suara untuk mendapatkan kursi DPRD kabupaten dan

Page 98: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

kota, sementara di daerah pemilihan anda harus bersaing sesama politisi dan

dengan politisi partai lain?

Apalagi, masyarakat sudah semakin menunjukkan kekuatannya. Politisi yang

muncul sebagai calon anggota legislatif dianggap memiliki cukup uang untuk

memajukan dirinya, sehingga segala jenis permintaan bantuan datang setiap hari.

Beruntung saya maju di Sumatera Barat yang menurut riset Lembaga Survei

Indonesia (Mei 2008) masyarakatnya tidak terpengaruh dengan politik uang. Di

beberapa daerah memang ada permintaan yang berlebih kepada politisi, tetapi di

sebagian besar daerah sama sekali hanya membutuhkan kehadiran politisi untuk

sekadar berkenalan dan berdiskusi dengan keras.

Kemampuan politisi mensiasati daerah pemilihannya sungguh diuji. Ada yang

datang menyebarkan spanduk ucapan selamat melaksanakan Ibadah Puasa atau

nanti selamat merayakan Idul Fitri, ada yang menyebarkan kalender dan stiker,

tidak sedikit yang memasang iklan di media massa, sementara yang lain

menunjukkan kekuatan dengan cara dekat dengan para penyelenggara

pemerintahan daerah dalam segala bentuk kegiatan formal.

Kalau saya ditanya tentang kiat dan strategi yang saya usung, tentu sulit saya

ungkapkan secara terbuka. Bukan takut ditiru oleh orang lain, tetapi belum merasa

yakin apakah strategi itu benar-benar tepat. Tetapi intinya adalah saya harus

pertama sekali merasakan hawa di tengah-tengah masyarakat itu sendiri dengan

sedikit atau banyak pancingan. Biasanya saya mengandalkan jaringan pertemanan

yang sudah terbentuk, baik teman-teman sekolah di tingkat dasar, menengah dan

universitas, atau keluarga terdekat saya yang bertempat tinggal di Sumatera Barat,

serta tentu saja jaringan Partai Golkar yang sebetulnya belum sepenuhnya saya

kenali dan yakini bisa mendorong suara untuk saya. Kenapa? Karena masing-

masing calon anggota legislatif juga mengandalkan Partai Golkar. Jadi, terdapat

semacam persaingan internal yang menurut saya sangatlah santun. Dan ketika di

lapangan, saya harus berani untuk mengambil keputusan untuk mengerjakan apa,

dengan alat-alat sosialisasi yang saya bawa dan anggaran terbatas yang saya

punyai.

Page 99: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

Sudah dua kali saya “turun” ke lapangan. Pertama selama tiga hari, kedua selama

lima hari. Kedatangan pertama saya membawa uang sebanyak Rp. 5 Juta dan

habis tepat ketika saya harus naik pesawat ke Jakarta. Kedatangan kedua saya

membawa uang sebanyak Rp. 7,5 Juta dan tentu mobil yang disopiri oleh kakak

saya dari Jakarta. Uang itu juga habis ketika saya menginjakkan kaki di bandara

untuk kembali ke Jakarta.

Saya beruntung telah ditanggung ongkos naik pesawat pulang dan pergi oleh

teman baik saya. Berapa kalipun saya pulang-pergi ke daerah pemilihan saya.

Seorang teman saya yang mencalonkan diri di Sumatera Utara dan bertempat

tinggal di Jakarta dari partai lain dengan penuh rasa iri mengatakan: “Wah, gua

belum punya sponsor. Padahal, gua hanya membutuhkan sepuluh kali pulang-

pergi ke dapil gua. Itupun gua belum punya sponsor.” Tentu saya prihatin atas

“nasib” teman saya itu, tetapi sayapun tidak bisa berbuat apa-apa.

Tentu uang yang saya bawa di luar logistik yang dicetak di Jakarta. Lagi-lagi saya

beruntung, karena stiker dan kartu nama yang saya bawa dicetak oleh saudara

saya dengan mengandalkan printer besar di Jakarta. Bantuan terbesar saya terima

dari teman di Gorontalo yang mencetakkan 5000 stiker di Surabaya. Alasan teman

ini sederhana: karena Gorontalo dan Sumatera Barat memiliki filosofi yang sama,

yakni Adat Bersendi Syara dan Syara Bersendi Kitabullah.

Seorang teman lama yang bekerja di luar Jakarta mengirimkan uang sebesar Rp. 1

Juta untuk dibelikan buku, karena tahu saya juga membeli buku-buku di Kwitang

untuk dibagikan ke sekolah-sekolah. Saya sungguh terharu atas sambutan kepala

sekolahnya, lalu langsung menjadwalkan buka puasa. Saya tidak datang

mengantarkan buku itu, hanya mengantar ke rumah seorang adik HMI yang saya

kenal lewat internet. Dua perempuan HMI inilah yang datang mengantarkan ke

sekolah itu.

Dan setiap kali kembali ke Jakarta saya harus memikirkan lagi, apakah masih bisa

menyisakan uang untuk kembali lagi ke dapil saya? Semakin lama di dapil,

semakin banyak permintaan, entah spanduk, kaos atau apapun. Tetapi yang paling

Page 100: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

banyak adalah kehadiran saya untuk bertatap muka. Pernah malam setelah pukul

12 malam, ketika saya kelelahan di rumah, datang telepon dengan nada

intimidatif: “Saya sudah edarkan stikermu, tetapi mana wajahmu? Kami

menunggumu di sini.” Dengan nada memelas, saya menjanjikan hari yang lain.

Tidak mungkin saya harus mengganti lagi baju dan celana yang sudah basah,

karena untuk sampai di rumah saya harus melewati sungai yang dalamnya sepaha,

tanpa ada jembatan penyeberangan.

Setiap hari saya memastikan untuk hadir dalam acara-acara “resmi” yang dihadiri

oleh lebih dari 50 orang sampai 500 orang. Setiap hari. Lalu, di sela-sela

menunggu acara resmi, saya datangi tempat-tempat yang saya bisa datangi, dari

rumah ke rumah, dengan mengandalkan informasi dari keluarga, teman, partai

atau insting saya semata. Maka, saya menghindari bertemu dua kali dengan orang

yang sama dalam sehari, karena hanya akan berputar-putar dengan persoalan-

persoalan yang sama saja.

Dan anehnya, saya semakin merindukan untuk kembali dan kembali, bertemu

dengan lebih banyak lagi orang, sebagian besar hanya untuk mengetahui

persoalan mereka dan mendiskusikan solusi yang mungkin paling tepat. Saya

semakin melupakan begitu banyak seminar dan diskusi yang saya pernah hadiri.

Beberapa kali saya harus menelepon teman-teman saya di Jakarta atau di

manapun, dari partai apapun dan profesi apapun, untuk bertanya hal-hal yang saya

tidak ketahui. Untunglah saya memiliki database yang lengkap di otak saya

tentang kemampuan-kemampuan spesifik yang teman-teman saya punyai.

Tentu, saya lelah dan lelah. Untuk itu, saya memiliki tukang pijit khusus.

Namanya Syahrul. Dialah teman saya. Dia dulu sama-sama satu SMA dengan

saya di Jurusan Fisika SMA 2 Pariaman. Kalau saya ke Padang, dulu, saya suka

memanggilkan untuk menemani saya tidur bersama yang lain, lalu dia dengan

kemampuannya bisa memijit saya dan teman-teman lain. Dia memang menjadi

tukang pijit. Pikirannya cerdas, profesinya juga luar biasa. Sosok Syahrul sering

saya ledek sebagai “Suwondo”-nya Gus Dur. Di mata keluarga saya, Syahrul

Page 101: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

adalah teman saya yang paling tulus dan ikhlas. Wajahnya bersih, hatinya lebih

bersih lagi. Jarang bicara, lebih banyak melayani.

Pendapat Syahrul mungkin sangat tepat untuk menggambarkan saya: “Dulu, saya

selalu berpikir, kau itu tenggelam dengan dirimu, pekerjaanmu, di berbagai media

massa, di berbagai forum, lalu melupakan kampungmu, seperti yang lain.

Nyatanya saya terkejut, sebagaimana juga orang lain, atas keputusan yang kau

ambil di usia emasmu, dalam kemapanan yang kau nikmati!”

Cita-cita Syahrul seluhur dirinya: ingin belajar akupuntur di Jakarta, lalu

mengembangkannya di Sumatera Barat! Beruntung di Jakarta saya juga

mempunyai seorang dokter langganan saya, ahli akupuntur lulusan China dan

Korea Selatan. Biasanya, kalau saya benar-benar kolaps, sakit, apapun

penyakitnya (batuk, kolekterol, asam urat atau perasaan saja tentang itu), saya

datang ke dia. Dia akan menaruh bebeberapa jarum di tubuh saya, lalu setelah itu

saya kembali segar. Suatu hari, saya ingin memperkenalkan Syahrul dengan Dr

Tjahyo. Mudah-mudahan mereka bisa bekerjasama dengan baik.

Apa yang saya lakukan dan kerjakan, barangkali hanya semata-mata demi sebuah

ketenangan batin dalam menjalankan profesi sebagai seorang politisi. Di hadapan

hampir 100 orang di kampung saya, dalam cahaya temaran lampu surau Lembah

Aur, surau masa kecil saya ketika saya harus tidur di sana (lelaki Minang sebelum

menikah pantang tidur di rumah), saya mengatakan dengan nada terbata: “Denai

hanya ingin pulang, membangun kampung, bersama sanak keluarga. Denai tidak

mau kampung ini hancur, masyarakatnya hancur, ekonominya hancur, karena

dunia berubah dan terus-menerus mencoba menghancurkan kampung dan

masyarakatnya. Kalau kali ini Denai gagal, izinkan denai menjadi petani,

menggarap tanah milik keluarga, bersama Ajo Ir dan lain-lain.” Hanya “pidato”

saya yang tidak ditepuk-tangani, di tengah tepuk tangan atas pidato-pidato lain

yang begitu indah dan mendirikan bulu roma. Dalam hati, saya menangis atas

kemampuan olah kata yang masih tersisa, di tengah kemiskinan, ketidaktahuan,

dan segala macam persoalan yang melanda orang-orang kampung saya.

Page 102: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

Minggu depan, saya mungkin akan kembali, memenuhi sejumlah janji untuk

bertemu muka dengan masyarakat di kampung saya. Tetapi, saya belum yakin itu

kapan. Yang jelas, setelah tanggal 20 September, saya dan istri dan anak naik

kendaraan pribadi, lewat jalur darat, menuju kampung. Istri saya ingin menikmati

perjalanan panjang ini lewat jalur darat, 38 jam perjalanan. Dan tepat pada tanggal

1 Januari 2009 nanti, seluruh kehidupan kami akan berada di kampung. Saya

sudah memutuskan mundur dari CSIS tanggal 1 Januari itu, juga mundur dari

pekerjaan saya sebagai Analis Senior pada sebuah perusahaan konsultan.

Kembalikan, Kampung Halamanku!!! Jakarta, 10 September 2008.

(Belum sempat mandi, setelah mendarat di Cengkareng pukul 20.30 tadi.)

Page 103: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan
Page 104: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

Hasil Wawancara dengan Fadli Zon (9 Juli 2011)

Fadli Zon Library.

T : Alasan bapak masuk ke dalam partai politik.

J : Begini, kita melihat bahwa, bagaimanapun y, politik adalah suatu...,. Partai

politik dulu, partai politik ini kan suatu himpunan dari orang yang mempunyai

pandangan sama tentang suatu negara dan masyarakat. Sehingga partai politik itu

sebetulnya adalah alat, alat untuk apa?? Alat untuk memperbaiki keadaan

berdasarkan pandangan negara dan mayarakat itu. Jadi dengan adanya partai

politik kita bisa memperjuangkan apa yang menjadi pandangan/ideologi dari kita.

Jadi itulah kenapa orang membuat partai politik, kalau alasan saya. Saya melihat

efektifitas pengambilan keputusan itu ada tetap di dalam politik. Dalam politik itu

pepatah yang mengatakan “All that is necessary for the triumph of evil is that

good men do nothing”(Edmund Burke the 18th century

). Jadi kalau orang-orang yang

merasa baik itu tidak berada di dalam politik, ya maka politik itu akan dikuasai

oleh evil, oleh preman-preman politik, mafia politik, bandit politik, dll. Jadi

semakin banyak orang baik masuk ke dalam dunia politik, maka politik kita

semakin bagus. Itu yang mendorong saya terjun ke dunia politik. Karena

pengamat politik atau orang yang berada di luar walaupun pandangan-

pandangannya benar, walapun pandangannya kritis, walaupun mempunyai

pengaruh dalam opini, tetapi tidak bisa mengambil keputusan. Keputusan tetap di

tangan politisi di partai politik. Kita berada di dalam satu demokrasi modern, ini

alasannya. Terjun ke gelanggang politik itu memang mempunyai resiko karena

kita terlibat dalam suatu politik praktis dan juga sebagaimana lazimnya di dalam

politik, terjadi sikut menyikut, fitnah, intrik dan sebagainya. Itu adalah resiko,

kalau kita sudah berada di dalam, kita ingin mempengaruhin proses keputusan

politik yang menurut kita benar, misalnya dalam hal ini Gerindra mengingkan

ekonomi haluannya ekonomi kerakyatan bukan ekonomi liberal. Kalau pengamat

politik di luar, dia kan hanya bicara saja, bahwa ekonomi kita sekarang begini

begitu, tapi kalau kita berada di dalam politik mempunyai wakil-wakil di DPR,

Page 105: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

DPRD, mereka mengambil keputusan agar ekonomi itu tidak menjadi ekonomi

yang liberal atau paling tidak memperjuangkan kalau belum menjadi partai yang

berkuasa supaya ekonomi itu tidak mengarah ke ekonomi neo liberalisme, itu

contohnya. Ya, dulu saya pengamat politik tapi saya juga aktifis, jadi ini upaya

untuk memperbaiki keadaan.

T : Kenapa partai politik Gerindra yang diikuti, kenapa tidak Demokrat.

J : Karena ide Gerindra itu dari saya. Jadi saya dulu pernah ikut juga dalam

mendirikan partai bulan bintang waktu saya masih berusia 27 tahun. Tapi karena

berselisih paham saya keluar, kemudian meneruskan studi, ikut dalam kegiatan,

usaha bisnis, baru tahun 2007 akhir saya mengusulkan gagasan untuk membuat

partai politik, dan akhirnya partai politik itu menjadi Gerindra. Karena kita merasa

bahwa partai-partai politik yang ada ketika itu ya sama saja tidak sejalan dari

usaha untuk memperbaiki keadaan. Kami menginginkan wadah dari partai

Gerindra ini alat perjuangan dengan tujuan-tujuan yang jelas melawan neo-

liberalisme, mengedepankan ekonomi kerakyatan, kita ingin ada keberpihakan

kepada rakyat terutama rakyat yang mayoritas, petani, buruh, nelayan, pedagang

pasar yang selama ini terpinggirkan dalam proses pembangunan.

T : Apakah tujuan-tujuan bapak setelah masuk partai sudah terealisasi

semua.

J : Ya, semuanya ini kan proses. Yang namanya politik itu tidak bisa seperti

membalik tangan, tidak bisa hanya dalam setahun tujuan itu tercapai, tidak! Ini

adalah proses panjang. Sebagai alat politik yang namanya partai politik ini

mengalami juga dinamika, tetapi sekarang Gerindra kan dari hasil Pemilu 2009

baru 4,6%, jadi ya sebagai partai baru ya ini baru langkah awal. Tujuan apakah

sudah tercapai atau belum, karena yang namanya tujuan itu kan untuk

memperbaiki keadaan, dan keadaan itu dari baik harus menjadi lebih baik, dan

lebih baik lagi. Jadi kami ingin mempengaruhi kebijakan-kebijakan termasuk

dalam pembuatan undang-undang, policy dan lain-lain. Kalau nanti kami suatu

Page 106: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

hari berkuasa, kami lebih bisa untuk menjalankan apa yang menjadi program-

program dalam platform kami.

T : Apakah bapak tidak takut dalam berpendapat, setelah masuk ke dalam

partai politik.

J : Tentu, sebagai pengamat politik kan tidak punya tanggung jawab, hanya

mempunyai tanggung jawab kepada dirinya. Pengamat politik kan bebas bicara

tanpa ada batasan-batasan , semuanya yang mengontrol adalah dirinya sendiri,

sementara sebagai politisi dari partai politik, nah kita mempunyai batasan sejalan

dengan kepentingan partai. Kepentingan partai itu bisa sejalan dengan pemikiran

kita bisa juga tidak sejalan, nah disitulah seninya. Tetapi kami merasa sebagi

partai yang idealis sejauh yang saya lakukan, saya selalu masih sejalan dengan

apa menurut pendapat saya. Misalnya, soal gedung baru DPR, kami menolak

rencana pembangunan gedung baru DPR, satu-satunya partai yang pertama kali

menolak, dan misalnya tentang study banding keluar negeri kami satu-satunya

partai yang melarang anggota dari partai Gerindra untuk pergi studi banding

keluar negeri, termasuk seluruh anggota DPRD yang jumlahnya hampir 700 orang

untuk melakukan study banding, itu kanlebih dahsyat daripada pengamat politik.

T :Baiknya seorang intelektual itu berada di dalam atau diluar

pemerintahan/politik.

J : Jangan berbicara didalam atau diluar pemerintahan, bicara juga didalam politik

atua diluar politik. Menurut saya semakin banyak cendekiawan masuk ke dalam

politik itu pasti semakin bagus, tapi pada umumnya banyak yang merasa tidak

tahan, akhirnya menjadi cendekiawan menara gading. Mereka hanya mengambil

jarak dari persoalan-persoalan kemudian berbicara. Bukan itu tidak baik, itu tetap

baik, tetapi dampaknya akan lebih baik lagi cendekiawan ini terlibat dalam politik

praktis. Karenanya akan semakin banyak orang baik di dalam politik praktis.

Faktanya, sekarang politik kita dikuasai oleh preman kok, mafia. Coba bayangkan

ini bukan bicara partai politik atau bukan. Kalau banyak orang baik di Golkar,

Page 107: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

orang baik di PDI, orang baik di Demokrat, orang baik di Gerindra pasti akan

ketemu. Orang baik akan ketemu orang baik, orang jahat akan ketemu orang jahat.

Nah kalau misalnya perampokan terhadap anggaran, ya itu bekerja sama antara

orang-orang jahat, tetapi orang-orang baik di dalam politik pasti tidak mau. Kita

harus memperbanyak orang baik di dalam politik.

T : Orang baik itu berlatar belakang dengan akademisinya.

J : Iya tentunya, tapi tidak menjamin. Banyak juga akademisi yang masuk politik

lalu jadi koruptor, adalah contohnya yang tidak perlu saya sebut. Tetapi paling

tidak dengan background akademisi intelektual, dulu kan Gramsci menyatakan

intelektual organik (organic intellectual) sebetulnya yang namanya intelektual itu

harus organik, kalau dia intelektual menara gading dia jadi seperti pengamat. Tapi

sebagai intelektual organic, saya ini seorang intelektual organik. Saya mempunyai

pandangan-pandangan saya itu menjadi kenyataan, menjadi realita. Jadi bukan

hanya sekedar duduk di belakang meja, menulis, mengamati kemudian datang

berbicara. Kita ingin mengubah keadaaan dan itu saya harus terlibat dan berjuang.

Itulah yang namanya intelektual organik ingin menumbuhkan apa yang menjadi

pikiran dan pandangannya.

T : Tapi kalau ada intelektual yang berada di luar politik bagus juga untuk

mengontrol.

J : Iya, bagus juga. Saya kan menyampaikan walaupun dia berada di luar politik

itu bukan berarti dia tidak baik. Tetapi dampaknya akan berbeda bila mereka

berada di dalam politik. Coba misalnya, ada orang seperti Drajat Wibowo di DPR,

kan agak mewarnai dari PAN tempo hari dari periode yang lalu. Ada tokoh-tokoh

yang mempunyai pikiran-pikiran yang tajam, itu kan bagus. Sehingga DPR nya

juga menjadi berkualitas. Ketika kita berhadapan dengan menteri, mungkin

menterinya bisa kalah dengan anggota itu. Kemudian berbicara di dalam atau di

luar pemerintahan. Ini kan juga isu penting, diluar atau di dalam sistem, keduanya

sama pentingnya tapi tidak bisa semuanya harus di luar atau di dalam. Yang

Page 108: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

berada di dalam pemerintahan, apabila dia mampu pasti pemerintahan akan

berjalan dengan baik. Apalagi kalau dia benar-benar mendedikasikan semua ilmu,

kemampuan, pikiran dan pandangannya itu untuk bekerja secara serius dan

sepenuh hati gitu, bukan untuk kepentingan pribadinya. Saya kira pemerintah itu

akan terbantu. Kalau diluar pemerintahan tentu perannya akan lebih sedikit, jadi

yang penting itu sebetulnya adalah bagaimana seorang cendekiawan itu harus

melibatkan diri. Melibatkan diri dalam persoalan sehari-hari. Coba lihat

cendekiawan pada waktu Revolusi Beludru, di Chekoslavia seperti Vaclav Havel,

Adam Midnig di Polandia, Ponrad di Hungaria, itukan cendekiawan-

cendekiawan. Professor Vaclac Havel memimpin revolusi beludru waktu itu tahun

89 setelah itu menjadi presiden. Dia seorang intelektual.

T : Jadi bapak ingin menerapkan itu ke negara ini.

J : Oh iya, jelas.

T : Tapi kira-kira itu bisa tidak, seperti yang bapak bilang preman politik itu

masi menguasai partai politik.

J : Ya, memang semakin banyak.

T : Tapi kan semakin banyak intelektual dan cendekiawan yang diluar dia

berlaku sebagai seorang intelektual, tapi didalam dia bergerilya untuk partai

tertentu.

J : Ya, pasti ada, itu kan akhirnya, begini kita haru memahami pragmatisme.

Seolah-olah dia idelais dan tidak berpartai, tapi sebtulnya membela partai tertentu

itu kan pilihan, sah-sah saja. Tapi kan lebih baik dia masuk ke dalam salah satu

partai. Ada kok tokoh-tokoh cendekiawan yang saya tahu ada di PDI, ada yang di

Golkar, Burhan Magenda dulu di Golkar, ada pak Bonar Pasaribu, itu kan

cendekiawan. Ada sejumlah cendekiawan di berbagai partai. Karena

kecendrungan intelektual itu umumnya mereka masih ada idealisme. Kemudian

mereka mempunyai pengetahuan yang cukup luas, dari modal pengetahuan saja

Page 109: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

itu sudah menjadi modal tersendiri, modal yang penting. Dalam berpolitik itu kan

perlu beberapa modal. Ada modal tersier, ada modal ekonomi yang memang

penting, tapi intelektual itu kan juga simbolik kapital dalam kata borjuis.

T : Menurut orang partai itu tempatnya orang mempunyai kepentingan-

kepentingan, dan tempat orang

J : Y aitu persepsi yang berkembang pada saat ini. Kalau kepentingan, siapa

manusia yang tidak mempunyai kepentingan. Selama manusia itu hidup pasti dia

punya kepentingan. Kepentingan untuk makan, kepentingan untuk sekolah,

kepentingan untuk mencapai cita-citanya. Kalau kepentingan sudah pasti. Tapi

soal bagaimana dia mencari uang di politik, itulah yang menjadi masalah.

Sekarang ini politik masih menjadi mata pencaharian, karena ekonomi di

Indonesia ini belum bagus dan kita ini mengarah pada liberalisasi, politik

liberalisasi ekonomi. Banyak pengangguran masuk politik dan mereka mencari

uang lewat politik dan ketika mereka masuk politik itu bukan untuk memperbaiki

keadaan tapi memperbaiki dirinya sendiri. Dengan cara mendapatkan fasilitas,

mendapatkan uang yang bukan dari haknya. Menjadi calo anggaran dan

sebagainya, jadi kalau kita lihat banyak sekali politisi di DPR ini orang-orang

yang mencari kehidupan bukan untuk memperbaiki keadaan masyarakat. Mencari

kehidupan unttuk diri mereka sendiri, itu kenyataan tapi bukan berarti akan selalu

begitu. Saya kira nanti ada masanya politik itu betul-betul untuk memperbaiki

keadaan tapi politik itu tidak bisa 100% bersih, tapi kita ingin politik itu lebih baik

dari yang ada sekarang. Sejak dulu dari zaman kemerdekaan yang namanya

korupsi itu sudah ada tinggal derajatnya aja. Zaman orde lama sudah ada korupsi,

era demokrasi liberal ada korupsi, luar biasa, era demokrasi terpimpin ada, era

demokrasi pancasila ada. Sekarang era demokrasi liberal reformasi ini, korupsi

ada lebih banyak lagi. Jadi demokrasi itu tidak menjamin korupsi bakal tidak ada,

malah justru korupsi bisa makin lebih banyak. Karena peluangnya, jadi demokrasi

itu baru bisa berhasil kata M.Hatta kalau “korupsi bisa dikendalikan, kalau tidak

ada oligarki partai, kalau ada pemimpin-pemimpin yang bertanggung jawab”

Page 110: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

sekarang tiga-tiganya tidak ada, korupsi merajalela, terjadi oligarki partai dan

pemimpin-pemimpin yang tidak bertanggung jawab.

Keterangan :

T (tanya) : Pewawancara (Nahihatul Furqoni)

J (jawab) : Narasumber (Fadli Zon)

Page 111: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

Wawancara dengan Ulil Abshar Abdalla (12 Juli 2011)

Freedom Institute.

Page 112: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

T : Alasan bapak masuk ke dalam partai politik?

J : Karena dunia politik menarik juga untuk dicoba dimasuki, karena mengamati

hanya dari luar saja. Kalau masuk ke dalam lebih menarik, kalau saya hanya

mengamati saja, menjadi penonton saja kan.

T : Alasan yang lain, apakah karena kepentingan atau sebagainya?

J : Oh, pasti. Kepentingan itu pasti ada, kepentingan ingin macam-macam.

Memperluas kiprah sosial politik kita misalnya, ingin masuk ke dalam DPR, ingin

masuk ke dalam jajaran eksekutif. Politik kan banyak hal iya, di dalamnya banyak

kemungkinan yang luas sekali disitu. Kemungkinan untuk melakukan sejumlah

eksperimen dengan kemampuan kita banyak sekali. Bisa masuk ke eksekutif,

legislatif atau di yang lainnya.

T : Kenapa di Partai Demokrat yang bapak ikuti.

J : Karena ini partai yang paling besar, kalau kita punya cita-cita untuk mengubah

sesuatu melalui partai, dan tentu alatnya harus alat yang efektif untuk bisa

mengubahnya, dan itu tentu harus partai yang besar. Partai yang kecil tidak efektif

untuk mencapai tujuan kita. Karena intinya berpolitik justru, intinya berpolitik itu

kalau kita ingin mencapai sesuatu harus melakukan perubahan melalui partai

politik, karena partai politik adalah alat untuk mencapai suatu perubahan dalam

level negara, kebijakan, melalui legislatif dan eksekutif tentu perubahan itu akan

lebih efektif melalui partai yang besar, partai yang kecil bisa juga. Cuma partai

yang besar mungkin lebih efektif.

T : Bisa bapak ceritakan perjalan bapak, sehingga bisa masuk ke dalam

partai ini, karena diajak, ada kenalan orang dalam partai, keinginan sendiri,

atau kejenuhan karena terlalu lama mengamati.

J : Ya, kombinasi banyak hal, karena faktor diajak juga, karena ada kenalan orang

dalam, ada faktor kejenuhan juga diluar dan ingin masuk ke dalam, jadi kombinasi

faktor-faktor itu semua ada.

Page 113: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

T : Tapi yang banyak mempengaruhi yang mana.

J : Saya gg tau, saya rasa kombinasi itu semua.

T : Seorang pengamat politik yang berada di luar politik praktis, dia bisa

lebih leluasa berbicara, tapi apabila sudah di dalam kan dia lebih terbatas

dan apabila berbicara, lebih ke arah membela partainya.

J : Sudah pasti, apabila anda sudah masuk partai anda sudah tidak bisa bebas,

anda akan terikat dengan partai anda. Anda harus membela partai itu, kebijakan-

kebijakannya. Anda tidak bisa mengkritik seperti pengamat-pengamat politik itu

Kalau anda ingin mengkritik anda lakukan di dalam partai. Melalui prosedur

internal partai. Tapi tidak bisa anda ngomong seenaknya di luar seperti

sebelumnya. Itu tugas pengamat yang bebas, kalau tugas pengurus partai atau

orang dalam partai ya bekerja melalui prosedur internal partai, kalau ada yang

tidak benar menyerap kritik dari luar dan menerjemahkan kritik dari luar itu yang

disampaikan oleh orang lain, tapi melalui mekanisme internal partai. Kecuali

dalam situasi yang spesific anda juga bisa sih, ketika ada orang dalam partai

berkoar-koar ngomong diluar, tapi itu tidak etis. Sama dengan kalau anda menjadi

anggota, seorang staf perusahaan misalnya ya kalau anda staf perusahaan anda

tidak bisa mengkritik perusahaan tersebut di luar, y kalau kritik y di dalam. Kritik

dari luar di sampaikan oleh orang di dluar perusahaan itu. Jadi etika nya begitu.

Kecuali anda menjadi pengamat yang bebas, anda bisa melakukan kritik secara

bebas. Ya, resiko kalau anda sudah masuk ke dalam y anda kehilangan sebagian

kebebasan, tapi anda mendapatkan kebebasan yang lain, jadi ini semacam tukar

menukar. Anda di luar partai anda bebas, tapi anda terbatas juga pada aspek yang

lain. Jadi kehilangan kebebasan yang satu, mendapatkan kebebasan yang lain.

T : Kebebasan yang lain,,

J : Ya bila anda masuk ke dalam partai, anda tidak bisa mengkritik secara bebas,

tapi anda mendapatkan melakukan perubahan dalam pemerintahan, atau dalam

sistem kenegaraan, yang tidak dipunyai oleh pengamat partai yang ada di luar

yang bebas. Anda bisa mempunyai kebebasan yang tidak dipunyai oleh pengamat

Page 114: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

partai yang ada di luar. Kalau anda pengamat kan anda tidak bisa apa-apa, anda

tidak bisa masuk ke parlemen, tidak bisa ikut sidang, dan mempengaruhi lebih

dalam, anda tidak bisa terlbat di dalam operasi sehari-hari dari suatu sistem

kekuasaan. Itu satu kebebasan yang diperoleh saat anda masuk ke dalam partai.

T : Apakah ada mempunyai tujuan sebelum dan sesudah masuk partai yang

sudah terealisasi.

J : Belum ada, karena saya masuk partai kan baru setahun. Itu butuh waktu yang

panjang. Saya masuk Demokrat sudah setahun sejak kongres Demokrat tahun lalu

bulan Mei kalau tidak salah.

T : Menurut bapak seorang intelektual seperti bapak, harusnya berada di

luar atau di dalam partai.

J : Dua-duanya oke, itu pilihan pribadi saja. Ada orang yang merasa nyaman di

luar, ada yang ingin masuk ke dalam. Bagi saya dua pilihan itu tidak ada yang

lebih bagus atau lebih jelek, tergantung apa yang pas untuk anda sendiri.

Intelektual yang di luar oke yang di dalam juga oke. Itu preferensi individual

tentunya.

T : Sekarang kan perkembangan partai ini, bapak di Demokrat misalnya.

Partai disebut tempatnya orang yang berkepentingan, tempatnya otang

mencari duit, partai sebagai tempatnya orang melakukan korupsi.

J : Ya, itu persepsi yang tidak benar. Setiap partai tempatnya orang mencari

kepentingan itu sudah pasti. Karena setiap orang masuk partai politik pasti ada

kepentingan. Kepentingan untuk perubahan, mengaktualisasi diri, ya ada juga

orang yang ingin mempunyai kepentingan yang kotor, korupsi itu pasti ada. Itu

tidak hanya di partai demokrat, di semua partai ada. Kalau kasus dalam partai

demokrat ya orang-orang yang disebut koruptor itu yang sudah tersangka resmi

kan baru Nazaruddin. Yang lain kan belum..... . Di daerah juga sudah ada yang

tertangkap, semua partai tidak kebal terhadap kasus korupsi. Kasus pemilihan

deputi BI misalnya itu melibatkan dari partai, & orang dari PDIP sedang diadili,

Page 115: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

P3 juga ada anggotanya, semua ada yang kena. Semua partai tidak kebal terhadap

kasus penyalahgunaan kekuasaan. Prinsipnya adalah apabila ada orang yang

berbuat salah dalam partai dia harus ditindak secara hukum, jadi jangan sampai

ada kekebalan terhadap orang itu, itu yang tidak boleh. Jangankan partai, lembaga

keagamaan pun bisa juga terkena kasus korupsi, jadi itu tidak harus spesifik

kepada partai politik. Memang Partai politik menjadi sorotan terutama partai

politik yang besar. Karena dia ada di garda yang paling depan di dalam politik. Itu

kan posisi panas sekali karena ada di ujung tombak kekuasaan. Ada di DPR, ada

di eksekutif misalnya, kalau yang lain-lain kan tidak berada di ujung tombak.

Apabila anda berada di ujung tombak ada berada di spotline, menjadi pusat

perhatian semua masyarakat, itu biasa.

T : Apa yang dilihat intelektual lain, ketika melihat para

intelektual/pengamat politik masuk ke dalam partai politik.

J : Di Indonesia umumnya ada satu persepsi yang buruk apabila intelektual masuk

politik itu seperti melakukan pelacuran intelektual. Kompromi dengan kekuasaan,

ada persepsi yang seperti itu. Sebagian para aktifis juga merasa tidak suka dan

antipati terhadap politik karena politik dianggap dunia yang kotor. Itu memang

persepsi yang berkembang.

T : Apakah bapak dijauhi atau dibicarakan lagi oleh para intelektual itu, apa

reaksi bapak.

J : Kalau dalam kasus saya tidak ada yang berubah. Y, tentu kawan-kawan sekitar

saya tidak suka saya masuk politik. Ya tapi saya tidap apa-apa dikritik, kritikan

dari mereka masuk akal dan mempunyai alasan. Dan itu tidak aneh, karena ada

tradisi para intelektual di Indonesia memandang politik itu kotor. Dianggap masuk

politik itu kapitulasi atau tunduk kepada kekuasaan yang dianggap tidak bersih.

Tapi pandangan seperti ini menurut saya tidak tepat, karena apabila politik

diandaikan sebagai dunia yang kotor, tentunya yang kotor harus dibersihkankan.

Kalau politik tidak dimasuki oleh para intelektual yang punya idealisme, politik

tentunya akan diisi oleh politisi yang sifatnya hanya berpetualang-petualang

Page 116: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

sesaat yang tida di drive dan di dorong oleh visi jangak panjang, padahal itu kan

politik yang di drive oleh ide-ide.

T : Jadi menurut bapak intelektual-intelektual yang ada lebih baik masuk ke

dalam politik.

J : Kalau dalam politik ada intelektual-intelektual yang masuk ke dalamnya, harus

disambut dengan baik, justru menurut saya akan lebih baik. Dan politik akan

mendapatkan injeksi yang baik dari para intelktual. Karena politik apabila tidak

diinjeksi oleh ide-ide intelektual, maka hanya akan menjadi permainan kekuasaan

yang membosankan saja. Meskipun intelektual yang masuk ke dalam politik

belum tentu bisa mengubah dalam waktu yang sesaat y dalam waktu yang cepat

itu tidak bisa. Dan buat saya kritik dari kaum anti politik, meskipun saya hargai,

tapi saya tidak tetap. “Kalau intelektual masuk ke dalam dunia yang kotor”, iya

apabila anda tidak masuk dunia politik anda bersih, tapi bersihnya bukan karena

anda ditempatkan yang penuh tantangan. Kalau anda menjadi bersih karena

ditempatkan di tempat yang bersih itu enak saja. Tapi apabila anda bisa menjadi

bersih di tempat yang kotor, itu tantangannya disitu. Justru tantangannya adalah

bagaimana anda bisa membersihkan tempat yang kotor itu.

T : Sekarang begini, setelah bapak masuk ke dalam partai Demokrat atau

partai apapun, apa yang bapak lihat disana. Perkembangan politik apa yang

bapak temui di dalam partai tersebut.

J : Ya, saya tidak bisa cerita banyak. Ya, kita bisa lihat indikator-indikator yang

sifatnya statistik y. Misalnya tingkat pertumbuhan ekonomi. Kita mislanya

tumbuh dalam setahun 6, .. 5, 4, 3 % . Kalau kita mau membandingkat tingkat

pertumbuhan di Asia Tenggara ini itu tumbuhnya tidak sampai kesitu, kita itu

paling di bawah China dan India pertumbuhan ekonominya. Tapi dibanding

Malaysia, Thailand, Filiphina, bahkan Jepang, Korea dan semua. Kita jauh berada

di atas itu pertumbuhan ekonomnya. Kemudian dari segi per-kapita misalnya kita

sudah tembus $3000, padahal kita sudah pernah melewati krisis ekonomi yang

begitu berat kan. 4 tahun yang lalu kita tembus $4000. Pertumbuhan per-kapita itu

Page 117: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

memang tidak langsung diterjemahkan di dalam kehidupan riil dalam sehari-hari,

tapi itu indikator penting untuk mengukur kemakmuran bersama. Karena kan kita

menghitung orang itu kan jutaan, jadi tidak bisa satu persatu kita hitung. Kita

harus melakukan generalisasi dalam bentuk indeks. Karena kalau satu persatu,

jangankan di Indonesia, di Amerika saja yang per kapitanya mencapai US$30,000

saja masih ada saja yang miskin. Tetapi anda menghitung kemakmuran

masyarakat sebuah negara tidak bisa hanya individu per indinvidu. Ada individu

yang kaya ada juga individu yang miskin. Tapi anda harus melakukan generalisasi

secara umum dalam bentuk indeks, disitu anda bisa melihat ada tidak kenaikan

kemakmuran negara ini, apa alat untuk mengukur itu. Dan salah satu alat untuk

mengukur ini adalah infrastruktur misalnya. Itu adalah suatu tantangan berat kita

memang, karena kalau seandainya infrastruktur negara kita bagus, pertumbuhan

negara kita juga bisa diatas bisa mungkin 6, 7 sampai 8% maksud saya itu jalan

raya, pelabuhan, bandara misalnya listrik. Pasoka listrik kita luar biasa, cepat

sekali permintaannya, tapi pasokan kita sangat berkurang, itu makanya kita lihat

adanya pemadaman listrik berkali-kali di sejumlah tempat, itu kan mengganggu

proses produksi, dan memperlambat pertumbuhan ekonomi sebetulnya, barang-

barang jadi mahal, harga barang jadi tidak bersaing tidak kompetitif dengan

negara lain. Pemerintah punya satu Masterplan, M3EI, masterplan percepatan

pembnagunan Ekonomi Indonesia, dari 2011 sampai 2024. Salah satu konsentrasi

pokoknya adalah pembangunan infrastruktur itu. Membagi Indonesia menjadi 8

koridor ekonomi (KEI) Indonesia. Dibagi-bagi berdasarkan karakteristik masing-

masing daerah itu. Ya, macam-macamlah program pemerintahan Indonesia, ada

yang berhasil juga, ada yang kurang berhasil juga ada. Saya kira kemiskinan yang

masih menjadi soal, unemployment, angka pengangguran itu sampai dengan 8%,

8,.. %. Dibanding Amerika kita lebih kecil, di Amerika sekarang tingkat

pengangguranya sampai dengan 8,6 atau 8,7 % kalau tidak salah. Masih ada

pengangguran tapi itu tugas mereka meenciptakan pekerjaan terus menerus supaya

angkatan pekerja baru yang terus bermunculan setiap tahun. Penduduk kita kan

demografisnya khas, penduduk mudanya kan banyak sekali. Itu beda dengan

negara-negara maju. Negara berkembang seperti Indonesia itu adalah salah satu

Page 118: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

khas bentuk demografi atau penduduknya. Itu angkatan mudanya yang mulai

produktif antara 20-40 tahun itu jauh lebih tinggi daripada orang-orang tua. Itu

bagus dari satu segi karena kita punya angkatan produktif yang banyak. Angkatan

tenaga kerja yang banyak, tapi dari segi yang lain juga tantangan besar karena itu

umur-umur orang butuh pekerjaan. Kalau mereka tidak mendapatkan pekerjaan

mereka bisa frustasi, dan kalau mereka frustasi bisa mereka melakukan tindakan

anarkis. Salah satu sebab kenapa Mesir bergejolak sampai Mubarak jatuh, itu

karena ada angkatan pekerja yang begitu banyak sekali, karena pemerintah tidak

menciptakan lapangan pekerjaan. Sehingga akhirnya muncullah gerakan reformasi

besar.

T : Sekarang kan ada issue yang berkembang mengenai revolusi dsb.

Pendapat bapak?

J : Revolusi itu tidak bisa terjadi kalau tidak ada syarat-syaratnya. Anda kan bisa

jadi mengkehendaki revolusi, tapi kalau tidak cukup syarat-syarat objektivenya ya

tidak terjadi. Misalnya anda ingin pergi umroh atau haji, ingin kan bisa saja, tapi

kalau anda tidak punya uang kan tidak bisa pergi kesana. Revolusi itu seperti itu,

banyak orang sekarang ini yang menginkan revolusi dengan SBY, y gpp. Tapi

cukup tidak syarat-syaratnya. Syaratnya revolusi itu misalnya ada situasi dimana

dalam mekanisme itu tidak ada tempat untuk menyalurkan kritik dan saran. Tidak

ada sirkulasi kekuasaan yang reguler, contohnya Mesir dan Orde Baru dulu. Ada

penguasa yang berkuasa sekian lama tidak ada calon untuk mengganti dia, seluruh

saluran kritik ditutup, pers tidak diizinkan untuk menyalurkan kritik, tidak ada

orang yang bisa melakukan demo, kemudian kalau berdemo ditangkap. Ada

undang-undang HISE, darurat, seperti di Malaysia sekarang ini, orang bisa

ditangkap tanpa diadili dan tanpa batas, semau-mau mereka saja. Kalau ada

kekecewaan masyarakat yang meluas sekali, tapi tidak ada saluran untuk

menyampaikan kritik. Nah, itu biasanya dalam situasi yang seperti itu, revolusi

bisa terjadi. Tapi itu juga tidak mesti karena keadaan seperti itu butuh juga tokoh

yang kuat atau satu pemimpin ada ya tolahnya lah. Nah itu baru bisa bergerak,

tapi kalau salah satu itu tidak ada, anda ingin saja tapi tidak bisa terjadi. Misalnya

Page 119: CENDEKIAWAN DAN POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24149/1... · Untuk data primer ... pertanyaan yang terkait dengan tema tulisan

dalam kasus Indonesia, ya orang mengkritik setiap saat bisa, media massa terbuka

banget, anda bisa demo setiap hari. Pemerintah tidak pernah membredel koran,

PEMILU YANG MENGGANTI PRESIDEN tiap 5 tahun, presiden juga ganti

dalam 2 periode, tidak ada presiden yang berkuasa selama hidupnya seperti

Mubarak, Khadafi, atau Soeharto dulu. Jadi ya buat apa revolusi, kalian kan bisa

berkritik setiap saat. Revolusi itu seperti peledakan besar karena tidak adanya

saluran yang kecil-kecil yang bisa menyalurkan kekecewaan dalam skala reguler.

Nah, kalau tidak ada itu revolusi bisa terjadi. Biasanya revolusi itu terjadi di

negara-negara yang otoriter atau negara-negara yang komunis, atau negara

otoritas seperti Indonesia pada saat orde baru atau Mubarak, atau Syah Iran dulu

atau di Yaman sekarang ini, di seluruh timur tengah itu tidak ada demokrasi pada

dasarnya jadi orang marah. Makanya revolusi jarang hampir, saya bisa

mengatakan mungkin mustahil revolusi terjadi di negara demokrasi. Bukan

pemerintah tidak membolehkan, tapi keadaan yang tidak memungkinkan karena

orang sudah mempunyai saluran untuk menyampaikan kekecewaan , terus buat

apa revolusi. Revolusi itu kan saluran yang meledak dalam waktu sesaat karena

tidak ada perdamaian. Makanya dalam demokrasi tidak ada revolusi. Maksud saya

revolusi politik y bukan revolusi mental.

Keterangan:

T (tanya): Pewawancara (Nashihatul. F.)

J (jawab): Narasumber (Ulil Abshar Abdallah)