cedera otak

37
CEDERA OTAK Asuhan Keperawatan Cedera Otak Tujuan Instruksional Khusus Setelah Pembelajaran ini mahasiswa diharapkan dapat: 1. Menjelaskan definisi cedera otak? 2. Menjelaskan klasifikasi cedera otak? 3. Menjelaskan penyebab terjadinya cedera otak? 4. Menjelaskan tanda dan gejala pada pasien cedera otak? 5. Menjelaskan patofisiologi dari cedera otak? 6. Menjelaskan saja komplikasi dari cedera otak? 7. Menjelaskan pemeriksaan penunjang pada pasien dengan cedera otak? 8. Menjelaskan penatalaksanaan pada pasien dengan cedera otak? 9. Menyusun asuhan keperawatan pada pasien dengan cedera otak? PENDAHULUAN Otak merupakan organ terpenting bagi kehidupan yang terletak di dalam rongga kranium tengkorak. Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, sehingga bila kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Dengan kemajuan industrialisasi serta peningkatan sarana transportasi dan mobilisasi manusia, barang dan jasa dari satu

Upload: prasdiana-heny

Post on 12-Jul-2016

44 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

makalah cedera otak

TRANSCRIPT

Page 1: CEDERA OTAK

CEDERA OTAK

Asuhan Keperawatan Cedera Otak

Tujuan Instruksional Khusus

Setelah Pembelajaran ini mahasiswa diharapkan dapat:

1.      Menjelaskan definisi cedera otak?

2.      Menjelaskan klasifikasi cedera otak?

3.      Menjelaskan penyebab terjadinya cedera otak?

4.      Menjelaskan tanda dan gejala pada pasien cedera otak?

5.      Menjelaskan patofisiologi dari cedera otak?

6.      Menjelaskan saja komplikasi dari cedera otak?

7.      Menjelaskan pemeriksaan penunjang pada pasien dengan cedera otak?

8.      Menjelaskan penatalaksanaan pada pasien dengan cedera otak?

9.      Menyusun asuhan keperawatan pada pasien dengan cedera otak?

PENDAHULUAN

Otak merupakan organ terpenting bagi kehidupan yang terletak di dalam rongga kranium

tengkorak. Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat

terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses

oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, sehingga bila kekurangan aliran darah ke

otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi.

Dengan kemajuan  industrialisasi serta peningkatan sarana transportasi dan mobilisasi

manusia, barang dan jasa dari satu tempat ketempat lain tetapi tidak diimbangi pembangunan

sarana dan prasarana transportasi yang cukup memadai serta kepatuhan terhadap peraturan

berkendara dari pengguna jalan, berakibat tingginya angka cedera kepala, yang setiap tahun

cenderung meningkat. Oleh karena itu perlu adanya pemantauan secara intensif tentang kondisi

serta tingkat kesadaran pasien untuk mencegah terjadinya peningkatan derajat keparahan pada

cedera otak dan komplikasi. Sehingga diperlukan kemampuan dari tenaga medis khususnya

perawat untuk lebih memahami asuhan keperawatan yang dilaksanakan  pada penanganan cedera

kepala dan otak dengan demikian angka mortalitas dan morbiditas dapat menurun

Page 2: CEDERA OTAK

DEFINISI CEDERA OTAK

Cedera Kepala hampir disamakan dalam beberapa literatur tetapi akan lebih jelasnya

marilah kita simak definisi sendiri dari cedera kepapa dan cedera otak..

Cedera kepala adalah cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan otak.

Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yang serius diantara penyakit neurologik

dan merupakan proporsi epidemic sebagai hasil kecelakaan jalan raya (Smeltzer & Bare 2001).

Resiko utama pasien yang mengalami cedera kepala adalah kerusakan otak akibat atau

pembengkakan otak sebagai respons terhadap cidera dan menyebabkan peningkatan tekanan

inbakranial, cidera kepala sendiri didefinisikan dengan suatu gangguan traumatic dari fungsi otak

yang disertai atau tanpa disertai pendarahan interslities dalam substansi otak tanpa diikuti

terputusnya kontinuitas otak.

Cdera kepala berdasarkan derajat keparahannya diklasifikasi menjadi :

1. Cedera kepala ringan ( CKR ) jika GCS antara 13-15 , dpt terjadi kehilangan kesadaran kurang

dari 30 menit, tetapi ada yang menyebut kurang dari 2 jam, jika ada penyerta seperti fraktur

tengkorak , kontusio atau temotom (sekitar 55% ).

2. Cedera kepala sedang ( CKS ) jika GCS antara 9-12, hilang kesadaran atau amnesia antara 30

menit -24 jam, dapat mengalami fraktur tengkorak, disorientasi ringan ( bingung ).

3. Cedera kepala berat ( CKB ) jika GCS 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24 jam, juga meliputi

contusio cerebral, laserasi atau adanya hematoina atau edema.

Cedera otak didefinisikan sebagai kerusakan otak akibat kekuatan mekanik eksternal,

seperti percepatan atau perlambatan, dampak, atau penetrasi dengan proyektil yang melibatkan

bagian-bagian tertentu dari otak, bergantung pada mekanisme cedera yang terjadi. Fungsi otak

sementara atau permanen dan struktural kerusakan gangguan mungkin tidak terdeteksi dengan

teknologi saat ini

KLASIFIKASI CEDERA OTAK

Klasifikasi Cedera otak berdasarkan pada tingkat kerusakan dapat dibedakan atas

kerusakan primer dan kerusakan sekunder.

Page 3: CEDERA OTAK

A.    Kerusakan Primer

Kerusakan otak yang timbul pada saat cedera, sebagai akibat dari kekuatan mekanik yang

menyebabkan deformasi jaringan. Kerusakan ini dapat bersifat fokal ataupun difus. Keruskan

primer ini dapat berlanjut menjadi keruskan sekunder, jika kerusakan primer tidak mendapat

penanganan yang baik, maka kerusakan primer dapat menjadi kerusakan sekunder.

Kerusakan Fokal

Merupakan kerusakan yang melibatkan bagian-bagian tertentu dari otak, bergantung pada

mekanisme cedera yang terjadi. Kerusakan fokal yang terjadi dapat berupa :

a.       Kontusio serebri,

Memar ini umumnya terjadi di area permukaan dan terdiri dari area hemoragi kecil – kecil yang

tersebar melalui substansi otak pada daerah tersebut, dari pada satu lokasi yang berbeda. 

Kontusio serebral merupakan lesi yang paling banyak tampak setelah cedera kepala.  

b.      Kontusio ‘intermediete coup’ /kontusio ‘glinding’

Lesi kontusio sering berkembang sejalan dengan waktu,  penyebabnya adalah pendarahan yang

terus berlangsung, iskemik, nekrosis, dan diikuti oleh edema vasogenik. Selanjutnya lesi akan

mengalami reabsorbsi terhadap eritrosit yang lisis (48-72 jam), disusul dengan infiltrasi

makrofag (24 jam-beberapa minggu) dan gliosis aktif yang terus berlangsung secara progresif

(mulai dari 48 jam).

c.         Perdarahan subarachnoid traumatika

paling sering ditemukan pada cedera kepala, umumnya menyertai lesi lain. Perdarahan terletak di

antara arachnoid dan piameter, mengisi ruang subarachnoid.

d.   Intraserebral hematoma (ICH), diartikan sebagai hematoma yang terbentuk pada jaringan otak

(parenkim) sebagai akibat dari adanya robekan pembuluh darah. Terutama melibatkan lobus

frontal dan temporal (80-90%), tetapi dapat juga melibatkan korpus kallosum, batang otak dan

ganglia basalis. Gejala dan tanda juga ditentukan oleh ukuran dan lokasi hematoma. Berdasarkan

hasil pemeriksaan CT Scan, Fukamachi dkk. Tahun 1985, membagi ICH atas :

a.       Tipe 1, hematoma sudah terlihat dalam CT Scan awal

b.      Tipe 2, hematoma berukuran kecil sampai sedang pada CT Scan awal, kemudian membesar pada

CT Scan selanjutnya

c.       Tipe 3, hematoma terbentuk pada daerah normal pada CT Scan awal

Page 4: CEDERA OTAK

d.      Tipe 4, hematoma berkembang pada daerah yang abnormal sejak awal (‘salt and pepper)

e. Hematoma Epidural

      Hematoma Epidural adalah suatu akumulasi darah pada ruang antara ruang tengkorak bagian

dalam dan lapisan meninges paling luar. Hepatoma ini terjadi karena robekan cabang kecil arteri

meningeal tengah atau arteri meningeal frontal.

Pasien dengan hematoma epidural membentuk suatu kelompok yang dapat di kategorikan

sebagai “talk and die”. Tanda dan gejala klasik terdiri dari penurunan kesadaran ringan pada

waktu terjadi benturan yang terjadi pada periode lucid (pikiran jernih) dari beberapa menit

sampai beberapa jam. Periode “talk” ini kemudian di ikuti oleh penurunan neurologis dari kacau

mental sampai koma, dari bentuk gerakan bertujuan sampai pada bentuk tubuh dekotrikasi atau

deserebrasi, dan dari pupil isokor sampai anisokor. Semua ini merupakan tanda – tanda hernia

yang berkembang cepat dan harus ditngani dengan cepat untuk mencegah kematian pada pasien.

f.       Hematoma Subdural

Hematoma Subdural adalah akumulasi darah dibawah lapisan meningeal duramater dan diatas

lapisan araknoid yang menutupi otak. Penyebabnya biasanya robekan permukaan vena atau

sinus.

      Pasien dengan hematoma subdural akut menunjukkan gejala dalam 24 jam sampai 48 jam

setelah cedera. Meninfestasi ini dari perluasan massa lesi dan peningkatan TIK (PTIK) dengan

cepat dan memerlukan interfensi darurat.      Hematoma subdural kronis terjadi dari 2 minggu

sampai 3-4 bulan setelah cedera awal. Gejala umum meliputi sakit kepala, letargi, kacau mental,

kejang, dan kadang-kadang disfasia. Bila intervensi bedah diperlukan pada kasus perluasan

hematoma dan memperburuknya gejala, kraniotomi biasanya diperlukan dan drain dapat

dipasang setelah bedah kepala.

Page 5: CEDERA OTAK

CT scan Penyebaran hematoma subdural (panah tunggal), pergeseran garis tengah (panah

ganda).

g.      Fraktur Tengkorak

     

      Susunan lapisan tengkorak sampai kulit kepala membantu menghilangkan energy benturan

kepala sehingga sedikit kekuatan ditransmisikan ke permukaan otak. Sekalipun demikian fraktur

tengkorak kerupakan masalah yang umum terjadi pada pasien dengan cedera kepala berat

meskipun kejadiannya berfariasi dari 12% sampai 80%, tergantung pada laporan penelitian.

h.      Gegar Serebral

      Gegar adalah sindrom yang mengakibatkan bentuk ringan dari cedera otak menyebar. Ini

adalah disfungsi neurologis sementara dan dapat pulih dengan atau tanpa kehilangan kesadaran.

Jika ada penurunan kesadaran mungkin hanya beberapa detik atau beberapa menit. Sesudah itu

mungkin pasien mengalamidisorentasi dan bingung hanya dalam waktu yang relative singkat.

Gejala lain meliputi : sakit kepala, tidak mampu untuk berkonsentrasi, ganguan memori

sementara, pusing dan peka. Beberapa penderita mengalami amnesia retrograde. Kebanyakan

pasien sembuh sempurna dan cepat, tetapi beberapa penderita lain berkembang ke arah sindrom

pascagegear dan dapat mengalami gejala lanjut selama beberapa bulan.

Page 6: CEDERA OTAK

i.        Konkusio

      Konkusio adalah hilangnya kesadaran (dan kadang ingatan) sekejap, setelah terajdinya

cedera pada otak yang tidak menyebabkan kerusakan fisik yang nyata. Konkusio menyebabkan

kelainan fungsi otak tetapi tidak menyebabkan kerusakan struktural yang nyata.   Konkusio bisa

menyebabkan kebingungan, sakit kepala dan rasa mengantuk yang abnormal; sebagian besar

penderita mengalami penyembuhan total dalam beberapa jam atau hari.

B.     Kerusakan Sekunder

            Kerusakan otak yang timbul sebagai komplikasi dari kerusakan primer termasuk

kerusakan oleh hipoksia, iskemia, pembengkakan otak, TTIK (Tekanan Tinggi Intrakranial),

Hidrosephalus, dan infeksi.

Berdasarkan mekanismenya, kerusakan ini dapat dikelompokkan atas 2, yaitu :

1.      Kerusakan Hipoksi-iskemik menyeluruh

a.       Sudah berlangsung saat antara terjadinya trauma dan awal pengobatan

b.      Martin dkk membaginya atas 3 fase yaitu :

         Fase 1 : Hipoperfusi, terjadi pada hari 0, dapat turun hingga < 18ml/100g/min pada 2-6 jam

sesudah cedera.

         Fase 2 : Hiperemia, terjadi pada hari 1-3.

         Fase 3 : Vasospasme, terjadi di antara hari 4-15.

c.       Kerusakan ini timbul karena :

         Hipoksia : penurunan jumlah O2 dalam alveoli

         Iskemia : berhentinya aliran darah

Page 7: CEDERA OTAK

         Hipotensi arterial sistemik

2.       Edema serebri terjadi karena peningkatan kandungan air dalam jaringan otak atau peningkatan

volume darah( intravaskuler), Kekurangan O2 menyebabkan berlangsungnya metabolism anaerob

yang menimbulkan terjadinya gangguan pembentukan energi dan mengakibatkan terjadinya

gangguan pada fungsi sel:   dimana 1 mol glukosa aerob ® 38 ATP sedangkan 1 mol glukosa

anaerob ® asam laktat + 2 ATP Berkurangnya jumlah ATP disertai pembentukan asam laktat

akan mengakibatkan bertambahnya edema otak.  Secara prinsip terapi dari edema serebri adalah

menghilangkan air yang ada dalam sel (intraseluler) ataupun air diluar sel (ekstraseluler) dengan

cara pemberian cairan hiperosmotik (manitol) dengan dosis 0,5 g – 1 g/Kg BB/kali diberikan

secara bolus dalam waktu 15 – 20 menit., disamping sebagai cairan hiperosmolar maka manitol

dengan dosis rendah berfungsi sebagai penangkap bahan radikal bebas dan dapat meningkatkan

mikrosirkulasi dari sel-sel darah merah (rheologi), pemberian manitol selama 4 hari kemudian

dilakukan tapering agar tidak terjadi "rebound phenomena". Pemberian Kortikosteroid, obat ini

dapat memperbaiki sawar darah otak sehingga secara tidak langsung memperbaiki edema serebri,

dan pemberian Diueretik seperti furosemide.

3.       Peningkatan Tekanan intra kranial

Pada umumnya definisi tekanan intra kranial merupakan jumlah tekanan dari jaringan

otak (80%), cairan serebrospinal (10%), pembuluh darah (10%). Penyebabnya PTIK sendiri

adalah   Infeksi SSP , perdarahan intrakranial, tumor otak, hidrosefalus. Disamping itu PTIK juga

memiliki komplikasi antara lain herniasi otak sehingga menyebabkan kerusakan syaraf

otak ,kematian

PENYEBAB CEDERA OTAK

1.       Pukulan/tekanan berlebih pada kepala.

2. Jatuh.

3. Kecelakaan (olah raga, industri, lalu lintas).

4. Tertimpa benda keras.

5. Perilaku kekerasan.

Page 8: CEDERA OTAK

TANDA DAN GEJALA PASIEN DENGAN CEDERA OTAK

1.        Penurunan kesadaran, koma

2.        Peningkatan tekanan intrakranial yang ditandai dengan

a.         Turunnya denyut nadi

b.         Peningkatan tekanan darah

c.         Kedalaman pernafasan berkurang/terlambat

d.        Penurunan skor GCS

e.         Muntah proyektil

f.          Dilatasi pupil, hilangnya reflek pupil/pupil asimetris

g.         Nyeri kepala

3.        Fraktur kranium

a.    Hematoma periorbita (mata panda)

b.    Memar di sekitar area mastoideus (battle sign)

c.    Keluarnya cairan serebrospinal dari hidung, telinga, dan laserasi di sekitar fraktur

d.   Pembengkakan kulit kepala yang terlihat menonjol

e.    Perdarahan subkonjungtiva tanpa batas posterior

4.        Disfungsi sensori

5.        Kejang otot

6.        Vertigo

7.        Gangguan pergerakan

8.        Kejang

9.        Syok hipovolemik

(Brito, 1996)

PATOFISIOLOGI CEDERA OTAK

Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi.

Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf  hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak

tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar

akan menyebabkan gangguan fungsi. Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha

memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan

Page 9: CEDERA OTAK

dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi

penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis

metabolik.

Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya dampak

yang akan diberikan pada otak. Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin

karena memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi.

Sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral

dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan volume

darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua

menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK).

Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia,

dan hipotensi. Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala “fokal” dan

“menyebar” sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya untuk menggambarkan hasil yang

lebih khusus.

Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit / 100 gr.

jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output. Trauma kepala meyebabkan perubahan

fungsi jantung sekuncup aktivitas atypicalmyocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem

paru. Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan

disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia. Akibat adanya perdarahan otak akan

mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh

darah arteriol akan berkontraksi . Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh

darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.

KOMPLIKASI CEDERA OTAK

1. Epilepsi pasca trauma

Epilepsi pasca trauma adalah suatu kelainan dimana kejang terjadi beberapa waktu setelah otak

mengalami cedera karena benturan di kepala.

kejang merupakan respon terhadap muatan listrik abnormal di dalam otak.

Page 10: CEDERA OTAK

kejang terjadi pada sekitar 10% penderita yang mengalami cedera kepala hebat tanpa adanya

luka tembus di kepala dan pada sekitar 40% penderita yang memiliki luka tembus di kepala.

kejang bisa saja baru terjadi beberapa tahun kemudian setelah terjadinya cedera.

2. Afasia

Penderita tidak mampu memahami atau mengekspresikan kata-kata.

3. Apraksia

ketidakmampuan untuk melakukan tugas yang memerlukan ingatan atau serangkaian gerakan.

Kelainan ini jarang terjadi dan biasanya disebabkan oleh kerusakan pada lobus parietalis.

4. Agnosia

Agnosia merupakan suatu kelainan dimana penderita dapat melihat dan merasakan sebuah

benda tetapi tidak dapat menghubungkannya dengan peran atau fungsi normal dari benda

tersebut. Penyebabnya adalah kelainan fungsi pada lobus parietalis dan temporalis, dimana

ingatan akan benda-benda penting dan fungsinya disimpan.

5. Amnesia

Amnesia adalah hilangnya sebagian atau seluruh kemampuan untuk mengingat peristiwa yang

baru saja terjadi atau peristiwa yang sudah lama berlalu. Amnesia hanya berlangsung selama

beberapa menit sampai beberapa jam (tergantung kepada beratnya cedera) dan akan menghilang

dengan sendirinya. pada cedera otak yang hebat, amnesia bisa bersifat menetap.

6. Edema serebri dan herniasi

Page 11: CEDERA OTAK

Herniasi otak adalah kondisi medis yang sangat berbahaya di mana jaringan otak menjadi

berpindah dalam beberapa cara karena peningkatan tekanan intrakranial (tekanan di dalam

tengkorak). Herniasi Otak merupakan pergeseran dari otak normal melalui atau antar wilayah ke

tempat lain karena efek massa.Biasanya ini komplikasi dari efek massa baik dari tumor, trauma,

atau infeksi.

7. Defisit neurologi

8. Infeksi sistemik (pneumonia, ISK, abses otak, meningitis, osteomeilitis).

9. Osifikasi heterotropik (nyeri tulang pada sendi yang menunjang berat badan).

10. Edema pulmonal

Edema paru dapat diakibatkan dari cedera pada otak yang mengakibatkan cedera pada otak yang

mengakibatkan reflex cushing.peningkatan  pada tekanan darah sistemik terjadi pada responsdari

system saraf simpatis pada peningkatan TIK. Peningkatan vasokontriksi tubuh umum ini

menyebabkan lebih banyak aliran darah ke paru- paru. Perubahan permeabilitas pembuluh darah

paru berperan pada proses dengan memungkinkan cairan berpindah ke dalam alveolis.

11. Kejang

Kejang terjadi kira- kira 10% dari pasien cedera kepala selama fase akut. Perawat harus

membuat persiapan terhadap kemungkinan kejang  dengan spatel lidah dengan diberi bantalan

atau jalan nafas oral disamping tempat tidur dan peralatan penghisap dekat dalam jangkauan.

Pagar tempat tidur harus tetap dipasang, dari bantalan pada pagar engan bantal atau busa untuk

meminimalkan resiko sekunder terhadap cedera karena kejang. Selama kejang, perawat  jangan

pernah mencoba memaksakan apapun diantara gigi atau membuka rahang. Pasien harus

dimiringkan untuk memudahkan mengalirnya sekresi atau mudah dihisap. Gerakan pasien harus

di restrain hanya cukup untuk mencegah memukul obyek, yang menyebabkan memer atau

cedera.Satu-satunya tindakan medis terhadap kejang adalah obat. Diazepam adalah obat yang

Page 12: CEDERA OTAK

paling banyak digunakan dan diberikan secara perlahan melalui intra vena karena obat ini

menekan pernapasan maka frekuensi dan irama pernapasan pasien harus di pantau dengan

cermat.

PEMERIKSAAN PENUNJANG PADA PASIEN CEDERA OTAK

1.      CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : mengidentifikasi luasnya lesi traumatic ( edema fokal &

difus, kontusio, hematoma intraserebral, hematoma intraventrikuler, hematoma ekstraserebral,

perdarahan subarachnoid,fraktur). Indikasi dilakukan CT scan adalah : CT scan dilakukan pada

semua cedera otak berat, penurunan GCS lebih dari 1, lateralisasi (pupil anisokor, hemiparesis),

luka tusuk/tembak, GCS di bawah 15 dan tidak membaik selama terapi konservatif, kejang, nyeri

kepala/muntah, bradikardi.(Samsuhidayat, 1997)

 

2.      MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif. Pemeriksaan ini

jarang digunakan untuk cedera otak karena kurang praktis dan memiliki keterbatasan dalam

deteksi perdarahan pada jam-jam pertama.(ATLS, 1997)

3.      Cerebral Angiography: Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti: perubahan jaringan otak

sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.

4.      Serial EEG: Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis

CT scan menunjukkan  epidural hematoma (A), subdural hematoma(B) 

Page 13: CEDERA OTAK

5.      X-Ray: Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur

garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.

6.      BAER: Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil

7.      PET: Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak

8.      CSF, Lumbal Punksi :Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.

9.      ABGs: Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi) jika terjadi

peningkatan tekanan intrakranial

10.   Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan

tekanan intrkranial

11.   Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan

kesadaran

PENATALAKSANAAN PADA PASIEN CEDERA OTAK

Penanganan cedera otak sesuai dengan ATLS (Advanced trauma life support) yang meliputi,

anamnesa sampai pemeriksaan fisik secara seksama:

Primary survey

1.      Menilai “airway” jalan napas, buka jalan nafas (head tilt, chin lift, jaw trust)  untuk

membebaskan jalan nafas demi menjamin petukaran udara adekuat, bersihkan jalan napas dari

debris dan muntahan, lepaskan gigi palsu, pertahankan tulang servikal segaris dengan badan

dengan memasang kolar servikal, pasang guedel bila dapat ditolerir. Jika cedera orofasial

mengganggu jalan napsa, maka pasien harus diintubasi.

2.      Menilai “breathing” pernapasan, look-listen-feel, tentukan apakah pasien bernapas spontan atau

tidak. Jika tidak, beri oksigen melalui masker oksigen.

3.      Menilai “circulation” sirkulasi, otak yang rusak tidak mentolerir hipotensi. Hentikan semua

perdarahan dengan menekan arterinya. Perhatikan secara khusus adanya cedera intraabdomen

atau dada. Hentikan perdarahan dari luka terbuka. Pasang alat pemantau dan EKG bila tersedia.

Pasang jalur intravena yang besar, ambil darah vena untuk pemeriksaan darah perifer lengkap,

ureum, elektrolit, glukosa dan analisis gas darah arteri. Berikan larutan koloid. Sedangkan

larutan kristaloid (dekstrosa atau dekstrosa dalam salin) menimbulkan eksaserbasi edem aotak

pasca cedera kepala. Keadaan hipotensi, hipoksia, dan hiperkapnia memperburuk cedera kepala.

4.      Disability : monitoring GCS.

Page 14: CEDERA OTAK

5.      Environtment : berikan posisi in line position (cedera cervical).

6.      Obati kejang, kejang konvulsif dapat terjadi setelah cedera kepala dan harus diobati. Mula-mula

berikan diazepam 10 mg intravena perlahan-lahan dan dapat diulangi sampai 3 kali bila masih

kejang. Bila tidak berhasil dapat diberikan fenitoin 15 mg/kgBB diberikan intravena perlahan-

lahan dnegan kecepatan tidak melebihi 50 mg/menit.

7.      Menilai tingkat keparahan

Secondary Survey

a.       Penilaian ulang jalan nafas dan ventilasi: umumnya, pasien dnegan stupor atau koma (tidak

dapat mengikuti perintah karena derajat kesadaran menurun) harus diintubasi untuk proteksi

jalan nafas

b.      Monitor tekanan darah: jika pasien memperlihatkan tanda ketidakstabilan hemodinamik

(hipotensi atau hipertensi Karena auroregulasi sering terganggu pada cedera kepala akut, maka

tekanan arteri rata-rata harus dipertahankan untuk menghindari hipotensi (<70 mmHg) dan

hipertensi (>130mmHg). Hipotensi dapat menyebabkan iskemia otak sedangkan hipertensi dapat

mengeksaserbasi serebri.

c.       Pemasangan alat monitor tekanan intrakranial pada pasien dengan skor GCS < 8,

d.      Penatalaksanaan cairan: hanya larutan isotonis (salin normal atau laruran ringer laktat) yang

diberikan kepada pasien dengan cedera kepala karena air bebas tambahan dalam salin 0,45% atau

dekstrosa 5% dalam air (D5W) dapat menimbulkan eksaserbasi edema serebri.

e.       Nutrisi : cedera kepala berat menimbulkan respons hipermetabolik dan katabolik, dnegan

keperluan 50-100% lebih tinggi dari normal. Pemberian makanan enteral melalui pipa

nasogastrik atau nasoduodenal harus diberikan sesegera mungkin(biasanya hari ke-2 perawatan).

f.       Temperatur badan: demam (temp > 101°F) mengeksaserbasi cedera otak dan harus diobati

secara agresif dengan asetaminofen atau kompres dingin. Pengobatan penyebab (antiboitik)

diberikan bila perlu.

g.      Antikejang : fenitoin 15-20 mg/kg BB bolus intravena, kemudian 300mg/hari intravena

mengurangi frekuensi kejang pasca trauma dini (minggu pertama) dari 14% menjadi 4% pada

pasien dengan perdarahan intrakranial traumatik. Pemberian fenitoin tidak mencegah timbulnya

epilepsi pasca traumadi kemudian hari. Jika pasien tidak menderita kejang, fenitoin harus

Page 15: CEDERA OTAK

dihentikan setelah 7-10 hari. Kadar fenitoin harus dipantau ketat karena kadar subterapi sering

disebabkan hipermetabolisme fenitoin.

h.      Steroid : steroid tidak terbukti mengubah hasil pengobatan pasien cedera kepala dan dapat

meningkatkan resiko infeksi, hipergilkemia dan komplikasi lain. Untuk itu, steroid hanya dipakai

sebagai pengobatan terakhir pada herniasi serebri akut (deksametason 10 mg intravena setiap 4-6

jam selama 48-72 jam).

i.        Profilaksis trombosis vena dalam: sepatu bot kompresif pneumatik dipakai pada pasien yang

tidak bergerak untuk mencegah terjadinya trombosis vena dalam pada ekstremitas bawah dan

resiko yang berkaitan dengan tromboemboli paru. Heparin 5000 unit subkutan setiap 12 jam

dapat diberikan 72 jam setelah cedera pada pasien dengan imobilisasi lama, bahkan dnegan

adanya perdarahan intrakranial.

j.        Profilaksis ulkus peptik: pasien dengan ventilasi mekanis atau koagulopati memiliki resiko

ulserasi stres gastrik yang meningkat dan harus mendapat ranitidin 50mg intravena setiap 8jam

atau sukralfat 1g peroral setiap 6 jam atau H2 antagonis lain atau inhibitor proton.

k.      Antibiotik: penggunaan antibiotik rutin untuk profilaksis pada pasien dnegan cedera kepala

terbuka masih kontroversial. Golongan pinisilin dapat mengurangi resiko meningitis pneumokok

pada pasien dengan otorea, rinorea cairan serebrospinal atau udara intrakranial tetapi dapat

meningkatkan resiko infeksi dnegan organisme ayang lebih virulen.

l.        CT Scan lanjutan: umumnya, skan otak lanjutan harus dilakukan 24 jam setelah cedera awal

pada pasien dnegan perdarahan intrakranial untuk menilai perdarahan yang progresif atau yang

timbul belakangan. Namun, biaya menjadi kendala penghambat.

Kriteria KRS  pada C edera Otak Ringan :

a.       Hasil pemeriksaan neurologis (terutama status mini mental dan gaya berjalan) dalam batas

normal

b.      Foto servikal jelas normal

c.       Adanya orang yang bertanggung jawab untuk mengamati pasien 24 jam pertama, dengan

instruksi untuk segera kembali ke bagian gawat darurat jika timbul gejala perburukan

Kriteria perawatan di rumah sakit :

a.       Adanya darah intrakranial atau fraktur yang tampak pada CT Scan

b.      Konfusi, agitasi atau kesadaran menurun

Page 16: CEDERA OTAK

c.       Adanya tanda atau gejala neurologis fokal

d.      Intoksikasi obat atau alkohol

e.       Adanya penyakit medis komorbid yang nyata

f.       Tidak adanya orang yang dapat dipercaya untuk mengamati pasien dirumah

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CEDERA OTAK

A.    Pengkajian

Focus pengkajian meliputi :

1.       Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab):  nama, umur, jenis kelamin, agama, suku

bangsa, status perkawinan, alamat, golongan darah, pengahasilan, hubungan klien dengan

penanggung jawab.

1.                  Riwayat kesehatan :

Tingkat kesadaran/GCS (< 15), konvulsi, muntah, dispnea / takipnea, sakit kepala, wajah

simetris / tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi sekret pada saluran napas, adanya

liquor dari hidung dan telinga dan kejang

Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan sistem

persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. demikian pula riwayat penyakit keluarga

terutama yang mempunyai penyakit menular.

Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga sebagai data subyektif.

Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi prognosa klien.

2.            Pemeriksaan fisik

  BREATHING

Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.

  BLOOD:

Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia).

  BRAIN

Page 17: CEDERA OTAK

Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya gangguan otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi :

         Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah,

pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).

         Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang

pandang, foto fobia.

         Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.

         Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.

         Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus menyebabkan kompresi

spasmodik diafragma.

         Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu sisi, disfagia,

disatria, sehingga kesulitan menelan       .

   BLADER

Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia uri, ketidakmampuan menahan miksi.   BOWEL

Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah (mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya proses eliminasi alvi.   BONE

Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus otot.

3.      Pemeriksaan Diagnostik:         CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran

ventrikuler, pergeseran jaringan otak.

         Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak

akibat edema, perdarahan, trauma.

         X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan /

edema), fragmen tulang.

         Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika terjadi

peningkatan tekanan intrakranial.

Page 18: CEDERA OTAK

         Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan

intrakranial.

                                    Prioritas perawatan:

1.      memaksimalkan perfusi/fungsi otak

2.      mencegah komplikasi

3.      pengaturan fungsi secara optimal/mengembalikan ke fungsi normal.

4.      mendukung proses pemulihan koping klien/keluarga

5.      pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana pengobatan, dan rehabilitasi.

1.       Keluhan Utama : Adanya perdarahan, pasien tidak sadarkan diri, dan GCS < 15

2.       Riwayat penyakit : Tingkat kesadaran atau GCS < 15, konvulsi, muntah, takipnea,sakit kepala,

wajah simetris atau tidak, lemah, luka di kepala,akumulasi sekret pada saluran pernafasan, dan

kejang.

3.       Lakukan Pemeriksaan Fisik secara umum :

a.       Tingkat kesadaran :                 AVPU, GCS

b.      Koordinasi gerakkan : Gerakan merupakan koordinasi aktifitas neuromuskuloskletal. Pergerakan

diatur oleh saraf cranial, oleh karena itu pengkajian disarankan pada fungsi saraf cranial, yaitu :

         Gerakan mata dan lapangan pandang, menguji N. III, IV, VI

         Bicara dan ingesti(menggigit dan menelan), menguji N V, VII, IX, X, XII

         Mengatupkan graham, menguji N V

         Mengangkat alis, menguji N VII

         Mengucapkan “ah”, menguji reflek gag (IX, X

         Menjulurkan lidah (XII)

         Motorik bicara, artikulasi mee, bee(VII), ‘ia’(XII), ‘ka,ga’(IX,X), suara parau/suara hidung(X)

c.       Kekuatan otot tingkat kekuatan otot, sbb :

-          Skala 0, kekuatan 0% ; paralisis total

-          Skala 1, kekuatan 10% ; terlihat hanya kontraksi otot, tanpa gerakan

-          Skala 2, kekuatan 25% ; gerakan otot menentang gravitasi, tanpa mencapai ROM

-          Skala 3, kekuatan 50% ; gerakan otot menentang gravitasi, mencapai ROM, tanpa tahanan

-          Skala 4, kekuatan 75% ; gerakan otot menentang gravitasi, mencapai ROM, dengan tahanan

Page 19: CEDERA OTAK

-          Skala 5, kekuatan 100% ; gerakan otot menetang gravitasi, mencapai ROM, dengan tahanan

penuh

d.      Reflek, diuji dengan memberikan stimulus (input sensori kemudian diamati responnya. Tidak

ada respon menandakan adanya gangguan pada serabut sensorik, reflek hiperaktif menandakan

adanya lesi pada neuron motorik atas.

Skala tingkatan reflek adalah :

0 : tidak ada reflek

1 : reflek lemah

2 : Normal

3 : meningkat tetapi tidak patologis

4 ; hiperaktif

GCSb. Refleks pupilTanda awal dari herniasi lobus temporalis adalah dilatasi ringan pupil dan refleks cahaya melambat. Tanda awal dari herniasi central chepalic adalah miosis bilateral.c. Gerak bola mata :- Oculocephalic (“doll’s eyes”)- Oculovestibular (Calorics)

4.      Diagnosa Keperawatan

1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan TIK.

2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan b.d peningkatan TIK/edema otak

sekunder terhadap perdarahan.

3. Pola nafas tak efektif atau ketidakmampuan mempertahankan pola nafas spontan b.d

depresi pusat pernafasan pada medulla oblongata sekunder terhadap perdarahan

intracranial/infark.

4. Resiko cedera (Injuri) b.d perubahan fungsi cerebral sekunder terhadap cedera serebral.

5. Mual-muntah b.d deprsi pusat muntah pada medulla oblongata sekunder terhadap

perdarahan intracranial.

6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kebutuhan metabolisme berlebihan,

ketidakmampuan menelan, kekacauan mental, agitasi, perubahan tingkat kesadaran, atau

depresi.

Page 20: CEDERA OTAK

7. Nyeri akut b.d peningkatan TIK/edema serebri sekunder terhadap perdarahan intracranial.

8. Resiko terhadap kerusakan jaringan kulit b.d imobilisasi/paresa/paralisis sekunder

terhadap perdarahan/infark.

9. Kerusakan komunikasi verbal b.d kerusakan fungsi motorik otot bicara/iskemia lobus

temporal-frontal sekunder terhadap perdarahan/infark.

10. Perubahan eliminasi perkemihan yang b.d kehilangan kontrol volunter pada kandung

kemih, hipertontsitas, atau spasme kandung kemih.

11. Perubahan proses pikir b.d  kerusakan neurologis.

5.      Intervensi Keperawatan

Diagnosa keperawatanKriteria hasil/tujuan

pasienIntervensi keperawatan

Perubahan perfusi jaringan

serebral berhubungan

dengan peningkatan TIK.

Gangguan perfusi jaringan

berhubungan dengan b.d

peningkatan TIK/edema

Mempertahanakan

tingkat kesadaran

biasa atau membaik

dan fungsi

motorik/sensorik

Mempertahankan

tingkat kesadaran

biasa/ perbaikan,

1.      Pertahankan patensi jalan napas

2.      Posisikan kepala Head up 15 – 30 derajat

3.      Cegah pasien dari valsava manuver

4.      Pantau tingkat kesadaran dan tanda- tanda vital

5.      Pertahankan oksigenasi6.      Cegah pasien mengalami

hiperthermia ato hipothermia7.      Monitor BGA8.      Pasang restrain utk

mencegah cedera

1. Tirah baring dgn elevasi kepala 15-300

2. Batasi rangsangan3. Atasi

hipertensi(dengan kompres air hangat)

4. Jaga keseimbangan masukan dan luaran cairan pada normal rendah(1500-2000)

5. Motivasi untuk

Page 21: CEDERA OTAK

otak sekunder terhadap

perdarahan.

kognisi, dan fungsi

motorik/sensori.

menahan batuk/muntah/mengejan

6. Petahankan dower catheter

7. Pantau tanda vital, peningkatan TIK (gelisah, mual muntah)

8. Kaji reflek cahaya dan besar pupil

9. Kaji GCS10. Lakukan tindakan

kolaboratif(beri O2, pantau AGD, cegah kejang, dll)

Page 22: CEDERA OTAK

Pola nafas tak efektif atau

ketidakmampuan

mempertahankan pola

nafas spontan b.d depresi

pusat pernafasan pada

medulla oblongata

sekunder terhadap

perdarahan

intracranial/infark.

Mempertahankan

pola pernapasan

normal/efektif, GDA

dalam batas normal,

bebas sianosis.

1.      Atur posisi dengan elevasi kepala 15-300

2.      Jaga kebersihan jalan nafas3.      Miringkan kepala pasien saat

muntah4.      Kaji pola nafas5.      Kolaborasi ; pantau AGD

(Analisa Gas Darah)

Resiko cedera (Injuri) b.d

perubahan fungsi cerebral

sekunder terhadap cedera

serebral.

Pasien tidak akan

menderita cedera

selama kejang,

agitasi, atau postur

refleksi.

1.      Pasang pengaman tempat tidur

2.      Kolaborasi dengan keluarga untuk melakukan pengawasan pada pasien

3.      K/P lakukan restrain4.      Kurangi Rangsangan pada

pasien5.      Cegah gerakan

patologis/membahayakan6.      Jaga kebersihan dan berikan

perawatan kulit7.      Berikan perawatan mata

Mual-muntah b.d deprsi

pusat muntah pada

medulla oblongata

sekunder terhadap

perdarahan intracranial

Pasien tidak mual-

muntah.

1.      Kurangi bau-bauan2.      Batasi aktivitas3.      Latih nafas dalam4.      Rawat mulut setelah muntah5.      Batasi masukan cairan saat

makan6.      Makan makanan yang dingin7.      Kurangi berbaring datar

Perubahan nutrisi kurang

dari kebutuhan tubuh:

yang berhubungan dengan

kebutuhan metabolisme

berlebihan,

ketidakmampuan menelan,

kekacauan mental, agitasi,

Mempertahankan

berat badan adekuat.

1.      Kaji status nutrisi pasien saat masuk rumah sakit.

2.      Pertahankan masukkan nutrisi melalui selang makan atau  NGT bila tak mampu untuk menelan.

3.      Kaji kemampuan untuk menelan sebelum memberikan makan: kaji refleksi menelan dengan

Page 23: CEDERA OTAK

perubahan tingkat

kesadaran, atau depresi.

mempalpasi tonjolan tiroid pada gerakan ke atas; observasi gerakan lidah dan bibir.

4.      Posisi pasien duduk tegak untuk memungkinkan masukan oral.

5.      Kaji reflek batuk sebelum memulai masukan oral.

6.      Mulailah memberikan makan per oral dengan makanan padat jernih seperti gelatin atau agar-agar dan beritahu prosesnya.

7.      Gunakan jumlah sedikit, misal 5 ml.

8.      Setelah makan, periksa kembali rongga mulut makanan yang tertinggal.

9.      Hentikan latihan menelen jika terjadi batuk atau aspirasi.

10.  Pantau hasil sinar x dada terhadap pneumonia aspirasi, khususnya lobus kanan bawah.

Nyeri akut b.d

peningkatan TIK/edema

serebri sekunder terhadap

perdarahan intracranial.

Nyeri berkurang atau

hilang.

1.      Turunkan ansietas2.      Kolaborasi pemberian

analgetik

Resiko terhadap kerusakan

jaringan kulit b.d

imobilisasi/paresa/paralisis

sekunder terhadap

perdarahan/infark.

Kulit menjadi halus

kembali tanpa ada

kerusakan jaringan,

tidak terjadi

dekubitus.

1.      Ubah posisi minimal tiap 2 jam

2.      Jaga kebersihan kulit dan lingkungan

3.      Lakukan masase pada daerah yang tertekan dengan minyak kelapa

Kerusakan komunikasi

verbal b.d kerusakan

fungsi motorik otot

bicara/iskemia lobus

Pasien dapat

berkomunikasi

kembali dengan baik.

1.      Gunakan bahasa lisan/tulisan2.      Anjurkan untuk menarik

nafas dalam sebelum bicara3.      Latihan seperti meniup

lilin/bersiul

Page 24: CEDERA OTAK

temporal-frontal sekunder

terhadap

perdarahan/infark.

Perubahan eliminasi

perkemihan yang

berhubungan dengan

kehilangan kontrol

volunter pada kandung

kemih, hipertontsitas, atau

spasme kandung kemih.

Mempertahankan

haluaran urine

adekuat, tanpa

retensi urine.

1.      Kaji pengeluaran urine terhadap jumlah, kualitas, dan berat jenis.

2.      Periksa residu kandung kemih stelah berkemih.

3.      Jika setelah berkemih residu urine >200ml.

4.      Catatlah masukan dan haluaran.

5.      Jika kateter intermiten digunakan (4-8 jam) ,pertahanan teknik steril selama prosedur.

6.      Penampungan urine eksternal mencegah infeksi saluran kemih.

7.      Pasien kacau mental atau lupa mendapatkan keuntungan dari pemberian bedpan/ urinal yang sering.

8.      Jika kateter suprapubik di gunakan,bersihkan sisi kateter setiap 8 jam dan pernafasan serta kantung drainase kosong setiap 4-8 jam dan pernafasan.

9.      Kaji suhu tubuh, peningkatan SDP, dan turbiditas urine sebagai tanda infeksi.

Page 25: CEDERA OTAK

Perubahan proses pikir b.d

kerusakan neurologis.

Pasien akan

berespons terhadap

rangasangan secara

tepat.

1.      Kontrol rangsangan pada lingkungan pasien.

2.      Kaji respons terhadap rangsangan yang terkontrol.

3.      Hindari pemberian sebutan terhadap respons yang tidak sesuai (mis. Bermusuhan, apatis, marah, menerik diri).

4.      Jika pasien letargik, tambahkan rangsangan pada lingkungan (radio, tape).

5.      Jika pasien agitasi, kurangi rangsangan lingkungan.