case

Upload: maisarah-bakari

Post on 19-Jul-2015

189 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PRESENTASI KASUS DEPARTEMEN BEDAH

Batu Cetak Ginjal Kanan

Boni Nurcahyo 0606065283

Narasumber dr. Ponco Birowo, SpU

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA JAKARTA 2010

BAB I ILUSTRASI KASUS

I. IDENTITAS Nama Jenis kelamin Usia Alamat Pendidikan Pekerjaan Suku Agama Status Perkawinan : Ny. S : Perempuan : 62 tahun : Lampung : Sarjana Pendidikan : guru : Jawa : Islam : Menikah

II. ANAMNESIS Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis dengan anak pasien pada tanggal 15 Oktober 2010.

Keluhan Utama: Nyeri di pinggang kanan belakang yang semakin memberat sejak 1 bulan sebelum dirawat di RS (SMRS).

Riwayat Penyakit Sekarang: Sejak 1 bulan sebelum dirawat di RS, pasien merasakan nyeri di pinggang kanan bagian belakang. Nyeri muncul mendadak, dirasakan seperti ditusuk, hilang timbul, dan dirasakan menjalar ke perut. Saat merasakan nyeri, pasien juga merasa mual dan sempat muntah sebanyak 3 kali. Badan pasien juga berkeringat bila rasa nyeri muncul. Karena merasa nyeri bertambah berat pasien kemudian datang ke RS umum di Lampung, di RS tersebut dilakukan pemeriksaan laboratorium dan foto perut, dikatakan ada batu di ginjal kanan pasien dan kemudian dirujuk ke poli urologi RSCM. Di poli urologi RSCM dokter mengatakan pasien harus segera dilakukan operasi dengan sebelumnya menjalani beberapa pemeriksaan tambahan. Pasien menyangkal adanya rasa kesemutan dan rasa baal pada daerah yang nyeri. Adanya lentinglenting berisi air yang teraasa nyeri bila disentuh juga disangkala oleh pasien. Hingga saat ini BAB dan buang angin pasien masih cukup baik dan lancar. Tidak ada keluhan seperti BAB berdarah, BAB berwarna pucat, kembung, dan kram perut. Pasien juga mengatakan selama ini tidak pernah merasakan adanya benjolan pada perutnya. Apabila pasien sedang buang air kecil pinggangnya terasa sakit. Tidak ada riwayat buang air kecil sedikit-sedikit dan tidak lampias. Pasien juga mengeluhkan adanya riwayat kencing berwarna merah sebanyak 3 kali sejak 1 bulan terakhir. Terdapat riwayat pernah keluar batu saat buang air kecil pada tahun 1998, namun pasien tidak memeriksakan dirinya ke dokter karena tidak ada keluhan yang dirasakan menggangu. Pasien saat ini merupakan pensiunan guru dengan kegiatan sehari-harinya mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Pasien rata-rata mengkonsumsi 1 liter air mineral perhari. Makanan dan minuman sehari-hari pasien adalah air putih, teh, susu, dan sayursayuran seperti bayam dan kangkung. Pasien terkadang mengkonsumsi daging ayam dan sapi. Pasien tidak mengkonsumsi obat-obat tertentu. Tidak terdapat riwayat demam, gangguan buang air besar, maupun trauma pada punggung dan abdomen.

Riwayat Penyakit Dahulu:

Operasi (-), Alergi (-), penyakit jantung (-), penyakit paru (-), riwayat kuning (-), DM (-), hipertensi (-).

Riwayat Penyakit Keluarga: Keluhan serupa pada keluarga (-), alergi (-), penyakit jantung (-), penyakit paru (-), riwayat kuning (-), DM (-), hipertensi (-).

Riwayat Sosial: Pasien tidak mengkonsumsi alkohol, tidak merokok, da nsehari-hari melakukan pekerjaan rumah tangga..

III. PEMERIKSAAN FISIK (15 oktober 2010) Kesadaran Keadaan umum Gizi TB BB Tekanan darah Nadi Pernapasan Suhu : Kompos mentis : Tampak sakit ringan : Kesan gizi baik : 150 cm : 45 kg : 110/80 mmHg : 92x/menit, regular, isi cukup : 28x/menit, teratur, kedalaman cukup, abdominotorakal : afebris

Status Generalis: Mata THT : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/: liang telinga lapang, serumen -/-, deviasi septum nasal (-), sekret hidung -/-, uvula di tengah, arkus faring simetris, faring hiperemis (-), tonsil T1/T1 Leher Jantung Paru Abdomen : KGB tidak teraba, JVP 5-2 cm H2O : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-) : bentuk dan gerak simetris statis dinamis, vesikuler, ronki -/-, wheezing -/: datar, lemas, hati dan limpa tidak teraba, nyeri tekan (-), bunyi usus (+) normal., bruit (-). Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2, edema -/-

Status Urologi CVA SS GE : nyeri tekan -/-, nyeri ketok -/-, tidak ditemukan massa : buli-buli tidak penuh, nyeri tekan (-) : Tidak diperiksa

Hasil LabHematologi Darah Perifer Lengkap Hemoglobin Hematokrit Eritrosit MCV/VER MCH/HER MCHC/KHER Trombosit Leukosit Hitung Jenis Basofil Eosinofil Neutrofil Limfosit Monosit LED Hemostasis Masa Pendarahan IVY Masa Pembekuan Lee & White Urinalisa Warna Kejernihan Sedimen Leukosit Eritrosit Silinder Sel Epitel Kristal Bakteria Berat Jenis pH Leukosit Esterase Nitrit Protein Glukosa Keton Urobilinogen Bilirubin Darah/Hb Kimia Klinik SGOT SGPT Trigliserida Kolesterol Total Kolesterol HDL Kolesterol LDL Glukosa Puasa Glukosa 2 jam pp

12 g/dL 37,2 % 4,49/L 82,9 fL 26,7 pg 32,3 g/dL 310.000/L 14810/L 0,4% 6,9% 60,6% 23,7% 8,4% 20mm 2,30 menit 11 menit Kuning Keruh 5-6/LPB Banyak/LPB Negatif 1+ Negatif Negatif 1.020 6,5 Trace Negatif 1+ Negatif Negatif 3,2 mol/L Negatif 3+ 18 U/L 17 U/L 106 mg/dL 221 mg/dL 46 mg/dL 154 mg/dL 86 mg/dL 114 mg/dL

PEMERIKSAAN PENUNJANG Radiologi Thorax

Jantung tidak membesar (CTR 7,6; biasanya ditemukan kuman urea splitting organism dapat terbentuk batu magnesium amonium prostat. pH yang rendah menyebabkan pengendapan batu asam urat (organik). Sedimen; sel darah merah meningkat (90%) ditemukan pada penderita dengan batu, bila terjadi infeksi maka sel darah putih akan meningkat. Biakan urin. CCT untuk melihat fungsi ginjal. Ekskresi Ca, fosfor, asam urat dalam urin 24 jam untuk melihat apakah terjadi hipersekresi.

Radiologis Foto BNO-IVP untuk melihat lokasi batu, besarnya batu, apakah terjadi bendungan atau tidak. Pada gangguan fungsi ginjal maka IVP tidak dapat dilakukan; pada keadaan ini dapat dilakukan retrograd pielografi atau dilanjutkan dengan antegrad pielografi, bila hasil retrograd pielografi tidak memberikan informasi yang memadai. Pada foto BNO, batu yang dapat dilihat disebut batu radioopak sedangkan batu yang tidak tampak disebut sebagai batu radiolusen. Berikut ini adalah urutan batu menurut densitasnya, dari yang paling opak hingga yang paling bersifat radiolusen; kalsium fosfat, kalsium oksalat, magnesium amonium fosfat, sistin, asam urat, xantin.

-

Ultrasonografi merupakan pemeriksaan non invasif yang sangat membantu, dapat dipakai untuk melakukan antegrad pielografi.

DIAGNOSIS Anamnesis Pasien dengan batu saluran kemih memiliki keluhan yang bervariasi mulai dari tanpa keluhan, sakit pinggang ringan hingga kolik, disuria, hematuria, retensio urin, anuria. Keluhan ini dapat disertai dengan penyulit berupa demam, dan tanda-tanda gagal ginjal. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik pasien dengan batu saluran kemih tergantung pada lokasi batu dan penyulit yang ditimbulkan Pemeriksaan fisik umum: hipertensi, febris, anemia, syok Pemeriksaan fisik khusus urologi: Sudut kostovertebra: nyeri tekan, nyeri ketok, pembesaran ginjal Supra simfisis: nyeri tekan, teraba batu, buli-buli penuh Genitalia eksterna: teraba batu di uretra Colok dubur: teraba batu pada buli-buli (palpasi bimanual)

Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan urin rutin untuk melihat eritrosituria, lekosituria, bakteriuria (nitrit), pH urin dan kultur urin. Pemeriksaan darah berupa hemoglobin, lekosit, ureum dan kreatinin. Pencitraan

Pemeriksaan rutin meliputi foto polos perut (KUB) dengan pemeriksaan ultrasonografi atau intravenous pyelography (IVP) atau spiral CT. Pemeriksaan khusus yang dapat dilakukan: Pielografi retrograde atau anterograd Scintigrafi

a. Intravena Pyelografi (IVP) IVP merupakan gold standar dalam merekam nefrolitiasis secara simultan dan anatomi uppertrack. Kalsifikasi ekstraosseus pada radiografi dapat dianggap kalkulus traktus urinarius. Jika dilihat secara obelik dengan mudahnya dapat membedakan gallstones dari renal kanalikulus kanan. Persiapan yang tidak baik seperti persiapan usus besar (bowel preparation), meminum air dan teknisian yang kurang trampil memberikan hasil yang kurang baik. Pemeriksaan IVP tidak boleh dilakukan pada pasien-pasien berikut : o Dengan alergi kontras media o Dengan level kreatinin serum > 200mol/L (>2mg/dl) o Dalam pengobatan metformin o Dengan myelomatosis Pada saat IVP, foto dilakukan pada menit ke-5, 15, 30 setelah pemberian kontras, setelah itu pasien diminta buang air (miksi) dan dilakukan foto sekali lagi Foto pada menit ke-5: berguna untuk menilai nefrogram, dan sistem pelvicocalices (PCS). Foto pada menit ke-15: menilai PCS sampai dengan kedua ureter, jika ada sumbatan pada saluran urinaria akan tampak ureter yang melebar (hidroureter) Foto pada menit ke-30 berguna untuk menilai vesica urinaria, bentuk, dinding reguler atau ireguler, dan adakah filling defect. Foto post miksi : berguna untuk menilai Fungsi pengosongan vesika urinaria b. Tomografi Renal tomografi berguna untuk mengidentifikasi kalkulus di ginjal bila foto dengan pandangan oblique masih tidak dapat menggambarkan batu dengan baik. Terutama bila gambaran dengan IVP kurang jelas. Cara ini mungkin dapat membantu mengidentifikasi opasifikasi kanalikuli yang sedikit, terutama jika terganggu oleh gas yang terdapat dalam abdomen atau obesitas

morbid yang pada konfensional ginjalureter-kandung kemih (Kidney-ureter-blader) film suboptimal c. KUB film dan Ultrasonografi langsung KUB film dan Ultrasonografi langsung mungkin dapat seefektif IVP dalam mendiagnosis. Tetapi sangat tergantung operator. Ureter distal sangatlah mudah untuk divisualisasikan melalui acoustic window dengan kandung kemih yang penuh. Edema dan batu ginjal yang kecil sehingga tidak terdeteksi dengan IVP mungkin terdeteksi dengan USG. d. Retrograde Pyelografi Retrograde Pyelografi biasanya digunakan untuk menggambarkan anatomi upper-tract dan lokalisasi kalkulus kecil atau radioulsen. e. CT-Scan Jika diperlihatkan dengan individual CT-slide maka semua kalkulus urinari dapat terlihat. Batu uretra yang kecil dapat terlewatkan dengan mudahnya antara image CT-scan. Oleh karenanya CT-scan jarang digunakan dalam mengidentifikasi kalkulus kecil. Dalam gambar pencitraan CT-scan kanaloikulus digambarkan sebagai warna putih terang seperti tulang. Batu asam urat dan batu kalsium oksalat sulit untuk dibedakan. f. Retrograde atau antegrade pyelography Pielografi retrograde adalah pencitraan sistem urinaria bagian atas dengan cara memasukkan kontras radioopak langsung melalui kateter ureter yang dimasukkan trans uretra. Sedangkan foto pielografi antegrade adalah pencitraan sistem urinaria bagian atas dengan cara memasukkan kontras radioopak melalui system kaliks ginjal. g. Scintigraphy Marker bifosfat dapat mengidentifikasi kalkuli sekecil apa pun yang sulit untuk diperlihatkan dalam KUB film.

Batu Ginjal Indikasi untuk melakukan tindakan aktif ditentukan berdasarkan ukuran, letak, dan bentuk batu. Batu berukuran kurang dari 5 mm mempunyai kemungkinan keluar spontan 80%. Tindakan aktif umumnya dianjurkan pada batu berukuran lebih dari 5 mm terutama bila disertai:

Nyeri yang persisten meskipun dengan pemberian medikasi yang adekuat Obstruksi yang persisten dengan risiko kerusakan ginjal Infeksi traktus urinarius Risiko pionefrosis atau urosepsis Obstruksi bilateral

Penatalaksanaan Konservatif Penelitian secara random telah membuktikan diet protein hewani moderat memberi hasil yang menguntungkan. Penelitian secara random menunjukkan manfaat pembatasan diet sodium baik pada orang normal dan dengan riwayat batu. Hindari obesitas. Obesitas merupakan faktor risiko independen untuk nefrolisiasis, khususnya bagi perempuan. Pasien obes memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk batu asam urat. Diet tinggi protein, dan rendah karbohidrat dapat meningkatkan risiko pembentukan batu. Penghindaran diet kalsium sebenarnya meningkatkan risiko rekurensi batu. Suplemen kalsium mungkin paling aman dikonsumsi dengan makanan. Suplemen kalsium sitrat tampaknya merupakan suplemen yang baik karena terdapat inhibitor sitrat. Menghindari diet oksalat berlebihan adalah wajar. Vitamin C dalam dosis besar dapat meningkatkan risiko rekurensi batu. Dosis mungkin harus dibatasi sampai 2g/hari. Rekomendasi Cairan Pasien harus diberi dorongan menghasilkan 2 liter urin per hari. Kekerasan air tidak memainkan peran penting dalam risiko rekurensi batu. Air berkarbonasi dapat memberikan beberapa manfaat perlindungan. Soda yang diberi perasa dengan asam fosfat dapat meningkatkan risiko batu, sedangkan soda dengan asam sitrat dapat menurunkan risiko. untuk mengkonsumsi cairan yang cukup untuk

Jus jeruk (terutama jus lemon) dapat bermanfaat sebagai tambahan untuk pencegahan batu.

Pedoman Penatalaksanaan Batu Cetak Ginjal/Staghorn Tata laksana yang umum dalam penanganan batu ginjal Di ruang emergensi meliputi: Diagnosis renal kolik, lihat apakah ada tanda obstruksi ataupun infeksi Obstruksi tanpa tanda-tanda infeksi dapat diterapi dengan analgesik dan bila terdapat tanda-tanda infeksi tanpa tanda obstruksi dapat diberikan antibiotik Bila tidak terdapat tanda-tanda obstruksi maupun infeksi dapat diberikan analgesik dan obat lain untuk memfasilitasi keluarnya batu yang diharapakan dapat keluar sendiri bila diameternya kurang dari 5-6 mm. Bila tanda obstruksi dan tanda infeksi menyertai pasien, dekompresi saluran kemih diperlukan dan konsultasikan dengan urologis. Pemberian hidrasi supranormal pada kolik renal masih kontroversial. Namun bila terdapat tanda-tanda dehidrasi pada pasien maka rehidrasi adalah hal yang perlu untuk dilakukan Hal terpenting bagi pasien adalah hilangnya nyeri yang dirasakan olehnya hal ini dapat dicapai dengan pemberian analgesia narkotik parenteral ataupun NSAID. o Morfin sulfat merupakan drug of choice untuk menghilangkan nyeri kolik renal o NSAID satu-satunya yang dianjurkan di Amerika adalah ketorolac tromethamine o Agen antiemetik seperti metoklopramida HCl dapat diberikan bila dibutuhkan

o Bila pemberian analgesia oral dapat ditoleransi maka kombinasi oral narkotik bersama NSAID (acetaminofen) dan antiemetik merupakan managemen yang poten untuk pasien rawat jalan. Perkembangan terkini dalam merawat pasien rawat jalan adalah dengan mengaplikasikan MET (medical ekspulsif therapy) aktif, beberapa regimen yang sering dipakai adalah prednisone (kortikosteroid), nifedipin (kalsium channel blocker), terazosin (alphablockers). Pengaplikasian MET diasosiasikan dengan berkurangnya nyeri, peningkatan insidensi keluarnya batu, pengurangan kebutuhan pembedahan, dan peningkatan hasil Extracorporeal shockwave Lipthotripsy (ESWL). Hasil ini terlihat lebih baik bila MET dikombinasikan dengan analgetik. Pengobatan jangka panjang dari batu ginjal yang mengandung kalsium Batu ginjal yang mengadung kalsium pada sebagian besarnya tidak dapat diuraikan dengan obat yang ada sekarang, namun pemberian obat-obatan sangan berpengaruh dalam kemoprofilkasis terbenntuknya batu ginjal kembali Terapi profilaksis meliputi limitasi komponen dalam diet, penambahan agen inhibitor pembentukan batu, pengikat kalsium di intestinal dan lebih penting lagi asupan cairan yang cukup Tanpa pengobatan medis, kira-kira lebih dari setengah pasien dengan riwayat batu ginjal akan kambuh dalam waktu lima tahun. Pasien dengan batu ginjal, riwayat batu ginjal, riwayat keluarga dengan batu ginjal, infeksi saluran kemih kronis adalah pasien yang berisiko tinggi untuk mengalami kejadian kembali batu ginjal dan sebaiknya melakukan evaluasi metabolik dan melakukan perubahan gaya hidup seperti meminum cukup banyak air untuk memproduksi sedikitnya 2 L urin, membatasi asupan protein dan garam juga vitamin C. Namun dalam diet kita tidak harus mengurangi konsumsi kalsium karena beberapa studi riset menyatakan diet tinggi kalsium mengurangi risiko pembentukan batu ginjal. Pemeriksaan metabolik yang diperlukan meliputi pemeriksaan radiologis, IVP atau CT Scan, pemeriksaan darah lengkap, kimia klinik, urinalisis dan kultur urin. Pasien dengan

risiko tinggi batu ginjal sebaiknya dieksplorasi lebih jauh meliputi pemeriksaan urin 24 jam untuk mencari koleksi kalsium, oksalat, magnesium, fosforus, asam uric dan kreatinin. Berdasarkan kelainan metabolik yang spesifik, terapi langsung dapat diberikan. Pasien dengan nilai kalsium urin yang normal dapat diberikan Potassium sitrat, yang bertindak sebagai inhibitor pembentukan batu di urin. Diuretik Thiazid diberikan untuk mengurangi konsentrasi kalsium di urin pada pasien dengan peningkatan nilai kalsium urin.

Pengobatan melalui pembedahan Indikasi utama dilakukannya pembedahan adalah nyeri, infeksi dan obstruksi. Kontraindikasi pembedahan meliputi infeksi aktif yang belum ditangani, pendarahan yang belum diatasi dan kehamilan (bukan kontraindikasi absolut). Kontraindikasi spesifik bergantung pada modalitas pembedahan sepertinya hindari ESWL pada wanita hamil dan obstruksi yang terletak distal pada kalkulus. Pembedahan dapat dilakukan dengan melakukan operasi terbuka, operasi endoskopi atau ESWL (non invasif). Operasi terbuka dapat dilakukan pada batu ginjal, batu ureter dan batu buli-buli. Operasi endoskopik dapat dilakukan pada batu ginjal (PCN), batu ureter, batu buli-buli, dan batu uretra, dengan melakukan litotripsi. ESWL (Extra Corporeal Shockwave Lithotripsy) adalah metode yang paling tidak invasif dengan prinsip penggunaan gelombang untuk menghancurkan batu menjadi fragmenfragmen yang lebih kecil dapat dapat keluar dengan sendirinya. Batu yang dikeluarkan perlu dianalisa untuk menentukan pengobatan dan pencegahan untuk menghindari pembentukan batu residif.

BAB III PEMBAHASAN Pasien perempuan 62 tahun datang dengan keluhan nyeri pinggang kiri bagian belakang sejak 1 bulan SMRS. Sejak 1 bulan sebelum dirawat di RS, pasien merasakan nyeri di pinggang kanan. Nyeri muncul mendadak, dirasakan seperti ditusuk, hilang timbul, dan menjalar ke perut. Saat kesakitan pasien merasa mual, dan muntah sebanyak 3 kali. Pasien juga sedikit berkeringat. Saat buang air kecil terasa nyeri terutama pada bagian perut, air seni tidak keruh, aliran air seni lancar, tidak bercabang, dan tidak pernah berhenti secara tiba-tiba. Pasien mengatakan pernah keluar batu saat buang air kecil pad atahun 1998. Pasien mengatakan sehari-hari hanya minum sekitar 1 liter air putih. Pasien tidak mengkonsumsi obat-obat tertentu. Tidak terdapat riwayat demam, gangguan buang air besar, maupun trauma pada punggung dan abdomen. Nyeri yang dialami oleh pasien dapat disebabkan adanya gangguan pada organ-organ antara lain kolon proksimal, ginjal, ureter, dan testis. Nyeri pada lokasi yang ditunjuk pasien dapat pula merupakan nyeri somatik yang disebabkan oleh rangsangan pada organ-organ seperti kolon, adneksa, ureter , aorta, maupun ginjal. Etiologi kelainan pada pasien ini dapat dipikirkan berasal dari sistem muskuloskeletal, gastrointestinal, urogenital, vaskular, neurologi, kulit dan psikogenik. Etiologi dari sistem gastrointestinal dapat disingkirkan dengan tidak ada demam, riwayat buang air besar yang normal, lokasi nyeri pada kuadran kanan bawah yang tidak menjalar, tidak terdapat riwayat kembung, dan kram perut.. Etiologi dari sistem vaskular seperti aneurisma dapat disingkirkan dengan tidak terdapat nyeri seperti tembus ke arah punggung, keadaan hemodinamik yang stabil, dan tidak terdapat bruit pada auskultasi abdomen. Etiologi dari sistem neurologi dan kulit dapat disingkirkan dengan tidak terdapat keluhan nyeri menjalar, rasa baal, kesemutan, ataupun nyeri pada satu dermatom disertai timbulnya tonjolan-tonjolan kecil berair.

Kelainan pada sistem urogenital yang dapat menyebabkan keluhan seperti yang dirasakan pasien antara lain dapat disebabkan oleh adanya batu, keganasan, infeksi, atau trauma. Riwayat trauma pada abdomen dan punggung disangkal sehingga etiologi trauma dapat disingkirkan. Riwayat demam dan gangguan berkemih seperti disuria ataupun kencing berwarna keruh disangkal, yang

sedikit menurunkan kecurigaan terhadap infeksi namun perlu dibuktikan lebih lanjut dengan pemeriksaan laboratorium. Etiologi keganasan dinilai dengan menanyakan trias klasik keganasan ginjal yaitu hematuria makroskopis, nyeri pinggang, dan massa. Pasien memiliki riwayat kencing berwarna kemerahan namun adanya benjolan disangkal oleh pasien. Hematuria yang terjadi juga masih bisa disebabkan oleh perlukaan dari batu saat terjadi kolik. Penurunan berat badan drastis disangkal oleh pasien, nafsu makan pasien baik, dan status gizi pasien juga baik. Karakteristik nyeri pinggang juga muncul tiba-tiba tidak seperti nyeri pada keganasan ginjal yang timbul secara gradual karena peregangan kapsul ginjal. Selain itu pasien memiliki riwayat keluar batu ketika berkemih pada tahun 1998 yang semakin mengarahkan diagnosis ke arah batu saluran kemih. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan peninjang diagnosis kerja yang paling mungkin pada kasus ini adalah adanya batu ginjal kanan, dengan working diagnosis batu cetak ginjal dekstra dengan batu multipel kaliks ginjal dekstra

Pasien direncanakan menjalani tatalaksana berupa PCNL. Pemilihan PCNL karena pada penatalaksanaan batu staghorn terapi yang terbaik adalah PCNL dengan free stone rate paling tinggi bila dibandingkan ESWL maupun kombinasi PCNL dan ESWL. Faktor risiko yang dimiliki pasien adalah adanya riwayat kencing batu 12 tahun yang lalu dan konsumsi minum yang kurang sehingga untuk mencegah rekurensi pasien harus diedukasi agar masukan cairan sebaiknya adalah 2,5 liter per hari dengan target diuresis 2 liter per hari dan IWL kira-kira 0,5 liter. Selanjutnya juga perlu dilakukan pengaturan diet dengan tidak mengurangi konsumsi makanan yang mengandung kalsium, namun konsumsi sebaiknya dilakukan sambil mengkonsumsi makanan. Selain itu disarankan teratur minum atau makan buah-buahan yang banyak mengandung sitrat seperti lemon atau jeruk. Prognosis ad vitam pada pasien ini adalah bonam karena tidak ada hal yang mengancam nyawa. Secara ad functionam, prognosis pasien ini adalah dubia bonam. Dari pemeriksaan BNO IVP post PCNL didapatkan bahwa fungsi ekskresi ginjal kanan dan fungsi ekskresi ginjal kiri dan kanan masih baik. Sedangkan prognosis ad sanactionam pada pasien ini adalah dubia ad bonam. Pasien memiliki faktor risiko terhadap rekurensi pembentukan batu namun kekambuhan dapat dicegah

jika pasien mampu melaksanakan edukasi yang diberikan seperti minum minimal 2,5 liter per hari, rajin berolahraga dan mengatur dietnya.

Sumber Pustaka 1. Purnomo, B. Basuki. Dasar-dasar urologi ed 2. Jakarta: Penerbit CV. Segung Seto. 2003: halaman 57-65. 2. Belldegrun A. Urology. In: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE, editors. Schwartzs manual of surgery. 8th edition. USA: McGraw-Hill; 2006. 3. Campbell and Walsh. Urinalithiasis and Endourology. In : Alan J Wein LRK, Andrew C Novick, Alan W Partin, Craig W Peters, editor. Campbell Walsh Urology. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2007. 4. Ikatan Ahli Urologi Indonesia. Guidelines Penatalaksanaan Penyakit Batu Saluran Kemih 2007. Jakarta; 2007. 5. Sjamsuhidajat and Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. 2004. Jakarta. EGC