case ureterolithiasis

48
BAB I ILUSTRASI KASUS I.A. IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. S Usia : 57 tahun Jenis kelamin : Laki-laki Alamat :Jl. Bratafena XVI blok U2 no.1 Pekerjaan : pekerja proyek Status : Menikah Pendidikan : Tamat SLTA Agama : Islam Suku : Jawa No. RM : 1041983 I.B. ANAMNESIS Keluhan utama : Tidak bisa buang air kecil sejak 2 minggu SMRS Riwayat penyakit sekarang : Pasien datang dengan keluhan tidak bisa buang air kecil sejak 2 minggu SMRS. 1 minggu sebelum masuk rumah sakit Fatmawati os dibawa ke rumah sakit lain dan dipasang selang kateter selama 5 hari, pada urin bag tampak urin berwarna merah. Setelah selang kateter dilepas os kembali tidak bisa buang air kecil. Pasien juga mengeluh sering anyang-anyangan dan perut bagian bawah terasa penuh. Sebenarnya keluhan seperti ini dirasakan sejak tahun 2006 silam. Pasien mengaku

Upload: fannia-reynatha

Post on 25-Jul-2015

1.111 views

Category:

Documents


20 download

TRANSCRIPT

Page 1: Case Ureterolithiasis

BAB I

ILUSTRASI KASUS

I.A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. S

Usia : 57 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat :Jl. Bratafena XVI blok U2 no.1

Pekerjaan : pekerja proyek

Status : Menikah

Pendidikan : Tamat SLTA

Agama : Islam

Suku : Jawa

No. RM : 1041983

I.B. ANAMNESIS

Keluhan utama :

Tidak bisa buang air kecil sejak 2 minggu SMRS

Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang dengan keluhan tidak bisa buang air kecil sejak 2 minggu

SMRS. 1 minggu sebelum masuk rumah sakit Fatmawati os dibawa ke rumah

sakit lain dan dipasang selang kateter selama 5 hari, pada urin bag tampak urin

berwarna merah. Setelah selang kateter dilepas os kembali tidak bisa buang air

kecil. Pasien juga mengeluh sering anyang-anyangan dan perut bagian bawah

terasa penuh. Sebenarnya keluhan seperti ini dirasakan sejak tahun 2006 silam.

Pasien mengaku sering nyeri saat BAK, anyang-anyangan dan merasa tidak

tuntas setiap kali selesai buang air kecil, dan setiap kali buan air kecil pasien

harus berlari-lari kecil agar kencingnya lancar. Keluhan tidak puas setelah miksi,

pancaran miksi lemah, sering buang air kecil di malah hari dengan frekuensi 4-5x

setiap malam juga diakui oleh pasien.

Pada saat tahun 2006 silam, pasien memiliki keluhan yang sama, sulit

buang air kecil dan perutnya terasa penuh, keluhan anyang-anyangan pun

Page 2: Case Ureterolithiasis

dimulai saat itu juga. Karena keluhan tersebut akhirnya pasien mengkonsumsi

obat-obat china. Setelah meminum obat china tersebut pasien mengaku saat

berkemih mengeluarkan batu kecil. Nyeri pinggang (+) tidak menjalar pada

pinggang kirinya, nyeri bersifat terus menerus. Pasien juga sering mengeluh

badan terasa sumeng. Mual (+), muntah (+),

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat batu ginjal pada tahun 2006

Terdapat riwayat diabetes mellitus

Riwayat hipertensi diakui pasien

Riwayat Stroke disangkal

Riwayat Asma, Alergi disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :

Riwayat hipertensi (+)

Riwayat penyakit Ginjal disangkal

Riwayat Stroke disangkal

Riwayat Asma, Alergi disangkal

Riwayat kebiasaan :

Sejak bekerja sebagai pegawai di proyek pasien mengaku jarang untuk

minum air Putih. Dalam sehari pasien hanya mengkonsumsi air putih sebanyak ±

4 gelas aqua. Pasien juga sering menahan untuk buang air kecil.

Page 3: Case Ureterolithiasis

I.C. PEMERIKSAAN FISIK

Status generalis

Keadaan Umum

Kesadaran : kompos mentis

Kesan sakit : sakit sedang

Sikap pasien : kooperatif

Tanda vital:

Tekanan darah : 140/90 mmHg

Nadi : 90 x/menit

Pernafasan : 20 x/menit

Suhu tubuh : 37,5º C

Kepala :

- Bentuk normocephali

- Rambut hitam, tebal, distribusi merata

Wajah :

- terlihat simetris

- warna kulit tidak anemis, tidak sianosis, tidak ikterik

Mata :

- Alis mata hitam, tebal, distribusi merata

- Konjungtiva pucat -/-, Sklera tidak ikterik

- Refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung +/+

Telinga :

- bentuk telinga simetris dan normotia

- Tidak ada nyeri tarik

- Tidak ada nyeri tekan pada tragus dan mastoid

- sekret (-)

Hidung :

Page 4: Case Ureterolithiasis

- Hidung simetris

- Tidak ada deviasi septum, sekret -/-

Mulut dan tenggorokan :

- bibir terlihat simetris

- tidak kering, tidak pecah-pecah, tidak sianosis

- Tonsil T1/T1

Leher :

- trakea lurus di tengah

- tidak teraba pembesaran KGB

- tidak terlihat pembesaran tiroid

Paru:

- Inspeksi : pergerakan dada simetris saat stastis dan dinamis.

- Palpasi : vokal fremitus teraba simetris

- Perkusi : sonor dikedua lapang paru

- Auskultasi : suara napas vesikuler, ronki-/-,wheezing -/-

Jantung :

- Inspeksi : ictus cordis terlihat

- Palpasi : 2 jari medial garis midclavicularis kiri di ICS 5

- Perkusi : Batas jantung kanan : garis sternalis dextra. Batas jantung

kiri : ICS 5, 2 jari medial linea midclavicularis sinistra.

- Auskultasi : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-).

Abdomen

- Inspeksi : tegang, tidak tampak ascites, spider nevi (-).

- Auskultasi : bising usus (+) normal

- Palpasi : lemas, tidak ada defence muskular, NT (+), NL(-), hepar &

lien: tidak ada pembesaran

- Perkusi : timpani

Ekstremitas

- Akral hangat, edema tungkai -/- , tidak ada deformitas,

- Tonus otot baik.

Status Urologis

Page 5: Case Ureterolithiasis

Regio CVA

- Inspeksi : tidak tampak adanya massa

- Palpasi bimanual : ( - / - )

- Nyeri tekan : ( +/ - )

- Nyeri ketuk : ( +/ - )

Regio suprasimfisis

- Inspeksi : tidak tampak adanya massa, tidak teraba penuh

- Palpasi : nyeri tekan ( - )

- Perkusi : nyeri ketuk ( - )

Regio genitalia eksterna

- Inspeksi : tanda radang (-), darah (-). sekret (-). jejas (-), terpasang

kateter

- Palpasi : nyeri tekan (-), suhu sama dengan sekitar

I.D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Page 6: Case Ureterolithiasis

Laboratorium (25 Januari 2011)

Pemeriksaan Hasil Nilai normal

Hematologi

- Hemoglobin

- Hematokrit

- Leukosit

- Eritrosit

- Trombosit

14,3

43

30,8

5.15

401

13.2-17.3 g/dl

33-45 %

5-10 ribu/Ul

4.40-5.90 ribu/Ul

150-440 ribu

VER/HER/ KHER/RDW

- VER

- HER

- KHER

- RDW

51,9

27.8

30.2

14.6

80.0-100.0 fl

26.0-34.0

32.0-36

11.5-14.5 %

Kimia Klinik

Fungsi Hati - SGOT

- SGPT

23

15

0-34 U/l

0-40 U/l

Fungsi Ginjal- Ureum Darah

- Creatinin Darah45

2.1

20-40 mg/dl

0.6-1.5 mg/dl

Diabetes - Gula darah sewaktu

121 70-140 mg/dl

Elektrolit

- Natrium

- Kalium

- Klorida

139

3.94

107

135 - 147

3.10 -5.10 mmol/L

95 -108 mmol/L

Gas Darah

Page 7: Case Ureterolithiasis

- pH

- PCO 2

- PO 2

- HCO 3

- O2 Saturasi

- BE (base Excess)

- Total CO 2

7, 420

30,5

70,2

19,3

94,6

-3,9

20,3

7,370 – 7,640 mmHg

35,0 – 45,0 mmHg

21,0-28,0 mmol/L

83,0 – 108,0 mmHg

95,0 - 99,0%

-2,5 -2,5 mmol/L

19,0 – 24 mmol/L

Hematologi, Hemostasis

- APTT

- Kontrol APTT

- PT

- Kontrol PT

- INR

49,4

33,8

15,0

13,6

1,14

27,4 – 39,3 /detik

-

11,3 – 14,7 / detik

-

-

Page 8: Case Ureterolithiasis

Foto abdomen

Deskripsi:

Preperitoneal fat baik

Distribusi udara usus normal

Hasil : tampak bayangan batu opaque pada ureterovesico junction.

I.E. RESUME

Tn. S, 57 tahun, datang dengan keluhan utama retensio urin sejak 92

minggu SMRS. Perut bagian bawah pasien nyeri. Sejak 5 tahun yang lalu,

pasien mengaku sering disuri, Hematuri (+). Nyeri pinggang saat itu disangkal.

2 minggu SMRS, retensio urin memberat , pancaran kencing menjadi

lancar jika pasien berlari-lari kecil dan pernah seperti ada batu yang keluar saat

miksi. Sering merasa tidak tuntas selepas berkemih. Nyeri pinggang (+) pada

pinggang kirinya, terus menerus dan tidak menjalar .Pasien kadang terbangun

pada malam hari karena nocturia.

Sejak kecil pasien mempunyai kebiasaan jarang minum air putih dan

Sering menahan keinginan untuk miksi

Pemeriksaan fisik :

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Kompos mentis

Tanda vital

Page 9: Case Ureterolithiasis

Tekanan darah : 130/90 mmHg

Nadi : 90 x/menit

Pernafasan : 20 x/menit

Suhu tubuh : 37,5º C

Status generalis : dalam batas normal

Status urologis :

Regio CVA

- Nyeri tekan ( +/ - )

- Nyeri ketuk ( +/ - )

Regio suprasimfisis

- Nyeri tekan ( - )

- Nyeri ketuk ( - )

Regio genital : terpasang kateter

Pemeriksaan Penunjang :

Pemeriksaan Laboratorium Darah

Leukosit 30.800 / uL, Ureum darah 45 mg/dl, Creatinin darah, PCO2 30,5 mmHg,

PO2 70,2 mmol/L, 19,3 mmHg, BE -3,9 mmol/L, APTT 49,4/detik

Foto Abdomen

Hasil : tampak bayangan batu opaque pada ureterovesico junction.

I.F. DIAGNOSIS KERJA

Ureterolith, Infeksi saluran kemih, hipertensi stage 1 (Jnc VII).

I.G. PENATALAKSANAAN

Penanganan batu saluran kemih : ureterolithotomi

Penanganan pada hipertensi : diberi anti hipertensi (misalnya amlodipin

10 mg 1x/hari)

Page 10: Case Ureterolithiasis

I.H. PROGNOSIS

Ad vitam : ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad malam

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. ANATOMI SISTEM KEMIH

Organ urinaria terdiri atas ginjal beserta salurannya, ureter, buli-buli dan

uretra.

Ginjal

Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga

retroperitoneal bagian atas. Berbentuk menyerupai kacang dengan sisi ceungnya

menghadap ke medial. Pada sisi ini terdapat hilus ginjal yaitu tempat struktur

pembuluh darah,sitem limfatik sistem saraf, dan ureter menuju dan

meninggalkan ginjal. (Purnomo BB, 2009 )

Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah dibanding ginjal kiri, hal ini

disebabkan adanya hati yang mendesak ginjal sebelah kanan. Kutub atas ginjal

kiri adalah tepi atas iga 11 (vertebra T12), sedangkan kutub atas ginjal kanan

adalah tepi bawah iga 11 atau iga 12. Adapun kutub bawah ginjal kiri adalah

processus transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari krista iliaka) sedangkan

kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan vertebra L3. (Netter, 2006)

Page 11: Case Ureterolithiasis

Gambar 2.1. Anatomi Sistem Kemih

Secara anatomis ginja lterbagi menjadi beberapa bagian :

1. Korteks. Di dalam korteks terdapat berjuta-juta nefron. Nefron adalah unit

fungsional terkecil ginjal yang terdiri atas:

a. korpus renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman),

b. tubulus kontortus proksimal

c. lengkung henle

d. tubulus kontortus distal

e. tubulus pengumpul

2. Medula, yang terdiri dari 9-14 piramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus

rektus, lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus colligent).

3. Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara piramid ginjal

4. Processus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah

korteks

5. Hilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah, serabut

saraf atau duktus memasuki/meninggalkan ginjal.

6. Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus

pengumpul dan calix minor.

7. Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.

8. Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.

9. Pelvis renalis, yaitu bagian yang menghubungkan calix mayor dan ureter.

(Netter, 2006, urologi):

Page 12: Case Ureterolithiasis

Gambar 2.2. Bagian-bagian Ginjal

Berdasarkan letaknya nefron dapat dibagi menjadi:

1. nefron kortikal, yaitu nefron di mana korpus renalisnya terletak di korteks

yang relatif jauh dari medula serta hanya sedikit saja bagian lengkung

Henle yang terbenam pada medula, dan

2. nefron juxta medula, yaitu nefron di mana korpus renalisnya terletak di

tepi medula, memiliki lengkung Henle yang terbenam jauh ke dalam

medula dan pembuluh-pembuluh darah panjang dan lurus yang disebut

sebagai vasa rekta. (Scanlon VC, 2007, Sanders T, 2007)

Ginjal diperdarahi oleh a/v renalis. A. renalis merupakan percabangan dari

aorta abdominal, sedangkan v.renalis akan bermuara pada vena cava inferior.

Setelah memasuki ginjal melalui hilus, a.renalis akan bercabang menjadi arteri

sublobaris yang akan memperdarahi segmen-segmen tertentu pada ginjal, yaitu

segmen superior, anterior-superior, anterior-inferior, inferior serta posterior.

(Netter, 2006)

Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis. Untuk persarafan

simpatis ginjal melalui segmen T10-L1 atau L2, melalui n.splanchnicus major,

n.splanchnicus imus dan n.lumbalis. Saraf ini berperan untuk vasomotorik dan

aferen viseral. Sedangkan persarafan simpatis melalui n.vagus. (Netter, 2006)

Ureter

Ureter adalah organ berbentuk tabung kecil yang berfungsi mengalirkan

urin dari pelvis renalis menuju vesica urinaria. Pada orang dewasa panjangnya

Page 13: Case Ureterolithiasis

kurang lebih 20 cm. berjumlah sepasang dan terletak retroperitoneal. (Netter,

2006)

Ureter setelah keluar dari ginjal (melalui pelvis) akan turun di depan

m.psoas major, lalu menyilangi pintu atas panggul dengan a.iliaca communis.

Adanya katup uretero-vesical mencegah aliran balik urine setelah memasuki

kandung kemih. Sepanjang perjalanan dari pelvis renalis menuju vesica urinaria ,

secara anatomis terdapat beberapa tempat yang ukuran diameternya relative

lebih sempit daripada di tempat lain, sehingga batu yang berasal dari ginjal

sering kali tersangkut di tempat itu. Tempat – tempat tersebut antara lain:

perbatasan pelvis renalis dan ureter ( pelvi-ureter junction ), tempat ureter

menyilang arteri iliaka di rongga pelvis, dan saat ureter masuk ke buli-buli.

(Purnomo BB, 2009)

Ureter diperdarahi oleh cabang dari a.renalis, aorta abdominalis, a.iliaca

communis, a.testicularis/ovarica serta a.vesicalis inferior. Sedangkan persarafan

ureter melalui segmen T10-L1 atau L2 melalui pleksus renalis, pleksus aorticus,

serta pleksus hipogastricus superior dan inferior. (Netter, 2006)

Gambar 2.3 Bagian-bagian ureter

Vesika Urinaria

Vesica urinaria, merupakan tempat untuk menampung urin yang berasal

dari ginjal melalui ureter, untuk selanjutnya diteruskan ke uretra dan lingkungan

eksternal tubuh melalui mekanisme miksi ( berkemih ). Dalam menampung urin,

buli – buli mempunyai kapasitas maksimal, yang volumenya untuk orang dewasa

kurang lebih 33-450 ml. Vesica urinaria terletak di lantai pelvis (pelvic floor),

Page 14: Case Ureterolithiasis

bersama-sama dengan organ lain seperti rektum, organ reproduksi, bagian usus

halus, serta pembuluh-pembuluh darah, limfatik dan saraf. (Scanlon VC, 2007,

Sanders T, 2007)

Pada saat kosong, buli-buli terletak di belakang simpisis pubis dan pada

saat penuh berada di atas simpisis sehingga dapat di palpasi dan diperkusi.

Dinding vesica urinaria terdiri dari otot m.detrusor (otot spiral, longitudinal,

sirkular). Terdapat trigonum vesicae pada bagian posteroinferior dan collum

vesicae. Trigonum vesicae merupakan suatu bagian berbentuk mirip-segitiga

yang terdiri dari orifisium kedua ureter dan collum vesicae, bagian ini berwarna

lebih pucat dan tidak memiliki rugae walaupun dalam keadaan kosong. (Scanlon

VC, 2007, Sanders T, 2007)

Vesicae urinaria diperdarahi oleh a.vesicalis superior dan inferior. Namun

pada perempuan, a.vesicalis inferior digantikan oleh a.vaginalis. (Netter, 2006)

Sedangkan persarafan pada vesica urinaria terdiri atas persarafan

simpatis dan parasimpatis. Persarafan simpatis melalui n.splanchnicus minor,

n.splanchnicus imus, dan n.splanchnicus lumbalis L1-L2. Adapun persarafan

parasimpatis melalui n.splanchnicus pelvicus S2-S4, yang berperan sebagai

sensorik dan motorik. (Netter, 2006)

Gambar 2.4. Vesika Urinaria

Uretra

Uretra merupakan saluran yang membawa urin keluar dari vesica urinaria

menuju lingkungan luar. Terdapat beberapa perbedaan uretra pada pria dan

Page 15: Case Ureterolithiasis

wanita. Pada pria memiliki dua otot sphincter yaitu m.sphincter interna (otot polos

terusan dari m.detrusor dan bersifat involunter) dan m.sphincter externa (di

uretra pars membranosa, bersifat volunter), sedangkan pada wanita hanya

memiliki m.sphincter externa (distal inferior dari kandung kemih dan bersifat

volunter). (Van de Graaf KM, 2001)

Pada pria, uretra dapat dibagi atas pars pre-prostatika, pars prostatika,

pars membranosa dan pars spongiosa.

Pars pre-prostatika (1-1.5 cm), merupakan bagian dari collum vesicae dan

aspek superior kelenjar prostat. Pars pre-prostatika dikelilingi otot m.

sphincter urethrae internal yang berlanjut dengan kapsul kelenjar prostat.

Bagian ini disuplai oleh persarafan simpatis.

Pars prostatika (3-4 cm), merupakan bagian yang melewati/menembus

kelenjar prostat. Bagian ini dapat lebih dapat berdilatasi/melebar

dibanding bagian lainnya.

Pars membranosa (12-19 mm), merupakan bagian yang terpendek dan

tersempit. Bagian ini menghubungkan dari prostat menuju bulbus penis

melintasi diafragma urogenital. Diliputi otot polos dan di luarnya oleh

m.sphincter urethrae eksternal yang berada di bawah kendali volunter

(somatis).

Pars spongiosa (15 cm), merupakan bagian uretra paling panjang,

membentang dari pars membranosa sampai orifisium di ujung kelenjar

penis. Bagian ini dilapisi oleh korpus spongiosum di bagian luarnya.

Sedangkan uretra pada wanita berukuran lebih pendek (3.5 cm) dibanding

uretra pada pria. Setelah melewati diafragma urogenital, uretra akan bermuara

pada orifisiumnya di antara klitoris dan vagina (vagina opening). Terdapat m.

spchinter urethrae yang bersifat volunter di bawah kendali somatis, namun tidak

seperti uretra pria, uretra pada wanita tidak memiliki fungsi reproduktif.

Page 16: Case Ureterolithiasis

Gambar 2.5. Uretra Wanita 2.6 Uretra Pria

Sedangkan uretra pada wanita berukuran lebih pendek (3.5 cm) dibanding

uretra pada pria. Setelah melewati diafragma urogenital, uretra akan bermuara

pada orifisiumnya di antara klitoris dan vagina (vagina opening). Terdapat m.

spchinter urethrae yang bersifat volunter di bawah kendali somatis, namun tidak

seperti uretra pria, uretra pada wanita tidak memiliki fungsi reproduktif. (Van de

Graaf KM, 2001)

II.2. BATU SALURAN KEMIH

II.2.1. EPIDEMIOLOGI

Prevalensi batu saluran kemih di USA sekitar 10%, dan dengan insidens

0,2 %. Insidens batu saluran kemih di negara maju lainnya lebih banyak terjadi

pada saluran kemih atas, berbeda dengan di negara berkembang mayoritas

terjadi di kandung kemih. Batu saluran kemih lebih sering ditemukan di Asia dan

Afrika, dan Amerika Utara. Secara umum, urolitiasis lebih sering terjadi pada laki-

Page 17: Case Ureterolithiasis

laki(rasio 3:1). Gejala pada penyakit umumnya muncul pada umur 20-49 tahun,

walaupun pada umur 50 tahun juga jarang terjadi.

Di Indonesia penyakit batu saluran kemih masih menempati porsi terbesar

dari jumlah pasien di klinik urologi. Insidensi dan prevalensi yang pasti dari

penyakit ini di Indonesia belum dapat ditetapkan secara pasti. Sekitar 1 di antara

1000 pria dan 1 dari 3000 wanita datang dengan keluhan utama batu ginjal yang

pertama dalam satu tahun. Lima belas persen mengalami batu rekuren dalam

waktu setahun setelah keluhan pertama, 30% dalam 5 tahun.

Dari data dalam negeri yang pernah dipublikasi didapatkan peningkatan

jumlah penderita batu ginjal yang mendapat tindakan di RSUPN-Cipto

Mangunkusumo dari tahun ke tahun mulai 182 pasien pada tahun 1997 menjadi

847 pasien pada tahun 2002.

II.2.2. ETIOLOGI

Etiologi pembentukan batu meliputi idiopatik, gangguan aliran kemih,

gangguan metabolisme, infeksi saluran kemih oleh mikroorganisme berdaya

membuat urease (Proteus mirabilis), dehidrasi, benda asing, jaringan mati

(nekrosis papil) dan multifaktor. (R. Sjamsuhidayat, 2005)

1. Gangguan aliran urin

a. Fimosis

b. Hipertrofi prostate

c. Refluks vesiko-uretral

d. Striktur meatus

e. Ureterokele

f. Konstriksi hubungan ureteropelvik

2. Gangguan metabolisme

Menyebabkan ekskresi kelebihan bahan dasar batu

a. Hiperkalsiuria

b. Hiperuresemia

c. Hiperparatiroidisme

3. Infeksi saluran kemih oleh mikroorganisme berdaya membuat urease

Page 18: Case Ureterolithiasis

4. Dehidrasi

a. Kurang minum, suhu lingkungan tinggi

5. Benda asing

a. Fragmen kateter, telur sistosoma

6. Jaringan mati (nekrosis papil)

7. Multifaktor

a. Anak di negara berkembang

b. Penderita multitrauma

8. Batu idiopatik

(R. Sjamsuhidayat, 2005)

Terdapat beberapa faktor yang mempermudahkan terjadinya batu saluran

kemih pada seseorang, yaitu :

Beberapa faktor ekstrinsik adalah :

1. Geografi pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu

saluran kemih yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal

sebagai daerah stone belt, sedangkan daerah Bantu di Afrika selatan

hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih.

2. Iklim dan temperatur

3. Asupan air kurangnya asupan air dan tinggi kadar mineral kalsium

pada air yang dikosumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih

4. Diet diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya

batu saluran kemih

5. Pekerjaan penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya

banyak duduk atau kurang aktivitas atau sedentary life. Immobilisasi lama

pada penderita cedera dengan fraktur multipel atau paraplegia yang

menyebabkan dekalsfikasi tulang dengan peningkatan ekskresi kalsium

dan stasis sehingga presipitasi batu mudah terjadi. (R. Sjamsuhidayat,

2005)

Faktor intrinsik antara lain adalah :

1. Umur penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun

Page 19: Case Ureterolithiasis

2. Jenis kelamin jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak

dibandingkan pasien perempuan

3. Herediter penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya(R.

Sjamsuhidayat, 2005)

II.2.3. Patogenesis

Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama

pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urin (stasis urin).,

yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada

pelvikalises (stenosis uretero-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis

seperti pada hiperplasia prostat benigna, striktura dan buli-buli neurogenik

merupakan keadaan-keadaan yang mempermudahkan terjadinya pembentukan

batu. (Purnomo BB, 2009)

Beberapa teori pembentukan batu adalah :

a. Teori Nukleasi

Batu terbentuk di dalam urine karena adanya inti batu (nukleus).

Agregat polikristalin terdiri dari berbagai macam jumlah kristaloid dan

matriks organik. Pembentukan batu memerlukan keadaan supersaturasi

urin. Supersaturasi tergantung pada pH urin, kekuatan ion, konsentrasi zat

terlarut, dan kompleksasi. Kekuatan ion terutama ditentukan oleh

konsentrasi relatif ion monovalen. Dengan meningkatnya kekuatan ion,

koefisien aktivitas menurun. Koefisien aktivitas mencerminkan availibilitas

ion tertentu. Peran konsentrasi zat terlarut jelas, yaitu semakin besar

konsentrasi 2 ion, semakin besar pula kemungkinannya untuk

mengendap. Konsentrasi ion rendah menyebabkan saturasi menurun dan

meningkatkan kelarutan. Dengan meningkatnya konsentrasi ion, produk

aktivitas mencapai suatu titik tertentu yang disebut produk kelarutan .

Konsentrasi di atas titik ini metastabil dan mampu menginisiasi

pertumbuhan kristal dan nukleasi heterogen. Karena zat terlarut menjadi

lebih terkonsentrasi, produk aktivitas akhirnya mencapai produk formasi.

Tingkat supersaturasi yang melebihi titik ini tidak stabil, dan dapat terjadi

nukleasi homogen spontan. (Emil, 2008, Jack W, 2008)

Page 20: Case Ureterolithiasis

Faktor lain yang berperan utama dalam pembentukan batu saluran

kemih antara lain kompleksitas. Kompleksitas mempengaruhi availibilitas

ion tertentu. Sebagai contoh, natrium membentuk kompleks dengan

oksalat dan menurunkan bentuk ion bebasnya, sedangkan sulfat

membentuk kompleks dengan kalsium. Teori nukleasi menunjukkan

bahwa batu saluran kemih berasal dari kristal atau benda asing yang

mengendap dalam urin supersaturasi. Batu terutama terdiri dari

komponen kristalin. Beberapa langkah terlibat dalam pembentukan batu,

yaitu nukleasi, pertumbuhan, dan agregasi. (Emil, 2008, Jack W, 2008)

b. Teori Matriks

Jumlah komponen matriks nonkristalin pada batu saluran kemih

bervariasi sesuai jenis batu, umumnya berkisar antara 2-10% menurut

beratnya. Hal ini lebih didominasi oleh protein, dengan sejumlah kecil

heksosa dan heksosamin. Jenis batu yang jarang terjadi, dan biasa

disebut kalkulus matriks, berkaitan dengan pembedahan ginjal

sebelumnya atau infeksi saluran kemih kronik, dan mempunyai tekstur

gelatin. Pemeriksaan histologi menunjukkan laminasi dengan sedikit

kalsifikasi. Pada foto polos abdomen, kalkuli matriks biasanya

menunjukkan radiolusen dan sulit dibandingkan dengan filling defect

lainnya, seperti bekuan darah, tumor saluran atas, dan lain sebagainya.

Computed tomography (CT) menunjukkan kalsifikasi dan dapat

membantu untuk konfirmasi diagnosis. (Emil, 2008, Jack W, 2008)

Peran matriks dalam proses inisiasi batu saluran kemih tidak

diketahui. Hal itu mungkin dapat berfungsi sebagai kerangka tempat

agregasinya kristal atau mungkin sebagai lem alami untuk

menempelkan komponen kristal kecil, dengan demikian dapat

menghalangi aliran saluran kemih. (Emil, 2008, Jack W, 2008)

c. Penghambatan kristalisasi

Urine orang normal mengandung zat penghambat pembentuk

kristal, antara lain magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan

Page 21: Case Ureterolithiasis

beberapa peptida. Jika kadar salah satu atau beberapa zat itu

berkurang, akan memudahkan terbentuknya batu di dalam saluran

kemih. Ion magnesium (Mg++) dikenal dapat menghambat pembentukan

batu karena jika berikatan dengan oksalat, membentuk garam

magnesium oksalat sehingga jumlah oksalat yang akan berikatan

dengan kalsium (Ca++) untuk membentuk kalsium oksalat menurun.

Demikian pula sitrat jika berikatan dengan Ca++ membentuk garam

kalsium sitrat; sehingga jumlah kalsium yang berikatan dengan oksalat

ataupun fosfat berkurang. Hal ini menyebabkan kristal kalsium oksalat

atau kalsium fosfat jumlahnya berkurang. (Purnomo BB, 2009)

Jaringan abnormal atau mati seperti nefrosis papila pada ginjal dan benda

asing mudah menjadi nidus dan inti batu. Demikian pula telor sistosoma kadang

merupakan nidus batu. (R. Sjamsuhidayat, 2005)

II.2.4. Komposisi batu

a. Batu kalsium

Kalsium merupakan ion utama dalam kristal urin. Hanya 50% kalsium

plasma yang terionisasi dan tersedia untuk filtrasi di glomerulus. Lebih dari

95% kalsium terfiltrasi di glomerulus diserap baik pada tubulus proksimal

maupun distal, dan dalam jumlah yang terbatas dalam tubulus pengumpul.

Kurang dari 2% diekskresikan dalam urin. Banyak faktor yang

mempengaruhi availibilitas kalsium dalam larutan, termasuk kompleksasi

dengan sitrat, fosfat, dan sulfat. Peningkatan monosodium urat dan

penurunan pH urin mengganggu kompleksasi ini, dan oleh karena itu

menginduksi agregasi kristal. (Emil, 2008, Jack W, 2008)

Batu ini paling banyak dijumpai, yaitu kurang lebih 70 – 80 % dari

seluruh batu saluran kemih. Kandungan batu jenis ini terdiri atas kalsium

oksalat, kalsium fosfat, atau campuran dari kedua unsur itu. Predisposisi

kejadian hiperkalsiuria (kadar kalsium di dalam urin lebih besar dari 250 –

300 mg / 24 jam), menurut Pak (1976) terdapat 3 macam penyebab :

a. Hiperkalsiuri absorbtif yang terjadi karena adanya peningkatan

absorbsi kalsium melalui usus.

Page 22: Case Ureterolithiasis

b. Hiperkalsiuri renal karena adanya gangguan kemampuan

reabsorbsi kalsium melalui tubulus ginjal.

c. Hiperkalsiuri resorptif terjadi karena adanya peningkatan resorpsi

kalsium tulang, yang banyak terjadi pada hiperparatiriodisme

primer atau pada tumor paratiriod.

b. Batu oksalat

Oksalat merupakan produk limbah metabolisme normal dan relatif

tidak terlarut. Normalnya, sekitar 10-15% dari oksalat yang ditemukan

dalam urin berasal dari diet.

Sebagian besar oksalat yang masuk ke usus besar didekomposisi

bakteri. Diet, bagaimanapun dapat berdampak pada jumlah oksalat yang

ditemukan dalam urin. Setelah diserap melalui usus halus, oksalat tidak

dimetabolisme dan diekskresikan

hampir secara eksklusif oleh tubulus proksimal. Adanya kalsium dalam

lumen usus merupakan faktor penting yang mempengaruhi jumlah oksalat

yang diabsorbsi. Pengaturan oksalat dalam urin memainkan peran penting

dalam pembentukan batu kalsium oksalat. Ekskresi normal 20-45 mg/hari

dan tidak berubah secara signifikan menurut usia. Perubahan kecil pada

level oksalat dalam urin dapat menyebabkan dampak dramatis terhadap

supersaturasi kalsium oksalat. Prekursor utama oksalat adalah glisin dan

asam askorbat, namun dampak masuknya vitamin C (<2 g/hari) diabaikan.

Hiperoksaluria (ekskresi oksalat urin yang melebihi 45 g/hari) dapat terjadi

pada pasien dengan gangguan usus, terutama inflammatory bowel disease,

reseksi usus halus, bypass usus dan pasien yang banyak mengonsumsi

makanan yang kaya dengan oksalat, diantaranya adalah : teh, kopi instan,

minuman soft drink, kokoa, arbei, jeruk sitrun, dan sayuran berwarna hijau

terutama bayam.. Batu ginjal terjadi pada 5-10% pasien dengan kondisi ini.

Kalsium intralumen berikatan dengan lemak sehingga menjadi tidak

tersedia untuk mengikat oksalat. Oksalat yang tidak berikatan mudah

diserap. Oksalat yang berlebihan dapat terjadi pencernaan ethylene glycol

Page 23: Case Ureterolithiasis

(oksidasi parsial oksalat). Hal ini dapat mengakibatkan deposit kristal

kalsium oksalat yang difus dan masif dan kadang-kadang dapat

menyebabkan gagal ginjal. (Emil, 2008, Jack W, 2008)

c. Fosfat

Fosfat merupakan buffer dan berikatan dengan kalsium dalam urin. Ini

adalah komponen penting dari batu kalsium fosfat dan batu amonium

magnesium fosfat. Ekskresi fosfat urin pada orang dewasa normal

berkaitan dengan jumlah diet fosfat (terutama pada daging, produk susu,

dan sayuran). Sejumlah kecil fosfat yang difiltrasi oleh glomerulus secara

dominan diserap kembali oleh tubulus proksimal. Hormon paratiroid

menghambat reabsorpsi ini. Kristal utama yang ditemukan pada mereka

yang hiperparatiroidisme adalah fosfat, dalam bentuk hidroksiapatit, amorf

kalsium fosfat, dan karbonat apatit. (Emil, 2008, Jack W, 2008)

d. Asam urat

Asam urat merupakan produk sampingan dari metabolisme purin.

Sekitar 5 – 10 % dari seluruh batu saluran kemih. Penyakit batu asam urat

banyak diderita oleh pasien – pasien penyakit gout, penyakit

mieloproliferatif, pasien yang mendapatkan terapi antikanker, dan yang

banyak mempergunakan obat urikosurik diantaranya adalah sulfinpirazone,

thiazide dan salisilat. Kegemukan, peminum alkohol dan diet tinggi protein

mempunyai peluang yang lebih besar untuk mendapatkan penyakit ini.

(Emil, 2008, Jack W, 2008)

Asam urat relatif tidak larut di dalam urin sehingga pada keadaan

tertentu mudah sekali membentuk kristal asam urat, dan selanjutnya

membentuk batu asam urat. Faktor yang menyebabkan terbentuknya batu

asam urat adalah (1) urin yang terlalu asam(pH urin <6), (2) volume urin

yang jumlahnya terlalu sedikit (< 2 liter / hari), (3) hiperurikosuri atau kadar

asam urat tinggi (> 850 mg / 24 jam).

Ukuran batu asam urat bervariasi mulai dari ukuran kecil sampai

ukuran besar sehingga membentuk batu staghorn yang mengisi seluruh

pelvikalises ginjal. Tidak seperti batu jenis kalsium yang bentuknya

Page 24: Case Ureterolithiasis

bergerigi, batu asam urat bentuknya halus dan bulat sehingga sering keluar

spontan. Batu asam urat murni bersifat radiolusen, sehingga pada

pemeriksaan PIV tampak sebagai bayangan filling defect pada saluran

kemih sehingga seringkali harus dibedakan dengan bekuan darah,

bentukan papila ginjal yang nekrosis, tumor, atau benzoar jamur. Pada

pemeriksaan USG memberikan gambaran bayangan akustik (acoustic

shadowing). (Purnomo BB, 2009)

e. Batu struvit

Batu struvit disebut juga sebagai batu infeksi, karena terbentuknya

batu ini disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab

infeksi ini adalah kuman golongan pemecah urea atau urea splitter yang

dapat menghasilkan enzim urease dan merubah urin menjadi bersuasana

basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak, seperti pada reaksi:

CO(NH2)2 + H20 2NH3 + CO2

Suasana basa ini yang memudahkan garam – garam magnesium,

amonium, fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium amonium fosfat

(MAP). Kuman pemecah fosfat anatranya adalah: Proteus spp, Klebsiella,

Serratia, Enterobakter, Pseudomonas dan Stafilokokus. (Purnomo BB,

2009)

f. Batu jenis lain

Batu sistin, batu xanthin, batu triamteren, dan batu silikat sangat

jarang dijumpai. Batu sisitin didapatkan karena kelainan metabolisme sistin,

yaitu kelainan dalam absorbsi sistin di mukosa usus. Demikian batu xanthin

terbentuk karena penyakit bawaan berupa defisiensi enzim xanthin

oksidase yang mengkatalisis perubahan hipoxanthin menjadi xanthin

menjadi asam urat. Pemakaian antasida yang mengandung silikat

(magnesium silikat atau aluminometilsalisilat) yang berlebihan dan dalam

Page 25: Case Ureterolithiasis

jangka waktu lama dapat menyebabkan timbulnya batu silikat. (Purnomo

BB, 2009)

Keadaan lain yang menyebabkan terjadinya batu saluran kemih adalah :

I. Hipositraturia di dalam urin, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk

kalsium sitrat, sehingga menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau

fosfat. Hal ini dimungkinkan karena ikatan kalsium sitrat lebih mudah larut

daripada kalsium oksalat. Oleh karena itu sitrat bertindak sebagai

penghambat pembentukan batu kalsium. Hipositraturia terjadi pada:

penyakit asidosis tubuli ginjal atau renal tubular acidosis, sindrom

malabsorpsi, atau pemakaian diuretik golongan thiazide dalam jangka

waktu lama. Estrogen meningkatkan ekskresi sitrat dan dapat menjadi

faktor yang mengurangi timbulnya batu pada wanita, terutama selama

kehamilan. Alkalosis juga meningkatkan sitrat ekskresi. (Emil, 2008, Jack

W, 2008)

II. Hipomagnesuria Magnesium bertindak sebagai penghambat timbulnya

batu oksalat, karena dalam urin magnesium bereaksi dengan oksalat

menjadi magnesium oksalat sehingga mencegah ikatan kalsium dengan

oksalat. Penyebab tersering hipomagnesuria adalah penyakit inflamasi

usus (inflamatory bowel disease) yang diikuti dengan gangguan

malabsorbsi. (Purnomo BB, 2009)

II.2.5. BATU GINJAL DAN URETER

Batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada di kaliks,

infundibulum, pelvis ginjal, dan bahkan bisa mengisi seluruh kaliks ginjal. Batu

yang mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal memberikan gambaran

menyerupai tanduk rusa sehingga disebut batu staghorn. Kelainan atau obstruksi

pada sistem pelvikalises ginjal mempermudah timbulnya batu saluran kemih.

Page 26: Case Ureterolithiasis

Batu yang tidak terlalu besar didorong oleh peristaltik otot-otot sistem

pelvikalises dan turun ke ureter menjadi batu ureter. Tenaga peristaltik ureter

mencoba untuk mengeluarkan batu hingga turun ke buli-buli. Batu yang

ukurannya kecil (<5 mm) pada umumnya dapat keluar spontan sedangkan yang

lebih besar seringkali tetap berada di ureter dan menyebabkan reaksi radang

(periureteritis) serta menimbulkan obstruksi kronis berupa hidroureter atau

hidronefrosis.

Tanda – tanda ureterolitiasis:

1. kolik

a. serangan nyeri

b. mual / muntah

c. kegelisahan

2. nyeri alih ke regio inguinal

3. perut kembung (ileus paralitik)

4. hematuria

5. batu tampak pada pencitraan

Gambaran Klinis

Keluhan yang dialami pasien tergantung pada posisi atau letak batu,

besar batu dan penyulit yang telah terjadi. Keluhan yang paling sering adalah

nyeri pinggang, bisa berupa nyeri kolik atau bukan kolik. Karena peristalsis, akan

terjadi gejala kolik, yakni nyeri yang hilang timbul yang disertai perasaan mual

dengan atau tanpa muntah dengan nyeri alih khas. Selama batu bertahan di

tempat yang menyumbat, selama itu kolik akan berulang – ulang sampai batu

bergeser dan memberi kesempatan air kemih untuk lewat.

Batu yang terletak di sebelah distal ureter dirasakan oleh pasien sebagai

nyeri pada saat berkemih atau sering kencing. Hematuria seringkali dikeluhkan

oleh pasien akibat trauma pada mukosa saluran kemih yang disebabkan oleh

batu. Kadang-kadang hematuria didapatkan dari pemeriksaan urinalisis.

Jika didapatkan demam harus curiga urosepsis dan ini merupakan

kedaruratan di bidang urologi. Dalam hal ini harus secepatnya ditentukan letak

Page 27: Case Ureterolithiasis

kelainan anatomik pada saluran kemih dan segera dilakukan terapi berupa

drainase dan pemberian antibiotik.

Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan nyeri ketok pada daerah

kosto-vertebra, teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis, terlihat tanda-

tanda gagal ginjal, retensi urin.

Gambar 2.7. Batu saluran kemih

II.2.6. BATU KANDUNG KEMIH

Vesikolitiasis sering terjadi pada pasien yang menderita gangguan miksi

atau terdapat benda asing di buli-buli. Gangguan miksi terjadi pada pasien

hiperplasia prostat, striktur uretra, divertikel buli-buli, atau buli-buli neurogenik.

Kateter yang terpasang pada buli-buli dalam waktu yang lama, adanya benda

asing lain yang secara tidak sengaja masuk ke dalam buli-buli seringkali menjadi

inti untuk terbentuknya batu buli-buli. Selain itu vesikolitiasis dapat berasal dari

batu ginjal atau batu ureter yang turun ke buli-buli.

Gejala khas vesikolitiasis adalah berupa gejala iritasi, antara lain disuria

hingga stranguri, perasaan tidak enak waktu kencing, dan kencing tiba-tiba

berhenti kemudian menjadi lancar kembali dengan perubahan posisi tubuh

ataupun menetes dan disertai dengan nyeri karena batu menghalangi aliran

kemih akibat penutupan leher kandung kemih. Nyeri pada saat miksi sering kali

dirasakan pada ujung penis, skrotum, perineum, pinggang, sampai kaki.

Pada anak, nyeri yang bersangkutan akan menyebabkan anak menarik

penisnya sehingga tidak jarang dilihat penis yang agak panjang. Bila pada sakit

tersebut penderita berubah posisi, suatu saat air kemih akan dapat keluar karena

letak batu yang berpindah. Bila selanjutnya terjadi infeksi sekunder, selain nyeri,

sewaktu miksi juga akan terdapat nyeri menetap suprapubik.

II.2.7. DIAGNOSIS

Page 28: Case Ureterolithiasis

II.2.7.1. Anamnesis dan Pemeriksaan fisik

Tanda dan gejala penyakit batu saluran kemih ditentukan oleh letaknya,

besarnya, dan morfologinya. Walaupun demikian, penyakit ini mempunyai tanda

umum, yaitu hematuria, baik hematuria nyata maupun mikroskopik. Selain itu,

bila disertai infeksi saluran kemih, dapat juga ditemukan kelainan endapan urin,

bahkan mungkin demam atau tanda sistemik lain.

II.2.7.2. Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium

Pemeriksaan urinalisis makroskopik didapatkan gross hematuria.

Pemeriksaan sedimen urin menunjukkan adanya leukosituria, hematuria,

dan dijumpai kristal-kristal pembentuk batu. 85 % pasien dengan batu ginjal

didapatkan hematuria maksoskopik dan mikroskopik. Namun, tidak

ditemukannya hematuria tidak berarti menghilangkan kemungkinan

menderita batu ginjal. Pemeriksaan kultur urin mungkin menunjukkan

adanya pertumbuhan kuman pemecah urea. (Fisher WE, 2006, R.

Sjamsuhidayat, 2005) Pemeriksaan kimiawi ditemukan pH urin lebih dari

7,6 menunjukkan adanya pertumbuhan kuman pemecah urea dan

kemungkinan terbentuk batu fosfat. Bisa juga pH urin lebih asam dan

kemungkinan terbentuk batu asam urat.

Pemeriksaan faal ginjal bertujuan untuk mencari kemungkinan

terjadinya penurunan fungsi ginjal dan untuk mempersiapkan pasien

menjalani pemeriksaan foto PIV. Proteinuria juga disebut albuminuria

adalah kondisi abnormal dimana urin berisi sejumlah protein. Kebanyakan

protein terlalu besar untuk melewati filter ginjal ke dalam urin. Namun,

protein dari darah dapat bocor ke dalam urin ketika glomeruli rusak.

Proteinuria merupakan tanda penyakit ginjal kronis (CKD), yang dapat

disebabkan oleh diabetes, tekanan darah tinggi, dan penyakit yang

menyebabkan peradangan pada ginjal. Sebagai akibat fungsi ginjal

menurun, jumlah albumin dalam urin akan meningkat. Perlu juga diperiksa

kadar elektrolit yang diduga sebagai faktor penyebab timbulnya batu

saluran kemih, antara lain kalsium, oksalat, fosfat, maupun urat.

Page 29: Case Ureterolithiasis

Pemeriksaan darah lengkap, dapat menentukan kadar hemoglobin

yang menurun akibat terjadinya hematuria. Bisa juga didapatkan jumlah

lekosit yang meningkat akibat proses peradangan di ureter.

b. Radiologis

Foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya

batu radioopak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan

kalsium fosfat bersifat radioopak, sedangkan batu asam urat bersifat radio

lusen.

Foto BNO-IVP untuk melihat lokasi batu, besarnya batu, apakah

terjadi bendungan atau tidak. Pada gangguan fungsi ginjal maka IVP tidak

dapat dilakukan, pada keadaan ini dapat dilakukan retrograde pielografi

atau dilanjutkan. Dengan anterograd pielografi, bila hasil retrograd

pielografi tidak memberikan informasi yang memadai. Pada foto BNO batu

yang dapat dilihat disebut sebagai batu radioopak, sedangkan batu yang

tidak tampak disebut sebagai batu radiolusen. Berikut ini adalah urutan batu

menurut densitasnya, dari yang paling opak hingga yang paling bersifat

radiolusen, kalsium fosfat(opak), kalsium oxalat(opak), Magnesium (semi

opak), amonium fosfat (semi opak), sistin(non opak), asam urat (non opak),

Pielografi Intravena (IVP)

Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan, fungsi ginjal.

Juga untuk mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu non-opak

yang, tidak terlihat oleh foto polos abdomen.

Ullrasonografi

USG dikerjakan bila tidak mungkin menjalani pemeriksaan IVP yaitu

pada keadaan seperti allergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang

menurun dan pada wanita yang sedang hamil. Terlihat pada gambar echoic

shadow jika terdapat batu.

CT-scan

Page 30: Case Ureterolithiasis

Teknik CT-scan adalah tehnik pemeriksaan yang paling baik untuk

melihat gambaran semua jenis batu dan juga dapat terlihat lokasi dimana

terjadinya obstruksi.

II.2.8. DIAGNOSIS BANDING

Beberapa diagnosa banding dari batu kandung kemih antara lain ialah:

1. Kolik Ginjal dan Ureter

2. Hematuria

Bila terjadi hematuri perlu dipertimbangkan kemungkinan keganasan

apalagi bila hematuria terjadi tanpa nyeri. Selain itu batu saluran kemih

yang bertahun-tahun, dapat menyebabkan terjadinya tumor yang

umumnya karsinoma epidermoid, akibat rangsangan dan inflamasi.

3. Tumor ginjal

Pcrlu dipertimbangkan kemungkinan tumor ginjal mulai dari jenis

ginjal polikistik hingga tumor Grawitz, bila ada batu ginjal dengan

hidronefrosis.

4. Tumor ureter

Pada batu ureter, terutama dari jenis radiolusent, bila disertai

hematuria yang tidak disertai dengan kolik, perlu dipertimbangkan

kemungkinan tumor ureter walaupun tumor ini jarang ditemukan.

5. Tumor kandung kemih

Perlu dibandingkan dengan tumor kandung kemih terutama bila batu

yang terdapat dari jenis radiolusen.

II.2.9. PENYULIT

Komplikasi batu saluran kemih biasanya obstruksi, infeksi sekunder, dan

iritasi yang bekepanjangan pada urotelium yang dapat menyebabkan tumbuhnya

keganasan yang sering berupa karsinoma epidermoid.

Sebagai akibat obstruksi, khususnya di ginjal atau ureter, dapat terjadi

hidronefrosis dan kemudian berlanjut dengan atau tanpa pionefrosis yang

berakhir dengan kegagalan faal ginjal yang terkena. Bila terjadi pada kedua

ginjal, akan timbul uremia karena gagal ginjal total. Hal yang sama dapat juga

Page 31: Case Ureterolithiasis

terjadi akibat batu kandung kemih, lebih-lebih bila batu tersebut membesar

sehingga juga menganggu aliran kemih dari kedua orfisium ureter.

Khusus pada batu uretra dapat terjadi divertikulum uretra. Bila obstruksi

berlangsung lama, dapat terjadi ekstravasasi kemih dan terbentuklah fistula yang

terletak proksimal dari batu ureter

II.2.10. TATALAKSANA

Medikamentosa

Ditujukan untuk batu yang ukurannya < 5 mm, karena batu diharapkan

dapat keluar spontan. Terapi yang diberikan bertujuan mengurangi nyeri,

memperlancar aliran urine dengan pemberian diuretikum, dan minum banyak

supaya dapat mendorong batu keluar. Dapat juga diberi pelarut batu seperti batu

asam urat yang dapat dilarutkan dengan pemberian bikarbonas natrikus disertai

makanan alkalis.

ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsi)

Alat ESWL adalah pemecah batu yang yang diperkenalkan pertama kali

oleh Caussy pada tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter

proksimal, atau batu buli-buli tanpa melalui tindakan invasif atau pembiusan.

Prinsip dari ESWL adalah memecah batu menjadi fragmen-fragmen kecil dengan

menggunakan gelombang kejut yang dihasilkan oleh mesin dari luar tubuh,

sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih.

Komplikasi ESWL untuk terapi batu ureter hampir tidak ada. Tetapi SWL

mempunyai beberapa keterbatasan, antara lain bila batunya keras ( misalnya

kalsium oksalat monohidrat ) sulit pecah dan perlu beberapa kali tindakan. Juga

pada orang gemuk mungkin akan kesulitan. Penggunaan ESWL untuk terapi

batu ureter distal pada wanita dan anak-anak juga harus dipertimbangkan

dengan serius. Sebab ada kemungkinan terjadi kerusakan pada ovarium.

Meskipun belum ada data yang valid, untuk wanita di bawah 40 tahun sebaiknya

diinformasikan sejelas-jelasnya.

Page 32: Case Ureterolithiasis

Gambar 9: Extracorporeal Shock Wave Lithotripsi Gambar 2.8. ESWL

Endourologi

1. Ureteroskopi atau uretero-renoskopi: memasukkan alat ureteroskopi per

uretram guna melihat keadaan ureter atau sistem pielokaliks ginjal. Dengan

memakai energi tertentu, batu yang berada di dalam ureter maupun sistem

pelvikalises dapat dipecah melalui tuntutan ureteroskopi atau uretero-

renoskopi ini.

2. PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) : mengeluarkan batu yang berada di

saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke sistem kaliks

melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih

dahulu.

3. Litotripsi : yaitu memecah batu bull-buli atau batu uretra dengan memasukkan

alat pemecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli. Pecahan batu dikeluarkan

dengan evakuator Ellik.

4. Ekstraksi Dormia : mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya dengan

keranjang Dormia.

Page 33: Case Ureterolithiasis

BAB III

ANALISIS MASALAH

Diagnosis ureterolitiasis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pasien merupakan seorang laki-laki, usia 57

tahun. Hal ini sesuai dengan data epidemiologi terjadinya batu saluran kemih di

negara berkembang yaitu lebih sering terjadi pada laki-laki dari pada wanita

dengan rasio 3:1. Jenis kelamin laki-laki merupakan faktor risiko intrinsik

terjadinya batu saluran kemih pada kasus ini. Dalam literature didapatkan bahwa

estrogen meningkatkan ekskresi sitrat dan menjadi faktor yang menghambat

timbulnya batu pada wanita, terutama selama kehamilan. (Emil, 2008, Jack W,

2008).

Adapun faktor risiko ekstrinsik yang terdapat pada kasus ini adalah sejak

kecil pasien mempunyai kebiasaan jarang minum air putih dan lebih suka minum

air teh manis. Kurangnya asupan air dan tingginya kadar oksalat dalam teh yang

sering dikonsumsi pasien . Diet berdampak pada jumlah oksalat yang ditemukan

dalam urin. Setelah diserap melalui usus halus, oksalat tidak dimetabolisme dan

diekskresikan hampir secara eksklusif oleh tubulus proksimal. Oleh karena itu

dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih. (R. Sjamsuhidayat, 2005).

Dari pemeriksaan foto abdomen dan juga menunjukan adanya batu pada

saluran kemih pasien.

Page 34: Case Ureterolithiasis

DAFTAR PUSTAKA

1. Fisher WE dkk. Pancreas. In : Schwartz’s Manual of Surgery. Edisi ke-8.

New York: The

2. Lindseth GN. (2006) Gangguan Sistem Ginjal . Dalam: Price SA, Wilson

LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Volume 2. Edisi

ke-6. Jakarta; EGC

3. McGraw Hill Companies; 2006. hal 2829 -2859.Gardjito W. Urolitiasis.

Dalam : Sjamsuhidajat R, dkk, (editor). Buku Ajar Ilmu Bedah. Buku II,

Edisi kedua. Jakarta: EGC ; 2005. hal : 756 – 764

4. Netter FH. Atlas of Human Anatomy. 4th ed. US: Saunders; 2006.

5. Purnomo BB. Dasar – Dasar Urologi. Edisi kedua. Jakarta : Sagung Seto ;

2009. hal 57 – 68

6. Scanlon VC, Sanders T. Essential of anatomy and physiology. 5th ed. US:

FA Davis Company; 2007.

7. Sja’bani M. Batu Saluran Kemih. Dalam: Sudoyo AW dkk. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Jilid 1. Edisi keempat. Jakarta : Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI ; 2006. hal 574 -584

8. Tanagho ME dkk. Urinary tract obstruction. In : Tanagho ME dkk, (editor).

Smith General Urology, Edisi ke tujuh belas. USA: The McGraw Hill

Companies; 2008. Hal 179-188

9. Van de Graaf KM. Human anatomy. 6th ed. US: The McGraw-Hill

Companies; 2001.

Page 35: Case Ureterolithiasis