case ureterolithiasis
TRANSCRIPT
BAB I
ILUSTRASI KASUS
I.A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Usia : 57 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat :Jl. Bratafena XVI blok U2 no.1
Pekerjaan : pekerja proyek
Status : Menikah
Pendidikan : Tamat SLTA
Agama : Islam
Suku : Jawa
No. RM : 1041983
I.B. ANAMNESIS
Keluhan utama :
Tidak bisa buang air kecil sejak 2 minggu SMRS
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang dengan keluhan tidak bisa buang air kecil sejak 2 minggu
SMRS. 1 minggu sebelum masuk rumah sakit Fatmawati os dibawa ke rumah
sakit lain dan dipasang selang kateter selama 5 hari, pada urin bag tampak urin
berwarna merah. Setelah selang kateter dilepas os kembali tidak bisa buang air
kecil. Pasien juga mengeluh sering anyang-anyangan dan perut bagian bawah
terasa penuh. Sebenarnya keluhan seperti ini dirasakan sejak tahun 2006 silam.
Pasien mengaku sering nyeri saat BAK, anyang-anyangan dan merasa tidak
tuntas setiap kali selesai buang air kecil, dan setiap kali buan air kecil pasien
harus berlari-lari kecil agar kencingnya lancar. Keluhan tidak puas setelah miksi,
pancaran miksi lemah, sering buang air kecil di malah hari dengan frekuensi 4-5x
setiap malam juga diakui oleh pasien.
Pada saat tahun 2006 silam, pasien memiliki keluhan yang sama, sulit
buang air kecil dan perutnya terasa penuh, keluhan anyang-anyangan pun
dimulai saat itu juga. Karena keluhan tersebut akhirnya pasien mengkonsumsi
obat-obat china. Setelah meminum obat china tersebut pasien mengaku saat
berkemih mengeluarkan batu kecil. Nyeri pinggang (+) tidak menjalar pada
pinggang kirinya, nyeri bersifat terus menerus. Pasien juga sering mengeluh
badan terasa sumeng. Mual (+), muntah (+),
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat batu ginjal pada tahun 2006
Terdapat riwayat diabetes mellitus
Riwayat hipertensi diakui pasien
Riwayat Stroke disangkal
Riwayat Asma, Alergi disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat hipertensi (+)
Riwayat penyakit Ginjal disangkal
Riwayat Stroke disangkal
Riwayat Asma, Alergi disangkal
Riwayat kebiasaan :
Sejak bekerja sebagai pegawai di proyek pasien mengaku jarang untuk
minum air Putih. Dalam sehari pasien hanya mengkonsumsi air putih sebanyak ±
4 gelas aqua. Pasien juga sering menahan untuk buang air kecil.
I.C. PEMERIKSAAN FISIK
Status generalis
Keadaan Umum
Kesadaran : kompos mentis
Kesan sakit : sakit sedang
Sikap pasien : kooperatif
Tanda vital:
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Nadi : 90 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu tubuh : 37,5º C
Kepala :
- Bentuk normocephali
- Rambut hitam, tebal, distribusi merata
Wajah :
- terlihat simetris
- warna kulit tidak anemis, tidak sianosis, tidak ikterik
Mata :
- Alis mata hitam, tebal, distribusi merata
- Konjungtiva pucat -/-, Sklera tidak ikterik
- Refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung +/+
Telinga :
- bentuk telinga simetris dan normotia
- Tidak ada nyeri tarik
- Tidak ada nyeri tekan pada tragus dan mastoid
- sekret (-)
Hidung :
- Hidung simetris
- Tidak ada deviasi septum, sekret -/-
Mulut dan tenggorokan :
- bibir terlihat simetris
- tidak kering, tidak pecah-pecah, tidak sianosis
- Tonsil T1/T1
Leher :
- trakea lurus di tengah
- tidak teraba pembesaran KGB
- tidak terlihat pembesaran tiroid
Paru:
- Inspeksi : pergerakan dada simetris saat stastis dan dinamis.
- Palpasi : vokal fremitus teraba simetris
- Perkusi : sonor dikedua lapang paru
- Auskultasi : suara napas vesikuler, ronki-/-,wheezing -/-
Jantung :
- Inspeksi : ictus cordis terlihat
- Palpasi : 2 jari medial garis midclavicularis kiri di ICS 5
- Perkusi : Batas jantung kanan : garis sternalis dextra. Batas jantung
kiri : ICS 5, 2 jari medial linea midclavicularis sinistra.
- Auskultasi : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-).
Abdomen
- Inspeksi : tegang, tidak tampak ascites, spider nevi (-).
- Auskultasi : bising usus (+) normal
- Palpasi : lemas, tidak ada defence muskular, NT (+), NL(-), hepar &
lien: tidak ada pembesaran
- Perkusi : timpani
Ekstremitas
- Akral hangat, edema tungkai -/- , tidak ada deformitas,
- Tonus otot baik.
Status Urologis
Regio CVA
- Inspeksi : tidak tampak adanya massa
- Palpasi bimanual : ( - / - )
- Nyeri tekan : ( +/ - )
- Nyeri ketuk : ( +/ - )
Regio suprasimfisis
- Inspeksi : tidak tampak adanya massa, tidak teraba penuh
- Palpasi : nyeri tekan ( - )
- Perkusi : nyeri ketuk ( - )
Regio genitalia eksterna
- Inspeksi : tanda radang (-), darah (-). sekret (-). jejas (-), terpasang
kateter
- Palpasi : nyeri tekan (-), suhu sama dengan sekitar
I.D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (25 Januari 2011)
Pemeriksaan Hasil Nilai normal
Hematologi
- Hemoglobin
- Hematokrit
- Leukosit
- Eritrosit
- Trombosit
14,3
43
30,8
5.15
401
13.2-17.3 g/dl
33-45 %
5-10 ribu/Ul
4.40-5.90 ribu/Ul
150-440 ribu
VER/HER/ KHER/RDW
- VER
- HER
- KHER
- RDW
51,9
27.8
30.2
14.6
80.0-100.0 fl
26.0-34.0
32.0-36
11.5-14.5 %
Kimia Klinik
Fungsi Hati - SGOT
- SGPT
23
15
0-34 U/l
0-40 U/l
Fungsi Ginjal- Ureum Darah
- Creatinin Darah45
2.1
20-40 mg/dl
0.6-1.5 mg/dl
Diabetes - Gula darah sewaktu
121 70-140 mg/dl
Elektrolit
- Natrium
- Kalium
- Klorida
139
3.94
107
135 - 147
3.10 -5.10 mmol/L
95 -108 mmol/L
Gas Darah
- pH
- PCO 2
- PO 2
- HCO 3
- O2 Saturasi
- BE (base Excess)
- Total CO 2
7, 420
30,5
70,2
19,3
94,6
-3,9
20,3
7,370 – 7,640 mmHg
35,0 – 45,0 mmHg
21,0-28,0 mmol/L
83,0 – 108,0 mmHg
95,0 - 99,0%
-2,5 -2,5 mmol/L
19,0 – 24 mmol/L
Hematologi, Hemostasis
- APTT
- Kontrol APTT
- PT
- Kontrol PT
- INR
49,4
33,8
15,0
13,6
1,14
27,4 – 39,3 /detik
-
11,3 – 14,7 / detik
-
-
Foto abdomen
Deskripsi:
Preperitoneal fat baik
Distribusi udara usus normal
Hasil : tampak bayangan batu opaque pada ureterovesico junction.
I.E. RESUME
Tn. S, 57 tahun, datang dengan keluhan utama retensio urin sejak 92
minggu SMRS. Perut bagian bawah pasien nyeri. Sejak 5 tahun yang lalu,
pasien mengaku sering disuri, Hematuri (+). Nyeri pinggang saat itu disangkal.
2 minggu SMRS, retensio urin memberat , pancaran kencing menjadi
lancar jika pasien berlari-lari kecil dan pernah seperti ada batu yang keluar saat
miksi. Sering merasa tidak tuntas selepas berkemih. Nyeri pinggang (+) pada
pinggang kirinya, terus menerus dan tidak menjalar .Pasien kadang terbangun
pada malam hari karena nocturia.
Sejak kecil pasien mempunyai kebiasaan jarang minum air putih dan
Sering menahan keinginan untuk miksi
Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
Tanda vital
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 90 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu tubuh : 37,5º C
Status generalis : dalam batas normal
Status urologis :
Regio CVA
- Nyeri tekan ( +/ - )
- Nyeri ketuk ( +/ - )
Regio suprasimfisis
- Nyeri tekan ( - )
- Nyeri ketuk ( - )
Regio genital : terpasang kateter
Pemeriksaan Penunjang :
Pemeriksaan Laboratorium Darah
Leukosit 30.800 / uL, Ureum darah 45 mg/dl, Creatinin darah, PCO2 30,5 mmHg,
PO2 70,2 mmol/L, 19,3 mmHg, BE -3,9 mmol/L, APTT 49,4/detik
Foto Abdomen
Hasil : tampak bayangan batu opaque pada ureterovesico junction.
I.F. DIAGNOSIS KERJA
Ureterolith, Infeksi saluran kemih, hipertensi stage 1 (Jnc VII).
I.G. PENATALAKSANAAN
Penanganan batu saluran kemih : ureterolithotomi
Penanganan pada hipertensi : diberi anti hipertensi (misalnya amlodipin
10 mg 1x/hari)
I.H. PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad malam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. ANATOMI SISTEM KEMIH
Organ urinaria terdiri atas ginjal beserta salurannya, ureter, buli-buli dan
uretra.
Ginjal
Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga
retroperitoneal bagian atas. Berbentuk menyerupai kacang dengan sisi ceungnya
menghadap ke medial. Pada sisi ini terdapat hilus ginjal yaitu tempat struktur
pembuluh darah,sitem limfatik sistem saraf, dan ureter menuju dan
meninggalkan ginjal. (Purnomo BB, 2009 )
Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah dibanding ginjal kiri, hal ini
disebabkan adanya hati yang mendesak ginjal sebelah kanan. Kutub atas ginjal
kiri adalah tepi atas iga 11 (vertebra T12), sedangkan kutub atas ginjal kanan
adalah tepi bawah iga 11 atau iga 12. Adapun kutub bawah ginjal kiri adalah
processus transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari krista iliaka) sedangkan
kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan vertebra L3. (Netter, 2006)
Gambar 2.1. Anatomi Sistem Kemih
Secara anatomis ginja lterbagi menjadi beberapa bagian :
1. Korteks. Di dalam korteks terdapat berjuta-juta nefron. Nefron adalah unit
fungsional terkecil ginjal yang terdiri atas:
a. korpus renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman),
b. tubulus kontortus proksimal
c. lengkung henle
d. tubulus kontortus distal
e. tubulus pengumpul
2. Medula, yang terdiri dari 9-14 piramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus
rektus, lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus colligent).
3. Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara piramid ginjal
4. Processus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah
korteks
5. Hilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah, serabut
saraf atau duktus memasuki/meninggalkan ginjal.
6. Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus
pengumpul dan calix minor.
7. Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.
8. Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.
9. Pelvis renalis, yaitu bagian yang menghubungkan calix mayor dan ureter.
(Netter, 2006, urologi):
Gambar 2.2. Bagian-bagian Ginjal
Berdasarkan letaknya nefron dapat dibagi menjadi:
1. nefron kortikal, yaitu nefron di mana korpus renalisnya terletak di korteks
yang relatif jauh dari medula serta hanya sedikit saja bagian lengkung
Henle yang terbenam pada medula, dan
2. nefron juxta medula, yaitu nefron di mana korpus renalisnya terletak di
tepi medula, memiliki lengkung Henle yang terbenam jauh ke dalam
medula dan pembuluh-pembuluh darah panjang dan lurus yang disebut
sebagai vasa rekta. (Scanlon VC, 2007, Sanders T, 2007)
Ginjal diperdarahi oleh a/v renalis. A. renalis merupakan percabangan dari
aorta abdominal, sedangkan v.renalis akan bermuara pada vena cava inferior.
Setelah memasuki ginjal melalui hilus, a.renalis akan bercabang menjadi arteri
sublobaris yang akan memperdarahi segmen-segmen tertentu pada ginjal, yaitu
segmen superior, anterior-superior, anterior-inferior, inferior serta posterior.
(Netter, 2006)
Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis. Untuk persarafan
simpatis ginjal melalui segmen T10-L1 atau L2, melalui n.splanchnicus major,
n.splanchnicus imus dan n.lumbalis. Saraf ini berperan untuk vasomotorik dan
aferen viseral. Sedangkan persarafan simpatis melalui n.vagus. (Netter, 2006)
Ureter
Ureter adalah organ berbentuk tabung kecil yang berfungsi mengalirkan
urin dari pelvis renalis menuju vesica urinaria. Pada orang dewasa panjangnya
kurang lebih 20 cm. berjumlah sepasang dan terletak retroperitoneal. (Netter,
2006)
Ureter setelah keluar dari ginjal (melalui pelvis) akan turun di depan
m.psoas major, lalu menyilangi pintu atas panggul dengan a.iliaca communis.
Adanya katup uretero-vesical mencegah aliran balik urine setelah memasuki
kandung kemih. Sepanjang perjalanan dari pelvis renalis menuju vesica urinaria ,
secara anatomis terdapat beberapa tempat yang ukuran diameternya relative
lebih sempit daripada di tempat lain, sehingga batu yang berasal dari ginjal
sering kali tersangkut di tempat itu. Tempat – tempat tersebut antara lain:
perbatasan pelvis renalis dan ureter ( pelvi-ureter junction ), tempat ureter
menyilang arteri iliaka di rongga pelvis, dan saat ureter masuk ke buli-buli.
(Purnomo BB, 2009)
Ureter diperdarahi oleh cabang dari a.renalis, aorta abdominalis, a.iliaca
communis, a.testicularis/ovarica serta a.vesicalis inferior. Sedangkan persarafan
ureter melalui segmen T10-L1 atau L2 melalui pleksus renalis, pleksus aorticus,
serta pleksus hipogastricus superior dan inferior. (Netter, 2006)
Gambar 2.3 Bagian-bagian ureter
Vesika Urinaria
Vesica urinaria, merupakan tempat untuk menampung urin yang berasal
dari ginjal melalui ureter, untuk selanjutnya diteruskan ke uretra dan lingkungan
eksternal tubuh melalui mekanisme miksi ( berkemih ). Dalam menampung urin,
buli – buli mempunyai kapasitas maksimal, yang volumenya untuk orang dewasa
kurang lebih 33-450 ml. Vesica urinaria terletak di lantai pelvis (pelvic floor),
bersama-sama dengan organ lain seperti rektum, organ reproduksi, bagian usus
halus, serta pembuluh-pembuluh darah, limfatik dan saraf. (Scanlon VC, 2007,
Sanders T, 2007)
Pada saat kosong, buli-buli terletak di belakang simpisis pubis dan pada
saat penuh berada di atas simpisis sehingga dapat di palpasi dan diperkusi.
Dinding vesica urinaria terdiri dari otot m.detrusor (otot spiral, longitudinal,
sirkular). Terdapat trigonum vesicae pada bagian posteroinferior dan collum
vesicae. Trigonum vesicae merupakan suatu bagian berbentuk mirip-segitiga
yang terdiri dari orifisium kedua ureter dan collum vesicae, bagian ini berwarna
lebih pucat dan tidak memiliki rugae walaupun dalam keadaan kosong. (Scanlon
VC, 2007, Sanders T, 2007)
Vesicae urinaria diperdarahi oleh a.vesicalis superior dan inferior. Namun
pada perempuan, a.vesicalis inferior digantikan oleh a.vaginalis. (Netter, 2006)
Sedangkan persarafan pada vesica urinaria terdiri atas persarafan
simpatis dan parasimpatis. Persarafan simpatis melalui n.splanchnicus minor,
n.splanchnicus imus, dan n.splanchnicus lumbalis L1-L2. Adapun persarafan
parasimpatis melalui n.splanchnicus pelvicus S2-S4, yang berperan sebagai
sensorik dan motorik. (Netter, 2006)
Gambar 2.4. Vesika Urinaria
Uretra
Uretra merupakan saluran yang membawa urin keluar dari vesica urinaria
menuju lingkungan luar. Terdapat beberapa perbedaan uretra pada pria dan
wanita. Pada pria memiliki dua otot sphincter yaitu m.sphincter interna (otot polos
terusan dari m.detrusor dan bersifat involunter) dan m.sphincter externa (di
uretra pars membranosa, bersifat volunter), sedangkan pada wanita hanya
memiliki m.sphincter externa (distal inferior dari kandung kemih dan bersifat
volunter). (Van de Graaf KM, 2001)
Pada pria, uretra dapat dibagi atas pars pre-prostatika, pars prostatika,
pars membranosa dan pars spongiosa.
Pars pre-prostatika (1-1.5 cm), merupakan bagian dari collum vesicae dan
aspek superior kelenjar prostat. Pars pre-prostatika dikelilingi otot m.
sphincter urethrae internal yang berlanjut dengan kapsul kelenjar prostat.
Bagian ini disuplai oleh persarafan simpatis.
Pars prostatika (3-4 cm), merupakan bagian yang melewati/menembus
kelenjar prostat. Bagian ini dapat lebih dapat berdilatasi/melebar
dibanding bagian lainnya.
Pars membranosa (12-19 mm), merupakan bagian yang terpendek dan
tersempit. Bagian ini menghubungkan dari prostat menuju bulbus penis
melintasi diafragma urogenital. Diliputi otot polos dan di luarnya oleh
m.sphincter urethrae eksternal yang berada di bawah kendali volunter
(somatis).
Pars spongiosa (15 cm), merupakan bagian uretra paling panjang,
membentang dari pars membranosa sampai orifisium di ujung kelenjar
penis. Bagian ini dilapisi oleh korpus spongiosum di bagian luarnya.
Sedangkan uretra pada wanita berukuran lebih pendek (3.5 cm) dibanding
uretra pada pria. Setelah melewati diafragma urogenital, uretra akan bermuara
pada orifisiumnya di antara klitoris dan vagina (vagina opening). Terdapat m.
spchinter urethrae yang bersifat volunter di bawah kendali somatis, namun tidak
seperti uretra pria, uretra pada wanita tidak memiliki fungsi reproduktif.
Gambar 2.5. Uretra Wanita 2.6 Uretra Pria
Sedangkan uretra pada wanita berukuran lebih pendek (3.5 cm) dibanding
uretra pada pria. Setelah melewati diafragma urogenital, uretra akan bermuara
pada orifisiumnya di antara klitoris dan vagina (vagina opening). Terdapat m.
spchinter urethrae yang bersifat volunter di bawah kendali somatis, namun tidak
seperti uretra pria, uretra pada wanita tidak memiliki fungsi reproduktif. (Van de
Graaf KM, 2001)
II.2. BATU SALURAN KEMIH
II.2.1. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi batu saluran kemih di USA sekitar 10%, dan dengan insidens
0,2 %. Insidens batu saluran kemih di negara maju lainnya lebih banyak terjadi
pada saluran kemih atas, berbeda dengan di negara berkembang mayoritas
terjadi di kandung kemih. Batu saluran kemih lebih sering ditemukan di Asia dan
Afrika, dan Amerika Utara. Secara umum, urolitiasis lebih sering terjadi pada laki-
laki(rasio 3:1). Gejala pada penyakit umumnya muncul pada umur 20-49 tahun,
walaupun pada umur 50 tahun juga jarang terjadi.
Di Indonesia penyakit batu saluran kemih masih menempati porsi terbesar
dari jumlah pasien di klinik urologi. Insidensi dan prevalensi yang pasti dari
penyakit ini di Indonesia belum dapat ditetapkan secara pasti. Sekitar 1 di antara
1000 pria dan 1 dari 3000 wanita datang dengan keluhan utama batu ginjal yang
pertama dalam satu tahun. Lima belas persen mengalami batu rekuren dalam
waktu setahun setelah keluhan pertama, 30% dalam 5 tahun.
Dari data dalam negeri yang pernah dipublikasi didapatkan peningkatan
jumlah penderita batu ginjal yang mendapat tindakan di RSUPN-Cipto
Mangunkusumo dari tahun ke tahun mulai 182 pasien pada tahun 1997 menjadi
847 pasien pada tahun 2002.
II.2.2. ETIOLOGI
Etiologi pembentukan batu meliputi idiopatik, gangguan aliran kemih,
gangguan metabolisme, infeksi saluran kemih oleh mikroorganisme berdaya
membuat urease (Proteus mirabilis), dehidrasi, benda asing, jaringan mati
(nekrosis papil) dan multifaktor. (R. Sjamsuhidayat, 2005)
1. Gangguan aliran urin
a. Fimosis
b. Hipertrofi prostate
c. Refluks vesiko-uretral
d. Striktur meatus
e. Ureterokele
f. Konstriksi hubungan ureteropelvik
2. Gangguan metabolisme
Menyebabkan ekskresi kelebihan bahan dasar batu
a. Hiperkalsiuria
b. Hiperuresemia
c. Hiperparatiroidisme
3. Infeksi saluran kemih oleh mikroorganisme berdaya membuat urease
4. Dehidrasi
a. Kurang minum, suhu lingkungan tinggi
5. Benda asing
a. Fragmen kateter, telur sistosoma
6. Jaringan mati (nekrosis papil)
7. Multifaktor
a. Anak di negara berkembang
b. Penderita multitrauma
8. Batu idiopatik
(R. Sjamsuhidayat, 2005)
Terdapat beberapa faktor yang mempermudahkan terjadinya batu saluran
kemih pada seseorang, yaitu :
Beberapa faktor ekstrinsik adalah :
1. Geografi pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu
saluran kemih yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal
sebagai daerah stone belt, sedangkan daerah Bantu di Afrika selatan
hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih.
2. Iklim dan temperatur
3. Asupan air kurangnya asupan air dan tinggi kadar mineral kalsium
pada air yang dikosumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih
4. Diet diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya
batu saluran kemih
5. Pekerjaan penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya
banyak duduk atau kurang aktivitas atau sedentary life. Immobilisasi lama
pada penderita cedera dengan fraktur multipel atau paraplegia yang
menyebabkan dekalsfikasi tulang dengan peningkatan ekskresi kalsium
dan stasis sehingga presipitasi batu mudah terjadi. (R. Sjamsuhidayat,
2005)
Faktor intrinsik antara lain adalah :
1. Umur penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun
2. Jenis kelamin jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak
dibandingkan pasien perempuan
3. Herediter penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya(R.
Sjamsuhidayat, 2005)
II.2.3. Patogenesis
Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama
pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urin (stasis urin).,
yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada
pelvikalises (stenosis uretero-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis
seperti pada hiperplasia prostat benigna, striktura dan buli-buli neurogenik
merupakan keadaan-keadaan yang mempermudahkan terjadinya pembentukan
batu. (Purnomo BB, 2009)
Beberapa teori pembentukan batu adalah :
a. Teori Nukleasi
Batu terbentuk di dalam urine karena adanya inti batu (nukleus).
Agregat polikristalin terdiri dari berbagai macam jumlah kristaloid dan
matriks organik. Pembentukan batu memerlukan keadaan supersaturasi
urin. Supersaturasi tergantung pada pH urin, kekuatan ion, konsentrasi zat
terlarut, dan kompleksasi. Kekuatan ion terutama ditentukan oleh
konsentrasi relatif ion monovalen. Dengan meningkatnya kekuatan ion,
koefisien aktivitas menurun. Koefisien aktivitas mencerminkan availibilitas
ion tertentu. Peran konsentrasi zat terlarut jelas, yaitu semakin besar
konsentrasi 2 ion, semakin besar pula kemungkinannya untuk
mengendap. Konsentrasi ion rendah menyebabkan saturasi menurun dan
meningkatkan kelarutan. Dengan meningkatnya konsentrasi ion, produk
aktivitas mencapai suatu titik tertentu yang disebut produk kelarutan .
Konsentrasi di atas titik ini metastabil dan mampu menginisiasi
pertumbuhan kristal dan nukleasi heterogen. Karena zat terlarut menjadi
lebih terkonsentrasi, produk aktivitas akhirnya mencapai produk formasi.
Tingkat supersaturasi yang melebihi titik ini tidak stabil, dan dapat terjadi
nukleasi homogen spontan. (Emil, 2008, Jack W, 2008)
Faktor lain yang berperan utama dalam pembentukan batu saluran
kemih antara lain kompleksitas. Kompleksitas mempengaruhi availibilitas
ion tertentu. Sebagai contoh, natrium membentuk kompleks dengan
oksalat dan menurunkan bentuk ion bebasnya, sedangkan sulfat
membentuk kompleks dengan kalsium. Teori nukleasi menunjukkan
bahwa batu saluran kemih berasal dari kristal atau benda asing yang
mengendap dalam urin supersaturasi. Batu terutama terdiri dari
komponen kristalin. Beberapa langkah terlibat dalam pembentukan batu,
yaitu nukleasi, pertumbuhan, dan agregasi. (Emil, 2008, Jack W, 2008)
b. Teori Matriks
Jumlah komponen matriks nonkristalin pada batu saluran kemih
bervariasi sesuai jenis batu, umumnya berkisar antara 2-10% menurut
beratnya. Hal ini lebih didominasi oleh protein, dengan sejumlah kecil
heksosa dan heksosamin. Jenis batu yang jarang terjadi, dan biasa
disebut kalkulus matriks, berkaitan dengan pembedahan ginjal
sebelumnya atau infeksi saluran kemih kronik, dan mempunyai tekstur
gelatin. Pemeriksaan histologi menunjukkan laminasi dengan sedikit
kalsifikasi. Pada foto polos abdomen, kalkuli matriks biasanya
menunjukkan radiolusen dan sulit dibandingkan dengan filling defect
lainnya, seperti bekuan darah, tumor saluran atas, dan lain sebagainya.
Computed tomography (CT) menunjukkan kalsifikasi dan dapat
membantu untuk konfirmasi diagnosis. (Emil, 2008, Jack W, 2008)
Peran matriks dalam proses inisiasi batu saluran kemih tidak
diketahui. Hal itu mungkin dapat berfungsi sebagai kerangka tempat
agregasinya kristal atau mungkin sebagai lem alami untuk
menempelkan komponen kristal kecil, dengan demikian dapat
menghalangi aliran saluran kemih. (Emil, 2008, Jack W, 2008)
c. Penghambatan kristalisasi
Urine orang normal mengandung zat penghambat pembentuk
kristal, antara lain magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan
beberapa peptida. Jika kadar salah satu atau beberapa zat itu
berkurang, akan memudahkan terbentuknya batu di dalam saluran
kemih. Ion magnesium (Mg++) dikenal dapat menghambat pembentukan
batu karena jika berikatan dengan oksalat, membentuk garam
magnesium oksalat sehingga jumlah oksalat yang akan berikatan
dengan kalsium (Ca++) untuk membentuk kalsium oksalat menurun.
Demikian pula sitrat jika berikatan dengan Ca++ membentuk garam
kalsium sitrat; sehingga jumlah kalsium yang berikatan dengan oksalat
ataupun fosfat berkurang. Hal ini menyebabkan kristal kalsium oksalat
atau kalsium fosfat jumlahnya berkurang. (Purnomo BB, 2009)
Jaringan abnormal atau mati seperti nefrosis papila pada ginjal dan benda
asing mudah menjadi nidus dan inti batu. Demikian pula telor sistosoma kadang
merupakan nidus batu. (R. Sjamsuhidayat, 2005)
II.2.4. Komposisi batu
a. Batu kalsium
Kalsium merupakan ion utama dalam kristal urin. Hanya 50% kalsium
plasma yang terionisasi dan tersedia untuk filtrasi di glomerulus. Lebih dari
95% kalsium terfiltrasi di glomerulus diserap baik pada tubulus proksimal
maupun distal, dan dalam jumlah yang terbatas dalam tubulus pengumpul.
Kurang dari 2% diekskresikan dalam urin. Banyak faktor yang
mempengaruhi availibilitas kalsium dalam larutan, termasuk kompleksasi
dengan sitrat, fosfat, dan sulfat. Peningkatan monosodium urat dan
penurunan pH urin mengganggu kompleksasi ini, dan oleh karena itu
menginduksi agregasi kristal. (Emil, 2008, Jack W, 2008)
Batu ini paling banyak dijumpai, yaitu kurang lebih 70 – 80 % dari
seluruh batu saluran kemih. Kandungan batu jenis ini terdiri atas kalsium
oksalat, kalsium fosfat, atau campuran dari kedua unsur itu. Predisposisi
kejadian hiperkalsiuria (kadar kalsium di dalam urin lebih besar dari 250 –
300 mg / 24 jam), menurut Pak (1976) terdapat 3 macam penyebab :
a. Hiperkalsiuri absorbtif yang terjadi karena adanya peningkatan
absorbsi kalsium melalui usus.
b. Hiperkalsiuri renal karena adanya gangguan kemampuan
reabsorbsi kalsium melalui tubulus ginjal.
c. Hiperkalsiuri resorptif terjadi karena adanya peningkatan resorpsi
kalsium tulang, yang banyak terjadi pada hiperparatiriodisme
primer atau pada tumor paratiriod.
b. Batu oksalat
Oksalat merupakan produk limbah metabolisme normal dan relatif
tidak terlarut. Normalnya, sekitar 10-15% dari oksalat yang ditemukan
dalam urin berasal dari diet.
Sebagian besar oksalat yang masuk ke usus besar didekomposisi
bakteri. Diet, bagaimanapun dapat berdampak pada jumlah oksalat yang
ditemukan dalam urin. Setelah diserap melalui usus halus, oksalat tidak
dimetabolisme dan diekskresikan
hampir secara eksklusif oleh tubulus proksimal. Adanya kalsium dalam
lumen usus merupakan faktor penting yang mempengaruhi jumlah oksalat
yang diabsorbsi. Pengaturan oksalat dalam urin memainkan peran penting
dalam pembentukan batu kalsium oksalat. Ekskresi normal 20-45 mg/hari
dan tidak berubah secara signifikan menurut usia. Perubahan kecil pada
level oksalat dalam urin dapat menyebabkan dampak dramatis terhadap
supersaturasi kalsium oksalat. Prekursor utama oksalat adalah glisin dan
asam askorbat, namun dampak masuknya vitamin C (<2 g/hari) diabaikan.
Hiperoksaluria (ekskresi oksalat urin yang melebihi 45 g/hari) dapat terjadi
pada pasien dengan gangguan usus, terutama inflammatory bowel disease,
reseksi usus halus, bypass usus dan pasien yang banyak mengonsumsi
makanan yang kaya dengan oksalat, diantaranya adalah : teh, kopi instan,
minuman soft drink, kokoa, arbei, jeruk sitrun, dan sayuran berwarna hijau
terutama bayam.. Batu ginjal terjadi pada 5-10% pasien dengan kondisi ini.
Kalsium intralumen berikatan dengan lemak sehingga menjadi tidak
tersedia untuk mengikat oksalat. Oksalat yang tidak berikatan mudah
diserap. Oksalat yang berlebihan dapat terjadi pencernaan ethylene glycol
(oksidasi parsial oksalat). Hal ini dapat mengakibatkan deposit kristal
kalsium oksalat yang difus dan masif dan kadang-kadang dapat
menyebabkan gagal ginjal. (Emil, 2008, Jack W, 2008)
c. Fosfat
Fosfat merupakan buffer dan berikatan dengan kalsium dalam urin. Ini
adalah komponen penting dari batu kalsium fosfat dan batu amonium
magnesium fosfat. Ekskresi fosfat urin pada orang dewasa normal
berkaitan dengan jumlah diet fosfat (terutama pada daging, produk susu,
dan sayuran). Sejumlah kecil fosfat yang difiltrasi oleh glomerulus secara
dominan diserap kembali oleh tubulus proksimal. Hormon paratiroid
menghambat reabsorpsi ini. Kristal utama yang ditemukan pada mereka
yang hiperparatiroidisme adalah fosfat, dalam bentuk hidroksiapatit, amorf
kalsium fosfat, dan karbonat apatit. (Emil, 2008, Jack W, 2008)
d. Asam urat
Asam urat merupakan produk sampingan dari metabolisme purin.
Sekitar 5 – 10 % dari seluruh batu saluran kemih. Penyakit batu asam urat
banyak diderita oleh pasien – pasien penyakit gout, penyakit
mieloproliferatif, pasien yang mendapatkan terapi antikanker, dan yang
banyak mempergunakan obat urikosurik diantaranya adalah sulfinpirazone,
thiazide dan salisilat. Kegemukan, peminum alkohol dan diet tinggi protein
mempunyai peluang yang lebih besar untuk mendapatkan penyakit ini.
(Emil, 2008, Jack W, 2008)
Asam urat relatif tidak larut di dalam urin sehingga pada keadaan
tertentu mudah sekali membentuk kristal asam urat, dan selanjutnya
membentuk batu asam urat. Faktor yang menyebabkan terbentuknya batu
asam urat adalah (1) urin yang terlalu asam(pH urin <6), (2) volume urin
yang jumlahnya terlalu sedikit (< 2 liter / hari), (3) hiperurikosuri atau kadar
asam urat tinggi (> 850 mg / 24 jam).
Ukuran batu asam urat bervariasi mulai dari ukuran kecil sampai
ukuran besar sehingga membentuk batu staghorn yang mengisi seluruh
pelvikalises ginjal. Tidak seperti batu jenis kalsium yang bentuknya
bergerigi, batu asam urat bentuknya halus dan bulat sehingga sering keluar
spontan. Batu asam urat murni bersifat radiolusen, sehingga pada
pemeriksaan PIV tampak sebagai bayangan filling defect pada saluran
kemih sehingga seringkali harus dibedakan dengan bekuan darah,
bentukan papila ginjal yang nekrosis, tumor, atau benzoar jamur. Pada
pemeriksaan USG memberikan gambaran bayangan akustik (acoustic
shadowing). (Purnomo BB, 2009)
e. Batu struvit
Batu struvit disebut juga sebagai batu infeksi, karena terbentuknya
batu ini disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab
infeksi ini adalah kuman golongan pemecah urea atau urea splitter yang
dapat menghasilkan enzim urease dan merubah urin menjadi bersuasana
basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak, seperti pada reaksi:
CO(NH2)2 + H20 2NH3 + CO2
Suasana basa ini yang memudahkan garam – garam magnesium,
amonium, fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium amonium fosfat
(MAP). Kuman pemecah fosfat anatranya adalah: Proteus spp, Klebsiella,
Serratia, Enterobakter, Pseudomonas dan Stafilokokus. (Purnomo BB,
2009)
f. Batu jenis lain
Batu sistin, batu xanthin, batu triamteren, dan batu silikat sangat
jarang dijumpai. Batu sisitin didapatkan karena kelainan metabolisme sistin,
yaitu kelainan dalam absorbsi sistin di mukosa usus. Demikian batu xanthin
terbentuk karena penyakit bawaan berupa defisiensi enzim xanthin
oksidase yang mengkatalisis perubahan hipoxanthin menjadi xanthin
menjadi asam urat. Pemakaian antasida yang mengandung silikat
(magnesium silikat atau aluminometilsalisilat) yang berlebihan dan dalam
jangka waktu lama dapat menyebabkan timbulnya batu silikat. (Purnomo
BB, 2009)
Keadaan lain yang menyebabkan terjadinya batu saluran kemih adalah :
I. Hipositraturia di dalam urin, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk
kalsium sitrat, sehingga menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau
fosfat. Hal ini dimungkinkan karena ikatan kalsium sitrat lebih mudah larut
daripada kalsium oksalat. Oleh karena itu sitrat bertindak sebagai
penghambat pembentukan batu kalsium. Hipositraturia terjadi pada:
penyakit asidosis tubuli ginjal atau renal tubular acidosis, sindrom
malabsorpsi, atau pemakaian diuretik golongan thiazide dalam jangka
waktu lama. Estrogen meningkatkan ekskresi sitrat dan dapat menjadi
faktor yang mengurangi timbulnya batu pada wanita, terutama selama
kehamilan. Alkalosis juga meningkatkan sitrat ekskresi. (Emil, 2008, Jack
W, 2008)
II. Hipomagnesuria Magnesium bertindak sebagai penghambat timbulnya
batu oksalat, karena dalam urin magnesium bereaksi dengan oksalat
menjadi magnesium oksalat sehingga mencegah ikatan kalsium dengan
oksalat. Penyebab tersering hipomagnesuria adalah penyakit inflamasi
usus (inflamatory bowel disease) yang diikuti dengan gangguan
malabsorbsi. (Purnomo BB, 2009)
II.2.5. BATU GINJAL DAN URETER
Batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada di kaliks,
infundibulum, pelvis ginjal, dan bahkan bisa mengisi seluruh kaliks ginjal. Batu
yang mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal memberikan gambaran
menyerupai tanduk rusa sehingga disebut batu staghorn. Kelainan atau obstruksi
pada sistem pelvikalises ginjal mempermudah timbulnya batu saluran kemih.
Batu yang tidak terlalu besar didorong oleh peristaltik otot-otot sistem
pelvikalises dan turun ke ureter menjadi batu ureter. Tenaga peristaltik ureter
mencoba untuk mengeluarkan batu hingga turun ke buli-buli. Batu yang
ukurannya kecil (<5 mm) pada umumnya dapat keluar spontan sedangkan yang
lebih besar seringkali tetap berada di ureter dan menyebabkan reaksi radang
(periureteritis) serta menimbulkan obstruksi kronis berupa hidroureter atau
hidronefrosis.
Tanda – tanda ureterolitiasis:
1. kolik
a. serangan nyeri
b. mual / muntah
c. kegelisahan
2. nyeri alih ke regio inguinal
3. perut kembung (ileus paralitik)
4. hematuria
5. batu tampak pada pencitraan
Gambaran Klinis
Keluhan yang dialami pasien tergantung pada posisi atau letak batu,
besar batu dan penyulit yang telah terjadi. Keluhan yang paling sering adalah
nyeri pinggang, bisa berupa nyeri kolik atau bukan kolik. Karena peristalsis, akan
terjadi gejala kolik, yakni nyeri yang hilang timbul yang disertai perasaan mual
dengan atau tanpa muntah dengan nyeri alih khas. Selama batu bertahan di
tempat yang menyumbat, selama itu kolik akan berulang – ulang sampai batu
bergeser dan memberi kesempatan air kemih untuk lewat.
Batu yang terletak di sebelah distal ureter dirasakan oleh pasien sebagai
nyeri pada saat berkemih atau sering kencing. Hematuria seringkali dikeluhkan
oleh pasien akibat trauma pada mukosa saluran kemih yang disebabkan oleh
batu. Kadang-kadang hematuria didapatkan dari pemeriksaan urinalisis.
Jika didapatkan demam harus curiga urosepsis dan ini merupakan
kedaruratan di bidang urologi. Dalam hal ini harus secepatnya ditentukan letak
kelainan anatomik pada saluran kemih dan segera dilakukan terapi berupa
drainase dan pemberian antibiotik.
Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan nyeri ketok pada daerah
kosto-vertebra, teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis, terlihat tanda-
tanda gagal ginjal, retensi urin.
Gambar 2.7. Batu saluran kemih
II.2.6. BATU KANDUNG KEMIH
Vesikolitiasis sering terjadi pada pasien yang menderita gangguan miksi
atau terdapat benda asing di buli-buli. Gangguan miksi terjadi pada pasien
hiperplasia prostat, striktur uretra, divertikel buli-buli, atau buli-buli neurogenik.
Kateter yang terpasang pada buli-buli dalam waktu yang lama, adanya benda
asing lain yang secara tidak sengaja masuk ke dalam buli-buli seringkali menjadi
inti untuk terbentuknya batu buli-buli. Selain itu vesikolitiasis dapat berasal dari
batu ginjal atau batu ureter yang turun ke buli-buli.
Gejala khas vesikolitiasis adalah berupa gejala iritasi, antara lain disuria
hingga stranguri, perasaan tidak enak waktu kencing, dan kencing tiba-tiba
berhenti kemudian menjadi lancar kembali dengan perubahan posisi tubuh
ataupun menetes dan disertai dengan nyeri karena batu menghalangi aliran
kemih akibat penutupan leher kandung kemih. Nyeri pada saat miksi sering kali
dirasakan pada ujung penis, skrotum, perineum, pinggang, sampai kaki.
Pada anak, nyeri yang bersangkutan akan menyebabkan anak menarik
penisnya sehingga tidak jarang dilihat penis yang agak panjang. Bila pada sakit
tersebut penderita berubah posisi, suatu saat air kemih akan dapat keluar karena
letak batu yang berpindah. Bila selanjutnya terjadi infeksi sekunder, selain nyeri,
sewaktu miksi juga akan terdapat nyeri menetap suprapubik.
II.2.7. DIAGNOSIS
II.2.7.1. Anamnesis dan Pemeriksaan fisik
Tanda dan gejala penyakit batu saluran kemih ditentukan oleh letaknya,
besarnya, dan morfologinya. Walaupun demikian, penyakit ini mempunyai tanda
umum, yaitu hematuria, baik hematuria nyata maupun mikroskopik. Selain itu,
bila disertai infeksi saluran kemih, dapat juga ditemukan kelainan endapan urin,
bahkan mungkin demam atau tanda sistemik lain.
II.2.7.2. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Pemeriksaan urinalisis makroskopik didapatkan gross hematuria.
Pemeriksaan sedimen urin menunjukkan adanya leukosituria, hematuria,
dan dijumpai kristal-kristal pembentuk batu. 85 % pasien dengan batu ginjal
didapatkan hematuria maksoskopik dan mikroskopik. Namun, tidak
ditemukannya hematuria tidak berarti menghilangkan kemungkinan
menderita batu ginjal. Pemeriksaan kultur urin mungkin menunjukkan
adanya pertumbuhan kuman pemecah urea. (Fisher WE, 2006, R.
Sjamsuhidayat, 2005) Pemeriksaan kimiawi ditemukan pH urin lebih dari
7,6 menunjukkan adanya pertumbuhan kuman pemecah urea dan
kemungkinan terbentuk batu fosfat. Bisa juga pH urin lebih asam dan
kemungkinan terbentuk batu asam urat.
Pemeriksaan faal ginjal bertujuan untuk mencari kemungkinan
terjadinya penurunan fungsi ginjal dan untuk mempersiapkan pasien
menjalani pemeriksaan foto PIV. Proteinuria juga disebut albuminuria
adalah kondisi abnormal dimana urin berisi sejumlah protein. Kebanyakan
protein terlalu besar untuk melewati filter ginjal ke dalam urin. Namun,
protein dari darah dapat bocor ke dalam urin ketika glomeruli rusak.
Proteinuria merupakan tanda penyakit ginjal kronis (CKD), yang dapat
disebabkan oleh diabetes, tekanan darah tinggi, dan penyakit yang
menyebabkan peradangan pada ginjal. Sebagai akibat fungsi ginjal
menurun, jumlah albumin dalam urin akan meningkat. Perlu juga diperiksa
kadar elektrolit yang diduga sebagai faktor penyebab timbulnya batu
saluran kemih, antara lain kalsium, oksalat, fosfat, maupun urat.
Pemeriksaan darah lengkap, dapat menentukan kadar hemoglobin
yang menurun akibat terjadinya hematuria. Bisa juga didapatkan jumlah
lekosit yang meningkat akibat proses peradangan di ureter.
b. Radiologis
Foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya
batu radioopak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan
kalsium fosfat bersifat radioopak, sedangkan batu asam urat bersifat radio
lusen.
Foto BNO-IVP untuk melihat lokasi batu, besarnya batu, apakah
terjadi bendungan atau tidak. Pada gangguan fungsi ginjal maka IVP tidak
dapat dilakukan, pada keadaan ini dapat dilakukan retrograde pielografi
atau dilanjutkan. Dengan anterograd pielografi, bila hasil retrograd
pielografi tidak memberikan informasi yang memadai. Pada foto BNO batu
yang dapat dilihat disebut sebagai batu radioopak, sedangkan batu yang
tidak tampak disebut sebagai batu radiolusen. Berikut ini adalah urutan batu
menurut densitasnya, dari yang paling opak hingga yang paling bersifat
radiolusen, kalsium fosfat(opak), kalsium oxalat(opak), Magnesium (semi
opak), amonium fosfat (semi opak), sistin(non opak), asam urat (non opak),
Pielografi Intravena (IVP)
Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan, fungsi ginjal.
Juga untuk mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu non-opak
yang, tidak terlihat oleh foto polos abdomen.
Ullrasonografi
USG dikerjakan bila tidak mungkin menjalani pemeriksaan IVP yaitu
pada keadaan seperti allergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang
menurun dan pada wanita yang sedang hamil. Terlihat pada gambar echoic
shadow jika terdapat batu.
CT-scan
Teknik CT-scan adalah tehnik pemeriksaan yang paling baik untuk
melihat gambaran semua jenis batu dan juga dapat terlihat lokasi dimana
terjadinya obstruksi.
II.2.8. DIAGNOSIS BANDING
Beberapa diagnosa banding dari batu kandung kemih antara lain ialah:
1. Kolik Ginjal dan Ureter
2. Hematuria
Bila terjadi hematuri perlu dipertimbangkan kemungkinan keganasan
apalagi bila hematuria terjadi tanpa nyeri. Selain itu batu saluran kemih
yang bertahun-tahun, dapat menyebabkan terjadinya tumor yang
umumnya karsinoma epidermoid, akibat rangsangan dan inflamasi.
3. Tumor ginjal
Pcrlu dipertimbangkan kemungkinan tumor ginjal mulai dari jenis
ginjal polikistik hingga tumor Grawitz, bila ada batu ginjal dengan
hidronefrosis.
4. Tumor ureter
Pada batu ureter, terutama dari jenis radiolusent, bila disertai
hematuria yang tidak disertai dengan kolik, perlu dipertimbangkan
kemungkinan tumor ureter walaupun tumor ini jarang ditemukan.
5. Tumor kandung kemih
Perlu dibandingkan dengan tumor kandung kemih terutama bila batu
yang terdapat dari jenis radiolusen.
II.2.9. PENYULIT
Komplikasi batu saluran kemih biasanya obstruksi, infeksi sekunder, dan
iritasi yang bekepanjangan pada urotelium yang dapat menyebabkan tumbuhnya
keganasan yang sering berupa karsinoma epidermoid.
Sebagai akibat obstruksi, khususnya di ginjal atau ureter, dapat terjadi
hidronefrosis dan kemudian berlanjut dengan atau tanpa pionefrosis yang
berakhir dengan kegagalan faal ginjal yang terkena. Bila terjadi pada kedua
ginjal, akan timbul uremia karena gagal ginjal total. Hal yang sama dapat juga
terjadi akibat batu kandung kemih, lebih-lebih bila batu tersebut membesar
sehingga juga menganggu aliran kemih dari kedua orfisium ureter.
Khusus pada batu uretra dapat terjadi divertikulum uretra. Bila obstruksi
berlangsung lama, dapat terjadi ekstravasasi kemih dan terbentuklah fistula yang
terletak proksimal dari batu ureter
II.2.10. TATALAKSANA
Medikamentosa
Ditujukan untuk batu yang ukurannya < 5 mm, karena batu diharapkan
dapat keluar spontan. Terapi yang diberikan bertujuan mengurangi nyeri,
memperlancar aliran urine dengan pemberian diuretikum, dan minum banyak
supaya dapat mendorong batu keluar. Dapat juga diberi pelarut batu seperti batu
asam urat yang dapat dilarutkan dengan pemberian bikarbonas natrikus disertai
makanan alkalis.
ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsi)
Alat ESWL adalah pemecah batu yang yang diperkenalkan pertama kali
oleh Caussy pada tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter
proksimal, atau batu buli-buli tanpa melalui tindakan invasif atau pembiusan.
Prinsip dari ESWL adalah memecah batu menjadi fragmen-fragmen kecil dengan
menggunakan gelombang kejut yang dihasilkan oleh mesin dari luar tubuh,
sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih.
Komplikasi ESWL untuk terapi batu ureter hampir tidak ada. Tetapi SWL
mempunyai beberapa keterbatasan, antara lain bila batunya keras ( misalnya
kalsium oksalat monohidrat ) sulit pecah dan perlu beberapa kali tindakan. Juga
pada orang gemuk mungkin akan kesulitan. Penggunaan ESWL untuk terapi
batu ureter distal pada wanita dan anak-anak juga harus dipertimbangkan
dengan serius. Sebab ada kemungkinan terjadi kerusakan pada ovarium.
Meskipun belum ada data yang valid, untuk wanita di bawah 40 tahun sebaiknya
diinformasikan sejelas-jelasnya.
Gambar 9: Extracorporeal Shock Wave Lithotripsi Gambar 2.8. ESWL
Endourologi
1. Ureteroskopi atau uretero-renoskopi: memasukkan alat ureteroskopi per
uretram guna melihat keadaan ureter atau sistem pielokaliks ginjal. Dengan
memakai energi tertentu, batu yang berada di dalam ureter maupun sistem
pelvikalises dapat dipecah melalui tuntutan ureteroskopi atau uretero-
renoskopi ini.
2. PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) : mengeluarkan batu yang berada di
saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke sistem kaliks
melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih
dahulu.
3. Litotripsi : yaitu memecah batu bull-buli atau batu uretra dengan memasukkan
alat pemecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli. Pecahan batu dikeluarkan
dengan evakuator Ellik.
4. Ekstraksi Dormia : mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya dengan
keranjang Dormia.
BAB III
ANALISIS MASALAH
Diagnosis ureterolitiasis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pasien merupakan seorang laki-laki, usia 57
tahun. Hal ini sesuai dengan data epidemiologi terjadinya batu saluran kemih di
negara berkembang yaitu lebih sering terjadi pada laki-laki dari pada wanita
dengan rasio 3:1. Jenis kelamin laki-laki merupakan faktor risiko intrinsik
terjadinya batu saluran kemih pada kasus ini. Dalam literature didapatkan bahwa
estrogen meningkatkan ekskresi sitrat dan menjadi faktor yang menghambat
timbulnya batu pada wanita, terutama selama kehamilan. (Emil, 2008, Jack W,
2008).
Adapun faktor risiko ekstrinsik yang terdapat pada kasus ini adalah sejak
kecil pasien mempunyai kebiasaan jarang minum air putih dan lebih suka minum
air teh manis. Kurangnya asupan air dan tingginya kadar oksalat dalam teh yang
sering dikonsumsi pasien . Diet berdampak pada jumlah oksalat yang ditemukan
dalam urin. Setelah diserap melalui usus halus, oksalat tidak dimetabolisme dan
diekskresikan hampir secara eksklusif oleh tubulus proksimal. Oleh karena itu
dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih. (R. Sjamsuhidayat, 2005).
Dari pemeriksaan foto abdomen dan juga menunjukan adanya batu pada
saluran kemih pasien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Fisher WE dkk. Pancreas. In : Schwartz’s Manual of Surgery. Edisi ke-8.
New York: The
2. Lindseth GN. (2006) Gangguan Sistem Ginjal . Dalam: Price SA, Wilson
LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Volume 2. Edisi
ke-6. Jakarta; EGC
3. McGraw Hill Companies; 2006. hal 2829 -2859.Gardjito W. Urolitiasis.
Dalam : Sjamsuhidajat R, dkk, (editor). Buku Ajar Ilmu Bedah. Buku II,
Edisi kedua. Jakarta: EGC ; 2005. hal : 756 – 764
4. Netter FH. Atlas of Human Anatomy. 4th ed. US: Saunders; 2006.
5. Purnomo BB. Dasar – Dasar Urologi. Edisi kedua. Jakarta : Sagung Seto ;
2009. hal 57 – 68
6. Scanlon VC, Sanders T. Essential of anatomy and physiology. 5th ed. US:
FA Davis Company; 2007.
7. Sja’bani M. Batu Saluran Kemih. Dalam: Sudoyo AW dkk. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid 1. Edisi keempat. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI ; 2006. hal 574 -584
8. Tanagho ME dkk. Urinary tract obstruction. In : Tanagho ME dkk, (editor).
Smith General Urology, Edisi ke tujuh belas. USA: The McGraw Hill
Companies; 2008. Hal 179-188
9. Van de Graaf KM. Human anatomy. 6th ed. US: The McGraw-Hill
Companies; 2001.