case status asmatikus

56
LAPORAN KASUS Status Asmatikus PENYUSUN: Sri Feliciani 030.08.229 PEMBIMBING : dr.Meidy Daniel Posumah, Sp.A KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT OTORITA BATAM PERIODE 6 MEI2013 – 13 JULI 2013

Upload: muhammad-nuruddin

Post on 26-Oct-2015

391 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

case

TRANSCRIPT

Page 1: Case Status Asmatikus

LAPORAN KASUSStatus Asmatikus

PENYUSUN:

Sri Feliciani

030.08.229

PEMBIMBING :

dr.Meidy Daniel Posumah, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT OTORITA BATAM

PERIODE 6 MEI2013 – 13 JULI 2013

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

Page 2: Case Status Asmatikus

BAB I

STATUS PASIEN

IDENTITAS

A. Identitas Pasien

Nama : An. A

Tanggal lahir/Umur : 19 Septermber 2010/ 2 tahun 8 bulan

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Pondok Pelangi No 16

Agama : Kristen

No. RM : 32-91-69

Masuk RS : 7 Mei 2013, jam 12.30 WIB

B. Identitas Orang Tua

Ayah Ibu

Nama Tn. Chairul Andreas Ny. Dwi Kartika Sari

Umur 41 tahun 37 tahun

Alamat Pondok Pelangi No 16 Pondok Pelangi No 16

Agama Kristen Kristen

Suku Bangsa Melayu Melayu

Pendidikan SMA SMA

Pekerjaan Wiraswasta Ibu Rumah Tangga

Hubungan Pasien dengan orang tua: Pasien anak kandung ( anak ke-2 dari 3 bersaudara)

ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis kepada orang tua pasien pada tanggal 07

Mei 2013 pukul 12.30 WIB di kamar perawatan pasien anak ruang Bougenville.

Keluhan Utama

Sesak sejak kurang lebih 30 menit sebelum masuk rumah sakit.

2

Page 3: Case Status Asmatikus

Keluhan Tambahan

Batuk sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit

Pilek sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit

Demam sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke UGD RS Otorita Batam dengan keluhan sesak setegah jam sebelum

masuk rumah sakit. Sesak dirasakan terus menerus walaupun telah di uap sebanyak 3

kali dengan obat combivent yang telah diberikan dari poli dokter spesialis anak. Sesak

hilang timbul juga dirasakan oleh pasien sejak 2 minggu yang lalu, sesak dirasakan

semakin lama semakin berat, saat sesak terdapat bunyi “ngiik”. Sehingga pasien pernah

dirawat di RSOB pada tanggal 24 April 2013- 25 April 2013. Sebelumnya pasien pernah

mengalami sesak saat umur 1 tahun tapi tidak diobati karena membaik sendiri. Pasien

juga sering mengalami bersin-bersin saat pagi hari. Pasien mengaku ada batuk dan pilek.

Batuk dan pilek dirasakan sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, dan demam mulai

semalam sebelum masuk rumah sakit. Demam dirasakan tidak terlalu tinggi, tidak

kejang, tidak menggigil, dan tidak berkeringat dan tidak diobati. Pasien mengalami

penurunan nafsu makan sejak 3 hari yang lalu dan menyangkal adanya mual, muntah,

dan diare.

Riwayat Penyakit Dahulu

Orang tua pasien mengaku bahwa pasien pernah mengalami sesak seperti itu 2 kali

sebelumnya. Pasien sering menderita batuk dan pilek. Pasien memiliki riwayat sesak

napas saat umur 1 tahun dan sering bersin-bersin saat pagi hari. Ada riwayat alergi

terhadap makanan yaitu udang dan tidak ada riwayat alergi terhadap obat-obatan dan

tidak ada riwayat trauma sebelumnya

Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur

Alergi - Difteri - Penyakit jantung -

Cacingan - Diare - Penyakit ginjal -

DBD - Kejang - Penyakit darah -

Demam tifoid - Kecelakaan - Penyakit paru -

Otitis - Morbili - Tuberculosis -

Parotitis - Operasi - Lainnya -

3

Page 4: Case Status Asmatikus

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

Kehamilan

Morbiditas

kehamilan

Tidak pernah menderita penyakit selama

kehamilan, dan juga tidak pernah

mengkonsumsi obat-obatan apapun

Perawatan Antenatal Ibu pasien memeriksakan kandungannya ke

klinik dokter umum selama kehamilan.

Kelahiran

Tempat Kelahiran Klinik dokter

Penolong Persalinan Dokter

Cara Persalinan Persalinan normal

Masa Gestasi 38 minggu Cukup bulan

Keadaan Bayi Langsung menangis, warna kulit kemerahan

Berat badan lahir: 2.600 gram

Panjang badan: tidak ingat

Lingkar kepala tidak ingat

Apgar score (-)

Kesimpulan: riwayat kehamilan baik dan kelahiran baik

Riwayat Makanan

Umur/bulan ASI PASI Buah/biscuit Bubur susu Nasi tim

0-2 + - - - -

2-4 + - - - -

4-6 + - - - -

6-8 + - - - -

8-10 + + + + +

Kesimpulan:.Gizi cukup, bervariasi

Riwayat Imunisasi

Vaksin Dasar (umur)

I II III IV

BCG 1 bulan

DPT 2 bulan 4 bulan 6 bulan

Polio 1 bulan 2 bulan 4 bulan 6 bulan

Campak 9 bulan

HepatitisB 0 bulan 1 bulan 5 bulan

Kesimpulan : Imunisasi dasar lengkap

4

Page 5: Case Status Asmatikus

Riwayat Perkembangan

- Tengkurap : 2 bulan

- Duduk : 10 bulan

- Bicara : Lancar

Kesimpulan: Perkembangan baik, sesuai usia

Riwayat Keluarga

Pasien adalah anak ke dua dari dua bersaudara. Saat ini tidak ada keluarga yang

mencret, muntah, demam, dan batuk seperti pasien. Kakak pasien pernah mengalami

sesak nafassatu kali saat umur 1 tahun. Ada riwayat asma pada keluarga yaitu ayahdan

kakak pasien. Terdapat riwayat alergi pada keluarga pasien. Tidak ada riwayat batuk

lama yang tidak sembuh, batuk darah dan penyakit darah dalam keluarga dan tidak ada

yang merokok di dalam rumah.

PEMERIKSAAN FISIK

Tanggal 07 Mei 2013 pukul 13.30 WIB

Kesadaran : Compos Mentis

Keadaan umum : Tampak sakit berat

Tanda-tanda vital :

- Nadi : 128x/ menit

- Pernafasan : 54 x/ menit

- Suhu : 37,50

Data antropometri

Berat badan : 10 kg Panjang badan : 85 cm

BB/U : < -2 (gizi kurang)

5

Page 6: Case Status Asmatikus

TB/U : -2 s/d +2 ( gizi normal)

BB/TB : -2 s/d +2 (gizi normal)

Kesan : status Gizi baik

Kepala : normochepali, distribusi rambut merata, rambut tidak mudah rontok dan

berwarna hitam, wajah simetris.

Mata : kelopak mata tidak cekung, konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, pupil

isokor kanan kiri, reflex cahaya langsung +/+, reflex cahaya tidak langsung

+/+, mata merah -/-, mata berair -/-.

Telinga : deformitas -/-, sekret dari telinga -/- darah dari telinga -/-.

Hidung : deformitas (-), deviasi septum (-), sekret -/-, pernafasan cuping hidung (+).

Mulut : deformitas (-), bibir kering (-), sianosis perioral (-), mukosa mulut kering

(-) hiperemis (-), lidah kotor (-)

Leher : tidak teraba pembesaran tiroid, kelenjar getah bening tidak teraba membesar,

retraksi suprasternal (+).

Thoraks :

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : ictus cordis teraba di ICS IV garis midclavicularis kiri

Perkusi : tidak dilakukan

Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, tidak mendengar mumur dan gallop

Paru

6

Page 7: Case Status Asmatikus

Inspeksi : kedua hemitoraks simetris dalam keadaan statis dan dinamis, retraksi

sela iga (+), retraksi sub costa (-).

Palpasi : vokal fremitus sulit dinilai

Auskultasi : suara napas vesikuler pada hemitoraks kiri dan

kanan. Ronkhi -/-, wheezing +/+

Abdomen :

Inspeksi : datar, tidak tampak peristaltik usus, retraksi epigastrium (+)

Palpasi : abdomen teraba lunak, nyeri tekan (-),hepar tidak teraba membesar,

lien tidak teraba membesar, ballotment -/-, tidak teraba massa,turgor

kulit kembali dalam waktu kurang dari 2 detik.

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus 6x/menit

Ekstremitas : akral hangat (+) di keempat ekstremitas, sianosis akral (-) di keempat

ekstremitas, CRT < 2 detik, ptekie (-)

PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

Nervus Kranial

1. Nervus Olfaktorius (N I): Tidak dilakukan

2. Nervus Optikus (N II) :

Visus bedside : Tidak dilakukan

Lapang Pandang konfrontasi : Tidak dilakukan

Pupil : isokor, tepi rata,

o Refleks cahaya langsung OD/OS (+/+)

o Refleks cahaya tidak langsung OD/OS (+/+)

3. Nervus Okulomotorius (N III) :

Ptosis OD dan OS : (-/-)

Strabismus : (-/-)

Diplopia : (-/-)

Gerakan Bola Mata

Melihat ke arah medial : normal

Melihat ke supero-medial : normal

Melihat ke supero-lateral : normal

4. Nervus Troklearis(N IV) :

7

Page 8: Case Status Asmatikus

Gerakan bola mata

Melihat ke infero-medial : normal

5. Nervus Trigeminus(NV) :

Membuka mulut : tidak sulit

Refleks kornea (+)

6 Nervus Abdusen(N VI) :

Gerak bola mata

Melihat ke arah lateral : normal

7. Nervus fasialis(N VII) :

Fungsi Motorik

Mengerutkan dahi : Simetris kanan dan kiri

Mengangkat alis :Simetris kanan dan kiri

Menutup mata :Simetris kanan dan kiri

Memperlihatkan gigi :Simetris kanan dan kiri

Menggembungkan pipi:Simetris kanan dan kiri

Fungsi Sensorik

Pengecapan 2/3 lidah bagian depan : Tidak dilakukan

8. Nervus Vestibulo-kokhlearis (N VIII)

Tidak dilakukan

9. Nervus Glosofaringeus ( N IX) dan Nervus Vagus ( N X)

Fungsi Motorik

Fungsi pembentukan suara : Normal

Fungsi pengucapan kata-kata : Normal

Menelan : Normal

Fungsi Sensorik

Fungsi pengecapan 1/3 belakang lidah : Tidak dilakukan

10. Nervus aksesorius (N XI)

Tidak dilakukan

11. Nervus Hypoglossus ( N XII)

Artikulasi : Baik

Statis

Lidah tidak deviasi, Tremor (-)

Dinamis

Lidah tidak deviasi

8

Page 9: Case Status Asmatikus

Motorik

Kekuatan otot

Ekstremitas atas : kanan 5, kiri 5 Ekstremitas bawah : kanan 5, kiri 5

Gerakan Abnormal (-)

Kesan : Normal

Sensorik

Rangsang Raba :

Ekstremitas atas : kanan dan kiri: Postif dan simetris

Ekstremitas bawah : kanan dan kiri: Postif dan simetris

Rangsang Nyeri :

Ekstremitas atas : kanan dan kiri: Postif dan simetris

Ekstremitas bawah : kanan dan kiri: Postif dan simetris

Kesan : Normal

Otonom

Defekasi : Normal Miksi : Normal

Rangsang Meningeal

Kernig’s sign : -/-

Laseque sign: -/-

Brudzinsky I : -

Brudzinsky II : -

Kaku kuduk : -

Refleks

Refleks fisiologis

Refleks Biceps : + / +

Refleks Triceps : + / +

Refleks Patella : + / +

RefleksAchilles : + / +

Refleks patologis

Refleks Oppenheim :-/-

Refleks Gordon :-/-

Refleks Schaeffer :-/-

Refleks Chaddock : - /-

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan lab darah :-

Pemeriksaan Hasil satuan Nilai rujukan

9

Page 10: Case Status Asmatikus

Hemoglobin 11,2 g/dL 11,0 – 16,5

Hematokrit 33,5 % 33 – 38

Leukosit 21.420 /ul 9000 - 12000

Trombosit 570.000 /ul 150.000 – 450.000

LED 57 mm/jam 0-15

Rontgen Thorax : Tidak dilakukan

Skin test ( tidak dilakukan)

Uji faal paru (tidak dilakukan)

RESUME

Seorang anak laki-laki usia 2 tahun 8 bulan (BB : 10 kg), datang ke IGD RSOB dengan

keluhan sesak ½ jam sebelum masuk rumah sakit. Sesak dirasakan terus menerus walaupun

telah di uap sebanyak 3 kali dengan obat combivent yang telah diberikan dari poli dokter

spesialis anak. Sesak hilang timbul juga dirasakan oleh pasien sejak 2 minggu yang lalu,

sesak dirasakan semakin lama semakin berat, saat sesak terdapat bunyi “ngiik”. Sehingga

pasien pernah dirawat di RSOB pada tanggal 24 April 2013- 25 April 2013. Sebelumnya

pasien pernah mengalami sesak saat umur 1 tahun tapi tidak diobati karena membaik sendiri.

Pasien juga sering mengalami bersin-bersin saat pagi hari. Pasien mengaku ada batuk dan

pilek. Batuk dan pilek dirasakan sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, dan demam mulai

semalam sebelum masuk rumah sakit. Demam dirasakan tidak terlalu tinggi, tidak menggigil,

dan tidak berkeringat dan tidak diobati. Pasien mengalami penurunan nafsu makan sejak 3

hari yang lalu dan menyangkal adanya mual, muntah, BAB dan BAK normal. Ada riwayat

asma pada keluarga dan ada riwayat alergi terhadap makanan yaitu udang, riwayat alergi

terhadap obat-obatan disangkal. Dari pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum tampak

sakit berat, kompos mentis. Tanda-tanda vital HR : 128x/menit, RR : 54x/menit(takipneu),

dan suhu : 37,5o(febris). Pada pemeriksaan fisik ditemukan pernapasan cuping hidung,

retraksi suprasternal,retraksi sela iga, retraksi epigastrium, auskultasi thorax didapatkan bunyi

wheezing di kedua lapang paru. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Leukositosis

21.420/ul, Ht meningkat.

10

Page 11: Case Status Asmatikus

DIAGNOSA KERJA

Status Asmatikus

DIAGNOSA BANDING:

1. Status Asmatikus

2. Asma Bronkiale

3. ISPA

4. Pneumonia

PENATALAKSANAAN

- IVFD Dextrose 5% 100cc + Aminophilin 40 mg/ 8 jam (mikro)

- Injeksi Ceftazidine 2 x 500 mg (iv)

- Tremenza syrup 3 x ½ cth

- Sanmol 4x 1 cth

- Terapi inhalasi combiven / 6 jam

PROGNOSIS

Ad vitam : ad bonam

Ad functionam : ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

EVALUASI HARIAN PASIEN

Tanggal 7 Mei 2013 (perawatan hari pertama)

Subjektif:

Demam (-) Sianosis (-) BAB (-) ikterik (-)

Kejang (-) Batuk (-) BAK (+) normal Makan (+)sedikit

sesak(+) Pilek (-) Muntah (-) Minum (+)sedikit

Objektif:

Kes/KU : compos mentis/tampak sakit berat

Tanda vital : HR: 144x/menit, RR: 50x/menit, S: 37,20C

Kepala : Normochepali, konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, Pernafasan cuping

hidung +/+, bibir kering (-), kelopak mata cekung (-)

Leher : retraksi SS (+), KGB ttm

Thorax : Jantung: S1-S2 reguler, mumur (-), gallop (-)

11

Page 12: Case Status Asmatikus

Pulmo : SN vesikuler Rh -/-, wh +/+, retraksi sela iga (+)

Abdomen : datar, supel, BU (+), turgor baik, hepar-lien ttm,retraksiepigastrium (+)

Ekstremitas : akral hangat (+), oedema (-), sianosis (-), CRT < 2 detik

Refleks : Fisiologis (+) Patologis (-)

Assessment:

Asma bronkial Status Asmatikus

Planning (07.30)

- IVFD 2A 10 tpm/makro

- Injeksi Ceftazidime 2 x 500 mg (iv)

- Tremenza syrup 3 x ½ cth

- Sanmol 4x 1 cth

- Terapi inhalasi combiven / 6 jam

Planning (13.30)

- IVFD Dextrose 5% 100cc + Aminophilin 40 mg/ 8 jam (mikro)

- Injeksi Ceftazidime 2 x 500 mg (iv)

- Tremenza syrup 3 x ½ cth

- Sanmol 4x 1 cth

- Terapi inhalasi combiven / 6 jam

Tanggal 8 Mei 2013 (perawatan hari kedua)

Subjektif:

Demam (-) Sianosis (-) BAB (-) ikterik (-)

Kejang (-) Batuk (-) BAK (+) normal Makan (+) banyak

sesak(-) Pilek (-) Muntah (-) Minum (+) banyak

Objektif:

Kes/KU : compos mentis/tampak sakit ringan

Tanda vital : HR: 120x/menit, RR: 24x/menit, S: 36,60

Kepala : normochepali, konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, PCH -/-,

bibir kering (-), kelopak matacekung (-)

Leher : retraksi SS (-), KGB ttm

Thorax : Jantung: S1-S2 reguler, mumur (-), gallop (-)

12

Page 13: Case Status Asmatikus

Pulmo : SN vesikuler, Rh -/-, wh -/-, retraksi sela iga (-)

Abdomen : datar, supel, BU (+), turgor baik, hepar-lien ttm, retraksi epigastrium (+)

Ekstremitas : akral hangat (+), oedema (-), sianosis (-), CRT < 2 detik

Assessment:

Status asmatikus

Planning

- IVFD Dextrose 5% 100cc + Aminophilin 40 mg/ 8 jam (mikro)

- Injeksi Ceftazidime 2 x 500 mg (iv)

- Tremenza syrup 3 x ½ cth

- Sanmol 4x 1 cth

- Terapi inhalasi combiven / 6 jam

- Pasien di ijinkan pulang pada tanggal 8 Mei 2013

BAB II

ANALISA KASUS

Kasus ini didiagnosis sebagai Status Asmatikus berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

fisik, dan pemeriksaan laboratorium yang didapatkan yaitu:

Dasar diagnosa

Status Asmatikus

Pasien Literatur

Anamnesa 1. Sesak sejak 30 menit

sebelum masuk rumah sakit

walaupun telah di nebulasi

di rumah 3 kali.

2. Sesak 1 bulan yang lalu,

hilang timbul

3. Saat sesak terdapat bunyi

ngikk

4. Batuk dan pilek sejak 3 hari

yang lalu.

5. Semakin lama sesak

1. Serangan eksaserbasi akut

2. Asma yang tidak responsif

dengan pengobatan asma pada

umumnya yaitu dengan

pemberian nebulasi B agonis

(bronkodilator) sebanyak 3 kali

tetapi tidak memberikan respon

yang baik.

3. Sesak disertai bunyi mengi

(whezzing), batuk berdahak

yang berulang, rasa berat pada

13

Page 14: Case Status Asmatikus

semakin berat.

6. Ada riwayat pernah sesak

saat berumur 1 tahun dan

membaik sendiri(reversible)

7. Sering bersin-bersin di pagi

hari (rhinitis alergi)

8. Ada riwayat alergi makanan

udang

9. Ayah dan kakak 1 memiliki

asma.

dada

4. Dikarenakan oleh factor non

alergik, seperti infeksi saluran

pernafasan

5. Terdapat riwayat asma pada

keluarga

6. Terdapat riwayat atopi (rhinitis

alergi, dermatitis atopi)

Pemeriksaan Fisik 1. Pernapasan cuping hidung

(+)

2. Leher: retraksi suprasternal

(+)

3. Thorax :

Auskultasi paru wh +/+

4. Abdomen:

Retraksiepigastrium (+)

1. Pernapasan cuping hidung (+)

2. Leher:retraksisuprasternal (+)

3. Thorax:

Retraksi subcostae (+)

Auskultasi paru wh +/+

4. Abdomen:

Retraksi epigastrium (+)

Pemeriksaan

penunjang 1. Uji provokasi tidak

dilakukan

2. Uji faal paru tidak

dilakukan

1. Pemeriksaan laboratorium

dalam batas normal

2. Uji provokasi : mengalamai

penurunan VEP1 sebesar >

15%, Penurunan APE > 10%

3. Uji faal paru : pada derajat

ringan VEP1 dan APE bisa ≥

80%, Pada derajat sedang-berat

VEP1 dan APE mengalami

penurunan

ANALISA TERAPI:

1.Kebutuhan cairan,menurut holiday and segar berdasar berat bdan:

Berat badan (BB) Anak Jumlah (ml)/ kgBB/jam

14

Page 15: Case Status Asmatikus

BB 10 kg pertama 4ml/kgBB/jam

BB 10 kg kedua 2ml/ kgBB/jam

BB sisanya 1 ml/kgBB/jam

Pada pasien ini berat badan nya 10 kg.Maka kebutuhan cairan basalnya.(4x10) = 40 ml/jam

Jumlah tetesan/menit:

Kebutuhan cairan(cc/kg)xberat badan(kg)x20 tetes/menit(makro)

Waktu pemberian(jam)x60 cc/jam

40 x1 0 x20 =5,55 (6 tetes per mnit)

24x60

Pada pasien yang diberikan 10 tetes per menit infus 2A,

Cairan kombinasi : Cairan 2a

Larutan yang terdiri dari glukosa 5% dan NaCl 0,9 % dengan perbandingan 1 : 1 yang

terdiri dari dextrosa monohidrat 55gr/L, dextrosa anhidrat 50 gr/L, Natrium 150

mmol/L dan klorida 150 mmol/L. Cairan ini digunakan pada diare dengan komplikasi

dan bronkopneumoni dengan komplikasi.

Pada pasien ini diberikan 10 tetes per menit.

ANTIBIOTIK

Antibiotik yang diberikan adalah Ceftazidime sesuai dosisnya yaitu:

Dewasa : 1- 6 gram/hari, dalam 2 – 3 dosis terbagi.

Bayi > 2 bulan dan anak-anak : 30 – 100 mg/kg BB/hari, dalam 2 – 3 dosis terbagi.

Neonatus dan bayi < 2 bulan : 25 – 60 mg/kg BB/hari, dalam 2 dosis terbagi.

Besarnya dosis dapat disesuaikan dengan jenis infeksi, derajat infeksi, usia, berat badan,

dan fungsi ginjal dari penderita. Pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal, dosis

dapat disesuaikan dengan cara menurunkan dosis dan atau dengan memperpanjang

interval pemberian obat.

15

Page 16: Case Status Asmatikus

Pada pasien ini umurnya 2 tahun 8 bulan dengan bb 10kg maka :

100 mg x 10 kg = 1000 mg per hari ( dibagi dalam 2-3 dosis)

Diberikan : 2 x 500 mg (i.v)

Indikasi : Untuk infeksi-infeksi berat sebagai berikut : Infeksi-infeksi yang disebabkan oleh organisme yang peka terhadap Ceftazidime : Septikaemia, bakteriemia, meningitis, pneumonia, bronkopneumonia, pleuritis, empiema, abses paru, pielonefritis akut dan kronik, pielitis, prostatitis, kolesistitis, kolangitis, peritonitis, abses intra abdominal, penyakit inflamasi panggul, osteomielitis, osteitis, artritis septik, abses ginjal, selulitis, infeksi luka bakar.

ANTIPIRETIK

Pada pasien diberikan antipiretik Sanmol sirup dengan dosis 10-15 mg/kg/bb per 6-8 jam.

Dosis pada pasien ini: 10x bb pasien(10)= 100 mg per 8 jam. Sediaan obat sirup 120mg/5ml berarti diberikan 4 x 1 cth.

OBAT BATUK dan PILEK

Pada pasien ini diberikan obat batuk dan pilek yaitu tremenza  (5 ml) mengandung Pseudoefedrina-HCI 60 mg(30 mg), triprolidina-HCI 2,5 mg (1,25 mg). dengan dosis anak 2-5 th: 1/2 sdt. Seluruh dosis diberikan 3-4x / hari. Meringankan gejala flu karena alergi pada saluran nafas atas yang memerlukan dekongestan dan antihistamin.

Dosis pada pasien ini : (2 tahun 8 bulan) tremenza syrup 3 x ½ cth.

OBAT ASMA

Aminofilin

Jika anak tidak membaik setelah 3 dosis bronkodilator kerja cepat, beri aminofilin IV dengan dosis awal (bolus) 6-8 mg/kgBB dalam 20 menit. Bila 8 jam sebelumnya telah mendapatkan aminofilin, beri dosis setengahnya. Diikuti dosis rumatan 0.5-1 mg/kgBB/jam. Pemberian aminofilin harus hati-hati, sebab margin of safety aminofilin amat sempit.

Hentikan pemberian aminofilin IV segera bila anak mulai muntah, denyut nadi >180 x/menit, sakit kepala, hipotensi, atau kejang.

Jika aminofilin IV tidak tersedia, aminofilin supositoria bisa menjadi alternatif.Pada pasien ini diberikan 40 mg aminofilin dalam 100cc dextrose 5% / 8 jam. Diberikan dosis rumatan 0,5 x 10 (8 jam)= 40 mg.

Pada pasien ini diberikan Terapi inhalasi combivent tiap 6 jam.

Combivent mengandung 21 mg Ipropropium Bromida + 125 mg Salbutamol yang fungsinya

adalah sebagai bronkodilator

16

Page 17: Case Status Asmatikus

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

ASMA BRONKIAL

Definisi

Asma bronkial adalah gangguan inflamasi kronik jalan napas sehingga menimbulkan gejala

periodik berupa wheezing, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam

atau dini hari. Gejala ini berhubungan dengan luasnya inflamasi yang menyebabkan obstruksi

jalan napas dengan derajat bervariasi dan bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.

Inflamasi menyebabkan peningkatan responjalan napas terhadap berbagai rangsangan

(Smeltzer & Bare, 2002).

Asma merupakan penyakit jalan napas obstruktif intermitten dan reversibel dimana trakea

dan bronki berespon hiperaktif terhadap stimulus tertentu. Asma berbeda dari penyakit

obstruktif lainnya dalam hal bahwa asma adalah proses reversibel. Serangan asma dapat saja

terjadi dan berlangsung dari beberapa menit sampai beberapa jam,diselingi oleh periode

bebas gejala (Smeltzer & Bare, 2002).

Penyebab

Penyebab asma sampai sekarang belum diketahui pasti. Telah banyak penelitian yang

dilakukan oleh para ahli dibidang asma untukmenerangkan sebab terjadinya asma, namun

belum ada teori ataupun hipotesis yang dapat diterima atau disepakati para ahli (Tanjung,

2003).

a. Faktor predisposisi

Genetik merupakan faktor pendukung timbulnya asma. Bakat alergi merupakan hal yang

diturunkan, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Bakat

alergi ini membuat penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkial jika terpapar

faktor pencetus. Penderita biasanya mempunyai keluarga dekat yang juga menderita

penyakit alergi (Tanjung, 2003). Apabila kedua orang tua memiliki riwayat penyakit

asma maka hampir 50% dari anak-anaknya memiliki kecenderungan asma, sedangkan

jika hanya salah satu orang tuanya yang menderita asma maka kecenderungannya hanya

35% (BKPM Semarang, 2009).

b.Faktor Presipitasi

Menurut Tanjung (2003), beberapa faktor yang mencetuskan serangan asma, yaitu :

17

Page 18: Case Status Asmatikus

a.Alergen

Alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

1.)Inhalan : masuk melalui saluran pernapasan. misal : debu, serbuk bunga, bulu

binatang, polusi, asap rokok.

2.)Ingestan : masuk melalui mulut.misal : makanan dan obat-obatan.

3.)Kontaktan : masuk melalui kontak dengan kulit. misal : perhiasan, logam, jam

tangan.

b.Stres atau gangguan emosi

Stres dapat menjadi pencetus serangan asma, bahkan memperberat serangan asma yang

sudah ada.

c.Lingkungan Kerja

Serangan asma yang timbul berhubungan langsung dengan lingkungan kerja penderita,

misalnya polisi lalu lintas, pekerja pabrik asbes, pekerja industri tekstil. Gejala ini

membaik pada waktu libur atau cuti.

d.Perubahan Cuaca

Cuaca lembab dan udara dingin juga dapat mempengaruhi asma.Terkadang serangan

asma berhubungan dengan musim.

e.Olahraga

Serangan asma timbul pada sebagian besar penderita jika melakukan aktivitas jasmani

atau olahraga berat. Serangan asma karena aktivitas biasanya terjadi setelah selesai

aktivitas tersebut.

f.Infeksi saluran pernapasan

KLASIFIKASI ASMA

Parameter klinis,

kebutuhan obat

dan faal paru asma

Asma episodik jarang Asma episodik sering Asma persisten

1 Frekuensi serangan

<1x/bulan >1x/bulan Sering

2 Lama serangan <1minggu >1minggu Hampir sepanjang tahun, tidak ada periode bebas serangan

18

Page 19: Case Status Asmatikus

3 Intensitas serangan

Biasanya ringan Biasanya sedang Biasanya berat

4 Diantara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan malam

5 Tidur dan aktifitas Tidak tergganggu Sering tergganggu Sangat tergganggu

6 Pemeriksaan fisik diluar serangan

Normal ( tidak ditemukan kelainan)

Mungkin tergganggu

(ditemukan kelainan)

Tidak pernah normal

7 Obat pengendali(anti inflamasi)

Tidak perlu Perlu Perlu

8 Uji faal paru(diluar serangan)

PEFatauFEV1>80% PEFatauFEV1<60-80% PEVatauFEV<60%

9 Variabilitas faal paru(bila ada serangan)

Variabilitas>15% Variabilitas>30% Variabilitas 20-30%.

Variabilitas >50%

PEF=Peak expiratory flow (aliran ekspirasi/saat membuang napas puncak), FEV1=Forced expiratory volume in second (volume ekspirasi paksa dalam 1 detik)

Sumber : Rahajoe N, dkk. Pedoman Nasional Asma Anak, UKK Pulmonologi, PP IDAI, 2004

Klasifikasi Berdasarkan Pola Waktu Serangan (Bleecker,2004)

Aspek pengamatan Asma ringan Asma sedang Asma berat

Sesak napas Dapat berjalan

Dapat berbaring

Lebih suka duduk Membungkuk ke

depan

Cara berbicara Beberapa kalimat Satu kalimat Kata

Frekuensi napas Meningkat Meningkat >30x/menit

Retraksi otot Biasanya tidak Biasanya ada Ada

Suara wheezing Ringan-sedang Terdengar keras Sangat keras

Kay membagi obstruksi bronkus atas 3fase utama yaitu

1. fase cepat (spasmogenik),

Fase cepat identik denganrespon awal yang terlihat pada uji provokasibronkus. Ciri utamanya

adalah pelepasan histamin sebagai mediator utama yangmengakibatkan spasme otot polos

bronkus,reaksi ini terjadi sangat cepat dan berakhirsetelah 1-2 jam. Reaksi dapat

menghilangdengan sendirinya atau kemudian diikuti faselambat menetap.

2. fase lambat menetap (late,sustained),

19

Page 20: Case Status Asmatikus

Fase lambat menetap ditandaioleh spasme bronkus dan akumulasi sel-selneutrofil, dengan

mediator utamanya adalahleukotrin, prostaglandin dan tromboksan.Serangan dapat

berlangsung 6-8 jam ataulebih.

3. Fase subakut/kronik.

Pada fase subakut, reaksi inflamasimerupakan ciri utamanya dan terdapat infiltrasieosinofil

dan sel mononuklear. Fase lambatmenetap dan fase subakut sangatmempengaruhi terjadinya

asma kronis.

Tanda dan Gejala

Kejadian utama pada serangan asma adalah obstruksi jalan napas secara luas yang merupakan

kombinasi dari spasme otot polos bronkus, edema mukosa karena sumbatan mukus. Tanda

serangan asma yang dapat kita ketahui adalah napas cepat, merasa cemas dan ketakutan, tak

sanggup bicara lebih dari 1-2 kata setiap kali tarik napas, dada dan leher tampak

mencekung bila tarik napas, bibir/ jari tampak berwarna biru (Balai Kesehatan Paru

Masyarakat Semarang, 2009).

Tiga gejala yang sering muncul pada asma adalah sesak napas, napas bunyi/ wheezing, batuk-

batuk terutama malam hari. Tingkat keparahan serangan asma tergantung pada tingkat

obstruksi saluran napas, kadarsaturasi oksigen, pembawaan pola napas, perubahan status

mental, dan bagaimana tanggapan penderita terhadap status pernapasannya (Smeltzer

& Bare, 2002).

Patofisiologi

Asma merupakan obstruksi jalan napas yang reversibel. Obstruksi tersebut dapat disebabkan

oleh faktor berikut, seperti penyempitan jalan napas; pembengkakan membran pada bronki;

pengisian bronki dengan mucus kental. Beberapa penderita mengalami respon imun yang

buruk terhadap lingkungan mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE) menyerang sel-sel mast

dalam paru yang menyebabkan pelepasan sel-sel mast, seperti histamin dan prostaglandin.

Pelepasan ini mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas, bronkospasme,

pembengkakan membran mukosa, pembentukan mukus berlebihan (Smeltzer & Bare, 2002).

Penderita asma idiopatik atau nonalergi, ketika ujung saraf pada jalan napas dirangsang oleh

beberapa faktor, seperti udara dingin, emosi, olahraga, merokok, polusi dan infeksi sehingga

jumlah asetilkolin yangdilepaskan meningkat. Peningkatan asetilkolin ini secara langsung

20

Page 21: Case Status Asmatikus

bisa menimbulkan bronkokonstriksi. Penderita dapat mempunyai toleransi rendah terhadap

respon parasimpatis (Smeltzer & Bare, 2002).

Penatalaksanaan

Obat asma digunakan untuk menghilangkan dan mencegah timbulnya gejala dan obstruksi

saluran pernafasan. Pada saat ini obat asma dibedakan dalam dua kelompok besar yaitu reliever dan

controller.Reliever adalah obat yang cepat menghilangkan gejala asma yaitu obstruksi saluran napas .

Controller adalah obat yang digunakan untuk mengendalikan asma yang persisten. Obat yang

termasuk golongan reliever adalah agonis beta-2, antikolinergik,teofilin,dan kortikosteroid sistemik.

Agonis beta-2 adalah bronkodilator yang paling kuat pada pengobatan asma. Agonis Beta-2

mempunyai efek bronkodilatasi, menurunkan permeabilitas kapiler , dan mencegah pelepasan

mediator dari sel mast dan basofil.Golongan agonis beta-2 merupakan stabilisator yang kuat bagi sel

mast, tapi obat golongan ini tidak dapat mencegah respon lambat maupun menurunkan hiperresponsif

bronkus. Obat agonis beta-2 seperti salbutamol, terbutalin, fenoterol, prokaterol dan isoprenalin,

merupakan obat golongan simpatomimetik . Efek samping obat golongan agonis beta-2 dapat berupa

gangguan kardiovaskuler, peningkatan tekanan darah, tremor, palpitasi, takikardi dan sakit kepala .

Pemakaian agonis beta-2 secara reguler hanya diberikan pada penderita asma kronik berat yang tidak

dapat lepas dari bronkodilator.

Antikolinergik dapat digunakan sebagai bronkodilator, misalnya ipratropium bromide dalam bentuk

inhalasi. Ipratropium bromide mempunyai efek menghambat reseptor kolinergik sehingga menekan

enzim guanilsiklase dan menghambat pembentukan cGMP. Efek samping ipratropium inhalasi

adalah rasa kering di mulut dan tenggorokan. Mula kerja obat ini lebih cepat dibandingkan dengan

kerja obat agonis beta- 2 yang diberikan secara inhalasi. Ipratropium bromide digunakan sebagai obat

tambahan jika pemberian agonis beta-2 belum memberikan efek yang optimal. Penambahan obat ini

terutama bermanfaat untuk penderita asma dengan hiperaktivitas bronkus yang ekstrem atau pada

penderita yang disertai dengan bronkitis yang kronis.

Obat golongan xantin seperti teofilin dan aminofilin adalah obat bronkodilator yang lemah,

tetapi jenis ini banyak digunakan oleh pasien karena efektif, aman , dan harganya murah . Dosis

teofilin peroral 4 mg/kgBB/kali, pada orang dewasa biasanya diberikan 125-200 mg/kali. Efek

samping yang ditimbulkan pada pemberian teofilin peroral terutama mengenai sistem gastrointestinal

seperti mual, muntah, rasa kembung dan nafsu makan berkurang. Efek samping yang lain ialah

diuresis. Pada pemberian teofilin dengan dosis tinggi dapat menyebabkan terjadinya hipotensi ,

takikardi dan aritmia, stimulasi sistem saraf pusat

Obat yang termasuk dalam golongan controller adalah obat anti inflamasi seperti kortikosteroid,

natrium kromoglikat, natrium nedokromil , dan antihistamin aksi lambat. Obat agonis beta-2 aksi

lambat dan teofilin lepas lambat dapat juga digunakan sebagai controller. Natrium kromoglikat dapat

21

Page 22: Case Status Asmatikus

mencegah bronkikonstriksi respon cepat atau lambat, dan mengurangi gejala klinis penderita asma.

Natrium kromoglikat lebih sering digunakan pada anak karena dianggap lebih aman daripada

kortikosteroid . Perkembangan terbaru natrium kromoglikat menghasilkan natrium nedoksomil yang

lebih poten. Obat ini digunakan sebagai tambahan pada penderita asma yang sudah mendapat terapi

kortikosteroid tetapi belum mendapat hasil yang optimal

STATUS ASMATIKUS

Definisi

Status asmatikus adalah suatu serangan eksaserbasi akut asma yang tidak responsif

dengan pengobatan asma pada umumnya yaitu dengan pemberian nebulasi B agonis

(bronkodilator) sebanyak 3 kali tetapi tidak memberikan respon yang baik. Serangan pada

status asmatikus dapat terjadi dari yang ringan sampai yang berat tergantung dari tingkat

obstruksi pada bronkus yang disebabkan oleh bronkokonstriksi, sekresi mukus dan inflamasi

pada saluran pernapasan. Semuanya itu dapat menyebabkan gejala berupa sesak napas,

retensi dari karbondioksida, hipoksemia dan kegagalan pernapasan.2

Asma adalah suatu inflamasi kronik pada saluran pernapasan pada paru yang

menyebabkan terjadinya obstruksi pada bronkus secara episodik, bersifat reversible,

umumnya berlangsung selama beberapa menit sampai beberapa jam dan secara klinis dapat

pulih secara normal.7

Epidemiologi

Di seluruh dunia, insidensi terjadinya asma diperkirakan ada kurang lebih 20 juta

kasus, di mana 15% dari angka tersebut terjadi pada anak-anak. Peningkatan insidens kasus

asma di seluruh dunia adalah akibat dari polusi dan industrialisasi. Dari hipotesis higienis,

perbaikan dalam imunisasi dan kesehatan masyarakat akan berkontribusi dalam peningkatan

insidens kasus asma. Pada bayi, asma pada laki-laki lebih parah dari perempuan. Pada anak-

anak yang lebih tua, keparahan dan insidensi asma kurang lebih sama banyak pada laki-laki

dan perempuan. Tapi pada dewasa, insidens asma lebih banyak pada wanita.2

22

Page 23: Case Status Asmatikus

Asma merupakan penyakit kronik yang paling umum di dunia, dimana terdapat 300

juta penduduk dunia yang menderita penyakit ini. Asma dapat terjadi pada anak-anak

maupun dewasa, dengan prevalensi yang lebih besar terjadi pada anak-anak (GINA, 2003).

Dalam dua puluh tahun terakhir ini angka kejadian asma cenderung meningkat baik Menurut

data studi Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia, pada

tahun 1986 asma menduduki urutan kelima dari sepuluh penyebab kesakitan (morbiditas)

bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis

kronik, dan emfisema sebagai penyebab kematian (mortalitas) keempat di Indonesia atau

sebesar 5,6%. Lalu pada SKRT 1995, dilaporkan prevalensi asma di seluruh Indonesia

sebesar 13 per 1.000 penduduk (PDPI, 2006). dinegara maju maupun negara berkembang.

Prevalensi asma di dunia diperkirakan 7,2% (6% pada dewasa dan 10% pada anak).

Prevalensi tersebut sangat bervariasi, baik antar negara, bahkan antar daerah disuatu

negara.4Dari hasil penelitian Riskesdas, prevalensi penderita asma di Indonesia adalah sekitar

4%. Menurut Sastrawan, dkk (2008), angka ini konsisten dan prevalensi asma bronkial

sebesar 5–15%. 7

Etiologi

Menurut Somantri (2008), berdasarkan etiologinya, asma bronkial dapat diklasifikasikan

menjadi 3 tipe, yaitu:

1. Ekstrinsik (alergik)

Tipe asma ini merupakan jenis asma yang ditandai dengan reaksi alergi oleh karena

faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-

obatan (antibiotik dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan

dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Paparan terhadap alergi akan

mencetuskan serangan asma. Gejala asma umumnya dimulai saat kanak-kanak.

2. Intrinsik (idiopatik atau non alergik)

Tipe asma ini merupakan jenis asma yang ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang

bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin

atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernapasan, emosi dan aktivitas.

Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan

dapat berkembang menjadi bronkitis kronik dan emfisema. Pada beberapa pasien, asma

23

Page 24: Case Status Asmatikus

jenis ini dapat berkembang menjadi asma gabungan. Bentuk asma ini biasanya dimulai

pada saat dewasa (usia > 35 tahun).

3. Asma gabungan

Jenis asma ini merupakan bentuk asma yang paling umum dan sering ditemukan. Asma

ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergi maupun bentuk idiopatik atau nonalergik.

Asma terjadi akibat sejumlah faktor, termasuklah faktor predisposisi genetik, dan faktor

lingkungan. 1,2.9

Alergen inhalasi (biasanya pada pasien dengan riwayat atopi)

Infeksi virus (terutama pada bayi dan anak kecil)

Infeksi saluran pernapasan bagian atas

Polusi udara (debu, asap rokok, sisa industry)

Medikasi (beta-blocker, aspirin, NSAID)

Gastroesophageal reflux disease (dari suatu penelitian refluks dari isi lambung,

teraspirasi atau tidak, bisa menginduksi asma pada anak-anak dan dewasa yang

beresiko)

Suhu dingin

Latihan atau olahraga

Iritan (Hairspray, minyak wangi, asap rokok, cerutu dan pipa, bau tajam dari cat, SO2,

dan polutan udara yang berbahaya lainnya, juga udara dingin dan air dingin.Iritasi

hidung dan batuk dapat menimbulkan refleks bronkokonstriksi)

Patogenesis

Early bronchospastic response

Salah satu yang memegang peranan penting pada patogenesis asma adalah sel mast.

Sel mast dapat terangsang oleh berbagai pencetus misalnya alergen, infeksi, excercise, dsb.

Bila alergen sebagai pencetus masuknya alergen ke dalam tubuh akan direspon oleh

makrofag yang berkerja sebagai Antigen Presenting Cell (APC) yang kemudian akan

24

Page 25: Case Status Asmatikus

diproses didalam sel APC dan selanjutnya alergen tersebut akan dipresentasikan ke sel

limfosit T dengan bantuan molekul-molekul Major Histocompatibility Complex ( MHC class

II), maka limfosit T akan membawa ciri antigen tertentu (spesifik), kemudian teraktivasi,

berdiferensiasi dan berploriferasi. Limfosit T spesifik (Th2) dan produknya akan

mempengaruhi dan mengontrol limfosit B atau sel plasma atau sel pembentuk antibodi

lainnya untuk menghasilkan antibodi reagenik yang disebut Imunoglobulin E (IgE).

Selanjutnya IgE akan beredar dan menempel pada reseptor yang sesuai pada dinding sel mast.

Sel mast yang demikian disebut sel mat yang tersensitisasi. Apabila alergen serupa masuk

kedalam tubuh , alergen itu akan menempel pada sel mast yang tersensitisasi dan kemudian

akan terjadi degradasi dinding dan degranulasi sel mast. terjadinya pelepasan mediator

inflamasi, termasuk histamin, prostaglandin D2, leukotriene C4. Semua bahan ini akan

menyebabkan kontraksi dari otot salur pernafasan, peningkatan permeabilitas kapiler, sekresi

mukus, dan aktivasi refleks neuronal. Fase ini ditandai dengan terjadinya bronkokonstriksi

yang biasanya bisa diobati dengan bronkodilator, seperti agen beta-2-agonis.1,2

Later inflammatory response

Setelah antigen dipresentasikan ke limfosit T, maka limfosit yang mempunyai

berbagai kemampuan antara lain menyebabkan akumulasi dan aktivasi leukosit terutama

eosinofil yang merupakan sel inflamasi khusus pada asma. Limfokin-limfokin tersebut adalah

Interleukin yaitu : IL-3, Il-4, IL-5, IL-9, Il-13, Granulocytemacrophagecolony stimulating

factor (GM-CSF). 11

25

Page 26: Case Status Asmatikus

Terjadi pelepasan mediator inflamasi akibat menempelnya adhesion molecules di

epitelium saluran pernafasan dan endotel kapiler. Sel-sel inflamasi seperti eosinofil, netrofil,

dan basofil akan berhubungan dengan epitelium dan endothelium dan akhirnya akan

bermigrasi ke jaringan salur pernafasan. Eosinofil akan melepaskan eosinophilic cationic

protein (ECP) dan major basic protein (MBP). Kedua ECP dan MBP akan menginduksi

deskuamasi dari epitelium saluran pernafasan yang menyebabkan kerusakan epitel jalan

napas dan akan menyebabkan terpaparnya ujung-ujung saraf. Proses ini akan menginduksi

lebih banyak terjadinya hiperrespons pada asma.1,2

Kay membagi obstruksi bronkus atas 3 fase utama yaitu :1,8

1. Fase cepat (spasmogenik)

Fase cepat identik denganrespon awal yang terlihat pada uji provokasibronkus. Ciri

utamanya adalah pelepasan histamin sebagai mediator utama yangmengakibatkan

spasme otot polos bronkus,reaksi ini terjadi sangat cepat dan berakhirsetelah 1-2 jam.

Reaksi dapat menghilangdengan sendirinya atau kemudian diikuti faselambat

menetap.

2. Fase lambat menetap (late,sustained),

Fase lambat menetap ditandaiakumulasi sel-selneutrofil 4 – 8 jam setelah rangsangan,

dengan mediator utamanya adalahleukotrin, prostaglandin dan tromboksan yang

menyebabkan kontraksi otot polos bronkus yang lama dan edema

submukosa.Serangan dapat berlangsung 6-8 jam ataulebih. Reaksi lambat dapat

dihambat dengan pemberian kromoglikat, kortikosteroid, dan ketotifen sebelumnya.

26

Page 27: Case Status Asmatikus

3. Fase subakut/kronik.

Asma yang berlanjut yang tidak diobati atau kurang terkontrol berhubungan dengan

inflamasi didalam dan disekitar bronkus. Pada fase subakut, reaksi

inflamasimerupakan ciri utamanya dan terdapat infiltrasieosinofil dan sel

mononuklear. Akhir-akhir ini ditemukan mediator PAF ( Platelet Activating Factor)

yang dihasilkan sel mast, basofil danmakrofag yang dapat menyebabkan hipertrofi

otot polos dan kerusakan mukosa bronkus. PAF juga menyebabkan bronkokonstriksi

yang lebih kuat. Kortikosteroid biasanya memberikan hasil yang baik. Fase lambat

menetap dan fase subakut sangatmempengaruhi terjadinya asma kronis.

Manifestasi klinik

Studi epidemiologi menunjukkan bahwa asma tidak terdiagnosis di seluruh dunia,

disebabkan berbagai hal antara lain gambaran klinis yang tidak khas dan beratnya penyakit

yang sangat bervariasi, serta gejala yang bersifat episodik sehingga penderita tidak merasa

perlu berobat ke dokter. Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala

berupa batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabilitas yang berkaitan

dengan cuaca. Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah dengan

pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru terutama reversibiltas kelainan faal paru akan

lebih meningkatkan nilai diagnostik. 10

Riwayat penyakit atau gejala : 9

1. Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan.

2. Gejala berupa batuk berdahak, sesak napas, rasa berat di dada.

3. Gejala timbul/memburuk terutama malam/dini hari.

4. Diawali oleh factor pencetus yang bersifat individu.

5. Responsif terhadap pemberian bronkodilator.

Serangan batuk dan mengi yang berulang lebih nyata pada malam hari atau bila ada

beban fisik sangat karakteristik untuk asma. Walaupun demikian cukup banyak asma anak

dengan batuk kronik berulang, terutama terjadi pada malam hari ketika hendak tidur, disertai

sesak, tetapi tidak jelas mengi dan sering didiagnosis bronkitis kronik. Pada anak yang

27

Page 28: Case Status Asmatikus

demikian, yang sudah dapat dilakukan uji faal paru (provokasi bronkus) sebagian besar akan

terbukti adanya sifat-sifat asma. 5

Batuk malam yang menetap dan yang tidak tidak berhasil diobati dengan obat batuk biasa dan

kemudian cepat menghilang setelah mendapat bronkodilator, sangat mungkin merupakan

bentuk asma. 9

Pemeriksaan fisik1,2

Pemeriksaan awal dilakukan untuk menentukan kondisi pasien dan mencari resiko

untuk terjadinya gagal nafas. Episode akut asma bisa bermula dengan simptom yang ringan

seperti dyspnea. Dengan obstruksi saluran pernafasan yang semakin memburuk, respiratory

distress, termasuk retraksi, penggunaan otot abdomen sewaktu ekspirasi, dan tidak bisa

berbicara satu atau dua kata bisa ditemukan. Terjadi gangguan ventilasi dan perfusi

mengakibatkan penurunan saturasi oksigen dan hipoksia. Tanda vital bisa menunjukkan

takikardia dan hipertensi. Peak flow rate haruslah diperiksa sebagai tanda vital pada anak-

anak yang kooperatif. Jika tidak diberi pengobatan, obstruksi saluran nafas yang lama dan

usaha untuk bernafas yang meningkat bisa menyebabkan bradikardia, hipoventilasi, dan

cardiorespiratory arrest.

Pemeriksaan umum1,2,3,4

o Takikardia dan takipnea, tekanan darah mungkin meningkat. Pasien dengan

eksaserbasi ringan terjadi hipoksia dan penurunan saturasi oksigen. Fase

ekspirasi memanjang dengan wheezing bisa ditemukan.

o Anak dengan status asmatikus bisa dehidrasi karena asupan makanan atau

minuman buruk, muntah, dan usaha untuk bernafas yang meningkat.

o Retraksi interkostal, subkostal, penggunaan otot abdomen bisa dilihat

o Pasien dengan asma sedang sampai berat biasanya tidak bisa berbicara dengan

ayat penuh.

o Tingkat kesadaran bervariasi dari sadar penuh sampai koma. Jika hipoksemia

memburuk, pasien yang letargi menjadi agitasi. Dengan meningkatnya

obstruksi pada unit paru, hipoksemia memburuk lalu hiperkarbia terjadi.

Kedua hipoksemia dan hiperkarbia bisa mengakibatkan kejang dan koma, dan

merupakan tanda akhir dari respiratory compromise.

28

Page 29: Case Status Asmatikus

Pemeriksaan sistem respiratorik2,3,4

o Pada auskultasi selalu ditemukan wheezing bilateral pada ekspirasi. Wheezing,

terjadi akibat udara melalui saluran pernafasan yang menyempit akibat

obstruksi. Terjadi sewaktu ekspirasi, karena turbulensi udara.

o Suara nafas inspirasi bisa normal, berkurang atau tidak ada tergantung

keparahan penyakit. Silent chest (suara mengi yang lemah)bisa ditemukan

pada pasien yang sudah terjadi impending respiratory failure, di mana sudah

terjadi obstruksi yang berat atau terlalu lelah untuk menghasilkan wheezing.

o Pada pasien status asmatikus sedang sampai berat, penggunaan otot abdomen

bisa mengakibatkan sakit abdomen.

Klasifikasi Derajat Berat Asma Berdasarkan gambaran klinis (sumber : PDPI, 2006)3,4

Derajat Asma Gejala Gejala malam Faal paru

Intermitten

(Bulanan)

o Gejala < 1x/ minggu

o Tanpa gejala di luar

serangan

o Serangan singkat

o ≤ 2 kali sebulan o VEP1 ≥ 80 % nilai

prediksio APE ≥80 % nilai

terbaiko Variabilitas APE < 20

%

Persisten ringan

(mingguan)

o Gejala > 1x / minggu,

tetapi < 1x/ hario Serangan dapat

o Mengganggu aktivitas

dan tidur

o > 2x sebulan o VEP1 ≥ 80 % nilai

prediksio APE ≥80 % nilai

terbaiko Variabilitas APE 20 -

30%

Persisten sedang

(harian)

o Gejala setiap hari

o Serangan mengganggu

aktivitas dan tiduro Membutuhkan

bronkodilator setiap hari

o > 1x seminggu o VEP1 60 - 80 % nilai

prediksio APE 60 - 80 % nilai

terbaiko Variabilitas APE >30

%

29

Page 30: Case Status Asmatikus

Persisten berat

(kontinyu)

o Gejala terus menerus

o Sering kambuh

o Aktivitas fisik terbatas

o Sering o VEP1 ≤60 % nilai

prediksio APE ≤ 60 % nilai

terbaiko Variabilitas APE >30%

DIAGNOSIS BANDING 2

Benda asing di saluran pernafasan

Sindrom aspiraasi

Bronkiektasis

Cystic fibrosis

Congestive Heart Failure

Cedera inhalasi

Limfadenopati

Infeksi RSV

Trakeomalasia

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemilihan jenis pemeriksaan tergantung dari data riwayat penyakit dan kondisi pasien.2

1. Pulse oximetry memberikan evaluasi saturasi oksigen, yang sangat penting karena

penyebab kematian utama pada status asmatikus adalah hipoksia. Keuntungan

penggunaan pulse oximetry adalah ia mudah didapatkan, tidak invasive, menunjukkan

monitoring yang berterusan, dan merupakan indikator yang baik untuk hipoksemia

akibat gangguan ventilasi/perfusi mismatch.

2. Pengukuran elektrolit serum adalah sangat penting, terutama untuk memonitor kadar

kalium serum. Obatan yang digunakan untuk mengobati status asmatikus bisa

menyebabkan hipokalemia. Nilai pH yang rendah bisa menyebabkan peningkatan

transien dari kalium.

3. Kadar glukosa serum bisa meningkat akibat stress, penggunaan agen beta-agonis,

seperti epinefrin, dan penggunaan kortikosteroid. Namun, akibat penyimpanan yang

tidak baik, hipoglikemia bisa terjadi pada anak-anak yang lebih muda.

4. Pemeriksaan analisa gas darah untuk mengukur kadar oksigen dan karbondioksida

didalam darah yang mengindikasikan terjadinya hipoksia dan hipoksemia. Serta untuk

mengetahui apakah telah terjadi asidosis atau alkalosis dengan mengukur Ph dan

HCO3-.

30

Page 31: Case Status Asmatikus

5. Pemeriksaan darah lengkap, urin kengkap dan feces, bisa mengindikasikan ada infeksi

bakteria; tapi dengan penggunaan beta-agonis dan kortikosteroid bisa mengubah

komposisi dari sel darah putih dengan meningkatkan hitung sel darah putih perifer.

6. Uji faal paru dikerjakan untuk menentukan derajat obstruksi ,menilai hasil provokasi

bronkus, menilai hasil pengobatan, dan mengikuti perjalanan penyakit. Pemeriksaan

faal paru yang penting pada asma adalah aliran puncak ekspirasi (APE), Volume

kapasitas paksa (FVC), Volume ekspirasi selama 1 detik (VEP1). Memonitor peak

flow merupakan suatu pengukuran objektif terhadap obstruksi saluran pernafasan pada

anak yang cukup berusia dan kooperatif, dan bisa mentolerir pemeriksaan ini tanpa

memperparah penyakit yang dideritainya.1

7. Uji provokasi bronkus dilakukan bila diagnosis masuk diragukan. Tujuannya untuk

menunjukkan adanya hipereaktivitas bronkus. Dapat dilakukan dengan histamine,

metakolin,beban lari, udara dingin, uap air, allergen. Hipereaktivitas bronkus positip

aliran puncak ekspirasi (APE), Volume ekspirasi selama 1 detik (VEP1) menurun >

15% dari nilai uji provokasi sebelumnya dan setelah diberi bronkodilator nilai normal

akan tercapai lagi. Bila APE dan VEP1 sudah rendah dan setelah diberi bronkodilator

naik >15% berarti hipereaktivitas positip dan uji provokasi tidak perlu dilakukan.1

PEMERIKSAAN RADIOLOGI2

Pemeriksaan foto thoraks diindikasikan pada anak-anak dengan presentasi yang

atipikal atau yang tidak berespon terhadap terapi. Pada anak-anak yang sudah diketahui

menderita asma, pemeriksaan foto thoraks dilakukan jika curiga menderita pneumonia,

pneumothoraks, pseudomediastinum atau atelektasis yang signifikan.

TINDAKAN/PROSEDUR2

Intubasi trakeal dan ventilasi mekanis diindikasikan pada gagal nafas. Ventilasi non-

invasif bisa dicoba terlebih dulu untuk mengurangi paksaan untuk bernafas dan kelelahan,

agar tidak dilakukan intubasi. Pemasangan chest tube mungkin perlu untuk penanganan

pneumothorax, jika terjadi.

PENATALAKSANAAN

Menurut guidelines yang didapatkan dari National Asthma Education and Prevention

Program (NAEPP) of America Expert Panel, penanganan atau perawatan terhadap seseorang

31

Page 32: Case Status Asmatikus

anak dengan asma termasuklah rawat jalan yang intensif dengan medikasi dan intervensi

lingkungan. Rawat inap di rumah sakit merupakan suatu kagagalan dalam penanganan pasien

rawat jalan. Penanganan pasien dengan status asmatikus adalah seperti berikut:2

Oksigen

Oksigenasi digunakan untuk membantu mengkoreksi ventilasi dan perfusi . Bisa

diberikan menggunakan nasal kanul atau face mask. Jika terjadi hipoksemia yang

signifikan, nonbreathing mask bisa digunakan untuk memberikan sebanyak-

banyaknya 98% oksigen. Tujuan pemberian oksigen adalah untuk mencapai saturasi

oksigen di atas 90%.

Beta-agonis inhalasi

Albuterol atau salbutamol, dan terbutalin merupakan terapi akut untuk asma. Obat-

obat ini menstimulasi cyclic adenosine monophosphate (AMP) untuk memediasi

terjadinya bronkodilatasi. Salur pernafasan mempunyai banyak reseptor beta. Dengan

menstimulasi reseptor ini, otot salur pernafasan berelaksasi, pembersihan mukosiliar

meningkat, dan produksi mukus menurun. Administrasi obat ini melalui nebulisasi

inhalasi biasanya merupakan cara yang paling efektif.

Kortikosteroid

Kortikosteroid seperti metilprednisolon, prednisolon atau prednisone, merupakan

terapi yang penting dalam pengobatan status asmatikus. Ia digunakan untuk

mengurangi inflamasi salur pernafasan yang berat dan edema pada asma. Selain itu

kortikosteroid dikatakan membantu meningkat efek obat beta-agonis. Kortikosteroid

bisa diberikan secara intravena atau oral. Walaupun kebanyakan dokter memberikan

kortikosteroid secara intravena pada kasus status asmatikus , terdapat penelitian yang

mengatakan bahwa pemberian kortikosteroid secara oral adalah sama efektif dengan

pemberian kortikosteroid secara intravena.

Antikolinergik

Agen antikolinergik menghalang terjadinya bronkokonstriksi dengan menghambat

cyclic guanosine monophosphate (GMP). Ia juga mengakibatkan menurunnya

32

Page 33: Case Status Asmatikus

produksi mukus dan meningkatkan pembersihan mukosiliar.

Protap penanganan status asmatikus di RS Dr. Soetomo Setelah diagnosis ditegakkan segera

diikuti dengan langkah langkah sebagai berikut

Menetapkan beratnya penyakit dan beratnya terapi dengan

menggunakan predictor index scoring system

Tanda-tanda fisik Score 0 Score 1

Nadi < 120 mmHg >120 mmHg

Pernapasan <30x/menit >30x/menit

Pulsus paradoxus <18 mmHg >18 mmHg

PEFR >120l/mnt <120l/mnt

Sesak napas Ringan Berat

Retraksi Tidak ada Ada

Wheezing Ringan Berat

Catatan: bila score lebih dari 4 harus masuk rumah sakit

Bila ada silent chest merupakan tanda bahaya

Penanggulangan status asmatikus1

1. Infus RL : D5 = 3: 1 dengan tetesan sesuai kebutuhan rehidrasi.

2. Oksigen 2 – 4 l/m melalui kanul nasal.

3. Aminofilin bolus 5-6 mg / kgBB i.v pelan selama 20-30 menit dilanjutkan maintenance

20 mg/kgBB/hari diberikan secara drip.

4. Terbutalin 0,25 mg / 6 jam subkutan atau I.V. atau orciprenalin 0,25 mg / 6 jam subcutan

atau I.V. pelan (penelitian terakhir tidak berbeda bermakna)

5. Hidrocortison sodium suksinat 4 mg / kgBB / 4 jam I.V ( 200 mg / 4 jam I.V. ) bisa juga

memakai dexamethason 20 mg / 6 jam I.V. selain itu dapat digunakan 160 mg

methilprednisolon dalam dosis terbagi 4 kali per hari, kortikosteroid diberikan sampai

membaik secara klinis dan laboratoris. Disamping parenteral diberikan juga Prednison

peroral 3 x 10 mg per hari sampai keadaan membaik diberhentikan secara tappering off.

Kortikosteroid yang sudah diberikan diteruskan pemberiannya, bila belum harus

diberikan. Kortikosteroid diberikan intravena, karena sangat diperlukan untuk

mempercepat hilangnya udem dan mengembalikan sensitivitas terhadap bronkodilator.

6. Usaha pengenceran lendir dengan obat mukolitik perlu dipertimbangkan karena biasanya

pada keadaan seperti ini terdapat banyak lendir dan lengket di seluruh cabang-cabang

33

Page 34: Case Status Asmatikus

bronkus.

7. Antibiotik bila jelas ada infeksi. Oksitetrasiklin 2 x 100 mg I. M. atau Amoxillin /

Ampicillin 2 x 1 g I.V. atau golongan antibiotik yang sesuai dngan sumber infeksinya.

8. Menilai hasil tindakan dan terapi

Dengan keadaan klinis ( scoring) dan secara laboratoris yaitu pemeriksaan faal paru,

analisa gas darah , elektrolit, leukosit dan eosinofil serta monitoring EKG & foto rontgen

Pemeriksaan analisis gas darah arteri sebaiknya dilakukan pada :

Serangan asma akut berat Membutuhkan perawatan rumah sakit Tidak respon dengan pengobatan/memburuk Ada komplikasi antara lain pneumonia, pneuomothorax dll

Pada keadaan dibawah ini analisis gas darah mutlak dilakukan:

Mengancam jiwa Tidak respon terhadap pengobatan/memburuk Gagal napas Sianosis, kesadaran menurun dan gelisah

Tindak lanjut bila terjadi kegagalan terapi

a. Asidosis respiratorik

Ventilasi diperbaiki Pemberian Na Bikarbonat

b. Hipoksia berat ( PaO2 < 50 mmHg )

Pemberian O2 4- 6 L/m dengan ventilasi mask

c. Gagal napas akut

alat bantu napas ( ventilator mekanik )

syarat :

apneu

kenaikan PaCO2 > 5 mmHg / jam disertai asidosis . respiratorik akut

Nilai absolut PaCO2 > 50 mmHg disertai asidosis . respiratorik akut

Hipoksia refrakter walau sudah diberi O2

Bedah

34

Page 35: Case Status Asmatikus

Status asmatikus umumnya ditangani dengan terapi medikasi, tapi jika terjadinya

pneumothoraks maka dilakukan thorakostomi atau thorakosentesis.

Diet

Beberapa anak dengan asma biasanya mempunyai beberapa episode asma akibat

alergi terhadap bahan makanan tertentu. Konsultasi dengan ahli nutrisi mungkin akan

membantu dalam menentukan penanganan pasien secara diet.

PENANGANAN LANJUT

Pasien yang dirawat di rumah sakit2

Indikasi dirawat di ICU

o Kesadaran dan sensoris terganggu

o Penggunaan terapi beta-agonis inhalasi

o Pasien kelelahan

o Kemasukan udara atau inspirasi yang menurun mendadak

o Peningkatan PCO2 walaupun dengan pengobatan

o Adanya faktor resiko

o Kondisi pasien tidak membaik walaupun terapi mencukupi

Indikasi untuk intubasi dan ventilasi mekanis

o Apnea atau respiratory arrest

o Kesadaran menurun

o Impending respiratory failure, ditandai dengan peningkatan PCO2 dan

kelelahan/capek, penurunan pergerakan udara, dan penurunan kesadaran

35

Page 36: Case Status Asmatikus

o Hipoksemia signifikan, yang berespon buruk atau tidak berespon kepada terapi

oksigen tambahan

Kateter arteri yang menetap (indwelling arterial catheters): tindakan memasang

kateter arteri bisa digunakan untuk memonitor tekanan darah yang berterusan, dan

untuk mengambil sampel untuk analisa gas darah arteri pada pasien dengan ventilasi

mekanis. Gas darah dimonitor untuk menilai respon pasien terhadap ventilasi

mekanis.

Pasien yang dirawat jalan1,2

Follow-up pasien yang dirawat jalan dan perawatan yang berterusan terhadap pasien

yang pernah dirawat di ICU pediatrik karena status asmatikus yang parah adalah

sangat penting untuk mengoptimalkan hasil jangka panjang dan kualitas hidup dan

meminimalkan episode eksaserbasi asma parah.

Antara yang penting dan harus diperhatikan adalan obat-obatan untuk diambil di

rumah, seperti anti-inflamasi. Kortikosteroid sekarang dianggap sebagai salah satu

terapi utama untuk pengobatan maintenance terhadap asma. Ada studi mengatakan

bahwa penggunaan anti-inflamasi yang kurang berhubungan dengan asma yang lebih

parah. Ini karena terjadinya remodeling dari salur pernafasan, dan perubahan dari

proses inflamasi pada tubuh yang persisten.

Untuk eksaserbasi akut disarankan untuk menggunakan bronkodilator.

Perubahan atau kontrol terhadap lingkungan juga perlu pada anak dengan asma yang

berhubungan dengan alergi yang berkaitan dengan lingkungan.

Pindah ruangan2

Anak yang dirawat di ICU karena status asmatikus yang parah bisa dipindah ke ruangan yang

biasa jika pasien telah memenuhi kriteria berikut:

Pasien telah diekstubasi.

Pasien telah tidak bergantung kepada terapi beta-agonis berterusan secara intravena

(seperti terbutalin, aminofilin) dan kondisinya stabil dengan penggunaan terapi beta-

36

Page 37: Case Status Asmatikus

agonis inhalasi/aerosol secara intermiten.

Pasien bisa mentoleransi pengurangan penggunaan albuterol berterusan; dengan

menggunakan nebulisasi albuterol secara intermiten pada frekuensi yang bisa

dilakukan di ruangan biasa.

Status hemodinamiknya telah stabil.

KOMPLIKASI

Komplikasi yang bisa terjadi termasuklah:2,3,4

Cardiac arrest

Gagal nafas atau respiratory arrest

Hipoksemia dengan cedera susunan saraf pusat yang hipoksik dan iskemik

Pneumothoraks atau pneumomediastinum

Toksisitas dari obat-obatan

EDUKASI PASIEN2

Asma merupakan suatu penyakit kronis. Pasien dan keluarganya haruslah diberi

edukasi mengenai asma yang diderita pasien dan perawatan lanjutan atau follow-up.

Informasi mengenai perawatan atau pengobatan maintenance, monitoring dan kontrol

terhadap lingkungan pasien adalah sangat penting, terutama untuk mencegah eksaserbasi dari

asma.

PROGNOSIS

Mortalitas akibat asma jumlahnya kecil. Gambaran yang paling akhir menunjukkan

kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi berisiko yang jumlahnya kira-kira 10

juta penduduk. Angka kematian cenderung meningkat di pinggiran kota dengan fasilitas

kesehatan terbatas. 9

Informasi mengenai perjalanan klinis asma menyatakan bahwa prognosis baik

ditemukan pada 50–80% pasien, khususnya pasien yang penyakitnya ringan dan timbul pada

37

Page 38: Case Status Asmatikus

masa kanak-kanak. Jumlah anak yang masih menderita asma 7–10 tahun setelah diagnosis

pertama bervariasi dari 26–78% dengan nilai rata-rata 46%, akan tetapi persentase anak yang

menderitaringan dan timbul pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang menderita asma

penyakit yang berat relatif berat (6 –19%). Secara keseluruhan dapat dikatakan 70–80% asma

anak bila diikuti sampai dengan umur 21 tahun asmanya sudah menghilang. 9

Prognosis pada pasien dengan status asmatikus pada umumnya baik apabila dilakukan

penanganan yang tepat dan cepat. 2

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Rogayah R. Penatalaksanaan asma bronkial prabedah. J Respir Indo1995;15:177-81

2. Surjanto E, Hambali S, Subroto H. Pengobatan jalan untuk asma. J Respir Indo 1988;8:30-5.

3. Alpers JH. The Changing approach to the pharmacotherapy of asthma.

4. dr. Latief A, dr. Napitupulu, dkk. 2007. Ilmu Kesehatan Anak Volume 3. Jakarta:

Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, hal.1203-28.

5. Status Asthmaticus. Author : Constantine K Saadeh, MD; Chief editor : Zab

Mosenifar, MD. Available at : http://emedicine.medscape.com/article/2129484-

overview. Accessed on 9 Mei 2013

6. UniversitasSumateraUtara.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23341/4/

Chapter%20II.pdf. Accessed on 9 Mei 2013

7. UniversitasSumateraUtara.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23277/4/

Chapter%20II.pdf. Accessed on 10 Mei 2013

8. Asthma UK ; Key facts & statistics.

9. Allergy and asthma proceedings : the official journal of regional and state allergy

societies 33Suppl 1: pg S47-50

10. Ariz Pribadi, Darmawan BS. Serangan Asma Berat pada Asma Episodik sering. Sari

Pediatri Vol. 5, No. 4. Maret 2004: 171 - 177

11. Kay AB. Asthma and inflammation. J Allergy Clin Immunol 1991;5:893-910.

12. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Asma : Pedoman Diagnosis dan Penatalaksaan

di Indonesia. Balai Penerbit FKUI : Jakarta, 2004.

38

Page 39: Case Status Asmatikus

13. Robbins dkk. Buku Ajar Patologi II. Edisi 4. Alih Bahasa : Staf pengajar

Laboratorium Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.

Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta, 1995.

14. Zahorik KJ, Busse WW. Chronic asthma. Hall JB, Corbridge TC, Rodrigo C, Rodrigo GJ, Acute Asthma. Singapore: McGraw-Hill, 2000 : 232-45

39