referat status asmatikus

51
LAPORAN KASUS STATUS ASMATIKUS Pembimbing : dr.Sukaenah S A, Sp.P Disusun oleh: Sely Fauziah 030.10.248 KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RSUD BUDHI ASIH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA 2014

Upload: julian-eka-putra

Post on 19-Jan-2016

633 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

Referat

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Status Asmatikus

LAPORAN KASUS

STATUS ASMATIKUS

Pembimbing : dr.Sukaenah S A, Sp.P

Disusun oleh: Sely Fauziah

030.10.248

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RSUD BUDHI ASIH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERUNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA

2014

Page 2: Referat Status Asmatikus

BAB I

PENDAHULUAN

Asma adalah penyakit saluran napas kronik dan  merupakan masalah kesehatan

masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia. Asma dapat bersifat ringan dan tidak

mengganggu aktivitas, akan tetapi dapat bersifat menetap dan mengganggu aktivitas bahkan

kegiatan harian hal inilah yang menyebabkan terjadinya penurunan produktivitas dan kualitas

hidup dimasyarakat.

          Kemajuan ilmu dan teknologi di belahan dunia ini tidak sepenuhnya diikuti dengan

kemajuan penatalaksanaan asma, hal itu tampak dari  data berbagai negara yang menunjukkan

peningkatan kunjungan ke darurat gawat, rawat inap, kesakitan dan bahkan kematian karena

asma.  Kesepakatan bagaimana menangani asma dengan benar yang dilakukan oleh National

Institute of Heallth National Heart, Lung and Blood Institute (NHLBI) bekerja sama

dengan World Health Organization (WHO) bertujuan memberikan petunjuk bagi para dokter dan

tenaga kesehatan untuk melakukan penatalaksanaan asma yang optimal sehingga menurunkan

angka kesakitan dan kematian asma. Petunjuk penatalaksanaan yang telah dibuat dianjurkan

dipakai di seluruh dunia disesuaikan  dengan kondisi  dan permasalahan negara masing-masing.1

Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran pernafasan yang menyebabkan terjadinya

hipereaktivitas bronkus sehingga terjadi trias asma yaitu : 1) edema mukosa, 2) bronkokontriksi,

3) peningkatan sekresi yang ketiganya mengakibatkan gejala episodic seperti sesak nafas, batuk

dan mengi biasanya di malam hari akibat obstruksi saluran nafas yang luas, bervariasi dan

bersifat reversible dengan atau tanpa pengobatan. Gejala Penyempitan pada saluran nafas pada

asma dapat terjadi bertahap, perlahan-lahan bahkan mendadak sehingga timbulah serangan asma

yang akut.2

Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal itu

tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT) di berbagai provinsi di

Indonesia. Survei kesehatan rumah tangga (SKRT) 1986 menunjukkan asma menduduki urutan

ke-5 dari 10 penyebab kesakitan (morbiditi) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan

emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian

1

Page 3: Referat Status Asmatikus

(mortaliti) ke-4  di Indonesia atau sebesar 5,6 %. Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh

Indonesia sebesar 13/ 1000, dibandingkan bronkitis kronik 11/ 1000 dan obstruksi paru 2/ 1000. 1

Prevalensi asma dipengaruhi oleh banyak factor diantaranya yaitu jenis kelamin, usia,

status atopi, factor keturunan serta factor lingkungan. Asma dapat ditemukan pada laki-laki

maupun perempuan di segala usia terutama usia dini. Perbandingan asma pada usia dini adalah

laki-laki: perempuan yaitu 2:1, sedangkan pada usia remaja didapatkan perbandingan yang sama

1:1.

Berdasarkan laporan dari WHO pada saat ini prevalensi asma diperkirakan mencapai 300

juta di seluruh dunia dan akan terus meningkat hingga 400 juta penderita pada tahun 2025. Hasil

penelitian International study of asthma and allergies in childhood ( ISAAC) pada tahun 2005

diperkirakan prevalensi asma di Indonesia meningkat dari 4,2% hingga 5,4% dari seluruh

penduduk di Indonesia, artinya saat ini terdapat 12,5 juta pasien asma di Indonesia.

Faktor-faktor yang dapat menimbulkan serangan asma atau sering disebut sebagai faktor

pencetus antara lain alergen misalnya debu rumah, tungau debu rumah (Dermatophagoides

pteronissynus) spora jamur, serpih kulit kucing, bulu binatang, beberapa makanan laut dan

sebagainya, infeksi saluran nafas terutama oleh virus seperti influenza merupakan salah satu

faktor pencetus yang paling sering menimbulkan asthma bronkiale, stress baik fisik maupun

psikologis, olah raga atau aktifitas fisik yang berlebihan, obat – obatan seperti penicillin,

salisilat, beta blocker, kodein dan sebagainya, polusi udara misalnya udara berdebu, asap pabrik /

kendaraan, asap rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran dan oksida fotokemikal, serta

bau yang tajam, dan lingkungan kerja.2

Status asmatikus adalah suatu serangan asma yang luar biasa beratnya, dimana obat-obat

yang biasanya efektif untuk meniadakan atau mengurangi serangan sesak nafas sudah tidak

berkhasiat lagi. Hal ini dikarenakan penggunaan obat-obat beta2 adrenergik melalui spray atau

inhalasi dengan dosis yang tinggi dan jangka waktu yang lama.

2

Page 4: Referat Status Asmatikus

Status asmatikus merupakan komplikasi dari serangan asma akut yang berat dan dapat

membahayakan jiwa, diperlukan terapi segera berupa kortikosteroid untuk menurunkan obstruksi

saluran nafas dan mencegah terjadinya komplikasi berupa pneumothoraks dan gagal nafas.3

3

Page 5: Referat Status Asmatikus

BAB II

LAPORAN KASUS

STATUS ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH JAKARTA

Nama : Sely Fauziah

NIM : 030.10.248

Pembimbing : dr.Sukaenah S A, Sp.P

I. IDENTITAS

Nama : Tn. W

Umur : 31 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Jl Masjid Cawang

Status pernikahan : Menikah

Pekerjaan : Karyawan bank

Pendidikan : S1

Agama : Islam

Tanggal masuk : 4 Juni 2014

No. RM : 93.40.05

II. ANAMNESIS

Telah dilakukan autoanamnesis dan alloanamnesis dengan bapak pasien pada hari jumat pukul 12.00 WIB, tanggal 6 Juni 2014 di ruang 703.

Keluhan Utama

Pasien datang dengan penurunan kesadaran (tidak sadarkan diri) satu setengah jam sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang

Os datang ke IGD RSUD Budhi Asih dengan penurunan kesadaran (tidak sadarkan diri) satu setengah jam sebelum masuk rumah sakit. Sebelum tidak sadarkan diri Os mengeluh sesak nafas yang dirasakan tiga setengah jam sebelum masuk rumah sakit, Sesak dirasakan

4

Page 6: Referat Status Asmatikus

semakin berat meskipun pasien telah menggunakan inhaler yang didapat dari klinik setempat 2 minggu sebelumnya sebanyak dua kali dengan sela 1 jam diantara pemberiannya. Sesak yang dirasakan semakin memberat hingga akhirnya pasien dilarikan RS Budhi Asih namun ditengah perjalanan pasien tidak sadarkan diri. Os mengaku sesak tersebut dicetuskan oleh suhu panas dan lelah yang dialami pasien.

Os juga memiliki keluhan mual (+), menurunnya nafsu makan (+) dan batuk kering (+). Demam (-), sakit kepala (-), nyeri tenggorokan (-), pilek (-), nyeri dada (-), batuk darah (-), muntah (-), sulit bab (-), nyeri bak (-). Sebelumnya, 2 minggu SMRS pasien berobat ke Klinik terdekat dengan keluhan yang sama yaitu sesak lalu diberikan terapi inhalasi dan keluhan sesak hilang hingga akhirnya pasien mengganti inhaler yang lama dengan yang didapatkan dari klinik karena menurut pasien lebih berkurang sesaknya dengan inhaler yang baru dan dalam sehari Os menyemprotkan 2-3 kali. Dalam 1 bulan terakhir Os mengaku sudah mendapatkan serangan sesak sebanyak 3 kali terhitung dengan saat ini, namun tidak berat seperti saat ini Pasien mengaku sebelumnya sudah menggunakan inhaler selama 7 tahun terakhir terhitung sejak pasien menjadi mahasiswa.

Riwayat Penyakit Dahulu

OS pernah mengalami keluhan yang serupa sebelumnya dan mengaku selalu dicetuskan oleh debu rumah tangga, udara panas dan kelelahan. Riwayat Asma (+) sejak usia 6 tahun namun pasien mulai memeriksakan kesehatannya dan memakai inhaler sejak 7 tahun yang lalu. Riwayat TB paru dan sakit paru-paru (-). Riwayat Hipertensi (-). Riwayat DM (-). Riwayat sakit Jantung (-). Trauma (-).

Riwayat Penyakit Keluarga

Pada keluarga OS terdapat riwayat Asma pada ibu, bapak dan kakak perempuan pertama. Riwayat DM dan Hipertensi pada ibu dan bapak OS. Riwayat TB paru dan sakit paru-paru dalam keluarga dan tetangga sekitar Os disangkal. Riwayat keganasan dalam keluarga juga disangkal.

Riwayat Kebiasaan

Os mengaku mulai merokok sejak 4 bulan terakhir sebanyak 2-3 batang per hari. Os jarang berolah raga, makan 3x perhari dan teratur makan sayur dan buah-buahan. Riwayat minum alcohol dan menggunakan obat-obat suplemen atau jamu disangkal.

Riwayat Lingkungan

Os tinggal ditempat padat penduduk, memiliki cukup jendela dan pencahayaan baik tidak perlu memakai lampu jika pagi atau siang hari, Os tidak memelihara binatang berbulu seperti kucing maupun anjing, istri Os cukup rajin membersihkan rumah dari debu namun rumah Os cukup panas karena tidak memakai AC.

5

Page 7: Referat Status Asmatikus

Riwayat Pekerjaan

Os bekerja sebagai karyawan swasta dan tidak pernah mengalami serangan asma di kantor. Lingkungan kerja bersih didalam ruangan dan memakai AC. Namun tugas pada akhir-akhir ini banyak dan Os sering merasa kelelahan.

Riwayat Pengobatan

Os pernah mendapatkan terapi inhaler yang baru digunakan 2 minggu SMRS dan menggunakan terapi inhaler sebelumnya 7 tahun terakhir. Namun Os tidak mengetahui nama atau jenis inhalernya.

Riwayat alergi

OS mengaku alergi terhadap debu rumah tangga. Alergi makanan (-), alergi obat (-), dermatitis atopic (-), rhinitis alergika (-).

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum ( 7 juni 2014)

Kesan sakit : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

TTV : TD 130 /80 mmHg N 80x/menit RR 20x/menit S 36,5oC

BB : 73 kg BMI : 46,2

TB : 158 cm Kesan gizi : obesitas stage 2

Status Generalis

Kepala

Normochepali, rambut hitam distribusi merata.

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Telinga : Normotia, nyeri tarik atau nyeri lepas (-/-), liang telinga lapang (+/+), serumen (-/-)

Hidung : Deformitas (-), krepitasi (-), nyeri tekan (-), kavum nasal tampak lapang (+/+)

6

Page 8: Referat Status Asmatikus

Mulut : Bibir tidak kering, mukosa mulut kering, tidak ada efloresensi yang bermakna, oral hygine baik, uvula letak di tengah, tidak hiperemis, arkus faring tidak hiperemis dan tidak tampak detritus, tonsil T1/T1.

Leher

Inspeksi : Tak tampak benjolan KGB dan kelenjar tiroid

Palpasi : Kelenjar getah bening tidak teraba membesar, kelenjar tiroid tidak teraba membesar.

Toraks

Inspeksi : Tidak tampak efloresensi yang bermakna, gerak pernafasan simetris tidak tampak pergerakan nafas yang tertinggal, tulang iga tidak terlalu vertikal maupun horizontal, retraksi otot-otot pernapasana (-).

Palpasi : vocal fremitus simetris kiri dan kanan dada. Ictus cordis teraba setinggi ICS 5 1 cm dari garis midclavicula kiri.

Perkusi : Didapatkan perkusi sonor pada kedua lapang paru.

- batas paru dengan hepar : setinggi ICS 5 linea midclavicula kanan dengan suara redup- batas paru dengan jantung kanan : setinggi ICS 3 hingga 5 linea sternalis kanan

dengan suara redup- batas paru dengan jantung kiri : setinggi ICS 5 1 cm linea midclavicula kiri dengan

suara redup- batas atas jantung : setinggi ICS 3 linea parasternal kiri dengan suara redup

Auskultasi :

- Jantung : Bunyi jantung I & II regular murmur (-) gallop (-). - Paru : Suara napas vesikuler (+/+), wheezing ekspirasi (+/+), Ronki (-/-).

Abdomen

Inspeksi : Tidak tampak efloresensi yang bermakna, perut buncit, smiling umbilicus (-), hernia umbilikalis (-), pulsasi abnormal (-), spider navy (-).

Auskultasi : BU (+) normal.

Perkusi : Didapatkan timpani pada seluruh lapang abdomen, shifting dullness (-).

Palpasi : Teraba supel, tidak teraba massa, tidak ada nyeri tekan maupun nyeri lepas,

Hepar, lien tidak teraba, ballotemen (-).

7

Page 9: Referat Status Asmatikus

Ekstremitas

Inspeksi : Simetris, tidak tampak efloresensi yang bermakna, oedem ekstremias superior (-/-), oedem ekstremitas inferior (-/-), palmar eritema (-/-).

Palpasi : Akral teraba hangat, CRT < 2 detik.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Telah dilakukan pemeriksaan penunjang berupa:

Laboratorium darah (04-06-14)

JENIS PEMERIKSAAN

HASIL SATUAN NILAI NORMAL

HEMATOLOGILeukosit 9,9 ribu/ul 3,8-10,6Eritrosit 5,0 juta/ul 4,4-5,9Hemoglobin 14,5 g/dl 13,2-17,3Hematokrit 44 % 40-52Trombosit 460 ribu/ul 150-440MCV 87,0 fL 80-100MCH 28,9 pg 26-34MCHC 33,0 g/dl 32-36RDW 13,4 % <14ANALISA GAS DARAHpH 7,39 7,35-7,45pCO2 34 mmHg 35-45pO2 145 mmHg 80-100Bikarbonat (HCO3) 21 mmol/L 21-28Total CO2 22 mmol/L 23-27Saturasi O2 99 % 95-100Kelebihan basa (BE) -3,1 mEq/L -2,5-2,5METABOLISME KARBOHIDRATGula darah sewaktu

197 mg/dl <110

8

Page 10: Referat Status Asmatikus

Thoraks Paru

Jenis : Foto thorax paru PADeskripsi : CTR <50%, Corakan bronkovaskuler tidak meningkatKesan : cor dan pulmo normal

V. DIAGNOSIS

Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dapat diambil kesimpulan diagnosa kerja saat ini adalah Gagal nafas ec Status Asmatikus.

VI. RINGKASAN

Seorang laki-laki berusia 31 tahun datang ke IGD RSUD Budhi Asih dengan penurunan kesadaran (tidak sadarkan diri) satu setengah jam sebelum masuk rumah sakit. Sebelum tidak sadarkan diri Os mengeluh sesak nafas yang dirasakan tiga setengah jam sebelum masuk rumah sakit. Os mengaku sesak dicetuskan oleh suhu panas dan lelah yang dialami pasien. Sesak dirasakan semakin berat meskipun pasien telah menggunakan inhaler sebanyak dua kali yang didapat dari klinik setempat 2 minggu sebelumnya dengan sela 1 jam diantara pemberiannya. Sesak yang dirasakan semakin memberat hingga akhirnya pasien dilarikan RS Budhi Asih namun ditengah perjalanan pasien tidak sadarkan diri. Os juga memiliki keluhan mual (+), menurunnya nafsu makan (+) dan batuk kering (+).

OS pernah mengalami keluhan yang serupa 2 minggu SMRS dan diberikan terapi inhalasi oleh klinik setempat dan Os merasa lebih enak. Sebelumnya Os mengaku sering sesak bila menghirup debu rumah tangga, udara panas dan kelelahan. Riwayat Asma (+) sejak usia 6 tahun. Pada keluarga OS terdapat riwayat Asma pada ibu, bapak dan kakak perempuan pertama. Os menggunakan terapi inhaler 7 tahun terakhir.

9

Page 11: Referat Status Asmatikus

Dari pemeriksaan fisik didapatkan OS tampak sakit sedang, tanda vital dalam batas normal kecuali tekanan darah yang agak meningkat. Pada auskultasi toraks didapatkan suara pa

ru tambahan berupa wheezing ekspirasi pada kedua lapang paru. Berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang didapatkan peningkatan jumlah trombosit, penurunan pCO2, peningkatan pO2, penurunan total CO2 dan peningkatan kadar glukosa darah sewaktu.

VI. DAFTAR MASALAH

Masalah Analisis masalahPenurunan kesadaran

Suplai oksigen ke otak berkurang akibat adanya obstruksi pada saluran pernafasan

Sesak nafas Akibat hiperreaktif bronkus yang menyebabkan adanya hipersekresi bronkus, edema mukosa, dan bronkokontriksi yang menyebabkan obstruksi saluran pernafasan hingga timbul sesak

Batuk kering Akibat penumpukan cairan sehingga terjadi kompensasi tubuh untuk mengeluarkan benda asing

Mual wheezing Kontriksi saluran nafas

Obesitas stage 2 Salah satu factor resiko (leptin) dapat meningkatkan kejadian asma, terbukti berdasarkan penelitian penurunan BB pada penderita asma dapat menurunka morbiditas dari serangan akut asma, meskipun mekanisme nya belum jelas.

Refrakter bronkodilator

Akibat pemakaian dalam jangka waktu yang lama dan dosis yang tinggi akibatnya reseptor beta 2 menjadi refrakter.

Gula darah meningkat

Stress jaringan sehingga tubuh mengeluarkan berbagai hormone salah satunya kortisol yang merangsang glucagon sehingga gula darah meningkat

VII. PENATALAKSANAANTerapi IGD1. Asering+lasal 2cc+Etaphilin 1amp2. Inj Dexametason IIa3. Bagging 14. Inhalasi 1 combivent : pulmicont5. Bagging 26. Inhalasi 2 combivent : pulmicont7. Bagging 38. Inhalasi 3 combivent : pulmicont9. Konsul ke dokter Erna, SpP

10

Page 12: Referat Status Asmatikus

10. Pro rawat inap11. Asering+ lasal 2cc + Etaphiline 1 amp/8 jam12. Inhalasi ventolin/4 jam13. Inj Metil prednisolone 2x125mg 14. Rantin 2x115. Ceftriaxone 1x2 gr16. Bisolvon 3x117. NRM 5 liter

Anjuran1. Cek darah rutin2. Analisa gas darah3. Rotgen Thorax

Follow up harian

Tanggal Subjektif Objektif Analisa Rencana terapi5/06/2014 - Sesak

berkurang- lemas- tenggorkan terasa kering

TD 130/80mmHgN 90x/menitRR 17x/menitS 37 oCMata : CA -/-, SI -/-Thx

- Paru : Sn vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing +/+

- Jantung : S1 dan S2 reg, M (-), G (-)

Abd : supel, NT (-), timpaniEks : akral hangat (+/+)

- Status asmatikus dengan perbaikan hari kedua

- Asering+ lasal 2cc + Etaphiline 1 amp/8 jam- Inhalasi ventolin/4 jam- Flexotid 2x/hari- Metil prednisolone 2x125- Rantin 2x1- Ceftriaxone 1x2 gr- Bisolvon 3x1

11

Page 13: Referat Status Asmatikus

6/06/2014 - Sesak berkurang- Batuk kering

TD 130/80mmHgN 80x/menitRR 20x/menitS 36,5 oCMata : CA -/-, SI -/-Thx

- Paru : Sn vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing +/+

- Jantung : S1 dan S2 reg, M (-), G (-)

Abd : supel, NT (-), timpaniEks : akral hangat (+/+)

AGDpH 7,45pCO2 33pO2 94HCO3 23Total CO2 24Sat O2 97BE 0,2

Status asmatikus dengan perbaikan hari ketiga

Terapi lanjutkan

7/06/2014 Sesak (+)Batuk

TD 130/80 mmHgN 90x/menitRR 20x/menitS 36,5oCMata : CA -/-, SI -/-Thx

- Paru : Sn vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing +/+

- Jantung : S1 dan S2 reg, M (-), G (-)

Abd : supel, NT (-), timpaniEks : akral hangat

Status asmatikus dengan perbaikan hari ketiga

- BLPL- Seretide

2x1 semprot

- Zistic 1x1- Kapsul

racikan 3x1

12

Page 14: Referat Status Asmatikus

(+/+)

VIII. PROGNOSIS

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

ASMA BRONCHIALE

DEFINISI

Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran pernafasan yang menyebabkan terjadinya

hipereaktivitas bronkus sehingga terjadi trias asma yaitu : 1) edema mukosa, 2) bronkokontriksi,

3) peningkatan sekresi yang ketiganya mengakibatkan gejala episodic seperti sesak nafas, batuk

dan mengi biasanya di malam hari akibat obstruksi saluran nafas yang luas, bervariasi dan

bersifat reversible dengan atau tanpa pengobatan. Gejala Penyempitan pada saluran nafas pada

asma dapat terjadi bertahap, perlahan-lahan bahkan mendadak sehingga timbulah serangan asma

yang akut.2

EPIDEMIOLOGI

Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal itu

tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT) di berbagai provinsi di

Indonesia. Survei kesehatan rumah tangga (SKRT) 1986 menunjukkan asma menduduki urutan

13

Page 15: Referat Status Asmatikus

ke-5 dari 10 penyebab kesakitan (morbiditi) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan

emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian

(mortaliti) ke-4  di Indonesia atau sebesar 5,6 %. Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh

Indonesia sebesar 13/ 1000, dibandingkan bronkitis kronik 11/ 1000 dan obstruksi paru 2/ 1000.1

Prevalensi asma dipengaruhi oleh banyak factor diantaranya yaitu jenis kelamin, usia,

status atopi, factor keturunan serta factor lingkungan. Asma dapat ditemukan pada laki-laki

maupun perempuan di segala usia terutama usia dini. Perbandingan asma pada usia dini adalah

laki-laki: perempuan yaitu 2:1, sedangkan pada usia remaja didapatkan perbandingan yang sama

1:1.

Berdasarkan laporan dari WHO pada saat ini prevalensi asma diperkirakan mencapai 300

juta di seluruh dunia dan akan terus meningkat hingga 400 juta penderita pada tahun 2025. Hasil

penelitian International study of asthma and allergies in childhood ( ISAAC) pada tahun 2005

diperkirakan prevalensi asma di Indonesia meningkat dari 4,2% hingga 5,4% dari seluruh

penduduk di Indonesia, artinya saat ini terdapat 12,5 juta pasien asma di Indonesia.2

FAKTOR RESIKO

          Resiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu (host factor) dan

faktor lingkungan. Faktor pejamu disini termasuk predisposisi genetik yang mempengaruhi

untuk berkembangnya asma, yaitu genetik asma, alergik (atopi) , hipereaktiviti bronkus, jenis

kelamin dan ras. Faktor lingkungan mempengaruhi individu dengan kecenderungan/

predisposisi  asma  untuk berkembang menjadi asma, menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan

atau menyebabkan gejala-gejala asma menetap. Termasuk dalam faktor lingkungan  yaitu

alergen, sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi pernapasan (virus), diet,

status sosioekonomi dan besarnya keluarga. Interaksi faktor genetik/ pejamu dengan lingkungan

dipikirkan melalui kemungkinan :

                pajanan lingkungan hanya meningkatkan risiko asma pada individu dengan genetik asma,

                baik lingkungan maupun  genetik masing-masing meningkatkan risiko penyakit asma.

FAKTOR PEJAMU

14

Page 16: Referat Status Asmatikus

Asma adalah penyakit yang diturunkan telah terbukti dari berbagai penelitian. Predisposisi

genetik untuk berkembangnya asma memberikan bakat/ kecenderungan untuk terjadinya asma.

Fenotip yang berkaitan dengan asma, dikaitkan dengan ukuran subjektif (gejala) dan objektif

(hipereaktivitas bronkus, kadar IgE serum) dan atau keduanya. Karena kompleksnya gambaran

klinis asma, maka dasar genetik asma dipelajari dan diteliti melalui fenotip-fenotip perantara

yang dapat diukur secara objektif seperti hipereaktiviti bronkus, alergik/ atopi, walau disadari

kondisi tersebut tidak khusus untuk asma. Banyak gen terlibat dalam patogenesis asma, dan

beberapa kromosom telah diidentifikasi berpotensi menimbulkan asma, antara`lain CD28,

IGPB5, CCR4, CD22, IL9R,NOS1, reseptor agonis beta2, GSTP1; dan gen-gen  yang terlibat

dalam menimbulkan asma dan atopi yaitu IRF2, IL-3,Il-4, IL-5, IL-13, IL-9, CSF2 GRL1,

ADRB2, CD14, HLAD, TNFA, TCRG, IL-6, TCRB, TMOD dan sebagainya.

 

Genetik mengontrol respons imun

Gen-gen  yang berlokasi pada kompleks HLA (human leucocyte antigen) mempunyai ciri

dalam memberikan respons imun terhadap aeroalergen. Kompleks gen HLA berlokasi pada

kromosom 6p dan terdiri atas gen kelas I, II dan III dan lainnya seperti  gen TNF-α. Banyak studi

populasi mengamati hubungan antara respons IgE terhadap alergen spesifik  dan gen HLA kelas

II dan reseptor sel T, didapatkan hubungan kuat antara HLA alel DRB1*15 dengan respons

terhadap alergen Amb av.

 

Genetik mengontrol sitokin proinflamasi

Kromosom 11,12,13 memiliki berbagai gen yang penting dalam berkembangnya atopi dan

asma. Fenotip alergik dikaitkan dengan kromosom 11, kromosom 12 mengandung gen yang

mengkode IFN-, mast cell growth factor, insulin-like growth factor dan nictric oxide synthase.

Studi berkesinambungan menunjukkan ada ikatan positif antara petanda-petanda pada lokus 12q,

asma dan IgE, demikian pula kromosom 14 dan 19.

 

   Tabel 1. Faktor Risiko pada asma

Faktor Pejamu

15

Page 17: Referat Status Asmatikus

Prediposisi genetik

Atopi

Hiperesponsif jalan napas

Jenis kelamin

Ras/ etnik

 

Faktor LingkunganMempengaruhi berkembangnya asma pada individu dengan predisposisi asmaAlergen di dalam ruangan      Mite domestik      Alergen binatang      Alergen kecoa      Jamur (fungi, molds, yeasts)Alergen di luar ruangan      Tepung sari bunga      Jamur (fungi, molds, yeasts)Bahan di lingkungan kerjaAsap rokok      Perokok aktif      Perokok pasifPolusi udara      Polusi udara di luar ruangan      Polusi udara di dalam ruanganInfeksi pernapasan      Hipotesis higieneInfeksi parasitStatus sosioekonomiBesar keluargaDiet dan obatObesiti

16

Page 18: Referat Status Asmatikus

 Faktor LingkunganMencetuskan eksaserbasi dan atau`menyebabkan gejala-gejala asma menetapAlergen di dalam dan di luar ruanganPolusi udara di dalam dan di luar ruanganInfeksi pernapasanExercise dan hiperventilasiPerubahan cuacaSulfur dioksidaMakanan, aditif (pengawet, penyedap, pewarna makanan), obat-obatanEkspresi emosi yang berlebihanAsap rokokIritan (a.l. parfum, bau-bauan merangsang, household spray)

PATOGENESIS

Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Berbagai sel inflamasi berperan terutama sel

mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel. Faktor lingkungan dan berbagai

faktor lain berperan sebagai penyebab atau pencetus inflamasi saluran napas pada penderita

asma. Inflamasi terdapat pada berbagai derajat asma baik pada asma intermiten maupun asma

persisten. Inflamasi dapat ditemukan pada berbagai bentuk asma seperti asma alergik, asma

nonalergik, asma kerja dan asma yang dicetuskan aspirin.        

INFLAMASI AKUT

          Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain alergen, virus,

iritan  yang dapat menginduksi respons inflamasi akut yang terdiri atas reaksi asma tipe cepat

dan pada sejumlah kasus diikuti reaksi asma tipe lambat.

 

Reaksi Asma Tipe Cepat

         

    Alergen akan terikat pada IgE yang menempel pada sel mast dan terjadi degranulasi sel

mast tersebut. Degranulasi tersebut mengeluarkan preformed mediator seperti histamin, protease

dan newly generated mediator seperti leukotrin, prostaglandin dan PAF yang menyebabkan

kontraksi otot polos bronkus, sekresi mukus dan vasodilatasi.

17

Page 19: Referat Status Asmatikus

 

Reaksi Fase Lambat

         

     Reaksi ini timbul antara 6-9 jam setelah provokasi alergen dan melibatkan pengerahan

serta aktivasi eosinofil, sel T CD4+, neutrofil dan makrofag.

 

INFLAMASI KRONIK

     

Berbagai sel terlibat dan teraktivasi pada inflamasi kronik. Sel tersebut ialah limfosit T,

eosinofil, makrofag  , sel mast,  sel epitel, fibroblast dan otot polos bronkus.

 

Limfosit T

Limfosit T yang berperan pada asma ialah limfosit T-CD4+ subtipe Th2).

Limfosit T ini berperan sebagai orchestra  inflamasi saluran napas  dengan

mengeluarkan sitokin antara lain IL-3, IL-4,IL-5, IL-13 dan GM-CSF. Interleukin-4

berperan dalam menginduksi Th0 ke arah Th2 dan bersama-sama IL-13 menginduksi

sel limfosit B mensintesis IgE. IL-3, IL-5 serta GM-CSF berperan pada maturasi,

aktivasi serta memperpanjang ketahanan hidup eosinofil.

 

Epitel

     Sel epitel yang teraktivasi mengeluarkan  a.l 15-HETE, PGE2 pada penderita asma. Sel

epitel dapat mengekspresi membran markers seperti molekul adhesi, endothelin, nitric oxide

synthase, sitokin atau khemokin.

Epitel pada asma sebagian mengalami sheeding. Mekanisme terjadinya masih

diperdebatkan tetapi dapat disebabkan oleh eksudasi plasma, eosinophil granule protein, oxygen

free-radical, TNF-alfa, mast-cell proteolytic enzym dan metaloprotease sel epitel. 

 

EOSINOFIL

18

Page 20: Referat Status Asmatikus

 

      Eosinofil jaringan (tissue eosinophil) karakteristik untuk asma tetapi tidak

spesifik. Eosinofil yang ditemukan pada saluran napas penderita asma adalah dalam

keadaan teraktivasi.  Eosinofil berperan sebagai efektor dan mensintesis sejumlah

sitokin antara lain IL-3, IL-5, IL-6, GM-CSF, TNF-alfa serta mediator lipid antara lain

LTC4 dan PAF. Sebaliknya IL-3, IL-5 dan GM-CSF meningkatkan maturasi, aktivasi

dan memperpanjang ketahanan hidup eosinofil. Eosinofil yang mengandung granul

protein ialah eosinophil cationic protein (ECP), major basic

protein (MBP), eosinophil peroxidase (EPO) daneosinophil derived

neurotoxin (EDN) yang toksik terhadap epitel saluran napas.

 

Sel Mast

          Sel mast mempunyai reseptor IgE dengan afiniti yang tinggi. Cross-linking reseptor IgE

dengan “factors” pada sel mast mengaktifkan sel mast. Terjadi degranulasi sel mast yang

mengeluarkan preformed mediator seperti  histamin dan protease serta newly generated

mediators antara lain  prostaglandin D2 dan leukotrin. Sel mast juga mengeluarkan sitokin antara

lain TNF-alfa, IL-3, IL-4, IL-5 dan GM-CSF.

19

Page 21: Referat Status Asmatikus

Makrofag

      Merupakan sel terbanyak didapatkan pada organ pernapasan, baik pada orang normal

maupun penderita asma, didapatkan di alveoli dan seluruh percabangan bronkus. Makrofag dapat

menghasilkan berbagai mediator antara lain leukotrin, PAF serta sejumlah sitokin. Selain

berperan dalam proses inflamasi, makrofag juga berperan pada regulasi airway

remodeling. Peran tersebut melalui a.l  sekresi growth-promoting factors untuk fibroblast,

sitokin, PDGF dan 

TGF-.

 

 

AIRWAY REMODELING  

 

Proses inflamasi kronik pada asma akan meimbulkan kerusakan jaringan yang secara

fisiologis akan diikuti oleh proses penyembuhan (healing process) yang menghasilkan perbaikan

(repair) dan pergantian selsel mati/rusak dengan sel-sel yang baru. Proses penyembuhan  tersebut

melibatkan regenerasi/perbaikan jaringan yang rusak/injuri dengan jenis sel parenkim yang sama

dan pergantian jaringan yang rusak/injuri dengan jaringan peyambung yang menghasilkan

jaringan skar. Pada asma, kedua proses tersebut berkontribusi dalam proses penyembuhan dan

inflamasi yang kemudian akan menghasilkan perubahan struktur yang mempunyai mekanisme

sangat kompleks dan banyak belum diketahui  dikenal dengan airway remodeling.   Mekanisme

tersebut sangat heterogen dengan proses yang sangat dinamis dari diferensiasi, migrasi, maturasi,

dediferensiasi sel sebagaimana deposit jaringan penyambung dengan diikuti oleh

restitusi/pergantian atau perubahan struktur dan fungsi yang dipahami sebagai fibrosis dan

peningkatan otot polos dan kelenjar mukus.

 

Pada asma terdapat saling ketergantungan antara proses inflamasi dan remodeling. Infiltrasi sel-

sel inflamasi terlibat dalam proses remodeling, juga komponen lainnya seperti matriks

20

Page 22: Referat Status Asmatikus

ekstraselular, membran retikular basal, matriks interstisial, fibrogenic growth factor, protease

dan inhibitornya, pembuluh darah, otot polos, kelenjar mukus.

 

Perubahan struktur yang terjadi :

•               Hipertrofi dan hiperplasia otot polos jalan napas

•        Hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus

•        Penebalan membran reticular basal

•        Pembuluh darah meningkat

•        Matriks ekstraselular fungsinya meningkat

•        Perubahan struktur parenkim

•        Peningkatan  fibrogenic growth factor menjadikan fibrosis

 

Gambar 1. Perubahan struktur pada airway remodeling dan konsekuensi klinis 

 Dari uraian di atas, sejauh ini airway remodeling merupakan fenomena sekunder dari inflamasi

atau merupakan akibat inflamasi yang terus menerus (longstanding inflammation).

 

Konsekuensi klinis airway remodeling adalah peningkatan gejala dan tanda asma seperti

hipereaktiviti jalan napas, masalah distensibiliti/regangan jalan napas dan obstruksi jalan napas.

Sehingga pemahaman airway remodeling bermanfaat dalam manajemen asma terutama

pencegahan dan pengobatan dari proses tersebut.

 

21

Page 23: Referat Status Asmatikus

Pemikiran baru mengenai patogenesis asma dikaitkan dengan terjadinya Airway

remodeling

Disadari lingkungan sangat berpengaruh pada terjadinya ataupun perburukan asma.

Peningkatan kekerapan asma adalah akibat perubahan lingkungan yang beraksi pada genotip

asma baik sebagai induksi berkembangnya asma atau memperburuk asma yang sudah terjadi. Di

samping itu dipahami terjadinya kerusakan epitel dan perubahan sifat epitel bronkus pada asma

seperti lebih rentan untuk terjadinya apoptosis akibat oksidan, meningkatnya permeabiliti akibat

pajanan polutan, meningkatnya penglepasan sitokin dan mediator inflamasi dari epitel akibat

pajanan polutan, yang berdampak pada proses inflamasi danremodeling.

 

Studi pada binatang percobaan mendapatkan bahwa injuri sel epitel menghasilkan penglepasan

mediator proinflamasi yang bersifat fibroproliferasi dan profibrogenic growth factors  terutama

TGF- dan familinya (fibroblast growth factor, insulin growth factor, endothelin-1, platelet-

derived growth factor, dan sebagainya) yang berdampak pada remodeling. Dari berbagai

mediator tersebut, TGF- adalah paling paling penting karena mempromosi diferensiasi fibroblas

menjadi miofibroblas yang kemudian akan mensekresi kolagen interstisial, sedangkan

mediator/growth factor lainnya sebagai mitogen otot polos dan sel endotel. TGF- dan efeknya

pada fibroblas dan miofibroblas dimulai pada sel epitel dan diteruskan ke submukosa.

Komunikasi antara sel-sel epitel dan sel-sel mesenkim tersebut dikaitkan dengan perkembangan

embriogenik jalan napas mendatangkan pikiran adanya epithelial mesenchymal tropic unit

(EMTU) yang tetap aktif setelah lahir atau menjadi reaktivasi pada asma dan

menimbulkan remodeling jalan napas pada asma. Berdasrkan pemikirantersebut, inflamasi dan

remodeling yang terjadi pada asma adalah konsekuensi dari peningkatan kecenderungan injuri,

kelemahan penyembuhan luka atau keduanya.

 

Teori TH-2 dan EMTU

Teori lingkungan, terjadinya remodeling pada asma serta tidak cukupnya sitokin

proinflamasi untuk menjelaskan remodeling tersebut dan percobaan binatang yang menunjukkan

peran EMTU mendatangkan pemikiran baru pada patogenesis asma

 

22

Page 24: Referat Status Asmatikus

Dipahami asma adalah inflamasi`kronik jalan napas melalui mekanisme Th-2. Akan tetapi

berbagai sitokin yang merupakan hasil aktivasi Th-2 (sitokin Il-13, Il-4) yang dianggap berperan

penting dalam remodeling adalah berinteraksi dengan sel epitel mediatornya dalam

menimbulkan remodeling. Sitokin proinflamasi tersebut tidak cukup kuat untuk

menghasilkan remodeling tetapi .interaksinya dengan sel epitel dan mediatornya adalah

mekanisme yang dapat menjelaskan terjadinya airway remodeling pad aasma. Sehingga

dirumuskan suatu postulat bahwa kerusak sel epitel dan sitokin-sitokin TH-2 beraksi bersama-

sama dalam menimbulkan gangguan fungsi EMTU yang menghasilkan aktivasi miofibroblas dan

induksi respons inflamasi dan remodeling sebagai karakteristik asma kronik.3

 

23

Page 25: Referat Status Asmatikus

KLASIFIKASI

Tabel 2. Klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis           

Derajat Asma Gejala Gejala Malam Faal paruI. Intermiten  

Bulanan   

APE   80%  * Gejala < 1x/minggu

* Tanpa gejala di luar    serangan* Serangan singkat 

*  2 kali sebulan * VEP1  80% nilai prediksi   APE  80% nilai    terbaik*  Variabiliti APE < 20%

II. Persisten Ringan

 Mingguan

   APE > 80%

  * Gejala > 1x/minggu,     tetapi < 1x/ hari* Serangan dapat   mengganggu aktiviti   dan tidur 

* > 2 kali sebulan * VEP1  80% nilai prediksi     APE  80% nilai terbaik* Variabiliti APE 20-30% 

III. Persisten Sedang

 Harian

   APE 60 – 80%

  * Gejala setiap hari* Serangan mengganggu   aktiviti dan tidur*Membutuhkan      bronkodilator   setiap hari 

* > 1x / seminggu

* VEP1  60-80% nilai prediksi   APE 60-80% nilai terbaik* Variabiliti APE  > 30%  

IV. Persisten Berat

 Kontinyu

   APE  60%

  * Gejala terus menerus * Sering * VEP1  60% nilai prediksi

24

Page 26: Referat Status Asmatikus

* Sering kambuh* Aktiviti  fisik terbatas

    APE  60% nilai terbaik* Variabiliti APE > 30% 

 

Tabel 3. Klasifikasi asma menurut derajat serangan

25

Page 27: Referat Status Asmatikus

 

DIAGNOSIS 

26

Page 28: Referat Status Asmatikus

RIWAYAT PENYAKIT / GEJALA :                Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan

                Gejala berupa batuk , sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak

                Gejala timbul/ memburuk terutama malam/ dini hari

                Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu

                Respons terhadap pemberian bronkodilator

 

Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit :

                Riwayat keluarga (atopi)

                Riwayat alergi / atopi

                Penyakit lain yang memberatkan

                Perkembangan penyakit dan pengobatan

 

PEMERIKSAAN FISIKGejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan jasmani dapat normal.

Kelainan pemeriksaan jasmani yang paling sering ditemukan adalah mengi pada auskultasi. Pada

sebagian penderita, auskultasi dapat terdengar normal walaupun pada pengukuran objektif (faal

paru) telah terdapat penyempitan jalan napas. Pada keadaan serangan,  kontraksi otot polos

saluran napas, edema dan hipersekresi dapat menyumbat saluran napas; maka sebagai

kompensasi penderita bernapas pada volume paru yang lebih besar untuk mengatasi menutupnya

saluran napas. Hal itu meningkatkan kerja pernapasan dan menimbulkan tanda klinis berupa

sesak napas, mengi dan hiperinflasi. Pada  serangan ringan, mengi hanya terdengar pada waktu

ekspirasi paksa. Walaupun demikian mengi dapat tidak terdengar (silent chest) pada serangan

yang sangat berat, tetapi biasanya disertai  gejala lain misalnya sianosis, gelisah, sukar bicara,

takikardi, hiperinflasi dan penggunaan otot bantu napas.

FAAL PARU

Banyak parameter dan metode untuk menilai faal paru, tetapi yang telah diterima secara luas

(standar) dan mungkin dilakukan adalah pemeriksaan spirometri dan arus puncak ekspirasi

(APE).

 

27

Page 29: Referat Status Asmatikus

Spirometri

          Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasiti vital paksa (KVP)

dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui prosedur yang standar. Pemeriksaan itu

sangat bergantung kepada kemampuan penderita sehingga dibutuhkan instruksi operator yang

jelas dan kooperasi penderita. Untuk mendapatkan nilai  yang akurat, diambil nilai tertinggi

dari  2-3 nilai yang reproducible dan acceptable.  Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio

VEP1/ KVP < 75% atau  VEP1 < 80%  nilai prediksi.

 

Manfaat pemeriksaan spirometri dalam diagnosis asma :

                Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/ KVP < 75% atau  VEP1 < 80% nilai

prediksi.

                Reversibiliti, yaitu perbaikan VEP1  15% secara spontan, atau setelah inhalasi

bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah pemberian bronkodilator oral 10-14 hari,

atau setelah pemberian kortikosteroid (inhalasi/ oral) 2 minggu. Reversibiliti ini dapat

membantu diagnosis asma

                Menilai derajat berat asma

 

Arus Puncak Ekspirasi (APE)

          Nilai APE dapat diperoleh melalui pemeriksaan spirometri atau pemeriksaan yang lebih

sederhana yaitu dengan alat peak expiratory flow meter (PEF meter) yang relatif sangat murah,

mudah dibawa, terbuat dari plastik dan mungkin tersedia di berbagai tingkat layanan kesehatan

termasuk puskesmas ataupun instalasi gawat darurat. Alat PEF meter relatif mudah digunakan/

dipahami baik oleh dokter maupun penderita, sebaiknya  digunakan penderita di rumah sehari-

hari untuk memantau kondisi asmanya. Manuver pemeriksaan APE dengan ekspirasi paksa

membutuhkan koperasi penderita dan instruksi yang jelas.

   

Manfaat APE dalam diagnosis asma

                Reversibiliti, yaitu perbaikan nilai APE  15% setelah inhalasi bronkodilator (uji

bronkodilator),  atau bronkodilator oral 10-14 hari, atau respons terapi  kortikosteroid

(inhalasi/ oral , 2 minggu)

28

Page 30: Referat Status Asmatikus

                Variabiliti, menilai variasi diurnal APE yang dikenal dengan variabiliti APE harian

selama  1-2 minggu. Variabiliti juga dapat digunakan menilai derajat berat penyakit (lihat

klasifikasi)

 

Nilai APE tidak selalu berkorelasi dengan parameter pengukuran faal paru lain, di samping itu

APE juga tidak selalu berkorelasi dengan derajat berat obstruksi. Oleh karenanya pengukuran

nilai APE sebaiknya dibandingkan dengan nilai terbaik  sebelumnya, bukan nilai prediksi

normal; kecuali tidak diketahui nilai terbaik penderita yang bersangkutan..

 

DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding asma antara lain sbb :

Dewasa

                Penyakit Paru Obstruksi Kronik

                Bronkitis kronik

                Gagal Jantung Kongestif

                Batuk kronik akibat lain-lain

                Disfungsi larings

                Obstruksi mekanis (misal tumor)

                Emboli Paru 4

 

PENATALAKSANAAN

Pengontrol (Controllers)

          Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma, diberikan setiap

hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma

persisten.  Pengontrol sering disebut pencegah,   yang termasuk obat pengontrol :

                Kortikosteroid inhalasi

                Kortikosteroid sistemik

                Sodium kromoglikat

                Nedokromil sodium

                Metilsantin

29

Page 31: Referat Status Asmatikus

                Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi

                Agonis beta-2 kerja lama, oral

                Leukotrien modifiers

                Antihistamin generasi ke dua (antagonis -H1)

                Lain-lain

 

Pelega (Reliever)

          Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos, memperbaiki dan atau

menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada

dan batuk, tidak memperbaiki  inflamasi jalan napas atau menurunkan hiperesponsif jalan napas.

 

Termasuk pelega adalah :

                Agonis beta2 kerja singkat

                Kortikosteroid sistemik. (Steroid sistemik digunakan sebagai obat pelega bila penggunaan

bronkodilator yang lain sudah optimal tetapi hasil belum tercapai, penggunaannya

dikombinasikan   dengan bronkodilator lain).

                Antikolinergik

                Aminofillin

                Adrenalin

 

30

Page 32: Referat Status Asmatikus

Tabel 4. Pengobatan sesuai berat asmaSemua tahapan : ditambahkan agonis beta-2 kerja singkat untuk pelega bila dibutuhkan, tidak melebihi

3-4 kali sehari.Berat Asma

Medikasi pengontrol harian

Alternatif / Pilihan lain Alternatif lain

Asma Intermiten

Tidak perlu -------- -------

Asma Persisten Ringan

Glukokortikosteroid inhalasi

(200-400 ug BD/hari atau ekivalennya

)

                    Teofilin lepas lambat                    Kromolin                    Leukotriene modifiers

------

Asma Persisten Sedang

Kombinasi inhalasi glukokortikosteroid(400-800 ug BD/hari atau ekivalennya) danagonis beta-2 kerja lama

                    Glukokortikosteroid inhalasi (400-800 ug BDatau ekivalennya)ditambah   Teofilin lepas lambat ,atau

                     Glukokortikosteroid inhalasi (400-

800 ug BDatau ekivalennya)ditambah agonis beta-2 kerja lama  oral, atau

                     Glukokortikosteroid inhalasi dosis

tinggi (>800 ug BD atau ekivalennya) atau

                     Glukokortikosteroid inhalasi (400-

800 ug BDatau ekivalennya)ditambah leukotriene modifiers

 

                    Ditambahagonis beta-2 kerja lama oral, atau

                     Ditambahteofilin

lepas lambat

Asma Persisten Berat 

Kombinasi inhalasi glukokortikosteroid (> 800 ug BD atauekivalennya) dan agonis beta-2 kerja lama, ditambah  1 di bawah ini:- teofilin lepas lambat-  leukotriene modifiers- glukokortikosteroid oral

Prednisolon/ metilprednisolon oral  selang sehari 10 mgditambah agonis beta-2 kerja lama oral, ditambahteofilin lepas lambat

Semua tahapan : Bila tercapai asma terkontrol, pertahankan terapi paling tidak 3 bulan, kemudian turunkan bertahap sampai mencapai terapi seminimal mungkin dengan kondisi asma tetap terkontrol

31

Page 33: Referat Status Asmatikus

  Serangan asma bervariasi dari ringan sampai berat bahkan dapat bersifat fatal atau mengancam

jiwa.  Seringnya serangan asma menunjukkan penanganan asma sehari-hari yang kurang tepat.

Dengan kata lain penanganan asma ditekankan kepada penanganan jangka panjang, dengan tetap

memperhatikan serangan asma akut atau perburukan gejala dengan memberikan pengobatan

yang tepat.

Penilaian berat serangan merupakan kunci pertama dalam penanganan serangan akut (lihat

tabel 6). Langkah berikutnya adalah memberikan pengobatan tepat, selanjutnya menilai respons

pengobatan, dan berikutnya memahami tindakan apa yang sebaiknya dilakukan pada penderita

(pulang, observasi, rawat inap, intubasi, membutuhkan ventilator, ICU, dan lain-lain)  Langkah-

langkah tersebut mutlak dilakukan, sayangnya seringkali yang dicermati hanyalah bagian

pengobatan tanpa memahami kapan dan bagaimana sebenarnya penanganan serangan asma.

Penanganan serangan yang tidak tepat antara lain penilaian berat serangan di darurat gawat

yang tidak tepat dan berakibat pada pengobatan yang tidak adekuat, memulangkan penderita

terlalu dini dari darurat gawat, pemberian pengobatan (saat pulang) yang tidak tepat, penilaian

respons pengobatan yang kurang tepat menyebabkan tindakan selanjutnya  menjadi tidak tepat.

Kondisi penanganan tersebut di atas menyebabkan perburukan asma yang menetap,

menyebabkan serangan berulang dan semakin berat sehingga berisiko jatuh dalam keadaan asma

akut berat bahkan fatal.

32

Page 34: Referat Status Asmatikus

Tabel 5. Rencana pengobatan serangan asma berdasarkan berat                serangan dan tempat pengobatan

SERANGAN PENGOBATAN TEMPAT PENGOBATANRINGANAktiviti relatif normalBerbicara satu kalimatdalam satu napasNadi <100APE > 80% SEDANGJalan jarak jauhtimbulkan gejalaBerbicara beberapakata dalam satu napasNadi 100-120APE 60-80%   BERATSesak saat istirahatBerbicara kata perkatadalam satu napasNadi >120APE<60% atau100 l/dtk   MENGANCAM JIWAKesadaran berubah/menurunGelisahSianosisGagal napas 

Terbaik:Inhalasi agonis beta-2Alternatif:Kombinasi oral agonis beta-2dan teofilin  TerbaikNebulisasi agonis beta-2 tiap 4 jamAlternatif:-Agonis beta-2 subkutan-Aminofilin IV-Adrenalin 1/1000 0,3ml SK Oksigen bila mungkinKortikosteroid sistemik TerbaikNebulisasi agonis beta-2 tiap 4 jamAlternatif:-Agonis beta-2  SK/ IV-Adrenalin 1/1000 0,3ml SK Aminofilin bolus dilanjutkan dripOksigenKortikosteroid IV Seperti serangan akut beratPertimbangkan intubasi danventilasi mekanis

Di rumah Di praktek  dokter/ klinik/ puskesmas    Darurat Gawat/ RSKlinikPraktek dokterPuskesmas      Darurat Gawat/ RSKlinik       Darurat Gawat/ RSICU

33

Page 35: Referat Status Asmatikus

POLA HIDUP SEHAT

 

Meningkatkan kebugaran fisis

 

          Olahraga menghasilkan kebugaran fisis secara umum, menambah rasa percaya

diri dan meningkatkan ketahanan tubuh. Walaupun terdapat salah satu bentuk asma

yang timbul serangan sesudah exercise (exercise-induced asthma/ EIA), akan tetapi

tidak berarti penderita EIA dilarang melakukan olahraga. Bila dikhawatirkan terjadi

serangan asma akibat olahraga, maka dianjurkan menggunakan beta2-agonis sebelum

melakukan olahraga.

.

 

          Senam Asma Indonesia (SAI) adalah salah satu bentuk olahraga yang

dianjurkan karena melatih dan menguatkan otot-otot pernapasan khususnya, selain

manfaat lain pada olahraga umumnya.  Senam asma Indonesia dikenalkan oleh

Yayasan Asma Indonesia dan dilakukan di setiap klub asma di wilayah yayasan asma

di seluruh Indonesia. Manfaat senam asma telah diteliti baik manfaat subjektif

(kuesioner) maupun objektif (faal paru); didapatkan manfaat yang bermakna setelah

melakukan senam asma secara teratur  dalam waktu 3 – 6 bulan, terutama manfaat

subjektif dan peningkatan VO2max.

 

Berhenti atau tidak pernah merokok

          Asap rokok merupakan oksidan, menimbulkan inflamasi dan menyebabkan

ketidak seimbangan protease antiprotease. Penderita asma yang merokok akan

mempercepat perburukan fungsi paru dan mempunyai risiko mendapatkan bronkitis

kronik dan atau emfisema sebagaimana perokok lainnya dengan gambaran perburukan

gejala klinis, berisiko mendapatkan kecacatan, semakin tidak produktif dan

menurunkan kualiti hidup. Oleh karena itu penderita asma dianjurkan untuk tidak

34

Page 36: Referat Status Asmatikus

merokok. Penderita asma yang sudah merokok diperingatkan agar menghentikan

kebiasaan tersebut karena dapat memperberat penyakitnya.

 

Lingkungan Kerja

Bahan-bahan di tempat kerja dapat merupakan faktor pencetus serangan asma,

terutama pada penderita asma kerja. Penderita asma dianjurkan untuk bekerja pada

lingkungan yang tidak mengandung bahan-bahan yang dapat mencetuskan serangan

asma. Apabila serangan asma sering terjadi di tempat kerja perlu dipertimbangkan

untuk pindah pekerjaan. Lingkungan kerja diusahakan bebas dari polusi udara dan

asap rokok serta bahan-bahan iritan lainnya.1

 

35

Page 37: Referat Status Asmatikus

DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan dokter paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Asma. Available at : http://www.klikpdpi.com/konsensus/asma/asma.html. Accessed June 24, 2014.

2. National Asthma Education and Prevention Program Expert Panel Report 3: Guidelines for the Diagnosis and Management of Asthma. Rockville, MD. National Heart, Lung, and Blood Institute, US Dept of Health and Human Services; 2007. NIH publication 08-4051. Available at http://www.nhlbi.nih.gov/guidelines/asthma/asthgdln.htm. Accessed June 21, 2014.

3.  Lazarus SC. Airway Remodeling in Asthma. American Academi of Allergy, Asthma and Immunology 56th Annual Meeting, 2000. Available from  http//www.medscape.com.

4. WHO. Bronchial asthma. Available at : http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs206/en/. Accesed June 24, 2014.

36