case hiperbiluribin

30
BAB I ILUSTRASI KASUS Nama : By SN Usia : 3 hari Jenis kelamin : laki-laki Alamat : Bonjol MR : 836733 Masuk tanggal: 15 oktober 2014 Tanggal masuk : 15 Oktober 2014 Seorang pasien bayi laki-laki usia 3 hari masuk IGD RSUD Dr. Ahmad Mochtar Bukittinggi hari rawatan ke 15 dengan: Keluhan Utama: muntah darah sejak berumur 1 hari Riwayat Penyakit Sekarang: - NBBLR 2200 gr, PB 45 cm, lahir spontan ditolong bidan di bonjol, kurang bulan, partus di luar, presentasi kepala, ketuban keruh berwarna kehijauan dan berbau, bayi menangis tidak kuat, suntik vit K tidak diberikan. - Bayi telah diberikan ASI satu jam setelah lahir, pagi ibu dan bayi dipulangkan dan ASI tetap di lanjutkan selama di rumah, namun bayi menyusu hanya sebentar-sebentar. - Saat malam hari, ibu menyadari bayi muntah berisi darah yang semakin banyak dan sering , frekuensi lebih kurang 10 kali/ hari, muntah sebanyak lebih kurang 1 sendok makan/x, berwarna merah kehitaman dan tidak bergumpal- gumpal. - Esok harinya, ibu membawa pasien ke puskesmas bonjol, kemudian langsung dirujuk ke rumah sakit umum daerah lubuk sikaping. 1

Upload: dian-rahma

Post on 16-Jan-2016

217 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

anak

TRANSCRIPT

Page 1: Case Hiperbiluribin

BAB IILUSTRASI KASUS

Nama : By SN

Usia : 3 hari

Jenis kelamin : laki-laki

Alamat : Bonjol

MR : 836733

Masuk tanggal: 15 oktober 2014

Tanggal masuk : 15 Oktober 2014

Seorang pasien bayi laki-laki usia 3 hari masuk IGD RSUD Dr. Ahmad Mochtar Bukittinggi hari rawatan ke 15 dengan:

Keluhan Utama: muntah darah sejak berumur 1 hari

Riwayat Penyakit Sekarang:

- NBBLR 2200 gr, PB 45 cm, lahir spontan ditolong bidan di bonjol, kurang bulan, partus di luar, presentasi kepala, ketuban keruh berwarna kehijauan dan berbau, bayi menangis tidak kuat, suntik vit K tidak diberikan.

- Bayi telah diberikan ASI satu jam setelah lahir, pagi ibu dan bayi dipulangkan dan ASI tetap di lanjutkan selama di rumah, namun bayi menyusu hanya sebentar-sebentar.

- Saat malam hari, ibu menyadari bayi muntah berisi darah yang semakin banyak dan sering , frekuensi lebih kurang 10 kali/ hari, muntah sebanyak lebih kurang 1 sendok makan/x, berwarna merah kehitaman dan tidak bergumpal-gumpal.

- Esok harinya, ibu membawa pasien ke puskesmas bonjol, kemudian langsung dirujuk ke rumah sakit umum daerah lubuk sikaping.

- Di lubuk sikaping, bayi dirawat selama satu hari dengan diagnosa ikterik grade IV ec susp sepsis dan telah diberikan pengobatan IVFD nacl 0,9%, transamin iv 2x 50 mg, Vit K 3 mg (IM), ranitidine iv 2 x 2 mg (iv), ampicilin iv 2 x 90 mg, gentamisin iv1x 9 telah dilaksanakan pemeriksaan darah dengan hasil HB 14,3gr/dl, leukosit 10.200 mm3, GDR 283, bilirubin total 13,88 % , bilirubin I 13,14 %, dan bilirubin II 0,74 %,

- Bayi kemudian di rujuk ke RSUD Ahmad Mochtar untuk di tatalaksana lebih lanjut, dan di rawat di bagian perinatologi.

Riwayat kehamilan:

1

Page 2: Case Hiperbiluribin

- Hari pertama mens terakhir ibu adalah tanggal 13 februari 2014, ibu control rutin di bidan desa, sebanyak 3 kali selama kehamilan. Asupan nutrisi ibu saat hamil kuantitas dan kualitas cukup, tidak ada mengkonsumsi obat-obatan dan merokok.

- Pada bulan ke 3 ibu menderita demam, tidak tinggi, dan naik turun selama 5 hari dan diberikan obat penurun panas oleh bidan.

- Riwayat nyeri saat kencing selama kehamilan tidak ada, riwayat keputihan berbau dan gatal tidak ada, dan riwayat hipertensi selama kehamilan tidak ada.

- Pada minggu ke-32, ibu pecah ketuban dirumah dan dibawa ke bidan untuk persalinan, setelah kurang lebih 12 jam anak lahir spontan.

Riwayat penyakit keluarga:

- Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien

Riwayat kehamilan, sosial ekonomi:

- Rumah permanen, sumber air minum PDAM, pekarangan ada namun tidak luas, WC di dalam rumah, sampah dijemput oleh petugas.

Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Tampak sakit berat

Kesadaran : kurang aktif

Berat badan : 2200 gr Panjang badan : 44 cm

Frekuensi jantung : 156 x/ menit Sianosis : Tidak ada

Frekuensi nafas : 52 x / menit Ikterus : Ada

Suhu : 36,7 oC

Kepala ; Bentuk : Bulat, simetris

Ubun-ubun besar : 2,5 x 2 cm Jejas persalinan : tidak ada

Ubun-ubun kecil : 0,5 x 0,5 cm

Kulit : tidak hiperemis, tanpak kering, dan kuning dari kepala hingga kaki

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik

Telinga : Tidak ditemukan kelainan

Hidung : Nafas cuping hidung tidak ada

Mulut : Sianosis sirkum oral tidak ada

Leher : Tidak ditemukan kelainan

2

Page 3: Case Hiperbiluribin

Thoraks : Bentuk : normochest, simetris kiri dan kanan, retraksi epigastrium ada

Jantung : irama teratur, bising tambahan tidak ada

Paru : nafas bronkovesikular, Ronkhi -/-, Wheezing -/-

Abdomen : Permukaan : datar, distnsi (+)

Hati : teraba 2/3 x 2/3

Limpa : teraba di schuffner 2

Tali pusat : kering

Umbilikus : tidak hiperemis

Genitalia : tidak ditemukan kelainan

Ekstermitas : akral hangat, perfusi baik

Anus : ada

Tulang-tulang : tidak ditemukan kelainan

Refleks neonatal: Moro : (+), menurun Isap : (+), menurun

Rooting : (+), menurun Pegang: (+), menurun

Ukuran : Lingkar kepala : 27 cm Panjang lengan : 13 cm

Lingkar dada : 28 cm Panjang kaki : 17 cm

Lingkar perut : 31 cm Kepala-simpisis : 26 cm

Simpisis-kaki : 11 cm

Hasil laboratorium saat masuk tanggal 15 Oktober 2014:

Hb : 12 gr/dL

Trombosit : 790.000

Leukosit : 21.000/mm3

Diagnosis Kerja

- Hematemesis melena

- Ikterik neonatorum grade IV ec susp.early onset sepsis

- Susp. Hipotiroid subklinis

Diagnosis Banding

3

Page 4: Case Hiperbiluribin

Ikterik neonatorum ec inkompabilitas ABO

Hemorragic disease newborn

Rencana

- Coomb test

- Kultur darah

- GDR

- Cek T3, T4, TSH

- IM ratio, IT ratio

- CT Scan kepala

- Darah lengkap

- Transfusi Darah

- Bilirubin

- Fototerapi

Hasil pemeriksaan selama 15 hari rawatan

Comb test: tidak dilakukan

Kultur darah: tidak dilakukan

GDR: (241, 220, 178, 149, 152, 143, 135, 130, 126, 128, 111, 90, 83, 78, 60) gr/dl

T3:

IM ratio, IT ratio: hasil tidak keluar

Darah lengkap tanggal 21 Oktober 2014:

Hb: 12,3

Eritrosit: 3,89 x 10⁶

Leukosit: 8130 /mm³

Trombosit: 12000/mm

Transfusi darah: 19 kali

Follow Up

27/10/2014

S/ Anak masih tampak kuning hingga telapak kaki

Demam tidak ada

4

Page 5: Case Hiperbiluribin

Kejang tidak adaSesak ada, kebiruan tidak adaMuntah darah tidak adaBAB dan BAK biasa

O/ sakit berat, HR: 141 x/ menit, RR 56 x/ menit, T: 37,3oC

Kulit : teraba hangat, tampak kuning hingga telapak kaki

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik

Thorak : normochest, retraksi ada

Cor: irama teratur, bising tidak ada

Pulmo: bronkovesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen : distensi tidak ada, lemas, BU (+)

A/ Ikterik neonatorum grade V ec early onset sepsis

Hipotiroid subklinis

P/ CPAP PEEP 5 FiO2 40%

ASI 8 x 7,5 cc / NGT

IVFD koktail 8 tts/menit

Aminofusin 35 cc/jam

Cefotaxim 2 x 100 mg (iv)

Ranitidine 2 x 2 mg (iv)

Thyroxin 3 x 70 mg (po)

Kandistatin 4 x 0,25 cc

Transfusi FFP 25 cc

R/ Cek darah lengkap

Cek bilirubin

28/10/2014

S/ Sesak nafas masih ada

Kebiruan tidak ada

Demam tidak adaKejang tidak ada

5

Page 6: Case Hiperbiluribin

Kuning masih adaBAB dan BAK biasa

O/ Tampak sakit berat, kurang aktif, HR : 120 x/ menit, RR: 63 x/ menit, T: 36.5 oC

Kulit : teraba hangat, tampak kuning

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik

Thorak : normochest, retraksi di epigastrium

Cor : irama teratur, bising tidak ada

Pulmo : bronkovesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen: distensi tidak ada, lemas, BU (+) hati teraba 2/3 x 2/3

Hasil darah lengkap:

HB : 7,8 gr/dl

Eritrosit : 2.510.000

Leukosit : 5620 /mm³

Trombosit : 120.000 /mm³

A/ Ikterik neonatorum grade IV ec early onset sepsis

Hipotiroid subklinis dalam perbaikan

S/ CPAP PEEP 5 FiO2 40%

ASI 8 x 7,5 cc / NGT

IVFD koktail 8 tts/menit

Aminofusin 35 cc/jam

Cefotaxim 2 x 100 mg (iv)

Ranitidine 2 x 2 mg (iv)

Thyroxin 3 x 70 mg (po)

Kandistatin 4 x 0,25 cc

Transfusi FFP 25 cc

Transfusi PRC 25cc

Urdafalk 3x 20 mg

6

Page 7: Case Hiperbiluribin

29/10/2014

S/ Anak masih tampak kuning hingga telapak kaki

Demam tidak ada

Kejang tidak adaSesak masih ada, kebiruan tidak adaMuntah darah tidak adaBAB dan BAK biasa

O/ sakit berat, HR: 133 x/ menit, RR 60 x/ menit, T : 37,0oC

Kulit : teraba hangat, tampak kuning hingga telapak kaki

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik

Thorak : normochest, retraksi masih ada

Cor : irama teratur, bising tidak ada

Pulmo : bronkovesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen : distensi tidak ada, lemas, BU (+), hati teraba 2/3 x 2/3

A/ ikterik neonatorum grade IV ec early onset sepsis

R/ CPAP PEEP 5 FiO2 40%

ASI 8 x 7,5 cc / NGT

IVFD koktail 8 tts/menit

Aminofusin 35 cc/jam

Cefotaxim 2 x 100 mg (iv)

Ranitidine 2 x 2 mg (iv)

Kandistatin 4 x 0,25 cc

Urdafalk 3x 20 mg

30/10/2014

S/ Anak masih tampak kuning

Demam tidak ada

Kejang tidak adaSesak masih ada, kebiruan tidak adaMuntah darah tidak ada

7

Page 8: Case Hiperbiluribin

BAB dan BAK biasa

O/ sakit berat, HR: 145 x/ menit, RR 61 x/ menit, T : 36,8oC

Kulit : teraba hangat, tampak kuning

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik

Thorak : normochest, retraksi tidak ada

Cor : irama teratur, bising tidak ada

Pulmo : bronkovesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen : distensi tidak ada, lemas, BU (+), hati teraba 2/3 x 2/3

A/ ikterik neonatorum grade IV ec early onset sepsis

R/ ASI 8 x 7,5 cc / NGT

IVFD koktail 8 tts/menit

Aminofusin 35 cc/jam

Eritromisin 3 x 10 mg (iv)

Ranitidine 2 x 2 mg (iv)

Urdafalk 3x 20 mg

8

Page 9: Case Hiperbiluribin

DISKUSI

Pasien didiagnosis neonatus kurang bulan sesuai masa kehamilan dengan hematemesis melena, ikterik grade V ec early onset sepsis dan hipotiroid subklinis. Diagnosis di tegakkan berdasarkan Anamnesis, Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan anamesis didapatkan bayi baru lahir dengan BBL 2200 gram dan PBL 45 cm. Pasien lahir melalui persalinan normal yang dipimpin oleh bidan, air ketuban ibu pasien keruh berwarna kehijaun. Pada waktu melahirkan, ibu pasien juga sedang mengalami demam selama 5 hari. Hal ini termasuk faktor risiko pada kehamilan dan persalinan sebagai indikator kecurigaan terhadap sepsis.

Pada pemeriksaan fisik juga didapatkan:

Keadaan umum : Sakit berat Kesadaran : GCS 11 Keaktifan : Gerakan kurang aktif, Nadi : 170x/menit Frekuensi napas : 68 x/menit Suhu : 36,3 0C Sianosis ekstremitas : (-) Retraksi suprasternal :(+) Refleks rooting : (+), menurun Refleks isap : (+), menurun Refleks pegang : (+), menurun Refleks moro : (+), menurun

Pemeriksaan fisik tersebut mendukung ke arah terjadinya suatu proses infeksi sistemik atau mendukung diagnosis sepsis neonatal.. Literature juga menyebutkan bahwa tanda awal diduga terjadinya sepsis adalah terdapatnya gangguan nafas spotan disertai pergerakan yang kurang aktif dan adanya gangguan perfusi dimana biasanya didapatkan adanya sianosis namun pada pasien ini tidak ditemukan sianosis, adanya detak jantung yang cepat memperkuat dugaan akan terjadinya sepsis pada pasien ini. Pada pemeriksaan fisik juga ditemukan kulit bayi sedikit kuning yang dimana timbul setelah 24jam kelahiran. Ini menunjukan pasien juga mengalami jaundice yang dimana normal pada bayi yang baru lahir atau mungkin disebabkan oleh sepsisnya itu sendiri. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan biliribun total dan indirek dan ditemukan peningkatan hasil bilirubin total dan bilirubin indirek. Untuk mengatisipasi hiperbilirubinemianya maka dilakukan terapi sinar

Diagnosis sepsis neonatorum sulit ditegakkan bila hanya berdasarkan gejala klinis. Biasanya terdapat satu atau lebih riwayat dari faktor predisposisi yang berhubungan dengan

9

Page 10: Case Hiperbiluribin

kehamilan dan persalinan. Juga pada pasien ini ditemukan adanya infeksi saat kehamilan yaitu ibu demam selama 5 hari saat bulan ke 3. Dengan itu, terpenuh kriteria SIRS dan penemuan klinis. Bila sindrom klinis mengarah ke sepsis, perlu dilakukan evaluasi sepsis secara menyeluruh. Hal ini termasuk biakan darah, analisis dan kultur urin, biakan cairan tubuh yang terdapat pada kateter, serta foto dada. Diagnosis sepsis ditegakkan dengan ditemukannya kuman pada biakan darah. Berdasarkan pemeriksaan penunjang didapatkan hasil lab darah berupa pemeriksaan darah perifer,. Pada pasien didapatkan lekositosis sepanjang dirawat ini menunjukan terdapat infeksi sistemik yang menunjang terjadinya sepsis, dan terjadinya anemia serta trombositopeni menunjukan lisis akibat sepsis, dan untuk memperkuatkan lagi diagnosis maka dianjurkan untuk menjalankan pemeriksaan CRP, IT ratio pada kasus ini.

Pengobatan sepsis neonatorum dapat dibagi menjadi terapi antimikrobia pada patogen yang dicurigai atau yang telah diketahui, dan perawatan pendukung. Cairan, elektrokit, dan glukosa harus dipantau dengan teliti, disertai dengan perbaikan hipovolemia, hiponatremia, hipokalsemia, dan hipoglikemia serta pembatasan. Syok, hipoksia, dan asidosis metabolik harus dideteksi dan dikelola dengan pemberian inotropik, resusitasi cairan, dan ventilasi mekanik. Pada pasien ini telah mendapat terapi yang adekuat sesuai literatur dimana, diletakkan di dalam inkubator untuk mempertahankan suhu tubuh dan diberikan terapi sinar pada awal pengobatan untuk menaktisipasi peningkaan bilirubinemia , pemberian cairan serta perbaikan elektrolit pasien. Untuk keadaaan sesak pasien, dibantui dengan pemberian CPAP dengan permulaan flow: 5 liter fio2:40% Dan PEEP: 5cmH20 sehingga saturasi oksigen pasien stabil sehingga mencapai lebih dari 92%. Eliminasi kuman merupakan pilihan utama dalam manajemen sepsis neonatal. Pada kenyataannya menentukan kuman spesifik pasti tidak mudah dan membutuhkan waktu. Untuk memperoleh hasil yang optimal pengobatan sepsis harus cepat dilaksanakan. Sehubungan dengan hal tersebut pemberian antibiotika secara empiris terpaksa cepat diberikan untuk menghindarkan berlanjutnya perjalanan penyakit. Pemberian pengobatan pasien biasanya dengan memberikan antibiotik kombinasi yang bertujuan untuk memperluas cakupan mikroorganisme patogen yang mungkin diderita pasien. Diupayakan kombinasi antibiotik tersebut mempunyai sensitifitas yang baik terhadap kuman gram positif ataupun gram negatif. Selain pola kuman hendaknya diperhatikan pula resistensi kuman. Namun lama pemberian antibiotik tergantung pada hasil kultur darah, dan segera setelah didapatkan hasil kultur darah, jenis antibiotika yang dipakai disesuaikan dengan kuman penyebab dan pola reistensinya. Pada pasien ini diberikan terapi antibiotk selama 7 hari.

Diagnosis banding inkompebilitas ABO belum bisa disingkarkan karena tidak dilakukan comb test dan kultur darah karena keterbatasan alat, sedangkan pemberian antibiotik lini 1 dan 2 selama hari rawatan tidak mengurangi tampilan klinis ikterik pasien.

Suspek hipotiroid subklinis ditegakan berdasarkan temuan klinis berupa feeding problem dimana anak saat menyusui sebentar sebentar, tampilat kuliut yang kering dan ubun ubun besar yang melebar, maka dilakukan pemeriksaan kadar T3 T4, dan TSH, dengan hasil penurunan kadar T3-T4 dan peningkatan TSH, maka ditegakan diagnosis Hipotiroid subklinis.

10

Page 11: Case Hiperbiluribin

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI

Sepsis neonatorum (bayi baru lahir) adalah infeksi aliran darah yang bersifat invasif dan ditandai dengan ditemukannya bakteri dalam cairan tubuh seperti darah, cairan sumsum tulang atau air kemih.

Sepsis neonatorum adalah suatu infeksi berat yang menyebar ke seluruh tubuh bayi baru lahir sampai 1 bulan atau 4 minggu pertama, ditandai dengan gejala-gejala sistemik dan bakteremia. Sepsis merupakan respon sistemik terhadap infeksi oleh bakteri, virus, jamur, dan protozoa. Sedangkan bakteremia adalah ditemukannya bakteri dalam kultur darah.

Sepsis neonatal ini biasanya dibagi dalam dua kelompok yaitu sepsis awitan dini dan awitan lambat. Pada awitan dini, kelainan ditemukan pada hari-hari pertama kehidupan (umur di bawah 3 hari). Infeksi terjadi secara vertikal karena penyakit ibu atau infeksi yang dideritai ibu selama persalinan atau kelahiran. Sementara pada awitan lambat terjadi disebabkan kuman yang berasal dari lingkungan di sekitar bayi setelah hari ke 3 lahir. Proses infeksi semacam ini disebut juga infeksi dengan transmisi horizontal dan termasuk didalamnya infeksi karena kuman nosokomial.

85% neonatus dengan infeksi awal terjadi dalam 24 jam, 5% pada 24-48 jam, dan sedikit yang terjadi antara 48 jam – 6 hari. Sepsis yang baru timbul dalam waktu 4 hari atau lebih kemungkinan disebabkan oleh infeksi nosokomial (infeksi yang didapat di rumah sakit). Onset lebih cepat pada bayi prematur.4,8 Sepsis neonatorum disebut juga sepsis, atau septikemi neonatal.

II. EPIDEMIOLOGI

Sepsis merupakan masalah yang belum dapat teratasi dalam pelayanan dan perawatan bayi baru lahir. Di negara berkembang, hampir sebagian besar bayi baru lahir yang dirawat mempunyai kaitan dengan masalah sepsis. Angka kejadian atau insidens sepsis di negara berkembang masih cukup tinggi yaitu 1,8-18/1000 kelahira dibanding negara maju 1-5/1000 kelahiran.. Sepsis terjadi pada kurang dari 1% bayi baru lahir tetapi merupakan penyebab dari 30% kematian pada bayi baru lahir. Infeksi bakteri lima kali lebih sering terjadi pada bayi baru lahir dengan berat badan kurang dari 2,75 kg dan dua kali lebih sering menyerang bayi laki-laki. Infeksi pada neonatus di Indonesia masih merupakan masalah yang gawat. Di Jakarta terutama di RSCM,

11

Page 12: Case Hiperbiluribin

infeksi merupakan 10-15% dari morbiditas perinatal. Angka kejadian sepsis neonatorum adalah 1-10 per 1000 kelahiran hidup.

III. ETIOLOGI

Sepsis dapat timbul sebagai lanjutan dari infeksi mikroorganisme termasuk bakteri, virus, jamur dan parasit. Bayi dapat terkena infeksi selama kehamilan, dari traktus genital ibu selama kelahiran, atau setelah bayi lahir oleh sebab lain.Berbagai kuman patogen yang dapat menyebabkan sepsis pada neonatus dapat dilihat dalam tabel.

Faktor Predisposisi

Sepsis neonatorum lebih cenderung berkembang saat ibu menderita komplikasi kehamilan yang meningkatkan kemungkinan infeksi, yaitu:

1. BBLR (bayi berat lahir rendah) dan prematuritas (<37 minggu)2. Membran ruptur prematur/ketuban pecah dini atau memanjang (>18 jam)3. Perdarahan4. Kesulitan partus5. Infeksi uterus atau jaringan plasenta (Korioamnionitis)6. Demam intrapartum maternal (>38º C)7. Leukositosis maternal (>18.000/μl)8. Hipoksia atau resusitasi saat lahir

Bayi juga dapat menderita sepsis karena terkena infeksi setelah kelahiran dari orang atau benda yang terinfeksi. Bayi di neonatus intensive care unit (NICU) berisiko mendapat infeksi nosokomial, terutama mereka yang prematur atau memiliki berat lahir rendah sehingga lebih rentan infeksi. Mikroorganisme yang normal hidup di kulit dapat menyebabkan infeksi bila memasuki tubuh melalui kateter dan pipa lain yang menyertai tubuh bayi. Di negara berkembang macam infeksi yang sering ditemukan adalah infeksi saluran pernapasan akut, infeksi saluran cerna (diare), tetanus neonatal, sepsis dan meningitis.

Penyebab utama sepsis neonatorum onset dini adalah Streptokokus group B (GBS) dan bakteri enterik (E. Coli) dari traktus genital maternal. Pada onset lambat terutama GBS, virus herpes simpleks, enterovirus dan E. Coli. Pada bayi berat lahir rendah yang rentan infeksi nosokomial kuman penyebabnya terutama Candida dan Stafilokokus koagulase negatif (CONS).

Tabel 1. Kuman penyebab sepsis neonatorum berdasarkan saat terjadinya infeksi.

PrenatalIntranatal Pascanatal (Nosokomial:

5 hari s.d saat Onset dini Onset lambat

12

Page 13: Case Hiperbiluribin

(< 5 hari) (> 4 hari)

dipulangkan)

Rubella

Cytomegalovirus

Varicella-zoster

Listeria monocytogenes

Streptokokus

grup B (GBS)

E. coli

Klebsiella

Listeria

H. influenzae tipe B

S. pneumonia

Streptokokus

grup B (GBS)

E. coli

Herpes simplex

Listeria

Enterovirus

Stafilokokus koagulase-negatif

S. aureus

S. epidermidis

E. coli

Herpes simplex

Klebsiella

C. albicans

Pseudomonas

Serratia

IV. PATOGENESIS

Infeksi dapat masuk ke dalam tubuh neonatus melalui tiga rute, yaitu: in utero (transplasental), intrapartum (asendens), dan post partum (nosokomial). Neonatus tidak dapat merespon benda asing infeksius dikarenakan adanya defisit dari respon fisiologis terhadap agen infeksius. Studi tentang neonatus masih terbatas, namun ditemukan produksi sitokin berkurang. Ditemukan peningkatan kadar interleukin-6, tumor necrosis factor (TNF), dan faktor aktifasi platelet.

Sepsis dini, organisme penyebab penyakit didapat dari intrapartum, atau melalui saluran genital ibu. Pada keadaan ini kolonisasi patogen terjadi pada periode perinatal. Beberapa mikroorganisme penyebab bertransmisi ke janin melalui plasenta secara hematogenik. Cara lain masuknya mikroorganisme, dapat melalui proses persalinan. Dengan pecahnya selaput ketuban, mikroorganisme dalam flora vagina atau bakteri patogen lainnya secara asenden dapat mencapai cairan amnion dan janin. Hal ini memungkinkan terjadinya khorioamnionitis atau cairan amnion yang telah terinfeksi teraspirasi oleh janin atau neonatus, yang kemudian berperan sebagai penyebab kelainan pernapasan. Adanya vernix atau mekonium merusak peran alami bakteriostatik cairan amnion. Akhirnya bayi dapat terpapar flora vagina waktu melalui jalan lahir. Kolonisasi terutama terjadi pada kulit, nasofaring, orofaring, konjungtiva, dan tali pusat. Trauma pada permukaan ini mempercepat proses infeksi. Penyakit dini ditandai dengan kejadian yang mendadak dan berat, yang berkembang dengan cepat menjadi syok sepsis dengan angka kematian tinggi. Insidens syok septik 0,1-0,4% dengan mortalitas 15-45% dan morbiditas kecacatan saraf.

Pada onset lambat, bakteri penyebab sepsis dan meningitis timbul sesudah lahir, yang berasal dari saluran genital ibu, kontak antar manusia atau dari alat-alat yang

13

Page 14: Case Hiperbiluribin

terkontaminasi. Di sini transmisi horisontal memegang peran. Insiden sepsis lambat sekitar 5-25%, sedangkan mortalitas 10-20% namun pada bayi kurang bulan mempunyai risiko lebih mudah terinfeksi, disebabkan penyakit utama dan imunitas yang imatur.

Jika persalinan berjalan lama, maka bakteri di vagina dapat secara vertikal menyebabkan inflamasi pada ketuban, tali pusat, dan plasenta. Infeksi fetal dapat juga disebabkan aspirasi cairan amnion yang terinfeksi. Hal ini dapat menyebabkan lahir mati, persalinan prematur, atau sepsis neonatus. Kuman yang terisolasi dari cairan amnion yang terinfeksi yaitu bakteri anaerobik, Streptococcus B hemoliticus group B, Escheria coli, dan Mycoplasma.

Cairan amnion dapat mencegah Escherichia coli dan bakteri lain berkembang lebih jauh karena mengandung lyzozyme, transferin, dan immunoglobulin ( IgA dan IgG). Jika terdapat meconium dan verniks, biasanya akan terjadi peningkatan Escherichia coli dan Streptococcus B hemolitycus group B.

Infeksi pada ibu Hamil waktu melahirkan memiliki peranan penting terhadap infeksi neonatus. Infeksi secara transplasenta sewaktu atau sebelum melahirkan dapat terjadi walaupun terlihat seperti infeksi saat melewati jalan lahir.

Mikroorganisme yang didapat neonatus selama kelahiran akan berkembang dikulit, mukosa nasofaring dan orofaring, konjungtiva, dan tali pusat, dan pada neonatus perempuan di genitalia externa. Kulit pada neonatus yang lahir secara seksio cesarea akan lebih bebas kuman dibanding yang lahir secara pervaginam dimana neonatus akan terpapar mikroorganisme yang terdapat dijalan lahir.

Endotrakeal suction juga dapat menyebabkan terpapar terhadap mikroorganisme. neonatus juga dapat terinfeksi melalui sirkumsisi ataupun pemotongan tali pusat.

Neonatus dengan satu atau lebih faktor predisposisi (seperti berat badan lahir rendah (BBLR), ketuban pecah dini, trauma persalinan, hipoksia fetal, jenis kelamin laki-laki, atau infeksi ibu selama peripartum) akan meningkatkan resiko terhadap sepsis. Fungsi fagosit yang belum matur dan penurunan respon inflamasi dan imunitas yang sering pada neonatus yang kecil menyebabkan neonatus rentan terhadap sepsis.

Hipotermia pada neonatus ( suhu rektal ≤ 35 C ) berkaitan erat dengan peningkatan insiden sepsis. sampai sekarang masih kurang jelas apakah hipotermia merupakan predisposisi ataupun akibat dari sepsis.

Tali pusat sering menjadi portal atau saluran masuknya infeksi sistemik pada neonatus. jaringan yang sudah mati seperti tali pusat sangat cocok untuk pertumbuhan bakteri dan pembuluh darah umbilikal dapat sebagai saluran langsung infeksi ke sirkulasi darah neonatus.

Lemahnya pertahanan tubuh pada bayi kurang bulan atau pada bayi cukup bulan resiko tinggi disebabkan oleh :

1. Sistem Imunitas seluler

14

Page 15: Case Hiperbiluribin

Netrofil atau sel PMN yang vital untuk membunuh bakteri, mengalami defek dalam kemotaksis dan kapasitas menghancurkan. Ikatan endotel pembuluh darah berkurang sehingga menurunkan kemampuan dalam membatasi, menyebabkan area intravaskular bermigrasi ke dalam jaringan. Pada jaringan, sel tersebut gagal berdeagregasi sebagai respon terhadap faktor kemotaktik. PMN neonatal juga sedikit cacat sehingga kemampuannya memasuki matriks ekstraselular dari jaringan untuk mencapai daerah yang inflamasi berkurang. Kemampuan PMN neonatus yang terbatas untuk memfagosit dan membunuh bakteri akan terganggu ketika bayi sakit secara klinis. Akhirnya, cadangan netrofil akan habis dengan mudahnya oleh karena penurunan respon sumsum tulang, terutama pada bayi prematur.

2. Sistem Imunitas HumoralKadar IgG pada neonatus tergantung dari transport aktif melalui plasenta oleh karena semua tipe IgM, IgA dan IgE tidak melalui plasenta, karena itu pada neonatus jumlahnya kurang. Antibodi yang ditransfer ke janin, akan menjadi pelindung terhadap infeksi spesifik yang pernah di derita ibu sebelumnya. Secara kuantitatif jumlah IgG jelas kurang pada bayi Berat lahir rendah, karena sebagian besar IgG ditransfer melalui plasenta sesudah 32 minggu kehamilan; maka jumlah IgG pada bayi kurang bulan sangat rendah dibanding bayi cukup bulan. Jumlah ini berkurang pada beberapa bulan pertama sesudah lahir, keadaan ini disebut hipoimunoglobulinemia fisiologis pascanatal. hal ini merupakan faktor resiko terjadinya infeksi nosokomial pada masa neonatal.

FAKTOR RISIKO PADA KEHAMILAN DAN PERSALINANSEBAGAI INDIKATOR KECURIGAAN TERHADAP SEPSIS

Faktor Risiko Mayor Faktor Risiko Minor

Ketuban pecah > 24 jam ketuban pecah 12 jamIbu demam saat intra-partum > 38˚ c Ibu demam > 37,5˚ cKorioamninitis Apgar score menit 1<5 , Denyut jantung janin menetap > 160x/ mnt menit ke 5 <7Ketuban berbau BBLSR < 1500 gram

Usia gestasi < 37 mingguKehamilan GandaKeputihanISK

SUSPEK SEPSIS POSITIF JIKA SEKURANG-KURANGNYA TERDAPAT 1 RISIKO MAJOR ATAU 2 RISIKO MINOR.

15

Page 16: Case Hiperbiluribin

V. MANIFESTASI KLINIS

Sepsis pada neonatus tidak mudah diketahui karena gejalanya yang tidak khas seperti yang terdapat pada bayi yang lebih tua, dan bervariasi tergantung kuman penyebab, derajat sakit dan lokasi infeksi. Gejala-gejalanya yaitu:

Keadaan umum : tampak tidak sehat, malas minum/menghisap, iritabel, lesu, merintih (grunting)

Suhu : tidak stabil (hiper/hipotermia) Respirasi : sulit bernapas, apneu/takhipneu, sianosis, retraksi Kardiovaskular : bradi/takhikardi, hipotensi, syok Gastrointestinal : muntah, diare, distensi abdomen Neurologi : kejang, letargi, hipotoni, pergerakan kurang Hepatobilier : hepatosplenomegali, jaundice/ikterik Kulit : pucat, ptekie, purpura Metabolik : asidosis metabolik, hipoglikemia

VI. DIAGNOSIS

Diagnosis sepsis neonatorum sulit ditegakkan bila hanya berdasarkan gejala klinis. Biasanya terdapat satu atau lebih riwayat dari faktor predisposisi yang berhubungan dengan kehamilan dan persalinan. Bila sindrom klinis mengarah ke sepsis, perlu dilakukan evaluasi sepsis secara menyeluruh. Hal ini termasuk biakan darah, pungsi lumbal, analisis dan kultur urin, biakan cairan tubuh yang terdapat pada kateter, serta foto dada. Diagnosis sepsis ditegakkan dengan ditemukannya kuman pada biakan darah.

Hasil pemeriksaan penunjang, yaitu:

Leukositosis (>12.000/mm3) atau leukositopenia (<4000/mm3), netropenia dengan pergeseran ke kiri (<1000/mm3), peningkatan rasio netrofil imatur (I/T) >0,2.

Trombositopenia (<100.000/mm3) dan penurunan faktor-faktor pembekuan. Peningkatan antibodi IgM dan reaktan fase akut seperti C-reactive protein. Ditemukan kuman pada biakan darah, urin, dan cairan serebrospinal. Pemerikasaan LCS terdapat peningkatan jumlah leukosit terutama PMN (>20/ml

untuk umur <7 hari; >10/ml untuk umur >7 hari). Analisa gas darah: asidemia dan hipoksia Foto toraks dapat ditemukan atelektasis, hematotoraks dan efusi pleura.

VII. DIAGNOSIS BANDING

16

Page 17: Case Hiperbiluribin

Tabel 2. Diagnosis banding sepsis neonatorum. Perinatal AsphyxiaRespiratory

Aspirastion pneumonia: Amniotic fluid, meconium, or gastric contents

CardiacCongenital : Hypoplastic left heart syndrome,

Persistent pulmonary hypertensionAcquired : Myocarditis

MetabolicHypoglycemiaAdrenal insufficiency (congenital adrenal hyperplasia)Organic acidosesUrea cycle disordersSalicylate toxicity

NeurologicIntracranial hemorrhage

HematologicNeonatal purpura fulminansSevere anemiaMalignancies (congenital leukemia)

VIII. PENATALAKSANAAN

Pengobatan sepsis neonatorum dapat dibagi menjadi terapi antimikrobia pada patogen yang dicurigai atau yang telah diketahui, dan perawatan pendukung. Cairan, elektrokit, dan glukosa harus dipantau dengan teliti, disertai dengan perbaikan hipovolemia, hiponatremia, hipokalsemia, dan hipoglikemia serta pembatasan cairan jika sekresi hormon antidiuretik tidak memadai. Syok, hipoksia, dan asidosis metabolik harus dideteksi dan dikelola dengan pemberian inotropik, resusitasi cairan, dan ventilasi mekanik.

Eliminasi kuman merupakan pilihan utama dalam manajemen sepsis neonatal. Pada kenyataannya menentukan kuman spesifik pasti tidak mudah Dengan dan membutuhkan waktu. Untuk memperoleh hasil yang optimal pengobatan sepsis harus cepat dilaksanakan. Sehubungan dengan hal tersebut pemberian antibiotika secara empiris terpaksa cepat diberikan untuk menghindarkan berlanjutnya perjalanan penyakit. Pemberian pengobatan pasien biasanya dengan memberikan antibiotik kombinasi yang bertujuan untuk memperluas cakupan mikroorganisme patogen yang mungkin diderita pasien. Diupayakan kombinasi antibiotik tersebut mempunyai sensitifitas yang baik terhadapkuman gram positif ataupun gram negatif. Selain pola kuman hendaknya diperhatikan pula resistensi kuman. Namun lama pemberian antibiotik begantung pada hasil kultur darah, dan segera setelah didapatkan hasil

17

Page 18: Case Hiperbiluribin

kultur darah, jenis antibiotika yang dipakai disesuaikan dengan kuman penyebab dan pola reistensinya.

Tabel 3. Waktu/durasi pemberian antibiotik pada sepsis neonatal.

Diagnosis Durasi

Meningitis 21 hari

Kultur darah (+), tanda-tanda sepsis (+) 10 – 14 hari

Kultur darah (-), komponen skrining sepsis (+) 7 – 10 hari

Kultur darah (-), komponen skrining sepsis (-) 5 – 7 hari

Tabel 4. Antibiotik untuk sepsis neonatal

Antibiotik Dosis Frekuensi Pemberian Durasi

< 7 hari < 7 hari

Ampicillin 50 mg/kgBB/x 12 jam 8 jam IV, IM 7 – 10 hari

atau

Cloxallin 50 mg/kgBB/x 12 jam 8 jam IV, IM 7 – 10 hari

Dan

Gentamicin 2,5 mg/kgBB/x 2 jam 8 jam IV, IM 7 – 10 hari

atau

Amikacin 7,5 mg/kgBB/x 12 jam 8 jam IV, IM 7 – 10 hari

Mempertimbangkan pola kuman yang tersering ditemukan, Divisi Perinatologi RSCM menggunakan obat golongan Ceftasidim sebagai antibiotik pilihan pertama dengan dosis yang dianjurkan 50-100 mg/kgBB/hari, 2 kali sehari. Beberapa kuman Gram negatif saat ini hanya sensitif terhadap imipenem atau meropenem dengan dosis 25 mg/kgBB/dosis, 2 kali sehari.

Dalam kepustakaan dikemukakan bahwa kuman Streptokokus Grup B dan kuman Gram positif lainnya masih sensitif terhadap penisilin (dosis 100.000-200.000 U/kgBB/hari) atau ampisilin (dosis 100-200 mg/kgBB/hari). Sedangkan kuman Listeria masih sensitif terhadap kombinasi antibiotik ampisilin dan aminoglikosid, serta golongan Pseudomonas umumnya sensitif terhadap sefalosporin. Lamanya pengobatan sangat bergantung kepada jenis kuman penyebab. Pada penderita yang

18

Page 19: Case Hiperbiluribin

disebabkan oleh kuman Streptococcus dan Listeria, pemberian antibiotik dianjurkan selama 10-14 hari, sedangkan penderita yang disebabkan oleh kuman Gram negatif pengobatan kadang-kadang diteruskan sampai 2-3 minggu.

Pengobatan tambahan

Walaupun pemberian antibiotik masih merupakan tatalaksana utama pengobatan sepsis neonatal, berbagai upaya pengobatan tambahan (adjunctive, asjuvant therapy) bayak dilaporkan dalam upaya memperbaiki mortilitas bayi.pengobatan tambahan atau terapi inkonvensional semacam ini selain mengatasi berbagai defisiensi dan belum matangnya fungsi pertumbuhan tubuh bayi baru lahir,juga dalam rangka mengatasi perubahan yang terjadi dalam perjalanan penyakit dan cascade inflamasi pasien sepsis neonatal. Bebrapa terapi inkonvensional yang sering diberikan,antara lain:

1. Pemberian immunoglobulin secara intravena (Intravenous Immunoglobulin IVIG). Pemberian immunoglobulin dilakukan dengan harapan dapat meningkatkan antibodi tubuh serta memperbaiki fagositosis dan kemotaksis sel darah putih.

2. Pemberian Fresh Frozen Plasma (FFP). Pemberian FFP diharapkan dapat mengatasi gangguan koagulasi yang diderita pasien.

3. Tindakan transfusi tukar. Tindakan ini bertujuan untuk:

Mengeluarkan/mengurangi toksin atau produk bakteri serta mediator-mediator penyebab sepsis

Memperbaiki perfusi perifer dan pulmonal dengan meningkatkan kapasitas oksigen dalam darah

Memperbaiki sistem imun dengan adanya tambahan neutrofil dan berbagai antibodi yang mungkin terkandung dalam darah donor.

Selain beberapa upaya diatas berbagai tatalaksana lain dilakukan pula dalam rangka mengatasi mortilitas dan morbiditas sepsis neonatal. Pemberian transfusi granulosit dikemukakan dapat memperbaiki pengobatan pada penderita sepsis. Hal ini dilakukan karena produksi dan respons fungsi sel darah putih yang menurun pada keadaan sepsis neonatal. Demikian pula pemberian transfusi packed red blood cells bertujuan mengatasi keadaan anemia dan menjamin oksigenisasi jaringan yang optimal pada pasien sepsis.

X. PROGNOSIS

Prognosis pada sepsis neonatorum umumnya baik. Namun hal ini juga tergantung pada masa gestasi, jenis kuman, sensitifitas kuman dan lama penyakit. Angka kematian sepsis neonatorum yaitu 10 – 30% dari seluruh penderita meskipun telah diberikan antibiotika dan perawatan intensif. Sedangkan pada neonatus dengan sepsis

19

Page 20: Case Hiperbiluribin

yang tidak diobati, angka kematian mencapai 50%. Pada bayi berat lahir rendah atau prematur angka kematian lima kali lebih tinggi.

Dapat terjadi sekuel seperti osteomyelitis dan destruksi tulang yang terjadi pada lebih dari 8% neonatus dengan sepsis. Rekuren bakteremia dapat terjadi pada bulan kedua setelah bayi lahir, yaitu pada sekitar 4% penderita. Sekuel neurologi jangka panjang dapat terjadi bila sepsis disertai dengan meningitis.1,3

XI. PENCEGAHAN

Pencegahan infeksi sering mengandalkan barier antara agen dan pejamu (barier protektif), yaitu termasuk tindakan cuci tangan, penggunaan sarung tangan, masker, penggunaan cairan antiseptik, pemakaian jarum sekali pakai, serta dekontaminasi, pencucian, sterilisasi atau desinfeksi tingkat tinggi pada alat yang digunakan ulang.

Prinsip pencegahan sepsis neonatus onset dini adalah pencegahan prematuritas, manajemen persalinan dan kelahiran yang benar, serta penggunaan kemoprofilaksis dan imunoprofilaksis.

Pemakaian ampisilin 1000 mg i.v setiap 6 jam sejak onset persalinan sampai kelahiran pada ibu dengan koloni Streptokokus grup B atau dengan faktor risiko obstetrik, dapat mematikan kolonisasi neonatus dan mengurangi secara signifikan angka kejadian sepsis neonatorum onset dini.

Imunisasi aktif pada ibu dapat menyediakan jalan transplasental antibodi menuju fetus, namun vaksin yang komersial belum tersedia.

Penggunaan imunoglobulin 0,5 – 1,3 gr/kgbb i.v terbukti dapat menurunkan sepsis onset dini pada bayi dengan berat badan lahir <2000 gr.

IX. KESIMPULAN

Sepsis neonatorum merupakan infeksi aliran darah yang bersifat invasif dan ditandai dengan ditemukannya bakteri dalam cairan tubuh seperti darah, sumsum tulang atau air kemih. Insiden sepsis neonatorum beragam menurut definisinya, dari 1-5/1000 kelahiran hidup , dan angka sepsis neonatorum meningkat secara bermakna pada bayi dengan berat badan lahir rendah dan bila ada faktor resiko ibu (obstetrik) atau tanda-tanda korioamnionitis.

Sepsis biasanya akan dimulai dengan adanya respon sistemik tubuh dengan gambaran proses inflamasi, koagulopati, gangguan fibrinolisis yang selanjutnya menimbulkan sirkulasi dan perfusi yang berakhir dengan gangguan fungsi organ. Untuk itu diagnosis dini sepsis neonatal sangat penting artinya dalam penatalaksanaan dan prognosis pasien. Keterlambatan diagnosis berpotensi mengancam kelangsungan hidup bayi dan memperburuk prognosis pasien. Dalam menentukan diagnosis diperlukan berbagai informasi antara lain: faktor resiko, gambaran klinik, pemeriksaan penunjang. Ketiga faktor ini perlu dipertimbangkan saat mengahadapi

20

Page 21: Case Hiperbiluribin

pasien, karena salah satu faktor saja tidak mungkin dipakai sebagai pegangan dalam menegakkan diagnosa pasien.

Pengobatan sepsis neonatorum dapat dibagi menjadi terapi antimikrobia pada patogen yang dicurigai atau yang telah diketahui, dan perawatan pendukung. Cairan, elektrokit, dan glukosa harus dipantau dengan teliti, disertai dengan perbaikan hipovolemia, hiponatremia, hipokalsemia, dan hipoglikemia serta pembatasan cairan. Eleminasi kuman merupakan pilihan utama dalam manajemen sepsis neonatal dan untuk memperoleh hasil yang optimal pengobatan sepsis harus cepat dilaksanakan. Pengobatan pasien biasanya dengan memberikan antibiotik kombinasi yang bertujuan untuk memperluas cakupan mikroorganisme patogen yang mungkin diderita pasien.

DAFTAR PUSTAKA

1. Dharmasetiawani N. Asfiksia dan Resusitasi Bayi Baru Lahir. Dalam : Kosim MS, Yunanto A, et al. Buku Ajar Neonatologi. Edisi pertama. Jakarta : Badan Penerbit IDAI. 2010. Hal 103-124.

2. Friedland IR, McCracken GH. Neonatal Sepsis and Meningitis. In: Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD. Rudolph’s Pediatrics. 20th Ed. California; Prentice-Hall Int Inc. 1996. Page : 536-544.

3. Staf Pengajar Ilmu kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid 3. Jakarta; Infomedika, 2000. Hal : 1124.

4. Sondheimer JM. Current Essentials Pediatrics. 1st Edition. New York: McGraw Hill Co. 2008

5. Gomell LT, Cunningham MD, Eyal FG, Zenk KE. Lange’s Neonatology: Management, procedures, On-Call Problems, Diseases, and Drugs. 5th Edition. New York: Lange Medical/M cGraw Hill Co. 2004.

21

Page 22: Case Hiperbiluribin

6. Krug SE (Eds). The Neonate. Clinical Pediatric Emergency Medicine. Vol 9, No 3, September 2008. W.B Saunders. 2008.

7. WHO. Managing Newborn Problems: A Guide for Doctors, Nurses, and Midwives. Geneva: World Health Organization. 2003

22