case besar - hmd - hendra sucipta

58
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA Jl. Terusan Arjuna No.6 Kebun Jeruk – Jakarta Barat KEPANITERAAN KLINIK STATUS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA - JAKARTA Periode 14 Desember 2015 – 20 Februari 2016 Nama Mahasiswa : Hendra Sucipta Tanda Tangan : NIM : 11-2014-339 Dokter Pembimbing : dr. Dewi Iriani, Sp A I. IDENTITAS PASIEN Nama : By. Ny. IY Tanggal Lahir : 16 Desember 2015 Umur : 7 hari Jenis kelamin : Laki-laki Alamat : Jl. Kapuk Utara II Suku Bangsa : Agama : Islam Pendidikan : Belum sekolah Tanggal masuk RS : 16 Desember 2015 Case Besar - HMD | 1

Upload: hendranavas

Post on 11-Jul-2016

262 views

Category:

Documents


17 download

DESCRIPTION

fsdgfjg

TRANSCRIPT

Page 1: Case Besar - HMD - Hendra Sucipta

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

Jl. Terusan Arjuna No.6 Kebun Jeruk – Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK

STATUS ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA - JAKARTA

Periode 14 Desember 2015 – 20 Februari 2016

Nama Mahasiswa : Hendra Sucipta Tanda Tangan :

NIM : 11-2014-339

Dokter Pembimbing : dr. Dewi Iriani, Sp A

I. IDENTITAS

PASIEN

Nama : By. Ny. IY

Tanggal Lahir : 16 Desember 2015

Umur : 7 hari

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Jl. Kapuk Utara II

Suku Bangsa :

Agama : Islam

Pendidikan : Belum sekolah

Tanggal masuk RS : 16 Desember 2015

ORANG TUA

Ayah

Nama lengkap : Tn. S

Umur : 37 tahun

Suku Bangsa :

Alamat : Jl. Kapuk Utara II

Agama : Islam

Case Besar - HMD | 1

Page 2: Case Besar - HMD - Hendra Sucipta

Pendidikan : SMA (tamat)

Pekerjaan : Wiraswasta

Penghasilan :

Hubungan dengan orang tua: Anak Kandung

Ibu

Nama lengkap : Ny. IY

Umur : 33 tahun

Suku Bangsa : Indonesia

Alamat : Jl. Kapuk Utara II

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Penghasilan :

Hubungan dengan orang tua: Anak Kandung

II. ANAMNESIS

Alloanamnesis dengan ibu pasien pada Rabu , 23 Desember 2015, pukul 13.00 WIB.

Keluhan Utama

(-)

Riwayat Penyakit Sekarang

Seorang bayi laki-laki lahir secara Sectio Caesaria di RSUD Koja dari ibu G5P4A0,

dengan usia gestasi menurut ibu 36 minggu pada tanggal 16 Desember 2015 pukul 16.55

WIB. Berat badan lahir bayi 1350 gram, panjang badan 41 cm, lingkar kepala 30 cm, lingkar

dada 26 cm, dan lingkar lengan atas 9 cm. Apgar score 4/6 , anus (+), cacat (-), HR:

158x/menit, RR: 68x/menit, suhu 37oC, perhitungan gestasi menurut ballard score 20 (32

minggu), dan GDS 39 mg/dL. Bayi merintih , tampak adanya sianosis, retraksi berat , dan

pernapasan cuping hidung , akral dingin dan CRT 4 detik. Setelah dilakukan koreksi terhadap

kadar glukosa, GDS naik menjadi 54 mg/dL.

Case Besar - HMD | 2

Page 3: Case Besar - HMD - Hendra Sucipta

Riwayat Kehamilan

Bayi dikandung selama 36 minggu menurut ibu pasien. Ibu pasien merasakan

kontraksi yang hilang timbul mulai dari hari Selasa, 15 Desember 2015 pagi sampai hari

Rabu, 16 Desember 2015 pukul 14.55. Intensitas kontraksi dirasakan semakin lama semakin

kuat sehingga ibu pasien dibawa ke RSUD Koja. Ibu pasien mengatakan tidak memiliki

riwayat trauma, atau perdarahan pada saat kehamilan. Ibu pasien memiliki penyakit

hipertensi pada saat kehamilan, dan juga memiliki riwayat penyakit sesak nafas yang

memburuk satu bulan belakangan. Ibu pasien tidak sedang mengonsumsi obat-obat apapun

pada saat kehamilan, dan juga tidak memiliki riwayat penyakit pada kandungannya.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Sepsis (-) Meningoencephalitis (-) Kejang Demam (-)

Tuberkulosis (-) Pneumonia (-) ISK (-)

Asma (-) Alergic Rhinitis (-) Amoebiasis (-)

Polio (-) Difteri (-) Sindrom Nefrotik (-)

Diare akut (-) Diare kronis (-) Disentri (-)

Kolera (-) Tifus abdominalis (-) DHF (-)

Cacar air (-) Campak (-) Batuk rejan (-)

Tetanus (-) Glomerulonephritis (-) Penyakit Jantung Bawaan (-)

Lain-lain: Batuk pilek (-) Operasi sirkumsisi (-) Kecelakaan (-)

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Penyakit Ya Tidak Hubungan

Alergi √

Asma √

Tuberkulosis √

Hipertensi √ Ibu dan nenek

Diabetes √

Kejang Demam √

Epilepsi √

Case Besar - HMD | 3

Page 4: Case Besar - HMD - Hendra Sucipta

RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN

Kehamilan

Perawatan antenatal : Kontrol teratur

Penyakit kehamilan : Hipertensi

Kelahiran

Tempat kelahiran : RSUD Koja

Penolong persalinan : Dokter

Cara persalinan : Sectio Caesaria

Masa gestasi : Kurang bulan (32 minggu)

Keadaan bayi : Berat badan lahir : 1350 gram

Panjang badan lahir : 41 cm

Lingkar kepala : 30 cm

Nilai APGAR : 4/6

Kelainan bawaan : Tidak ada

III. PEMERIKSAAN FISIK

Tanggal: 23 Desember 2015, pukul 13.00 WIB

PEMERIKSAAN UMUM

Keadaan umum : Tampak sakit ringan Kesadaran : compos mentis

Frekuensi nafas : 42 x/menit Nadi : 150 x/menit

Suhu : 37˚C

Berat badan : 1300 gram Panjang badan : 41 cm

Sianosis : Tidak ada Lingkar Kepala : 30 cm

Edema : Tidak ada Lingkar dada : 27 cm

Lingkar lengan atas : 9 cm

Anemis : Tidak ada Ikterik : Tidak ada

Case Besar - HMD | 4

Page 5: Case Besar - HMD - Hendra Sucipta

PEMERIKSAAN SISTEMATIS

Kulit : Warna merah muda, teraba hangat, tidak tampak ikterik, tidak ada

lesi, turgor kulit baik

Kepala & rambut : Bentuk dan ukuran normocephali

Rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, refleks

cahaya langsung dan tidak langsung +/+, tidak ada sekret

Telinga : Normotia, tidak tampak fistula, MAE lapang

Hidung : Bentuk tidak ada kelainan, septum deviasi (-), sekret (-), napas

cuping hidung (-)

Pipi : Tidak ditemukan kelainan

Bibir : Mukosa tidak kering, tidak sianosis

Gigi geligi : Belum ada

Mulut : Bentuk tidak ada kelainan, mukosa pipi tidak pucat dan tidak kotor

Lidah : Bentuk dan ukuran normal, tidak kotor

Tonsil : Tidak dapat dilihat

Faring : Tidak dapat dilihat

Leher : Bentuk tidak ada kelainan, KGB tidak teraba membesar.

Toraks:

Paru :

Inspeksi : Bentuk normal, simetris dalam keadaan statis dan dinamis,

retraksi sela iga (-), lesi kulit (-), gambaran vena (+)

Palpasi : Tidak ada pelebaran sela iga

Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan

Auskultasi : Suara nafas vesikuler, tidak ada rhonki, tidak ada wheezing

Jantung :

Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis

Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba

Perkusi : Tidak dilakukan

Auskultasi : BJ I-II murni reguler, tidak ada murmur, tidak ada gallop

Abdomen :

Inspeksi : tampak membuncit, tampak gambaran vena, tidak tampak

gerakan peristaltik usus

Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba, cubitan kulit segera kembali

Case Besar - HMD | 5

Page 6: Case Besar - HMD - Hendra Sucipta

Perkusi : timpani

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Anus dan rectum : Anus (+)

Genitalia eksterna : Testis turun, rugae jelas

Ekstremitas : Akral teraba hangat, tidak sianosis, CRT < 2 detik

Tulang belakang : Tidak dilakukan pemeriksaan

Kelenjar getah bening : Tidak teraba pembesaran

Refleks Neonatus :

- Refleks Mencari (Rooting) : (+)

- Refleks menggengam : (+)

- Refleks menghisap : (+)

- Refleks moro : (+)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pada 17 Desember 2015 - Pk. 10.00 WIB

HEMATOLOGI

Darah Rutin

Hemoglobin : 16,8 g/dL

Leukosit : 11.230 /μL

Hematokrit : 48,1 %

Trombosit : 234.000 /μL

ABO/Rh typing : B Rh (D) Positif

IT Ratio : 0,07

Serologi

CRP Kuantitatif : 0,32

Pada 23 Desember 2015 - Pk. 08.00 WIB

HEMATOLOGI

Darah Rutin

Hemoglobin : 14,7 g/dL

Case Besar - HMD | 6

Page 7: Case Besar - HMD - Hendra Sucipta

Leukosit : 7.420 /μL

Hematokrit : 40,3 %

Trombosit : 221.000 /μL

KIMIA KLINIK

Protein Total : 5,48 g/dL

Albumin : 4,26 g/dL

Globulin : 1,22 g/dL

Bilirubin Total : 7,93 mg/dL

Bilirubin Direk : 0,59 mg/dL

Bilirubin Indirek : 7,34 mg/dL

IMUNOLOGI & ALERGI

PCT : 0,9

SEROLOGI

CRP Kuantitatif : 0,27

Case Besar - HMD | 7

Page 8: Case Besar - HMD - Hendra Sucipta

V. RESUME

Seorang bayi laki-laki lahir secara Sectio Caesaria di RSUD Koja dari ibu G5P4A0,

dengan usia gestasi menurut ibu 36 minggu pada tanggal 16 Desember 2015 pukul 16.55

WIB. Berat badan lahir bayi 1350 gram, panjang badan 41 cm, lingkar kepala 30 cm, lingkar

dada 26 cm, dan lingkar lengan atas 9 cm. Apgar score 4/6 , anus (+), cacat (-), HR:

158x/menit, RR: 68x/menit, suhu 37oC, perhitungan gestasi menurut ballard score 20 (32

minggu), dan GDS 39 mg/dL. Bayi merintih, sianosis , terdapat retraksi berat , pernapasan

cuping hidung , dan akral dingin. Ibu pasien memiliki riwayat hipertensi selama kehamilan

dan sesak nafas satu bulan terakhir. Dari pemeriksaan penunjang didapatkan kesan adanya

infeksi.

VI. DIAGNOSIS KERJA

Neonatus Kurang Bulan – Sesuai Masa Kehamilan (NKB-SMK)

Premature

RD ec HMD

Quadroplets

VII. PENATALAKSANAAN

Non Medikamentosa :

Bayi dirawat di bagian perinatologi, menggunakan inkubator.

Medikamentosa

IVFD D10% 6 cc/jam

IVFD Aminosteril 6% 2 cc/jam

Injeksi Bactesyn 2x50 mg (iv)

Injeksi Amikasin 1x15 mg(iv)

CPAP : FiO2 : 21%

PEEP : 6

Flow : 8

VIII. PROGNOSIS

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad functionam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

Case Besar - HMD | 8

Page 9: Case Besar - HMD - Hendra Sucipta

FOLLOW UP

24 Desember 2015, pukul 07.00

S : Bayi menangis kuat, gerak aktif

O : BBS : 1300 gr

HR : 152 x/menit RR : 42 x/menit T: 37,0oC

Mata : CA -/-, SI -/-

Cor : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : SN vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : Supel, Bising usus (+)

Ekstremitas : Akral hangat

A : NKB-SMK

Prematur

Quadroplets

RD ec HMD

P : IVFD D10% 1/5NS + ca glucuronas (20) 4 cc/jam

IVFD Aminosteril 6% 2 cc/jam

Albumin 3x20 cc

Aminofilin 2 x 3 mg

Injeksi Bactesyn 2x100 mg (iv) Meropenem 3x30 mg

Injeksi Amikasin 1x15 mg (iv) Amikasin 2x10 mg

CPAP : FiO2 : 21%

PEEP : 5

Flow : 8

25 Desember 2015, pukul 07.00

S : Bayi menangis kuat, gerak aktif

O : BBS : 1300 gr

HR : 136 x/menit RR : 44 x/menit T: 37,6oC

Mata : CA -/-, SI -/-

Cor : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : SN vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : Supel, Bising usus (+)

Ekstremitas : Akral hangat

A : NKB-SMK

Case Besar - HMD | 9

Page 10: Case Besar - HMD - Hendra Sucipta

Prematur

Quadroplets

RD ec HMD

P : IVFD D10% 1/5NS + KCl 10 meq 4 cc/jam

IVFD Aminosteril 6% 2 cc/jam

Aminofilin 2 x 3 mg

Meropenem 3x30 mg

Amikasin 2x10 mg

CPAP : FiO2 : 21%

PEEP : 5

Flow : 5

26 Desember 2015, pukul 07.00

S : Bayi menangis kuat, gerak aktif

O : BBS : 1300 gr

HR : 136 x/menit RR : 44 x/menit T: 37,1oC

Mata : CA -/-, SI -/-

Cor : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : SN vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : Supel, Bising usus (+)

Ekstremitas : Akral hangat

A : NKB-SMK

Prematur

Quadroplets

RD ec HMD

P : IVFD D10% 1/5NS + KCl 10 meq 6 cc/jam

IVFD Aminosteril 6% 2 cc/jam

Aminofilin 2 x 3 mg

Meropenem 3x30 mg

Amikasin 2x10 mg

CPAP : FiO2 : 21%

PEEP : 5

Flow : 5

Case Besar - HMD | 10

Page 11: Case Besar - HMD - Hendra Sucipta

27 Desember 2015, pukul 07.00

S : Bayi menangis lemah, gerak aktif

O : BBS : 1300 gr

HR : 142 x/menit RR : 40 x/menit T: 37,0oC

Mata : CA -/-, SI -/-

Cor : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : SN vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : Supel, Bising usus (+)

Ekstremitas : Akral hangat

A : NKB-SMK

Prematur

Quadroplets

RD ec HMD

P : IVFD D10% 1/5NS + KCl 10 meq 6 cc/jam

IVFD Aminosteril 6% 2 cc/jam

Aminofilin 2 x 3 mg

Meropenem 3x30 mg

Amikasin 2x10 mg

CPAP : FiO2 : 21%

PEEP : 5

Flow : 5

28 Desember 2015, pukul 07.00

S : Bayi menangis kuat, gerak aktif

O : BBS : 1300 gr

HR : 138 x/menit RR : 44 x/menit T: 36,9oC

Mata : CA -/-, SI -/-

Cor : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : SN vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : Supel, Bising usus (+)

Ekstremitas : Akral hangat

A : NKB-SMK

Prematur

Quadroplets

Case Besar - HMD | 11

Page 12: Case Besar - HMD - Hendra Sucipta

RD ec HMD

P : IVFD D10% 1/5NS + KCl 10 meq 6 cc/jam

IVFD Aminosteril 6% 2 cc/jam

Aminofilin 2 x 3 mg

Meropenem 3x30 mg

Amikasin 2x10 mg

CPAP : FiO2 : 21%

PEEP : 5

Flow : 8

Minum 8 x 10-15 cc

29 Desember 2015, pukul 07.00

S : Bayi menangis kuat, gerak aktif

O : BBS : 1300 gr

HR : 172 x/menit RR : 44 x/menit T: 37,2oC

Mata : CA -/-, SI -/-

Cor : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : SN vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : Supel, Bising usus (+)

Ekstremitas : Akral hangat

A : NKB-SMK

Prematur

Quadroplets

RD ec HMD

P : IVFD D10% 1/5NS + KCl 10 meq 6 cc/jam

IVFD Aminosteril 6% 2 cc/jam

Aminofilin 2 x 3 mg

Meropenem 3x30 mg

Amikasin 2x10 mg

CPAP : FiO2 : 21%

PEEP : 5

Flow : 8

Minum 8 x 15-20 cc

Case Besar - HMD | 12

Page 13: Case Besar - HMD - Hendra Sucipta

30 Desember 2015, pukul 07.00

S : Bayi menangis kuat, gerak aktif

O : BBS : 1250 gr

HR : 167 x/menit RR : 48 x/menit T: 37,1oC

Mata : CA -/-, SI -/-

Cor : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : SN vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : Supel, Bising usus (+)

Ekstremitas : Akral hangat

A : NKB-SMK

Prematur

Quadroplets

RD ec HMD

P : IVFD D10% 1/5NS + KCl 10 meq 6 cc/jam

Aminofilin 2 x 3 mg

Meropenem 3x30 mg

Amikasin 2x10 mg

Minum 8 x 15-20 cc

Pemeriksaan Penunjang

Pada 30 Desember 2015 - Pk. 09.00 WIB

HEMATOLOGI

Darah Rutin

Hemoglobin : 15,6 g/dL

Leukosit : 14.410 /μL

Hematokrit : 42.3 %

Trombosit : 268.000 /μL

IMUNOLOGI & ALERGI

PCT : 0,6

SEROLOGI

CRP Kuantitatif : 2,79

Case Besar - HMD | 13

Page 14: Case Besar - HMD - Hendra Sucipta

31 Desember 2015, pukul 07.00

S : Bayi menangis kuat, gerak aktif

O : BBS : 1250 gr

HR : 138 x/menit RR : 44 x/menit T: 36,9oC

Mata : CA -/-, SI -/-

Cor : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : SN vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : Supel, Bising usus (+)

Ekstremitas : Akral hangat

A : NKB-SMK

Prematur

Quadroplets

RD ec HMD

P : IVFD D10% 1/5NS + KCl 10 meq 4 cc/jam

Aminofilin 2 x 3 mg

Meropenem 3x30 mg

Amikasin 2x10 mg

Minum 8 x 15-20 cc

1 Januari 2016, pukul 07.00

S : Bayi menangis kuat, gerak aktif

O : BBS : 1250 gr

HR : 140 x/menit RR : 38 x/menit T: 36,6oC

Mata : CA -/-, SI -/-

Cor : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : SN vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : Supel, Bising usus (+)

Ekstremitas : Akral hangat

A : NKB-SMK

Prematur

Quadroplets

RD ec HMD

P : IVFD D10% 1/5NS + KCl 10 meq 4 cc/jam

Case Besar - HMD | 14

Page 15: Case Besar - HMD - Hendra Sucipta

Levofloksasin 2 x 15 mg

Minum 8 x 15-20 cc

2 Januari 2016, pukul 07.00

S : Bayi menangis kuat, gerak aktif

O : BBS : 1250 gr

HR : 153 x/menit RR : 38 x/menit T: 37,2oC

Mata : CA -/-, SI -/-

Cor : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : SN vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : Supel, Bising usus (+)

Ekstremitas : Akral hangat

A : NKB-SMK

Prematur

Quadroplets

RD ec HMD

P : IVFD D10% 1/5NS + KCl 10 meq 4 cc/jam

Levofloksasin 2 x 15 mg

Minum 8 x 15-20 cc

3 Januari 2016, pukul 07.00

S : Bayi menangis kuat, gerak aktif

O : BBS : 1250 gr

HR : 130 x/menit RR : 40 x/menit T: 36,6oC

Mata : CA -/-, SI -/-

Cor : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : SN vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : Supel, Bising usus (+)

Ekstremitas : Akral hangat

A : NKB-SMK

Prematur

Quadroplets

RD ec HMD

P : IVFD D10% 1/5NS + KCl 10 meq 4 cc/jam

Case Besar - HMD | 15

Page 16: Case Besar - HMD - Hendra Sucipta

Levofloksasin 2 x 15 mg

Minum 8 x 15-20 cc

4 Januari 2016, pukul 07.00

S : Bayi menangis kuat, gerak aktif

O : BBS : 1300 gr

HR : 148 x/menit RR : 40 x/menit T: 36,1oC

Mata : CA -/-, SI -/-

Cor : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : SN vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : Supel, Bising usus (+)

Ekstremitas : Akral hangat

A : NKB-SMK

Prematur

Quadroplets

RD ec HMD

P : IVFD D10% 1/5NS + KCl 10 meq 4 cc/jam

Levofloksasin 2 x 15 mg

Minum 8 x 20 cc

5 Januari 2016, pukul 07.00

S : Bayi menangis kuat, gerak aktif

O : BBS : 1400 gr

HR : 148 x/menit RR : 40 x/menit T: 36,1oC

Mata : CA -/-, SI -/-

Cor : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : SN vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : Supel, Bising usus (+)

Ekstremitas : Akral hangat

A : NKB-SMK

Prematur

Quadroplets

RD ec HMD

P : IVFD D10% 1/5NS + KCl 10 meq 4 cc/jam

Case Besar - HMD | 16

Page 17: Case Besar - HMD - Hendra Sucipta

Levofloksasin 2 x 15 mg

PRC 1x20 ml

Lasik 1,5 mg

Minum 8 x 20 cc

Pemeriksaan Penunjang

Pada 5 Januari 2016 - Pk. 09.00 WIB

HEMATOLOGI

Darah Rutin

Hemoglobin : 10,9 g/dL

Leukosit : 3.860 /μL

Hematokrit : 30.8 %

Trombosit : 248.000 /μL

IMUNOLOGI & ALERGI

PCT : 0,2

SEROLOGI

CRP Kuantitatif : 0,52

6 Januari 2016, pukul 07.00

S : Bayi menangis kuat, gerak aktif

O : BBS : 1400 gr

HR : 140 x/menit RR : 48 x/menit T: 36,9oC

Mata : CA -/-, SI -/-

Cor : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : SN vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : Supel, Bising usus (+)

Ekstremitas : Akral hangat

A : NKB-SMK

Prematur

Quadroplets

RD ec HMD

Case Besar - HMD | 17

Page 18: Case Besar - HMD - Hendra Sucipta

P : IVFD D10% 1/5NS + KCl 10 meq 4 cc/jam

Levofloksasin 2 x 15 mg

Nymico 3 x 0,5 ml

San B plex 1 x 0,3 ml

Minum 8 x 20 cc

7 Januari 2016, pukul 07.00

S : Bayi menangis kuat, gerak aktif

O : BBS : 1400 gr

HR : 148 x/menit RR : 40 x/menit T: 36,1oC

Mata : CA -/-, SI -/-

Cor : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : SN vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : Supel, Bising usus (+)

Ekstremitas : Akral hangat

A : NKB-SMK

Prematur

Quadroplets

RD ec HMD

P : IVFD D10% 1/5NS + KCl 10 meq 4 cc/jam

Levofloksasin 2 x 15 mg

Nymico 3 x 0,5 ml

San B plex 1 x 0,3 ml

Minum 8 x 20 cc

Pemeriksaan Penunjang

Pada 7 Januari 2016 - Pk. 09.00 WIB

HEMATOLOGI

Darah Rutin

Hemoglobin : 15,6 g/dL

Leukosit : 11.580 /μL

Hematokrit : 43,6 %

Trombosit : 203.000 /μL

Case Besar - HMD | 18

Page 19: Case Besar - HMD - Hendra Sucipta

8 Januari 2016, pukul 07.00

S : Bayi menangis kuat, gerak aktif

O : BBS : 1600 gr

HR : 145 x/menit RR : 50 x/menit T: 36,7oC

Mata : CA -/-, SI -/-

Cor : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : SN vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : Supel, Bising usus (+)

Ekstremitas : Akral hangat

A : NKB-SMK

Prematur

Quadroplets

RD ec HMD

P : IVFD D10% 1/5NS + KCl 10 meq 4 cc/jam

Levofloksasin 2 x 15 mg

Nymico 3 x 0,5 ml

San B plex 1 x 0,3 ml

Minum 8 x 25 cc

9 Januari 2016, pukul 07.00

S : Bayi menangis kuat, gerak aktif

O : BBS : 1600 gr

HR : 124 x/menit RR : 40 x/menit T: 37,5oC

Mata : CA -/-, SI -/-

Cor : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : SN vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : Supel, Bising usus (+)

Ekstremitas : Akral hangat

A : NKB-SMK

Prematur

Quadroplets

RD ec HMD

P : IVFD D10% 1/5NS + KCl 10 meq 4 cc/jam

Levofloksasin 2 x 15 mg

Case Besar - HMD | 19

Page 20: Case Besar - HMD - Hendra Sucipta

Nymico 3 x 0,5 ml

San B plex 1 x 0,3 ml

Minum 8 x 30 cc

10 Januari 2016, pukul 07.00

S : Bayi menangis kuat, gerak aktif

O : BBS : 1600 gr

HR : 140 x/menit RR : 38 x/menit T: 37,3oC

Mata : CA -/-, SI -/-

Cor : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : SN vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : Supel, Bising usus (+)

Ekstremitas : Akral hangat

A : NKB-SMK

Prematur

Quadroplets

RD ec HMD

P : IVFD D10% 1/5NS + KCl 10 meq 4 cc/jam

Levofloksasin 2 x 15 mg

Nymico 3 x 0,5 ml

San B plex 1 x 0,3 ml

Minum 8 x 25 cc

11 Januari 2016, pukul 07.00

S : Bayi menangis kuat, gerak aktif

O : BBS : 1600 gr

HR : 152 x/menit RR : 52 x/menit T: 37,9oC

Mata : CA -/-, SI -/-

Cor : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : SN vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : Supel, Bising usus (+)

Ekstremitas : Akral hangat

A : NKB-SMK

Prematur

Case Besar - HMD | 20

Page 21: Case Besar - HMD - Hendra Sucipta

Quadroplets

RD ec HMD

P : IVFD D10% 1/5NS + KCl 10 meq 4 cc/jam

Levofloksasin 2 x 15 mg

Nymico 3 x 0,5 ml

San B plex 1 x 0,3 ml

Minum 10 x 30 cc

12 Januari 2016, pukul 07.00

S : Bayi menangis kuat, gerak aktif

O : BBS : 1600 gr

HR : 152 x/menit RR : 52 x/menit T: 37,9oC

Mata : CA -/-, SI -/-

Cor : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : SN vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : Supel, Bising usus (+)

Ekstremitas : Akral hangat

A : NKB-SMK

Prematur

Quadroplets

RD ec HMD

P : IVFD D10% 1/5NS + KCl 10 meq 4 cc/jam

Levofloksasin 2 x 15 mg

Nymico 3 x 0,5 ml

San B plex 1 x 0,3 ml

Minum 10 x 30 cc

13 Januari 2016, pukul 07.00

S : Bayi menangis kuat, gerak aktif

O : BBS : 1600 gr

HR : 150 x/menit RR : 40 x/menit T: 37,5oC

Mata : CA -/-, SI -/-

Cor : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : SN vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Case Besar - HMD | 21

Page 22: Case Besar - HMD - Hendra Sucipta

Abdomen : Supel, Bising usus (+)

Ekstremitas : Akral hangat

A : NKB-SMK

Prematur

Quadroplets

RD ec HMD

P : IVFD D10% 1/5NS + KCl 10 meq 4 cc/jam

Levofloksasin 2 x 15 mg STOP

Nymico 3 x 0,5 ml

San B plex 1 x 0,3 ml

Minum 10 x 30 cc

Case Besar - HMD | 22

Page 23: Case Besar - HMD - Hendra Sucipta

TINJAUAN PUSTAKA

Hyaline Membran Disease

PENDAHULUAN

Hyaline Membrane Disease (HMD) atau penyakit membran hialin, juga dikenal

sebagai respiratory distress syndrome (RDS), adalah penyebab tersering dari gagal nafas

pada bayi premature. Hyaline Membrane Disease merupakan salah satu penyebab kematian

pada bayi baru lahir.

Hyaline Membrane Disease (HMD), juga dikenal sebagai respiratory distress

syndrome (RDS), adalah penyebab tersering dari gagal nafas pada bayi prematur, khususnya

yang lahir pada usia kehamilan 32 minggu. Hyaline Membrane Disease merupakan salah satu

penyebab kematian pada bayi baru lahir. Kurang lebih 30 % dari semua kematian pada

neonatus disebabkan oleh HMD atau komplikasinya.

HMD disebut juga Sindroma Gawat Nafas (SGP) tipe 1, yaitu gawat napas pada bayi

kurang bulan yang terjadi segera atau beberapa saat setelah lahir, ditandai adanya kesukaran

bernafas, (pernafasan cuping hidung, tipe pernapasan dispnea / takipnea, retraksi dada, dan

sianosis) yang menetap atau menjadi progresif dalam 48 – 96 jam pertama kehidupan dan

pada pemeriksaan radiologis ditemukan pola retikulogranuler yang uniform dan air

bronchogram. Pengenalan surfaktan eksogen sebagai pencegahan dan terapi telah merubah

keadaan klinik dari penyakit dan menurunkan morbiditas dan mortalitas dari penyakit.

DEFINISI

Hialine Membrane Disease atau respiratory distress syndrome (RDS) adalah

gangguan respirasi yang ditemukan pada bayi prematur akibat kurangnya surfaktan sehingga

mengakibatkan kolapsnya alveoli.1

EPIDEMIOLOGI

Hialine Membrane Disease merupakan penyebab kematian utama pada bayi

prematur, di Amerika Serikat sekitar 12% bayi lahir prematur, sekitar 10% bayi prematur

menderita HMD setiap tahunnya. Insiden meningkat pada negara berkembang. Menurut

Farrel dan Avery (dikutip Yu, 1986), HMD prevalensinya adalah 1 % dari semua kelahiran

dan 14 % pada Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR). Insiden HMD tertinggi terjadi pada bayi

Case Besar - HMD | 23

Page 24: Case Besar - HMD - Hendra Sucipta

prematur, ras caucasian, laki-laki, riwayat saudara sebelumnya yang menderita RDS, lahir

melalui sectio secaria, asfiksia dan ibu diabetes melitus.2, 3

Berdasarkan penelitian di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung pada tahun 2001,

dari 41 bayi yang lahir preterm, 14 bayi mengalami sindrom gawat nafas, dan 7 bayi

didiagnosa HMD. Semuanya lahir dari kehamilan kecil dari 32 minggu. Hal itu menunjukan

prevalensi HMD pada bayi preterm sebesar 17%.4

ETIOLOGI

HMD terjadi ketika suatu substansi paru yang disebut surfaktan tidak cukup.

Surfaktan terbuat dari sel yang berada dalam jalan napas dan mengandung fosfolipid serta

protein. Surfaktan diproduksi saat fetus berusia sekitar 24 – 28 minggu dan dapat ditemukan

dalam cairan amnion sekitar 28 – 32 minggu. Saat usia gestasi 35 minggu, bayi – bayi telah

memiliki jumlah surfaktan yang adekuat. Bayi yang lahir dari seorang ibu penderita penyakit

diabetes mellitus dapat terjadi penurunan produksi surfaktan. Insulin dapat memperlambat

maturasi sel alveolar dan menurunkan phospatidilcolin, yang merupakan fosfolipid yang

penting dalam sintesa surfaktan.4, 10

PATOFISIOLOGI

Fungsi Surfaktan

Surfaktan paru merupakan komplek lipoprotein yang disintesa dan disekresi oleh sel

alveolar tipe II dan Clara sel di saluran napas pada lapisan epitel. Surfaktan paru merupakan

senyawa komplek yang komposisinya hampir 90% adalah lipid dan 10% protein 5

Faktor – faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan

oleh alveoli masih kecil sehingga sulit berkembang, pengembangan kurang sempurna karena

dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan

mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru – paru menjadi kaku. Hal tersebut

menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance)

menurun 25 % dari normal, pernafasan menjadi berat.5, 8

Surfaktan dibuat oleh sel alveolus tipe II yang mulai tumbuh pada gestasi 22 – 24

minggu dan mulai mengeluarkan keaktifan pada gestasi 24 – 26 minggu, yang mulai

berfungsi pada masa gestasi 32 – 36 minggu. Produksi surfaktan pada janin dikontrol oleh

kortisol melalui reseptor kortisol yang terdapat pada sel alveolus type II. Produksi surfaktan

dapat dipercepat lebih dini dengan meningkatnya pengeluaran kortisol janin yang disebabkan

Case Besar - HMD | 24

Page 25: Case Besar - HMD - Hendra Sucipta

oleh stres, atau oleh pengobatan deksamethason yang diberikan pada ibu yang diduga akan

melahirkan bayi dengan defisiensi surfaktan.5

Surfaktan merupakan suatu komplek material yang menutupi permukaan alveoli

paru, yang mengandung lapisan fosfolipid heterogen dan menghasilkan selaput fosfolipid

cair, yang dapat menurunkan tegangan permukaan antara air-udara dengan harga mendekati

nol, memastikan bahwa ruang alveoli tetap terbuka selama siklus respirasi dan

mempertahankan volume residual paru pada saat akhir ekspirasi. Rendahnya tegangan

permukaan juga memastikan bahwa jaringan aliran cairan adalah dari ruang alveoli ke dalam

intersisial.5

Karena paru – paru janin berhubungan dengan cairan amnion, maka jumlah fosfolipid

dalam cairan amnion dapat untuk menilai produksi surfaktan, sebagai tolok ukur kematangan

paru, dengan cara menghitung rasio lesitin/sfingomielin dari cairan amnion. Sfingomielin

adalah fosfolipid yang berasal dari jaringan tubuh lainnya kecuali paru – paru. Jumlah lesitin

meningkat dengan bertambahnya gestasi, sedangkan sfingomielin jumlahnya menetap. Rasio

L/S biasanya 1:1 pada gestasi 31 – 32 minggu, dan menjadi 2:1 pada gestasi 35 minggu.12

Rasio L/S 2:1 atau lebih dianggap fungsi paru telah matang sempurna, rasio 1,5 – 1,9

sejumlah 50% akan menjadi RDS, dan rasio kurang dari 1,5 sejumlah 73% akan menjadi

RDS. Bila radius alveolus mengecil, surfaktan yang memiliki sifat permukaan alveolus,

dengan demikian mencegah kolapsnya alveolus pada waktu ekspirasi. Kurangnya surfaktan

adalah penyebab terjadinya atelektasis secara progresif dan menyebabkan meningkatnya

distres pernafasan pada 24 – 48 jam pasca lahir.12, 14

Kebocoran surfaktan menyebabkan akumulasi cairan ke dalam ruang alveoli.

Surfaktan juga berperan dalam meningkatkan klirens mukosiliar dan mengeluarkan bahan

particulate dari paru. 13, 11. 15, 16

Case Besar - HMD | 25

Page 26: Case Besar - HMD - Hendra Sucipta

Gambar 1. Timeline Pembentukan surfaktan pada fetus17

Surfaktan merupakan gabungan kompleks fosfolipid. Surfaktan membuat stabil

alveoli dan mencegahnya dari kolaps pada saat ekspirasi dengan mengurangi tegangan.

Dipalmitoylphophatidyl choline (DPPC) merupakan komposisi utama dalam surfaktan yang

mengurangi surface tension. Surfaktan memiliki 4 surfactant – associated proteins yaitu SP -

A, SP - B, SP – C, dan SP – D. Surfaktan disintesis oleh sel alveolar tipe II dengan proses

multistep dan mensekresi lamellar bodies, yang memiliki kandungan fosfolipid yang

tinggi.8,12

Lamellar bodies ini berikutnya diubah menjadi lattice structure yang dinamakan

tubular myelin. Penyebaran dan adsorpi dari surfaktan merupakan karakteristik yang penting

dalam pembentukan monolayer yang stabil dalam alveolus. 18

Gambar 2. Fisiologi pembentukan surfaktan18

Peranan surfaktan ialah untuk merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga

tidak terjadi kolaps dan mampu untuk menahan sisa udara fungsionil pada akhir ekspirasi.

Defisiensi substansi surfaktan yang ditemukan pada penyakit membran hialin menyebabkan

Case Besar - HMD | 26

Page 27: Case Besar - HMD - Hendra Sucipta

kemampuan paru untuk mempertahankan stabilitasnya terganggu. Alveolus akan kembali

kolaps setiap akhir ekspirasi, sehingga untuk pernafasan berikutnya dibutuhkan tekanan

negatif intratoraks yang lebih besar yang disertai usaha inspirasi yang lebih kuat.8

Kolaps paru ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia,

retensi CO2 dan asidosis. Hipoksia akan menimbulkan: (1) oksigenasi jaringan menurun,

sehingga akan terjadi metabolism anaerobic dengan penimbunan asam laktat dan asan

organik lainnya yang menyebabkan terjadinya asidosis metabolik pada bayi, (2) kerusakan

endotel kapiler dan epitel duktus alveolaris yang akan menyebabkan terjadinya transudasi ke

dalam alveoli dan terbentuknya fibrin dan selanjutnya fibrin bersama – sama dengan jaringan

epitel yang nekrotik membentuk suatu lapisan yang disebut membran hialin. Asidosis dan

atelektasis juga menyebabkan terganggunya sirkulasi darah dari dan ke jantung. Demikian

pula aliran darah paru akan menurun dan hal ini akan mengakibatkan berkurangnya

pembentukan substansi surfaktan.19

Gambar 3. Patofisiologi HMD18

Case Besar - HMD | 27

Page 28: Case Besar - HMD - Hendra Sucipta

MANIFESTASI KLINIS

Gejala klinis yang timbul yaitu: adanya sesak napas pada bayi prematur segera

setelah lahir, yang ditandai dengan takipnea (> 60 x/menit), pernapasan cuping hidung,

grunting, retraksi dinding dada, dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48 – 96 jam pertama

setelah lahir.5, 6 Manifestasi klinis berupa distress pernafasan dapat dinilai dengan Silverman

– Anderson score atau Downes score.21

Tabel 2. Silverman score21

Grade Gerakan dada atas

Dada bawah (retraksi ICS)

Retraksi epigastrium PCH Grunting

0 sinkron - - - -

1 Tertinggal pada inspirasi ringan ringan minimal Terdengar pada

stetoskop

2 See – saw jelas jelas jelas Terdengar tanpa stetoskop

Score 0 – 3 = Mild respiratory distress – O2 by hood

Score 4-6 = Moderate respiratory distress – CPAP

Score > 6 = Impending respiratory failure

Tabel 3. Downes skore21

Score 0 1 2 Score

Respiratory rate < 60 60 – 80 >80 / apneu episode 2Cyanosis None In room air In 40% oxygen 1

Retractions None Mild Moderate – severe 2Grunting None Audible with

stethoscopeAudible without

stethoscope1

Air entry* Clear Delay / decreased Barely audible 1*air entry represents the quality of inspiratory breath sound as heard in the midaxillary line

Score : <6 = Respiratory distress

>6 = Inpending respiratory failure

Case Besar - HMD | 28

Page 29: Case Besar - HMD - Hendra Sucipta

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1 Analisa gas darah

Hasil analisis gas darah menunjukkan asidosis respiratorik dan asidosis metabolik

dengan hipoksia. Asidosis respiratorik terjadi karena atelektasis dari alveoli dan atau

overdistensi dari bronkiolus (terminal airways). Asidosis metabolik yang terjadi pada HMD

diawali dengan asidosis laktat sebagai akibat dari menurunnya perfusi ke jaringan sehingga

tubuh menggunakan jalur anaerob untuk metabolisme. Hipoksia pada HMD ini terjadi dari

shunting right to the left melalui pembuluh dari pulmonal, patent ductus artreriosus (PDA),

dan atau foramen ovale tidak menutup.8

2 Radiologi

Diagnosis yang tepat hanya dapat dibuat dengan pemeriksaan foto Rontgen toraks.

Pemeriksaan ini juga sangat penting untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit lain yang

diobati dan mempunyai gejala yang mirip penyakit membran hialin, misalnya pneumotoraks,

hernia diafragmatika, dan lain – lain.19 Gambaran radiologis memberi gambaran penyakit

membran hialin. Gambaran yang khas berupa pola retikulogranular, yang disebut dengan

ground glass appearance, disertai dengan gambaran bronkus di bagian perifer paru (air

bronchogram).22

Terdapat 4 stadium:

o Stadium 1: pola retikulogranular (ground glass appearance)

o Stadium 2: stadium 1 + air bronchogram

o Stadium 3: stadium 2 + batas jantung-paru kabur

o Stadium 4: stadium 3 + white lung appearance

Case Besar - HMD | 29

Page 30: Case Besar - HMD - Hendra Sucipta

Gambar 4. Gambaran ground glass appearance22

Gambar 5. Gambaran air bronchogram22

Gambar 6. Gambaran batas jantung-paru kabur22

Case Besar - HMD | 30

Page 31: Case Besar - HMD - Hendra Sucipta

Gambar 7. white lung appearance22

3. Tes Kematangan Paru

Tes yang dipercaya saat ini untuk menilai kematangan paru janin adalah tes

Kematangan Paru yang biasanya dilakukan pada bayi prematur yang mengancam jiwa untuk

mencegah terjadinya neonatal Respiratory Distress Syndrome (RDS). Tes tersebut

diklasifikasikan sebagai tes biokimia dan biofisika.23, 24

a. Tes Biokimia (Lesithin – Sfingomyelin rasio)

Paru – paru janin berhubungan dengan cairan amnion, maka jumlah fosfolipid

dalam cairan amnion dapat untuk menilai produksi surfaktan, sebagai tolok ukur

kematangan paru, dengan cara menghitung rasio lesitin dibandingkan sfingomielin

dari cairan amnion. Tes ini pertamakali diperkenalkan oleh Gluck dkk tahun 1971,

merupakan salah satu tes yang sering digunakan dan sebagai standarisasi tes

dibandingkan dengan tes yang lain.17,24

Rasio lesithin dibandingkan sfingomyelin ditentukan dengan thin-layer

chromatography (TLC). Cairan amnion disentrifus dan dipisahkan dengan pelarut

organik, ditentukan dengan chromatography dua dimensi; titik lipid dapat dilihat

dengan ditambahkan asam sulfur atau kontak dengan uap iodine. Kemudian dihitung

rasio lesithin dibandingkan sfingomyelin dengan menentukan fosfor organik dari

lesithin dan sfingomyelin.23, 24 Sfingomyelin merupakan suatu membran lipid yang

secara relatif merupakan komponen non spesifik dari cairan amnion.17

Gluck dkk menemukan bahwa L/S untuk kehamilan normal adalah < 0,5 pada

saat gestasi 20 minggu dan meningkat secara bertahap pada level 1 pada usia gestasi

Case Besar - HMD | 31

Page 32: Case Besar - HMD - Hendra Sucipta

32 minggu. Rasio L/S = 2 dicapai pada usia gestasi 35 minggu dan secara empiris

disebutkan bahwa neonatal RDS sangat tidak mungkin terjadi bila rasio L/S > 2.

Beberapa penulis telah melakukan pemeriksaan rasio L/S dengan hasil yang sama.

Suatu studi yang bertujuan untuk mengevaluasi harga absolut rasio L/S bayi immatur

dapat memprediksi perjalanan klinis dari neonatus tersebut dimana rasio L/S

merupakan prediktor untuk kebutuhan dan lamanya pemberian bantuan pernapasan.17

Dengan melihat umur gestasi, ada korelasi terbalik yang signifikan antara

rasio L/S dan lamanya hari pemberian bantuan pernapasan. Adanya mekonium dapat

mempengaruhi hasil interpretasi dari tes ini. Pada studi yang dilakukan telah

menemukan bahwa mekonium tidak mengandung lesithin atau sfingomyelin, tetapi

mengandung suatu bahan yang tak teridentifikasi yang susunannya mirip lesithin,

sehingga hasil rasio L/S meningkat palsu.17

Gambar 8. Grafik perbandingan L/S dengan usia gestasi17

b. Test Biofisika :

1. Uji Kocok diperkenalkan pertama kali oleh Clement pada tahun 1972. Tes

ini bardasarkan sifat dari permukaan cairan fosfolipid yang membuat dan menjaga

agar gelembung tetap stabil. Pengenceran secara serial dari 1 ml cairan amnion dalam

Case Besar - HMD | 32

Page 33: Case Besar - HMD - Hendra Sucipta

1 ml Alkohol 95%

O,5 ml NaCl 0,9%

0,5 ml cairan lambung

Kocok 15 detik Diamkan tegak lurus 15 menit

Positif gelembung > 2/3

Intermediategelembung 1/3- 2/3

Negatif gelembung < 2/3

SHAKE TEST

saline dengan 1 ml ethanol 95% dan dikocok dengan keras. Bila didapatkan ring yang

utuh dengan pengenceran lebih dari 2 kali (cairan amnion : ethanol) merupakan

indikasi maturitas paru janin. Pada kehamilan normal, mempunyai nilai prediksi

positif yang tepat dengan resiko yang kecil untuk terjadinya neonatal RDS . 3,5

Gambar 9. Shake Test

Pembacaan :

Neonatus imatur : tidak ada gelembung 60 % resiko terjadi HMD

+1: gelembung sangat kecil pada meniskus (< 1/3) 20 % resiko terjadi HMD

+2: gelembung satu derat, > 1/3 permukaan tabung

+3: gelembung satu deret pada seluruh permukaan dan beberapa gelembung pada dua

deret

+4: gelembung pada dua deret atau lebih pada seluruh permukaan neonatus matur (2)

2. Maturasi paru janin (FLM II) tes lainnya yang berdasarkan prinsip

tehnologi polarisasi fluoresen dengan menggunakan viscosimeter, yang mengukur

mikroviskositas dari agregasi lipid dalam cairan amnion yaitu mengukur rasio

surfaktan-albumin. Tes ini memanfaatkan ikatan kompetitif fluoresen pada albumin

Case Besar - HMD | 33

Page 34: Case Besar - HMD - Hendra Sucipta

dan surfaktan dalam cairan amnion. Bila lompatan fluoresen kearah albumin maka

jaring polarisasi nilainya tinggi, tetapi bila mengarah ke surfaktan maka nilainya

rendah. Dalam cairan amnion, polarisasi fluoresen mengukur analisa pantulan secara

otomatis rasio antara surfaktan dan albumin, yang mana hasilnya berhubungan dengan

maturasi paru janin. Menurut referensi yang digunakan oleh Brigham and Women’s

Hospital, dikatakan immatur bila rasio < 40 mg/dl; intermediet 40 – 59 mg/dl; dan

matur bila lebih atau sama dengan 60 mg/dl. Bila terkontaminasi dengan darah atau

mekonium dapat menggangu interpretasi hasil test.5, 23

4. Tes apung paru

Tes apung paru – paru (docimacia pulmonum hydrostatica), dikerjakan untuk

mengetahui apakah bayi yang diperiksa pernah hidup. Untuk melakukan tes ini syaratnya

mayat harus segar. Keluarkan alat – alat dal m rongga mulut, leher dan rongga dada dalam

satu kesatuan, pangkal dari esofagus dan trakea boleh diikat. Apungkan seluruh alat – alat

tersebut pada bak yang berisi air. Bila terapung, lepaskan organ paru – paru, baik yang kiri

maupun yang kanan.22

Apungkan kedua organ paru – paru tadi, bila terapung lanjutkan dengan pemisahan

masing – masing lobus. Apungkan semua lobus tersebut, catat mana yang tenggelam, mana

yang terapung. Lobus yang terapung diambil sebagian, yaitu tiap – tiap lobus 5 potong

dengan ukuran 5mm x 5mm, dari tempat yang terpisah dan perifer. Bila terapung, letakan

potongan tersebut pada 2 karton, dan lakukan penginjakan dengan berat badan, kemudian

dimasukkan kembali ke dalam air. 22

Bila terapung berarti tes apung positif, paru – paru mengandung udara, bayi tersebut

pernah dilahirkan hidup. Bila hanya sebagian yang terapung, kemungkinan terjadi pernafasan

partial, bayi tetap pernah dilahirkan hidup.22

II. 8 DIAGNOSIS

II. 8. 1 Anamnesis2

Riwayat kelahiran kurang bulan, ibu DM

Riwayat persalinan yang mengaalami asfiksia perinatal (gawat janin)

Riwayat kelahiran saudara kandung dengan penyakit membrane hialin.

II. 8. 2 Pemeriksaan fisik 2

Gejala biasanya dijumpai dalam 24 jam pertama kehidupan.

Case Besar - HMD | 34

Page 35: Case Besar - HMD - Hendra Sucipta

Dijumpai sindrom klinis yang terdiri dari kumpulan gejala:

o Takipnea (frekuensi nafas > 60x/menit)

o Grunting atau nafas merintih

o Retraksi dinding dada

o Kadang dijumpai sianosis (pada udara ruangan)

Perhatikan tanda prematuritas

Kadang ditemukan hipotensi, hipotermia, edema perifer, edema paru

Perjalanan klinis bervariasi sesuai dengan beratnya penyakit, besarnya bayi, adanya

infeksi dan derajat dari pirau PDA

Penyakit dapat menetap atau menjadi progresif dalam 48 – 96 jam

Diagnosis dari PMH dapat dikonfirmasi dengan foto Rontgen toraks dengan

gambaran khas/klasik yaitu ground glass appearance dan air bronchograms. Menurut

Vermont Oxford Neonatal Network definisi dari PMH selain gambaran khas dari Rontgen

Toraks memerlukan bahwa si bayi mempunyai PaO2 <50 mmHg pada udara ruangan,

cyanosis sentral pada udara ruangan atau keadaan dimana si bayi memerlukan suplimentasi

oksigen tambahan untuk mempertahankan PaO2 >50 mmHg.3,4

II. 9 DIAGNOSIS BANDING

1. Transient Tachypnoea of the newborn (TTNB)

Peningkatan kadar epinefrin pada fetus pada saat partus umumnya mengurangi produksi

cairan paru dan mengaktivasi channel natrium yang menimbulkan terjadinya reabsorbsi.

Gagalnya untuk membersihkan paru dari cairan paru ini menyebabkan terjadinya TTN.

Faktor risiko terjadi TTN termasuk kelahiran preterm, kelahiran dengan sectio caesaria, dan

bayi dengan jenis kelamin laki - laki. TTN juga dihubungkan dengan maternal asma. Pada

gejala awal, TTN sulit untuk dibedakan dengan penyakit membran hialin.

Diagnosis TTN hanya dapat ditegakkan dengan foto rontgen paru yaitu adanya opasitas

paru yang berbentuk “streaky”, ditemukannya cairan pada fisura transversalis, dan biasanya

disertai dengan kardiomegali. TTN terjadi pada 5 / 1000 bayi cukup bulan. Gejala TTN ialah

adanya takipnea yang parah (frekuensi nafas >60 x / menit) dan terjadinya hiperinflasi, tetapi

jarang disertai dengan grunting. 17

Case Besar - HMD | 35

Page 36: Case Besar - HMD - Hendra Sucipta

Gambar.11. Transient tachypnoea of the newborn dengan gambaran cairan pada fisura

transversalis dan hiperekspansi paru.17

2. Sindrom aspirasi Mekonium

Aspirasi mekoneum jarang terjadi pada bayi kurang bulan. Sindrom aspirasi

mekonium terjadi apabila janin mengeluarkan mekonium ke dalam cairan amnion ketika

masih berada dalam kandungan, dan cairan amnion yang terkontaminasi mekonium

teraspirasi oleh bayi. Aspirasi mekonium menyebakan obstruksi mekanis pada paru sehingga

menyebabkan terperangkapnya udara dan mengakibatkan atelektasis dan ketidakseimbangan

perfusi – ventilasi. Secara klinis, bayi tampak berwarna kuning kehijauan atau lebih dikenali

sebagai meconium – stained skin. Penegakkan diagnosis aspirasi mekoneum dapat dilakukan

dengan kombinasi foto rontgen dengan gambaran bercak – bercak konsolidasi atau

atelektasis, infiltrat kasar di kedua lapangan paru, dan hiperinflasi karena terperangkapnya

udara.10,17

Gambar 12. Foto thoraks sindrom aspirasi mekonium.10

Tabel 4. Diagnosa banding HMD 10

Case Besar - HMD | 36

Page 37: Case Besar - HMD - Hendra Sucipta

Penyakit Gejala Radiologi

HMD Sianosis, apnea, nafas cuping

hidung,

Ateletaksis, air broncogram,

infitrat granular

TTN Takipnea segera setelah lahir,

retraksi, merintih

Hiperexpansi perihiler

pulmonal, peningkatan corakan

vaskuler pulmonal, infitrat sudut

costofrenikus tumpul

Aspirasi Mekonium Takipnea, nafas cuping hidung,

retraksi, sianosis, mekonium

stained skin

Infitrat kasar bilateral,

hiperinflasi paru

PENATALAKSANAAN

1. Pemberian Kortikosteroid pada Ibu

Steroid antenatal diberikan pada ibu untuk menurunkan resiko kematian pada

neonatal. Keberhasilan pemberian steroid hanya terlihat pada bayi preterm yang ibunya

menerima dosis pertama steroid 1 – 7 hari sebelum persalinan. Betamethason dan

Dexamethason digunakan untuk meningkatkan pematangan paru janin. Pemberian steroid

antenatal direkomendasikan pada semua kehamilan yang berisiko terjadinya persalinan

preterm.3

Dosis optimal kortikosteroid, waktu pemberian dan frekuensi pemberian masih belum

diketahui secara pasti. Menurut NIH Consensus Development Panel on the Effect of

Corticosteroids for Fetal Maturation on Perinatal Outcomes, regimen pemberian

kortikosteroid secara umum ialah 2 dosis betametason 12 mg diberikan secara intramuskular

dengan jarak waktu 24 jam dan 4 dosis deksametason 6 mg intramuskular dengan jarak waktu

antar pemberian 12 jam.28

2. Penatalaksanaan Umum

Dasar tindakan ialah mempertahankan bayi dalam suasana fisiologis agar bayi mampu

melanjutkan perkembangan paru dan organ lain sehingga dapat mengadakan adaptasi sendiri

terhadap sekitarnya.13,18

Tindakan yang perlu dikerjakan ialah:

1. Memberikan lingkungan yang optimal

Case Besar - HMD | 37

Page 38: Case Besar - HMD - Hendra Sucipta

Suhu tubuh bayi harus selalu diusahakan agar tetap dalam batas normal (36,5 – 370 C)

dengan meletakkan bayi di dalam inkubator. Humiditas ruangan juga harus adekuat (70 –

80%).1,3 Semua usaha meresusitasi bayi haruslah dengan langkah mencegah terjadinya

hipotermia untuk meningkatkan angka kehidupan.

2. Pemberian oksigen

Prinsip: Oksigen mempunyai pengaruh yang kompleks terhadap bayi yang baru lahir.

Pemberian O2 yang terlalu tinggi dapat menimbulkan komplikasi yang tidak diinginkan

seperti fibrosis paru (bronchopulmonary dysplasia (BPD)), dan lain – lain.20

Terapi Oksigen sesuai dengan kondisi:

Nasal kanul atau head box dengan kelembaban dan konsentrasi yang cukup untuk

mempertahankan tekanan oksigen arteri antara 50 – 70 mmHg untuk distres

pernafasan ringan.17, 19

Jika PaO2 tidak dapat dipertahankan diatas 50 mmHg pada konsentrasi oksigen

inspirasi 60% atau lebih, penggunaan NCPAP (Nasal Continuous Positive Airway

Pressure) terindikasi. NCPAP merupakan metode ventilasi yang non - invasif.20

Penggunaan NCPAP sedini mungkin (early NCPAP) untuk stabilisasi bayi dengan

berat lahir sangat rendah (1000 – 1500 gram) di ruang persalinan juga

direkomendasikan untuk mencegah kolaps alveoli.20 Penggunaan humidified high flow

nasal cannula therapy (HHFNC) sebagai pengganti NCPAP sedang digalakkan di

beberapa negara karena memiliki keefektivitasan yang sama dengan NCPAP serta

dapat digunakan untuk bayi dengan semua usia gestasi.17

3. Ventilator mekanik

Tujuan penggunaan ventilator adalah untuk memastikan perfusi pulmonal yang

berkesinambungan sehingga menurunkan resiko terjadinya trauma paru dan menurunkan

work of breathing pasien. Kesulitannya adalah dalam menentukan ventilator yang paling

sesuai untuk menangani gagal nafas neonatus.22 Ventilator mekanis dibagi menjadi 2, yaitu: 26

Non invasif

Continuos positive airway pressure (CPAP) adalah memberikan tekanan yang

berkesinambungan pada alveoli sepanjang siklus respirasi, memastikan alveolar terus inflasi

dan mencegahnya dari kolaps, terutama pada akhir ekspirasi. Dulu CPAP digunakan melalui

selang endotrakeal, tapi kini CPAP bisa diberikan secara nasal. Keuntungan dalam

penggunaan CPAP adalah menghasilkan pola pernafasan yang regular, terutama pada bayi

preterm.

Case Besar - HMD | 38

Page 39: Case Besar - HMD - Hendra Sucipta

CPAP terdiri atas tiga komponen, yaitu :

a. Sirkuit yang mensuplai gas inspirasi yang harus dalam keadaan hangat dan lembap

secara terus menerus

b. Komponen yang menghubungkan komponen pertama dengan jalan nafas bayi. Yang

sering digunakan sekarang adalah selang binasal

c. Komponen terakhir adalah alat yang menghasilkan tekanan positif

Invasif

Dibagi menjadi dua yaitu:

1. Konvensional

a. Intermittent Mandatory Ventilation (IMV)

Dengan IMV tenaga medis dapat menentukan kadar di mana ventilator

mekanis memberikan nafas mekanis pada bayi, dimana ada interval

regularnya. Ini membolehkan bayi bernafas spontan antara dua jarak nafas

buatan. Kekurangannya adalah bayi sering bernafas tidak teratur dengan

penggunaan IMV. Pertukaran gas sangat bervariasi pada IMV, tergantung

kondisi bayi bernafas dengan atau melawan ventilator. Selain

menyebabkan tidak effisiensinya proses pertukaran gas tapi juga bisa

mengakibatkan terperangkapnya udara 26

b. Synchronized Intermittent Mandatory Ventilation (SIMV)

Ini adalah perbaikan dari IMV. Pada SIMV, onset dari nafas buatan

ditentukan berdasarkan onset dari nafas spontan jika terjadi dalam timing

window. Contohnya, jika kadar SIMV berdasarkan frekuensi nafas 30

kali / menit, siklus ventilator akan terjadi setiap 2 detik. Pada setiap kali

ventilator seharusnya memulai nafas buatan, ia akan menunggu nafas

spontan terlebih dahulu, jika nafas spontan didapatkan dalam timing

window26

c. Assis /Control Ventilation (A/C)

Pada A/C semua nafas spontan yang melebihi ambang batas akan

menghasilkan nafas buatan pada onset inspirasi (assist / membantu). Jika

terjadi henti nafas atau ketidakmampuan paru dalam menghasilkan nafas

spontan maka nafas buatan akan diberikan dengan kadar yang ditetapkan

oleh tenaga medis (kontrol) 26

2. Non Konvensional

Case Besar - HMD | 39

Page 40: Case Besar - HMD - Hendra Sucipta

Disebut juga dengan High – Frequency Ventilation (HFV), yaitu ventilator

non – tidal dimana volume pemberian gas lebih rendah dari anatomic dead space

dan diberikan dengan kadar yang sangat cepat. Terdiri atas dua jenis yaitu high –

frequency jet ventilation dan high – frequency oscillatory ventilation. Keuntungan

dari penggunaan HFV adalah pemberian volume gas yang rendah pada kadar yang

cepat menghasilkan tekanan alveolar yang lebih rendah dan menurunkan resiko

terjadinya trauma paru akibat pemberian volume dan tekanan yang eksesif. Pada

HFV, tekanan nafas rata – rata meningkat oleh itu, aliran balik vena menurun

sehingga jantung harus bekerja lebih kuat untuk menigkatkan volume inputnya.26

a. High frequency jet ventilation (HFJV)

Menggunakan injector jet yang diletakan di proksimal atau distal trakea,

dimana gas bervolume rendah dan kadar cepat diberikan melalui alat ini.

Dengan HFJV, ekshalasi pasif dapat terjadi dengan bantuan dari elastisitas

recoil paru bayi itu sendiri.26

b. High frequency oscillatory ventilation (HFOV)

Menggunakan piston atau diafragma untuk mengalirkan gas keluar dan

masuk paru melalui jalan nafas sehingga menghasilkan ekspirasi aktif.

Dengan HFOV, tekanan yang diberikan akan mengembangkan paru,

menurunkan ketidakseimbangan perfusi - ventilasi, dan meningkatkan luas

permukaan alveolar untuk pertukaran gas.26

4. Terapi Surfaktan

Pemberian surfaktan merupakan salah satu terapi rutin yang diberikan pada bayi

prematur dengan RDS. Sampai saat ini ada dua pilihan terapi surfaktan, yaitu natural

surfaktan yang berasal dari hewan dan surfaktan sintetik bebas protein, dimana surfaktan

natural secara klinik lebih efektif. Adanya perkembangan di bidang genetik dan biokimia,

maka dikembangkan secara aktif surfaktan sintetik. Surfaktan paru merupakan pilihan terapi

pada neonatus dengan RDS sejak awal tahun 1990 (Halliday,1997), dan merupakan

campuran antara fosfolipid, lipid netral, dan protein yang berfungsi menurunkan tegangan

permukaan pada air – tissue interface . 29,30

Dosis Surfaktan

Dosis yang digunakan bervariasi antara 100mg/kg sampai 200mg/kg. Dengan dosis

100mg/kg sudah dapat memberikan oksigenasi dan ventilasi yang baik, dan menurunkan

Case Besar - HMD | 40

Page 41: Case Besar - HMD - Hendra Sucipta

angka kematian neonatus dibandingkan dosis kecil, tapi dosis yang lebih besar dari

100mg/kg tidak memberikan keuntungan tambahan. Membaiknya oksigenasi dan ventilasi

lebih cepat dengan dosis 200mg/kg dibandingkan dosis 100mg/kg, tetapi pada penelitian

yang dilakukan pada babi dengan RDS berhubungan dengan meningkatnya perubahan aliran

sistemik dan aliran darah ke otak ( dikutip dari Moen, dkk 1998 ). Saat ini dosis optimum

surfaktan yang digunakan adalah 100mg/kg.27

Sampai saat ini surfaktan diberikan secara injeksi bolus intratrakeal, karena

diharapkan dapat menyebarkan sampai saluran napas bagian bawah. Dengan pemberian

secara bolus dapat mempengaruhi tekanan darah pulmonar dan sistemik secara fluktuatif

(Wagner, dkk 1996). Menurut Henry, dkk 1996 pemberian surfaktan secara nebulasi

mempunyai beberapa efek samping pada jantung dan pernapasan tetapi kurang dari 15%

dosis ini akan sampai ke paru – paru. Berggren, dkk 2000 mengatakan bahwa pemberian

secara nebulasi pada neonatus kurang bermanfaat.

Cosmi, dkk 1997 mengusulkan pemberian secara intra amnion akan tetapi teknik

tersebut sulit karena harus memasukkan kateter pada nares anterior fetus dengan bantuan

USG.14 Surfaktan eksogen mempunyai dosis dengan variasi volume yang berbeda, Curosurf

dengan dosis 100 mg/kg volumenya 1,25 ml sedangkan survanta dengan dosis 100 mg/kg

dengan volume 4 ml. Surfaktan diberikan secara intratrakeal melalui endotrakeal tube

(ETT).14, 27 Dosis diberikan secara terbagi menjadi 4 dosis supaya pemberiannya homogen

sampai ke lobus paru bagian bawah. Setiap seperempat dosis diberikan dengan posisi yang

berbeda. ETT dilepaskan dari ventilator dan kemudian :

1. Kepala dan badan bayi dimiringkan 5° - 10° ke bawah kepala menoleh ke kanan,

masukkan surfaktan seperempat dosis pertama melalui ETT selama 2 – 3 detik

setelah itu lakukan ventilasi manual untuk mencegah sianosis selama 30 detik.

2. Kepala dan badan bayi dimiringkan 5° - 10° ke bawah kepala menoleh ke kiri,

masukkan surfaktan seperempat dosis kedua melalui ETT selama 2 – 3 detik

setelah itu lakukan ventilasi manual untuk mencegah sianosis selama 30 detik.

3. Kepala dan badan bayi dimiringkan 5° - 10° ke atas kepala menoleh

ke kanan, masukkan surfaktan seperempat dosis ketiga melalui ETT

selama 2 – 3 detik setelah itu lakukan ventilasi manual untuk mencegah sianosis

selama 30 detik.

4. Kepala dan badan bayi dimiringkan 5° - 10° ke atas kepala menoleh ke

kiri, masukkan surfaktan seperempat dosis keempat melalui ETT

Case Besar - HMD | 41

Page 42: Case Besar - HMD - Hendra Sucipta

selama 2 – 3 detik setelah itu lakukan ventilasi manual untuk mencegah sianosis

selama 30 detik.14

5. Pemberian antibiotika

Setiap penderita penyakit membran hialin perlu mendapat antibiotika untuk mencegah

terjadinya infeksi sekunder.1 Pemberian antibiotik dimulai dengan spektrum luas, biasanya

dimulai dengan ampisilin 50 mg/kgBB intravena setiap 12 jam dan gentamisin 3 mg/kgBB

untuk bayi dengan berat lahir kurang dari 2 kilogram. Jika tak terbukti ada infeksi, pemberian

antibiotika dihentikan.2

KOMPLIKASI

Komplikasi dari HMD dapat terjadi sebagai berikut:8

1. Ruptur alveoli: bila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorax,

pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel), pada bayi dengan RDS

yang tiba – tiba memburuk dengan gejala klinis hipotensi, apnea, atau bradikardi atau

adanya asidosis yang menetap.

2. Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya

perubahan jumlah leukosit dan trombositopeni. Infeksi dapat timbul karena tindakan

invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat – alat respirasi.

3. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan intraventrikuler

terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan

ventilasi mekanik.

4 PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan komplikasi bayi dengan

RDS terutama pada bayi yang dihentikan terapi surfaktannya.

5 Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan

pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan

tingginya volume dan tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan ventilasi

mekanik, adanya infeksi, inflamasi. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa

gestasi.

PROGNOSIS

Case Besar - HMD | 42

Page 43: Case Besar - HMD - Hendra Sucipta

Penyakit membran hialin prognosisnya tergantung dari tingkat prematuritas dan

beratnya penyakit. Prognosis jangka panjang untuk semua bayi yang pernah menderita

penyakit ini sukar ditentukan. Mortalitas diperkirakan antara 20 – 40%. Beberapa penelitian

melaporkan bahwa dengan perawatan yang baik, bayi yang hidup masih mempunyai

kepandaian dan keadaan neurologis yang sama dibandingkan dengan bayi prematur lain yang

masa gestasinya sama pula.2,7,13

Kelainan pada paru dan saraf mungkin disebabkan karena penyakitnya sendiri yang

berat atau kurang sempurnanya perawatan, di antaranya karena pemberian kadar O2 tinggi

secara terus – menerus. Kelainan paru sebagai dysplasia bronchopulmoner umumnya

disebabkan tekanan positif yang terus menerus. Komplikasi lain yang mungkin terjadi pada

waktu perawatan ialah kelainan pada retina (fibroplasi retrolental) sebagai akibat pemberian

O2 yang tidak semestinya.5,26

.

Case Besar - HMD | 43