skripsi hendra

Upload: amaliah-djalil

Post on 20-Jul-2015

272 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

i

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BIOMASSA DAUN LAMUN Halophila ovalis, Syringodium isoetifolium DAN Halodule uninervis PADA EKOSITEM PADANG LAMUN DI PERAIRAN PULAU BARRANG LOMPO SKRIPSI

OLEH : HENDRA

JURUSAN ILMU KELAUTAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2011

i

ii

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BIOMASSA DAUN LAMUN Halophila ovalis, Syringodium isoetifolium DAN Halodule uninervis PADA EKOSITEM PADANG LAMUN DI PERAIRAN PULAU BARRANG LOMPO

OLEH : HENDRA

Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Pada Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin

JURUSAN ILMU KELAUTAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2011

ii

iii

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Skripsi

Nama Mahasiswa No. Pokok Jurusan

Pertumbuhan dan produksi biomassa daun lamun : Halophila ovalis, Syringodium isoetifolium dan Halodule uninervis pada ekositem padang lamun di perairan Pulau Barrang Lompo Hendra : L 111 07 018 : Ilmu Kelautan : Skripsi telah diperiksa dan disetujui oleh :

Pembimbing Utama,

Pembimbing Anggota,

Dr. Ir. Rohani Ambo Rappe, M.Si NIP. 19690913 199303 2004

Supriadi, ST, M.Si NIP. 196912011995031002

Mengetahui : Dekan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Ketua Program Studi Ilmu Kelautan,

Prof. Dr. Ir. Andi Niartiningsih, MP NIP. 196112011987032002

Dr.Ir. Amir Hamzah Muhiddin, M. Si NIP. 196311201993031002

Tanggal Lulus :

iii

iv

RIWAYAT HIDUP

Hendra dilahirkan pada tanggal 26 Juli 1989 di Masolo Kabupaten Pinrang. Anak ke tiga dari tiga orang bersaudara dari Ayahanda Hasim Ngaru dan Ibunda Hj. Maryam. Penulis menyelesaikan pendidikan formalnya Sekolah Dasar di SD Inp. Bacukiki Kab. Pinrang pada tahun 2001, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Negeri 3 Patampanua Kab. Pinrang tahun 2004, dan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Patampanua Kab. Pinrang pada tahun 2007. Di tahun yang sama penulis diterima sebagai Mahasiswa di Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Jurusan Ilmu Kelautan, Universitas Hasanuddin

Makassar melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiwa Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten pada beberapa mata kuliah diantaranya Botani Laut, Fishiologi Hewan Air, Ekologi Perairan, Meteorologi Laut, Avertebrata Laut dan Koralogi. Di bidang keorganisasian penulis pernah menjabat sebagai Ketua Umum UKM-Renang Universitas Hasanuddin Periode

2009/2010. Ketua Dewan Pertimbangan Organisasi UKM-Renang Universitas Hasanuddin 2010/2011. Pengurus UKM Bola Voli Universitas Hasanuddin 2010/2011. Penulis menyelesaikan rangkaian tugas akhir yaitu Kuliah Kerja Nyata di Kelurahan Awang Tangka Kec. Kajuara Kab. Bone pada tahun 2010, Praktik Kerja Lapang di Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Pangkajene dan Kepulauan kerjasama Mitra BahariCOREMAP II. Penelitian dengan judul Pertumbuhan dan produksi biomassa daun lamun Halophila ovalis, Syringodium isoetifolium dan Halodule uninervis pada ekosistem padang lamun di perairan Pulau Barrang Lompo pada tahun 2011.iv

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur sebesar-besarnya penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Tuhan semesta alam pencipta langit dan bumi yang atas berkat rahmat dan hidayah_Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Pertumbuhan dan produksi biomassa daun lamun Halophila ovalis, Syringodium isoetifolium dan Halodule uninervis pada ekositem padang lamun di perairan Pulau Barrang Lompo. Pada kesempatan ini tak ada hal yang dapat penulis sampaikan selain Terima kasih yang sebesar-besarnya sebagai bentuk

penghargaan dan perhormatan atas segala bantuan, bimbingan, nasehat dan doa yang senantiasa mengiringi penulis selama masa studi hingga penyusunan tugas akhir. Ucapan ini penulis haturkan kepada : 1. Kedua orangtua tercinta, Ibunda Hajja Maryam dan Ayahanda Hasim Ngaru. Teriring doa dan kasih sayang yang begitu tulus tanpa henti. Salam penuh hormat dan rindu Ananda. 2. Kakakku Saharuddin dan Abdul Hamid atas segala doa, nasehat dan pengorbanan yang diberikan. Semoga adikmu ini bisa menjadi manusia yang lebih berguna. 3. Ibu Dr. Ir. Rohani Ambo Rappe, M.Si selaku pembimbing utama dan Bapak Supriadi, ST, M.Si selaku pembimbing kedua yang dengan ikhlas meluangkan waktu dan pikiran untuk

v

vi

memberikan arahan, bimbingan dan bantuan selama penelitian hingga penyusunan tugas akhir ini. 4. Para dosen penguji, Bapak Prof. Dr. Ir. Ambo Tuwo, DEA., Bapak Dr. Ir. Abdul Rasyid Jalil, M.Si., dan Bapak Dr. Ir. Rahmadi Tambaru, M.Si., yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan saran dan kritik dalam perbaikan skripsi penulis. 5. Ibu Prof. Dr. Ir. Andi Niartiningsih, MP., selaku Dekan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Bapak Dr. Ir. Amir Hamzah Muhiddin, M.Si selaku ketua jurusan Ilmu Kelautan dan Bapak Prof. Dr. Amran Saru, ST, M.Si sebagai penasehat akademik, atas segala petunjuk, nasehat dan bimbingan selama masa studi hingga tahap penyelesaian studi. 6. Bapak Ir. Nasaruddin Salam, MT., Bapak Dr. Ir. Abdul Rasyid Jalil, M.Si., dan Bapak Ir. Ilham Jaya, MM, atas segala nasehat, bimbingan, dan wejangannya selama penulis hidup dalam dunia kelembagaan. 7. Ibu Dr. Inayah Yasir, M.Sc., yang selalu memberikan wejangan, bimbingan dan semangat kepada penulis selama masa studi hingga penyelesaian tugas akhir. 8. Keluarga Besar Jompa yang telah menerima dan memberikan arti kehidupan kepada penulis selama menuntut ilmu. 9. Rekan-rekan seperjuangan : Andi Haerul, S.Kel., Syamsidar Gaffar, S.Kel., Hajja Agustina Fahyra, Ilham Antariksa,vi

vii

Anjelty, Krisye, Irwan Jaelani dan Rhojim Wahyudi yang telah memberikan semangat, perhatian, dukungan dan

kerjasama dalam masa studi hingga penyelesaian tugas akhir. 10. Kawan dan Saudara seperjuanganku Andi Haerul, S.Kel. Terima kasih atas persaudaraan, kebersamaan, doa,

semangat, motivasi dan segala bantuannya selama penulis menjalani masa kuliah hingga penyelesaian tugas akhir ini. Beruntung bisa mengenal sosok yang tegar seperti dirimu kawan yang penuh kesabaran menuntut ilmu. 11. Keluarga besar Kerukunan Mahasiswa Pinrang Universitas Hasanuddin (KMP-UNHAS) yang telah memberikan banyak bantuan sejak Bimbingan Tes SPMB hingga akhir masa studi penulis. 12. Keluarga Besar UKM Renang dan UKM Bola Voli

Universitas

Hasanuddin.

Terima

kasih

atas

semua

pengalaman hidup yang kawan-kawan berikan. Dimanapun kita berda kita tetap sama. Apapun yang terjadi kita tetap bersaudara. 13. Kanda Bakri, ST., dan Kanda Muhammad Agus, ST., atas segala nasehat, bimbingan dan pengalaman hidup yang telah diberikan selama menjalani kehidupan sebagai seorang aktivis di Kampus Merah Universitas Hasanuddin. 14. Kawan-kawan KKN Gelombang 77 Kecamatan Kajuara Kabupaten Bone, terkhususvii

saudara-saudara

seposko

viii

Kelurahan Awang Tangka (Puang Aso, Puang Inna, Yuyun, Narti, Abang Rijal, Bang Ova, dan Ela) dan Petta Lurah (Nurwahidah, S.Pd, MM) atas semua bantuan dan doanya selama ini. 15. Seluruh bapak dan ibu dosen Jurusan Ilmu Kelautan dan semua dosen se-Unhas atas segala pengetahuan yang telah diberikan selama masa studi penulis. 16. Kawan-kawan seperjuangan angkatan 2007 yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih atas segala bantuan, motivasi, kebersamaan, perhatian dan dukungannya. 17. Pegawai dan seluruh staf jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin. 18. Tak terkecuali semua pihak yang telah membantu penulis dalam masa studi hingga penyelesaian tugas akhir ini. Semua hal yang terbaik telah penulis lakukan untuk kesempurnaan skripsi ini. Namun, penulis hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kekhilafan. Oleh karena itu, segala bentuk kritik dan saran yang sifatnya membangun sangatlah diperlukan untuk memperbaiki kesalahan yang ada. Akhir kata semoga skripsi ini dapat digunakan untuk kemajuan dunia kelautan dan kesejahteraan masyarakat. Amin Ya Rabbal Alamin. Penulis

Hendraviii

ix

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR ISI ........................................................................................................ ix DAFTAR TABEL ................................................................................................. xi DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xiii I. PENDAHULUAN ............................................................................................ 1 A. Latar Belakang ........................................................................................... 1 B. Tujuan dan Kegunaan ................................................................................ 3 C.Ruang lingkup............................................................................................. 3 II. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 4 A. Pengertian Lamun ...................................................................................... 4 B. Deskripsi Lamun ......................................................................................... 5 1. Halophila ovalis ...................................................................................... 5 2. Halodule uninervis.................................................................................. 7 3. Syringodium isoetifolium ........................................................................ 9 C. Karakter Sistem Vegetatif ......................................................................... 10 D. Faktor Pembatas ...................................................................................... 11 1. Suhu .................................................................................................... 11 2. Salinitas ............................................................................................... 12 3. Kecerahan ........................................................................................... 13 4. Kedalaman ........................................................................................... 13 5. Nutrien ................................................................................................. 14 6. Substrat ............................................................................................... 14 E. Manfaat dan Fungsi Lamun ...................................................................... 15 1. Sebagai produsen primer ..................................................................... 16 2. Sebagai habitat biota ........................................................................... 16 3. Sebagai penangkap sedimen ............................................................... 17 4. Sebagai pendaur zat hara .................................................................... 17 F. Produktivitas Lamun ................................................................................. 18 III. METODOLOGI PENELITIAN ........................................................................ 21 A. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................... 21 B. Alat dan Bahan ......................................................................................... 22 1. Alat dan Bahan di Lapangan ................................................................ 22 2. Alat dan Bahan di Laboratorium ........................................................... 22 C.Prosedur Penelitian .................................................................................. 23 ix

x

1. Prosedur di Lapangan .......................................................................... 23 2. Pengeringan dan penimbangan ........................................................... 25 D.Pengolahan Data ...................................................................................... 25 E. Analisis Data............................................................................................. 26 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................... 27 A. Pertumbuhan lamun ................................................................................. 27 1. Pertambahan tegakan lamun Halophila ovalis ...................................... 27 2. Pertumbuhan daun lamun Syringodium isoetifolium ............................. 28 3. Pertumbuhan daun lamun Halodule uninervis ...................................... 29 B. Biomassa Daun Lamun ............................................................................ 30 1. Biomassa daun Halophila ovalis.......................................................... 30 2. Biomassa daun Syringodium isoetifolium ............................................. 33 3. Biomassa daun Halodule uninervis ...................................................... 35 4. Perbandingan biomassa daun semua jenis lamun ............................... 37 C.Laju Produksi Biomassa Daun Lamun ...................................................... 38 1. Laju produksi biomassa daun Halophila ovalis ..................................... 38 2. Laju produksi biomassa daun Syringodium isoetifolium ....................... 40 3. Laju produksi biomassa daun Halodule uninervis ................................. 41 4. Perbandingan Laju produksi biomassa daun semua jenis lamun. ........ 42 D.Kondisi Oseanografi Perairan ................................................................... 43 1. Salinitas ............................................................................................... 43 2. Kecepatan Arus ................................................................................... 44 3. Suhu .................................................................................................... 44 4. Dissolved Oksigen (DO) ....................................................................... 45 5. Nilai Nitrat dan Fosfat ........................................................................... 45 V. SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................... 47 A. Simpulan ........................................................................................................ 47 B. Saran ............................................................................................................. 47 DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 48

x

xi

DAFTAR TABEL

Nomor

Halaman

1. Kerapatan (tunas/m2) dan biomassa total (gbk/m2) jenis-jenis lamun di stasiun Gerupuk (Kiswara dan winardi, 1999).................... 31 2. Kerapatan (tunas/m2) dan biomassa total (gbk/m2) jenis-jenis lamun di stasiun Kuta (Kiswara dan Winardi, 1999). ........................ 31 3. Hasil pengukuran parameter oseanografi......................................... 43

xi

xii

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Halaman

1. Halophila ovalis ................................................................................. 7 2. Halodule uninervis ............................................................................. 8 3. Syringodium isoetifolium .................................................................. 10 4. Pulau Barrang Lompo Kota Makassar .............................................. 21 5. Pertambahan jumlah tegakan Halophila ovalis ................................. 27 6. Pertumbuhan daun Syringodium isoetifolium ................................... 28 7. Pertumbuhan daun Halodule uninervis............................................. 29 8. Pertambahan biomassa daun Halophila ovalis setiap minggunya (gbk/m2). ........................................................................................... 30 9. Pertambahan biomassa daun Syringodium isoetifolium setiap minggunya (gbk/m2). ........................................................................ 33 10. Pertambahan biomassa daun Halodule uninervis setiap minggunya (gbk/m2). ........................................................................ 35 11. Perbandingan pertambahan biomassa daun lamun semua jenis (gbk/m2). ........................................................................................... 37 12. Rata-rata laju produksi biomassa daun Halophila ovalis setiap minggu (gbk/m2/hari). ....................................................................... 38 13. Rata-rata laju produksi biomassa daun Syringodium isoetifolium setiap minggu (gbk/m2/hari). ............................................................. 40 14. Rata-rata laju produksi biomassa daun Halodule uninervis setiap minggunya (gbk/m2/hari). ................................................................. 41 15. Perbandingan laju produksi biomassa daun semua jenis lamun (gbk/m2/hari). .................................................................................... 42 16. Hasil analisis CA (Corespondensi analisis) parameter lingkungan yang mempengaruhi laju produksi lamun minggu pertama. ............. 46

xii

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Halaman

1. Data kepadatan, pertumbuhan, biomassa dan laju produksi biomassa daun lamun. ..................................................................... 52 2. Uji anova dan uji Bonferoni pertambahan biomassa daun Halophila ovalis. ............................................................................... 53 3. Uji anova dan uji Bonferoni pertambahan biomassa daun Syringodium isoetifolium................................................................... 54 4. Uji anova dan uji Bonferoni pertambahan biomassa daun Halodule uninervis ............................................................................ 55 5. Uji anova dan uji Bonferoni perbandingan pertambahan biomassa daun semua jenis lamun................................................................... 56 6. Uji Anova dan uji Bonferoni Laju produksi biomassa daun Halophila ovalis ................................................................................ 57 7. Uji anova dan uji Bonferoni produksi biomassa daun lamun Syringodium isoetifolium................................................................... 58 8. Uji anova laju produksi biomassa daun lamun Halodule uninervis ... 59 9. Uji anova dan uji Bonferoni laju produksi biomassa daun semua jenis lamun. ...................................................................................... 60 10. Data pasang surut selama periode penelitian. ................................. 61

xiii

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Produktivitas adalah energi yang diterima dan disimpan oleh organisme dalam ekositem yang terdiri dari produktivitas primer dan produktivitas sekunder. Produktivitas primer adalah kecepatan mengubah energi cahaya matahari menjadi energi kimia dalam bentuk bahan organik oleh organisme autotrof. Seluruh bahan organik yang dihasilkan dari proses fotosintesis pada organisme autotrof disebut produktivitas primer kotor dan bahan organik yang tersimpan disebut produktivitas primer bersih. Produktivitas sekunder adalah kecepatan energi kimia mengubah bahan organik menjadi simpanan energi kimia baru oleh organisme heterotrof. Bahan organik yang tersimpan pada organisme autotrof dapat digunakan sebagai makanan bagi organisme heterotrof. Dari makanan ini organisme heterotrof memperoleh energi kimia yang akan digunakan untuk kegiatan kehidupan dan disimpan (Riberu, 2002). Ekosistem padang lamun dikenal dengan ekosistem yang memiliki produktivitas yang tinggi. Laju produksi ekosistem padang lamun diartikan sebagai pertambahan biomassa lamun selang waktu tertentu dengan laju produksi (produktivitas) yang sering dinyatakan dengan satuan berat kering per m2 perhari (gbk/m2/hari). Bila dikonversi ke produksi karbon maka produksi biomassa lamun berkisar antara 500-1000 gC/m2/tahun bahkan dapat lebih dua kali lipat (Azkab, 2000c).

1

2

Produksi yang didapatkan bisa lebih kecil dari produksi yang sebenarnya karena tidak memperhitungkan kehilangan serasah dan pengaruh grazing oleh hewan-hewan herbivora yang memanfaatkan lamun sebagai makanan (Azkab, 2000c). Menurut Hutomo et al. (1988) dalam Takaendengan dan Azkab (2010) menyatakan bahwa vegetasi spesies tunggal atau spesies pionir yang hidup pada substrat pasir halus sampai kasar di zona intertidal dan subtidal dan memiliki sebaran vertikal yang luas mulai dari zona intertidal sampai lebih dari 20 m, terutama pada sedimen yang baru terganggu seperti pada timbunan dari aktivitas invertebrata yang membuat liang. Dari hal ini terlihat bahwa lamun pionir menjadi lamun pertama yang menempati wilayah yang mengalami kerusakan sehingga keberadaan lamun ini sangat penting. Daun lamun merupakan bagian yang lebih cepat mengalami pertumbuhan dibandingkan dengan bagian rhizoma. Namun biomassa daun lamun umumnya lebih kecil dibanding bagian rhizoma. Sehingga pengukuran biomassa daun lamun dapat dijadikan pendekatan dalam perkiraan produksi biomassa secara keseluruhan. Melihat tingginya pertumbuhan dan produksi lamun dan pentingnya keberadaan jenis lamun tersebut maka perlu dilakukan penelitian tentang pertumbuhan dan produksi biomassa lamun. Informasi tentang

produktivitas lamun berguna untuk memahami peranan lamun dalam daur hara dan rantai makanan sebagai bagian dari kegiatan pengelolaan laut

2

3

dan pesisir. Hal inilah yang melatar belakangi peneliti untuk mengkaji tentang produktivitas lamun. B. Tujuan dan Kegunaan Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui ; 1. Pertumbuhan daun lamun Halophila ovalis, Syringodium

isoetifolium dan Halodule uninervis. 2. Produksi biomassa daun lamun Halophila ovalis, Syringodium isoetifolium dan Halodule uninervis. 3. Laju produksi biomassa daun lamun Halophila ovalis, Syringodium isoetifolium dan Halodule uninervis. Kegunaan dari penelitian ini yaitu sebagai informasi yang dapat digunakan untuk pengelolaan ekosistem pesisir dan laut khususnya pengelolaan ekosistem lamun. C. Ruang lingkup Ruang lingkup ini dibatasi pada tingkat pertumbuhan dan produksi biomassa daun lamun Halophila ovalis, Syringodium isoetifolium dan Halodule uninervis di perairan Pulau Barrang Lompo. Parameter lingkungan yang diukur yaitu suhu, salinitas, kecepatan arus, oksigen terlarut (DO), pasang surut, nitrat dan fosfat.

3

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Lamun Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang seluruh proses kehidupan berlangsung di lingkungan perairan laut dangkal (Susetiono, 2004). Lamun merupakan satu satunya tumbuhan

angiospermae atau tumbuhan berbunga yang memiliki daun, batang, dan akar sejati yang telah berdaptasi untuk hidup sepenuhnya di dalam air laut (Tuwo, 2011). Lamun memiliki system perakaran yang nyata, dedaunan, system transportasi internal untuk gas dan nutrient, serta stomata yang berfungsi dalam pertukaran gas. Akar pada tumbuhan lamun tidak berfungsi penting dalam pengambilan air karena daun dapat menyerap nutrient secara langsung dari dalam air laut. Lamun dapat menyerap nutrient dan melakukan fiksasi nitrogen melalui tudung akar. Kemudian untuk menjaga agar tetap mengapung didalam kolom air, tumbuhan ini dilengkapi oleh ruang udara (Dahuri, 2003). Karena pola hidup lamun sering berupa hamparan maka dikenal juga istilah padang lamun (Seagrass bed) yaitu hamparan vegetasi lamun yang menutup suatu area pesisir/laut dangkal, terbentuk dari satu jenis atau lebih dengan kerapatan padat atau jarang. Lamun umumnya membentuk padang lamun yang luas di dasar laut yang masih dapat dijangkau oleh cahaya matahari yang memadai bagi pertumbuhannya. Lamun hidup di perairan yang dangkal dan jernih, dengan sirkulasi air yang baik. Air yang4

5

bersirkulasi diperlukan untuk menghantarkan zat-zat hara dan oksigen, serta mengangkut hasil metabolisme lamun ke luar daerah padang lamun(DenHartog 1970) . Hampir semua tipe substrat dapat ditumbuhi lamun, mulai dari substrat berlumpur sampai berbatu. Namun padang lamun yang luas lebih sering ditemukan di substrat lumpur-berpasir yang tebal antara hutan rawa mangrove dan terumbu karang. Sedangkan sistem (organisasi) ekologi padang lamun yang terdiri dari komponen biotik dan abiotik disebut ekosistem lamun (seagrass ecosystem). Habitat tempat hidup lamun adalah perairan dangkal agak berpasir dan sering juga dijumpai di terumbu karang (Den Hartog, 1970). Di seluruh dunia diperkirakan terdapat sebanyak 52 jenis lamun, di mana di Indonesia ditemukan sekitar 15 jenis yang termasuk ke dalam 2 famili: (1) Hydrocharitaceae, dan (2) Potamogetonaceae. Jenis yang membentuk komunitas padang lamun tunggal, antara lain : Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides, Halophila ovalis, Cymodocea serrulata, dan Thallassodendron ciliatum. Padang lamun merupakan ekosistem yang tinggi produktivitas organiknya, dengan keanekaragaman biota yang juga cukup tinggi (Den Hartog, 1970). B. Deskripsi Lamun1. Halophila ovalis

Halophila ovalis memiliki distribusi luas secara geografis di garis pantai tropis dan hangat dari Perairan Indo-Pasifik Barat dan dikenal sebagai eurybiontic spesies. Mampu hidup sampai kedalaman 60 m.5

6

Tumbuh pada substrat mulai dari lumpur lembut sampai pecahan karang kasar. H. ovalis adalah spesies dioccious, berbunga dan berbuah sepanjang tahun di perairan tropis (Den Hartog, 1970). Lamun ini termasuk dalam family Hydrocharitaceae. Ciri-ciri umum dari famili ini antara lain daun cenderung bercabang dua, daunnya tidak memiliki ligula seperti yang dimiliki oleh famili Potamogetonaceae, bentuk daun linier (lurus), membulat, oval, sessile atau bercabang membesar dengan jari-jari paralel yang dihubungkan dengan saluran silang menurun atau perpendikuler. Bunga monoecieous atau dioecious tertutup 2/3 atau tertutup keseluruhan dengan daun bunga (Den Hartog, 1970). H. ovalis memiliki ciri-ciri daun berpasangan dengan tangkai daun yang kecil, bentuk daun bulat memanjang atau bulat telur bulat telur dan licin, panjang helaian daun 11 40 mm, mempunyai 10-25 pasang tulang daun (Den Hartog, 1970). Kondisi lingkungan sangat berpengaruh terhadap H. ovalis terutama pada daun. Pada substrat keras, lumpur terbuka dan pasir disepanjang batas pasang surut umumnya daun H. ovalis memiliki ukuran yang berukuran kecil. Sedangkan pada habitat substrat yang selalu tergenang ukuran daunnya umumnya lebih besar (Den Hartog, 1970). Menurut Vermaat et al (1995) daun lamun memiliki umur yang berbeda-beda. Daun H. ovalis berumur 25 hari dengan rata-rata produksi tegakan sebanyak 165,9 tegakan/tahun. Jenis lamun ini termasuk lamun yang berumur pendek sehingga menghasilkan jumlah tegakan lebih banyak dibanding jenis lain.6

7

Gambar 1.Halophila ovalis ( http://www.seagrasswatch.org ) Berikut klasifikasi lamun Halophila ovalis : Divisi Kelas Famili : Anthophyta : Angiospermae : Hydrocharitaceae Subfamili Genus : Halophiloideae : Halophila Spesies : H. ovalis2. Halodule uninervis

Halodule uninervis memiliki distribusi yang luas di Indo-Pasifik. Di Pasifik, ditemukan di selatan Jepang, Taiwan, Filipina, Malaysia, Indonesia, sepanjang Teluk Thailand, sepanjang pantai Vietnam, Cina selatan, timur laut ke Kepulauan Mariana Utara, Mikronesia, dan tenggara Kepulauan Fiji, serta di bagian utara Australia dan Great Barrier Reef (Carruthers et al, 2007). H. uninervis adalah lamun sublittoral ditemukan dari pertengahan pasang surut hingga kedalaman 20 m. Umumnya pada kedalaman antara 0-3 m di laguna sublittoral dan di dekat terumbu karang. H. uninervis dapat7

8

tumbuh di berbagai habitat yang berbeda.. Lamun ini dapat membentuk padang rumput padat bercampur dengan spesies lamun lain (Carruthers et al, 2007). H. uninervis termasuk dalam famili Potamogetonaceae. Ciri khas dati famili ini Jenis H. uninervis memiliki bentuk daun Parvozosterids, dengan daun memanjang dan sempit. Ciri khas H. uninervis adalah ujung daunnya yang berbentuk trisula dengan satu vena sentral yang membujur dengan ukuran lebar daun 1-1,7mm. Umur daun H. uninervis 55 hari dengan produksi tegakan sebanyak 38 tegakan/tahun (Vermaat et al, 1995)

Gambar 2. Halodule uninervis ( http://www.seagrasswatch.org ) Berikut klasifikasi Halodule uninervis: Divisi Kelas Famili : Anthophyta : Angiospermae : Potamogetonacea Subfamili Genus : Cymodoceoideae : Halodule, Spesies : H. uninervis8

9

3. Syringodium isoetifolium

Syringodium isoetifolium termasuk dalam famili Potamogetonaceae dengan ciri-ciri utama yaitu tidak memiliki ligula seperti pada famili Hydrocaritaceae. Ditemukan di seluruh wilayah Indo-Barat Pasifik tropis. Tumbuh dengan kepadatan tinggi tanpa spesies lain. Namun bila tumbuh dengan spesies lain ukurannya akan lebih kecil. Jenis lamun ini jarang ditemukan di daerah intertidal dangkal (McKenzie, 2007). Panjang daun berkisar 5-10 cm, tapi dapat tumbuh hingga 50 cm. Lamun ini memiliki daun berbentuk tabung. Daunnya memiliki ujung runcing halus. Rimpang (batang bawah tanah) yang ramping (diameter 1,5mm). Tunas muncul dari rimpang, masing-masing tunas dengan 2-3 daun, bagian yang lebih rendah terbungkus dalam seludang. Daunnya mengandung rongga udara dan mengapung dengan mudah bila terpisah. Daun yang lebih tua cenderung lebih rapuh sehingga mudah patah. Daun S. isoetifolium berumur 61 hari dengan rata-rata produksi tegakan sebanyak 11 tegakan/tahun (McKenzie, 2007). Sistem reproduksi seksual dan aseksual. Aseksual dengan

pertumbuhan tunas. Sistem reproduksi dengan seksual bunga jantan dan betina yang terpisah. Memiliki bentuk bunga yang kompleks disebut a cyme. Buah berbentuk kacang kecil yang keras. Biji yang matang akan pecah dan hanyut terbawa arus (McKenzie, 2007).

9

10

Gambar 3. Syringodium isoetifolium ( http://florabase.calm.wa.gov.au )

Berikut adalah klasifikasi Syringodium isoetifolium: Divisi Kelas Famili : Anthophyta : Angiospermae : Potamogetonacea Subfamili Genus : Cymodoceoideae : Syringodium Spesies : S. isoetifolium

C. Karakter Sistem Vegetatif Lamun menunjukkan adanya bentuk keseragaman yang tinggi pada reproduksi vegetatifnya. Hampir semua marga lamun memperlihatkan perkembangan yang baik dari rimpang (rhizome) dan bentuk daun yang pipih dan memanjang, kecuali pada marga Halophila. Jadi umumnya lamun akan menjadi kelompok homogen dengan tipe pertumbuhan "enhalid" (Azkab, 2000c).10

11

Menurut Den Hartog (1967) karakteristik pertumbuhan lamun dapat dibagi enam kategori yaitu; 1. Parvozosterids, dengan daun memanjang dan sempit: Halodule, Zostera sub-marga Zosterella. 2. Magnozosterids, dengan daun memanjang dan agak lebar: Zostera sub-marga Zostera, Cymodocea dan Thalassia. 3. Syringodiids, dengan daun bulat seperti lidi dengan ujung runcing: Syringodium 4. Enhalids, dengan daun panjang dan kaku seperti kulit atau berbentuk ikat pinggang yang kasar Enhalus, Posidonia,

Phyllospadix. 5. Halophilids; dengan daun bulat telur, elips, berbentuk tombak atau panjang, rapuh dan tanpa saluran udara: Halophila 6. Amphibolids, daun tumbuh teratur pada kiri dan kanan: Amphibolis, Thalassodendron, dan Heterozostera. D. Faktor Pembatas 1. Suhu Beberapa peneliti melaporkan adanya pengaruh nyata perubahan suhu terhadap kehidupan lamun, antara lain dapat mempengaruhi metabolisme, penyerapan unsur hara dan kelangsungan hidup lamun (Brouns dan Hiejs 1986a). Walaupun padang lamun secara geografis tersebar luas yang diindikasikan oleh adanya kisaran toleransi yang luas terhadap temperatur tapi pada kenyataannya spesies lamun di daerah tropik mempunyai11

12

toleransi yang rendah terhadap perubahan temperature. Kisaran suhu optimal bagi spesies lamun adalah 28-30 0C (Dahuri, 2003). Demikian juga respirasi lamun meningkat dengan meningkatnya suhu, namun dengan kisaran yang lebih luas yaitu 5-35C (Azkab, 1999b). Pengaruh suhu juga terlihat pada biomassa Cymodocea nodosa, dimana pola fluktuasi biomassa mengikuti pola fluktuasi suhu (Perez dan Romero 1992). Penelitian yang dilakukan Barber (1985) melaporkan produktivitas lamun yang tinggi pada suhu tinggi, bahkan diantara faktor lingkungan yang diamati hanya suhu yang mempunyai pengaruh nyata terhadap produktivitas tersebut. Pada kisaran suhu 10-35 C produktivitas lamun meningkat dengan meningkatnya suhu (Azkab, 1999b). 2. Salinitas Toleransi lamun terhadap salinitas bervariasi antar jenis dan umur. Lamun yang tua dapat menoleransi fluktuasi salinitas yang besar (Zieman 1993). Ditambahkan bahwa Thalassia ditemukan hidup dari salinitas 3,560 0/00, namun dengan waktu toleransi yang singkat. Kisaran optimum untuk pertumbuhan Thalassia dilaporkan dari salinitas 24-35 0/00 (Azkab, 1999b). Salinitas juga dapat berpengaruh terhadap biomassa, produktivitas, kerapatan, lebar daun dan kecepatan pulih lamun. Pada jenis Amphibolis antartica biomassa, produktivitas dan kecepatan pulih tertinggi ditemukan pada salinitas 42,5 0/00. Sedangkan kerapatan semakin meningkat dengan meningkatnya salinitas, namun jumlah cabang dan lebar daun semakin menurun (Azkab, 1988).12

13

3. Kecerahan Lamun membutuhkan intensitas cahaya yang tinggi untuk

melaksanakan proses fotosintesis. Hal ini terbukti dari hasil observasi yang menunjukkan bahwa distribusi padang lamun hanya terbatas pada daerah yang tidak terlalu dalam. Namun demikian, pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa sebaran komunitas lamun di dunia masih ditemukan hingga kedalaman 90 meter, asalkan pada kedalaman ini masih dapat ditembus cahaya matahari (Dahuri, 2003). 4. Kedalaman Kedalaman perairan dapat membatasi distribusi lamun secara vertikal. Lamun tumbuh di zona intertidal bawah dan subtidal atas hingga mencapai kedalaman 30 m. Zona intertidal dicirikan oleh tumbuhan pionir yang didominasi oleh Halophila ovalis, Cymodocea rotundata dan Holodule pinifolia, Sedangkan Thalassodendron ciliatum mendominasi zona intertidal bawah (Hutomo et al, 1987). Kedalaman perairan juga berpengaruh terhadap kerapatan dan pertumbuhan lamun. Brouns dan Heijs (1986) mendapatkan pertumbuhan tertinggi Enhalus acoroides pada lokasi yang dangkal dengan suhu tinggi. Selain itu di Teluk Tampa Florida ditemukan kerapatan T. testudinun tertinggi pada kedalaman sekitar 100 cm dan menurun sampai pada kedalaman 150 cm (Hutomo et al, 1987).

13

14

5. Nutrien Dinamika nutrien memegang peranan kunci pada ekosistem padang lamun dan ekosistem lainnya. Ketersediaan nutrien menjadi faktor pembatas pertumbuhan, kelimpahan dan morfologi lamun pada perairan yang jernih (Hutomo, 1999). Unsur nitrat (N) dan fosfat (P) terdapat pada sedimen dan dalam bentuk terlarut di air. Hanya yang bentuk terlarut yang dapat dimanfaatkan oleh lamun. Ditambahkan bahwa kapasitas sedimen kalsium karbonat dalam menyerap fosfat sangat dipengaruhi oleh ukuran sedimen, dimana sedimen halus mempunyai kapasitas penyerapan yang paling tinggi (Hutomo, 1999). 6. Substrat Lamun dapat ditemukan pada berbagai karakteristik substrat. Di Indonesia padang lamun dikelompokkan ke dalam enam kategori berdasarkan karakteristik tipe substratnya, yaitu lamun yang hidup di substrat lumpur, lumpur pasiran, pasir, pasir lumpuran, puing karang dan batu karang (Kiswara et al 1985). Sedangkan di kepulauan Spermonde Makassar, Erftemeijer (1993) menemukan lamun tumbuh pada rataan terumbu dan paparan terumbu yang didominasi oleh sedimen karbonat (pecahan karang dan pasir koral halus), teluk dangkal yang didominasi oleh pasir hitam terrigenous dan pantai intertidal datar yang didominasi oleh lumpur halus terrigenous. Adanya perbedaan penting antara komunitas lamun dalam lingkungan sedimen karbonat dan sedimen

14

15

terrigennous dalam hal struktur, kerapatan, morfologi dan biomassa (Kiswara et al, 1985). E. Manfaat dan Fungsi Lamun Padang lamun merupakan habitat bagi beberapa organisme laut. Hewan yang hidup pada padang lamun ada berbagai penghuni tetap ada pula yang bersifat sebagai pengunjung. Hewan yang datang

sebagai pengunjung biasanya untuk memijah atau mengasuh anaknya seperti ikan. Selain itu, ada pula hewan yang datang mencari makan seperti sapi laut (Dugong dugon) dan penyu (turtle) yang makan lamun Syringodium isoetifolium dan Thalassia hemprichii (Soedharma, 2007). Di daerah padang lamun, organisme melimpah karena lamun digunakan sebagai perlindungan dan persembunyian dari predator dan kecepatan arus yang tinggi dan juga sebagai sumber bahan makanan baik daunnya mapupun epifit atau detritus. Jenis-jenis polichaeta dan hewan hewan nekton juga banyak didapatkan pada padang lamun. Lamun juga merupakan komunitas yang sangat produktif sehingga jenis-jenis ikan dan fauna invertebrata melimpah di perairan ini. Lamun juga memproduksi sejumlah besar bahan bahan organik sebagai substrat untuk algae, epifit, mikroflora dan fauna (Soedharma, 2007). Pada padang lamun ini hidup berbagai macam spesies hewan, yang berasosiasi dengan padang lamun. Di perairan Pabama dilaporkan 96 spesies hewan yang berasosiasi dengan beberapa jenis ikan. Di teluk Ambon di temukan 48 famili dan 108 jenis ikan. Di Teluk Ambon ditemukan 48 famili dan 108 jenis ikan adalah sebagai penghuni lamun,15

16

sedangkan di Kepulauan Seribu sebelah utara Jakarta di temukan 78 jenis ikan yang berasosiasi dengan padang lamun. Selain ikan, sapi laut dan penyu serta banyak hewan invertebrata yang berasosiasi dengan padang lamun, seperti: Pinna sp, beberapa Gastropoda, Lambis lambis, Strombus, teripang, bintang laut, beberapa jenis cacing laut dan udang (Peneus doratum) yang ditemukan di Florida selatan (Susetiono, 2004). Apabila air sedang surut rendah sekali atau surut purnama, sebagian padang lamun akan tersembul keluar dari air terutama bila komponen utamanya adalah Enhalus acoroides, sehingga burung-burung

berdatangan mencari makan di padang lamun ini (Nontji, 1987). Menurut Azkab (1988), peranan lamun di lingkungan perairan laut dangkal sebagai berikut: 1. Sebagai produsen primer Lamun mempunyai tingkat produktivitas primer tertinggi bila

dibandingkan dengan ekosistem lainnya yang ada di laut dangkal seperti ekosistem terumbu karang (Thayer et al. 1975). 2. Sebagai habitat biota Lamun memberikan tempat perlindungan dan tempat menempel berbagai hewan dan tumbuh-tumbuhan (alga). Disamping itu, padang lamun (seagrass beds) dapat juga sebagai daerah asuhan, padang pengembalaan dan makan dari berbagai jenis ikan herbivora dan ikan ikan karang (coral fishes) (Kikuchi & Peres, 1977).

16

17

3. Sebagai penangkap sedimen Daun lamun yang lebat akan memperlambat air yang disebabkan oleh arus dan ombak, sehingga perairan di sekitarnya menjadi tenang. Disamping itu, rimpang dan akar lamun dapat menahan dan mengikat sedimen, sehingga dapat menguatkan dan menstabilkan dasar

permukaaan. Jadi padang lamun yang berfungsi sebagai penangkap sedimen dapat mencegah erosi ( Hutomo dan Azkab, 1987). 4. Sebagai pendaur zat hara Lamun memegang peranan penting dalam pendauran berbagai zat hara dan elemen-elemen yang langka di lingkungan laut. Khususnya zatzat hara yang dibutuhkan oleh algae dan epifit. Menurut Philips & Menez (1988), ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem bahari yang produktif. Ekosistem lamun perairan dangkal mempunyai fungsi antara lain: Menstabilkan dan menahan sedimensedimen yang dibawa melalui tekanantekanan dari arus dan gelombang. Daun-daun memperlambat dan mengurangi arus dan gelombang serta mengembangkan sedimentasi. a. Memberikan perlindungan terhadap hewanhewan muda dan dewasa yang berkunjung ke padang lamun. b. Daundaun sangat membantu organisme-organisme epifit. c. Mempunyai produktivitas dan pertumbuhan yang tinggi. d. Memfiksasi karbon yang sebagian besar masuk ke dalam sistem daur rantai makanan.17

18

Selanjutnya dikatakan Philips & Menez (1988), lamun juga sebagai komoditi yang sudah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat baik secara tradisional maupun secara modern. Secara tradisional lamun telah dimanfaatkan untuk : a. kompos dan pupuk b. cerutu dan mainan anak-anak c. dianyam menjadi keranjang d. tumpukan untuk pematang e. mengisi kasur f. bahan dimakan Pada zaman modern ini, lamun telah dimanfaatkan untuk : a. penyaring limbah b. stabilizator pantai c. bahan untuk pabrik kertas d. makanan e. obat-obatan f. sumber bahan kimia.

F. Produktivitas Lamun Produksi lamun diartikan sebagai pertambahan biomassa lamun selang waktu tertentu (Zieman et al, 1980) dengan laju produksi (produktivitas) yang sering dinyatakan dengan satuan berat kering per m2 perhari (gbk/m2/hari) (Brouns 1985) atau berat karbon per m2 pertahun (gC/m2/tahun) (Azkab, 2000).

18

19

Pengukuran produktivitas lamun dapat dilakukan dengan beberapa metode seperti metode biomassa, metode penandaan dan metode metabolisme (Zieman dan Wetzel, 1980; Azkab, 2000). Penelitianpenelitian produktivitas di Indonesia umumnya menggunakan metode penandaan. Produktivitas yang didapatkan dari metode ini bisa lebih kecil dari produktivitas yang sebenarnya karena tidak memperhitungkan kehilangan serasah dan pengaruh grazing oleh hewan-hewan herbivora yang memanfaatkan lamun sebagai makanan (Azkab 2000). Biomassa dan produksi dapat bervariasi secara spasial dan temporal yang disebabkan oleh berbagai faktor, terutama oleh nutrien dan cahaya. Selain itu juga sangat tergantung pada spesies dan kondisi perairan lokal lainnya seperti kecerahan air, sirkulasi air dan kedalaman, panjang hari, suhu dan angin (Zieman et al, 1980). Fortes (1992) menambahkan bahwa besarnya biomassa lamun bukan hanya merupakan fungsi dari ukuran tumbuhan, tetapi juga merupakan fungsi dari kerapatan. Biomassa lamun dari beberapa tempat di daerah tropik dirangkum oleh Azkab (1999). Nateekarnchanalarp dan Sudara (1992) dalam Soedharma (2007), melaporkan adanya perbedaan biomassa lamun menurut lokasi dan musim. Pada musim panas biomassa lamun H. ovalis tertinggi ditemukan di Chon Khram (1.094 gbk/m2) kemudian di Yai (0,935 gbk/m2) dan terendah di Hin Com (0,919 gbk/m2). Pada tempat yang sama (Chon Khram) biomassa lamun H. ovalis berbeda menurut musim. Biomassa tertinggi ditemukan sebesar 2,308 gbk/m 2 pada musim hujan, yang kemudian disusul 1,094 gbk/m2 (musim panas) dan 0,144 gbk/m2 (musim19

20

dingin). Dari laporan tersebut juga terlihat bahwa persentase luas penutupan yang tinggi belum tentu menghasilkan biomassa yang tinggi dibanding yang mempunyai persentase penutupan yang lebih rendah. Beberapa peneliti membagi biomassa dan produksi menurut letaknya terhadap substrat yaitu biomassa atau produksi diatas substrat (terdiri dari helaian dan pelepah daun) dan biomassa di bawah substrat (terdiri dari akar dan rhizoma) Penelitian-penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa biomassa lamun di bawah substrat lebih besar dibanding di atas substrat. Namun sebaliknya, produksi lamun di atas substrat lebih besar dibanding di bawah substrat (Brouns et al, 1986).

20

21

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di perairan Pulau Barrang Lompo Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan. Pulau Barrang Lompo terletak sekitar 12 kilometer sebelah barat Kota Makassar dan berada di kawasan Kepulauan Spermonde. Padang lamun yang luas tersebar di sisi utara, barat dan selatan pulau. Pada sisi timur, lamun hanya ditemukan pada area yang sempit. Lokasi penandaan lamun berada pada sebelah selatan Pulau Barrang Lompo. Penelitian dilakukan pada musim kemarau di bulan Juni 2011.

Gambar 4. Pulau Barrang Lompo Kota Makassar 21

22

B. Alat dan Bahan 1. Alat dan Bahan di Lapangan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gunting untuk memotong daun lamun, mistar untuk mengukur lamun yang akan ditandai, bambu kecil untuk menancapkan mistar ukur, GPS untuk mengetahui koordinat lokasi stasiun, Cool Box untuk menyimpan sampel sebelum dibawa ke laboratorium, DO meter untuk mengukur suhu dan DO (Dissolved Oksigen), handrefractometer untuk mengukur salinitas, layanglayang arus untuk mengukur kecepatan arus, transek kuadran sebagai alat untuk mengukur daerah sampling data lamun, alat selam dasar untuk mempermudah pengambilan data lapangan, sabak untuk mencatat hasil di lapangan. Kantong plastik sampel untuk menyimpan daun lamun yang telah di potong. 2. Alat dan Bahan di Laboratorium Alat-alat yang digunakan di laboratorium adalah oven untuk mengeringkan sampel daun lamun, kertas aluminium foil untuk

membungkus sampel daun lamun yang akan di keringkan didalam oven, timbangan digital untuk menimbang sampel lamun, alat tulis menulis untuk mencatat hasil penimbangan.

22

23

C. Prosedur Penelitian 1. Prosedur di Lapangan Tahapan prosedur yang dilakukan selama di lapangan antara lain a. Tahap persiapan Tahap ini meliputi studi literatur, konsultasi dengan pembimbing, survei awal kondisi lamun di lapangan, serta mempersiapkan alat-alat yang digunakan selama penelitian di lapangan. b. Pengukuran parameter lingkungan 1) Kecepatan arus Kecepatan arus diukur dengan menggunakan layang-layang arus yang dilengkapi tali sepanjang 5 meter. Alat ini dilepaskan di perairan dan dibiarkan hanyut hingga tali tegang/lurus. Selisih waktu pada saat pelepasan alat dan saat tali tegang dihitung sebagai kecepatan dengan menggunakan stopwatch. Pengukuran kecepatan arus di ukur dengan menggunakan rumus :S t

V

=

Dimana ; V S t 2) Salinitas

: Kecepatan arus (m/det) : Jarak (m) : Waktu (det)

Pengukuran salinitas perairan dilakukan langsung di lapangan dengan menggunakan Handrefraktometer. 3) Suhu Suhu dan Dissolved Oksigen (DO) diukur menggunakan DO meter.23

24

4) Nitrat dan Fosfat Sampel air laut diambil pada setiap lokasi untuk dianalisis kandungan nitrat dan fosfatnya di Laboratoroium. c. Pengambilan Data Lamun Penentuan lokasi penandaan didasarkan pada letak ditemukannya lamun jenis yang diamati. Lokasi jenis lamun Halophila ovalis berada lebih dekat dengan bibir pantai dan kedalaman kurang dari satu meter. Untuk lokasi Syringodium isoetifolium dan Halodule uninervis berada lebih jauh dari garis pantai dengan kedalaman sekitar satu meter. Pengamatan produktivitas daun didasarkan pada metode

penandaan. Metode penandaan yang digunakan yaitu dengan cara menggunting atau memangkas daun lamun (Zieman et al, 1980). Jenis lamun yang akan ditandai adalah Halophila ovalis, Halodule uninervis dan Syringodium isoetifolium. Untuk setiap jenis lamun dilakukan tiga kali ulangan pengambilan sampel. Luas daerah tiap ulangan diukur menggunakan transek kuadran 1x1 m. Sebelum melakukan penandaan terlebih dahulu menghitung kerapatan lamun. Sebanyak 30 tegakan dipilih secara acak dalam setiap transek. Penandan lamun dilakukan dengan cara menancapkan tusuk sate yang telah diikatkan dengan mistar disamping lamun yang akan ditandai. Penandaan dilakukan dengan jarak 1 cm dari node. Sampel lamun (Syringodium isoetifolium dan Halodule uninervis) yang telah ditandai kemudian dibiarkan. Pengambilan sampel lamun (panen) dilakukan pada

24

25

hari ke-7 sebanyak 10 tegakan, hari ke-14 sebanyak 10 tegakan dan hari ke-21 sebanyak 10 tegakan. Untuk jenis Halophila sp yang memiliki karakteristik yang berbeda dengan jenis lamun yang lain cara pengambilan datanya sedikit berbeda. Luas daerah ulangannya adalah 1x1 m. Pada ulangan tersebut dibuat kisikisi lebih kecil dengan ukuran 20x20 cm sebanyak tiga buah. Semua lamun dalam 20x20 cm tersebut dipangkas daunnya tepat pada pangkal petiole kemudian dibiarkan dan akan dipanen dengan cara mengambil semua daun yang tumbuh setelah penandaan. Panen dilakukan pada kisikisi pertama di hari ke-7, kisi-kisi kedua pada hari ke-14 dan kisi-kisi ketiga pada hari ke-21.2. Pengeringan dan penimbangan

Sampel daun lamun dimasukkan ke dalam oven (650C) selama 48 jam hingga sampel lamun benar-benar kering. Sampel lamun yang telah kering diletakkan di atas kertas aluminium foil dan ditimbang dengan menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0,01. D. Pengolahan Data Pertumbuhan lamun dihitung dengan menggunakan rumus P = Pt P0 P : Pertumbuhan panjang (cm) Pt : Panjang akhir daun (cm) P0 : Panjang awal daun (cm)

25

26

Produksi biomassa daun lamun dihitung dengan menggunakan rumus : P=WxD P = produksi biomassa daun lamun (gbk/m2), W = rata-rata pertambahan berat daun lamun setiap tunas (gbk), D = kepadatan lamun (tunas/m2), Laju produksi biomassa daun lamun dihitung dengan menggunakan rumus : ,

P = Laju produksi biomassa daun lamun (gbk/m2/hari), W = rata-rata pertambahan berat daun lamun setiap tunas (gbk), D = kepadatan lamun (tunas/m2), t = waktu antara penandaan dan panen (hari) (Zieman et al, 1980). E. Analisis Data Analisis data yang digunakan untuk mengetahui tingkat produksi daun lamun dan perbandingan produksi daun antar jenis lamun adalah Oneway analisis of varians (one way anova) kemudian uji lanjut dengan analisis of varians (Bonferoni). Untuk pengolahan data oseanografi minggu pertama menggunakan analisis CA (Component Analysis).

26

27

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pertumbuhan lamun 1. Pertambahan tegakan lamun Halophila ovalis Hasil perhitungan pertumbuhan daun lamun Halophila ovalis dapat dilihat pada gambar dibawah ini :200 Tegakan 150 100 50 0 1 2 Minggu Pengamatan 3

Gambar 5.Pertambahan jumlah tegakan Halophila ovalis Pertambahan jumlah tegakan H. ovalis pada minggu pertama sebanyak 141 tegakan kemudian pada minggu kedua mengalami penurunan menjadi 83 tegakan dan pada minggu ketiga kembali meningkat menjadi 143 tegakan. Terjadinya penurunan pertambahan tegakan pada minggu kedua diakibatkan oleh pengaruh penyinaran matahari yang terlalu tinggi karena terjadi surut yang sangat rendah. Secara visual terlihat kedalaman untuk daerah penandaan H. ovalis hanya berkisar antara 20-25 cm. Penyinaran matahari yang terlalu tinggi menyebabkan stress fisiologi lamun tersebut. Penyinaran yang terlalu tinggi tersebut menyebabkan sistem pembuluh pada daun H. ovalis mengalami gangguan karena bentuknya yang sangat tipis.27

28

Supriharyono (2007) menyatakan bahwa pada kondisi musim panas atau kemarau pertumbuhan lamun akan lebih efektif pada cahaya rendah. 2. Pertumbuhan daun lamun Syringodium isoetifolium Hasil perhitungan pertumbuhan daun lamun Syringodium isoetifolium dapat dilihat pada gambar dibawah ini :7 6

Panjang (cm)

5 4 3 2 1 0 1 2 Minggu Pengamatan 3

Gambar 6.Pertumbuhan daun Syringodium isoetifolium Pola pertumbuhan daun jenis lamun S. isoetifolium mengalami peningkatan yang signifikan setiap minggunya. Minggu pertama nilai ratarata pertumbuhannya sebesar 3,32 cm/minggu, minggu kedua nilai ratarata pertumbuhannya sebesar 4,67 cm/minggu dan pada minggu ketiga meningkat menjadi 6,28 cm/minggu. Rata rata pertumbuhan daun S.isoetifolium sebesar 0,37 cm/hari. Pertumbuhan lamun ini juga mempengaruhi biomassa lamun karena dengan semakin meningkatnya pertumbuhan daun maka biomassa juga semakin meningkat. Daun lamun jenis S. isoetifolium berumur 61 hari dengan jumlah produksi tegakan setiap tahunnya sebanyak 11 tegakan. Lamun ini termasuk lamun yang memiliki umur panjang.28

29

3. Pertumbuhan daun lamun Halodule uninervis Hasil perhitungan pertumbuhan daun lamun Halodule uninervis dapat dilihat pada gambar dibawah ini :8.00 7.00 6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 1 2 Minggu Pengamatan 3

Gambar 7.Pertumbuhan daun Halodule uninervis. Pertumbuhan daun lamun H. uninervis setiap minggunya mengalami peningkatan. Minggu pertama nilai pertumbuhan sebesar 3,45 cm/minggu, minggu kedua pertumbuhannya sebesar 5,82 cm/minggu dan pada minggu ketiga sebesar 6,84 cm/minggu. Nilai rata-rata pertumbuhan H.uninervis sebesar 0,41 cm/hari. Vermaat et al (1995) menyatakan umur daun lamun H. uninervis 55 hari dan jumlah produksi setiap 38 tegakan setiap tahunnya. Lamun ini termasuk lamun yang memilki umur lebih pendek dibandingkan dengan lamun lainnya yang memiliki bentuk daun seperti pita (Parvozosterids).

Panjang (cm)

29

30

B. Biomassa Daun Lamun 1. Biomassa daun Halophila ovalis Hasil perhitungan biomassa jenis Halophila ovalis dapat dilihat pada gambar dibawah ini :7 6 5 gbk/m2 4 3 2 1 0 1 2 Minggu Pengamatan 3

a

b

b

Gambar 8.Pertambahan biomassa minggunya (gbk/m2).

daun

Halophila

ovalis

setiap

Nilai biomassa rata-rata pada minggu pertama sebesar 2,50 gbk/m2, kemudian minggu kedua sebesar 2,58 gbk/m2, dan pada minggu ketiga sebesar 5,16 gbk/m2. Hasil analisis menggunakan one way anova dengan selang kepercayaan 95% (p=0,05) menunjukkan bahwa rata-rata

pertambahan biomassa setiap minggunya berbeda nyata dengan nilai signifikansi 0,038 (p