hendra-pewarnaan (2)

31
1. PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Pustaka Bakteri dibedakan atas dua kelompok berdasarkan komposisi dinding sel serta sifat pewarnaannya, yaitu meliputi bakteri gram positif dan bakteri gram negatif (Fardiaz, 1998). Disebut bakteri gram positif, yaitu apabila mikroorganisme yang dijadikan obyek pewarnaan dapat menahan kompleks pewarna primer ungu kristal iodium sampai akhir prosedur (sel-sel tampak biru gelap atau ungu). Sedangkan disebut bakteri gram negatif, yaitu apabila mikroorganisme yang dijadikan obyek pewarnaan kehilangan kompleks warna ungu kristal pada waktu pembilasan dengan alkohol, namun kemudian terwarnai oleh pewarna tandingan, yaitu safranin (sel-sel tampak merah muda) (Hadioetomo, 1993). Pengamatan terhadap bakteri lebih sering dilakukan dengan olesan terwarnai daripada bakteri dalam keadaan hidup. Artinya, mikroorganisme yang akan diamati telah diberi zat pewarna kimia supaya lebih mudah dilihat dan dipelajari. Pada umumnya olesan bakteri terwarnai dapat mengungkapkan ukuran, bentuk, susunan dan ada atau tidaknya struktur internal seperti spora dan butiran (Volk & Wheeler, 1993). Kebanyakan sel mikrobia tidak berwarna atau mempunyai pigmen yang sangat sedikit dan tidak dapat mengadsorbsi ataupun membiaskan cahaya sehingga tidak dapat dilihat dengan mudah

Upload: verlenciakhosasih

Post on 07-Nov-2015

11 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

gdfg

TRANSCRIPT

1

1. PENDAHULUAN

1.1. Tinjauan Pustaka

Bakteri dibedakan atas dua kelompok berdasarkan komposisi dinding sel serta sifat pewarnaannya, yaitu meliputi bakteri gram positif dan bakteri gram negatif (Fardiaz, 1998). Disebut bakteri gram positif, yaitu apabila mikroorganisme yang dijadikan obyek pewarnaan dapat menahan kompleks pewarna primer ungu kristal iodium sampai akhir prosedur (sel-sel tampak biru gelap atau ungu). Sedangkan disebut bakteri gram negatif, yaitu apabila mikroorganisme yang dijadikan obyek pewarnaan kehilangan kompleks warna ungu kristal pada waktu pembilasan dengan alkohol, namun kemudian terwarnai oleh pewarna tandingan, yaitu safranin (sel-sel tampak merah muda) (Hadioetomo, 1993).

Pengamatan terhadap bakteri lebih sering dilakukan dengan olesan terwarnai daripada bakteri dalam keadaan hidup. Artinya, mikroorganisme yang akan diamati telah diberi zat pewarna kimia supaya lebih mudah dilihat dan dipelajari. Pada umumnya olesan bakteri terwarnai dapat mengungkapkan ukuran, bentuk, susunan dan ada atau tidaknya struktur internal seperti spora dan butiran (Volk & Wheeler, 1993).

Kebanyakan sel mikrobia tidak berwarna atau mempunyai pigmen yang sangat sedikit dan tidak dapat mengadsorbsi ataupun membiaskan cahaya sehingga tidak dapat dilihat dengan mudah pada mikroskop karena indeks bias sitoplasma sel yang hampir sama dengan indeks bias lingkungannya yang bersifat cair. Kontras antara sel dan latar belakangnya dapat dipertajam dengan mewarnai sel-sel tersebut dengan sel warna. Oleh karena itu, penggunaan zat warna terhadap bakteri yang dilakukan pada percobaan bertujuan supaya zat warna dapat mengadsorbsi atau membiaskan cahaya sehingga dapat meningkatkan kekontrasan dengan sekelilingnya dan struktur sel bakteri dapat diamati (Hadioetomo, 1993).

Hubungan bakteri dengan zat perwarna basa yang menonjol disebabkan oleh adanya asam nukleat dalam jumlah besar dalam protoplasma sel. Jadi jika bakteri diwarnai, muatan negatif dalam asam nukleat bakteri bereaksi dengan ion positif zat pewarna basa. Oleh karena itu, pada percobaan digunakan metilen leoffer yang memiliki sifat basa dan alkalin sebagai pewarna sederhana. Pewarna alkalin lain yang umumnya digunakan dapat berupa pewarna basa seperti metylen blue, basic fuschin, dan violet kristal (Volk & Wheeler, 1993).

Pada setiap proses pengecatan yang dilakukan, baik pengecatan sederhana, pengecatan gram, ataupun pengecatan endospora, selalu dilakukan proses fiksasi. Proses fiksasi ini dilakukan dengan cara melewatkan gelas benda pada nyala api spiritus beberapa kali selama 1-2 detik. Proses ini bertujuan untuk lebih melekatkan bakteri pada gelas benda dan mematikan bakteri, karena sebenarnya bakteri yang hidup tidak dapat diamati. Hal ini dikarenakan pada bakteri hidup selnya tidak mengandung pigmen atau transparan, sehingga indeks bias sitoplasmanya hampir sama dengan indeks bias lingkungannya yang bersifat cair (Lay, 1994). Sebelum melakukan pengecatan diperlukan penyiapan preparat yang baik, yaitu tidak terlalu tebal atau terlalu tipis dan tetap melekat pada gelas preparat selama pencucian berulang-ulang sehingga sel-selnya tidak berubah bentuk atau morfologi setelah fiksasi dan pengecatan (Hadioetomo, 1993).

Proses pewarnaan bakteri yang paling umum ialah metode pengecatan sederhana. Disebut sebagai pengecatan sederhana karena dalam prosesnya hanya digunakan 1 jenis zat warna untuk mewarnai suatu jenis organisme sehingga dapat meningkatkan kontras antara mikroorganisme dan sekelilingnya. Kebanyakan bakteri mudah bereaksi dengan pewarna sederhana, karena sitoplasmanya bersifat basofilik (suka basa), dan zat-zat warna yang digunakan dalam pengecatan sederhana umumnya bersifat alkalin (komponen kromoforiknya bermuatan positif) (Hadioetomo, 1993). Pengecatan sederhana memang memungkinkan untuk melihat bentuk morfologi bakteri dengan jelas, tetapi tidak dapat membedakan jenis-jenis bakteri berdasakan komposisi penyusun dinding selnya. Untuk dapat membedakan jenis-jenis bakteri berdasakan komposisi penyusun dinding selnya, yaitu untuk mengetahui apakah suatu bakteri termasuk gram positif atau gram negatif, maka dapat dilakukan pengecatan gram (Hadioetomo, 1993).

Dalam pengecatan sederhana pada umumnya digunakan larutan biru metilen Leoffer (bersifat basa) sebagai zat pewarna karena sitoplasma bakteri bersifat basofilik, sehingga pewarna tersebut dapat masuk ke dalam sel dan mengadakan reaksi kimia dengan komponen sel, sehingga warna biru metilen Leoffer tetap tertinggal di dalam sel dan dapat dilakukan pengamatan dengan mikroskop. Pengecatan sederhana bertujuan untuk mengetahui bentuk mikroba dengan bantuan mikroskop (Timotius, 1982). Pengecatan sederhana yang dilakukan memungkinkan dibedakannya bakteri dengan bermacam-macam tipe morfologi (kokus, basilus, vibrio, sprilum, dan sebagainya) dari bahan-bahan lainnya yang ada pada olesan yang diwarnai (Hadioetomo, 1993).

Pewarnaan sederhana hanya menggunakan satu jenis agen pewarna yaitu pewarna basa, dan hanya melalui satu tahap pewarnaan. Pewarnaan ini diawali dengan fiksasi panas yaitu menggoreskan kultur pada kaca preparat sehingga terbentuk lapisan tipis dan setelah itu dikeringkan baru kemudian dipanaskan. Pewarnaan ini hanya bisa untuk melihat bentuk dan susunan sel (Bibiana, 1994).

Pengecatan deferensial merupakan pengecatan yang memiliki keunggulan dalam mengelompokkan bakteri, karena dengan pengecatan ini bakteri bisa digolongkan menjadi bakteri gram positif dan gram negatif. Di mana hal yang membedakannya adalah lapisan membran selnya, untuk bakteri gram negatif hanya memiliki 5-20% peptidoglikan sedangkan bakteri gram positif memiliki 90% peptidoglikan di dalam membran selnya, dan dengan adanya peptidoglikan yang tebal meyebabkan bakteri tersebut tidak mudah terdehidrasi saat pelarutan ataupun pemanasan sehingga cat yang sudah masuk tidak dapat keluar lagi. Disamping itu ada pula faktor lain yang dapat mempengaruhi sifat gram negatif dan gram positif, yaitu penyiapan preparat yang terlalu tebal menyebabkan pelarutan kurang baik, konsentrasi dan kesegaran bahan untuk pewarna, waktu pelarutan yang terlalu lama menyebabkan warna pada sel bakteri gram positif ikut terlarut, pencucian dan pengeringan yang mempengaruhi keberadaan iodin, serta umur bakteri yang mempengaruhi keutuhan bakteri (Trihendrokesowo, 1989).

Sebagian besar dinding sel bakteri gram positif terdiri dari peptidoglikan, sedangkan pada dinding sel bakteri gram negatif memiliki kandungan lipida lebih besar dibandingkan dengan dinding sel bakteri gram positif. Lipida akan larut dalam alkohol dan aseton sebagai larutan pemucat, sehingga pori-pori dinding sel gram membesarkan dan meningkatkan daya larut kompleks kristal violet iodium pada dinding sel bakteri gram negatif, sehingga proses pemucatan berlangsung lebih cepat dibanding bakteri gram positif dan akhirnya terwarnai oleh cat penutup safranin yang berwarna merah (Lay, 1994). Sebaiknya pengecatan gram dilakukan beberapa kali, untuk mendapatkan hasil akhir yang akurat (Hadioetomo, 1993).

Dalam pengecatan gram pada bakteri, digunakan zat warna primer (violet kristal), larutan mordan (iodin), bahan peluntur (alkohol), dan zat warna penutup (safranin). Larutan mordan berfungsi untuk meningkatkan afinitas pengikatan zat warna oleh bakteri, sehingga pengikatan zat warna oleh bakteri menjadi lebih kuat, memperjelas zat warna, mempersulit pelarutan zat warna, dan menyebabkan terbentuknya persenyawaan kompleks kristal violet-yodium. Sedangkan etanol (alkohol), berfungsi untuk melunturkan zat warna primer dengan daya kerja lambat, sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya pemucatan yang berlebihan. Fungsi penambahan zat warna penutup adalah sebagai pembeda (kontras) terhadap zat warna primer dan juga untuk mewarnai kembali sel-sel yang telah kehilangan zat warna primernya (Lay, 1994).

Perbandingan antara bakteri gram positif dan gram negatif :

Pada saat pengecatan dengan cat utama, bakteri gram positif maupun gram negatif akan mengikat violet kristal dan menunjukkan warna ungu atau biru tua.

Pada saat penambahan mordan, pada bakteri gram positif maupun gram negatif sama-sama akan terbentuk kompleks violet kristal dengan lugol atau iodin dan tetap berwarna biru.

Pada saat pelarutan, bakteri gram positif akan mengalami dehidrasi membran sel namun tidak sampai pecah dan pori-porinya mengecil sehingga kompleks violet kristal dan lugol atau iodin tetap tertinggal di dalam sel dan bakteri tetap berwarna biru atau ungu. Sedangkan pada bakteri gram negatif, akan terdehidrasi sampai lemaknya terekstraksi dan pori-pori pada membrannya akan melebar sehingga semua kompleks violet kristal dan lugol atau iodin akan keluar dan sel bakteri menjadi tidak berwarna.

Pada saat penambahan cat penutup, bakteri gram positif tidak berpengaruh apa-apa dan warnanya tetap biru atau ungu. Sedangkan bakteri gram negatif akan mengikat cat penutup tersebut dan menjadi berwarna merah (Trihendrokesowo.1989).

Pengecatan struktur merupakan pengecatan yang jarang dilakukan karena biasanya digunakan untuk melakukan pewarnaan pada flagela, endospora, ataupun kapsula, di mana tidak semua bakteri memilikinya. Namun pengecatan ini juga dapat dipakai untuk klasifikasi bakteri, karena dengan pengecatan ini dapat diketahui keberadaan endospora, dan kemudian bakteri yang mengandung endospora dikelompokkan ke dalam genus tertentu. Namun ada kelemahan dalam klasifikasi ini, yaitu bila ada bakteri yang tidak tampak endosporanya setelah pengecatan maka belum tentu bisa dimasukkan ke dalam golongan bakteri tidak berendospora tapi mungkin saja karena lingkungan tidak terlalu baik untuk melakukan pembentukan endospora. Endospora umumnya cukup besar dan berwarna hitam. Cara yang paling sering dipakai dengan memakai cat safranin dan malachite green yang dapat mewarnai spora di dalam sel (Fardiaz.1992).

Endospora adalah struktur spesifik yang ditemukan pada beberapa jenis bakteri. Endospora berbentuk sangat padat dan bersifat sangat refraktif bila dilihat di bawah mikroskop karena kandungan airnya sangat rendah. Endospora sangat sukar diwarnai dengan pewarna biasa, karenanya harus digunakan pewarna spesifik, dan yang biasa digunakan adalah pewarna hijau malasit (malachite green) (Fardiaz, 1998).

Endospora hanya terdapat dalam bakteri berbentuk batang (basilus) dan dapat dilihat dengan pewarnaan endospora. Pada umumnya, bakteri pembentuk endospora memang berbentuk batang, dan setelah membentuk endospora sporangium, bakteri akan mati lalu mengalami lisis (pemecahan membran sel). Spora bekas lisis memiliki ukuran cukup besar, sehingga dapat terlihat jelas pada mikroskop. Spora bekas inilah yang menunjukkan adanya endospora (Lay, 1994).

Pewarnaan endospora, sebenarnya merupakan pewarnaan yang hanya mewarnai satu bagian sel saja, sehingga dapat digunakan untuk membedakan dengan bagian lain dari mikroba bersangkutan. Endospora merupakan struktur yang dibentuk di dalam bakteri tipe-tipe tertentu yang terbentuk pada akhir fase logaritmik dan dibentuk oleh sel basilus. Endospora bersifat sangat tahan terhadap pemanasan, pengeringan, disinfektan, dan setelah diwarnai sukar untuk dihilangkan. Endospora ini dibentuk pada kondisi yang tidak memungkinkan untuk pertumbuhan sel vegetatif (Fardiaz, 1998).

Dalam percobaan pengecatan endospora, setelah penetesan pewarna malachite green, dilakukan pemanasan. Pemanasan ini bertujuan untuk mengembangkan lapisan luar spora yang bersifat tahan terhadap perubahan faktor luar, yang dalam hal ini adalah penambahan bahan kimia berupa larutan pewarna malachite green, sehingga zat warna malachite green dapat masuk ke dalam spora. Setelah didinginkan, warna hijau tersebut terperangkap dalam spora sehingga struktur endospora dapat diamati (Lay, 1994).

Warna hijau ini ada yang hijau gelap dan ada yang hijau muda. Warna hijau gelap adalah bakteri yang memiliki endospora berbentuk koloni, sedangkan wana hijau muda adalah bakteri yang memiliki endospora memisah. Lalu sel vegetatif yang berwarna merah muda ini didapat dari penambahan safranin. Penambahan safranin ini disebabkan karena sel vegetatif yang terdapat pada Bacillus subtilis tidak berwarna. Oleh karena itu penambahan safranin yang merupakan zat warna basa akan mengikat muatan negatif yang terdapat pada permukaan sel sehingga sel vegetatif berwarna merah muda kekuningan. Dalam hal ini safranin tidak masuk ke dalam spora (Lay,1994). Spora akan menyerap warna dan tidak akan melepaskannya lagi meskipun diberi etanol, sedangkan ruang sel selebihnya akan kehilangan warnanya (Schlegel & Schmidt, 1994). Tujuan dilakukannya pemanasan pada percobaan ini supaya endospora dalam bakteri menjadi aktif, karena endospora dalam bakteri akan aktif jika pada saat lingkungan ekstrim dan kandungan airnya rendah saja (Fardiaz, 1992). Pemanasan akan mempercepat pengecatan, di mana pemanasan membantu zat warna menembus dinding endospora, sehingga meskipun dilakukan pencucian dengan air mengalir, semua zat warna bagian sel akan luntur kecuali zat warna pada endospora tetap tertinggal (Tortora et al., 1995).

1.2. Tujuan

Tujuan dari praktikum pewarnaan bakteri ini adalah untuk mengetahui berbagai macam cara pewarnaan mikrobia seperti pewarnaan sederhana, pewarnaan gram, pewarnaan endospora, dan pewarnaan spora yeast, untuk mengetahui pengaruh pewarnaan terhadap mikrobia, untuk mengetahui ciri-ciri dari bakteri gram positif dan bakteri gram negatif, dan untuk mengetahui perbedaan antara bakteri gram positif dan bakteri gram negatif.

2. MATERI DAN METODA

2.1. Materi

2.1.1 Alat

Pada praktikum pewarnaan bakteri ini digunakan alat-alat antara lain adalah bunsen, korek api, gelas objek/ kaca preparat, pipet tetes, jarum ose, mikroskop, masker, serbet, dan kertas tissue.

2.1.2 Bahan

Sedangkan bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain adalah aquades, air kran, larutan violet kristal, larutan iodium gram/ lugol, alkohol 95%, larutan safranin, larutan malachite green, methylene blue, Bacillus subtilis, Streptococcus thermophilus, Escherichia coli, dan Saccharomyces cerevisiae.

2.2. Metoda

2.2.1 Pewarnaan Sederhana

Mula-mula kaca preparat yang akan digunakan untuk pewarnaan disiapkan terlebih dahulu, lalu ditetesi dengan 1 tetes aquades. Setelah itu mikrobia yang akan diberi pewarnaan (Bacillus subtilis dan Streptococcus thermophilus) diambil sedikit secara ose dan dioleskan pada kaca preparat yang telah ditetesi dengan aquades, lalu preparat tersebut dikeringkan pada udara terbuka. Pada saat melakukan pemanenan, kondisi lingkungan harus aseptis, yaitu dengan dipijarkannya jarum ose, pemanenan di dekat bunsen, meja dan tangan praktikan disemprot dengan alkohol. Setelah preparat tampak kering, kemudian dilakukan fiksasi dengan cara melewatkan kaca preparat sebanyak 15 kali di atas bunsen menyala dan diberi methylene blue. Preparat yang telah jadi kemudian diamati dengan menggunakan mikroskop dan hasil pengamatan dicatat pada tabel.

2.2.2 Pewarnaan Gram

Mula-mula kaca preparat yang akan digunakan untuk pewarnaan disiapkan terlebih dahulu, lalu ditetesi dengan 1 tetes aquades. Setelah itu mikrobia yang akan diberi pewarnaan (Escherichia coli dan Streptococcus thermophilus) diambil sedikit secara ose dan dioleskan pada kaca preparat yang telah ditetesi dengan aquades, lalu preparat tersebut dikeringkan pada udara terbuka. Pada saat melakukan pemanenan, kondisi lingkungan harus aseptis, yaitu dengan dipijarkannya jarum ose, pemanenan di dekat bunsen, meja dan tangan praktikan disemprot dengan alkohol. Setelah preparat tampak kering, kemudian dilakukan fiksasi dengan cara melewatkan kaca preparat sebanyak 15 kali di atas bunsen menyala dan diberi pewarna violet kristal. Kemudian preparat dibiarkan selama sekitar 1 menit dan dibilas dengan air kran dengan cara memegang kaca preparat pada posisi miring. Sisa air yang tertinggal dari pembilasan dibuang, lalu preparat ditetesi dengan larutan iodium gram/ lugol dan dibiarkan selama sekitar 1 menit. Setelah itu preparat kembali dicuci dengan air dan warnanya dihilangkan dengan menggunakan alkohol 95% hingga warna biru tidak luntur lagi. Setelah dicuci sebentar, kemudian preparat diwarnai dengan counterstrain yaitu larutan safranin selama sekitar 10-20 detik. Preparat tersebut lalu dibilas dengan air mengalir dan dikeringkan dengan kertas tissue. Preparat yang telah jadi kemudian diamati dengan menggunakan mikroskop dan hasil pengamatan dicatat pada tabel.

2.2.3 Pewarnaan Spora

Mula-mula kaca preparat yang akan digunakan untuk pewarnaan disiapkan terlebih dahulu, lalu ditetesi dengan 1 tetes aquades. Setelah itu mikrobia yang akan diberi pewarnaan (Bacillus subtilis) diambil sedikit secara ose dan dioleskan pada kaca preparat yang telah ditetesi dengan aquades, lalu preparat tersebut dikeringkan pada udara terbuka. Pada saat melakukan pemanenan, kondisi lingkungan harus aseptis, yaitu dengan dipijarkannya jarum ose, pemanenan di dekat bunsen, meja dan tangan praktikan disemprot dengan alkohol. Setelah preparat tampak kering, kemudian dilakukan fiksasi dengan cara melewatkan kaca preparat sebanyak 15 kali di atas bunsen menyala dan diberi pewarna hijau malasit, lalu dipanaskan di atas penangas air selama sekitar 5 menit. Setiap kali pewarna tampak kering maka ditambahkan kembali pewarna yang baru. Setelah itu preparat dicuci dengan air mengalir selama sekitar 20-30 detik, kemudian diberi larutan safranin dan dibiarkan selama 30 detik. Kemudian preparat tersebut dibilas dengan air mengalir dan dikeringkan menggunakan kertas tissue. Preparat yang telah jadi kemudian diamati dengan menggunakan mikroskop dan hasil pengamatan dicatat pada tabel.

2.2.4 Pewarnaan Spora Yeast

Mula-mula kaca preparat yang akan digunakan untuk pewarnaan disiapkan terlebih dahulu, lalu ditetesi dengan 1 tetes aquades. Setelah itu mikrobia yang akan diberi pewarnaan (Saccharomyces cerevisiae) diambil sedikit secara ose dan dioleskan pada kaca preparat yang telah ditetesi dengan aquades, lalu preparat tersebut dikeringkan pada udara terbuka. Pada saat melakukan pemanenan, kondisi lingkungan harus aseptis, yaitu dengan dipijarkannya jarum ose, pemanenan di dekat bunsen, meja dan tangan praktikan disemprot dengan alkohol. Setelah preparat tampak kering, kemudian dilakukan fiksasi dengan cara melewatkan kaca preparat sebanyak 15 kali di atas bunsen menyala dan diberi pewarna violet kristal, lalu dipanaskan selama sekitar 3 menit, tetapi pewarna tidak sampai kering. Setelah itu preparat dicuci dengan air mengalir dan alkohol, kemudian diberi larutan safranin dan dibiarkan selama 30 detik. Kemudian preparat tersebut dibilas dengan air mengalir dan dikeringkan menggunakan kertas tissue. Preparat yang telah jadi kemudian diamati dengan menggunakan mikroskop dan hasil pengamatan dicatat pada tabel.

3. HASIL PENGAMATAN

Jenis pengecatanJenis mikroorganismeGambarKeterangan

Pengecatan sederhanaBacillus subtilis

Bentuk koloni : individu, rantai, dan bergerombol.

Bentuk sel : batang/ bacilli.Warna: biru muda.

Perbesaran : 10 x 40

Streptococcus thermophilus

Bentuk koloni : individu, rantai, dan bergerombol.

Bentuk sel : kokus.Warna: biru muda.

Perbesaran : 10 x 40

Pengecatan gramEschericia Coli

Bentuk koloni : individu, rantai, dan bergerombol.

Bentuk sel : kokus.Warna: merah muda.

Perbesaran : 10 x 40

Streptococcus thermophilus

Bentuk koloni : individu, rantai, dan bergerombol.

Bentuk sel : kokus.Warna: merah muda.

Perbesaran : 10 x 40

Pengecatan sporaBacillus subtilis

Bentuk koloni : individu.

Bentuk sel : kokus.Warna: hijau muda.

Perbesaran : 10 x 40

Pengecatan spora yeastSaccaromyces cereviseaeBentuk koloni : rantai pendek.

Bentuk sel : kokus.Warna: biru dan merah muda.

Perbesaran : 10 x 40

4. PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan pewarnaan atau pengecatan mikroorganisme yang meliputi pengecatan sederhana, pengecatan gram, pengecatan spora, dan pengecatan spora yeast. Pengecatan mikroorganisme sangat penting dalam pengamatan mikroba. Hal ini dikarenakan kebanyakan sel mikrobia tidak berwarna atau mempunyai pigmen yang sangat sedikit dan tidak dapat mengadsorbsi ataupun membiaskan cahaya sehingga tidak dapat dilihat dengan mudah pada mikroskop karena indeks bias sitoplasma sel yang hampir sama dengan indeks bias lingkungannya yang bersifat cair. Kontras antara sel dan latar belakangnya dapat dipertajam dengan mewarnai sel-sel tersebut dengan sel warna. Oleh karena itu, penggunaan zat warna terhadap bakteri yang dilakukan pada percobaan ini bertujuan supaya zat warna dapat mengadsorbsi atau membiaskan cahaya sehingga dapat meningkatkan kekontrasan dengan sekelilingnya dan struktur sel bakteri dapat diamati (Hadioetomo, 1993). Menurut Volk & Wheeler (1993), pengamatan terhadap bakteri lebih sering dilakukan dengan olesan terwarnai daripada bakteri dalam keadaan hidup. Artinya, mikroorganisme yang akan diamati telah diberi zat pewarna kimia supaya lebih mudah dilihat dan dipelajari. Pada umumnya olesan bakteri terwarnai dapat mengungkapkan ukuran, bentuk, susunan dan ada atau tidaknya struktur internal seperti spora dan butiran.

Pada setiap percobaan yang dilakukan selalu diawali dengan persiapan preparat secara hati-hati, yaitu tidak terlalu tebal atau terlalu tipis dan tetap melekat pada gelas preparat selama pencucian berulang-ulang. Tujuannya ialah agar sel-sel yang akan diwarnai tidak berubah bentuk atau morfologinya setelah fiksasi dan pengecatan (Hadioetomo, 1993). Selain itu, pada setiap proses pengecatan yang dilakukan, baik pengecatan sederhana, pengecatan gram, ataupun pengecatan endospora, selalu dilakukan proses fiksasi. Proses fiksasi ini dilakukan dengan cara melewatkan gelas benda pada nyala api spiritus/ bunsen beberapa kali selama 1-2 detik. Proses ini bertujuan untuk lebih melekatkan bakteri pada gelas benda dan mematikan bakteri, karena sebenarnya bakteri yang hidup tidak dapat diamati. Hal ini dikarenakan pada bakteri hidup selnya tidak mengandung pigmen atau transparan, sehingga indeks bias sitoplasmanya hampir sama dengan indeks bias lingkungannya yang bersifat cair (Lay, 1994).

Pada pengecatan sederhana, mikroorganisme yang digunakan adalah Bacillus subtilis dan Streptococcus thermophilus. Pada pengecatan sederhana ini tidak diperlukan banyak langkah dalam pembuatannya. Menurut Hadioetomo (1993), proses pewarnaan bakteri yang paling umum ialah metode pengecatan sederhana. Disebut sebagai pengecatan sederhana karena dalam prosesnya hanya digunakan 1 jenis zat warna untuk mewarnai suatu jenis organisme sehingga dapat meningkatkan kontras antara mikroorganisme dan sekelilingnya. Kebanyakan bakteri mudah bereaksi dengan pewarna sederhana karena sitoplasmanya bersifat basofilik (suka basa), dan zat-zat warna yang digunakan dalam pengecatan sederhana umumnya bersifat alkalin (komponen kromoforiknya bermuatan positif). Hal yang serupa diungkapkan oleh Bibiana (1994), bahwa pewarnaan sederhana hanya menggunakan satu jenis agen pewarna yaitu pewarna basa, dan hanya melalui satu tahap pewarnaan. Pewarnaan ini diawali dengan fiksasi panas yaitu menggoreskan kultur pada kaca preparat sehingga terbentuk lapisan tipis dan setelah itu dikeringkan baru kemudian dipanaskan. Pewarnaan ini hanya bisa untuk melihat bentuk dan susunan sel. Oleh karena itu, setelah mikroba difiksasi di atas bunsen, kemudian mikroba tersebut hanya diberi methylene blue sebagai pewarnanya. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Timotius (1982), yaitu dalam pengecatan sederhana pada umumnya digunakan larutan biru metilen Leoffer (bersifat basa) sebagai zat pewarna karena sitoplasma bakteri bersifat basofilik, sehingga pewarna tersebut dapat masuk ke dalam sel dan mengadakan reaksi kimia dengan komponen sel, sehingga warna biru metilen Leoffer tetap tertinggal di dalam sel dan dapat dilakukan pengamatan dengan mikroskop. Pengecatan sederhana bertujuan untuk mengetahui bentuk mikroba dengan bantuan mikroskop. Sedangkan menurut Volk & Wheeler (1993), hubungan bakteri dengan zat perwarna basa yang menonjol disebabkan oleh adanya asam nukleat dalam jumlah besar dalam protoplasma sel. Jadi jika bakteri diwarnai, muatan negatif dalam asam nukleat bakteri bereaksi dengan ion positif zat pewarna basa. Oleh karena itu, pada percobaan digunakan metilen Leoffer yang memiliki sifat basa dan alkalin sebagai pewarna sederhana. Pewarna alkalin lain yang umumnya digunakan dapat berupa pewarna basa seperti metylen blue, basic fuschin, dan violet kristal.

Pada hasil pengamatan yang dilakukan di bawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 40, tampak bahwa bentuk koloni kedua jenis sampel mikroba ada yang individu, rantai, dan bergerombol. Karena hanya menggunakan methylene blue dalam pewarnaannya, maka sampel yang diamati otomatis berwarna biru muda. Namun dari pengamatan kedua sampel ini tampak ada suatu perbedaan, yaitu sel pada Bacillus subtilis berbentuk batang/ bacilli, sementara sel pada Streptococcus thermophilus berbentuk kokus. Menurut Hadioetomo (1993), pengecatan sederhana memang memungkinkan untuk melihat bentuk morfologi bakteri dengan jelas, tetapi tidak dapat membedakan jenis-jenis bakteri berdasakan komposisi penyusun dinding selnya. Untuk dapat membedakan jenis-jenis bakteri berdasakan komposisi penyusun dinding selnya, yaitu untuk mengetahui apakah suatu bakteri termasuk gram positif atau gram negatif, maka dapat dilakukan pengecatan gram.

Pada percobaan pengecatan gram, mikroorganisme yang digunakan adalah Escherichia coli dan Streptococcus thermophilus. Pada hasil pengamatan di bawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 40, kedua mikroorganisme ini tampak memiliki bentuk koloni yang sama, yaitu individu, rantai, dan bergerombol. Sedangkan bentuk sel yang tampak adalah kokus dan warna yang tampak setelah pengecatan adalah merah muda. Menurut Fardiaz (1998), bakteri dibedakan atas dua kelompok berdasarkan komposisi dinding sel serta sifat pewarnaannya, yaitu meliputi bakteri gram positif dan bakteri gram negatif. Hadioetomo (1993) menyebutkan bahwa bakteri disebut tergolong gram positif, yaitu apabila mikroorganisme yang dijadikan obyek pewarnaan dapat menahan kompleks pewarna primer ungu kristal iodium sampai akhir prosedur (sel-sel tampak biru gelap atau ungu). Sedangkan disebut bakteri gram negatif, yaitu apabila mikroorganisme yang dijadikan obyek pewarnaan kehilangan kompleks warna ungu kristal pada waktu pembilasan dengan alkohol, namun kemudian terwarnai oleh pewarna tandingan, yaitu safranin (sel-sel tampak merah muda).

Sebenarnya pada pengecatan pertama, kedua preparat mikroba ini diberi pewarna violet kristal, lalu preparat dibilas dengan air dan ditetesi dengan larutan iodium gram/ lugol. Setelah itu preparat kembali dicuci dan warnanya dihilangkan dengan alkohol 95% hingga warna biru tidak luntur lagi. Setelah dicuci sebentar, kemudian preparat diwarnai dengan larutan safranin. Metode yang dilakukan tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Lay (1994), di mana dalam pengecatan gram pada bakteri, digunakan zat warna primer (violet kristal), larutan mordan (iodin), bahan peluntur (alkohol), dan zat warna penutup (safranin). Larutan mordan berfungsi untuk meningkatkan afinitas pengikatan zat warna oleh bakteri, sehingga pengikatan zat warna oleh bakteri menjadi lebih kuat, memperjelas zat warna, mempersulit pelarutan zat warna, dan menyebabkan terbentuknya persenyawaan kompleks kristal violet-yodium. Sedangkan etanol (alkohol), berfungsi untuk melunturkan zat warna primer dengan daya kerja lambat, sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya pemucatan yang berlebihan. Fungsi penambahan zat warna penutup adalah sebagai pembeda (kontras) terhadap zat warna primer dan juga untuk mewarnai kembali sel-sel yang telah kehilangan zat warna primernya. Sebagian besar dinding sel bakteri gram positif terdiri dari peptidoglikan, sedangkan pada dinding sel bakteri gram negatif memiliki kandungan lipida lebih besar dibandingkan dengan dinding sel bakteri gram positif. Lipida akan larut dalam alkohol dan aseton sebagai larutan pemucat, sehingga pori-pori dinding sel gram membesarkan dan meningkatkan daya larut kompleks kristal violet iodium pada dinding sel bakteri gram negatif, sehingga proses pemucatan berlangsung lebih cepat dibanding bakteri gram positif dan akhirnya terwarnai oleh cat penutup safranin yang berwarna merah. Oleh karena itu, pada sel-sel Escherichia coli yang adalah bakteri gram negatif, setelah dicuci dan diberi pewarna safranin, maka warna yang tampak adalah merah muda. Namun pada Streptococcus thermophilus yang adalah bakteri gram positif seharusnya warna biru yang berasal dari pewarnaan pertama tidak hilang dan warna dari safranin tidak diserap oleh mikroba tersebut. Menurut Trihendrokesowo (1989), ada pula faktor lain yang dapat mempengaruhi sifat gram negatif dan gram positif, yaitu penyiapan preparat yang terlalu tebal menyebabkan pelarutan kurang baik, konsentrasi dan kesegaran bahan untuk pewarna, waktu pelarutan yang terlalu lama menyebabkan warna pada sel bakteri gram positif ikut terlarut, pencucian dan pengeringan yang mempengaruhi keberadaan iodin, serta umur bakteri yang mempengaruhi keutuhan bakteri.

Dari pembahasan pengecatan gram di atas, dapat disimpulkan beberapa ciri yang merupakan perbandingan antara bakteri gram negatif dengan bakteri gram positif, yaitu :

Pada saat pengecatan dengan cat utama, bakteri gram positif maupun gram negatif akan mengikat violet kristal dan menunjukkan warna ungu atau biru tua.

Pada saat penambahan mordan, pada bakteri gram positif maupun gram negatif sama-sama akan terbentuk kompleks violet kristal dengan lugol atau iodin dan tetap berwarna biru.

Pada saat pelarutan, bakteri gram positif akan mengalami dehidrasi membran sel namun tidak sampai pecah dan pori-porinya mengecil sehingga kompleks violet kristal dan lugol atau iodin tetap tertinggal di dalam sel dan bakteri tetap berwarna biru atau ungu. Sedangkan pada bakteri gram negatif, akan terdehidrasi sampai lemaknya terekstraksi dan pori-pori pada membrannya akan melebar sehingga semua kompleks violet kristal dan lugol atau iodin akan keluar dan sel bakteri menjadi tidak berwarna.

Pada saat penambahan cat penutup, bakteri gram positif tidak berpengaruh apa-apa dan warnanya tetap biru atau ungu. Sedangkan bakteri gram negatif akan mengikat cat penutup tersebut dan menjadi berwarna merah (Trihendrokesowo.1989).

Pada percobaan ketiga adalah pengecatan spora dari Bacillus subtilis. Pengecatan struktur merupakan pengecatan yang jarang dilakukan karena biasanya digunakan untuk melakukan pewarnaan pada flagela, endospora, ataupun kapsula, di mana tidak semua bakteri memilikinya. Namun pengecatan ini juga dapat dipakai untuk klasifikasi bakteri, karena dengan pengecatan ini dapat diketahui keberadaan endospora, dan kemudian bakteri yang mengandung endospora dikelompokkan ke dalam genus tertentu. Namun ada kelemahan dalam klasifikasi ini, yaitu bila ada bakteri yang tidak tampak endosporanya setelah pengecatan maka belum tentu bisa dimasukkan ke dalam golongan bakteri tidak berendospora tapi mungkin saja karena lingkungan tidak terlalu baik untuk melakukan pembentukan endospora. Endospora umumnya cukup besar dan berwarna hitam. Cara yang paling sering dipakai dengan memakai cat safranin dan malachite green yang dapat mewarnai spora di dalam sel (Fardiaz.1992).

Pada pengecatan endospora ini, setelah difiksasi maka preparat diberi pewarna hijau malasit, lalu dipanaskan di atas penangas air selama sekitar 5 menit. Setelah itu preparat dicuci dengan air dan diberi larutan safranin. Kemudian preparat tersebut dibilas kembali dengan air dan dikeringkan untuk diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 40. Dengan metode ini pada hasil pengamatan tampak bahwa bentuk koloni Bacillus subtilis adalah individu. Bentuk koloni ini tampak berbeda jika dibandingkan dengan pengamatan pada saat menggunakan pengecatan sederhana, yaitu bentuk koloninya ada yang individu, rantai, dan bergerombol. Hal ini dikarenakan pada saat pengamatan dengan pengecatan spora, bagian yang tampak dari preparat adalah bentuk koloni individu. Sedangkan bentuk sel yang tampak adalah kokus dan warna hasil pengecatan adalah hijau muda. Warna hijau ini ada yang hijau gelap dan ada yang hijau muda. Menurut Lay (1994), warna hijau gelap adalah bakteri yang memiliki endospora berbentuk koloni, sedangkan wana hijau muda adalah bakteri yang memiliki endospora memisah. Oleh karena pada pengamatan yang dilakukan tidak tampak bentuk koloni yang menggerombol, maka warna yang terbentuk adalah hijau muda. Sedangkan sel vegetatif mikroba ini seharusnya berwarna merah muda akibat dari penambahan safranin karena sel vegetatif yang terdapat pada Bacillus subtilis tidak berwarna. Namun karena pada preparat yang diamati kebetulan tidak tampak warna merah muda, maka dapat disimpulkan bahwa pada bagian preparat yang diamati tidak mengandung sel vegetatif. Dalam hal ini safranin tidak masuk ke dalam spora.

Perbedaan lainnya yang tampak antara pada pengamatan pengecatan spora dengan pengecatan sederhana adalah bentuk sel dari Bacillus subtilis. Dalam hal ini mungkin sel pada pengamatan pengecatan spora tampak lebih pendek daripada saat diamati pada pengecatan sederhana, sehingga praktikan mengasumsikan bahwa bentuk sel yang tampak adalah kokus. Namun bentuk sel Bacillus subtilis yang benar adalah batang. Hal ini dikarenakan endospora hanya tampak pada pengecatan spora dengan bentuk sel batang (Lay, 1994).

Pada percobaan ini, pewarna pertama yang digunakan dalam pengecatan adalah pewarna hijau malasit. Menurut Fardiaz (1998), endospora adalah struktur spesifik yang ditemukan pada beberapa jenis bakteri. Endospora berbentuk sangat padat dan bersifat sangat refraktif bila dilihat di bawah mikroskop karena kandungan airnya sangat rendah. Endospora sangat sukar diwarnai dengan pewarna biasa, karenanya harus digunakan pewarna spesifik, dan yang biasa digunakan adalah pewarna hijau malasit (malachite green). Dalam percobaan ini, setelah penetesan pewarna malachite green, dilakukan pemanasan. Pemanasan ini bertujuan untuk mengembangkan lapisan luar spora yang bersifat tahan terhadap perubahan faktor luar, yang dalam hal ini adalah penambahan bahan kimia berupa larutan pewarna malachite green, sehingga zat warna malachite green dapat masuk ke dalam spora. Setelah didinginkan, warna hijau tersebut terperangkap dalam spora sehingga struktur endospora dapat diamati (Lay, 1994). Selain itu, tujuan dilakukannya pemanasan pada percobaan ini supaya endospora dalam bakteri menjadi aktif, karena endospora dalam bakteri akan aktif jika pada saat lingkungan ekstrim dan kandungan airnya rendah saja (Fardiaz, 1992). Menurut Tortora et al. (1995), pemanasan akan mempercepat pengecatan, di mana pemanasan membantu zat warna menembus dinding endospora, sehingga meskipun dilakukan pencucian dengan air mengalir, semua zat warna bagian sel akan luntur kecuali zat warna pada endospora tetap tertinggal.

Sedangkan pada percobaan pengecatan spora yeast, yaitu pada Saccharomyces cerevisiae, setelah proses fiksasi selesai maka preparat yeast diberi pewarna violet kristal, lalu dipanaskan tetapi pewarna tidak sampai kering. Setelah itu preparat dicuci dengan air dan alkohol, kemudian diberi larutan safranin. Preparat tersebut lalu dibilas dengan air dan dikeringkan untuk diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 40. Pada hasil pengamatan tampak bahwa bentuk koloni Saccharomyces cerevisiae adalah rantai pendek, sementara bentuk sel yang tampak adalah kokus. Mirip pada hasil pengamatan Bacillus subtilis yang diberi pengecatan spora, bentuk sel yang tampak adalah kokus. Namun pengamatan ini tidak benar karena endospora yang dapat terwarnai oleh pewarna adalah dari sel dengan bentuk batang. Kesalahan ini dapat disebabkan karena bentuk koloni dari mikrobia yang diamati adalah rantai pendek, sehingga bentuk sel yang tampak seolah-olah adalah kokus. Ini adalah kesalahan yang wajar karena adanya keterbatasan indera penglihatan pada praktikan. Sedangkan warna yang terbentuk dari hasil pengamatan ini adalah biru dan merah muda. Menurut Lay (1994), sel vegetatif yang berwarna merah muda ini didapat dari penambahan safranin. Penambahan safranin ini disebabkan karena sel vegetatif yang terdapat pada Saccharomyces cerevisiae tidak berwarna. Oleh karena itu penambahan safranin yang merupakan zat warna basa akan mengikat muatan negatif yang terdapat pada permukaan sel sehingga sel vegetatif berwarna merah muda. Dalam hal ini safranin tidak masuk ke dalam spora. Hal ini dikarenakan spora akan menyerap warna biru dari violet kristal dan tidak akan melepaskannya lagi meskipun diberi etanol, sedangkan ruang sel selebihnya akan kehilangan warnanya dan dapat menyerap zat warna lain (Schlegel & Shmidt, 1994).

5. KESIMPULAN

Sebelum melakukan pengecatan terhadap preparat, maka harus dilakukan fiksasi terlebih dahulu.

Tujuan fiksasi adalah untuk lebih melekatkan bakteri pada gelas benda dan mematikan bakteri, karena bakteri yang hidup tidak dapat diamati. Preparat untuk pengamatan harus disiapkan secara hati-hati, yaitu tidak terlalu tebal atau terlalu tipis dan tetap melekat pada kaca preparat selama pencucian berulang kali.

Tujuan persiapan preparat secara hati-hati ialah agar sel-sel yang akan diwarnai tidak berubah bentuk atau morfologinya setelah fiksasi dan pengecatan.

Pada pengecatan sederhana hanya digunakan satu jenis zat pewarna.

Bakteri mudah bereaksi dengan pewarna sederhana karena sitoplasmanya bersifat basofilik sedangkan zat warna yang digunakan umumnya bersifat alkalin.

Pengecatan sederhana tidak dapat membedakan jenis-jenis bakteri berdasakan komposisi penyusun dinding selnya.

Pengecatan sederhana bertujuan untuk mengetahui bentuk sel dan bentuk koloni mikroba dengan bantuan mikroskop.

Bakteri dibedakan atas dua kelompok berdasarkan komposisi dinding sel serta sifat pewarnaannya, yaitu meliputi bakteri gram positif dan bakteri gram negatif.

Pada saat pengecatan dengan cat utama, bakteri gram positif maupun gram negatif akan mengikat violet kristal dan menunjukkan warna ungu atau biru tua.

Bakteri gram positif dapat menahan kompleks pewarna primer ungu kristal iodium sampai akhir prosedur (sel-sel tampak biru gelap atau ungu).

Bakteri gram negatif kehilangan kompleks warna ungu kristal pada waktu dicuci, namun kemudian terwarnai oleh pewarna safranin menjadi merah muda.

Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat bakteri gram negatif dan gram positif, yaitu penyiapan preparat, konsentrasi dan kesegaran bahan untuk pewarna, waktu pelarutan, pencucian dan pengeringan, serta umur bakteri.

Sebelum diberi pewarnaan, preparat pada pengecatan spora harus dipanaskan terlebih dahulu.

Tujuan pemanasan preparat pada pengecatan spora adalah untuk mengembangkan lapisan luar spora yang tahan terhadap perubahan faktor luar, sehingga dapat menyerap warna dari pengecatan.

Terbentuknya warna hijau muda pada spora adalah akibat bentuk koloni yang memisah atau individu.

Sel dari mikroorganisme yang dapat diberi pewarnaan pada sporanya adalah bentuk sel batang.

Warna pewarnaan dari Saccharomyces cerevisiae adalah biru dan merah muda, karena spora tetap mengikat warna biru dari pewarna violet kristal, sedangkan sel vegetatifnya menyerap warna merah dari safranin.

6. DAFTAR PUSTAKA

Bibiana, W. L. (1994). Analisis Mikroba di Laboratorium. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan I. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Fardiaz, S. (1998). Mikrobiologi Pangan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Hadioetomo, R. S. (1993). Mikobiologi Dasar Dalam Praktek, Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Lay, B. W. (1994) . Analisis Mikroba Dalam Laboratorium. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Schlegel, H. G. & K. Schmidt. (1994). Mikrobiologi Umum. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Timotius, K. H. (1982). Mikrobiologi Dasar. Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga.

Tortora, G. J. ; B. R. Funke ; & C. L. Case. (1995). Microbiology an Introduction 5th Edition. The Benjamin / Cummings Publishing Company, Inc. USA.

Trihendrokesowo. (1989). Petunjuk Laboratorium Mikrobiologi Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Yogyakarta.

Volk, W. A. & M. F. Wheeler. (1993). Mikrobiologi Dasar. Erlangga. Jakarta.

7. LAMPIRAN

7.1. Laporan Sementara