case bedah.doc

58
Nama Mahasiswa : Raphael Christie NIM : 112012187 Dokter Pembimbing : dr. Dono, Sp. B IDENTITAS PASIEN Nama lengkap : Tn. L Jenis kelamin : Laki-laki Umur : 70 tahun Suku bangsa : Indonesia Status perkawinan : Menikah Agama : Islam Pekerjaan : Tidak Bekerja Pendidikan : SD Alamat : : Tanjung Bintang, Bandar Lampung Tanggal masuk RS : 18 Januari 2014 A. ANAMNESIS Diambil dari autoanamnesis tanggal 18 Januari 2013 Keluhan Utama: Sulit buang air kecil sejak 2 minggu yang lalu Keluhan Tambahan : - Riwayat Penyakit Sekarang: Os datang karna mengalami kesulitan berkemih dimulai 2 minggu yang lalu. Pasien mengaku kesulitan buang air kecil diawali rasa tidak lampias / anyang-anyangan pada saat berkemih. Apabila buang air kecil pasien harus mengedan, 1

Upload: rudy-hermawan

Post on 07-Dec-2015

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Case bedah.doc

Nama Mahasiswa : Raphael Christie

NIM : 112012187

Dokter Pembimbing : dr. Dono, Sp. B

IDENTITAS PASIEN

Nama lengkap : Tn. L Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 70 tahun Suku bangsa : Indonesia

Status perkawinan : Menikah Agama : Islam

Pekerjaan : Tidak Bekerja Pendidikan : SD

Alamat : : Tanjung Bintang, Bandar Lampung

Tanggal masuk RS : 18 Januari 2014

A. ANAMNESIS

Diambil dari autoanamnesis tanggal 18 Januari 2013

Keluhan Utama:

Sulit buang air kecil sejak 2 minggu yang lalu

Keluhan Tambahan :

-

Riwayat Penyakit Sekarang:

Os datang karna mengalami kesulitan berkemih dimulai 2 minggu yang lalu. Pasien

mengaku kesulitan buang air kecil diawali rasa tidak lampias / anyang-anyangan pada saat

berkemih. Apabila buang air kecil pasien harus mengedan, pancaran kencing yang berkurang.

Frekuensi buang air kecil meningkat, diikuti rasa nyeri yang membuat pasien dating ke IGD

RS Imanuel Way Halim Bandar Lampung. Tidak ada demam pada pasien ini. Pasien

mengaku juga tidak ada darah atau pasir/batu pada air kencing.

Riwayat Penyakit dahulu

Riwayat trauma (-), Diabetes Militus (-), Hipertensi (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

-

1

Page 2: Case bedah.doc

B. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 18 Januari 2013

A. Status generalis

Pemeriksaan Umum

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Keadaan gizi : Cukup

Tanda Vital

Tekanan Darah : 160/100 mmHg

Frekuensi Nadi : 84 x/menit

Frekuensi Nafas : 22x/menit, pola pernafasan normal, thorakal-

abdominal, tidak terlihat penggunaan otot bantu pernafasan.

Suhu : 36,8 C

Pemeriksaan Sistematis

Kepala : Normocephali, rambut hitam, tidak mudah dicabut, deformitas (-)

Mata : Palpebra tidak oedem, pupil bulat isokor

Konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-

Reflex cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung +/+

Hidung : Normosepta , deformitas -, sekret -/-

Mulut : bibir kering (-), sianosis (-)

Mukosa bibir pecah- pecah (-)

Oral hygiene baik, gigi geligi lengkap, gusi hiperemis (-)

Faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1, kriptus tidak melebar

Telinga : Normotia, deformitas (-), tanda radang (-)

Hidung : normocepta, tidak ada darah, tidak ada pus, tidak ada secret

Tenggorokan : T1 T1 tenang, hiperemis.

Leher : KGB tidak teraba membesar

Paru-paru :

Inspeksi : kiri dan kanan paru simetris, Palpasi : tidak teraba benjolan, sela iga normal (kanan dan kiri)Perkusi : sonorAuskultasi : vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-

Jantung :Inspeksi : - Palpasi : -Perkusi : -

2

Page 3: Case bedah.doc

Auskultasi : BJ I/II, murni, regular, murmur -, gallop - Abdomen :

Inspeksi : datar, simetris

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : timpani pada seluruh abdomen, nyeri ketuk CVA -

Auskultasi : bising usus normal 4 kali permenit

Ekstremitas

Tonus : Normal

Kekuatan : +5 +5 Jejas : - -

+5 +5 - -

Edema : _ _ Cyanosis : - -

- _ - -

Lain-lain : Turgor kulit baik, bulu rambut halus ada, pitting edema -

B. Status lokalis

- Regio cruris dextra

Inspeksi :

Tampak vulnus eksoriatum multiple pada cubiti dan antebrachii dekstra.

Tampak vulnus laseratum pada regio cruris dekstra +- 3 cm di bawah lutut

dengan panjang sekitar 5 cm, pus -, oedem +, deformitas +

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium Rutin

Tanggal 18-01-2014

Hasil Pemeriksaan Nilai Normal

Hematologi

Hemoglobin 13,8 13.5-17.5 g/dl

Hematokrit 41 41-53 %

3

Page 4: Case bedah.doc

Trombosit 258.000 150.000-450.000

Leukosit 7.340 4100-10900/ul

Eritrosit 4.57 4.0-5.0 juta/ul

MCV (VER) 90 80-100 fL

MCH (HER) 30 26-34 pg

MCHC (KHER) 33 31-36 g/dL

Hitung jenis

Basofil 1 0-2 %

Eosinofil 1 0-5 %

Segmen 79 47-80 %

Limfosit 13 13-40 %

Monosit 7 2-11 %

Hemostastis

Waktu Perdarahan 1.50 1-5 s

Waktu pembekuan 12.0 9-15 s

Tanggal 19-01-2014

Hasil Pemeriksaan Nilai Normal

Hematologi

Hemoglobin 12,2 13.5-17.5 g/dl

Hematokrit 37 41-53 %

Trombosit 250.000 150.000-450.000

Leukosit 6.900 4100-10900/ul

Eritrosit 4.17 4.0-5.0 juta/ul

MCV (VER) 88 80-100 fL

MCH (HER) 29 26-34 pg

MCHC (KHER) 33 31-36 g/dL

Fungsi Hati

SGOT 23 <38

SGPT 13 9-36

Ginjal-Hipertensi

Urea 24 10-50

BUN 11 0-20

4

Page 5: Case bedah.doc

Kreatinin 0,54 <1.3

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Foto Thorax (PA)

Cardiomegali ringan dan bronchitis kronis

2. USG Abdomen

Hepar, Lien dan pankreas serta renal kiri kanan dan vesica urinaria

tampak ada dalam batas normal

Polip Vesica Velea

BPH dengan berat 32,2 gr

DIAGNOSIS KERJA

Benign Prostate Hyperplasia (BPH)

PEMERIKSAAN ANJURAN

-

TATALAKSANA

IV Ranex 3 x 1 amp

Captopril 2 x 25 mg

Betrion tab 2 x 1

Ceftriaxon 2 x 1 gr

Pro open prostatectomy

FOLLOW UP

19-01-2014

S: Masih sulit BAK, nyeri

O: TD:170/90 S :36,6oC

HR:72 x/mnt RR:20x/mnt

A:BPH

P:Pro Open Prostatectomy

Pengobatan yang didapat :

IV Ranex 3 x 1 amp

5

Page 6: Case bedah.doc

Captopril 2 x 25 mg

Betrion tab 2 x 1

Ceftriaxon 2 x 1 gr

20-01-2014

S: Masih sulit BAK, nyeri

O: TD:160/90 S :36,3oC

HR:84 x/mnt RR:20x/mnt

A:BPH

P:Pro Open Prostatectomy

Pengobatan yang didapat :

IV Ranex 3 x 1 amp

Captopril 2 x 25 mg

Betrion tab 2 x 1

Ceftriaxon 2 x 1 gr

21-01-2014

S: Nyeri luka bekas op, mual +, flatus (+), BAB(-)

O: TD:150/90 S :37,0oC

HR:80 x/mnt RR:20x/mnt

A:BPH Post Open Prostatectomy

P: Minum, bed rest

Observasi KU, perdarahan, irigasi dan urin

Pengobatan yang didapat :

IV Ranex 3 x 1 amp

Betrion tab 2 x 1

Ceftriaxon 2 x 1 gr

Inj Gentamicyn 80 mg 2x1

Inj. Crome 3 x 1 amp

22-01-2014

S: Nyeri luka bekas op, mual +, nyeri bila buang air kecil

O: TD:170/90 S :36,3oC

6

Page 7: Case bedah.doc

HR:84 x/mnt RR:20x/mnt

A:BPH Post Open Prostatectomy

P: GV

Mobilisasi dini

Observasi KU, perdarahan, irigasi dan urin

Irigasi pindah ke tri-way

Pengobatan yang didapat :

IV Ranex 3 x 1 amp

Betrion tab 2 x 1

Ceftriaxon 2 x 1 gr

Inj Gentamicyn 80 mg 2x1

Inj. Crome 3 x 1 amp

Lanakeloid 3x1 amp

Imboost F 2 x 1

Ketorolac 3x1 amp

23-01-2014

S: Nyeri luka bekas op, mual -

O: TD:170/90 S :36,3oC

HR:84 x/mnt RR:20x/mnt

A:BPH Post Open Prostatectomy

P: Rawat Jalan (Kateter dipertahankan)

Mobilisasi

Monitor KU, luka, irigasi dan urin

Pengobatan yang didapat :

IV Ranex 3 x 1 amp

Betrion tab 2 x 1

Ceftriaxon 2 x 1 gr

Inj Gentamicyn 80 mg 2x1

Inj. Crome 3 x 1 amp

Lanakeloid 3x1 amp

Imboost F 2 x 1

Ketorolac 3x1 amp

7

Page 8: Case bedah.doc

PROGNOSIS

Ad vitam : Bonam

Ad fungsionam : Dubia

Ad sanasionam : Bonam

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi

Benign Prostate Hypertrofia (BPH) sebenarnya adalah suatu keadaan dimana

kelenjar periuretral prostat mengalami hiperplasia yang akan mendesak jaringan prostat yang

asli ke perifer dan menjadi simpai bedah. 1,2

II.2 Anatomi

Prostat merupakan kelenjar berbentuk konus terbalik yang dilapisi oleh kapsul

fibromuskuler,yang terletak disebelah inferior vesika urinaria, mengelilingi bagian proksimal

uretra (uretra pars prostatika) dan berada disebelah anterior rektum. Bentuknya sebesar buah

kenari dengan berat normal pada orang dewasa kurang lebih 20 gram, dengan jarak basis ke

apex kurang lebih 3 cm, lebar yang paling jauh 4 cm dengan tebal 2,5 cm.12

Kelenjar prostat terbagi menjadi 5 lobus :

1. lobus medius

2. lobus lateralis (2 lobus)

3. lobus anterior

4. lobus posterior 8,12

Selama perkembangannya lobus medius, lobus anterior, lobus posterior akan

menjadi satu dan disebut lobus medius saja. Pada penampang, lobus medius kadang-kadang

tak tampak karena terlalu kecil dan lobus lain tampak homogen berwarna abu-abu, dengan

kista kecil berisi cairan seperti susu, kista ini disebut kelenjar prostat.8

Mc Neal (1976) membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain adalah:

zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior, dan zona

periuretral. Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional yang letaknya

8

Page 9: Case bedah.doc

proximal dari spincter externus di kedua sisi dari verumontanum dan di zona periuretral.

Kedua zona tersebut hanya merupakan 2% dari seluruh volume prostat. Sedangkan

pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer.7,11

Prostat mempunyai kurang lebih 20 duktus yang bermuara dikanan dari

verumontanum dibagian posterior dari uretra pars prostatika. Disebelah depan didapatkan

ligamentum pubo prostatika, disebelah bawah ligamentum triangulare inferior dan disebelah

belakang didapatkan fascia denonvilliers.

Fascia denonvilliers terdiri dari 2 lembar, lembar depan melekat erat dengan prostat

dan vesika seminalis, sedangkan lembar belakang melekat secara longgar dengan fascia

pelvis dan memisahkan prostat dengan rektum.

Antara fascia endopelvic dan kapsul sebenarnya dari prostat didapatkan jaringan peri

prostat yang berisi pleksus prostatovesikal.8

Pada potongan melintang kelenjar prostat terdiri dari :

1. Kapsul anatomi

2. Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler

3. Jaringan kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok bagian,

a. Bagian luar disebut kelenjar prostat sebenarnya.

b. Bagian tengah disebut kelenjar submukosa, lapisan ini disebut juga

sebagai adenomatous zone

c. Disekitar uretra disebut periurethral gland 12

Pada BPH kapsul pada prostat terdiri dari 3 lapis :

1. kapsul anatomis

2. kapsul chirurgicum, ini terjadi akibat terjepitnya kelenjar prostat yang

sebenarnya (outer zone) sehingga terbentuk kapsul

3. kapsul yang terbentuk dari jaringan fibromuskuler antara bagian dalam

(inner zone) dan bagian luar (outer zone) dari kelenjar prostat.12

BPH sering terjadi pada lobus lateralis dan lobus medialis karena mengandung

banyak jaringan kelenjar, tetapi tidak mengalami pembesaran pada bagian posterior daripada

lobus medius (lobus posterior) yang merupakan bagian tersering terjadinya perkembangan

suatu keganasan prostat. Sedangkan lobus anterior kurang mengalami hiperplasi karena

sedikit mengandung jaringan kelenjar.8,12

9

Page 10: Case bedah.doc

II.3 Epidemiologi

Hiperplasia prostat merupakan penyakit pada pria tua dan jarang ditemukan sebelum

usia 40 tahun. Prostat normal pada pria mengalami peningkatan ukuran yang lambat dari lahir

sampai pubertas, waktu itu ada peningkatan cepat dalam ukuran, yang kontinyu sampai usia

akhir 30-an. Pertengahan dasawarsa ke-5, prostat bisa mengalami perubahan hiperplasi.4

Prevalensi yang pasti di Indonesia belum diketahui tetapi berdasarkan kepustakaan

luar negeri diperkirakan semenjak umur 50 tahun 20%-30% penderita akan memerlukan

pengobatan untuk prostat hiperplasia. Yang jelas prevalensi sangat tergantung pada golongan

umur. Sebenarnya perubahan-perubahan kearah terjadinya pembesaran prostat sudah dimulai

sejak dini, dimulai pada perubahan-perubahan mikroskopoik yang kemudian bermanifestasi

menjadi kelainan makroskopik (kelenjar membesar) dan kemudian baru manifes dengan

gejala klinik.7

Berdasarkan angka autopsi perubahan mikroskopik pada prostat sudah dapat

ditemukan pada usia 30 – 40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini terus berkembang akan

terjadi perubahan patologi anatomi. Pada pria usia 50 tahun angka kejadiannya sekitar 50%,

dan pada usia 80 tahun sekitar 80%. Sekitar 50% dari angka tersebut diatas akan

menyebabkan gejala dan tanda klinik.1

II.4 Etiologi

Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia

prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya

dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua).11

Beberapa teori atau hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia

prostat adalah:

1. Teori Hormonal

Teori ini dibuktikan bahwa sebelum pubertas dilakukan kastrasi maka tidak terjadi

BPH, juga terjadinya regresi BPH bila dilakukan kastrasi. Selain androgen

(testosteron/DHT), estrogen juga berperan untuk terjadinya BPH. Dengan

bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal, yaitu antara

hormon testosteron dan hormon estrogen, karena produksi testosteron menurun dan

terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer dengan

pertolongan enzim aromatase, dimana sifat estrogen ini akan merangsang terjadinya

hiperplasia pada stroma, sehingga timbul dugaan bahwa testosteron diperlukan untuk

inisiasi terjadinya proliferasi sel tetapi kemudian estrogenlah yang berperan untuk

10

Page 11: Case bedah.doc

perkembangan stroma. Kemungkinan lain ialah perubahan konsentrasi relatif

testosteron dan estrogen akan menyebabkan produksi dan potensiasi faktor

pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan terjadinya pembesaran prostat.

Dari berbagai percobaan dan penemuan klinis dapat diperoleh kesimpulan, bahwa

dalam keadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan menyebabkan produksi

hormon androgen testis yang akan mengontrol pertumbuhan prostat. Dengan makin

bertambahnya usia, akan terjadi penurunan dari fungsi testikuler (spermatogenesis)

yang akan menyebabkan penurunan yang progresif dari sekresi androgen. Hal ini

mengakibatkan hormon gonadotropin akan sangat merangsang produksi hormon

estrogen oleh sel sertoli. Dilihat dari fungsional histologis, prostat terdiri dari dua

bagian yaitu sentral sekitar uretra yang bereaksi terhadap estrogen dan bagian perifer

yang tidak bereaksi terhadap estrogen.

2. Teori Growth Factor (faktor pertumbuhan)

Peranan dari growth factor ini sebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar prostat.

Terdapat empat peptic growth factor yaitu; basic transforming growth factor,

transforming growth factor 1, transforming growth factor 2, dan epidermal

growth factor.

3. Teori Peningkatan Lama Hidup Sel-sel Prostat karena Berkuramgnya Sel yang Mati

4. Teori Sel Stem (stem cell hypothesis)

Seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral pada seorang

dewasa berada dalam keadaan keseimbangan “steady state”, antara pertumbuhan sel

dan sel yang mati, keseimbangan ini disebabkan adanya kadar testosteron tertentu

dalam jaringan prostat yang dapat mempengaruhi sel stem sehingga dapat

berproliferasi. Pada keadaan tertentu jumlah sel stem ini dapat bertambah sehingga

terjadi proliferasi lebih cepat. Terjadinya proliferasi abnormal sel stem sehingga

menyebabkan produksi atau proliferasi sel stroma dan sel epitel kelenjar periuretral

prostat menjadi berlebihan.

5. Teori Dihydro Testosteron (DHT)

Testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan sebagian dari

kelenjar adrenal (10%) masuk dalam peredaran darah dan 98% akan terikat oleh

11

Page 12: Case bedah.doc

globulin menjadi sex hormon binding globulin (SHBG). Sedang hanya 2% dalam

keadaan testosteron bebas. Testosteron bebas inilah yang bisa masuk ke dalam

“target cell” yaitu sel prostat melewati membran sel langsung masuk kedalam

sitoplasma, di dalam sel, testosteron direduksi oleh enzim 5 alpha reductase menjadi

5 dyhidro testosteron yang kemudian bertemu dengan reseptor sitoplasma menjadi

“hormone receptor complex”. Kemudian “hormone receptor complex” ini

mengalami transformasi reseptor, menjadi “nuclear receptor” yang masuk kedalam

inti yang kemudian melekat pada chromatin dan menyebabkan transkripsi m-RNA.

RNA ini akan menyebabkan sintese protein menyebabkan terjadinya pertumbuhan

kelenjar prostat.

6. Teori Reawakening

Mc Neal tahun 1978 menulis bahwa lesi pertama bukan pembesaran stroma pada

kelenjar periuretral (zone transisi) melainkan suatu mekanisme “glandular budding”

kemudian bercabang yang menyebabkan timbulnya alveoli pada zona preprostatik.

Persamaan epiteleal budding dan “glandular morphogenesis” yang terjadi pada

embrio dengan perkembangan prostat ini, menimbulkan perkiraan adanya

“reawakening” yaitu jaringan kembali seperti perkembangan pada masa tingkat

embriologik, sehingga jaringan periuretral dapat tumbuh lebih cepat dari jaringan

sekitarnya, sehingga teori ini terkenal dengan nama teori reawakening of embryonic

induction potential of prostatic stroma during adult hood.

Selain teori-teori di atas masih banyak lagi teori yang menerangkan tentang

penyebab terjadinya BPH seperti; teori tumor jinak, teori rasial dan faktor sosial,

teori infeksi dari zat-zat yang belum diketahui, teori yang berhubungan dengan

aktifitas hubungan seks, teori peningkatan kolesterol, dan Zn yang kesemuanya

tersebut masih belum jelas hubungan sebab-akibatnya.3,7,8,12

II.5 Patofisiologi

Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars prostatika dan

akan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal.

Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan

tahanan itu. Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomik dari buli-

buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel

buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi.

12

Page 13: Case bedah.doc

Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada

saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal

dengan gejala-gejala prostatismus.

Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam fase

dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi

urin. Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli

tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat

menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesico-ureter.

Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan

akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.2,11

Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya gejala yaitu

komponen mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik ini berhubungan dengan

adanya pembesaran kelenjar periuretra yang akan mendesak uretra pars prostatika sehingga

terjadi gangguan aliran urine (obstruksi infra vesikal) sedangkan komponen dinamik meliputi

tonus otot polos prostat dan kapsulnya, yang merupakan alpha adrenergik reseptor. Stimulasi

pada alpha adrenergik reseptor akan menghasilkan kontraksi otot polos prostat ataupun

kenaikan tonus. Komponen dinamik ini tergantung dari stimulasi syaraf simpatis, yang juga

tergantung dari beratnya obstruksi oleh komponen mekanik.8

II.6 Gambaran Klinis

II.6.1 Gejala

Gejala hiperplasia prostat menurut Boyarsky dkk pada tahun 1977 dibagi atas gejala

obstruktif dan gejala iritatif.

Gejala obstruktif disebabkan oleh karena penyempitan uretara pars prostatika karena

didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot detrusor untuk berkontraksi cukup

kuat dan atau cukup lama saehingga kontraksi terputus-putus. Gejalanya ialah :

1. Harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistency)

2. Pancaran miksi yang lemah (Poor stream)

3. Miksi terputus (Intermittency)

4. Menetes pada akhir miksi (Terminal dribbling)

5. Rasa belum puas sehabis miksi (Sensation of incomplete bladder emptying).2,3

Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat masih

tergantung tiga faktor yaitu :

1. Volume kelenjar periuretral

13

Page 14: Case bedah.doc

2. Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat

3. Kekuatan kontraksi otot detrusor

Tidak semua prostat yang membesar akan menimbulkan gejala obstruksi, sehingga

meskipun volume kelenjar periuretal sudah membesar dan elastisitas leher vesika, otot polos

prostat dan kapsul prostat menurun, tetapi apabila masih dikompensasi dengan kenaikan daya

kontraksi otot detrusor maka gejala obstruksi belum dirasakan.7

Pemeriksaan derajat beratnya obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara

mengukur :

a. Residual urine yaitu jumlah sisa urin setelah penderita miksi spontan. Sisa urin ini

dapat dihitung dengan pengukuran langsung yaitu dengan cara melakukan

kateterisasi setelah miksi spontan atau ditentukan dengan pemeriksaan

ultrasonografi setelah miksi, dapat pula dilakukan dengan membuat foto post

voiding pada waktu membuat IVP. Pada orang normal sisa urin biasanya kosong,

sedang pada retensi urin total sisa urin dapat melebihi kapasitas normal vesika. Sisa

urin lebih dari 100 cc biasanya dianggap sebagai batas indikasi untuk melakukan

intervensi pada penderita prostat hipertrofi.

b. Pancaran urin atau flow rate dapat dihitung secara sederhana yaitu dengan

menghitung jumlah urin dibagi dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau

dengan alat uroflowmetri yang menyajikan gambaran grafik pancaran urin. Untuk

dapat melakukan pemeriksaan uroflow dengan baik diperlukan jumlah urin minimal

di dalam vesika 125 sampai 150 ml. Angka normal untuk flow rata-rata (average

flow rate) 10 sampai 12 ml/detik dan flow maksimal sampai sekitar 20 ml/detik.

Pada obstruksi ringan flow rate dapat menurun sampai average flow antara 6-8

ml/detik, sedang maksimal flow menjadi 15 mm/detik atau kurang. Dengan

pengukuran flow rate tidak dapat dibedakan antara kelemahan detrusor dengan

obstruksi infravesikal.

Obstruksi uretra menyebabkan bendungan saluran kemih sehingga mengganggu faal

ginjal karena hidronefrosis, menyebabkan infeksi dan urolithiasis. Tindakan untuk

menentukan diagnosis penyebab obstruksi maupun menentukan kemungkinan penyulit harus

dilakukan secara teratur.1,3,11

Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaris yang tidak

sempurna pada saat miksi atau disebabkan oleh karena hipersensitifitas otot detrusor karena

pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada vesica, sehingga vesica sering

berkontraksi meskipun belum penuh., gejalanya ialah :

14

Page 15: Case bedah.doc

1. Bertambahnya frekuensi miksi (Frequency)

2. Nokturia

3. Miksi sulit ditahan (Urgency)

4. Disuria (Nyeri pada waktu miksi) (P/UI)

Gejala-gejala tersebut diatas sering disebut sindroma prostatismus. Secara klinis

derajat berat gejala prostatismus itu dibagi menjadi :

Grade I : Gejala prostatismus + sisa kencing < 50 ml

Grade II : Gejala prostatismus + sisa kencing > 50 ml

Grade III : Retensi urin dengan sudah ada gangguan saluran kemih bagian atas + sisa

urin > 150 ml 7

Derajat berat gejala klinik prostat hiperplasia ini dipakai untuk menentukan derajat

berat keluhan subyektif, yang ternyata tidak selalu sesuai dengan besarnya volume prostat.

Gejala iritatif yang sering dijumpai ialah bertambahnya frekuensi miksi yang biasanya lebih

dirasakan pada malam hari. Sering miksi pada malam hari disebut nocturia, hal ini

disebabkan oleh menurunnya hambatan kortikal selama tidur dan juga menurunnya tonus

spingter dan uretra. Simptom obstruksi biasanya lebih disebabkan oleh karena prostat dengan

volume besar. Apabila vesica menjadi dekompensasi maka akan terjadi retensi urin sehingga

pada akhir miksi masih ditemukan sisa urin didalam vesica, hal ini menyebabkan rasa tidak

bebas pada akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut pada suatu saat akan terjadi kemacetan

total, sehingga penderita tidak mampu lagi miksi. Oleh karena produksi urin akan terus

terjadi maka pada suatu saat vesica tidak mampu lagi menampung urin sehingga tekanan

intravesica akan naik terus dan apabila tekanan vesica menjadi lebih tinggi daripada tekanan

spingter akan terjadi inkontinensia paradoks (over flow incontinence). Retensi kronik dapat

menyebabkan terjadinya refluk vesico uretra dan meyebabkan dilatasi ureter dan sistem

pelviokalises ginjal dan akibat tekanan intravesical yang diteruskam ke ureter dari ginjal

maka ginjal akan rusak dan terjadi gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dapat dipercepat bila

ada infeksi. Disamping kerusakan tractus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik

penderita harus selalu mengedan pada waktu miksi, maka tekanan intra abdomen dapat

menjadi meningkat dan lama kelamaan akan menyebabkan terjadinya hernia, hemoroid. Oleh

karena selalu terdapat sisa urin dalam vesica maka dapat terbentuk batu endapan didalam

vesica dan batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuri. Disamping

pembentukan batu, retensi kronik dapat pula menyebabkan terjadinya infeksi sehingga terjadi

systitis dan apabila terjadi refluk dapat terjadi juga pielonefritis.3

II.6.2 Tanda

15

Page 16: Case bedah.doc

a. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan colok dubur atau Digital Rectal Eamination (DRE) sangat penting.

Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan gambaran tentang keadaan tonus

spingter ani, reflek bulbo cavernosus, mukosa rektum, adanya kelainan lain seperti

benjolan pada di dalam rektum dan tentu saja teraba prostat. Pada perabaan prostat

harus diperhatikan :

a. Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal)

a. Adakah asimetris

b. Adakah nodul pada prostate

c. Apakah batas atas dapat diraba

d. Sulcus medianus prostate

e. Adakah krepitasi

Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan konsistensi prostat kenyal seperti

meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak didapatkan nodul. Sedangkan

pada carcinoma prostat, konsistensi prostat keras dan atau teraba nodul dan diantara lobus

prostat tidak simetris. Sedangkan pada batu prostat akan teraba krepitasi.

Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinaria bagian atas

kadang-kadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah terjadi pnielonefritis akan disertai sakit

pinggang dan nyeri ketok pada pinggang. Vesica urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi

retensi total, daerah inguinal harus mulai diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia.

Genitalia eksterna harus pula diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan sebab yang lain

yang dapat menyebabkan gangguan miksi seperti batu di fossa navikularis atau uretra

anterior, fibrosis daerah uretra, fimosis, condiloma di daerah meatus.

Pada pemeriksaan abdomen ditemukan kandung kencing yang terisi penuh dan

teraba masa kistus di daerah supra simfisis akibat retensio urin dan kadang terdapat nyeri

tekan supra simfisis.

2. Pemeriksaan laboratorium

a. Darah : - Ureum dan Kreatinin

- Elektrolit

- Blood urea nitrogen

- Prostate Specific Antigen (PSA)

- Gula darah

b. Urin : - Kultur urin + sensitifitas test

- Urinalisis dan pemeriksaan mikroskopik

16

Page 17: Case bedah.doc

- Sedimen

3. Pemeriksaan pencitraan

a. Foto polos abdomen (BNO)

Dari sini dapat diperoleh keterangan mengenai penyakit ikutan misalnya batu saluran

kemih, hidronefrosis, atau divertikel kandung kemih juga dapat untuk menghetahui

adanya metastasis ke tulang dari carsinoma prostat.

b. Pielografi Intravena (IVP)

- pembesaran prostat dapat dilihat sebagai lesi defek isian kontras (filling

defect/indentasi prostat) pada dasar kandung kemih atau ujung distal ureter

membelok keatas berbentuk seperti mata kail (hooked fish).

- mengetahui adanya kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter

ataupun hidronefrosis serta penyulit yang terjadi pada buli – buli yaitu adanya

trabekulasi, divertikel atau sakulasi buli – buli.

- foto setelah miksi dapat dilihat adanya residu urin

c. Sistogram retrograd

Apabila penderita sudah dipasang kateter oleh karena retensi urin, maka sistogram

retrograd dapat pula memberi gambaran indentasi.

d. Transrektal Ultrasonografi (TRUS)

- deteksi pembesaran prostat

- mengukur volume residu urin

e. MRI atau CT jarang dilakukan

Digunakan untuk melihat pembesaran prostat dan dengan bermacam – macam

potongan.

4. Pemeriksaan lain

a. Uroflowmetri

Untuk mengukur laju pancaran urin miksi. Laju pancaran urin ditentukan oleh :

- daya kontraksi otot detrusor

- tekanan intravesica

- resistensi uretra

Angka normal laju pancaran urin ialah 12 ml/detik dengan puncak laju pancaran

mendekati 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan, laju pancaran melemah menjadi 6 – 8

ml/detik dengan puncaknya sekitar 11 – 15 ml/detik. Semakin berat derajat obstruksi

semakin lemah pancaran urin yang dihasilkan.

b. Pemeriksaan Tekanan Pancaran (Pressure Flow Studies)

17

Page 18: Case bedah.doc

Pancaran urin melemah yang diperoleh atas dasar pemeriksaan uroflowmetri tidak

dapat membedakan apakah penyebabnya adalah obstruksi atau daya kontraksi otot

detrusor yang melemah. Untuk membedakan kedua hal tersebut dilakukan

pemeriksaan tekanan pancaran dengan menggunakan Abrams-Griffiths Nomogram.

Dengan cara ini maka sekaligus tekanan intravesica dan laju pancaran urin dapat

diukur.

c. Pemeriksaan Volume Residu Urin

Volume residu urin setelah miksi spontan dapat ditentukan dengan cara sangat

sederhana dengan memasang kateter uretra dan mengukur berapa volume urin yang

masih tinggal. Pemeriksaan sisa urin dapat juga diperiksa (meskipun kurang akurat)

dengan membuat foto post voiding atau USG.1,2,3,7,8

II.7 Diagnosis

Diagnosis hiperplasia prostat dapat ditegakkan melalui :

1. Anamnesis : gejala obstruktif dan gejala iritatif

2. Pemeriksaan fisik : terutama colok dubur ; hiperplasia prostat teraba sebagai prostat

yang membesar, konsistensi kenyal, permukaan rata, asimetri dan menonjol ke

dalam rektum. Semakin berat derajat hiperplasia prostat batas atas semakin sulit

untuk diraba.

3. Pemeriksaan laboratorium : berperan dalam menentukan ada tidaknya komplikasi.

4. Pemeriksaan pencitraan :

Pada pielografi intravena terlihat adanya lesi defek isian kontras pada dasar kandung

kemih atau ujung distal ureter membelok ke atas berbentuk seperti mata kail.

Dengan trans rectal ultra sonography (TRUS), dapat terlihat prostat yang membesar.

5. Uroflowmetri : tampak laju pancaran urin berkurang.

6. Mengukur volume residu urin : Pada hiperplasi prostat terdapat volume residu urin

yang meningkat sesuai dengan beratnya obstruksi (lebih dari 150 ml dianggap

sebagai batas indikasi untuk melakukan intervensi).2

II.8 Diagnosis Banding

1. Kelemahan detrusor kandung kemih

a. kelainan medula spinalis

b. neuropatia diabetes mellitus

c. pasca bedah radikal di pelvis

18

Page 19: Case bedah.doc

d. farmakologik

2. Kandung kemih neuropati, disebabkan oleh :

a. kelainan neurologik

b. neuropati perifer

c. diabetes mellitus

d. alkoholisme

e. farmakologik (obat penenang, penghambat alfa dan parasimpatolitik)

3. Obstruksi fungsional :

a. dis-sinergi detrusor-sfingter terganggunya koordinasi antara kontraksi detrusor

dengan relaksasi sfingter

b. ketidakstabilan detrusor

4. Kekakuan leher kandung kemih :

a. fibrosis

5. Resistensi uretra yang meningkat disebabkan oleh :

a. hiperplasia prostat jinak atau ganas

b. kelainan yang menyumbatkan uretra

c. uretralitiasis

d. uretritis akut atau kronik

e. striktur uretra

6. Prostatitis akut atau kronis 1,2

II.9 Kriteria Pembesaran Prostat

Untuk menentukan kriteria prostat yang membesar dapat dilakukan dengan beberapa

cara, diantaranya adalah :

1. Rektal grading

Berdasarkan penonjolan prostat ke dalam rektum :

- derajat 1 : penonjolan 0-1 cm ke dalam rektum

- derajat 2 : penonjolan 1-2 cm ke dalam rektum

- derajat 3 : penonjolan 2-3 cm ke dalam rektum

- derajat 4 : penonjolan > 3 cm ke dalam rektum

2. Berdasarkan jumlah residual urine

- derajat 1 : < 50 ml

- derajat 2 : 50-100 ml

19

Page 20: Case bedah.doc

- derajat 3 : >100 ml

- derajat 4 : retensi urin total

3. Intra vesikal grading

- derajat 1 : prostat menonjol pada bladder inlet

- derajat 2 : prostat menonjol diantara bladder inlet dengan muara ureter

- derajat 3 : prostat menonjol sampai muara ureter

- derajat 4 : prostat menonjol melewati muara ureter

4. Berdasarkan pembesaran kedua lobus lateralis yang terlihat pada uretroskopi :

- derajat 1 : kissing 1 cm

- derajat 2 : kissing 2 cm

- derajat 3 : kissing 3 cm

- derajat 4 : kissing >3 cm 8

II.10 Komplikasi

Dilihat dari sudut pandang perjalanan penyakitnya, hiperplasia prostat dapat

menimbulkan komplikasi sebagai berikut :

1. Inkontinensia Paradoks

2. Batu Kandung Kemih

3. Hematuria

4. Sistitis

5. Pielonefritis

6. Retensi Urin Akut Atau Kronik

7. Refluks Vesiko-Ureter

8. Hidroureter

9. Hidronefrosis

10. Gagal Ginjal 2

II.11 Penatalaksanaan

Hiperplasi prostat yang telah memberikan keluhan klinik biasanya akan

menyebabkan penderita datang kepada dokter. Derajat berat gejala klinik dibagi menjadi

empat gradasi berdasarkan penemuan pada colok dubur dan sisa volume urin. Derajat satu,

apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur ditemukan penonjolan prostat,

batas atas mudah diraba dan sisa urin kurang dari 50 ml. Derajat dua, apabila ditemukan

tanda dan gejala sama seperti pada derajat satu, prostat lebih menonjol, batas atas masih

20

Page 21: Case bedah.doc

dapat teraba dan sisa urin lebih dari 50 ml tetapi kurang dari 100 ml. Derajat tiga, seperti

derajat dua, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa urin lebih dari 100 ml,

sedangkan derajat empat, apabila sudah terjadi retensi urin total. Organisasi kesehatan dunia

(WHO) menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat gangguan miksi yang disebut

WHO PSS (WHO prostate symptom score). Skor ini berdasarkan jawaban penderita atas

delapan pertanyaan mengenai miksi. Terapi non bedah dianjurkan bila WHO PSS tetap

dibawah 15. Untuk itu dianjurkan melakukan kontrol dengan menentukan WHO PSS. Terapi

bedah dianjurkan bila WHO PSS 25 ke atas atau bila timbul obstruksi.1,2

Di dalam praktek pembagian derajat beratnya hiperplasia prostat derajat I-IV

digunakan untuk menentukan cara penanganan. Pada penderita dengan derajat satu biasanya

belum memerlukan tindakan operatif, melainkan dapat diberikan pengobatan secara

konservatif. Pada penderita dengan derajat dua sebenarnya sudah ada indikasi untuk

melakukan intervensi operatif, dan yang sampai sekarang masih dianggap sebagai cara

terpilih ialah trans uretral resection (TUR). Kadang-kadang derajat dua penderita masih

belum mau dilakukan operasi, dalam keadaan seperti ini masih bisa dicoba dengan

pengobatan konservatif. Pada derajat tiga, TUR masih dapat dikerjakan oleh ahli urologi yang

cukup berpengalaman melakukan TUR oleh karena biasanya pada derajat tiga ini besar

prostat sudah lebih dari 60 gram. Apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar sehingga

reseksi tidak akan selesai dalam satu jam maka sebaiknya dilakukan operasi terbuka. Pada

hiperplasia prostat derajat empat tindakan pertama yang harus segera dikerjakan ialah

membebaskan penderita dari retensi urin total, dengan jalan memasang kateter atau

memasang sistostomi setelah itu baru dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melengkapi

diagnostik, kemudian terapi definitif dapat dengan TUR P atau operasi terbuka.1,2

Terapi sedini mungkin sangat dianjurkan untuk mengurangi gejala, meningkatkan

kualitas hidup dan menghindari komplikasi akibat obstruksi yang berkepanjangan. Tindakan

bedah masih merupakan terapi utama untuk hiperplasia prostat (lebih dari 90% kasus).

Meskipun demikian pada dekade terakhir dikembangkan pula beberapa terapi non-bedah

yang mempunyai keunggulan kurang invasif dibandingkan dengan terapi bedah. Mengingat

gejala klinik hiperplasia prostat disebabkan oleh 3 faktor yaitu pembesaran kelenjar

periuretral, menurunnya elastisitas leher vesika, dan berkurangnya kekuatan detrusor, maka

pengobatan gejala klinik ditujukan untuk :

1. Menghilangkan atau mengurangi volume prostat

2. Mengurangi tonus leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat

3. Melebarkan uretra pars prostatika, menambah kekuatan detrusor 2,7

21

Page 22: Case bedah.doc

Terdapat beberapa pilihan tindakan terapi didalam penatalaksanaan hiperplasia

prostat benigna yang dapat dibagi kedalam 4 macam golongan tindakan, yaitu :

1. Observasi (Watchful waiting)

2. Medikamentosa

a. Penghambat adrenergik

b. Fitoterapi

c. Hormonal

3. Operatif

a. Prostatektomi terbuka

- Retropubic infravesika (Terence millin)

- Suprapubic transvesica/TVP (Freyer)

- Transperineal

b. Endourologi

- Trans urethral resection (TUR)

- Trans urethral incision of prostate (TUIP)

- Pembedahan dengan laser (Laser Prostatectomy)

Trans urethral ultrasound guided laser induced prostatectomy (TULIP)

Trans urethral evaporation of prostate (TUEP)

Teknik koagulasi

2. Invasif minimal

- Trans urethral microwave thermotherapy (TUMT)

- Trans urethral ballon dilatation (TUBD)

- Trans urethral needle ablation (TUNA)

- Stent urethra dengan prostacath 11

Tujuan terapi pada pasien hiperplasia prostat adalah menghilangkan obstruksi pada

leher buli-buli. Hal ini dapat dicapai dengan cara medikamentosa, pembedahan, atau tindakan

endourologi yang kurang invasif. Mengenai penatalaksanaan konservatif non operatif akan

dibahas pada bab tersendiri, pada bab ini hanya akan dibahas tentang penatalaksanaan secara

operatif saja yang terbagi dalam prostatektomi terbuka dan prostatektomi endourologi.

1. Prostatektomi terbuka

a. Retropubic infravesica (Terence Millin)

Keuntungan :

- Tidak ada indikasi absolut, baik untuk adenoma yang besar pada subservikal

- Mortaliti rate rendah

22

Page 23: Case bedah.doc

- Langsung melihat fossa prostat

- Dapat untuk memperbaiki segala jenis obstruksi leher buli

- Perdarahan lebih mudah dirawat

- Tanpa membuka vesika sehingga pemasangan kateter tidak perlu selama bila

membuka vesika

Kerugian :

- Dapat memotong pleksus santorini

- Mudah berdarah

- Dapat terjadi osteitis pubis

- Tidak bisa untuk BPH dengan penyulit intravesikal

- Tidak dapat dipakai kalau diperlukan tindakan lain yang harus dikerjakan dari

dalam vesika

Komplikasi :

- Perdarahan

- Infeksi

- Osteitis pubis

- Trombosis

b. Suprapubic Transvesica/TVP (Freeyer)

Keuntungan :

- Baik untuk kelenjar besar

- Banyak dikerjakan untuk semua jenis pembesaran prostat

- Operasi banyak dipergunakan pada hiperplasia prostat dengan penyulit :

1. Batu buli

2. Batu ureter distal

3. Divertikel

4. Uretrokel

5. Adanya sistsostomi

6. Retropubik sulit karena kelainan os pubis

- Kerusakan spingter eksterna minimal

Kerugian :

- Memerlukan pemakain kateter lebih lama sampai luka pada dinding vesica

sembuh

- Sulit pada orang gemuk

- Sulit untuk kontrol perdarahan

23

Page 24: Case bedah.doc

- Merusak mukosa kulit

- Mortality rate 1 -5 %

Komplikasi :

- Striktura post operasi (uretra anterior 2 – 5 %, bladder neck stenosis 4%)

- Inkontinensia (<1%)

- Perdarahan

- Epididimo orchitis

- Recurent (10 – 20%)

- Carcinoma

- Ejakulasi retrograde

- Impotensi

- Fimosis

- Deep venous trombosis

c. Transperineal

Keuntungan :

- Dapat langssung pada fossa prostat

- Pembuluh darah tampak lebih jelas

- Mudah untuk pinggul sempit

- Langsung biopsi untuk karsinoma

Kerugian :

- Impotensi

- Inkontinensia

- Bisa terkena rektum

- Perdarahan hebat

- Merusak diagframa urogenital

2 Prostatektomi Endourologi

a. Trans urethral resection (TUR)

Yaitu reseksi endoskopik malalui uretra. Jaringan yang direseksi hampir

seluruhnya terdiri dari jaringan kelenjar sentralis. Jaringan perifer ditinggalkan

bersama kapsulnya. Metode ini cukup aman, efektif dan berhasil guna, bisa terjadi

ejakulasi retrograd dan pada sebagaian kecil dapat mengalami impotensi. Hasil

terbaik diperoleh pasien yang sungguh membutuhkan tindakan bedah. Untuk

keperluan tersebut, evaluasi urodinamik sangat berguna untuk membedakan

24

Page 25: Case bedah.doc

pasien dengan obstruksi dari pasien non-obstruksi. Evaluasi ini berperan selektif

dalam penentuan perlu tidaknya dilakukan TUR. Suatu penelitian menyebutkan

bahwa hasil obyektif TUR meningkat dari 72% menjadi 88% dengan

mengikutsertakan evaluasi urodinamik pada penilaian pra-bedah dari 152 pasien.

Mortalitas TUR sekitar 1% dan morbiditas sekitar 8%.

Saat ini tindakan TUR P merupakan tindakan operasi paling banyak dikerjakan di

seluruh dunia. Reseksi kelenjar prostat dilakukan trans-uretra dengan

mempergunakan cairan irigan (pembilas) agar supaya daerah yang akan direseksi

tetap terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan yang dipergunakan adalah

berupa larutan non ionik, yang dimaksudkan agar tidak terjadi hantaran listrik

pada saat operasi. Cairan yang sering dipakai dan harganya cukup murah adalah

H2O steril (aquades).

Salah satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga cairan

ini dapat masuk ke sirkulasi sistemik melalui pembuluh darah vena yang terbuka

pada saat reseksi. Kelebihan air dapat menyebabkan terjadinya hiponatremia

relatif atau gejala intoksikasi air atau dikenal dengan sindroma TUR P. Sindroma

ini ditandai dengan pasien yang mulai gelisah, kesadaran somnolen, tekanan darah

meningkat, dan terdapat bradikardi.

Jika tidak segera diatasi, pasien akan mengalami edema otak yang akhirnya jatuh

dalam keadaan koma dan meninggal. Angka mortalitas sindroma TUR P ini

adalah sebesar 0,99%. Karena itu untuk mengurangi timbulnya sindroma TUR P

dipakai cairan non ionik yang lain tetapi harganya lebih mahal daripada aquades,

antara lain adalah cairan glisin , membatasi jangka waktu operasi tidak melebihi 1

jam, dan memasang sistostomi suprapubik untuk mengurangi tekanan air pada

buli-buli selama reseksi prostat.

Keuntungan :

- Luka incisi tidak ada

- Lama perawatan lebih pendek

- Morbiditas dan mortalitas rendah

- Prostat fibrous mudah diangkat

- Perdarahan mudah dilihat dan dikontrol

Kerugian :

- Tehnik sulit

- Resiko merusak uretra

25

Page 26: Case bedah.doc

- Intoksikasi cairan

- Trauma spingter eksterna dan trigonum

- Tidak dianjurkan untuk BPH yang besar

- Alat mahal

- Ketrampilan khusus

b. Trans Urethral Incision of Prostate (TUIP)

Metode ini di indikasikan untuk pasien dengan gejala obstruktif, tetapi ukuran

prostatnya mendekati normal. Pada hiperplasia prostat yang tidak begitu besar dan

pada pasien yang umurnya masih muda umumnya dilakukan metode tersebut atau

incisi leher buli-buli atau bladder neck incision (BNI) pada jam 5 dan 7. Terapi ini

juga dilakukan secara endoskopik yaitu dengan menyayat memakai alat seperti

yangg dipakai pada TUR P tetapi memakai alat pemotong yang menyerupai alat

penggaruk, sayatan dimulai dari dekat muara ureter sampai dekat ke

verumontanum dan harus cukup dalam sampai tampak kapsul prostat. Kelebihan

dari metode ini adalah lebih cepat daripada TUR dan menurunnya kejadian

ejakulasi retrograde dibandingkan dengan cara TUR.

c. Pembedahan dengan laser (Laser prostatectomy)

Oleh karena cara operatif (operasi terbuka atau TUR P) untuk mengangkat prostat

yang membesar merupakan operasi yang berdarah, sedang pengobatan dengan

TUMT dan TURF belum dapat memberikan hasil yang sebaik dengan operasi

maka dicoba cara operasi yang dapat dilakukan hampir tanpa perdarahan.

Penggunaan laser untuk operasi prostat pertamakali diusulkan oleh Sander (1984).

Untuk mengobati ca prostat yang masih lokal dengan memakai Nd YAG

(Neodymium, Yttrium Aluminium Garnet) Solid state Nd YAG ini pertamakali

diperkenalkan tahun 1964 tapi baru tahun 1975 baru dicoba dibidang urologi

untuk mengablasi tumor buli superficial (Hoffstetter). Pc Phee menulis mengenai

penggunaan YAG laser untuk photo irradiasi segmental pada mukosa buli.

YAG laser ini mempunyai panjang gelombang yang cocok untuk pengobatan

prostat oleh karena mempunyai daya penetrasi yang cukup dalam. Mula-mula

laser untuk prostat ini hanya dipakai untuk pengobatan tambahan setelah TUR P

pada ca prostat, yang biasanya diberikan 3 minggu setelah TUR P (Shanberg

1985, Mc Nicholas 1990).

Kemudian Shenberg mengajukan pemakaian Nd YAG ini untuk melaser prostat

pada penderita yang tidak dapat mentoleransi perdarahan apabila dilakukan TUR.

26

Page 27: Case bedah.doc

Roth dan Aretz (1991) menjadi pelopor penggunaan laser Transuretral Ultrasound

Guided Laser Induced Prostatectomy (TULIP), yang dibimbing dengan

pemakaian USG untuk dapat menembak prostat yang disempurnakan dengan

menggunakan alat pembelok (deflektor) sinar laser dengan sudut 90 derajat

sehingga sinar laser dapat diarahkan ke arah kelenjar prostat yang membesar.

Nd YAG mempunyai panjang gelombang 1064 nm sehingga gelombang ini tidak

banyak diserap oleh air seperti laser CO2 dan mempunyai sifat divergensi tetapi

masih mempunyai daya penetrasi yang cukup dalam. Apabila laser Nd YAG ini

mengenai jaringan prostat energinya akan berubah menjadi energi termal yang

dapat menguapkan jaringan dengan Nd YAG tanpa kontak dengan jaringan

mempunyai efek laser maksimal pada kedalaman 3mm dibawa mukosa dan efek

termal dapat mencapai 100C sehingga pada kekuatan 40 – 60 watts akan

menyebabkan koagulasi pada kedalaman 3mm sehingga akan terjadi letusan kecil

yang disebut “pop corn effect”. Nd YAG ini aman untuk pengobatan prostat oleh

karena pembuluh darah yang agak besar dan pembuluh darah pada kapsul prostat

akan menjadi penahan panas (heat sink) sehingga tidak akan terjadi penjalaran

panas keluar dari prostat.

Tahun 1989 Johnson menemukan alat pembelok Nd YAG sehingga sinar laser

tersebut dapat dibelokkan 90 dengan menggunakan pembelok dari emas yang

ditempelkan diujung serat laser, sehingga sinar laser dapat diarahkan ke jaringan

prostat dari dalam uretra. Dengan alat pembelok ini 92% dari energi laser masih

dapat mencapai jaringan preostat. Costello (1992) mempelopori penggunaan laser

ini utnuk ablasi pembesaran prostat jinak menggunakan laser yang dibelokkan 90

melalui sistoskopi.

Waktu yang diperlukan untuk melaser prostat biasanya sekitar 2-4 menit untuk

masing-masing lobus prostat (lobus lateralis kanan, kiri dan medius). Pada waktu

ablasi akan ditemukan pop corn effect sehingga tampak melalui sistoskop terjadi

ablasi pada permukaan prostat, sehingga uretra pars prostatika akan segera akan

menjadi lebih lebar, yang kemudian masih akan diikuti efek ablasi ikutan yang

kan menyebabkan “laser nekrosis” lebih dalam setelah 4-24 minggu sehingga

hasil akhir nanti akan terjadi rongga didalam prostat menyerupai rongga yang

terjadi sehabis TUR.

Keuntungan bedah laser ialah :

27

Page 28: Case bedah.doc

1. Tidak menyebabkan perdarahan sehingga tidak mungkin terjadi retensi akibat

bekuan darah dan tidak memerlukan transfusi

2. Teknik lebih sederhana

3. Waktu operasi lebih cepat

4. Lama tinggal di rumah sakit lebih singkat

5. Tidak memerlukan terapi antikoagulan

6. Resiko impotensi tidak ada

7. Resiko ejakulasi retrograd minimal

Kerugian :

Penggunaan laser ini masih memerlukan anestesi (regional) 1-3,7,8,11

TERAPI KONSERVATIF NON OPERATIF

Sampai dengan tahun 1980-an kasus-kasus BPH selalu diatasi dengan operasi.

Didorong oleh faktor biaya dan morbiditas post operatif yang tidak nyaman maka terus dicari

pendekatan yang lebih aman, nyaman dan bahkan lebih ekonomis. Di dalam penatalaksanaan

terapi hiperplasia prostat ini terdapat istilah terapi konservatif yang merupakan terapi non

operatif. Untuk penderita yang oleh karena keadaan umumnya tidak memungkinkan

dilakukan operasi dapat diusahakan pengobatan konservatif.3,9

Terapi konservatif ini masih terbagi lagi ke dalam berbagai kelompok, yaitu :

1. Observasi (Watchful waiting)

Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalani tindakan medik. Kadang-

kadang mereka yang mengeluh pada saluran kemih bagian bawah (LUTS) ringan

dapat sembuh sendiri dengan observasi ketat tanpa mendapatkan terapi apapun. Tetapi

diantara mereka akhirnya ada yang membutuhkan terapi medikamentosa atau

tindakan medik yang lain karena keluhannya semakin parah.11

2. Medikamentosa

a. Penghambat adrenergik

Seperti kita ketahui persyarafan trigonum leher vesika, otot polos prostat dan

kapsul prostat terutama oleh serabut-serabut saraf simpatis, terutama mengandung

reseptor alpha, jadi dengan pemberian obat golongan alpha adrenergik bloker,

terutama alpha 1 adrenergik bloker maka tonus leher vesika, otot polos prostat dan

kapsul prostat akan berkurang, sehingga sehingga menghasilkan peningkatan laju

pancaran urin dan memperbaiki gejala miksi. Bila serangan prostatismus

28

Page 29: Case bedah.doc

memuncak menjurus kepada retensio urin ini adalah pertanda bahwa tonus otot

polos prostat meningkat atau berkontraksi sehingga pemberian obat ini adalah

sangat rasional. Episode serangan biasanya cepat teratasi.

Contoh obatnya adalah Phenoxy benzanmine (Dibenyline) dosis 2x10 mg/hari.

Sekarang telah tersedia obat yang lebih selektif untuk alpha 1 adrenergik bloker

yaitu Prazosine, dosisnya adalah 1-5 mg/hari, obat lain selain itu adalah Terazosin

dosis 1 mg/hari, Tamzulosin dan Doxazosin. Pengobatan dengan penghambat

alpha ini pertama kali dilakukan oleh Caine dan kawan-kawan yang dilaporkan

pada tahun 1976. Dengan pengobatan secara ini ditemukan perbaikan sekitar 30-

70% pada symptom skore dan kira-kira 50% pada flow rate. Tetapi kelompok obat

ini tidak dapat digunakan berkepanjangan karena efek samping obat ini berupa

hipotensi ortostatik, palpitasi, astenia vertigo dan lain-lain yang sangat

mengganggu kualitas hidup kecuali bagi penderita hipertensi.

Penelitian terakhir di Amerika Serikat menyebutkan bahwa Doxazosin terbukti

efektif dalam pengobatan hiperplasia prostat jangka panjang pada pasien

hipertensi dan normotensi. Prazosine diketahui lebih selektif sebagai alpha 1

adrenergik bloker, sedang phenoxy benzanmine meskipun lebih kuat tetapi tidak

selektif untuk reseptor alpha 1 dan alpha 2, dan sekarang ditakutkan phenoxy

benzanmine bersifat karsinogenik. Jadi kelompok obat penghambat

adrenoreseptor alpha ini hanya dapat digunakan untuk jangka pendek dan akan

lebih fungsional pada terapi tahap awal, obat ini mempunyai efek positif segera

terhadap keluhan, tetapi tidak mempengaruhi proses hiperplasia prostat

sedikitpun. Bila respon dari pengobatan ini baik maka ini merupakan indikator

untuk masuk kedalam tahap perawatan “Watch and wait”.2,3,5-9

b. Fitoterapi

Kelompok kemoterapi pada umumnya telah mempunyai informasi farmakokinetik

dan farmakodinamik terstandar secara konvensional dan universal. Kelompok

obat ini juga disebut dengan “obat modern”. Tidak semua penyakit dapat diobati

secara tuntas dengan kemoterapi ini. Banyak penyakit kronis, degeneratif,

gangguan metabolisme, dan penuaan yang belum ada obatnya seperti: kanker,

hepatitis, HIV, demensia, dll. Banyak pula yang belum bisa dituntaskan

pengobatannya. Termasuk ini adalah: BPH, DM, hipertensi, rematik, dll. Sehingga

diperlukan terapi komplementer atau alternatif. Kelompok terapi ini disebut

29

Page 30: Case bedah.doc

Fitoterapi. Disebut demikian karena berasal dari tumbuhan. Bahan aktifnya belum

diketahui dengan pasti, masih memerlukan penelitian yang panjang.

Namun secara empirik, manfaat sudah lama tercatat dan semakin diakui. Diantara

sekian banyak fitoterapi yang sudah masuk pasaran, diantaranya yang terkenal

adalah Serenoa repens atau Saw Palmetto dan Pumpkin seeds yang digunakan

untuk pengobatan BPH. Keduanya, terutama Serenoa repens semakin diterima

pemakaiannya dalam upaya pengendalian prosatisme BPH dalam kontek

“watchfull waiting strategy”. Di Jerman 90% kasus BPH di terapi dengan Serenoa

repens tunggal atau kombinasi, dan di negara-negara Eropa dan Amerika

pemakaiannya terus meningkat dengan cepat.

a. Saw Palmetto Berry (SPB) yang disebut juga Serenoa repens adalah suatu obat

tradisional Indian. Catatan empiriknya tentang manfaat tumbuhan ini untuk

gangguan urologis sudah ada sejak tahun 1900. Isu back to nature memberikan

iklim yang kondusif bagi pemakaian obat ini.

Bukti-bukti empirik lapangan dan empirik uji klinik semakin banyak mencatat

efektifitas dan keamanannya. Dalam Current Medical Diagnosis and

Treatment (2001) dinyatakan bahwa Saw Palmetto Berry (SPB) ini didalam 18

RCT (Randomized Clinical Trial) dengan 2939 subyek adalah superior

terhadap placebo dan efektifitasnya sama dengan finasteride. Efek samping

obat berupa disfungsi ereksi = 1,1% sedangkan finasteride = 4,9%. Dalam

Life Extension Update dimuat, dari sebanyak 32 publikasi studi terdapat

catatan bahwa extract dari SPB ini secara signifikan menunjukan perbaikan

klinis dalam hal :

a) Frekuensi nokturia berkurang

b) Aliran kencing bertambah lancar

c) Volume residu dikandung kencing berkurang

d) Gejala kurang enak dalam mekanisme urinoir berkurang

Mekanisme kerja obat ini belum dapat dipastikan tetapi diduga kuat ia :

a) Menghambat aktifitas enzim 5 alpha reduktase dan memblokir reseptor

androgen

b) Bersifat anti inflamasi dan anti udem dengan cara menghambat

aktifitas enzim cycloxygenase dan 5 lipoxygenase.

b. Pumpkin seeds (Cucurbitae peponis semen)

30

Page 31: Case bedah.doc

Testimoni empirik tradisional bahan ini telah digunakan di Jerman dan Austria

sejak abad 16 untuk gangguan “urinoir” dan belakangan ini ekstraknya dipakai

untuk mengatasi gejala yang berhubungan dengan BPH didalam konteks

farmakoterapi maupun uji klinis kombinasi dengan ekstraks serenoa repens.

Penelitian di Jerman melakukan studi terhadap preparat yang mengandung

komponen utama beta-sitosterol dengan sedikit campuran campesterot dan

stigmasterol untuk mengobati hiperplasia prostat. Hasilnya, terjadi perbaikan

seperti halnya terapi menggunakan penghambat reseptor alpha dan 5-alpha

reduktase, tetapi dengan efek samping yang lebih minimal. Walaupun

mekanisme kerja dari preparat campuran fitosterol ini belum dapat dibuktikan,

penelitian terus dikembangkan untuk keperluan di masa depan.9,10

c. Hormonal

Pada tingkat supra hypofisis dengan obat-obat LH-RH (super) agonist yaitu

obat yang menjadi kompetitor LH-RH mempunyai afinitas yang lebih besar

dengan reseptor bagi LH-RH, sehingga obat ini akan “menghabiskan” reseptor

dengan membentuk LH-RH super agonist reseptor kompleks. Sehingga mula-

mula oleh karena banyaknya LH-RH super agonist yang menangkap reseptor,

pada permulaan justru akan terjadi kenaikan produksi LH oleh hypofisis.

Tetapi setelah reseptor “habis”maka LH-RH tidak dapat lagi mencari

reseptor , maka LH akan menurun. Contoh obat adalah Buserelin, dengan

dosis minggu I 3dd 500 g s.c. (7 hari) dan minggu II intra nasal spray 200

g, 3 kali sehari.

Pemberian obat-obat anti androgen yang dapat mulai pada tingkat hipofisis

misalnya dengan pemberian Gn-RH analogue sehingga menekan produksi LH,

yang menyebabkan produksi testosteron oleh sel leydig berkurang. Cara ini

tentu saja menyebabkan penurunan libido oleh karena penurunan kadar

testosteron darah.

Pada tingkat infra hipofisis pemberian estrogen dapat memberikan umpan

balik dengan menekan produksi FSH dan LH, sehingga produksi testosteron

juga menurun. Contoh preparatnya ialah Diaethyl Stilbestrol (DES) dosis satu

kali 1-5 mg sehari.

Pada tingkat testikular, orchiectomi untuk pengobatan pembesaran prostat

jinak hanya dikenal pada sejarah, sekarang cara pengobatan ini untuk

hiperplasia prostat telah ditinggalkan. Untuk karsinoma prostat tentu saja

31

Page 32: Case bedah.doc

orchiectomi masih dikerjakan oleh karena pertimbangan kemungkinan

penyebaran ca prostat dan juga biasanya penderita telah tua.

Pada tingkat yang lebih rendah dapat pula diberikan obat anti androgen yang

mekanisme kerjanya mencegah hidrolise testosteron menjadi DHT dengan

cara menghambat 5 alpha reduktase, suatu enzim yang diperlukan untuk

mengubah testosteron menjadi dehidrotestosteron (DHT), suatu hormon

androgen yang mempengaruhi pertumbuhan kelenjar prostat, sehingga jumlah

DHT berkurang tetapi jumlah testosteron tidak berkurang, sehingga libido juga

tidak menurun. Penurunan kadar zat aktif dehidrotestosteron ini menyebabkan

mengecilnya ukuran prostat. Contoh obat tersebut ialah Finesteride, Proscar

dengan dosis 5 mg/hari dalam jangka waktu lebih dari 3 bulan, Finasteride

mengurangi volume prostat sampai 30%. Penelitian lain di Kanada

menyatakan bahwa Finasteride mengurangi volume prostat pada 613 pria

dengan angka rata-rata 21%, mengurangi gejala dan memperbaiki laju

pancaran urin sampai 12%. Obat ini mempunyai toleransi baik dan tidak

mempunyai efek samping yang bermakna.

Obat anti androgen lain yang juga bekerja pada tingkat prostat ialah obat yang

mempunyai mekanisme kerja sebagai inhibitor kompetitif terhadap reseptor

DHT sehingga DHT tidak dapat membentuk kompleks DHT-Reseptor. Contoh

obatnya ialah : Cyproterone acetate 100 mg 2 kali/hari, Flutamide,

medrogestone 15 mg2 kali/hari dan Anandron. Obat ini juga tidak

menurunkan kadar testosteron pada darah, sehingga libido tidak menurun.

Golongan gestagen dan ketokonazole, obat-obat ini mempunyai khasiat :

mengurangi enzim dehidrogenase dan isomerase yang berguna untuk

metabolisme steroid, menekan LH dan FSH, menjadi saingan testosteron

untuk 5 alpha reduktase sehingga DHT tidak terbentuk. Contoh obatnya

adalah Megestrol acetat 160 mg empat kali sehari dan MPA 300-500 mg/hari.

Kesulitan pengobatan konservatif ini adalah menentukan berapa lama obat

harus diberikan dan efek samping dari obat.2,3,7,8

3. Invasif Minimal

a. Trans Urethral Microwave Thermotherapy (TUMT)

Cara memanaskan prostat sampai 44,5C – 47C ini mulai diperkenalkan dalam

tiga tahun terakhir ini. Dikatakan dengan memanaskan kelenjar periuretral yang

membesar ini dengan gelombang mikro (microwave) yaitu dengan gelombang

32

Page 33: Case bedah.doc

ultarasonik atau gelombang radio kapasitif akan terjadi vakuolisasi dan nekrosis

jaringan prostat, selain itu juga akan menurunkan tonus otot polos dan kapsul

prostat sehingga tekanan uretra menurun sehingga obstruksi berkurang. Prinsip

cara ini ialah memasang kateter semacam Foley dimana proximal dari balon

dipasang antene pemanas yang baru dipanaskan dengan gelombang mikro

melalui kabel kecil yang berada didalam kateter. Pemanasan dilakukan antara 1-

3 jam. Dengan cara pengobatan ini dengan mempergunakan alat THERMEX II

diperoleh hasil perbaikan kira-kira 70-80% pada symptom obyektif dan kira-kira

50-60% perbaikan pada flow rate maksimal. Mekanisme yang pasti mengenai

efek pemanasan prostat ini belum semuanya jelas, salah satu teori yang masih

harus dibuktikan ialah bahwa dengan pemanasan akan terjadi perusakan pada

reseptor alpha yang berada pada leher vesika dan prostat.

Di Jakarta telah tersedia dua macam alat yaitu Prostatron yang menggunakan

gelombang mikro dan dipanaskan selama satu jam. Cara ini disebut dengan

Trans Urethral Microwave Treatment (TUMT). Sedangkan alat yang lain

menggunakan radio capacitive frequency yang dapat memanaskan prostat

sampai 44,5C - 47C selama 3 jam (TURF). Pengobatan di RS. Pondok Indah

pada 112 kasus yang diobati dengan cara ini didapatkan hasil : perbaikan

“symptom score” pada 79 penderita (75%) dan perbaikan pada sisa kencing

pada 62 penderita (60%) tetapi perbaikan pada maximal flow rate hanya

ditemukan pada 55 penderita (50%).

Cara pengobatan hypertermia ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut

mengenai cara kerja dasar klinikal, efektifitasnya serta side efek yang mungkin

timbul.

Cara kerja TUMT ialah antene yang berada pada kateter dapat memancarkan

microwave kedalam jaringan prostat. Oleh karena temperatur pada antene akan

tinggi maka perlu dilengkapi dengan surface costing agar tidak merusak mucosa

ureter. Dengan proses pendindingan ini memang mucosa tidak rusak tetapi

penetrasi juga berkurang.

Cara TURF (trans Uretral Radio Capacitive Frequency) memancarkan

gelombang “radio frequency” yang panjang gelombangnya lebih besar daripada

tebalnya prostat juga arah dari gelombang radio frequency dapat diarahkan oleh

elektrode yang ditempel diluar (pada pangkal paha) sehingga efek panasnya

dapat menetrasi sampai lapisan yang dalam. Keuntungan lain oleh karena kateter

33

Page 34: Case bedah.doc

yang ada alat pemanasnya mempunyai lumen sehingga pemanasan bisa lebih

lama, dan selama pemanasan urine tetap dapat mengalir keluar.2,7,11

b. Trans Urethral Ballon Dilatation (TUBD)

Dilatasi uretra pars prostatika dengan balon ini mula-mula dikerjakan dengan jalan

melakukan commisurotomi prostat pada jam 12.00 dengan jalan melalui operasi

terbuka (transvesikal). Pertama kali dikerjakan oleh Hollingworth 1910 dan Franck

1930. Kemudian Deisting 1956 melakukan dengan dilator transuretral. Tetapi

sebenarnya pelopor penggunaan balon adalah H.Joachus Burhenne yang mula-mula

mencoba pada anjing dan cadaver, akhirnya dicoba di klinik.

Castaneda bersama-sama Reddy dan Hulbert kemudian menyempurnakan tehnik

Burhenne tersebut. Konsep dilatasi dengan balon ini ialah mengusahakan agar

uretra pars prostatika menjadi lebar melalui mekanisme:

1. Prostat di tekan menjadi dehidrasi sehingga lumen uretra melebar

2. Kapsul prostat diregangkan

3. Tonus otot polos prostat dihilangkan dengan penekanan tersebut

4. Reseptor alpha adrenergic pada leher vesika dan uretra pars prostatika dirusak

Prosedur ini meskipun bisa dilakukan dengan anestesi topikal, sebaiknya dilakukan

dengan narkose. Balon mempunyai diameter 30 mm kemudian dengan alat

dikembangkan sampai 4 atm yang sama dengan 58,8 psi atau 3040 mmHg dan

kaliber uretra menjadi 30 mm atau 90 F. Kemudian setelah balon dikempeskan

kembali kateter dilepaskan dengan menggunakan guide wire dan kateter dilepas

memutar kebalikan dari arah jarum jam sementara dapat dipasang cystostomi

dengan trocard. TUBD ini biasanya memberikan perbaikan yang bersifat

sementara.2,7,8

c.Trans Urethral Needle Ablation (TUNA)

Yaitu dengan menggunakan gelombang radio frekuensi tinggi untuk menghasilkan

ablasi termal pada prostat. Cara ini mempunyai prospek yang baik guna mencapai

tujuan untuk menghasilkan prosedur dengan perdarahan minimal, tidak invasif dan

mekanisme ejakulasi dapat dipertahankan.2,7,12

d. Stent Urethra

Pada hakekatnya cara ini sama dengan memasang kateter uretra, hanya saja kateter

tersebut dipasang pada uretra pars prostatika. Bentuk stent ada yang spiral dibuat

dari logam bercampur emas yang dipasang diujung kateter (Prostacath). Stents ini

digunakan sebagai protesis indwelling permanen yang ditempatkan dengan bantuan

34

Page 35: Case bedah.doc

endoskopi atau bimbingan pencitraan. Untuk memasangnya, panjang uretra pars

prostatika diukur dengan USG dan kemudian dipilih alat yang panjangnya sesuai,

lalu alat tersebut dimasukkan dengan kateter pendorong dan bila letak sudah benar

di uretra pars prostatika maka spiral tersebut dapat dilepas dari kateter pendorong.

Pemasangan stent ini merupakan cara mengatasi obstruksi infravesikal yang juga

kurang invasif, yang merupakan alternatif sementara apabila kondisi penderita

belum memungkinkan untuk mendapatkan terapi yang lebih invasif. Akhir-akhir ini

dikembangkan juga stent yang dapat dipertahankan lebih lama, misalnya Porges

Urospiral (Parker dkk.) atau Wallstent (Nording, A.L. Paulsen).

Bentuk lain ialah adanya mesh dari logam yang juga dipasang di uretra pars

prostatika dengan kateter pendorong dan kemudian didilatasi dengan balon sampai

mesh logam tersebut melekat pada dinding uretra.2,7,8,11

35

Page 36: Case bedah.doc

BAB IV

KESIMPULAN

1. Benign Prostate Hypertrofia sebenarnya merupakan suatu hiperplasia kelenjar periuretral.

2. Hiperplasia prostat mempunyai angka kejadian yang bermakna pada populasi pria lanjut

usia.

3. Etiologi dari hiperplasia prostat hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti,

beberapa teori menyebutkan hal ini berkaitan dengan meningkatnya kadar DHT dan

karena proses aging (menjadi tua).

4. Hiperplasia prostat menyebabkan gejala obstruksi dan iritasi saluran kemih.

5. Tanda-tanda obyektif hiperplasia prostat adalah pembesaran prostat, pengurangan laju

pancaran urin, dan volume residu urin yang besar.

6. Derajat beratnya obstruksi pada hiperplasia prostat tidak bergantung pada ukuran besar

prostat melainkan ditentukan oleh volume residu urin dan laju pancaran urin waktu miksi.

7. Guna menentukan derajat pembesaran prostat dapat dilakukan dengan beberapa cara ,

seperti rektal grading, berdasarkan jumlah residual urin, intra vesikal grading dan

berdasarkan pembesaran kedua lobus lateralis yang terlihat pada uretroskopi.

8. Derajat berat gejala klinik hiperplasia prostat dibagi menjadi empat gradasi berdasarkan

penemuan pada pemeriksaan colok dubur dan sisa volume urin yang digunakan untuk

menentukan cara penanganan atau penatalaksanaannya.

9. Klasifikasi lain untuk menentukan berat gangguan miksi yaitu dengan menggunakan skor

WHO PSS, dimana skor dibawah 15 dianjurkan untuk terapi non bedah atau terapi

konservatif, sedangkan skor 25 lebih atau bila timbul obstruksi dianjurkan terapi bedah.

10. Penatalaksanaan terapi pada hiperplasia prostat dapat dibagi menjadi empat macam,

yaitu :

a. Observasi (Watchful waiting)

b. Medikamentosa

c. Operatif

d. Invasif minimal

36

Page 37: Case bedah.doc

11. Tindakan bedah baik itu prostatektomi terbuka maupun prostatektomi endourologi masih

merupakan terapi utama untuk hiperplasia prostat (>90%) meskipun akhir-akhir ini

dikembangkan beberapa terapi non-bedah yang kurang invasif.

12. Trans Urethral Resection (TUR) masih merupakan prosrdur bedah yang lebih disukai

untuk penanganan hiperplasia prostat.

13. Yang termasuk di dalam terapi konservatif non operatif yaitu :

a. Observasi (Watchful waiting)

b. Medikamentosa

- Penghambat adrenergik alpha

- Fitoterapi

- Hormonal

c. Invasif minimal

- Trans Urethral Microwave Thermotherapy (TUMT)

- Trans Urethral Ballon Dilatation (TUBD)

- Trans Urethral Needle Ablation (TUNA)

- Stent Urethra

14. Selain pada kelompok hiperplasia prostat derajat 1 dan mungkin juga pada derajat 2,

tindakan terapi konservatif non bedah ini dapat dilakukan jika keadaan umum penderita

tidak memungkinkan untuk dilakukan tindakan operasi.

15. Tujuan terapi pada pasien hiperplasia prostat adalah menghilangkan obstruksi pada leher

buli-buli.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi

revisi, Jakarta : EGC, 1997.

37

Page 38: Case bedah.doc

2. Tenggara T. Gambaran Klinis dan Penatalaksanaan Hipertrofi

Prostat, Majalah Kedokteran Indonesia volume: 48, Jakarta : IDI, 1998.

3. Reksoprodjo S. Prostat Hipertrofi, Kumpulan Kuliah Ilmu

Bedah cetakan pertama, Jakarta : Binarupa Aksara, 1995.

4. Sabiston, David C. Hipertrofi Prostat Benigna, Buku Ajar

Bedah bagian 2, Jakarta : EGC, 1994.

5. Katzung, Bertram G. Farmakologi Dasar dan Klinik edisi VI,

Jakarta : EGC, 1997.

6. Rahardja K, Tan Hoan Tjay. Obat - Obat Penting; Khasiat,

Penggunaan, dan Efek – Efek Sampingnya edisi V, Jakarta : Gramedia, 2002.

7. Rahardjo D. Pembesaran Prostat Jinak; Beberapa

Perkembangan Cara Pengobatan, Jakarta : Kuliah Staf Subbagian Urologi

Bagian Bedah FK UI R.S. Dr. Cipto Mangunkusumo, 1993.

8. Priyanto J.E. Benigna Prostat Hiperplasi, Semarang : Sub

Bagian Bedah Urologi FK UNDIP.

9. Nasution I. Pendekatan Farmakologis Pada Benign Prostatic

Hyperplasia (BPH), Semarang : Bagian Farmakologi dan Terapeutik FK

UNDIP.

10. Soebadi D.M. Fitoterapi Dalam Pengobatan BPH, Surabaya :

SMF/Lab. Urologi RSUD Dr. Soetomo-FK Universitas Airlangga, 2002.

11. Purnomo B.P. Buku Kuliah Dasar – Dasar Urologi, Jakarta :

CV.Sagung Seto, 2000.

12. Anonim. Kumpilan Kuliah Ilmu Bedah Khusus, Jakarta :

Aksara Medisina, 1997.

13. Hugh. A.F. Dudley. Hamilton Bailey’s Emergency Surgery 11 th

edition, Gadjah Mada University Press, 1992.

38