bphtb

23
15 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah pemungutan pajak selalau mengalami perubahan dar masa ke masa sesuia dengan perkembangan masyarakat dan negara baik dibidang kenegaraan maupun diruang sosial dan ekonomi. Pada mulanya pajak belum merupakan suatu pungutan, tetapi hanya merupakan pemberian sukarela oleh rakyat kepada taja dalam memelihara kepentingan negara, seperti dalam menjaga kemanan negara, menyediakan jalan umum, membayar gaji peagwai dan infrastruktur ataupun kepentingan sosial lainnya. Bagi penduduk yang tidak melakukan penyetoran dalam bentuk natura, maka ia diwajibkan melakukan pekerjaan-pekerjaan demi kepentingan umum untuk beberapa hari lamanya dalam satu tahun. Orang-orang yang memiliki status sosial yang tinggi termasuk orsang-orang yang kaya, dapat membebaskan diri dari melakukan pekerjaan untuk kepentingan umum tadi, yaitu dengan cara membayar uang ganti rugi. Prosentase pembayaran ganti rugi tersesebut dapat ditentukan sesuai dengan jumlah uang yang diperlukan untuk mebayar orang lain yang menggantikan melakukan pekerjaan tersebut yang seharusnya dilakukan sendiri oleh orang kaya yang memiliki status sosial yang yang tinggi dan orang kaya tadi. 1 1 Rochmat Soemitro, 1977, Dasar-Dasar Hukum Pajak Dan Pajak Pendapatan 1944, Jakarta : PT Eresco

Upload: vusfythaarieyanni

Post on 21-Jul-2016

14 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BPHTB

15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejarah pemungutan pajak selalau mengalami perubahan dar masa ke masa

sesuia dengan perkembangan masyarakat dan negara baik dibidang kenegaraan maupun

diruang sosial dan ekonomi. Pada mulanya pajak belum merupakan suatu pungutan,

tetapi hanya merupakan pemberian sukarela oleh rakyat kepada taja dalam memelihara

kepentingan negara, seperti dalam menjaga kemanan negara, menyediakan jalan umum,

membayar gaji peagwai dan infrastruktur ataupun kepentingan sosial lainnya. Bagi

penduduk yang tidak melakukan penyetoran dalam bentuk natura, maka ia diwajibkan

melakukan pekerjaan-pekerjaan demi kepentingan umum untuk beberapa hari lamanya

dalam satu tahun. Orang-orang yang memiliki status sosial yang tinggi termasuk

orsang-orang yang kaya, dapat membebaskan diri dari melakukan pekerjaan untuk

kepentingan umum tadi, yaitu dengan cara membayar uang ganti rugi. Prosentase

pembayaran ganti rugi tersesebut dapat ditentukan sesuai dengan jumlah uang yang

diperlukan untuk mebayar orang lain yang menggantikan melakukan pekerjaan tersebut

yang seharusnya dilakukan sendiri oleh orang kaya yang memiliki status sosial yang

yang tinggi dan orang kaya tadi.1

Setelah terbentukya negara-negara nasional dan tercapainya pemisahan antara

rumah tangga negara dan rumah tangga pribadi, pajak mendapat tempat yang lebh

mantap diantara berbagai pendapatan negara. Dengan bertambah luasnya tugas-tugas

negara, maka dengan sendirinya negara memerlukan biaya yang cukup besar untun

memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial masyarakatnya. Sehubungan dengan itu maka

pembayaran pajak yang apda awalnya bersifat sukarela berubah menjadi suatu

pembayaran yang ditetapkan secara sepihak leh negara oleh negara dalam bentuk yang

ditetapkan oleh undang-undang.

Pajak merupakan iuran rakyat yang masuk kepada kas negara berdasarkan

undang-undang sehingga dalam penerapan pemungutannya dapat dipaksakan dengan

tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan 1 Rochmat Soemitro, 1977, Dasar-Dasar Hukum Pajak Dan Pajak Pendapatan 1944, Jakarta : PT Eresco

Page 2: BPHTB

15

norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif

untuk mencapai kesejahteraan umum. Pajak tersebut dimanfaatkan oleh pemerintah

dalam rangka penyelengaraan negara demi kepentingan umum.

Pembangunan selalu menjadi agenda utama program dari pemerintah daerah

demi mencapai perkembangan daerah. Namun untuk mencapai pembangunan tersebut

dibutuhkan biaya yang tidak sedikit. Untuk pembangunan daerah tidak semua

pembiayaan diberikan kepada daerah. Sehingga daerah harus mencari sumber lain yang

tidak menyalahi ketentuan dalam perundang-undangan yang berlaku. Sumber lain yang

menjadi sumber pendapatan daerah antara lain pajak daerah, retribusi daerah, hasil

perusahaan daerah, dan sumber pendapatan lainya. Usaha yang lain yang ditempuh oleh

pemerintah daerah untuk mengatur pendapatan daerah untuk menjalankan pembangunan

daerah adalah membenahi kebijakan fiskal dan moneter daerah. Kebijakan fiskal

ditempuh oleh pemerintah untuk mencapai pertumbuhan dan juga sebagai langkah

untuk menstabilkan perekonomian. Hal ini dapat terwujud apabila peraturan dan

kebijakan fiskal disusun sesuai kebutuhan masing-masing. Tanpa mengesampingkan

asas-asas yang berlaku dalam pemungutan penerimaan negara yang salah satunya

adalah Pajak.

Pajak daerah yang ditangani oleh pemerintah daerah propinsi terdiri atas pajak

kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan bermotor, pajak bahan bakar kendaraan

bermotor dan kendaraan di atas air, pajak atas pemanfaatan air bawah tanah dan air

permukaan, yang ditangani oleh pemerintah daerah kabupaten/kota terdiri dari pajak

hotel, restoran, hiburan, reklame, penerangan jalan dan pajak parkir, sedangkan yang

termasuk pajak pusat adalah pajak bumi dan bangunan dan bea perolehan hak atas tanah

dan bangunan. Lahirnya otonomi daerah merupakan salah satu pemicu perkembangan

dalam perolehan hak atas tanah dan pembangunan. Berawal dari Undang-Undang No.

22 Tahun 1999, Tentang Pemerintahan Daerah hingga lahirnya Undang-Undang No. 32

Tahun 2004, Tentang Pemerintahan Daerah. Menciptakan perubahan sistem dari

sentralisasi menjadi desentralisasi.

Page 3: BPHTB

15

Mengenai biaya perolehan hak atas tanah dan pembangunan atau yang disebut

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) merupakan salah satu jenis

pajak pusat yang dikenakan kepada setiap orang pribadi atau badan yang

mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan. Untuk memperoleh

pendapatan BPHTB seperti yang diharapkan, maka perlu merencanakan terlebih dahulu

Anggaran BPHTB sebagai pedoman pelaksanaan operasional yang digunakan dalam

jangka waktu tertentu yang akan datang. Bertujuan agar dapat dengan mudah

merealisasikan pemungutan BPHTB sesuai dengan yang diharapkan. Dengan demikian,

akan diketahui dengan jelas sisi perbedaan antara target yang dianggarkan dengan hasil

realisasi yang diperoleh dalam jangka waktu tertentu.2

Namun dalam mewujudkan pengembangan daerah melalui pembangunan daerah

tersebut. Saat ini lahir masalah yang menuntut pemerintah daerah untuk bertindak lebih

dalam mendapatkan pendapatan daerah yang lebih. Hal ini disebabkan bantuan

pemerintah pusat yang semakin kecil kepada pemerintah daerah. Maka dari itu perlu

dikaji lebih dalam mengenai factor-faktor yang menyebabkan alokasi dana yang

diberikan pemerintah tersebut menjadi semakin kecil. Serta dicari suatu cara yang

solutif atas permasalahan tersebut.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dijabakan diatas, tentu dapat tedapat bebrapa hal

yang perlu dibenahi. Maka dari itu, mengenai permasalahan tersebut dapat ditentukan

hal-hal yang bisa dijadikan sebagai rumusan masalah, yaitu :

1. Faktor apakah yang melatar belakangi bantuan pemerintah pusat ke daerah

menjadi semakin kecil ?

2 www,http///, Makalah Hukum Pajak : Kebijakan Biaya Perolehan Hak atas Tanah dan Pembangunan1 Agustus, 2011

Page 4: BPHTB

15

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian

Didalam Undang-undang No. 20 Tahun 2000  tentang Bea Perolehan Hak atas

Tanah dan Bangunan pasal 1 angka 1. “Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

(BPHTB) adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau

bangunan, yang selanjutnya disebut pajak.” Sedangkan “Perolehan hak atas tanah dan

atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan

diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan”

sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 angka 2 Undang-undang No. 20 Tahun 2000.

Mengenai hak atas tanah dan atau bangunan dalam Pasal 1 angka 2 Undang-undang No.

20 Tahun 2000 disebutkan “Hak atas tanah dan atau bangunan merupakan hak atas

tanah, termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan di atasnya, sebagaimana dimaksud

dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Agraria, Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, dan ketentuan

peraturan perundang-undangan lainnya.”3

Selanjutnya mengenai pengertian tentang pajak, terdapat beberapa pengertian

menurut ahli tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BBPHTB) atau

yang selanjutnya disebut sebagai pajak, yaitu :

Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro S.H.

Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat

dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat

ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.4 Definisi

tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan

kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan

surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk

membiayai public investment.

3 UU No. 20 Tahun 2000  tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan4 Rochmat Soemitro, Pengantar Singkat Hukum Pajak, Eresco, Bandung, 1992

Page 5: BPHTB

15

Menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja

“Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dpungut oleh penguasa

bedasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan

jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum”.5

Dengan mencantumkan istilah iuran wajib, ia mengharapkan terpenuhinya ciri,

bahwa pajak dipungut dengan bantuan dari dan kerjasama dengan Wajib Pajak,

sehingga perlu pula menghindari penggunaan istilah “paksaan”. Bilamana suatu

kewajiban dilaksanakan menurut Undang-undang, bila kewajiban tersebut tidak

dilaksanakan, maka Undang-undang menunjuk cara pelaksanaanya yang lain.

Penerimaan pendapatan negara salah satunya bersumber dari penerimaan pajak.

Dalam hal ini pajak BPHTB yang cukup besar jumlahnya dan sangat berpengaruh bagi

pembangunan di Indonesia. Salah satu pajak yang menjadi sumber utama dalam

pembangunan di Indonesia adalah Pajak pusat. Pajak pusat merupakan salah satu

sumber pendapatan negara yang dipungut oleh pemerintah yang dilakukan di daerah-

daerah untuk menunjang pembangunan dan belanja negara. Menurut Erly Suandi dalam

buku “Perpajakan”  menyebutkan bahwa “Pajak pusat adalah Pajak yang wewenang

pemungutannya ada pada pemerintaha pusat yang pelaksanaannya dilakukan oleh

departemen keuangan melalui Direktorat Jendral Pajak,. Pajak pusat diatur oleh

Undang-undang dan hasilnya akan masuk ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

(APBN). ”.6

Pajak pusat dirancang secara khusus oleh pemerintah yang dalam

pelaksanaannya akan diselenggarakan di daerah-daerah yang dilakukan oleh inspeksi

pajak setempat untuk membiayai pengeluaran negara pada umumnya. Pajak pusat/pajak

negara yang berlaku saat ini adalah sebagai berikut :

Pajak Penghasilan (PPh) : Pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas

penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Pajak

Penghasilan ini diatur dalam Undang-undang No 7 / 198, sebagaimana telah

diubah dengan Undang-undang no 7 / 199, Undang-undang no 10 / 1994, 5 Dr, Soeparman S. Disertasi Pajak Bedasarkan Asas Gotong Royong” Universitas Padjajaran, Bandung, 19646 Erly Suandy, Hukum Pajak Edisi 5, Salemba Empat, Hal, 36

Page 6: BPHTB

15

Undang-undang no Undang-undang no 17 / 2000 dan terakhir dengan Undang-

undang no 36 tahun 2008

Pajak Pertambahan nilai (PPN) Pajak Penjualan atas Barang Mewah : Pajak

yang dikenakan atas konsumsi barang kena pajak dan Pajak yang dikenakan

kepada setiap orang atau badan yang mempunyai hak/manfaat atas bumi atau

memiliki, menguasai/memperoleh manfaat atas bangunan, di atur dalam

Undang-undang no 8 / 1983 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-

undang no 11 / 1994, selanjutnya Undang-undang no 18 / 2000 dan terakhir

dengan Undang-undang 42 / 2009

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan (BPHTB) : Pajak yang

dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, yang diatur dalm

Undang-undang no 20 / 1997 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-

undang no 20 / 2000

Bea Meterai : Pajak yang dikenakan atas dokumen yang disebut dalam

undang-undang (kertas, benda meterai, tanda tangan, pemateraian kemudian,

pejabat pos), diatur dalam Undang-undang no 13 / 1985.7

Selain Pajak Pusat, terdapat pajak lain yang dipergunakan dalam pembangunan

yaitu Pajak daerah. Pajak Daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang

dipungut oleh pemerintah daerah untuk digunakan dalam menunjang otonomi daerah.

Pajak daerah menjadi pendapatan asli daerah yang diperoleh daerah dari sumber-sumber

dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan ketentuan Undang-undang (UU).

Pajak Daerah sendiri merupakan pajak yang dipungut oleh daerah sesuaai peraturan

pajak yang ditetapkan oleh daerah untuk kepentingan pembiayaan rumah tangga

pemerintah tersebut.

Berdasarkan ketentuan yang tertuang dalam Undang-Undang Pajak ada 7 (tujuh)

jenis pajak Kabupaten/Kota. Walaupun demikian, Daerah Kabupaten/Kota dapat tidak

memungut salah satu atau beberapa jenis pajak yang telah ditetapkan, apabila potensi

pajak di Daerah Kabupaten/Kota tersebut dipandang kurang memadai yaitu antara lain :

7 Erly Suandy, Hukum Pajak Edisi 5, Salemba Empat, Hal, 37

Page 7: BPHTB

15

Pajak Hotel : Pajak yang dikenakan atas bangunan yang khusus disediakan

bagi orang untuk dapat menginap/istirahat, memperoleh pelayanan dan atau

fasilitas lainnya yang dapat dipungut bayaran termasuk bangunan lainnya yang

menyatu, dikelola dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali untuk pertokoan

dan perkantoran.

Pajak Restoran :Pajak yang dikenakan atas tempat menyantap makanan

dan/atau minuman yang disediakan dengan dipungut bayaran, tidak termasuk

usaha jasa boga.

Pajak Hiburan : Pajak yang dikenakan atas semua jenis pertunjukan,

permainan, permainan ketangkasan, dan/atau keramaian dengan nama dan

bentuk apapun, yang ditonton atau dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut

bayaran, tidak termasuk penggunaan fasilitas untuk berolahraga.

Pajak Reklame : Pajak atas penyelenggaraan reklame yang terdiri dari

benda, alat, perbuatan atau media menurut bentuk susunan dan corak ragamnya

untuk tujuan komersil, dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan,

atau memujikan suatu barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau dapat

dilihat, dibaca, didengar dari suatu tempat oleh umum, kecuali yang dilakukan

oleh pemerintah.

Pajak Penerangan Jalan : Pajak yang dikenakan atas penggunaan tenaga

listrik, dengan ketentuan bahwa di wilayah daerah tersebut tersedia penerangan

jalan, yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah.

Pajak Pengambilan Bahan Galian C : Pajak atas kegiatan pengambilan bahan

galian golongan C sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pajak Parkir : Pajak yang dikenakan atas penyelenggaraan tempat parkir diluar

badan jalan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan

dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk

penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor

yang memungut bayaran.

Page 8: BPHTB

15

Selain pajak diatas, daerah memiliki sumber pendapatan lain dalam

penyelenggaraan pemerintahan didaerah. Salah satunya adalah Biaya Perolehan Hak

Atas Tanah dan Pembangunan (BPATP). Sampai saat ini BPATP mengalami

perkembangan yang cukup pesat yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak (WP) telah

menyadari untuk membayar pajak khususnya bea perolehan hak atas tanah dan atau

bangunan.

B. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan (BPHTB)

BPHTP adalah amanat yang tertuang dalam Undang-undang nomor 28 tahun

2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sekaligus kebijakan nasional yang

harus dilaksanakan. Sesuai dengan manfaat pajak sendiri yakni selain sebagai sumber

utama penerimaan daerah, dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah, pajak yang telah

diperdakan ini juga semata-mata untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan

masyarakat daerah. Mengenai BHTB tersebut terdapat beberapa pengertian :

1. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah Pajak yang dikenakan

atas perolehan hak atas tanah dan bangunan, yang selanjutnya disebut pajak.

2. Perolehan hak atas tanah dan/atau banguna adalah pebuatan atau peristiwa

hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan bangunan orang

pribadi atau badan.

3. Hak atas anah adalah hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-

undang no 5 tahun 1960 tentang dasar pokok-pokok Agraria dan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.8

Dalam penyelenggaraannya, pemerintahan daerah membutuhkan biaya yang

tidak sedikit. Biaya tersebut sebagian besar didapatkan dari pajak yang dipungut oleh

negara. Biaya yang menjadi sumber besar pendapatan tersebut dialokasikan dalam

berbagai bidang. Salah satunya adalah APBD yang disalurkan ke setiap daerah. Namun

disaat bantuan biaya dari pemerintah yang semakin kecil maka pemerintah daerah kini

harus bekerja ekstra untuk menyelenggarakan pemerintahan daerah. Salah satu yang

menjadi agenda wajib dari pemerintah daerah dalam mempergunakan bantuan dana dari

pemerintah adalah melakukan pembangunan didaerah. Ketika bantuan pemerintah pusat

8 Erly Suandy, Hukum Pajak Edisi 5, Salemba Empat.

Page 9: BPHTB

15

kedaerah semakin kecil, pemerintah pusat harus melakukan pemaksimalan sumber daya

didaerah untuk menutupi kekurangan pendapatan daerah atas adanya  pengurangan

bantuan dari pemerintah pusat tersebut. Salah satu solusinya adalah meningkatkan

Biaya Perolehan Hak Atas Tanah dan Pembangunan (BPATP).

Penerimaan pendapatan negara yang cukup banyak dalam pembangunan di

Indonesia yang berasal dari BPHTB dengan mengalami progress dan dalam pencapaian

pendapatan negara yang berkembang dengan grafik pendapatannya yang meningkat

tidak didapatkan begitu saja. Anggaran merupakan bagian sub penting untuk

mendapatkan pendapatan negara guna menutupi segala aspek kebutuhan sosial bagi

masyarakatynya. Anggaran yang disusun berdasarkan prosedur yang ada dengan target

yang ingin dicapai, menuntut penyusunan anggaran dirancang dengan baik dan

pelaksanaan pemungutan yang baik, sehingga dalam pelaksanaannya sesuai dengan

yang diharapkan. Setelah pelaksanaan tersebut kemudian maka dilakukan evaluasi

mengenai anggaran yang harus ditargetkan apakah sudah memenuhi batasan yang telah

ditetapkan dalam tujuan pelaksanaan. Hal ini sebagai bentuk konsekuensi tahun

selanjutnya agar dilakukan peningkatan bukan malah sebaliknya terjadinya penurunan.

Sama halnya dengan pelaksanaan pemungutan BPHTB dilakukan evaluasi. Apabila

hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan yang sudah ditargetkan maka harus dilakukan

peningkatan kinerja. Anggaran (target) dan pelaksanaan pemungutan (realisasi) yang

akan dikaji lebih mendalam sehinga dapat dilakukan pengasumsian pengertian

mengenai target dan realisasi tersebut. Hal ini dilakukan untuk mendapat target yang

ingin dicapai sesuai dengan yang akan terealisasi.

Permasalahan bantuan pemerintah pusat ke daerah yang semakin kecil, maka

daerah harus menempuh kebijakan dalam menentukan biaya perolehan hak atas tanah

dan pembangunan. Dalam menempuh kebijakan ini pemerintah daerah membuat

ketetapan dalam bidang moneter dan fiskal daerah. Itu dilakukan untuk menutupi celah

dalam keuangan daerah yang berkurang yang merupakan cara yang solutif. Namun

sebelum melakukan perubahan kebijakan dalam bidang moneter dan fiskal daerah, perlu

diperhatikan prosentase anggaran BPHTB untuk mengetahui faktor yang menyebabkan

bantuan pemerintah pusat ke daerah berkurang. Hal tersebut perlu selain untuk

mengetahui alasan bantuan pemerintah pusat dikurangi, perlu juga untuk mengetahui

anggaran BPHTB pada setiap daerah. Selain itu untuk menemukan apakah ada faktor

Page 10: BPHTB

15

lain yang tidak diketahui misalnya pelaksanaan pemungutan BPHTB  yang bermasalah.

Maka perlu juga dilakukan analisis perbedaan antara anggaran BPHTB dengan

pendapatan yang didapatkan atas BPATP apakah sebanding dengan pelaksanaan

pemungutan dalam BPHTB.9

Menghadapi masalah yang sedang dialamai di bidang BPHTB. Muncul wacana

untuk membuat pengaturan mengenai BPHTB untuk menjadi Peraturan Daerah (Perda).

BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan bangunan.

BPHTB merupakan penyempurnaan atas bea balik nama harta tetap atas tanah dan

bangunan, dan bukan merupakan pajak jenis baru. BPHTB digolongkan sebagai pajak

tidak langsung dan merupakan pajak pemerintah pusat dan pajak negara. Dalam

pembagian hasil menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2000

Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan yaitu Pasal 23 bahwa dalam

pembagiannya pendapatan dari BPHTP 20% untuk Pemerintah Pusat dan 80% untuk

Pemerintah Daerah/ Kabupaten/ Kota. Untuk itu menjadi pertanyaan besar mengapa

bantuan pemerintah pusat ke daerah semakin berkurang.

Ternyata salah satu faktor mengapa bantuan pemerintah pusat ke daearah

berkurang adalah adanya kebijakan pembebasan pajak. Kebijakan ini diberlakukan pada

pajak  pertambahan nilai (PPN) untuk rumah sederhana dengan harga di bawah Rp 70

juta dan maksimal seluas 36 meter persegi. Tetapi pada kenyataannya kebijakan ini

belum tentu  meningkatkan jumlah permintaan rumah sederhana. Karena kebijakan

yang ditempuh oleh Menteri Keuangan tersebut dinilai belum selaras dengan program

Kementerian Perumahan dalam memberikan kredit pemilikan rumah (KPR) yang

memanfaatkan dana Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) untuk

Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) maksimal Rp 80 juta. Masyarakat penerima

manfaat FLPP untuk kategori kelompok berpenghasilan Rp 2,5 juta untuk MBR dan

kelompok berpenghasilan Rp 4,5 juta untuk kategori Masyarakat Berpenghasilan

Menengah (MBM) masih dikenakan tingkat suku bunga KPR. Kebijakan ini seharusnya

disinkronkan dulu dengan fakta yang terjadi di lapangan. Sebab dengan keadaan

ekonomi saat ini pengembang dalam melakukan pembangunan perumahan terlebih

dahulu melihat keadaaan pasar. Kalau ada permintaan tentu pengembang akan

membangun sesuai permintaan.9 Brotodihardjo, Santoso. 2008. Pengantar Ilmu Hukum Pajak. Bandung

Page 11: BPHTB

15

Selain itu, pemerintah juga diharapkan memberi kemudahan perizinan

pembangunan perumahan kepeada pengembang atau distributor perumahan. Selama ini

perizinan yang dilakukan membutuhkan waktu lama dan mahal, Sehingga kebijakan

fiskal dan moneter oleh pemerintah daerah sangat perlu untuk dilakukan untuk

mengatasi masalah BPHTB yaang terjadi saat ini.

C. SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG UNDANG MENGENAI BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN

Pasal 1

Dalam Undang-undang ini, yang dimaksud dengan :

1. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas

perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, yang selanjutnya disebut pajak.

2. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa

hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan

oleh orang pribadi atau badan.

3. Hak atas tanah dan atau bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak

pengelolaan, beserta bangunan di atasnya, sebagaimana dimaksud dalam

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Agraria, Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, dan

ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

4. Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah surat untuk

melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau

denda.

5. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar

adalah surat ketetapan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang,

jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan

jumlah yang masih harus dibayar.

6. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar

Tambahan adalah surat ketetapan yang menentukan tambahan atas jumlah

pajak yang telah ditetapkan.

7. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar

Page 12: BPHTB

15

adalah surat ketetapan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak

karena jumlah pajak yang telah dibayar lebih besar daripada pajak yang

seharusnya terutang.

8. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Nihil adalah

surat ketetapan yang menentukan jumlah pajak yang terutang sama besarnya

dengan jumlah pajak yang dibayar.

9. Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah surat yang

oleh Wajib Pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran

pajak yang terutang ke kas negara melalui Kantor Pos dan atau Bank Badan

Usaha Milik Negara atau Bank Badan Usaha Milik Daerah atau tempat

pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri dan sekaligus untuk melaporkan

data perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.

10. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan untuk membetulkan

kesalahan tulis, kesalahan hitung dan atau kekeliruan dalam penerapan

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam Surat

Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar, Surat

Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar

Tambahan, Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Lebih Bayar, Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Nihil, atau Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

11. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap

Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar.

12. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap

Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.

13. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.

Sesuai Pasal 2 ayat (1) Undang-undang No. 20 Tahun 2000 yang menjadi objek

pajak adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Sedangkan hal-hal yang

menjadi bagian dari Pasal 2 ayat (2), Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:

Page 13: BPHTB

15

pemindahan hak karena:

1. jual beli;

2. tukar-menukar;

3. hibah;

4. hibah wasiat;

5. waris;

6. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya;

7. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;

8. penunjukan pembeli dalam lelang;

9. pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap;

10. penggabungan usaha;

11. peleburan usaha;

12. pemekaran usaha;

13. hadiah.

14. pemberian hak baru karena:

15. kelanjutan pelepasan hak;

16. di luar pelepasan hak.

Sedangkan pada Pasal 2 ayat (3) UU No, 20 Tahun 2000 yang menjadi Hak atas tanah

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah:

hak milik;

1. hak guna usaha;

2. hak guna bangunan;

3. hak pakai;

4. hak milik atas satuan rumah susun;

5. hak pengelolaan.

Maka dalam penanganan masalah pajak BPHTB perlu dipahami lebih dalam

tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan BPHTB termasuk objeknya, cara

pemungutannya, anggarannya dan juga pelaksanaan pemungutannya. Hal itu perlu agar

diketahui tidak terjadi salah mengambil langkah dalam penyelesaiannya. Karena bukan

Page 14: BPHTB

15

perkara mudah untuk diatasi dan juga jika terjadi salah mengambil langkah maka rakyat

yang akan menjadi korbannya.

Untuk menghindari dampak negatif bagi masyarakayt umum, maka dalam

merealisasikan pemungutan BPHTB, Pemerintah pusat dan daerah diharapkan mampu

memberi kemudahan dalam administrasi perizinan pembangunan perumahan dan hal-

hal lain yang berkaitan dengan hak atas tanah kepada para pengembang perumahan.

Karena selama ini realitanya perizinan dalam pengurus atas tanah dan pembangunan

membutuhkan waktu lama dan mahal. Kebijakan tersebut merupakan sebagai langkah

lanjutan dalam mengatasi masalah dan perlu dilakukan pembebasan kebijakan fiskal

seperti penghapusan PPN, PPH, BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan

Bangunan) dalam beberapa bagian pembangunan. Selain itu dalam penyusunan

anggaran dan pelaksanaan BPHTP harus ada sinergi agar target yang tinggi sesuai

dalam pelaksanaannya, sehingga bisa dilakukan pembandingan antara anggaran dan

pelaksanaan. Dari pembandingan tersebut bertujuan untuk memberikan masukan dan

manfaat dalam menentukan kebijakan. Serta, bahan evaluasi dalam menyusun anggaran

dan juga dorongan melakukan pemungutan pajak yang lebih baik terutama untuk

pemungutan BPHTB itu sendiri.

 

PENUTUP

A. Kesimpulan

Page 15: BPHTB

15

Pajak BPHTB merupakan sumber penting dalam pendapatan negara terutama

untuk dana-dana yang akan dialokasiakn kepada daerah-daerah. Karena prosentase

pengalokasian dana kedaerah hanya sebagian kecil yaitu 20% untuk pusat dan 80% nya

merupakan bagian dari daerah. Sehingga dengan demikian maka pemerintah daerah

membutuhkan sinergi antara pemerintah dengan masyarakat dalam menjaga konsistensi

dalam pembangunan infrastruktur daerah. Demi mendapatkan hasil yang maksimal atas

pajak BPHTN, Pemerintah harus mampu memberikan stimulan dan insentif kepada

pengembang perumahan maupun masyarakat miskin agar program pembangunan dan

perumahan bisa terwujud secara maksimal, sebagai salah satu upaya dalam pembanguna

atas pajak BPHTB. Sedangkan proses di bidang hak atas tanah maka perizinan atas

tanah serta pembangunan semestinya tidak melalui administrasi yang rumit agar tidak

mejadi maslah baru dalam penyelesaian masalah BPHTB saat ini.

Terjadinya pengurangan bantuan dari pemerintah pusat kedaerah juga tidak

sepenuhnya menjadi masalah dan pugas pemerinth dalam penyelesaiannya, akan tetapi

adanya kebijakan pembebasan pajak merupakan salah satu faktor yang menyebabkan

semakin minimnya alokasi dana bantuan pemerintah pusat ke daearah. Pada

kenyataannya kebijakan pemerintah belum mampu  meningkatkan jumlah permintaan

rumah sederhana secara signifikan, karena kebijakan yang ditempuh oleh Menteri

Keuangan tersebut dinilai belum selaras dengan program Kementerian Perumahan

dalam memberikan kredit pemilikan rumah.