hukum pajak pbb & bphtb

Upload: abdulloh-yahya

Post on 10-Jan-2016

50 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

HUKUM PAJAK

TRANSCRIPT

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI1BAB I PENDAHULUAN31.Latar Belakang32.Tujuan Makalah3BAB II PEMBAHASAN41.Konsep Pembahasan PBB42.Pengertian PBB53.Obyek PBB54.Obyek Pajak Yang Tidak Dikenakan PBB55.Subyek Pajak Dan Wajib Pajak56.Pendaftaran Dan Pendataan Obyek PBB67.Cara Menghitung PBB88.Dasar Pengenaan Pajak89.Nilai Jual Obyek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)810.Dasar Perhitungan PBB911.Tarif PBB912.Rumus Perhitungan PBB1013.Tempat Pembayaran PBB1014.Saat Yang Menentukan Pajak Terutang1015.Klasifikasi Bumi Dan Bangunan Serta Penerapanya Dalam Menghitung PBB1016.Contoh Dan Perhitungannya1017.Pengertian BPHTB1118.Dasar Hukum1219.Wajib Pajak1220.Subjek Pajak1221.Objek Pajak1222.Tidak Termasuk Objek Pajak1423.Pengenaan BPHTB1424.Tarif Pajak1425.Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP)1426.Pengembalian Kelebihan Pembayaran BPHTB1527.Cara Penghitungan BPHTB15BAB III PENUTUPAN181.Kesimpulan182.Saran18DAFTAR PUSTAKA19

BAB I PENDAHULUANPepajakan di Indonesia1. Latar BelakangPemungutan yang dilakukan oleh pemerintah merupakan upaya untuk memberikan jaminan serta fasilitas umum yang secara tidak langsung dapat dirasakan oleh rakyat. Setiap Negara mempunyai sistematika dalam perpajakan, baik dikenakan setiap orang maupun badan sehingga hal ini bisa dikatakan sebagai tindakan administratif Negara untuk menjamin kesejahteraan rakyatnya maka pajak harus dibayarkan sesuai dengan nominalnya. Di Indonesia pajak dapat dikatakan sebagai iuran wajib yang harus dikeluarkan oleh wajib pajak pada batas waktu dan biaya tertentu, karena telah menggunakan fasilitas Negara.Negara mempunyai kewenangan dalam penguasaan wilayahnya, sehingga baik berupa bumi, air, udara dan kekayaan yang ada didalamnya dikuasai oleh Negara untuk kepentingan kesejahteraan rakyat, maka untuk menjamin pengelolaan tersebut maka ditariklah iuran wajib atau pajak. Adanya hukum perpajakan di Indonesia yang sudah dilegitimasi melalui regulasi regulasi yang sudah direformasi menjadi UU No. 28 tahun 2009, merupakan bentuk dari kepastian hukum atas obyek yang di bayarkan kepada negara.Hukum pajak di Indonesia diterapkan atas subyek pajak yang sudah memenuhi kriteria wajib pajak yang ditentukan oleh pemerintah. Sehingga ada pajak yang dibayarkan dari penghasilan yang berlebih (PPH), serta tanah maupun bangunan yang sedang digunakan atau dimanfaatkan untuk hal tertentu (PBB). Pada makalah ini kami membahas mengenai Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) disertai dengan cara perhitungannya diserta dengan BPHTB .2. Tujuan Makalah1) Mengetahui Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dalam UU perpajakan2) Mengetahui subyek dan obyek PBB yang diatur dalam UU Perpajakan3) Mengetahui pendaftaran dan pendataan PBB dalam UU perpajakan4) Mengetahui dasar pengenaan, cara perhitungan, dan rumus PBB dalam UU Perpajakan5) Mengetahui nilai NJOP pada bumi dan bangunan dalam UU perpajakan6) Mempelajari perhitungan dalam perpajakan bumi dan bangunan7) Mengetahui BPHTB dalam UU perpajakanBAB II PEMBAHASANSistematika Pajak Bumi dan Bangunan di Indonesia dan BPHTP

1. Konsep Pembahasan PBB[footnoteRef:1] [1: Aristanti Widyaningsih, Hukum Pajak dan Perpajakan Dengan Pendekatan Mind Map, Bandung, Alfabeta, 2011, hlm. 189]

Pemerintah mewajibkan kepada setiap warga Negara Indonesia untuk ikut berperan aktif dalam proses pembangunan dan keberlangsungan system adminstrasi dengan melalui biaya penarikan pajak yang dikenakan pada penghasilan (PPH) dan pajak bum dan bangunan (PBB). Maka untuk mempermudah proses belajar maka dibuatlah konsep pembahasan yaitu:

Konsep pembahasan diatas membahas hal hal yang berkaitan dengan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang berupa analisis mengenai pasal pasal dalam UU No. 28 tahun 2009 tentang PBB yang disertai dengan pengertian umum dari PBB. Dan membahas tentang subyek PBB yang bisa dikenakan orang pribadi atau badan, sekaligus membahas tentang obyek PBB yang dapat berupa bumi dan bengunan serta dasar dasar pengenaan pajak yang diterapkan oleh pemerintah untuk subyek PBB atas obyek PBB.2. Pengertian PBBPajak Negara yang dikenakan terhadap bumi atau bangunan berdasarkan UU No. 12 tahun 1985 tentang pajak bumi dan bangunan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 12 tahun 1994. PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan obyek yaitu bumi/tanah dan atau bangunan. Keadaan subyek (siapa yangmembayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak. Didalam UU No. 28 tahun 2009, Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.3. Obyek PBBBumi adalah Permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada di pedalaman serta laut wilayah Indonesia, contoh: sawah, lading, kebun, tanah, pekarangan, tambang, dan lain lain.Bangunan adalah Konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan 4. Obyek Pajak Yang Tidak Dikenakan PBBObyek pajak yang tidak dikenakan PBB adalah obyek yang Digunakan semata mata untuk melayani kepentingan umum dibidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan, seperti masjid, gereja, rumah sakit pemerintah, sekolah, panti asuhan, candi, dan lainlain, Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau sejenis dengan itu, Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah Negara yang belum dibebani suatu hak Digunakan oleh perwakilan diplomatik berdasarkan asas perlakuan timbal balik Digunakan oleh badan dan perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh menteri keuangan.5. Subyek Pajak Dan Wajib PajakSubyek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata: Mempunyai suatu ha katas bumi, dan atau; Memperoleh manfaat atas bumi, dan atau; Memiliki bangunan, dan atau; Menguasai bangunan Memperoleh manfaat atas bangunanWajib Pajak adalah subyek pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak.6. Pendaftaran Dan Pendataan Obyek PBB1) Pendaftaran Obyek dan Subyek PajakPendaftaran obyek PBB dilakukan oleh subyek pajak dengan cara mengambil dan mengisi formulir SPOP secara jelas, benar dan lengkap serta menandatangani dan dikembalikan ke Kantor Pelayanan PBB atau Pelayanan Pajak Pratam yang bersangkutanatau tempat yang ditunjuk untuk pengambilan dan pengembalian SPOP dengan dilampiri bukti bukti pendukung seperti: Sketsa/denah obyek pajak Fotokopi KTP dan NPWP Fotokopi sertivikat tanah Fotokopi akta jual beli Atau bukti pendukung lainnya2) Pendataan Obyek dan Subyek PBBPendataan dilaksanakn oleh kantor Pelayanan PBB atau Kantor Pelayanan Pajak Pratama dengan menggunakan formulir SPOP dan dilakukan sekurang kurangnya untuk satu wilayah administrasi desa/kelurahan. Pendataan dapat dilakukan dengan cara:a. Pemyampaian dan Pemantauan pengembalian SPOPDapat dilaksanakan pada daerah atau wilayah yang pada umumnya belum/ tidak mempunyai peta, daerah terpencil dan potensi PBB relatif kecilb. Identifikasi Obyek PajakDapat dilaksanakan pada daerah atau wilayah yang sudah mempunyai peta garis/ peta foto yang dapat menentukan posisi relatif OP tetapi tidak mempunyai data administrasi PBB tiga tahun terakhir secara lengkap.c. Verifikasi Obyek PajakDapat dilaksanakan pada daerah atau wilayah yang sudah mempunyai peta garis/ peta foto yang dapat menentukan posisi relatif OP dan mempunyai data administrasi PBB tiga tahun terakhir secara lengkapd. Pengukuran Bidang Obyek PajakDapat dilaksanakan pada daerah atau wilayah yang hanya mempunyai sket peta desa/kelurahan dan atau peta garis/peta foto tetapi belum dapat digunakan untuk menentukan posisi relatif Obyek Pajak.Barang karena kealpaannya:a. Tidak mengembalikan/menyampaikan SPOP kepada direktorat jenderal Pajakb. Menyampaikan SPOP tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan/atau melampirkan keterangan yang tidak benarSehingga menimbulkan kerugian pada Negara, maka dipidana dengan pidana kurunngan selama lamanya 6 bulan atau denda setinggi tingginya sebesar 2 kali pajak terutang.Barang siapa dengan sengaja:a. Tidak mengembalikan/menyampaikan SPOP[footnoteRef:2] kepada DIrektorat Jenderal Pajak [2: Surat Pemberitahuan Objek Pajak, yang selanjutnya disingkat SPOP, adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan data subjek dan objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah. (pasal 1 no 51 UU No. 28 tahun 2009)]

b. Manyampaikan SPOP tetapi isisnya tidak benar atau tidak lengkap dan/atau melampirkan keterangan yang tidak benarc. Memperlihatkan surat palsu atau dipalsukan atau dokumen lain yang palsu atai dipalsukan seolah olah benard. Tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan surat atau dokumen lainnyae. Tidak menunjukkan data atau tidak menyampaikan keterangan yang diperlukanSehingga menimbulkan kerugian pada Negara, maka dipidana dengan pidana penjara selama lamanya 2 tahun atau denda setinggi tingginya sebesar 5 kali pajak terutang.7. Cara Menghitung PBBUntuk menghitung besarnya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang harus dibayar maka harus diketahui terlebih dahulu kelas dari tanah dan/atau bengunan yang menjadi obyek PBB sehiingga bisa dihitung NJOP PBB penetuan klasifikasi dari bumi dan bangunan didasarkan pada keputusan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.03/2010 tentang klasifikasi dan penetapan Nilai Jual Obyek Pajak Sebagai Dasr Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan, yang menggantikan keputusan menteri keuangan Nomor 523/KMK.04/1998.8. Dasar Pengenaan PajakDasar pengenaan PBB adalah Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP). NJOP ditetapkan perwilayah berdasarkan keputusan menteri keuangan dengan mendengar pertimbangan gubernur serta memperhatikan: Harga rata rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar Perbandingan harga dengan obyek lain yang sejenis letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya Nilai perolehan baru Penentuan Nilai Jual Obyek pengganti9. Nilai Jual Obyek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)NJOPTKP adalah batas NJOP atas Bumi dan/atau bangunan yang tidak kena pajak. Mulai 1 Januari 2010, pemerintah menetapkan aturan baru tentang Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) dan Nilai Jual Obyek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) yang diatur dalam undang undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang selesai diamandemen pada 15 september 2009. Besaran NJOPTKP diubah dari sebelumnya ditetapkan setinggi tingginya Rp 12 Juta , kini paling rendah Rp.10.000.000 per obyek pajak berdasarkan UU No. 28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah.Pada tahun 2011 seiring dengan perkembangan ekonomi, moneter, dan harga umum obyek pajak, meteri keuangan telah melakukan penyesuaian terhadap besarnya Nilai Jual Obyek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) PBB. Besarnya nilai Jual Obyek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) PBB untuk tahun 2012 ditetapkan maksimal sebesar Rp 24.000.000. NJOPTKP, akan semakin ringan pembayaran PBB yang harus ditanggung masyarakat. Dengan demikian, semakin tinggi NJOPTKP, akan semakin tinggi insentif yang diberikan pemerintah kabupaten dan kota kepada dunia usaha.10. Dasar Perhitungan PBBDasar perhitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) besarnya NJKP adalah sebagai berikut:Obyek pajak perkebunan 40%merupakan pengurangan besarnya NJOP sebelum dikalikan tariff PBB sehingga NJOPTPK akan mengurangi besarnya PBB yang terutang.Untuk menentukan besarnya nilai Jual Obyek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) PBB untuk tahun 2012 ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak setempat atas nama Menteri Keuangan untuk masing masing kabupaten/kota dengan mempertimbangkan pendapat pemerintah Daerah setempat. Ketentuan tersebut diatur dalam peraturan Menteri Keuangan Nomor 67/PMK.03/2011, tanggal 4 april 2011. Artinya, pemerintah kabupaten dan kota diberi kewenangan untuk menetapkan tarif NJOPTKP tanpa batasan. Semakin tinggi NJOPTKP Obyek pajak kehutanan 40% Obyek pajak pertambangan 20% Obyek pajak lainnya (pedesaan dan perkotaan)a) Apabila NJOP-nya > Rp 1.000.000.000,00 adalah 40%b) Apabila NJOP-nya < Rp 1.000.000.000,00 adalah 20%

11. Tarif PBBTarif PBB untuk pedesaan dan perkotaan diturunkan dari 0,5% terhadap Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) menjadi paling tinggi 0,3% dari NJOP.Perubahan tariff PBB pedesaan dan perkotaan itu ditetapkan dalam UU no. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daeran dan Retribusi Daerah (PDRD) yang selesai diamandemen 15 september 2009.Langkah ini diharapkan dapat memperluas basis pemungutan PBB. Kewenangan penetapan tarif PBB akan dialihkan dari pemerintah pusat kepada pemerintah kabupaten/kota setelah 13 Desember 201312. Rumus Perhitungan PBBRumus Perhitungan :PBB=Tarif x NJKP

13. Tempat Pembayaran PBBWajib Pajak yang telah menerima Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)[footnoteRef:3], Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Tagihan Pajak (STP) dari Kantor Pelayanan PBB atau disampaikan lewat pemerintah Daerah harus melunasinya tepat waktu pada tempat pembayaran yang telah ditunjuk dalam SPPT yaitu Bank Persepsi atau kantor Pos dan Giro. [3: Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, yang selanjutnya disingkat SPPT, adalah surat yang digunakan untuk memberitahukan besarnya Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang terutang kepada Wajib Pajak. (pasal 1 No. 54 UU No. 28 tahun 2009)]

14. Saat Yang Menentukan Pajak TerutangSaat yang menentukan pajak terutang atau belum dibayar adalah kedaan Obyek Pajak pada tanggal 1 januari. Dengan demikian segala mutasi atau perubahan atas Obyek Pajak yang terjadi setelah tanggal 1 Januari akan dikenakan pajak pada tahun berikutnya.15. Klasifikasi Bumi Dan Bangunan Serta Penerapanya Dalam Menghitung PBBUntuk memudahkan perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang terutang atas suatu obyek pajak berupa tanah (bumi) dan atau bangunan perlu diketahui pengelompokkan obyek pajak menurut nilai jualnya, tarif, Nilai Jual Obyek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP), dan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP). Pengelompokkan Obyek Pajak menurut nilai jual tersebut lazim disebut dengan klasifikasi tanah (bumi) dan bangunan.silahkan klik disini perhitungan pajak.xlsx16. Contoh Dan PerhitungannyaDonny memiliki tanah dan bangunan dengan rincian sebagai berikut:Luas tanah: 500 m2 ; Nilai tanah: Rp 90.000Luas Bangunan: 150 m2 ; Nilai Bangunan : Rp 37.500

17. Pengertian BPHTBBea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atau yang disingkat dengan BPHTB, diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di Indonesia, yaitu dengan UU No.21 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan UU No.20 Tahun 2000, memberikan pengertian mengenai Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan bangunan, yang selanjutnya disebut pajak. Jadi BPHTB adalah sama dengan Pajak Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.Yang dimaksud dengan Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan.[footnoteRef:4] [4: Brotodihardjo, Santoso. Pengantar Ilmu Hukum Pajak. Bandung: Refika Aditama 2008]

Adapun Hak atas Tanah dan atau Bangunan adalah hak atas tanah,termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan di atasnya, sebagaimana dimaksud dalam UU No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No.16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, dan ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undanganlainnya.Hak atas Tanah yang dimaksud adalah: hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan, dan hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara.

Adapun pengertian BPHTB lainnya yaitu:[footnoteRef:5] [5: Prof.Dr. Mardiasmo, perpajakan revisi 2011, CV ANDI Yogyakarta :2011 hal: 340]

1. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB): adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, yang selanjutnya disebut pajak;2. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan: adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan;3. Hak atas tanah adalah hak atas tanah termasuk hak pengelolaan, berserta bangunan di tasnya sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Undang-undang Nomor 16 tentang Rumah Susun dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lainnya.18. Dasar HukumDasar hukum Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah:[footnoteRef:6] [6: Prof.Dr. Mardiasmo, perpajakan revisi 2011, CV ANDI Yogyakarta :2011 hal: 342]

1. UU No.21 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan UU No.20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Undang-undang ini menggantikan Ordonansi Bea Balik Nama Staatsblad 1924 No.291.2. Peraturan pemerintah No.111 Tahun 2000 tentang Pengenaan BPHTB karena waris dan hibah.3. Peraturan pemerintah No.112 Tahun 2000 tentang Pengenaan BPHTB karena pemberian Hak Pengelolaan.4. Peraturan pemerintah No.113 Tahun 2000 tentang Penentuan Besarnya NPOPKTP BPHTB.19. Wajib Pajak Subjek pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi Wajib Pajak BPHTB menurut Undang-Undang BPHTB.20. Subjek PajakYang menjadi subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. Subjek pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi wajib pajak BPHTB menurut undang-undang BPHTB.21. Objek PajakDalam pasal 1 UU no 21 thun 2000 BPHTB yang menjadi objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan meliputi:a. Pemindahan hak1. Jual beli,2. Tukar menukar,3. Hibah yaitu penetapan wasiat yang khusus mengenai pemberian hak atas tanah atau bangunan kepada orang pribadi atau badan hukum tertentu,4. Hibah wasiat, yaitu suatu penetapan wasiat yang khusus mengenai pemberian hak atas tanah dan atau bangunan kepada orang pribadi atau badan hukum tertentu, yang berlaku setalah pemberi hibah meninggal dunia,5. Waris yaitu pengalihan hak yang dilakukan terhadap tanah dan atau bangunan dalam garis keturunan lurus,6. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, yaitu pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan dari orang pribadi atau kepada badan hukum lainnya,7. Pemisahan yang menyebabkan peralihan, yaitu pemindahan sebagian hak bersama atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan kepada sesama pemegang hak bersama,8. Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, yaitu peralihan hak dari orang pribadi atau badan hukum sebagai salah satu pihak kepada pihak yang ditentukan dalam putusan hakim tersebut,9. Penunjukkan pembeli dalam lelang, yaitu penetapan pemenang lelang oleh pejabat lelang sebagaimana yang tercantum dalam risalah lelang,10. Penggabungan usaha, yaitu penggabungan dari dua badan usaha atau lebih dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu badan usaha dan melikuidasi badan usaha lainnya yang menggabung,a) Peleburan usaha, yaitu penggabungan dari dua atau lebih badan usaha dengan cara mendirikan badan usaha baru dan melikuidasi badan-badan usaha yang bergabung tersebut,b) Pemekaran usaha, yaitu pemisahan suatu usaha menjadi dua usaha atau lebih dengan cara mendirikan badan usaha baru dan mengalihkan sebagian aktiva dan pasiva kepada badan usaha baru tersebut yang dilakukan tanpa likuidasi badan usaha yang lama,c) Hadiah, yaitu suatu perbuatan hukum berupa penyerahan hak atas tanah dan bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan hukum kepada penerima hadiah.b. Pemberian hak baru.1. Kelanjutan pelepasan hak, yaitu pemberian hak baru atas tanah kepada orang pribadi atau badan hukum dari negara atas tanah yang berasal dari pelepasan hak,2. Diluar pelepasan hak, yaitu pemberian hak baru atas tanah kepada orang pribadi atau badan hukum dari negara atau dari pemegang hak milik menurut peraturan perundang-undang yang berlaku22. Tidak Termasuk Objek PajakBerdasarkan ketentuan pasal 3 ayat (1) terdapat beberapa objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB yaitu :Objek Pajak Yang Tidak Dikenakan BPHTB adalah objek pajak yang diperoleh:1. Perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik2. Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum;3. Badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatanlaindiluar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut;4. Orang pribadi atau badan atau karena konversi hak dan perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama;5. Orang pribadi atau badan karena wakaf;6. Orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah23. Pengenaan BPHTB1. Pengenaan BPHTB karena waris dan Hibah Wasiat BPHTB yang terutang atas perolehan hak karena waris dan hibah wasiat adalah sebesar 50% dari BPHTB yang seharusnya terutang.2. Pengenaan BPHTB karena pemberian Hak Pengelolaan. Besarnya BPHTB karena pemberian Hak Pengelolaan adalah sebagai berikut: 0% (nol persen) dan BPHTB yang seharusnya terutang terutang dalam hal penerima Hak Pengelolaan adalah Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pemerintah Daerah Propinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/kota, Lembaga Pemerintah lainnya, dan Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional (Perum Perumnas); 50% (lima puluh persen) dari BPHTB yang seharusnya terutang dalam hal penerima Hak Pengelolaan selain dimaksud diatas.24. Tarif PajakBesarnya tarif pajak ditetapkan sebesar 5% (lima persen)25. Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP)Besarnya NPOPTKP ditetapkan secara regional paling banyak Rp 60.000.000,- kecuali dalam hal perolehan hak karena waris, atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan secara regional paling banyak Rp 300.000.000,- dan besarnya NPOPTKP dapat diubah dengan Peraturan Pemerintah dengan mempertimbangkan perkembangan ekonomi dan moneter serta perkembangan harga umum tanah dan atau bangunan.

Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) ditetapkan secara regional paling banyak;1. Rp. 49.000.000 (empat puluh sembilan juta rupiah) dalam hal perolehan hak Rumah Sederhanan Sehat (RSH) dan Rumah Susun Sederhana;2. Rp. 10.000.000 (sepuluh juta rupiah) dalam hal perolehan hak baru melalui program pemerintah yang diterima pelaku usaha kecil atau mikro dalam dalam rangka program peningkatan sertifikasi tanah untuk memperkuat penjaminankreditbagi usaha Mikro dan kecil;3. Rp.300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) dalam hal perolehan hak karena waris, atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah termasuk istri/suami;4. Paling banyak Rp.60.000.000 (enam puluh juta rupiah) dalam hal selain hal jual beli26. Pengembalian Kelebihan Pembayaran BPHTB[footnoteRef:7] [7: Prof.Dr. Mardiasmo, perpajakan revisi 2011, CV ANDI Yogyakarta :2011 hal: 349]

Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak kepada Direktur Jenderal Pajak, antara lain dalam hal:1. Pajak yang dibayar lebih besar dari pada yang seharusnya terutang.2. Pajak yang terutang sudah dibayar olehwajib pajak sebelum akta ditanda-tangani, namun perolehan hak atas tanah dan atau bangunan tersebut batal27. Cara Penghitungan BPHTBBesarnya BPHTB terutang adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) dikalikan tarif 5 % (lima persen). Secara matematis adalah BPHTB = 5 % X (NPOP NPOPTKP)BPHTB = Tarif x Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak = 5% x (NPOP NPOPTKP)

Untuk contoh perhitungan bisa dilihat sebagai berikut:Diperjual-belikan sebidang tanah kosong di Jakarta Selatan dengan data-data sebagai berikut: Luas 1.000 m2 NJOP = 1.000.000,- per meter NJOPTKP adalah Rp. 80.000.000,- Harga kesepakatan antara penjual dan pembeli adalah Rp. 2.000.000,- per meter Maka nilai NPOP (Nilai Transaksi) = 1.000 x 2.000.000,- = Rp. 2.000.000.000,-BesarnyaPPhdanBPHTBadalah sebagai berikut: PPh = 5 % x NPOP Besarnya PPh = 5 % x Rp. 2.000.000.000,- = Rp. 100.000.000,- BPHTB = 5 % x (NPOP NPOPTKP) Besarnya BPHTB = 5 % x (Rp. 2.000.000.000 Rp. 80.000.000) = Rp. 96.000.000,-

BAB III PENUTUPANPajak Bumi dan Bangunan di Indonesia1. KesimpulanPajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Indonesia merupakan pembayaran yang harus dibayarkan bagi warga Negara Indonesia maupun asing karena sudah menggunakan wilayah kekuasaan Negara untuk kepentingannya, dan sebagai pembayaran atas jaminan hukum serta fasilitas Negara. Pembayaran pajak di Indonesia disesuaikan dengan luas lahan maupun bangunan yang digunakan, serta nilai jual obyek pajak didaerah tersebut. Pengenaan pajak berbeda beda setiap daerah karena mempunyai nilai obyek pajak yang berbeda juga, sehingga pemerintah memberikan kalkulasi ketentuan bagi pengenaan PBB atas subyek pajak.Dalam pembayaran PBB maka obyek yang berkaitan harus didaftarkan dan didata oleh kantor pajak, sehingga ketentuan pembayaran bisa diberikan oleh kantor pajak kepada subyek yang bersangkutan. Pengenaan pajak pada lahan permukiman berbeda dengan pengenaan pajak pada lahan pertanian, perkebunan maupun perhutanan dan sesuai dengan UU No. 28 tahun 2009 mengenai perpajakan. Dan melalui kebijakan juga maka NJOPTKP di Indonesia sekitar Rp 10.000.000,00, sehingga setiap nilai jual kena pajak dapat dikurangi 10 juta karena tidak kena pajak, yang sesuai dengan kalkulator pajak.

2. SaranIndonesia merupakan Negara yang mendapatkan uang terbanyak dari penarikan pajak yang diterapkan dalam segala aspek administratif Negara. Akan tetapi, banyak oknum yang memanfaatkan untuk kepentingan pribadinya mengambil keuntungan dari pajak sehingga menimbulkan perbuatan mafia pajak yang dapat merugikan dan menguras uang Negara. Untuk mencegah hal itu terjadi maka pemerintah harus menerapkan sistem pajak yang lebih transparan dan akuntabel, sehingga input yang masuk dari subyek pajak dapat diketahui oleh subyek dan Negara. Perlunya pemerintah dalam menerapkan pajak, harus lebih efisien dan efektif dan tidak ada kesalahan dalam pendataan tanah atau yang lainnya maka pemerintah diharapkan mempunyai layanan E-Pajak bagi rakyat Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Rusjdi Muhammad, PBB, BPHTB, & Bea Materai, Jakarta, PT Indeks, 2007.Brotodihardjo, Santoso. Pengantar Ilmu Hukum Pajak. Bandung: Refika Aditama 2008Prof.Dr. Mardiasmo, perpajakan revisi 2011, Yogyakarta, CV ANDI:2011Undang-Undang No. 20 Tahun 2000 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan BangunanAristanti Widyaningsih, Hukum Pajak dan Perpajakan Dengan Pendekatan Mind Map, Bandung, Alfabeta, 2011

5 | Pajak Bumi dan Bangunan(PBB) dan BPHTB