borang hebefrenik
DESCRIPTION
borang portofolio jiwaTRANSCRIPT
PEMBAHASAN
DEFINISI
Psikosa adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan
Hilangnya rasa kenyataan (sense of reality)
Kesadaran berubah / berkabut
Afek / emosi dangkal / inadekwat
Gangguan proses berpikir:
o Bentuk : non realistik/autistik
o Arus : asosiasi longgar/inkoheren
o Isi : waham, ptm, preokupasi, dll
Gangguan persepsi : halusinasi/ilusi
Gangguan kemauan: menurun atau meningkat
Gangguan psikomotor: menurun atau meningkat
Disorientasi waktu, tempat, orang (pada s.o.o)
Amnesia (pada s.o.o)
Skizofrenia termasuk ke dalam pembagian psikosa fungsional di mana tidak
terdapat gangguan organik. Jenis-jenis skizofrenia antara lain
Skizofrenia katatonik
o Skizofrenia katatonik stupor/ sub stupor
o Skizofrenia katatonik gaduh-gelisah
Skizofrenia paranoid
Skizofrenia hebefrenik
Skizofrenia simplek
Episode skizofrenia akut
Gangguan skizoafektif
Skizofrenia onset anak/early onset
Skizofrenia late onset
Skizofrenia adalah kelainan psikiatri yang meliputi 4 hal, yaitu persepsi, pikiran,
afek, dan prilaku. Penyakit ini biasanya dimulai sebelum usia 25 tahun dan akan bertahan
seumur hidup dan tidak pandang strata dalam menyerang, baik pasien maupun keluarga akan
menderita karena penyakit ini.
Skizofrenia hebefrenik. Beberapa pendapat yang menyebutkan tentang pengertian
skizofrenia antara lain: “Skizofrenia hebefrenik adalah suatu bentuk Skizofrenia yang
ditandai dengan perilaku klien regresi dan primitif, afek yang tidak sesuai, wajah dungu,
tertawa-tawa aneh, meringis dan menarik diri secara ekstrim”.
Skizofrenia hebefrenik adalah suatu bentuk skizofrenia dengan perubahan afektif
yang tampak jelas dan secara umum juga dijumpai waham dan halusinasi yang bersifat
mengambang serta terputus-putus (fragmentary), perilaku yang tidak bertanggung jawab dan
tidak dapat diramalkan, serta umumnya maneurisme.
Skizofrenia hebefrenik disebut juga disorganized type atau “kacau balau” yang
ditandai dengan inkoherensi, affect datar, perilaku dan tertawa kekanak-kanakan, yang
terpecah-pecah, dan perilaku aneh seperti menyeringai sendiri, menunjukkan gerakan-
gerakan aneh, mengucap berulang-ulang dan kecenderungan untuk menarik diri secara
ekstrim dari hubungan sosial.
Skizofrenia hebefrenik adalah suatu bentuk skizofrenia dengan perubahan prilaku
yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan,ada kecenderungan untuk selalu
menyendiri, dan prilaku menunjukkan hampa prilaku dan hampa perasaan, senang
menyendiri,dan ungkapan kata yang di ulang – ulang, proses pikir mengalami disorganisasi
dan pembicaraan tak menentu serta adanya penurunan perawatan diri pada individu.
DASAR TEORI SKIZOFRENIA
Teori Adolf Meyer
Skizofrenia adalah suatu reaksi yang salah (maladaptasi) sehingga terjadi
disharmoni / disorganisasi kepribadian, sehingga akibatnya penderita menjauhkan diri
dari kenyataan (autisme)
Teori Sigmund Freud
Menurut Freud penyebab skizofrenia adalah :
Id (himpunan insting tidak terkoordinasi) berkuasa: terjadi regresi ke fase
narsisistik (sangat mencintai & memperhatikan diri sendiri) seperti pada bayi &
anak kecil
Kelemahan ego (bagian yang terorganisir dan realistis)
Superego (peran kritis dan moral) dikesampingkan sehingga tak bertenaga lagi
Teori Eugene Bleuler
Teori yang pertama kali mengajukan istilah skizofrenia, dimana “skizos” berarti
terpecah belah dan “phren” berarti jiwa. Artinya jiwa yang terpecah belah atau
keretakan/disharmoni antara proses berpikir, perasaan (afek/emosi), perbuatan (kemauan
& psikomotor)
Gejala skizofrenia menurut Bleuler dibagi dengan gejala primer (4A) dan
sekunder:
Gejala primer (4A) antara lain:
Gangguan proses berpikir (Asosiasi)
Gangguan afek/emosi (Afek/emosi)
Gangguan kemauan (Ambivalensi)
Autisme (Autisme)
Gejala sekunder antara lain
Waham
Halusinasi (pendengaran)
Gangguan psikomotor
Gejala-gejala tersebut harus disertai dengan beberapa syarat, antara lain:
Kesadaran tidak menurun
Intelligensi tidak menurun
Terdapat double personality
Dengan teori tersebut maka diagnosa dapat ditegakkan bila didapatkan
disharmoni dari unsur-unsur kepribadian (proses berpikir, afek/emosi, kemauan &
psikomotor)
Teori Kurt Schneider
Teori Schneider membagi berdasarkan:
- Kumpulan gejala kelompok A
- Kumpulan gejala kelompok B
- Kesadaran tidak menurun (compos mentis)
Gejala kelompok A yang dititik beratkan pada pada halusinasi pendengaran,
antara lain
1. Pikirannya dapat didengar sendiri
2. Mendengar suara-suara orang bertengkar
3. Suara-suara yang mengkomentari perilaku penderita
Gejala kelompok B yang di titi berat kan pada gangguan batas ego
1. Tubuh & gerakannya dipengaruhi/ dikendalikan oleh kekuatan dari luar (delusion
of being controlled)
2. Pikirannya diambil/disedot keluar (delusion of withdrawal)
3. Pikirannya dipengaruhi orang lain (delusion of insertion)
4. Pikirannya disiarkan keluar (delusion of broadcasting)
5. Perasaannya dibuat orang lain
6. Kemauannya dipengaruhi orang lain
7. Dorongannya dikuasai orang lain
8. Halusinasi/ilusinya dipengaruhi oleh wahamnya
ETIOLOGI
Etiologi Skizofrenia Hebefrenik pada umumnya sama seperti etiologi
skizofrenia lainnya. Dibawah ini beberapa etiologi yang sering ditemukan:
Faktor Predisposisi
Beberapa faktor predisposisi yang berkontribusi pada munculnya respon
neurobiologi seperti pada harga diri rendah antara lain:
Faktor Genetis, telah diketahui bahwa secara genetis skizofrenia diturunkan
melalui kromosom-kromosom tertentu. Tetapi kromosom yang ke berapa menjadi
faktor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian.
Diduga letak gen skizofrenia ada dikromosom no. 6 dengan kontribusi genetik
tambahan no. 4, 8, 15 dan 22. Anak kembar identik memiliki kemungkinan
mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami skizofrenia,
sementara jika dizigot peluangnya sebesar 15%. Seorang anak yang salah satu
orang tuanya mengalami skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya
skizofreia maka peluangnya menjadi 35%.
Faktor Neurologis Ditemukan bahwa korteks prefrotal dan korteks limbik pada
klien skizofrenia tidak pernah berkembang penuh. Ditemukan juga pada klien
skizofrenia terjadi penurunan volume dan fungsi otak yang abnormal.
Neurotransmiter yang ditemukan tidak normal khususnya dopamine, serotonine,
dan glutamat.
Studi Neurotransmiter Skizofrenia diduga juga disebkan oleh adanya
ketidakseimbangan neurotransmiter dopamine yang berlebihan.
Teori Virus Paparan virus influenza pada trimester 3 kehamilan dapat menjadi
factor predispossisi skizofrenia.
Psikologis Beberapa kondisi psikologis yang menjadi faktor predisposisi
skizofrenia antara lain anak yang diperlakukan oleh ibu pencemas, terlalu
melindungi, dingin dan tidak berperasaan, sementara ayah yang mengambil jarak
dengan anaknya.
Factor Prespitasi Faktor-faktor pencetus respon neurobiologis meliputi :
Berlebihannya proses inflamasi pada sistem saraf yang menerima dan memproses
informasi di thalamus dan frontal otak.
Mekanisme penghantaran listrik di saraf terganggu.
Gejala-gejala pemicu seperti kondisi kesehatan, lingkungan, sikap dan
perilakufaktor Prespitasi
Faktor-faktor pencetus respon neurobiologis meliputi :
Berlebihannya proses inflamasi pada sistem saraf yang menerima dan memproses
informasi di thalamus dan frontal otak.
Mekanisme penghantaran listrik di saraf terganggu.
Gejala-gejala pemicu seperti kondisi kesehatan, lingkungan, sikap dan perilaku.
TANDA DAN GEJALA
Perjalanan penyakit Skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase
prodromal, fase aktif dan fase residual.
Fase prodromal biasanya timbul gejala gejala non spesifik yang lamanya
bisa minggu, bulan ataupun lebih dari satu tahun sebelum onset psikotik menjadi jelas.
Gejala tersebut meliputi : hendaya fungsi pekerjaan, fungsi sosial, fungsi penggunaan
waktu luang dan fungsi perawatan diri. Perubahan perubahan ini akan mengganggu
individu serta membuat resah keluarga dan teman, mereka akan mengatakan “orang ini
tidak seperti yang dulu”. Semakin lama fase prodromal semakin buruk prognosisnya.
Fase aktif gejala positif / psikotik menjadi jelas seperti tingkah laku
katatonik, inkoherensi, waham, halusinasi disertai gangguan afek. Hampir semua
individu datang berobat pada fase ini, bila tidak mendapat pengobatan gejala gejala
tersebut dapat hilang spontan suatu saat mengalami eksaserbasi atau terus bertahan.
Fase residual dimana gejala gejalanya sama dengan fase prodromal tetapi
gejala positif / psikotiknya sudah berkurang. Disamping gejala gejala yang terjadi pada
ketiga fase diatas, penderita skizofrenia juga mengalami gangguan kognitif berupa
gangguan berbicara spontan, mengurutkan peristiwa, kewaspadaan dan eksekutif
(atensi, konsentrasi, hubungan sosial).
Pada Skizofrenia Hebefrenik kita dapat melihat tanda dan gejala yang khas,
antara lain;
1. Inkoherensi yaitu jalan pikiran yang kacau, tidak dapat dimengerti apa
maksudnya.
2. Alam perasaan yang datar tanpa ekspresi serta tidak serasi atau ketolol-tololan.
3. Perilaku dan tertawa kekenak-kanakan, senyum yang menunjukkan rasa puas
diri atau senyum yang hanya dihayati sendiri.
4. Waham yang tidak jelas dan tidak sistematik tidak terorganisasi sebagai suatu
kesatuan.
5. Halusinasi yang terpecah-pecah yang isi temanya tidak terorganisasi sebagai
satu kesatuan.
6. Gangguan proses berfikir
7. Perilaku aneh, misalnya menyeringai sendiri, menunjukkan gerakan-gerakan
aneh, berkelakar, pengucapan kalimat yang diulang-ulang dan cenderung untuk
menarik diri secara ekstrim dari hubungan sosial
Gejala-gejala pencetus respon biologis :
Kesehatan: nutrisi kurang, kurang tidur, ketidakseimbangan irama sirkadian,
kelelahan, infeksi, obat-obatan sistem saraf pusat, kurangnya latihan dan hambatan
untuk menjangkau layanan kesehatan.
Lingkungan: lingkungan yang memusuhi, masalah rumah tangga, kehilangan
kebebasan hidup, perubahan kebiasaan hidup, pola aktivitas sehari-hari, kesukaran
berhubungan dengan orang lain, isolasi sosial, kurangnya dukungan sosial, tekanan
kerja, stigmasisasi, kemiskinan, kurangnya alat transportasi dan ketidakmampuan
mendapatkan pekerjaan.
Sikap/perilaku : merasa tidak mampu, putus asa, merasa gagal, kehilangan
kendali diri(demoralisasi), merasa punya kekuatan berlebihan dengan gejala
tersebut, merasa malang, bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun
kebudayaan, rendahnya kemampuan sosialisasi, perilaku agresif, perilaku kekerasan,
ketidakadekuatan pengobatan dan ketidakadekuatan penanganan gejala.
Beberapa tanda dan gejala yang paling sering ditemukan pada pasien-pasien
Skizofrenia Hebefrenik adalah,
Waham; yaitu suatu keyakinan yang salah yang tidak sesuai dengan latar
belakang sosial budaya serta pendidikan pasien, namun dipertahankan oleh pasien
dan tidak dapat ditangguhkan.
Halusinasi; gangguan persepsi ini membuat pasien skizofrenia dapat melihat
sesuatu atau mendengar suara yang tidak ada sumbernya. Halusinasi yang sering
terdapat pada pasien adalah halusinasi auditorik (pendengaran). Terkadang juga
terdapat halusinasi penglihatan dan halusinasi perabaan.
Siar pikiran, yaitu pasien merasa bahwa pikirannya dapat disiarkan melalui alat-
alat bantu elektronik atau merasa pikirannya dapat dibaca oleh orang lain. Terkadang
pasien dapat mengatakan bahwa dirinya dapat berbincang-bincang dengan penyiar
televisi maupun radio. Beberapa pasien juga mengatakan pikirannya dimasuki oleh
pikiran atau kekuatan lain atau ditarik/diambil oleh kekuatan lain.
PSIKOFISIOLOGI
1. Tahapan halusinasi dan delusi yang biasa menyertai gangguan jiwa.
a. Tahap Comforting
Timbul kecemasan ringan disertai gejala kesepian, perasaan berdosa,
klien biasanya mengkompensasikan stresornya dengan koping imajinasi
sehingga merasa senang dan terhindar dari ancaman.
b. Tahap Condeming
Timbul kecemasan moderat, cemas biasanya makin meninggi
selanjutnya klien merasa mendengarkan sesuatu, klien merasa takut apabila
orang lain ikut mendengarkan apa-apa yang ia rasakan sehingga timbul
perilaku menarik diri (withdrawal).
c. Tahap Controling
Timbul kecemasan berat, klien berusaha memerangi suara yang timbul
tetapi suara tersebut terus menerus mengikuti, sehingga menyebabkan klien
susah berhubungan dengan orang lain. Apabila suara tersebut hilang klien
merasa sangat kesepian atau sedih.
d. Tahap Conquering
Klien merasa panik, suara atau ide yang datang mengancam apabila tidak
diikuti perilaku klien dapat bersifat merusak atau dapat timbul perilaku
suicide.
2. Waham
Kelompok ini ditandai secara khas oleh berkembangnya waham yg
umumnya menetap dan kadang-kadang bertahan seumur hidup. Waham dapat
berupa waham kejaran, hipokondrik, kebesaran, cemburu, tubuhnya dibentuk
secara abnormal,merasa dirinya bau dan homoseks. Tidak dijumpai gangguan
lain, hanya depresi bisa terjadi secara intermitten. Onset biasanya pada usia
pertengahan, tetapi kadang-kadang yang berkaitan dengan bentuk tubuh yang
salah dijumpai pada usia muda. Isi waham dan waktu timbulnya sering
dihubungkan dengan situasi kehidupan individu, misalnya waham kejaran pada
kelompok minoritas. Terlepas dari perbuatan dan sikapnya yang berhubungan
dengan wahamnya, afek dan pembicaraan dan perilaku orang tersebut adalah
normal.Waham ini minimal telah menetap selama 3 bulan
DIAGNOSIS
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia ;
Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau
dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun).
Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas: pemalu dan senang menyendiri
(solitary), namun tidak harus demikian untuk menentukan diagnosis. Untuk
diagnosis hebefrenia yang menyakinkan umumnya diperlukan pengamatan kontinu
selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang khas
berikut ini memang benar bertahan : Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak
dapat diramalkan, serta mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri
(solitary), dan perilaku menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan;
Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering disertai oleh
cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum sendirir (self-
absorbed smiling), atau oleh sikap, tinggi hati (lofty manner), tertawa menyeringai
(grimaces), mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan
hipokondrial, dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated phrases);
Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu (rambling) serta
inkoheren. Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir
umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak
menonjol (fleeting and fragmentary delusions and hallucinations). Dorongan
kehendak (drive) dan yang bertujuan (determination) hilang serta sasaran
ditinggalkan, sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku
tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose). Adanya suatu
preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap agama, filsafat dan tema
abstrak lainnya, makin mempersukar orang memahami jalan pikiran pasien. Menurut
DSM-IV skizofrenia disebut sebagai skizofrenia tipe terdisorganisasi.
PENATALAKSANAAN
Terapi Somatik (Medikamentosa)
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut
antipsikotik. Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan pola
fikir yang terjadi pada Skizofrenia. Pasien mungkin dapat mencoba beberapa jenis
antipsikotik sebelum mendapatkan obat atau kombinasi obat antipsikotik yang
benar-benar cocok bagi pasien. Antipsikotik pertama diperkenalkan 50 tahun yang
lalu dan merupakan terapi obat-obatan pertama yang efektif untuk mengobati
Skizofrenia. Terdapat 3 kategori obat antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu :
antipsikotik konvensional, newer atypical antipsycotics, dan Clozaril (Clozapine).
TIPIKAL
Untuk gejala positif
Extra pyramidal syndrome +++
Murah
ATIPIKAL
Untuk gejala positif dan
negatif
Extra pyramidal syndrome
Minimal
Mahal
DOSIS EFEKTIFITAS TINGGI
Sebagai Antiagitasi
Psiko motor yang meningkat
DOSIS EFEKTIFITAS RENDAH
Perbaikan afek emosi,
kemauan , persepsi
Contoh obat dosis efektif tinggi (D.E.T)
Chlorpromazine (tipikal)
Thioridazine (tipikal)
Clozapine (atipikal)
Quetiapine (atipikal)
Olanzapine (atipikal)
Aripiprazole (atipikal)
Contoh obat dosis efektif rendah (D.E.R)
Haloperidol (tipikal)
Risperidone (atipikal)
Flufenazine (tipikal)
Trifluoperazine (tipikal)
a. Antipsikotik Konvensional
Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut antipsikotik
konvensional.Walaupun sangat efektif, antipsikotik konvensional sering
menimbulkan efek samping yang serius. Contoh obat antipsikotik konvensional
antara lain :
1. Haldol (haloperidol)
2. Mellaril (thioridazine)
3. Navane (thiothixene)
4. Prolixin (fluphenazine)
5. Stelazine ( trifluoperazine)
6. Thorazine ( chlorpromazine)
7. Trilafon (perphenazine)
Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik
konvensional, banyak ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer atypical
antipsycotic.
Ada 2 pengecualian (harus dengan antipsikotok konvensional). Pertama,
pada pasien yang sudah mengalami perbaikan (kemajuan) yang pesat
menggunakan antipsikotik konvensional tanpa efek samping yang berarti.
Biasanya para ahli merekomendasikan untuk meneruskan pemakaian antipskotik
konvensional. Kedua, bila pasien mengalami kesulitan minum pil secara reguler.
Prolixin dan Haldol dapat diberikan dalam jangka waktu yang lama (long acting)
dengan interval 2-4 minggu (disebut juga depot formulations). Dengan depot
formulation, obat dapat disimpan terlebih dahulu di dalam tubuh lalu dilepaskan
secara perlahan-lahan. Sistem depot formulation ini tidak dapat digunakan pada
newer atypic antipsycotic.
b. Newer Atypcal Antipsycotic
Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena prinsip
kerjanya berbeda, serta sedikit menimbulkan efek samping bila dibandingkan
dengan antipsikotik konvensional.
Beberapa contoh newer atypical antipsycotic yang tersedia, antara lain
Risperdal (risperidone)
Seroquel (quetiapine)
Zyprexa (olanzopine)
Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk menangani pasien-
pasien dengan Skizofrenia.
c. Clozaril
Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan antipsikotik atipikal
yang pertama. Clozaril dapat membantu ± 25-50% pasien yang tidak merespon
(berhasil) dengan antipsikotik konvensional. Sangat disayangkan, Clozaril
memiliki efek samping yang jarang tapi sangat serius dimana pada kasus-kasus
yang jarang (1%), Clozaril dapat menurunkan jumlah sel darah putih yang
berguna untuk melawan infeksi. Ini artinya, pasien yang mendapat Clozaril harus
memeriksakan kadar sel darah putihnya secara reguler. Para ahli
merekomendaskan penggunaan Clozaril bila paling sedikit 2 dari obat
antipsikotik yang lebih aman tidak berhasil.
CARA PENGGUNAAN
Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek klinis)
yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek samping sekunder.
Pemilihan jenis obat anti psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang
dominan dan efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis
ekivalen.
Apabila obat anti psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis dalam dosis
yang
Sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan obat
psikosis lain (sebaiknya dari golongan yang tidak sama), dengan dosis
ekivalennya dimana profil efek samping belum tentu sama.
Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti psikosis sebelumnya jenis obat
antipsikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan baik efek
sampingnya, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang
Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:
Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu
Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam
Waktu paruh 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari)
Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak efek samping
(dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu mengganggu
Kualitas hidup pasien
Mulai dosis awal dengan dosis anjuran dinaikkan setiap 2-3 hari sampai
mencapai dosis efektif (mulai peredaan sindroma psikosis) dievaluasi setiap 2
minggu dan bila perlu dinaikkan dosis optimal dipertahankan sekitar 8-12 minggu
(stabilisasi) diturunkan setiap 2 minggu dosis maintanance dipertahankan 6 bulan
sampai 2 tahun (diselingi drug holiday 1-2 hari/minggu) tapering off (dosis
diturunkan tiap 2-4 minggu) stop
Untuk pasien dengan serangan sindroma psikosis multi episode terapi
pemeliharaan dapat diberikan palong sedikit selama 5 tahun.
Efek obat psikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa hari setelah
dosis terakhir yang masih mempunyai efek klinis.
Pada umumnya pemberian obat psikosis sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan
sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali. Untuk psikosis
reaktif singkat penurunan obat secara bertahap setelah hilangnya gejala dalam
kurun waktu 2 minggu - 2bulan.
Obat antipsikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat walaupun
diberikan dalam jangka waktu yang lama, sehingga potensi ketergantungan obat
kecil sekali.
Pada penghentian yang mendadak dapat timbul gejala Cholinergic rebound yaitu:
o Gangguan lambung, mual muntah, diare, pusing, gemetar dan lain-lain.
Keadaan ini akan mereda dengan pemberian anticholinergic agent (injeksi
sulfas atrofin 0,25 mg IM dan tablet trihexypenidil 3x2 mg/hari)
Obat anti pikosis long acting (perenteral) sangat berguna untuk pasien yang tidak
mau atau sulit teratur makan obat ataupun yang tidak efektif terhadap medikasi
oral. Dosis dimulai dengan 0,5 cc setiap 2 minggu pada bulan pertama baru
ditingkatkan menjadi 1 cc setap bulan. Pambarian anti psikosis long acting hanya
untuk terapi stabilisasi danpemeliharaan terhadap kasus skizofrenia.
Penggunaan CPZ (Chlorpromazine) injeksi sering menimbulkan hipotensi
ortostatik pada waktu peubahan posisi tubuh (efek alpha adrenergik blokade).
Tindakan mengatasinya dengan injeksi noradrenalin (effortil IM)
PEMILIHAN OBAT UNTUK EPISODE (SERANGAN) PERTAMA
Newer atypical antipsycoic merupakan terapi pilihan untuk penderita
Skizofrenia episode pertama karena efek samping yang ditimbulkan minimal dan
resiko untuk terkena tardive dyskinesia lebih rendah.
Biasanya obat antipsikotik membutuhkan waktu beberapa saat untuk mulai
bekerja. Sebelum diputuskan pemberian salah satu obat gagal dan diganti dengan
obat lain, para ahli biasanya akan mencoba memberikan obat selama 6 minggu (2
kali lebih lama pada Clozaril)
PEMILIHAN OBAT UNTUK KEADAAN RELAPS (KAMBUH)
Biasanya timbul bila penderita berhenti minum obat, untuk itu, sangat
penting untuk mengetahui alasan mengapa penderita berhenti minum obat.
Terkadang penderita berhenti minum obat karena efek samping yang ditimbulkan
oleh obat tersebut. Apabila hal ini terjadi, dokter dapat menurunkan dosis menambah
obat untuk efek sampingnya, atau mengganti dengan obat lain yang efek sampingnya
lebih rendah.
Apabila penderita berhenti minum obat karena alasan lain, dokter dapat
mengganti obat oral dengan injeksi yang bersifat long acting, diberikan tiap 2- 4
minggu. Pemberian obat dengan injeksi lebih simpel dalam penerapannya.
Terkadang pasien dapat kambuh walaupun sudah mengkonsumsi obat
sesuai anjuran. Hal ini merupakan alasan yang tepat untuk menggantinya dengan
obat obatan yang lain, misalnya antipsikotik konvensonal dapat diganti dengan
newer atipycal antipsycotic atau newer atipycal antipsycotic diganti dengan
antipsikotik atipikal lainnya. Clozapine dapat menjadi cadangan yang dapat bekerja
bila terapi dengan obat-obatan diatas gagal.
PENGOBATAN SELAMA FASE PENYEMBUHAN
Sangat penting bagi pasien untuk tetap mendapat pengobatan walaupun
setelah sembuh. Penelitian terbaru menunjukkan 4 dari 5 pasien yang berhenti
minum obat setelah episode petama Skizofrenia dapat kambuh. Para ahli
merekomendasikan pasien-pasien Skizofrenia episode pertama tetap mendapat obat
antipskotik selama 12-24 bulan sebelum mencoba menurunkan dosisnya. Pasien
yang menderita Skizofrenia lebih dari satu episode, atau balum sembuh total pada
episode pertama membutuhkan pengobatan yang lebih lama. Perlu diingat, bahwa
penghentian pengobatan merupakan penyebab tersering kekambuhan dan makin
beratnya penyakit.
EFEK SAMPING OBAT-OBAT ANTIPSIKOTIK
Karena penderita Skizofrenia memakan obat dalam jangka waktu yang
lama, sangat penting untuk menghindari dan mengatur efek samping yang timbul.
Mungkin masalah terbesar dan tersering bagi penderita yang menggunakan
antipsikotik konvensional gangguan (kekakuan) pergerakan otot-otot yang disebut
juga Efek samping Ekstra Piramidal (EPS). Dalam hal ini pergerakan menjadi lebih
lambat dan kaku, sehingga agar tidak kaku penderita harus bergerak (berjalan) setiap
waktu, dan akhirnya mereka tidak dapat beristirahat. Efek samping lain yang dapat
timbul adalah tremor pada tangan dan kaki. Kadang-kadang dokter dapat
memberikan obat antikolinergik (biasanya benztropine) bersamaan dengan obat
antipsikotik untuk mencegah atau mengobati efek samping ini.
Efek samping lain yang dapat timbul adalah tardive dyskinesia dimana
terjadi pergerakan mulut yang tidak dapat dikontrol, protruding tongue, dan facial
grimace. Kemungkinan terjadinya efek samping ini dapat dikurangi dengan
menggunakan dosis efektif terendah dari obat antipsikotik. Apabila penderita yang
menggunakan antipsikotik konvensional mengalami tardive dyskinesia, dokter
biasanya akan mengganti antipsikotik konvensional dengan antipsikotik atipikal.
Obat-obat untuk Skizofrenia juga dapat menyebabkan gangguan fungsi
seksual, sehingga banyak penderita yang menghentikan sendiri pemakaian obat-
obatan tersebut. Untuk mengatasinya biasanya dokter akan menggunakan dosis
efektif terendah atau mengganti dengan newer atypical antipsycotic yang efek
sampingnya lebih sedikit.
Peningkatan berat badan juga sering terjadi pada penderita Sikzofrenia yang
memakan obat. Hal ini sering terjadi pada penderita yang menggunakan antipsikotik
atipikal. Diet dan olah raga dapat membantu mengatasi masalah ini.
Efek samping lain yang jarang terjadi adalah neuroleptic malignant
syndrome, dimana timbul derajat kaku dan termor yang sangat berat yang juga dapat
menimbulkan komplikasi berupa demam, penyakit-penyakit lain. Gejala-gejala ini
membutuhkan penanganan yang segera.
TERAPI PSIKOSOSIAL
a. Terapi perilaku
Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan ketrampilan
sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri
sendiri, latihan praktis, dan komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah
didorong dengan pujian atau hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang
diharapkan, seperti hak istimewa dan pas jalan di rumah sakit. Dengan demikian,
frekuensi perilaku maladaptif atau menyimpang seperti berbicara lantang,
berbicara sendirian di masyarakat, dan postur tubuh aneh dapat diturunkan.
b. Terapi berorintasi-keluarga
Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali dipulangkan
dalam keadaan remisi parsial, dimana pasien skizofrenia kembali seringkali
mendapatkan manfaat dari terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap
hari). Setelah periode pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam
terapi keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya.
Seringkali, anggota keluarga, didalam cara yang jelas mendorong sanak
saudaranya yang terkena skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur terlalu
cepat. Rencana yang terlalu optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang
sifat skizofrenia dan dari penyangkalan tentang keparahan penyakitnya.-Ahli
terapi harus membantu keluarga dan pasien mengerti skizofrenia tanpa menjadi
terlalu mengecilkan hati. Sejumlah penelitian telah menemukan bahwa terapi
keluarga adalah efektif dalam menurunkan relaps. Didalam penelitian terkontrol,
penurunan angka relaps adalah dramatik. Angka relaps tahunan tanpa terapi
keluarga sebesar 25-50 % dan 5 - 10 % dengan terapi keluarga.
c. Terapi kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana,
masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi
secara perilaku, terorientasi secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif.
Terapi kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa
persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang
memimpin dengan cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya
paling membantu bagi pasien skizofrenia.
d. Psikoterapi individual
Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi individual dalam
pengobatan skizofrenia telah memberikan data bahwa terapi akan membantu dan
menambah efek terapi farmakologis. Suatu konsep penting di dalam psikoterapi
bagi pasien skizofrenia adalah perkembangan suatu hubungan terapetik yang
dialami pasien. Pengalaman tersebut dipengaruhi oleh dapat dipercayanya ahli
terapi, jarak emosional antara ahli terapi dan pasien, dan keikhlasan ahli terapi
seperti yang diinterpretasikan oleh pasien.
----Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang ditemukan
di dalam pengobatan pasien non-psikotik. Menegakkan hubungan seringkali sulit
dilakukan, pasien skizofrenia seringkali kesepian dan menolak terhadap
keakraban dan kepercayaan dan kemungkinan sikap curiga, cemas, bermusuhan,
atau teregresi jika seseorang mendekati. Pengamatan yang cermat dari jauh dan
rahasia, perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap
kaidah sosial adalah lebih disukai daripada informalitas yang prematur dan
penggunaan nama pertama yang merendahkan diri. Kehangatan atau profesi
persahabatan yang berlebihan adalah
tidak tepat dan kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan,
manipulasi, atau eksploitasi.
PERAWATAN DI RUMAH SAKIT (HOSPITALIZATION)
Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik,
menstabilkan medikasi, keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau
membunuh, prilaku yang sangat kacau termasuk ketidakmampuan memenuhi
kebutuhan dasar.
Tujuan utama perawatan dirumah sakit yang harus ditegakkan adalah ikatan
efektif antara pasien dan sistem pendukung masyarakat. Rehabilitasi dan
penyesuaian yang dilakukan pada perawatan rumah sakit harus direncanakan. Dokter
harus juga mengajarkan pasien dan pengasuh serta keluarga pasien tentang
skizofrenia.
Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan membantu
mereka menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan rumah sakit
tergantung dari keparahan penyakit pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan
rawat jalan. Rencana pengobatan di rumah sakit harus memiliki orientasi praktis ke
arah masalah kehidupan, perawatan diri, kualitas hidup, pekerjaan, dan hubungan
sosial. Perawatan di rumah sakit harus diarahkan untuk mengikat pasien dengan
fasilitas perawatan termasuk keluarga pasien. Pusat perawatan dan kunjungan
keluarga pasien kadang membantu pasien dalam memperbaiki kualitas hidup.
PROGNOSIS
Prognosis untuk skizofrenia hebefrenik sama dengan skizofrenia tipe
lainnya, prognosisnya pada umumnya kurang begitu menggembirakan. Sekitar 25%
pasien dapat kembali pulih dari episode awal dan fungsinya dapat kembali pada tingkat
prodromal (sebelum munculnya gangguan tersebut). Sekitar 25% tidak akan pernah
pulih dan perjalanan penyakitnya cenderung memburuk. Sekitar 50% berada
diantaranya, ditandai dengan kekambuhan periodik dan ketidakmampuan berfungsi
dengan efektif kecuali untuk waktu yang singkat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis skizofrenia
1. Keluarga
Pasien membutuhkan perhatian dari masyarakat, terutama dari keluarganya.
jangan membeda-bedakan antara orang yang mengalami Skizofrenia dengan orang
yang normal, karena orang yang mengalami gangguan Skizofrenia mudah
tersinggung.
2. Inteligensi
Pada umumnya pasien Skizofrenia yang mempunyai Inteligensi yang tinggi
akan lebih mudah sembuh dibandingkan dengan orang yang inteligensinya rendah.
3. Pengobatan
Obat memiliki dua kekurangan utama. Pertama hanya sebagian kecil pasien
(kemungkinan 25%) cukup tertolong untuk mendapatkan kembali jumlah fungsi
mental yang cukup normal. Kedua antagonis reseptor dopamine disertai dengan efek
merugikan yang mengganggu dan serius. Namun pasien skkizofrenia perlu di beri
obat Risperidone serta Clozapine.
4. Reaksi Pengobatan
Dalam proses penyembuhan skizofrenia, orang yang bereaksi terhadap obat
lebih bagus perkembangan kesembuhan daripada orang yang tidak bereaksi terhadap
pemberian obat.
5. Stressor Psikososial
Apabila stressor dari skizofrenia ini berasal dari luar, maka akan
mempunayi dampak yang positif, karena tekanan dari luar diri individu dapat
diminimalisir atau dihilangkan. Begitu pula sebaliknya apabila stressor datangnya
dari luar individu dan bertubi-tubi atau tidak dapat diminimalisir maka
prosgnosisnya adalah negatif atau akan bertambah parah.
6. Kekambuhan
penderita skizofrenia yang sering kambuh prognosisnya lebih buruk.
7. Gangguan Kepribadian
Prognosis untuk orang yang mempunyai gangguan kepribadian akan sulit
disembuhkan. Besar kecilnya pengalaman akan memiliki peran yang sangat besar
terhadap kesembuhan.
8. Onset
Jenis onset yang mengarah ke prognosis yang baik berupa onset yang
lambat dan akut, sedangkan onset yang tidak jelas memiliki prognosis yang lebih
baik.
9. Proporsi
Orang yang mempunyai bentuk tubuh normal (proporsional) mempunyai
prognosis yang lebih baik dari pada penderita yang bentuk tubuhnya tidak
proporsional.
10.Perjalanan penyakit
Pada penderita skizofrenia yang masih dalam fase prodromal prognosisnya
lebih baik dari pada orang yang sudah pada fase aktif dan fase residual.
11.Kesadaran
Kesadaran orang yang mengalami gangguan skizofrenia adalah jernih. Hal
inilah yang menunjukkan prognosisnya baik nantinya.
Prognosis Baik Prognosis Buruk
Onset lambat
Faktor pencetus yang jelas
Onset akut
Riwayat sosial, seksual dan pekerjaan
premorbid yang baik
Gejala gangguan mood (terutama
gangguan depresif)
Menikah
Riwayat keluarga gangguan mood
Sistem pendukung yang baik
Gejala positif
Onset muda
Tidak ada factor pencetus
Onset tidak jelas
Riwayat social dan pekerjaan
premorbid yang buruk
Prilaku menarik diri atau autistic
Tidak menikah, bercerai atau
janda/ duda
Sistem pendukung yang buruk
Gejala negatif
Tanda dan gejala neurologist
Riwayat trauma perinatal
Tidak ada remisi dalam 3 tahun
Banyak relaps
Riwayat penyerangan
DAFTAR PUSTAKA
1. Maramis F.Willy dan Maramis A.Albert, 2009. Gangguan Disosiatif ( Konversi ). In :
Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 2. Editor: Kampus C Unair, JL. Mulyorejo
Surabaya.
2. Maslim, Rusdi dr. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkasan dari
PPDGJ III Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya, Jakarta, 2001.
3. Lumbantobing. (2007). Skizofrenia - gila. Jakarta: Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
4. Kaplan and Sadock, 2010. Epidemiologi. In: Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2.
Editor Edisi Bahasa Indonesia: dr. Husny Muttaqin, dr. Retna Neary Elseria
Sihombing. Jakarta
5. Maslim, Rusdi. 2007. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. PT Nuh Jaya Jakarta.
6. First M.B, Tasman A Schizophrenia and Other Psychotic Disorders In:.Clinical
Guide To The Diagnosis And Treatment Of Mental Disorders. 2006 John Wiley &
Sons.
7. http://id.wikipedia.org/wiki/Ego