borang kdk

32
PORTOFOLIO KASUS MEDIS Nama Peserta : dr. JESSIE ANDREAN Nama Wahana : RSUD Padang Panjang Topik : Kasus medis Tanggal (Kasus) : 24 Oktober 2012 Nama Pasien : A No RM : 765107 Tanggal Presentasi : 29 Maret 2012 Nama Pendamping : dr. Dessy Rahmawati Tempat Presentasi : Ruang Konfrens RSUD Padang Panjang Objektif Presentasi : - Keilmuan - Diagnostik Bahan Bahasan : Kasus Cara Membahas : Presentasi dan diskusi 1

Upload: muhammad-ridho-aditya

Post on 08-Dec-2015

99 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

Internship

TRANSCRIPT

Page 1: Borang KDK

PORTOFOLIO KASUS MEDIS

Nama Peserta : dr. JESSIE ANDREAN

Nama Wahana : RSUD Padang Panjang

Topik : Kasus medis

Tanggal (Kasus) : 24 Oktober 2012

Nama Pasien : A

No RM : 765107

Tanggal Presentasi : 29 Maret 2012

Nama Pendamping : dr. Dessy Rahmawati

Tempat Presentasi : Ruang Konfrens RSUD Padang Panjang

Objektif Presentasi : - Keilmuan

- Diagnostik

Bahan Bahasan : Kasus

Cara Membahas : Presentasi dan diskusi

1

Page 2: Borang KDK

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh ( suhu

rektal lebih dari 38ºC ) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakanium. Menurut Cosensus

Statement on Febrile Seizures, kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak,

biasanya terjadi antara umur 6 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak

terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Anak yang pernah mengalami

kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam.

Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang

demam. Bila anak berusia kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang

didahului demam, perlu dipikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, atau epilepsi

yang kebetulan terjadi bersama demam.

2. Epidemiologi

Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, Amerika selatan, dan

Eropa Barat. Insiden tertinggi telah dilaporkan dibeberapa negara, yaitu 7% di Jepang dan

14% di Mariana Island. Di Asia dilaporkan lebih tinggi, kira-kira 20% kasus merupakan

kejang demam kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17-

23 bulan). Kejang demam sedikit lebih sering pada anak laki-laki. Kira-kira 2% -5 % anak

mengalami sekurang - kurangnya satu kejang demam sebelum usia 5 tahun. Di negara -

negara berkembang beberapa infeksi pada masa anak lebih sering terjadi lebih awal

dibandingkan negara maju. Berdasarkan data dari RSUP M.Djamil Padang pada tahun 1995-

1996 insiden kejang demam 68,48 % dari kasus rawat neurologis lainnya.

3. Klasifikasi

a. Kejang demam sederhana ( Simple febrile seizure)

2

Page 3: Borang KDK

Kejang demam yang berlangsung singkat, <15 menit dan umumnya akan berhenti

sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Dan kejang tidak

berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% diantara seluruh

kejang.

b. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure )

Memenuhi salah satu ciri berikut ini :

1) Kejang lama >15 menit

2) Kejang fokal atau parsial atau satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial

3) Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

4. Etiologi dan Faktor Resiko

Penyebab kejang demam yang pasti tidak diketahui dengan jelas. Faktor risiko yang

utama untuk kejang demam adalah umur, demam dan genetik. Pada penelitian dari Wallace

(1972, 1976), Nelson dan Elenberg telah mendapatkan bahwa gangguan tumbuh kembang

sebelumnya ada hubungan dengan kejang demam kompleks.

a. Faktor Demam

Demam yang memicu terjadinya kejang demam sering di sebabkan oleh ISPA, otitis

media, pneumonia, influenza, gastroenteritis dan infeksi traktus urinarius. Infeksi seperti itu

sering terjadi pada anak. Biasanya kejang demam terjadi pada awal infeksi akut, kebanyakan

pada 24 jam pertama demam. Tingkat suhu pada kejang demam bervariasi, dalam suatu

penelitian 75% anak kejang demam mempunyai suhu 39⁰C, dan 25% mempunyai suhu

>40⁰C atau lebih. Anak yang kejang pada demam yang suhunya rendah mempunyai risiko

tinggi untuk mendapatkan kejang berulang.

b. Faktor Umur

Usia mempengaruhi kejadian kejang demam. Kejang demam terjadi pada 2-4% anak

berumur 6 bulan – 5 tahun. Delapan puluh persen anak mengalami kejang demam pertama

pada usia 4 tahun dan 90% pada usia 5 tahun. Kejang pada usia kurang dari 6 bulan atau lebih

dari 5 tahun yang didahului demam bisa diakibatkan oleh suatu proses intrakanium, misalnya

infeksi SSP atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.

c. Faktor Genetik

3

Page 4: Borang KDK

Penyebab kejang demam multifaktorial, tetapi kejadian kejang demam lebih sering di

kalangan anggota keluarga yang terdapat riwayat kejang demam. Annergers mendapatkan

bahawa tingkat risiko kejadian kejang demam di kalangan adik - beradik adalah 2-3 kali

lebih tinggi dibandingkan dengan populasi lokal. Aicardi dan Chevrie mendapatkan bahwa

terdapat insiden tinggi, 31% di kalangan anak yang bersaudara kandung.

Beberapa lokus yang berbeda pada kromosom 8q (FEBI); 2q23-24 (FEB2); dan 5q14-

15(FEB4) telah dikenal pasti di banyak keluarga yang mempunyai sifat dominan dalam

pewarisan. Kejang demam juga lebih sering terjadi pada laki-laki menunjukkan adanya faktor

genetik.

5. Patogenesis

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan suatu

energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting

adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan melalui fungsi

paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Melalui proses oksidasi

glukosa dipecah menjadi CO2 dan air.

Sel neuron dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah

lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal, membran sel dapat dilalui

dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion (Na+) dan elektrolit

lainnya, kecuali ion (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan

konsentrasi ion Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron terjadi sebaliknya. Karena

perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan

potensial yang disebut sebagai potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga

keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase

yang terdapat di permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh

adanya perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular, rangsangan yang datangnya

mendadak misalnya mekanis, kimiawi, atau aliran listrik dari sekitarnya, dan perubahan

patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.

Neurotransmitter juga memegang peran penting terhadap terjadinya kejang, salah

satunya zat yang dikenal sebagai gama-aminobutyric acid (GABA). GABA adalah jenis

4

Page 5: Borang KDK

neurotransmitter inhibisi utama di susunan saraf pusat. Ketidakseimbangan antara eksitasi

dan inhibisi di otak serta penurunan fungsi GABA dapat menimbulkan terjadinya kejang.

Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1⁰ celsius akan mengakibatkan kenaikan

metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak usia 3

tahun, sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan pada orang dewasa

yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan

keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion

K+ maupun ion Na+ melalui membran tersebut, dengan akibat akan terjadi lepas muatan

listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel

maupun ke sel-sel tetangganya melalui bantuan neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap

anak memiliki ambang kejang yang berbeda. Tergantung dari ambang kejang yang

dimilikinya, seorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak yang

memiliki ambang kejang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 38⁰ C dan pada anak yang

memiliki batas ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40⁰ C atau lebih.

Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering tejadi

pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan

pada suhu berapa penderita kejang.

Skema 1. Patogenesis Kejang Demam

Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak

menimbulkan gejala sisa.Tetapi pada kejang yang berlangsung lama ( > 15 menit ) biasanya

disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot

skeletal yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh

5

Page 6: Borang KDK

metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu

tubuh semakin meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya

menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian di atas adalah faktor

penyebab hingga terjadi kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor

terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga

meninggikan permiabilitas kapiler dan timbul edema otakyang mengakibatkan neuron otak.

6. Manifestasi klinis

Umumnya kejang demam sederhana berlangsung singkat, berupa serangan kejang

klonik atau tonik-klonik bilateral. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti

anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit

anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologi. Kejang dapat diikuti oleh

hemiparesis sementara (hemiparesis Todd) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa

hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan

kejang yang berlangsung lama lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama.

Livingston membagi kejang demam menjadi 2 golongan, yaitu kejang demam

sederhana (simple febrile convulsion) dan epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsi

triggered off by fever). Prichard dan Mc Greal membagi kejang demam sederhana dan kejang

demam atipik.

7. Diagnosis

a. Anamnesis

Anamnesis yang dilakukan umumnya aloanamnesis, terutama kepada Ibu atau orang

yang menyaksikan waktu anak kejang.

1) Pastikan adanya bangkitan kejang

Pada waktu temperatur anak meningkat terlihat adanya gerakan-gerakan yang

dilakukan anak sebagai bangkitan kejang, bila perlu minta Ibu untuk menirukannya

dan nilai apakah kejang itu fokal atau umum.

6

Page 7: Borang KDK

2) Pastikan pada waktu itu anak demam

Dengan menanyakan dan menyelidiki apakah ada faktor infeksi yang memegang

peranan dalam terjadinya bangkitan kejang yang menyertai demam.

3) Lamanya serangan

Ibu yang melihat anaknya kejang merasakan waktu berjalan lama, sehingga jawaban

Ibu yang tidak tepat dapat mempengaruhi diagnosis.

4) Pola serangan

Pola serangan perlu diketahui untuk mengklasifikasikan apakah termasuk kejang

demam simplek atau komplek dengan berusaha mendapatkan gambaran.

5) Frekuensi serangan

Yang berhubungan dengan frekuensi serangan adalah :

a) Riwayat kejang sebelumnya

b) Umur anak pertama kali mengalami kejang

Makin kecil usia anak waktu terjadinya kejang yang pertama, prognosis akan

makin jelek.

c) Frekuensi kejang pertahun.

6) Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan :

a) Tanyakan adakah aura tertentu yang menimbulkan kejang, misalnya lapar,

muntah, melihat cahaya dan lain-lain.

b) Tanyakan asal dan penjalaran kejang pada anggota badan.

c) Sesudah kejang berhenti tanyakan tentang kesadaran anak dan kelainan yang

mungkin timbul akibat terjadinya kejang.

7) Riwayat Keluarga

7

Page 8: Borang KDK

Riwayat keluarga perlu diketahui untuk mencari faktor herediter, dengan menanyakan

anggota keluarga yang menderita kejang demam, kejang tanpa demam, dan penyakit

syaraf lainnya.

8) Riwayat Ibu dan anak sebelumnya

a) Riwayat kehamilan, berupa penyakit yang diderita ibu selama hamil

b) Riwayat persalinan, yaitu tentang proses persalinan ibu, apakah anak lahir normal

atau dengan tindakan (forcep, vakum, operasi)

c) Penyakit dahulu, adanya trauma, radang selaput otak, reaksi terhadap imunisasi,

penyakit yang berat, dll.

d) Perkembangan mental dan motorik anak.

b. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaaan kejang sendiri lebih diarahkan untuk membedakan apakah kejang

disebabkan oleh proses ekstra atau intrakranial. Jika kita mendapatkan pasien dalam keadaan

kejang, perlu diamati teliti apakah kejang bersifat klonik, tonik, umum, atau fokal. Amati

pula kesadaran pasien pada saat dan setelah kejang. Perlu diperiksa keadaan pupil; adanya

tanda-tanda lateralisasi; rangsangan meningeal (kaku kuduk, Kernig sign, Brudzinski I, II);

adanya paresis, paralisis, adanya spastis, pemeriksaan reflek patologis dan fisiologis. Bila

anak masih kejang , langsung nilai tipe bangkitan kejang, kesadaran, dan kelainan fisik yang

tampak. Jika pasien tidak dalam keadaan kejang, pemeriksaan kita arahkan untuk mencari

sumber demam itu sendiri, seperti tanda dari ISPA, otitis, dan lain-lain.

c. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan tergantung dari beratnya penyakit dan bila

dicurigai ada infeksi yang mendasarinya. Pada kejang demam sederhana tidak diperlukan

pemeriksaan tersebut.

1) Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi

dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain,

8

Page 9: Borang KDK

misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat

dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah.

2) Pungsi lumbal

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan

kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6%-6,7%. Bila

pada pemeriksaan klinis dicurigai adanya meningitis, pungsi lumbal harus dilakukan kecuali

jika ada kontraindikasi seperti ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial dengan

penurunan kesadaran, kelainan kardiorespirasi, kelainan pendarahan, atau infeksi pada lokasi

tempat jarum akan dimasukkan. Meningitis jarang sekali ditemukan pada anak dengan usia

lebih dari 2 tahun bila tidak ada kejang demam kompleks, iritasi meningeal, atau peteki.

Anak usia dibawah 2 tahun dengan meningitis tanpa tanda-tanda meningeal, biasanya disertai

gejala seperti tidak enak badan dalam beberapa hari, muntah-muntah, mengantuk, petekie,

nafsu makan berkurang, atau kejang demam kompleks. Sehingga pada bayi kecil seringkali

sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi

klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada : 1. Bayi kurang dari 12

bulan sangat dianjurkan dilakukan, 2. Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan, dan 3. Bayi > 18

bulan tidak rutin. Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi

lumbal.

3) EEG

EEG dapat memperlihatkan gelombang lambat di daerah belakang yang bilateral,

sering asimetris, kadang-kadang unilateral. Perlambatan ditemukan pada 88% pasien bila

EEG dikerjakan pada hari kejang dan ditemukan pada 33% pasien bila EEG dilakukan tiga

sampai tujuh hari setelah serangan kejang. Perlambatan aktivitas EEG kurang mempunyai

nilai prognosis, walaupun Aicardi melaporkan bahwa pasien kejang demam kompleks lebih

sering menunjukkan gambaran EEG abnormal. EEG abnormal juga tidak dapat digunakan

untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi di kemudian hari. Saat ini tidak dianjurkan

untuk melakukan EEG pada pasien kejang demam sederhana. Pemeriksaan EEG masih dapat

dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya kejang demam kompleks

pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal. Atau dapat pada anak yang

berisiko untuk berkembang epilepsi. Faktor risiko untuk perkembangan epilepsi sebagai

komplikasi kejang demam adalah riwayat epilepsi keluarga positif, kejang demam awal

9

Page 10: Borang KDK

sebelum umur 9 bulan, kejang demam lama atau atipik, tanda perkembangan yang terlambat,

dan pemeriksaan neurologi yang abnormal.

4) Pencitraan

Pencitraan tidak diperlukan pada anak dengan kejang demam sederhana. Berdasarkan

dari riset berkelanjutan dari 71 anak, anak dengan kejang demam kompleks dan keadaan

neurologis lain yang normal tidak mungkin untuk didapatkan keadaan patologis intrakranial

yang penting, seperti space occupying mass lesion (SOL), hemoragik, hidrosefalus, abses,

atau edem serebral, yang membutuhkan bedah saraf atau intervensi medis. MRI yang tidak

mendesak dapat dipertimbangkan pada anak dengan kejang demam kompleks berulang yang

disertai penemuan kelainan neurologis lain. Termasuk lingkar kepala yang abnormal, dan

perkembangan yang terlambat. Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti CT-scan atau MRI

jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti : 1. Kelainan neurologik

fokal yang menetap (hemiparesis), 2. Paresis nervus, dan 3. Papiledema.

8. Diagnosis Banding

Infeksi susunan saraf pusat dapat disingkirkan dengan pemeriksaan klinis dan cairan

serebrospinal. Kejang demam yang berlangsung lama kadang-kadang diikuti hemiparesis

sehingga sukar dibedakan dengan kejang karena proses intrakranial. Sinkop juga dapat

diprovokasi oleh demam, dan sukar dibedakan dengan kejang demam. Anak dengan demam

tinggi dapat mengalami delirium, menggigil, pucat dan sianosis sehingga menyerupai kejang

demam.

9. Penatalaksanaan

10

Page 11: Borang KDK

Pada tatalaksana kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan yaitu,pengobatan pada

fase akut,mencari dan mengobati penyebab, pengobatan profilaksis terhadap berulangnya

kejang demam.

a. Pegobatan Fase Akut

Dalam penanganan kejang demam, orang tua harus mengupayakan diri setenang

mungkin dalam mengobservasi anak. Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah

sebagai berikut.

Anak harus dibaringkan di tempat yang datar dengan posisi menyamping, bukan

terlentang, untuk menghindari bahaya tersedak.

Jangan meletakkan benda apapun dalam mulut si anak seperti sendok atau penggaris,

karena justru benda tersebut dapat menyumbat jalan napas.

Jangan memegangi anak untuk melawan kejang.

Sebagian besar kejang berlangsung singkat dan tidak memerlukan penanganan

khusus.

Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak harus segera dibawa ke fasilitas

kesehatan terdekat. Sumber lain menganjurkan anak untuk dibawa ke fasilitas

kesehatan jika kejang masih berlanjut setelah 5 menit. Ada pula sumber yang

menyatakan bahwa penanganan lebih baik dilakukan secepat mungkin tanpa

menyatakan batasan menit.

Setelah kejang berakhir (jika < 10 menit), anak perlu dibawa menemui dokter untuk

meneliti sumber demam, terutama jika ada kekakuan leher, muntah-muntah yang

berat, atau anak terus tampak lemas.

Jika anak dibawa ke fasilitas kesehatan, penanganan yang akan dilakukan selain poin-

poin di atas adalah sebagai berikut :

Memastikan jalan napas anak tidak tersumbat

Pemberian oksigen melalui face mask

Pemberian diazepam 0,5 mg/kg berat badan per rektal atau jika telah terpasang selang

infus 0,2 mg/kg per infus

11

Page 12: Borang KDK

Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan

Sebagian sumber menganjurkan pemeriksaan kadar gula darah untuk meneliti

kemungkinan hipoglikemia. Namun sumber lain hanya menganjurkan pemeriksaan ini

pada anak yang mengalami kejang cukup lama atau keadaan pasca kejang (mengantuk,

lemas) yang berkelanjutan.

Berikut adalah tabel dosis diazepam yang diberikan :

Jika

kejang masih berlanjut :

Pemberian diazepam 0,2 mg/kg per infus diulangi. Jika belum terpasang selang infus,

0,5 mg/kg per rektal

Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan

Jika kejang masih berlanjut :

Pemberian fenobarbital 20-30 mg/kg per infus dalam 30 menit atau fenitoin 15-20

mg/kg per infus dalam 30 menit.

Pemberian fenitoin hendaknya disertai dengan monitor EKG (rekam jantung) .

Jika kejang masih berlanjut, diperlukan penanganan lebih lanjut di ruang perawatan

intensif dengan thiopentone dan alat bantu pernapasan.

Bagan Penghentian Kejang Demam

12

Terapi awal dengan diazepam

Usia Dosis IV (infus)

(0.2mg/kg)

Dosis per rektal

(0.5mg/kg)

< 1 tahun 1-2 mg 2.5-5 mg

1-5 tahun 3 mg 7.5 mg

5-10 tahun 5 mg 10 mg

> 10 tahun 5-10 mg 10-15 mg

Page 13: Borang KDK

KEJANG 1.Diazepam rectal 0,5 mg/kgBB atau

↓ BB <10 kg : 5 mg

KEJANG BB >10 kg : 10 mg

Diazepam rektal 2. Diazepam iv 0,3 – 0,5 mg/BB pelan

↓ (1)

Di Rumah Sakit

↓ (2)

KEJANG

Diazepam i.v

Kecepatan 0,5 mg/menit (3 – 5 menit)

Depresi pernafasan dapat terjadi

KEJANG

Fenitoin bolus i.v 10 – 20 mg/kgBB

Kecepatan 0,5 – 1 mg/kgBB/menit

(pastikan ventilasi adekuat)

KEJANG

Transfer ke ICU

Antipiretik pada saat kejang dianjurkan walaupun tidak ditemukan bukti bahwa

penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya kejang demam. Dosis

asetaminofen yang digunakan berkisar 10-15 mg/kgbb/kali diberikan 4 kali seharidan

tidak boleh diberikan lebih dari 5x per hari. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kgbb/kali

diberikan 3-4x per hari. Asetaminofen dapat menyebabkan sindroma Reye terutama

pada anak kurang dari 18 bulan, meskipun jarang. Parasetamol 10 mg/kgbb sama

efektifnya dengan ibuprofen 5 mg/kgbb dalam menurunkan suhu tubuh. Kompres

anak dengan suhu > 39 0C dengan air hangat, suhu > 38 0C dengan air biasa.

b. Profilaksis Intermitten

Anti konvulsan hanya diberikan pada waktu pasien demam dengan ketentuan

orangtua pasien atau pengasuh mengetahui dengan cepat adanya demam pasien. Diazepam

intermitten memberikan hasil lebih baik karena penyerapannya lebih cepat, dapat digunakan

diazepam intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg untuk pasien dengan berat badan kurang dari

10 kg dan 10 mg untuk pasien dengan berat badan lebih dari 10 kg, setiap pasien 13

Page 14: Borang KDK

menunjukkan suhu 38,5 C atau lebih. Diazepam dapat pula diberikan secara oral dengan

dosis 0,5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis pada waktu pasien demam. Efek samping

diazepam ialah ataksia, mengantuk, dan hipotonia.

c. Mengidentifikasi dan Mengobati Penyebab

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan yntuk menyingkirkan kemungkinan

meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Walaupun demikian dokter

melakukan lumbal pungsi hanya pada kasus yang dicurigai mengalami menuingitis atai bila

kejang demam berlangsung lama. Pada bayi kecil sering manifestasi meningitis tidak jelas,

sehingga pungsi lumbal harus dilakukan pada bayi berumur kurang dari 6 bulan, dan

dianjurkan pada pasien berumur kurang dari 18 bulan. Pemeriksaan laboratorium lain perlu

dilakukan utuk mencari penyebab.

d. Pengobatan Rumatan

Pengobatan rumatan hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan salah satu ciri

berikut:

- Kejang > 15 menit

- Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang misalnya

hemiparesis, cerebral palsy, retardasi mental, dan hidrosephalus.

- Kejang fokal

Pengobatan rumat dipertimbangkan apabila

- Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam

- Kejang demam terjadi pada bayi kurang 12 bulan

- Kejang demam ≥ 4 kali per tahun

Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang > 15 menit merupakan indikasi pengobatan

rumat. Kelainan neurologis tidak nyata misalnya keterlambatan perkembangan ringan bukan

merupakan indikasi. Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak

mempunyai fokus organik.

e. Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan tiap hari

Pemberian fenobarbital 4-5mg/kgBB/hari dengan kadar darah sebesar 16ug/ml dalam

darah menunjukkan hasil yang bermakna untuk mencegah berulangnya kecang demam. Efek

samping fenobarbital berupa kelainan watak yaitu iritabel, hiperaktif, pemarah dan agresif

ditemukan pada 30-50% pasien. Efek samping dapat dikurangi dengan menurunkan dosis

fenobarbital.

14

Page 15: Borang KDK

Obat lain yang dapat digunakan untuk profilaksis kejang demam ialah asam valproat

yang sama atau bahkan lebih baik dibandingkan fenobarbital tetapi kadang-kadang

menunjukkan efek samping hepatotoksik. Dosis valproat adalah 15-40mg/kgBB. Valproat

tidak menyebabkan kelainan watak. Profilaksis terus - menerus berguna untuk mencegah

berulangnya kejang demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tetapi tidak dapat

mencegah terjadinya epilepsi di kemudian hari.

f. Edukasi pada Orang Tua

Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang

sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus

dikurangi dengan cara :

1) Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya ”benign”

2) Memberikan cara penanganan kejang

3) Memberikan informasi kemungkinan kejang kembali

4) Terapi memang efektif mencegah rekurensi tetapi memiliki efek samping

5) Tidak ada bukti bahwa terapi akan mengurangi kejadian epilepsi.

Beberapa hal yang harus dikerjakan orang tua di rumah bila anak kembali kejang :

1) Tetap tenang dan tidak panik

2) Kendorkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher

3) Bila tidak sadar, posisikan anak telentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan

atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit jangan

memasukkan sesuatu ke dalam mulut

4) Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang

5) Tetap bersama pasien selama kejang

6) Berikan diazepam rektal selama kejang. Dan jangan diberikan jika kejang telah

berhenti.

7) Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih

10. Prognosis

Apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam dapat berkembang menjadi :

a. Kejang demam berulang

Kejang demam akan terjadi kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko terjadinya kejang

demam berulang adalah:

- Riwayat kejang demam dalam keluarga

15

Page 16: Borang KDK

- Usia kurang dari 15 bulan

- Temperatur yang rendah saat kejang

- Cepatnya kejang saat demam

Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulang 80% sedangkan bila tidak terdapat

faktor tersebut hanya 10% - 15% kemungkinan berulang. Kemungkinan berulang adalah

pada tahun pertama.

b. Epilepsi

Faktor risiko lain adalah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Faktor risiko menjadi

epilepsi adalah:

- Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang

demam pertama

- Kejang demam kompleks

- Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung

Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4-6%.

Kombinasi dari faktor risiko tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi 10-49%.

Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada

kejang demam.

16

Page 17: Borang KDK

DAFTAR PUSTAKA

1. Pusponegoro HD, dkk. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Jakarta. Unit Kerja Koordinasi Neurologi IDAI. 2006.

2. Soetomenggolo. Buku Ajar Neurologi Anak. Hal 245-251.1999.

3. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Kejang Demam. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Hal: 847-855. Jakarta: FKUI. 2002.

4. Behrman, et al. Kejang pada Masa Anak. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Jakarta : EEG. 2000.

17

Page 18: Borang KDK

BORANG STATUS FORTOPOLIO MEDIS

No. ID dan Nama Peserta dr. Jessie Andrean

No. ID dan Nama Wahana RSUD Kota Padang Panjang

Topik Kejang Demam Kompleks

Tanggal (kasus) 24 Oktober 2012

Nama Pasien A No. RM 765107

Tanggal Presentasi 20 – 11 – 2012 Pendamping dr. Dessy Rahmawati

Tempat Presentasi Ruang Konfrens RSUD Kota Padang Panjang

Objektif Presentasi

□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka

□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa

□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil

□ DeskripsiPasien laki-laki, usia 1.5 tahun, datang dengan keluhan kejang berulang 2 jam

yang lalu

□ Tujuan Menegakkan diagnosis, penatalaksanaan, pencegahan Kejang Demam Kompleks

Bahan

Bahasan□ Tinjauan Pustaka □ Riset

□ Kasus□ Audit

Cara

Membahas □ Diskusi □ Presentasi dan Diskusi □ E-mail □ Pos

Data Pasien Nama : A No. Registrasi : 765107

Nama RS : RSUD Kota Padang Panjang Telp : Terdaftar sejak :

Data Utama untuk Bahan Diskusi :

1. Diagnosis / Gambaran Klinis : Kejang Demam Kompleks

2. Riwayat Pengobatan : pasien belum pernah berobat sebelumnya.

3. Riwayat Kesehatan / Penyakit : Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini

sebelumnya.

4. Riwayat Keluarga : Ada keluarga yang menderita sakit seperti ini, yaitu abang pasien

5. Riwayat Pekerjaan : -

6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Tinggal bersama orang tua dan 2 orang saudara,

18

Page 19: Borang KDK

rumah semi permanen

7. Lain-lain : -

Daftar Pustaka :

1. Pusponegoro HD, dkk. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Jakarta. Unit Kerja Koordinasi Neurologi IDAI. 2006.

2. Soetomenggolo. Buku Ajar Neurologi Anak. Hal 245-251.1999.

3. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Kejang Demam. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Hal: 847-855. Jakarta: FKUI. 2002.

4. Behrman, et al. Kejang pada Masa Anak. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Jakarta : EEG. 2000.

Hasil Pembelajaran :

1. Diagnosis Kejang Demam Kompleks

2. Tatalaksana Kejang Demam Kompleks

3. Edukasi mengenai faktor resiko Kejang Demam Kompleks

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio

1. Subjektif :

- Kejang berulang di rumah sejak 3 jam sebelum masuk rumah sakit, frekuensi

± 4 kali, seluruh tubuh, lama <5 menit/kali, jarak antara kejang ±10 menit,

anak sadar setelah kejang.

- Demam tinggi sejak 12 jam sebelum masuk rumah sakit, tidak terus menerus,

tidak menggigil, tidak berkeringat.

- Pilek (+) sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, ingus kental, warna putih

kekuningan, batuk (-)

- Riwayat nyeri telinga (-), keluar cairan dari telinga (-)

- Mual (-), muntah (-)

- Sakit perut (-)

- BAB dan BAK dalam batas normal

- Riwayat kejang sebelumnya (-)

- Riwayat trauma (-)

- Riwayat kejang demam pada anggota keluarga lain (+) yaitu kakak pasien

pada usia kurang dari 2 tahun.

19

Page 20: Borang KDK

2. Objektif :

a. Vital sign

- KU : sakit sedang

- Kesadaran : sadar

- Frekuensi nadi : 110 x/menit

- Frekuensi nafas : 28 x/menit

- Suhu : 39.70 C

- BB : 13 kg

b. Pemeriksaan sistemik

- Kulit : Teraba hangat, tidak pucat, tidak ikterik, tidak sianosis.

- Kepala : Bentuk normal, rambut hitam, tidak mudah dicabut

- Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokhor

- THT : napas cuping hidung (-)

- Mulut : sianosis sirkum oris (-)

- Leher : KGB tidak teraba, kaku kuduk (-)

- Paru :

Inspeksi : normochest, simetris saat statis dan dinamis

Palpasi : Fremitus sama kiri dan kanan

Perkusi : Sonor kiri dan kanan

Auskultasi : Bronkovesikuler, wheezing tidak ada, rhonki ada

- Jantung :

Inspeksi : Iktus tidak terlihat

Palpasi : Iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi : Batas jantung normal

Auskultasi : Bunyi jantung murni, teratur, bising tidak ada.

- Abdomen

Inspeksi : Distensi (-)

20

Page 21: Borang KDK

Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+ ) normal

- Genitalia : tidak diperiksa

- Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik

c. Status Neurologis

- Kesadaran : GCS 15 (E4M6V5)

- Tanda rangsangan selaput otak : (-)

- Tanda peningkatan tekanan intracranial :

Pupil isokor, Ø 3/3mm, refleks cahaya +/+

Muntah proyektil (-)

Sakit kepala progresif (-)

- Nervi Kranialis : diharapkan dalam batas normal

- Motorik : tidak ada kelainan

- Sensorik : tidak ada kelainan

- Refleks : diharapkan dalam batas normal

- Fungsi Otonom : miksi dan defekasi baik

d. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan darah rutin :

- Hb : 11.1 gr/dl

- Leukosit : 19.220/mm3

- Ht : 35.1%

- Trombosit : 233.000/mm3

Urinalisa : dalam batas normal

3. Assesment (penalaran klinis) :

Telah dilaporkan seorang pasien laki - laki berumur 1.5 tahun masuk Bangsal Anak

RSUD Padang Panjang pada tanggal 24 Oktober 2012 dengan diagnosis kerja : Kejang

Demam Kompleks. Dasar diagnosis kejang demam kompleks pada pasien adalah dari

anamnesis didapatkan riwayat kejang berulang ± 4 kali, seluruh tubuh, lamanya kurang dari 5

21

Page 22: Borang KDK

menit. Sebelumnya pasien demam tinggi disertai pilek sejak 12 jam SMRS.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu tubuh pasien tinggi (39.7°C). Pemeriksaan

sistemik ditemukan ronkhi pada kedua paru. Pada status neurologis tidak ditemukan kelainan.

Dari pemeriksaan darah rutin, ditemukan leukositosis (19.220/mm3).

Untuk pemeriksaan penunjang, pada pasien ini dianjurkan untuk melakukan EEG.

Terapi utama pada pasien ini adalah pemberian Dumin suppositoria dan injeksi

luminal 75 mg IM. Dilanjutkan dengan infuse KaEn 3B 10 tetes/menit, Amoxicillin syrup 3 x

2 cth, Paracetamol syrup 4 x 1 cth, Luminal 2 x 50 mg untuk 2 hari, dan CTM 3 x 2 mg. Jika

pasien tiba – tiba kejang diberikan injeksi stesolid 4 mg IV.

Pemberian Dumin suppositoria dan Paracetamol bertujuan untuk menurunkan demam

yang dapat mencetuskan kejang. Amoxicillin syrup diberikan untuk mengobati infeksi pada

pasien. Obat anti kejang diberikan sesuai dengan penatalaksanaan Kejang Demam Kompleks.

Pada pasien dan keluarga diberikan edukasi mengenai penatalaksanaan kejang di rumah

dan pentingnya konsumsi obat anti kejang selama setahun penuh agar terhindar dari serangan

kejang berikutnya.

22

Page 23: Borang KDK

4. Plan :

- Diagnosis klinis : Kejang Demam Kompleks dan ISPA

- Pengobatan :

IVFD KaEn 3B 10 tetes/menit

Dumin supp I

Luminal 75 mg IM

Stesolid 4 mg IV k/p

Amoxicillin syrup 3x2 cth

Paracetamol syrup 4x1 cth

Luminal 2x50 mg

CTM 3x2 mg

- Pendidikan :

Kepada pasien dan keluarga dijelaskan mengenai penyakit ini dan komplikasi yang

bisa terjadi pada penyakit ini serta cara mencegahnya. Pada pasien juga disarankan

untuk teratur minum obat anti kejang selama setahun bebas kejang.

23