blok paraservikal

Upload: fachrizalrikardi

Post on 13-Oct-2015

100 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

blok paraservical

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangPada proses kehamilan normal, tubuh akan beradaptasi terhadap perubahan fisiologis yang terjadi. Perubahan fisiologis tersebut antara lain adanya peningkatan tekanan darah, volume darah, tekanan darah perifer. Pada proses kehamilan, darah mengalir sekitar 625 ml melalui plasenta per menit selama bulan terakhir kehamilan sehingga hal ini mengakibatkan terjadinya peningkatan cardiac output sekitar 30 ke 40 persen di atas normal pada minggu ke 27. Sementara denyut nadi akan meningkat menjadi 10 kali/ menit. Volume darah meningkat sekitar 40 % pada kehamilan normal. Seksio sesarea didefinisikan sebagai lahirnya janin melalui insisi dinding abdomen (laparotomi) dan dinding uterus (histerektomi). Definisi ini tidak mencakup pengeluaran janin pada kasus ruptur uteri atau pada kasus kehamilan abdomen. Prinsip dilakukan tindakan seksio sesarea diantaranya keadaan yang tidak memungkinkan janin dilahirkan per vaginam, dan atau keadaan gawat darurat yang memerlukan pengakhiran kehamilan / persalinan segera, yang tidak mungkin menunggu kemajuan persalinan per-vaginam secara fisiologis.Indikasi dilakukan tindakan seksio sesarea salah satu diantaranya ialah plasenta previa, yakni plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (ostium uteri internum). Pada plasenta previa dilakukan tindakan seksio sesarea pada keadaan plasenta previa totalis, perdarahan banyak tanpa henti, presentase abnormal, panggul sempit, keadaan serviks tidak menguntungkan (belum matang) dan gawat janin. Teknik anestesi pada umumnya dibagi atas teknik anestesi general dan anestesi regional. Anestesi general bekerja menekan aksis hipotalamus pituitari adrenal sedangkan anestesi regional berfungsi untuk menekan transmisi impuls nyeri dan menekan saraf otonom eferen ke adrenal. Umumnya pada tindakan seksio sesarea dilakukan teknik anestesi regional. Anestesi regional yang dilakukan pada pasien obstetri adalah dengan teknik blok paraservikal, blok epidural, blok sub arakhnoid, dan blok kaudal. Anestesi spinal (blok subarakhnoid) merupakan pilihan utama dalam tindakan seksio sesarea. Alasan pemilihan anestesi spinal karena rendahnya efek samping terhadap neonatus akan obat depresan, pengurangan risiko terjadinya aspirasi pulmonal pada maternal, kesadaran ibu akan lahirnya bayi, dan yang paling penting adalah pemberian opioid secara spinal dalam rangka penyembuhan nyeri pasca operasi.1.2. Rumusan Masalah1. Bagaimanakah penatalaksanaan anastesi pada pasien hamil dengan letak oblig dan APB?2. Bagaimanakah sistem anestesi regional dengan spinal anestesi?1.3. Tujuan

1. Untuk mengetahui anastesi pada penatalaksanaan pasien hamil dengan letak oblig dan APB.2. Untuk mengetahui mengenai anestesi regional dengan spinal anestesi.

1.4. ManfaatAdapun manfaat dari pembuatan laporan kasus ini antara lain :

1. Menambah wawasan mengenai anastesi regional. 2. Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti kepaniteraan klinik bagian ilmu Anastesi.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Perubahan Fisiologis Ibu Hamil 2.1.1. Perubahan Kardiovaskular Peningkatan isi sekuncup / stroke volume sekitar 30% sampai 50%,

peningkatan frekuensi denyut jantung sampai 20%,

peningkatan cardiac output sampai 50%.

Volume plasma meningkat sampai 45% sementara jumlah eritrosit meningkat hanya sampai 25%, menyebabkan terjadinya dilutional anemia of pregnancy.

Meskipun terjadi peningkatan isi dan aktifitas sirkulasi, penekanan / kompresi vena cava inferior dan aorta oleh massa uterus gravid dapat menyebabkan terjadinya supine hypertension syndrome. Jika tidak segera dideteksi dan dikoreksi, dapat terjadi penurunan vaskularisasi uterus sampai asfiksia janin.

Pada persalinan, kontraksi uterus/his menyebabkan terjadinya autotransfusi dari plasenta sebesar 300-500 cc selama kontraksi.

Beban jantung meningkat, curah jantung meningkat, sampai 80%.

Perdarahan yang terjadi pada partus pervaginam normal bervariasi, dapat sampai 400-600 cc. Pada sectio cesarea, dapat terjadi perdarahan sampai 1000 cc. Meskipun demikian jarang diperlukan transfusi. Hal itu karena selama kehamilan normal terjadi juga peningkatan faktor pembekuan VII, VIII, X, XII dan fibrinogen sehingga darah berada dalam hypercoagulable state.

2.1.2.Perubahan Sistem Respirasi

Perubahan pada fungsi pulmonal, ventilasi dan pertukaran gas. Functional residual capacity menurun sampai 15-20 %, cadangan oksigen juga berkurang.

Pada saat persalinan, kebutuhan oksigen (oxygen demand) meningkat sampai 100%.

Menjelang atau dalam persalinan dapat terjadi gangguan / sumbatan jalan napas pada 30% kasus, menyebabkan penurunan PaO2 yang cepat pada waktu dilakukan induksi anestesi.

Ventilasi per menit meningkat sampai 50%, memungkinkan dilakukannya induksi anestesi yang cepat pada wanita hamil.

2.1.3.Perubahan Sistem Renal

Aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus meningkat sampai 150% pada trimester pertama, namun menurun sampai 60% di atas nonpregnant state pada saat kehamilan aterm. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh aktifitas hormon progesteron.

Kadar kreatinin, urea dan asam urat dalam darah mungkin menurun namun hal ini dianggap normal.

Pasien dengan preeklampsia mungkin berada dalam proses menuju kegagalan fungsi ginjal meskipun pemeriksaan laboratorium mungkin menunjukkan nilai normal.2.1.4.Perubahan pada Sistem Gastrointestinal Uterus gravid menyebabkan peningkatan tekanan intragastrik dan perubahan sudut gastroesophageal junction, sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya regurgitasi dan aspirasi pulmonal isi lambung.

Sementara itu terjadi juga peningkatan sekresi asam lambung, penurunan tonus sfingter esophagus bawah serta perlambatan pengosongan lambung.

Enzim-enzim hati pada kehamilan normal sedikit meningkat.

Kadar kolinesterase plasma menurun sampai sekitar 28%, mungkin akibat hemodilusi dan penurunan sintesis.

2.1.5. Sistem Syaraf Pusat dan Perifer Akibat peningkatan endorphin dan progesteron pada wanita hamil, konsentrasi obat inhalasi yang lebih rendah cukup untuk mencapai anestesia; kebutuhan halotan menurun sampai 25%, isofluran 40%, metoksifluran 32%.

Pada anestesi epidural atau intratekal (spinal), konsentrasi anestetik lokal yang diperlukan untuk mencapai anestesi juga lebih rendah.

wanita hamil membutuhkan lebih sedikit anestesi lokal Minimum local analgesic concentration (MLAC) daripada wanita yang tidak hamil untuk mencapai level dermatom sensorik yang diberikan, Hal ini karena pelebaran vena-vena epidural pada kehamilan menyebabkan ruang subarakhnoid dan ruang epidural menjadi lebih sempit.3

Faktor yang menentukan yaitu peningkatan sensitifitas serabut saraf akibat meningkatnya kemampuan difusi zat-zat anestetik lokal pada lokasi membran reseptor (enhanced diffusion).

2.1.6. Sirkulasi Utero-Plasental Sirkulasi uteroplasental normal sangat dibutuhkan dalam perkembangan dan perawatan untuk fetus yang sehat.

Aliran darah uterin meningkat secara progresif selama kehamilan dan mencapai nilai rata rata antara 500ml sampai 700ml di masa aterm.

aliran arteri uterin sangat bergantung pada tekanan darah maternal dan curah jantung. Hasilnya, faktor yang mempengaruhi perubahan aliran darah melalui uterus dapat memberikan efek berbahaya pada suplai darah fetus.

Aliran darah uterin menurun selama periode hipotensi maternal, dimana hal tersebut terjadi dikarenakan hipovolemia, perdarahan, dan kompresi aortocaval, dan blokade simpatis.

Hal serupa, kontraksi uterus (kondisi yang meningkatkan frekuensi atau durasi kontraksi uterus) dan perubahan tonus vaskular uterus yang dapat terlihat dalam status hipertensi mengakibatkan gangguan pada aliran darah.

2.2 Plasenta previa

Plasenta previa merupakan plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (ostium uteri internum). Klasifikasi plasenta previa berdasarkan terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu :

1. Plasenta previa totalis : bila seluruh pembukaan jalan lahir tertutup oleh plasenta.2. Plasenta previa lateralis : bila hanya sebagian pembukaan jalan lahir tertutup oleh plasenta.3. Plasenta previa marginalis : bila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan jalan lahir.4. Plasenta previa letak rendah : bila plasenta berada 3-4 cm diatas pinggir pembukaan jalan lahir.

Penegakan diagnosis plasenta previa, diantaranya yaitu 1. Anamnesis : adanya perdarahan per vaginam pada kehamilan lebih 20 minggu dan berlangsung tanpa sebab.2. Pemeriksaan luar : sering ditemukan kelainan letak. Bila letak kepala maka kepala belum masuk pintu atas panggul.3. Inspekulo : adanya darah dari ostium uteri eksternum.4. USG untuk menentukan letak plasenta.5. Penentuan letak plasenta secara langsung dengan perabaan langsung melalui kanalis servikalis tetapi pemeriksaan ini sangat berbahaya karena dapat menyebabkan perdarahan yang banyak. Oleh karena itu cara ini hanya dilakukan diatas meja operasi.

Plasenta previa dilakukan tindakan seksio sesarea pada keadaan, diantaranya plasenta previa totalis, perdarahan banyak tanpa henti, presentase abnormal, panggul sempit, keadaan serviks tidak menguntungkan (belum matang), gawat janin.

2.3 Seksio Sesarea

2.3.1 Definisi

Seksio sesarea merupakan lahirnya janin melalui insisi dinding abdomen (laparotomi) dan dinding uterus (histerektomi). Definisi ini tidak mencakup pengeluaran janin pada kasus ruptur uteri atau pada kasus kehamilan abdomen

2.3.2 Indikasi Seksio Sesarea

2.3.2.1 Indikasi Absolut Menurut Norwitz (2008),

indikasi absolut seksio sesarea dibagi atas

a. Berasal dari ibu

i. Induksi persalinan yang gagal

ii.Proses persalinan tidak maju (distosia persalinan)

iii. Disproporsi sefalopelvik

b. Uteroplasenta

i.Bedah uterus sebelumnya (sesar klasik)

ii.Riwayat ruptur uterus

iii. Obstruksi jalan lahir (fibroid)

iv. Plasenta previa, abruptio plasenta berukuran besar

c. Janin

i. Gawat janin/ hasil pemeriksaan janin tidak meyakinkan

ii. Prolaps tali pusat

iii. Malpresentasi janin

2.3.2.2 Indikasi relatif dalam seksio sesarea terbagi atas (Norwitz, 2008):

a. riwayat ibu

i. bedah sesar elektif berulang

ii. penyakit ibu

b. uteroplasenta

i. riwayat bedah uterus sebelumnya

ii. presentasi funik pada saat persalinan

c. janin

i. malpresentasi janin

ii. makrosomia

iii. kelainan janin

2.3.2.3 Kontraindikasi Seksio Sesarea

Menurut Pernoll (2009), kontraindikasi tindakan seksio sesarea meliputi infeksi piogenik dinding abdomen, janin abnormal yang tidak dapat hidup, janin mati (kecuali untuk menyelamatkan nyawa ibu) dan kurangnya fasilitas, perlengkapan atau tenaga yang sesuai.

2.3.3 Komplikasi Seksio Sesarea Pernoll (2009) menyatakan beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada kasus seksio sesarea.

a. Kematian Ibu. Angka kematian ibu pada seksio sesarea adalah 40-80/100.000, meningkat sebanyak 25 kali angka kematian ibu pada persalinan per vaginam.

b. Kesakitan Ibu selama Operasi. Komplikasi pembedahan selama seksio sesarea berkisar di atas 11% (kira-kira 80% minor dan 20% mayor). Komplikasi mayor meliputi trauma pada kandung kemih, laserasi sampai serviks atau vagina, laserasi korpus uteri, laserasi melalui ismus ke ligamentum latum, laserasi pada kedua arteri uterina, trauma usus dan trauma pada bayi dengan sekuele. Komplikasi minor meliputi transfusi darah, trauma pada bayi tanpa sekuele, laserasi minor pada isus dan kesulitan melahirkan.

c. Kesakitan Ibu Pascaoperasi Kesakitan pasca seksio sesarea kira-kira sebesar 15 % dan sekitar 90% di antaranya disebabkan oleh infeksi (endometitis, infeksi saluran kemih, sepsis karena luka). Komplikasi lebih banyak terjadi pada kasus seksio darurat kira kira 25% sedangkan pada kasus elektif hanya 5%. Predisposisi terjadi kesakitan pasca operasi adalah lamanya pecah selaput ketuban sebelum operasi, lama persalinan sebelum operasi, anemia dan obesitas. Komplikasi non infeksi pasca bedah yang lazin (< 10% total komplikasi) meliputi ileus paralitik, perdarahan intraabdominal, paresis kandung kemih, trombosis dan gangguan paru.

2.4. REGIONAL ANESTESI

2.4.1. Definisi

Anesthesi regional adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh sementara, dengan hambat impuls syaraf sensorik. Fungsi motorik sarafdapat terpengaruh baik sebagian maupun seluruhnya. Neuroaksial blok (spinal dan epidural anestesi ) akan menyebabkan blok simpatis, analgesia sensoris dan blokmotoris tergantung dari dosis, konsentrasi dan volume obat anestesi lokal. Terdapat perbedaan fisiologis dan farmakologis bermakna antara anestesi spinal dan epidural, yaitu :

Efek fisiologis yang diberikan blok neuroaksial: 1. Efek Kardiovaskuler

Akibat dari blok simpatis, terjadi penurunan tekanan darah. Efeksimpatektomi tergantung dari tinggi blok. Pada spinal : 2-6 dermatom diatas level blok sensoris, sedangkan pada epidural: pada level yang sama. Pencegahan efek hipotensi adalah dengan pemberian cairan (pre-loading) untuk mengurangi hipovolemia relatif akibat vasodilatasi sebelum dilakukan spinal/epidural anestesi. Selain pemberian cairan, obat-obatan vasopressor (efedrin) juga dapat diberikan. Bila terjadi high spinal (blok pada cardio accelerator fiber di T1-T4) dapat terjadi bradikardi sampai cardiac arrest.

2. Efek RespirasiBila terjadi spinal tinggi (blok lebih dari dermatom T5) dapat terjadi hipoperfusi dari pusat nafas di batang otak sehingga dapat terjadi respiratory arrest. Kemudian efek respirasi bisa juga terjadi jika blokmengenai nervus phrenicus sehingga menganggu gerakan diafragma dan otot perut yg dibutuhkan untuk inspirasi dan ekspirasi.3. Efek GastrointestinalMual muntah dapat terjadi akibat blok neuroaksial sebesar 20%, yaitu hiperperistaltik GI oleh aktivitas parasimpatis vagal yang disebabkan oleh simpatis yang terblok. Mual muntah juga bisa diakibatkan oleh efek hipotensi yaitu menyebabkan hipoksia otak yang merangsang pusat muntah di CTZ (dasarventrikel ke IV).Pembagian anestesi regional yaitu : 1. Blok Sentral (blok neuroaksial) yaitu meliputi blok spinal, epidural, dan kaudal. Tindakan ini sering digunakan.2. Blok Perifer (blok saraf), misalnya blok pleksus brakialis, aksiler, analgesia regional intravena, dan lain-lain.

2.4.2. Anatomi 1. Tulang punggung (kolumna vertebralis)

Terdiri dari :

7 vertebra servikal

12 vertebra torakal

5 vertebra lumbal

5 vertebra sacral menyatu pada dewasa

4-5 vertebra koksigeal menyatu pada dewasa

Prosesus spinosus C2 teraba langsung dibawah oksipital. Prosesus spinosus C7 menonjol dan disebut vertebra prominens.

Garis lurus yang menghubungkan kedua Krista iliaka tertinggi akan memotong prosesus spinosus vertebra L4 atau antara L4-L5.

2. Vertebra Lumbal

3. Peredaran darah

Medulla spinalis diperdarahi oleh a. spinalis anterior dan a. spinalis posterior.

4. Lapisan jaringan punggung.

Untuk mencapai cairan serebrospinalis, maka jarum suntik akan menembus : kulit -> subkutis -> lig. Suoraspinosum -> lig. Interspinosum -> lig. Flavum -> ruang epidural

-> durameter -> ruang sub araknoid.

5. Medulla spinalis (korda spinalis, the spinal cord)

Berada dalam kanalis spinalis dikelilingi oleh cairan serebrospinalis, dibungkus meningen (durameter, lemak, dan pleksus venosus). Pada dewasa berakhir setinggi L1, pada anak L2 dan pada bayi L3 dan sakus duralis berakhir setinggi S2.

6. Cairan serebrospinalis

Cairan serebrospinalis merupakan ultrafiltrasi dari plasma yang berasal dari pleksus arteria koroidalis yang terletak di vertebra 3-4 dan lateral. Cairan ini jernih tak berwarna mengisi ruang subaraknoid dengan jumlah total 100-150 ml, sedangkan yang di punggung sekitar 25-45 ml.

7. Ketinggian segmental anatomic

C3-C4

Clavicula

T2

Ruang interkostal kedua

T4-5

Garis putting susu

T7-9

Arcus subcostalis

T10

Umbilikalis

L1

Daerah inguinal

S1-4

Perineum

8. Ketinggian segmental reflex spinal

T7-8

Epigastrik

T9-12

Abdominal

L1-2

Kremaster

L2-4

Lutut

S1-2

Plantar, pergelangan kaki

S4-5

Sfingter anus, reflex kejut

2.4.3. Anestesi Spinal

Anestesi spinal (intratekal, intradural, subdural, subaraknoid) adalah pemberian obat anestesi lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anesthesia spinal diperoleh dengan cara menyuntikan anestesi lokal ke dalam ruang subaraknoid. Teknik ini sederhana, cukup efektif dan mudah dikerjakan.

Gambar 1. Lokasi Ruang Subarachnoid

Indikasi

Bedah ekstremitas bawah

Bedah panggul

Tindakan sekitar rectum perineum

Bedah obstetric ginekologi

Bedah urologi

Bedah abdomen bawah

Pada bedah abdomen atas dan bedah pediatric biasanya dikombinasi dengan anestesi umum ringan

Indikasi Kontra Absolut

Pasien menolak

Infeksi pada tempat suntikan

Hipovolemi berat, syok

Koagulopati atau mendapat terapi antikoagulan

Tekanan intracranial meninggi

Fasilitas resusitasi minim

Kurang pengalaman atau tanpa didampingi konsultan anestesi

Indikasi Kontra Relatif

Infeksi sistemik (sepsis, bakteremi)

Infeksi sekitar tempat suntikan

Kelainan neurologis

Kelainan psikis

Bedah lama

Penyakit jantung

Hipovolemi ringan

Nyeri punggung kronis

Persiapan anestesi spinal

a. Infoment conset b. Pemeriksaan fisik

c. Pemeriksaan laboratorium

Peralatan anestesi spinal

a. Peralatan monitor

Tekanan darah, nadi, oksimetri denyut (pulse oximeter) dan EKG

b. Peralatan resusitasi / anestesi umum

c. Jarum spinal

Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bamboo runcing, quincke-babcock) atau jarum spinal dengan ujung pensil (pencil point, whitecare)

Teknik Anestesi Spinal

1. Posisi pasien duduk atau dekubitus lateral. Posisi duduk merupakan posisi termudah untuk tindakan punksi lumbal. Pasien duduk di tepi meja operasi dengan kaki pada kursi, bersandar ke depan dengan tangan menyilang di depan. Pada posisi dekubitus lateral pasien tidur berbaring dengan salah satu sisi tubuh berada di meja operasi. Panggul dan lutut difleksikan maksimal. Dada dan leher didekatkan ke arah lutut.

2. Posisi penusukan jarum spinal ditentukan kembali, yaitu di daerah antara vertebra lumbalis (interlumbal). Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua krista iliaka dengan tulang punggung, ialah L4 L5.

3. Lakukan tindakan asepsis dan antisepsis kulit daerah punggung pasien.

4. Lakukan penyuntikan jarum spinal di tempat penusukan pada bidang medial dengan sudut 10-30 terhadap bidang horizontal ke arah kranial. Jarum lumbal akan menembus ligamentum supraspinosum, ligamentum interspinosum, ligamentum flavum, lapisan duramater dan lapisan subaraknoid.

5. Cabut stilet, putar jarum, lalu cairan serebrospinal akan menetes keluar.6. Suntikkan obat anestetik lokal yang telah dipersiapkan ke dalam ruang subaraknoid. 7. Tutup luka tusukan dengan kasa steril.

Dikenal 2 macam golongan analgetik lokal

a. Golongan amide : misalnya, lignokain, bupivakain

b. Golongan eter : misalnya, prokain, tetrakain.

Anestesi lokal untuk anestesi spinalBerat jenis cairan serebrospinal (CSS) pada suhu 370C ialah 1,003 1,008. Anestetik lokal dengan berat jenis sama dengan CSS disebut isobarik. Anestetik lokal dengan berat jenis lebih besar dari CSS disebut hiperbarik. Anestetik lokal dengan berat jenis lebih kecil dari CSS disebut hipobarik. Anestetik lokal yang sering digunakan adalah jenis hiperbarik diperoleh dengan mencampur anestetik lokal dengan dekstrosa. Untuk jenis hipobarik (anestesi lokal dengan berat jenis lebih kecil dari CSS) biasanya digunakan tetrasiklin diperoleh dengan mencampur dengan air injeksi.

Anestesi LokalBerat JenisSifatDosis

Lidokain (Xylobain, Lignokain)

2% plain

5% dalam dextrose 75%1.006

1.033Isobarik

Hipebarik20-100 mg (2-5 ml)

20-50 mg (1-2 mg)

Bupivikain (Markain)

0.5% dalam air

0.5% dalam dextrose 8,25%1.005

1.027Isobarik

Hiperbarik5-20 mg (1-4 ml)

5-15 mg (1-3 ml)

Penyebaran Anestesi Lokal Tergantung Faktor utama

Berat jenis anestesi lokal

Posisi pasien

Dosis dan volume anestesi lokal

Faktor tambahan

Ketinggian suntikan

Kecepatan suntikan

Ukuran jarum

Keadaan fisik pasien

Tekanan intraabdominal

Obat-obat yang dipakai Obat anestesi lokal yang biasa dipakai untuk spinal anestesi adalah lidokain, bupivakain, levobupivakain, prokain, dan tetrakain. Lidokain adalah suatu obat anestesi lokal yang poten, yang dapat memblokade otonom, sensoris dan motoris. Lidokain berupa larutan 5% dalam 7,5% dextrose, merupakan larutan yang hiperbarik. Mula kerjanya 2 menit dan lama kerjanya 1,5 jam. Dosis rata-rata 40-50mg untuk persalinan, 75-100mg untuk operasi ekstrimitas bawah dan abdomen bagian bawah, 100-150mg untuk spinal analgesia tinggi. Lama analgesi prokain < 1 jam, lidokain 1-1,5 jam, tetrakain 2 jam lebih.

Pengaturan Level Analgesia Level anestesia yang terlihat dengan spinal anestesi adalah sebagai berikut : level segmental untuk paralisis motoris adalah 2-3 segmen di bawah level analgesia kulit, sedangkan blokade otonom adalah 2-6 segmen sephalik dari zone sensoris. Untuk keperluan klinik, level anestesi dibagi atas :

1. Sadle block anesthesia : zona sensoris anestesi kulit pada segmen lumbal bawah dan sakral.

2. Low spinal anesthesia : level anestesi kulit sekitar umbilikus (T10) dan termasuk segmen torakal bawah, lumbal dan sakral.

3. Mid spinal anesthesia : blok sensoris setinggi T6 dan zona anestesi termasuk segmen torakal, lumbal, dan sacral.

4. High spinal anesthesia : blok sensoris setinggi T4 dan zona anestesi termasuk segmen torakal 4-12, lumbal, dan sacral.

Makin tinggi spinal anestesia, semakin tinggi blokade vasomotor, motoris dan hipotensi, serta respirasi yang tidak adekuat semakin mungkin terjadi. Lama Anestesi Lokal Tergantung a. Jenis anestesi lokal

b. Besarnya dosis

c. Ada tidaknya vasokontriktor

d. Besarnya penyebaran anestesi lokal

Keuntungan Anestesia Regionala. Alat yang dibutuhkan minimal dan teknik yang di gunakan relatifsederhana biaya relatif lebih murah.b. Dipertimbangkan sebagai teknik yang relatif aman untuk pasien yang tidakpuasa (operasi emergency, lambung penuh) karena penderita sadarc. Tidak ada komplikasi jalan nafas dan respirasi.d. Tidak ada polusi kamar operasi oleh gas anestesi.e. Perawatan post operasi lebih ringan. Kerugian Anestesia Regional.

a. Tidak semua penderita mau dilakukan anestesia regionalb. Membutuhkan kerjasama penderitac. Sulit diterapkan pada anak-anak. Komplikasi Tindakan a. Hipotensi berat

b. Bradikardi

c. Hipoventilasi

d. Trauma pembuluh darah

e. Trauma saraf

f. Mual muntah

g. Gangguan pendengaran

h. Blok spinal tinggi atau blok total

Komplikasi paska tindakana. Nyeri tempat suntikan

b. Nyeri punggung

c. Nyeri kepala karena kebocoran liquor

d. Meningitis

e. Retensio urin

2.5.TERAPI CAIRAN

Terapi cairan dibutuhkan, jika tubuh tidak dapat memasukkan air, elektrolit dan zat-zat makanan secara oral, misalnya pada keadaan pasien harus puasa lama, karena pembedahan saluran cerna, perdarahan banyak, syok hipovolemik, anoreksia berat, mual-muntah tak berkesudahan dan lain-lainnya.

Komposisi cairan tubuh terdiri atas :

Bayi baru lahir : 75%

Usia 1 bulan : 65%

Dewasa pria : 60%

Dewasa wanita 50%

Sisanya zat padat ( protein, lemak, karbohidrat)

Cairan tubuh sebanyak 60% terdiri atas cairan intraseluler 40% dan ekstraseluler 20%. Cairan intraseluler mengandung ion-ion kalium, magnesium dan fosfor. Sedangkan ekstraseluler (ion-ion natrium dan clorida) terdiri atas plasma darah 5% (eritrosit, leukosit, trombosit) dan cairan interstisiel 15%. Disamping itu, terdapat cairan antarsel (transeluler) yaitu cairan serebrospinal, persendian, dan peritoneum.

Macam-macam cairan terdiri atas kristaloid (elektrolit) dan koloid (plasma ekspander) yang diberikan secara intravena. Terapi cairan adalah tindakan untuk memelihara, mengganti milieuinteriur dalam batas fisiologis. Terapi parenteral diperlukan untuk mengganti deficit cairan saat puasa sebelum dan sesudah pembedahan, mengganti kebutuhan rutin saat pembedahan, mengganti perdarah yang terjadi dan mengganti cairan pindah ke ruang ketiga (rongga peritoneum, ke luar tubuh).

Kebutuhan cairan basal (rutin, rumatan) adalah : 4ml/kgBB/jam untuk BB 10 kg pertama

2ml/kgBB/jam untuk BB 10 kg kedua

1ml/kgBB/jam untuk sisa berat badan

Pembedahan akan menyebabkan cairan pindah keruang ketiga, keruang peritoneum, ke luar tubuh. Untuk menggantinya tergantung besar kecilnya pembedahan. 6-8ml/kg untuk bedah besar

4-6ml/kg untuk bedah sedang

2-4ml/kg untuk bedah kecil

Perdarahan pada pembedahan tidak selalu perlu transfuse, untuk perdarah dibawah 20% dari volume darah total pada dewasa cukup diganti dengan cairan infuse yang komposisi elektrolitnya kira-kira sama dengan komposisi elektrolit serum, misalnya dengan ringer laktat atau ringer asetat. Volume darah bayi anak 80ml/kgBB

Volume darah dewasa pria 75ml/kgBB

Volume darah dewasa wanita 65ml/kgBB

Tujuan terapi cairan yaitu untuk resusitasi dan rumatan. Resusitasi yaitu mengganti deficit cairan kristaloid, mengganti kehilangan akut (dehidrasi, syok hipovolemik), dan koloid. Sedangkan rumatan untuk kebutuhan normak harian kristaloid dan memasok kebutuhan harian.

Terapi cairan pengganti dapat diberikan secara per oral atau intravena secara sendiri-sendiri atau secara kombinasi, tergantung pada tempat pelayanan dan beratnya dehidrasi. Rehidrasi oral diberikan bila defisit cairan ringan, sekitar 1-2 liter. Pemberian oralit atau air gula garam dapat digu-nakan sebagai rehidrasi oral. Bila defisit cairan berat atau pasien mengalami gangguan kesadaran, cairan intravena harus diberikan. Penggantian cairan intravena paling baik diberikan di ruang rawat akut di mana dehidrasi dapat dipantau secara ketat. Langkah pertama dalam terapi dehidrasi hipernatremik adalah mengkoreksi kolaps hemodinamik yang umumnya memberikan gejala seperti hipotensi, ortostasis, dan berkurangnya jumlah urin yang keluar. Terapi awal adalah infus cairan garam hipotonik secara cepat sampai parameter tersebut di atas stabil. Selanjutnya sisa defisit cairan dikoreksi dalam 2-3 hari untuk mencegah gagal jantung. Bila hemodinamik stabil, diberikan setengah dari defisit cairan dalam 24 jam per-tama, sedang volume sisanya diberikan dalam 24 sampai dengan 72 jam berikutnya. Cairan pengganti terbaik adalah Dekstrosa 5% dalam NaCl 0,45%. Pasien dengan dehidrasi isotonik seyogyakan diberikan cairan NaCl isotonik sebagai cairan pengganti. Selain mengkoreksi defisit cairan, kehilangan cairan yang masih berlangsung harus diganti. Kehilangan cairan tersebut sekitar 2-3 liter per hari pada usia lanjut yang sehat dan mungkin lebih besar lagi bila ada penyakit.

Pengkajian status cairan secara terus menerus harus selalu dilakukan untuk memastikan penggantian cairan yang tepat. Hal ini meliputi pengukuran asupan dan keluaran cairan, berat badan, tekanan darah, denyut nadi, pemeriksaan laboratorium seperti ureum, kreatinin, elektrolit, dan osmolaritas serum. Pencatatan jumlah cairan yang masuk dan keluar dengan teliti penting pula untuk memastikan bahwa pasien tidak kelebihan cairan sehingga dapat terhindar dari volume overload dan hiponatremia.

2.6. POST ANESTESI Stress pasca operasi sering terjadi gangguan nafas, kardiovaskular, mual-muntah, menggigil, kadang-kadang perdarahan. Pasca operasi berada di ruang recovery. Di unit ini pasien dinilai tingkat pulih sadarnya.

Observasi dan monitor tanda vital (nadi, tensi, respirasi)

Bila pasien gelisah harus diteliti apakah karena kesakitan (tekanan darah dan nadi cepat) atau karena hipoksia (tekanan darah turun dan nadi cepat) misal karena perdarahan (hipovolemia).

Bila kesakitan beri analgetik NSAID/Opioid. Jika hipoksia cari sebabnya dan atasi penyebabnya (obstruksi jalan nafas) karena secret/lender atau lidah jatuh ke hipofharing). Oksigen via nasal kanul 3-4 liter, selama pasien belum sadar betul tetep diberikan.

Pasien dapat dikirim kembali ke bangsal/ruangan setelah sadar, reflek jalan nafas sudah aktif, tekanan darah dan nadi dalam batas-batas normal.

Pasien bisa diberi makan dan minum jika flatus sudah ada, itu bukti peristaltik usus sudah normal.

BAB IIILAPORAN KASUS

3.1. IDENTITAS PASIEN :

Nama: Ny. A Umur: 28 tahun

Alamat: Turen

Kelamin: Perempuan Pekerjaan: Ibu Rumah Tangga Status: Menikah Tanggal Periksa : 02 September 2013 No MR: 328155 Diagnosis: GII P1001 Ab 000 uk 37-38 minggu dengan letak oblig + APB Tindakan: Secsio Cesarea3.2. ANAMNESA

1. Masuk rumah sakit tanggal: 01 September 2013

2. Keluhan utama: keluar darah dari jalan lahir

3. Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang ke UGD RSUD Kanjuruhan dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir, pasien mengatakan darah yang keluar sedikit, hanya berupa flek-flek berwarna merah sejak kemarin malam, kemudian tadi pagi pasien memeriksakan diri ke puskesmas, oleh puskesmas pasien dirujuk ke RSUD. pada pukul 10.50 pasien sampai di UGD RSUD kanjuruhan.4. Riwayat penyakit sistemik yang pernah dialami:

Hipertensi (disangkal), Diabetes Melitus (disangkal), Asma (-), Alergi (-), kejang (-), peny. Jantung (disangkal)

5. Riwayat penyakit keluarga :

Hipertensi (disangkal), Diabetes Melitus (disangkal), Asma (-), Alergi (-), kejang (-), peny. Jantung (disangkal)

6. Riwayat pengobatan: Selama sakit ini pasien belum pernah berobat, hanya ke puskesmas tidak diberi obat, langsung dirujuk ke RSUD

3.3. PEMERIKSAAN FISIK

a. Status present

Keadaan umum: Cukup, GCS E4V5M6

Tekanan darah: 110/70 mmHg

Nadi : 88 x/mnt

Suhu : 36,2C

RR: 20 x/mnt

b. Pemeriksaan umum

1. Kulit

: cianosis (-), ikterik (-), turgor menurun (-)

2. Kepala

Mata

: anemi -/-, ikterik -/-, edema palpebra -/-

Hidung: Nafas cuping hidung (-)

Mulut: Bibir pucat (-), mulut sukar membuka (-), gigi menonjol kedepan (-),tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-), uvula ditengah.3. Leher: pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran kelenjar limfe (-),trakea ditengah, JVP tidak meningkat,4. Thorax

Paru

: Inspeksi : pergerakan nafas simetris, tipe pernafasan normal, retraksi costae -/-

Palpasi : teraba massa abnormal -/-, pembesaran kel. Axilla -/-

Perkusi : sonor +/+, hipersonor -/-, pekak -/-

Auskultasi : vesikuler +/+, suara nafas menurun -/-, Wh -/-, Rh -/-

Jantung: Inspeksi : ictus cordis tak tampak

Palpasi : ictus cordis kuat angkat

Perkusi : batas jantung normal

Auskultasi: Irama reguler, BJ I, BJ II normal, BJ tambahan (-)

5. Abdomen: Inspeksi : melebar, bekas luka operasi (+), linea nigra (+),

Palpasi : TFU 3 jari bawah px, letak oblig,

Perkusi : timpani,

Auskultasi : Bising Usus (+) normal, DJJ 140 x/menit6. Ekstremitas : Akral hangat, pucat (-), odem (-)7. Status Urogenital : Dalam Batas Normal.3.4.Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium:Tanggal 18 Juni 2013

Jenis PemeriksaanHasilNormalSatuan

Hemoglobin12,6L.13,5-18 P.12-16g/dl

Hitung Lekosit7.7704.000 - 11.000sel/cmm

Hitung Eritrosit4,114,0 - 5,5Juta/cmm

Hitung Trombosit264.000150.000 - 450.000sel/cmm

Hematokrit36,8L. 40-54 P. 35-47%

Masa Perdarahan100< = 5Menit

Masa Pembekuan1100< = 15Menit

GDS71160 mmol/L). Riwayat asma. Pasien pasca operasi dengan risiko tinggi terjadi perdarahan atau hemostasis inkomplit, pasien dengan antikoagulan termasuk Heparin dosis rendah (2.5005.000 unit setiap 12 jam).

Terapi bersamaan dengan Ospentyfilline, Probenecid atau garam lithium. Anak < 16 tahun. Pasien yang mempunyai riwayat sindrom Steven-Johnson atau ruam vesikulobulosa. Pemberian profilaksis sebelum bedah mayor atau intra-operatif jika hemostasis benar-benar dibutuhkan karena tingginya risiko perdarahan. Efek Samping. Saluran cerna : diare, dispepsia, nyeri gastrointestinal, nausea.

Susunan Saraf Pusat : sakit kepala, pusing, mengantuk, berkeringat. Terapi CairanPada pasien ini berikan cairan infus RL. (ringer laktat) sebagai cairan fisiologis untuk mengganti cairan dan elektrolit yang hilang. Pasien sudah tidak makan dan minum 9 jam, maka kebutuhan cairan pada pasien ini :

BB = 67 kgMaintenance = 2 cc/kgBB/jam = 2 x 67 kg = 134 cc/jamPengganti puasa = 6 x maintenance = 6 x 134 cc = 804 cc/jamStress operasi = 8 cc/kgBB/jam = 8 x 67= 536 cc/jamEBV = 70 cc/kgBB/jan = 70 x 67 = 4690/jamABL = EBV X 20% = 4200 X 20 % = 938 cc

Pemberian Cairan :1 jam pertama = (50 % X pengganti puasa ) + maintenance + stress operasi + jumlah perdarahan = (50 % X 804) +134 + 536 +250= 402 + 134 + 536 + 250 = 1322 cc

Recovery

Setelah operasi selesai dan pasien dalam keadaan sadar, pasien dipindahkan ke ruang recovery dan diobservasi Bromage Score pasien ini didapatkan bromage score 1. Jika Bromage score 2, maka pasien bisa dipindahkan ke ruang.

Bromage Score

Gerakan penuh dari tungkai0

Tak mampu ekstensikan tungkai1

Tak mampu fleksi lutut2

Tak mampu fleksi pergelangan kaki3

BAB V

PENUTUP

5.1.Kesimpulan

Ny A, 28 th hamil usia kehamilan 37-38 mingu datang dengan keluhan keluar drah dai jalan lahir sejak kemarin malam, darah yang keluar berupa flek-flek, pasien periksa ke puskesmas, oleh puskemas dirujuk ke RSUD.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 88x/menit, RR 20x/menit, suhu 36,30C. Pada pemeriksaan penunjang di dapatkan pemeriksaan darah lengkap dalam batas normal, dari hasil USG didapatkan gambaran placenta previa marginalis. Status Anestesi: KU: Cukup, Airway : clear, Breathing: spontan, Circulation: TD: 120/80 mmHg, N: 84x/menit, teraba cukup, reguler, Dissability: compos mentis, GCS: E4V5M6, Status Fisik : ASA II, diagnosis : GII P1001 Ab 000 dengan letak oblig + APB e.c placenta previa. Penatalaksaan : Seksio Sesarea. Teknik anastesi : Regional anestesi SAB.

Anesthesi regional adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh sementara, dengan hambat impuls syaraf sensorik. Fungsi motorik sarafdapat terpengaruh baik sebagian maupun seluruhnya. Anestesi spinal (intratekal, intradural, subdural, subaraknoid) adalah pemberian obat anestesi lokal ke dalam ruang subaraknoid. Neuroaksial blok (spinal dan epidural anestesi ) akan menyebabkan blok simpatis, analgesia sensoris dan blokmotoris tergantung dari dosis, konsentrasi dan volume obat anestesi lokal.Anestesi spinal (blok subarakhnoid) merupakan pilihan utama dalam tindakan seksio sesarea. Alasan pemilihan anestesi spinal karena rendahnya efek samping terhadap neonatus akan obat depresan, pengurangan risiko terjadinya aspirasi pulmonal pada maternal, kesadaran ibu akan lahirnya bayi, dan yang paling penting adalah pemberian opioid secara spinal dalam rangka penyembuhan nyeri pasca operasi

5.2.Saran

Kami sadar bahwa laporan kasus ini belum sepenuhnya sempurna, maka dari itu kami memerlukan kritik dan kontruksif guna tercapainya kesempurnaan dalam makalah ini.

9