blok ambalat

Click here to load reader

Upload: ariffs

Post on 10-Nov-2015

60 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

blok ambalat

TRANSCRIPT

MAKALAH HUKUM INTERNASIONAL KONFLIK BLOK AMBALAT ANTARA INDONESIA DAN MALAYSIA Oleh: Elisa Putri Ayuningtyas

12

MAKALAH HUKUM INTERNASIONALKONFLIK BLOK AMBALAT ANTARA INDONESIA DAN MALAYSIA

DISUSUN OLEH:ELISA PUTRI AYUNINGTYAS372013007

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN KOMUNIKASIPROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONALUNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA2014BAB IPendahuluanMelalui pasal 1 Konvensi Montevideo, dalam pembentukan suatu negara terdapat unsur-unsur pembentuknya, meliputi : adanya penduduk, wilayah, kedaulatan, serta kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara lain. Di sini wilayah merupakan salahsatu unsur riil pembentuk negara, dengan kata lain riil adalah dapat diamati secara fisik. Tak jarang konflik antar negara yang terjadi pun berbau teritorial. [footnoteRef:1] Dan wilayah sering disangkutkan pula dengan kedaulatan. Saat wilayah suatu negara dilanggar oleh negara lain, sama dengan mengganggu kedaulatan suatu negara. [1: Suryo Sakti Hadiwijoyo, Perbatasan Negara Dalam Dimensi Hukum Internasional (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), h.2-3]

Dalam tulisan ini, akan dibahas mengenai konflik antara Indonesia-Malaysia mengenai blok Ambalat yang ada di Kalimantan Timur. Dimana terjadi masalah batas wilayah, yang sangat menarik untuk dibahas ,dilihat dari ceritanya serta bagaimana pemerintah Indonesia menyikapi hal ini.Latar Belakang MasalahIndonesia mempunyai banyak pulau dan potensi Sumber Daya Alam. Salahsatunya adalah Ambalat , yang terletak di laut Sulawesi atau Selat Makassar milik negara Indonesia sebagai negara kepulauan. Blok Ambalat dengan luas 15.235 kilometer persegi, ditengarai mengandung kandungan minyak dan gas yang dapat dimanfaatkan hingga 30 tahun.[footnoteRef:2] Yang perlu digaris bawahi wilayah Ambalat adalah milik Indonesia. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya penandatanganan Perjanjian Tapal Batas Kontinen Indonesia-Malaysia pada tanggal 27 Oktober 1969, yang ditandatangani di Kuala Lumpur, telah diratifikasi pada tanggal 7 November 1969.[footnoteRef:3] Hal ini kemudian menjadi dasar hukum bahwa Blok Ambalat berada di bawah kedaulatan Indonesia. Akan tetapi, letak geografis Blok Ambalat yang berbatasan langsung dengan negara tetangga Malaysia, sehingga rawan menimbulkan konflik perbatasan. [2: RI Peringatkan Malaysia Soal Blok Ambalat, http://nasional.kompas.com/read/2008/10/21/22413798/ , diakses pada 20 Maret 2014 pukul 20.25 WIB.] [3: Boer Mauna, Hukum Internasional (Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global), (Bandung, P.T Alumni,2008 ), h. 357.]

Namun wilayah itu diklaim oleh Malaysia melalui peta 1979 yang diterbitkan secara sepihak. Malaysia membuat peta baru mengenai tapal batas kontinental dan maritim , mereka membuat perbatasan maritimnya sendiri dengan memasukan blok maritim Ambalat ke dalam wilayahnya yaitu dengan memajukan koordinat 4 10' arah utara melewati Pulau Sebatik. Indonesia memprotes dan menyatakan tidak mengakui klaim itu, merujuk pada Perjanjian Tapal Batas Kontinental Indonesia - Malaysia tahun 1969 dan Persetujuan Tapal batas Laut Indonesia dan Malaysia tahun 1970 (lihat gambar 1) .Indonesia melihatnya sebagai usaha secara terus-menerus dari pihak Malaysia untuk melakukan ekspansi terhadap wilayah Indonesia. Kasus ini meningkat profilnya setelah lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan (2002), yang dinyatakan sebagai bagian dari Malaysia oleh Mahkamah Internasional.[footnoteRef:4] [4: Boer Mauna, Hukum Internasional (Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global), (Bandung, P.T Alumni,2008 ), h. 357.]

Peta 1979 itu sudah diprotes Indonesia dan beberapa negara Asia Tenggara lainnya. Sejak tahun 1980, Pemerintah Indonesia terus menyampaikan protes secara berkala, karena Malaysia telah melanggar wilayah perairan yang berada di bawah kedaulatan dan hak berdaulat Indonesia.[footnoteRef:5] [5: Ibid.]

Gambar 1. Sumber : http://4.bp.blogspot.com/lXAUiRMjsG8/Ui1O6VmP4mI/ s1600/Ambalat+sebagai+Contested+Area+bagi+Indonesia-1-1.jpg

Pada 2005, dikagetkan kembali oleh pemberitaan berbagai media massa yang memuat persoalan wilayah perairan yang telah menjadi sengketa antara kedua negara, Indonesia dan Malaysia. Wilayah yang disengketakan tersebut tidak lain adalah di kawasan Ambalat, sebelah timur kepala Pulau Kalimantan, yang juga masih di perairan Laut Sulawesi. Negara Jiran itu tiba-tiba mengklaim wilayah Indonesia merupakan wilayah perairan mereka.[footnoteRef:6] [6: Syaiful Bahri, Sengketa Blok Ambalat dan Kedaulatan RI, http://www.suaramerdeka.com/harian/0503/08/opi03.htm , diakses pada 20 Maret 2014 pukul 21.22 WIB.]

Namun, Indonesia tidak akan merujuk sengketa mereka atas minyak dan gas di Blok Ambalat yang kaya ke Mahkamah Internasional / International Court of Justice (ICJ). Menteri Luar Negeri Datuk Seri Utama Dr Rais Yatim mengatakan ini adalah karena pemerintah kedua negara telah membentuk sebuah kelompok orang terkemuka untuk mempelajari sengketa. "Kami telah sepakat untuk menyelesaikan masalah ini secara damai. Kami akan meminta pandangan dari pakar hukum laut dan wilayah untuk solusi," tambahnya. "Kami juga akan mendapatkan kelompok netral untuk memberikan pandangan pada sekali ini kita sudah mendapat rekomendasi dari komite teknis yang memiliki perwakilan dari kedua negara," katanya usai membuka pertemuan tahunan asosiasi Jelebu mantan polisi yang umum di sini.Pada awal 2005, Malaysia memberikan hak eksplorasi minyak di daerah lepas Laut Sulawesi, yang juga diklaim oleh Indonesia, untuk Shell. Pada saat yang sama, pemerintah Indonesia memberikan izin kepada ENI perusahaan Italia untuk eksplorasi minyak dan gas di blok Ambalat. Indonesia kemudian mengirim kapal perang dan jet tempur ke daerah tersebut, memaksa Malaysia melakukan penghentian kegiatan.

Rumusan MasalahSetelah menyimak mengenai sengketa wilayah perbatasan Malaysia-Indonesia , tepatnya di Ambalat. Terdapat beberapa pertanyaan yang dapat diajukan , yaitu :1. Apa yang melatarbelakangi perilaku klaim Malaysia?2. Apa saja yang menjadi dasar hukum bahwa blok ambalat adalah milik Indonesia ?3. Mengapa Indonesia tidak ingin membawa masalah blok ambalat ke Mahkamah Internasional?4. Bagaimana usaha yang dapat digunakan pemerintah Indonesia untuk mempertahankan blok Ambalat sebagai milik negaranya?

BAB IIKerangka TeoriA. Teori KedaulatanBerdirinya suatu negara karena adanya wilayah dan penduduk saja tidaklah cukup, dibutuhkan kedaulatan di dalamnya. Karena adanya kekuasaan tertinggi yang mengatur rakyat adalah salahsatu unsur konstitutif dalam suatu pembentukan suatu negara, yaitu kedaulatan.Menurut konsep hukum Internasional , kedaulatan memiliki 3 aspek utama, antara lain[footnoteRef:7]: [7: Ambalat, diakses melalui http://publikasi.umy.ac.id/files/journals/6/articles/1027/public/1027-1135-1-PB.pdf h. 7 pada 16 Maret 2014 pukul 20.05 WIB.]

1. Aspek Intern Kedaulatanadalah hak atau kewenangan eksklusif suatu negara untuk menentukan bentuk lembaga- lembaganya, cara kerja lembaga- lembaga tersebut dan hak untuk membuat undang- undang yang diinginkan serta tindakan-tindakan untuk mematuhi.2. Aspek Ekstern Kedaulatanadalah hak bagi setiap negara untuk secara bebas menentukan hubungannya dengan berbagai negara atau kelompok-kelompok lain tanpa kekangan, tekanan atau pengawasan negara lain.3. Aspek Territorial Kedaulatanberarti kekuasaan dan eksklusif yang dimiliki oleh negara atas individu- individu dan benda- benda yang terdapat di wilayah negara tersebut.

Suatu negara dianggap merdeka saat negara tersebut memiliki kedaulatan, begitupun sebaliknya. Kemerdekaan disini diartikan bebasnya intervensi negara lain terhadap suatu negara karena adanya kedaulatan tiap negara yang tidak dapat diganggu gugat lainnya, negara bebas menentukan kebijakan dalam negri maupun dalam negri tanpa campur tangan kekuasaan asing.Berdasar aspek kedaulatan yang ketiga , bisa diartikan bila ada yang mengganggu milik yang terdapat di wilayah suatu negara, sama saja telah mengganggu kedaulatan negara tersebut.B. Teori Hukum Laut Internasional : Konvensi Hukum Laut Internasional Tahun 1982Melalui United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) pada tahun 1982, yang hingga kini telah diratifikasi oleh 140 negara. Negaranegara kepulauan (Archipelagic States) memperoleh hak mengelola Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 200 mil laut di luar wilayahnya. Sebagai negara kepulauan, Indonesia mempunyai hak mengelola (yurisdiksi) terhadap Zona Ekonomi Eksklusif. Hal ini kemudian telah dituangkan kedalam Undang-undang Nomor 17 tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut). Penetapan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) mencapai jarak 200 mil laut, diukur dari garis dasar wilayah Indonesia ke arah laut lepas.[footnoteRef:8] Ketetapan tersebut kemudian dikukuhkan melalui Undangundang Nomor 5 tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eklsklusif Indonesia. [footnoteRef:9] Konsekuensi dari implementasi undang-undang tersebut adalah bahwa luas wilayah perairan laut Indonesia bertambah sekitar 2,7 juta Km2, menjadi 5,8 juta Km2.[footnoteRef:10] Indonesia memiliki sekitar 17.506 buah pulau dan dua pertiga wilayahnya berupa lautan. Dari 17.506 pulau tersebut terdapat pulau-pulau terluar yang menjadi batas langsung Indonesia dengan negara tetangga. Berdasarkan hasil survei Base Point atau Titik Dasar yang telah dilakukan DISHIDROS TNI AL, untuk menetapkan batas wilayah dengan negara tetangga, terdapat 183 titik dasar yang terletak di 92 pulau terluar, sisanya ada di tanjung-tanjung terluar dan di wilayah pantai.[footnoteRef:11] [8: Dikdik Mohamad Sodik,Hukum Laut Internasional, (Bandung: Refika Aditama, 2011) . h.79] [9: Ibid, h. 96] [10: Op.cit http://publikasi.umy.ac.id/files/journals/6/articles/1027/public/1027-1135-1-PB.pdf] [11: Sri Endang Susetiawati, Sengketa Perbatasan Indonesia- Malaysia: Tentusaja Belum Cukup! ,diakses melalui: http://hankam.kompasiana.com/2011/04/13/sengketa-perbatasan-indonesia-malaysia-tegas-saja-belum-cukup-355178.html pada 24 Maret 2014 pukul 22.17 WIB.]

Konvensi PBB tentang Hukum Laut Internasional 1982 (UNCLOS 1982) melahirkan delapan zonasi pegaturan (regime) hukum laut yaitu[footnoteRef:12] : [12: Albert W. Koers, diterjemahakan Rudi M. Rizki,dkk. ,disunting Komar Kantaatmadja, dkk., Konvensi Perserikatan Bangsa- Bangsa tentang Hukum Laut : Suatu Ringkasan, (Yogyakarta: Gadjah Mada Press, 1991), h.5-13 ]

I. Perairan Pedalaman (Internal Waters).II. Perairan Kepulauan (Archiplegic Waters), termasuk di dalamnya selat yang digunakan untuk pelayaran internasional.III. Laut Teritorial (Teritorial Waters).IV. Zona Tambahan ( Contingous Waters).V. Zona Ekonomi Eksklusif (Exclusif Economic Zone).VI. Landas Kontinen (Continental Shelf).VII. Laut Lepas (High Seas).VIII. Kawasan Dasar Laut Internasional (International Sea-Bed Area).Konvensi Hukum Laut Internasional tahun 1982 mengatur pemanfaatan laut sesuai dengan status hukum dari kedelapan zonasi pengaturan tersebut. Negara-negara yang berbatasan dengan laut, termasuk Indonesia memiliki kedaulatan penuh atas wilayah perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut territorial, sedangkan untuk zona tambahan, zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen, negara memiliki hak-hak eksklusif, misalnya hak memanfaatkan sumberdaya alam yang ada di zona tersebut. Sebaliknya, laut lepas merupakan zona yang tidak dapat dimiliki oleh negara manapun, sedangkan kawasan dasar laut internasional dijadikan sebagai bagian warisan umat manusia.C. Pengertian Sengketa InternasionalSengketa Internasional suatu perselisihan antara subjek- subjek hukum Internasional mengenai fakta, hukum, atau politik dimana tuntutan atau pernyataan suatu pihak ditolak, dituntut balik, atau diingkari oleh pihak lainnya.Pengertian sengketa dalam kamus Bahasa Indonesia, berarti pertentangan atau konflik, Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan.[footnoteRef:13] [13: KBBI]

Senada dengan itu Winardi mengemukakan : Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain.[footnoteRef:14] [14: Op.cit http://publikasi.umy.ac.id/files/journals/6/articles/1027/public/1027-1135-1-PB.pdf]

Persengketaan bisa terjadi karena :1. Kesalahpahaman tentang suatu hal.2. Salah satu pihak sengaja melanggar hak / kepentingan negara lain.3. Dua negara berselisih pendirian tentang suatu hal.4. Pelanggaran hukum / perjanjian internasional.

BAB IIIPembahasanA. Faktor yang mendasari Malaysia melakukan klaim atas wilayah blok AmbalatSudah tercatat bahwa blok Ambalat merupakan bagian dari wilayah Indonesia, tepatnya di Kalimantan Timur Indonesia. Yang telah tercantum pada Perjanjian Tapal Batas Kontinental Indonesia - Malaysia tahun 1969 dan Persetujuan Tapal batas Laut Indonesia dan Malaysia tahun 1970.Akan tetapi masih saja ada klaim dari Malaysia yang menyatakan bahwa blok Ambalat adalah milik negara Malaysia. Berikut adalah beberapa faktor mengapa Malaysia ingin mendapatkan blok Ambalat.1. Segi PolitikMalaysia ingin memperluas wilayah negaranya, untuk mencapai kedaulatan yang lebih atas wilayah tersebut. Dengan bertambahnya wilayah sehingga meningkatkan kedaulatan , hal tersebut dapat meningkatkan pula harga diri bangsanya di kancah Internasional.Seperti yang telah kita ketahui bahwa sistem hubungan internasional bersifat anarki sehingga seperti tanpa aturan, siapa yang mempunyai power (kekuatan) yang lebih besar ,maka dialah yang lebih berperluang memperoleh keuntungan politik, dan tidak ada yang bisa mencegah suatu negara untuk mencapai kepentingannya baik itu organisasi internasional (PBB) ataupun hukum internasional (bagi negara mempunyai power yang sangat besar), karena kepentingan nasional adalah segala-galanya bagi negara ,tidak ada kepentingan lain selain mencapai kepentingan nasionalnya.Apalagi Malaysia tergabung dalam British Common Wealth( negara- negara persemakmuran Inggris) yang otomatis mem-back up pergerakan Malaysia sendiri. Dan koalisi ini bisa dijadikan senjata politik tersendiri bagi pertahanan Malaysia di dunia Internasional.2. Segi EkonomiKeinginan Malaysia untuk memiliki kawasan perairan Ambalat adalah karena di perairan tersebut terdapat sumber daya alam yang melimpah yaitu minyak dan gas bumi yang diperkirakan masih sangat menghasilkan dalam jangka waktu 30 tahun ke depan.[footnoteRef:15] [15: RI Peringatkan Malaysia Soal Blok Ambalat, http://nasional.kompas.com/read/2008/10/21/22413798/ , diakses pada 20 Maret 2014 pukul 20.25 WIB.]

Apabila kawasan itu jatuh ke tangan Malaysia , tentu saja membawa keuntungan besar dari eksploitasi kawasan tersebut. Mereka juga dapat menggunakan minyak dan gas bumi sebagai bahan bakar bagi negaranya serta menjual dapat menjual pula ke perusahaan asing (shell). Dengan begitu meningkatkan industrialisasi dan berdampak baik bagi pendapatan domestik.B. Dasar Hukum bahwa blok Ambalat adalah Milik IndonesiaIndonesia maupun Malaysia mengklaim bahwa blok Ambalat adalah milik masing-masing negara tersebut. Akantetapi bagaimana menurut hukum maupun perjanjian yang berlaku antara mereka sebagai bukti kepemilikan blok Ambalat yang penuh potensi sumber daya alam tersebut.Adapun beberapa landasan maupun dasar hukum akan kepemilikin blok Ambalat atas Indonesia. Antara lain:1. Garis Pangkal Teritori menurut Konvensi Hukum Laut UNCLOS 1982Seperti yang telah dijelaskan melalui kerangka teori, bahwa konvensi hukum laut telah disepakati oleh negara- negara di PBB. Yang kemudian dituangkan dalam UU No.17 Tahun1985. Dalam KHL 1982, terdapat 3 cara penarikan garis pangkal laut teritorial atau garis dari mana laut teritorial mulai diukur, yaitu cara penarikan garis pangkal normal (normal baselines), cara penarikan garis pangkal lurus ( straight baselines), cara penarikan garis pangkal kepulauan (archipelagic baselines).Kemudian menjadikan luas wilayah perairan laut Indonesia bertambah sekitar 2,7 juta Km2, menjadi 5,8 juta Km2.[footnoteRef:16] Indonesia memiliki sekitar 17.506 buah pulau dan dua pertiga wilayahnya berupa lautan [16: Op.cit http://publikasi.umy.ac.id/files/journals/6/articles/1027/public/1027-1135-1-PB.pdf]

2. Garis Pangkal Kepulauan Indonesia menurut UU No.6 Tahun 1996 mengenai perairan IndonesiaBerdasar KHL 1982, Indonesia mengiplementasikannya melalui UU NO. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia. Selanjutnya dalam pasal yang menyatakan garis pangkal lurus yang menyatakan garis pangkal kepulauan Indonesia tersebut dicantumkan dalam peta yang memadai untuk menegaskan posisi Indonesia dengan dibuatnya titik- titik koordinat geograis dan lebih lanjut diatur dalam PP. PP tersebut tidak lain adalah PP No. 38 tahun 2002 tentang Daftar Koordinat Geografis Garis Pangkal Kepulauan Indonesia. Karena adanya perubahan titik pangkal Pulau Sipadan dan Ligitan , Karang Unarang sebgai penggantinya, Karang Unarang terletak pada posisi 12 mil di luar batas maritim Malaysia dan 12 mil di selatan Pulau Sipadan [footnoteRef:17], batas maritim klaim ini tidak pernah dibicarakan oleh Malaysia ke Indonesia. Dengan dibangunnya mercusuar di atas Karang Unarang dapat menjadi acuan bagi pearikan garis batas maritim laut teritorial , zona ekonomi eksklusif , dan landasan kontinen. Sehingga Malaysia akan kehilangan langkah untuk mengklaim Blok Ambalat yang mencakup landasan kontinen dan perairannya sejauh 200 mil laut dari perbatasn maritim [17: Arif Havas Oegrosewu, Batas Laut Indonesia- Malaysia Pasca Sipadan- Ligitan, diakses melalui : http://www.kompas.co.id/bataslautindonesiaMalaysia//]

C. Penyebab Mengapa Indonesia Tidak Ingin Mengajukan Masalah Sengketa Blok Ambalat ke Mahkamah InternasionalSebenarnya masalah peng-klaiman blok Ambalat oleh Malaysia yang seharusnya milik Indonesia bisa dikategorikan sebagai konflik sengketa internasional. Karena Malaysia sudah melanggar perjanjian internasional, melanggar hak , kepentingan dan kedaulatan negara lain, yaitu Indonesia.Tetapi mengapa sampai saat ini, Indonesia menolak untuk mengajukan masalah tersebut ke Mahkamah Internasional/ ICJ tentu menjadi suatu pertanyaan.Nah,alasan mengapa blok Ambalat tidak diajukan ke Mahkamah Internasional adalah adanya trauma tersendiri semenjak lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan pada tahun 2002. Kasus sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan telah di sepakati Indonesia dan Malaysia untuk dibawa ke mahkamah internasional tahun 1997, dan keputusan Mahkamah Internasional pada 17 desember 2002. Indonesia saat itu telah berjuang untuk mempertahankan Pulau Sipadan dan Ligitan, dengan menyewa lima penasehat hukum asing dan tiga peneliti asing untuk membuktikan kepemilikannya. [footnoteRef:18] [18: Sugiharto, Lepasnya Pulau Ligitan dan Sipadan, diakses melalui http://hankam.kompasiana.com/2011/10/16/lepasnya-pulau-ligitan-dan-sipadan-dari-nkri-403846.html pada 24 Maret 2014 pukul 22.35 WIB.]

Akantetapi alhasil Pulau tersebut jatuh ke tangan Malaysia. Ada 17 hakim Mahkamah Internasional dalam proses penentuan keputusan, dan diantaranya hanya ada 1 yang berpihak pada Indonesia, sedangkan 16 hakim lain berpihak pada Malaysia. Hal tersebut karena pertimbangan efektivitas yaitu pemerintah Inggris ( mantan penjajah malaysia ) telah melakukan tindakan administratif secara nyata berupa penerbitan peraturan perlindungan satwa burung, pungutan pajak terhadap pengumpulan telur penyu sejak tahun 1930 dan operasi mercusuar sejak 1960-an.[footnoteRef:19] [19: Ibid.]

Mengacu pada hal tersebut membuat Indonesia menjadi sentimen terhadap tindakan Malaysia yang mengajak mengajukan masalah sengketa tersebut ke Mahkamah Internasional. Kemudian yang harus dipertimbangkan untuk maju ke tingkat negosiasi atau diplomasi di Mahkamah Internasional ,adalah siapa yang menjadi koalisi Malaysia. Malaysia tergabung dalam British Commonwealth , secara langsung maupun tidak langsung Malaysia mendapatkan bantuan dari Inggris maupun member British Commonwealth lannya saat menghadapi masalah termasuk sengketa dengan negara lain.Dengan demikian Indonesia tidak mau mengakui bahwa ini suatu sengketa perebutan wilayah melainkan wilayah teritori Indonesia yang dilanggar oleh Malaysia sebagai negara tetangga. Lalu berlaku Yurisdiksi Eksekutif, dimana kewenangan negara untuk mengatur undang-undang dan menerapkannya dan muncul sebagai perlindungan terhadap laut yang hanya dapat dieksplorasi oleh negaranya, serta bersifat eksklusif. Dalam pengertian tidak satupun pihak yag dapat melakukan aktivitas demikian atau melakukan klaim atas landas kontinen tersebut tanpa persetujuan dari negara pemilik kewenangan.

D. Usaha yang Dapat Diterapkan Oleh Indonesia dalam Menyelesaikan Konflik Ambalat1. Melalui Departemen Luar NegeriPosisi Indonesia dapat diakatakan kuat menurut landasan hukum yang ada. Jadi Deplu berfungsi sebagai juru bicara kenegaraan melakukan diplomasi. Dimana menekankan kembali kepada Malaysia mengenai perjanjian Internasional dan landasan hukum bahwa Ambalat sejatinya adalah milik Indonesia. Walaupun bisa dikatakan Malaysia sukar untung diajak berkompromi , namun Deplu harus terus mencoba sebaik mungkin demi mempertahankan kedaulatan negara.2. Melalui Militer : TNI ALAdanya Tentara Negara Indonesia adalah untuk berperan sebgai penegak hukum dan komponen utama dalam pertahanan negara. Oleh sebab itu untuk mempertahankan kestabiitasan perairan wilayah Ambalat, militer dapat dikerahkan. Dan berfungsi menjaga agar tidak ada kapal Malaysia yang melanggar kedaulatan wilayah Indonesia. Meskipun tidak diperhadapkan perang secara langsung.Dengan adanya penjagaan dari militer tersebut diharapkan bisa memberi efek jera bagi kapal Malaysia yang melintas tanpa izin. Dan menindak tegas penyelewengan yang ada, sehingga Indonesia tidak diremehkan oleh Malaysia.Jangan sampai dengan sikap Indonesia yang tidak membawa maslaah ni ke ICJ/ Mahkamah Internasional membuat Malaysia merasa diposisi status qou. Melihat kasus sebelumnya yaitu Pulau Sipadan dan Ligitan , status qou bagi Indonesia adalah wilayah sengketa tidak boleh tersentuh, melainkan bagi Malaysia staus qou nya adalah wilayah tersebut adalah milik mereka. Rugi bukan bila dibiarkan itu terjadi.

BAB IVPENUTUPKesimpulanDemikian permasalahan mengenai konflik sengketa Ambalat antara Malaysia dan Indonesia yang telah diulas. Ambalat memang patut untuk dipertahankan. Dan Indonesia sebagi pemiliknya menurut landasan hukum yang berlaku patut menjaganya. Lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan menjadi pelajaran berharga bahwa, Indonesia harus lebih memperhatikan pulau , perairan yang berada di kawasan perbatasan.Sebagai aktor politik yang rasional Indonesia tidak mau secara gegabah mengajukan permasalahan ini ke pada Mahkamah Internasional ataupun memutuskan perang. Hal tersebut karena:1. Melihat dukungan negara lain yang ada membantu Malaysia2. Secara ekonomi Indonesia tidak siap bila harus bertarung lewat perang, karena ada kebutuhan negara yang tak kalah pentingnya.3. Membangun image di dunia Internasional bahwa Indonesia tidak arogan dan ramah pada negara tetangga.Akantetapi bukan berarti pemerintah Indonesia lepas tangan begitu saja bila kedaulatan negara terancam. Melalui Deplu dan pertahanan militer terbukti bahwa setidaknya ada upaya untuk mempertahankan wilayah teritorial negara yang juga sebagai bentuk dari wilayah kedaulatan. Kemudian belajar dari kasus lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan, Indonesia harus lebih melihat bagaimana keadaan daerah perbatasan dan memperhatikannya. Membuat batasan antar negara secara jelas sehingga mencegah negara lain yang mencona mengeklaim milik negara.Demikian makalah ini telah disusun, semoga menambah khasanah ilmu pengetahuan bagi para pembaca. Serta mengajarkan kita untuk merawat dan mempertahankan apa yang kita miliki, supaya tidak direbut oleh orang lain.Saya rasa masih dapat kekurangan dalam penulisannya, jadi masih dibutuhkan saran dan kritikan untuk revisi makalah ini menjadi lebih baik. Akhirkata penulis ucapkan terimakasih atas perhatiannya. SekianLampiran

http://3.bp..com/_kBur5TEhtfw/SlL_I2GTbBI/AAAAAAAAAUY/-1CFyLJcBjo/s400/ambalat%20issue.jpg http://jakartagreater.com/wp-content/uploads/2012/03/Marinir-ambalat-karang-unarang11.jpg http://1.bp.blogspot.com/_gJQb1fUeW28/TH39LCw1bjI/AAAAAAAAAHQ/fizpJd6ZXNM/s1600/ambalat-1.jpg http://data.tribunnews.com/foto/bank/images/Mercusuar-Ambalat.jpg http://media.viva.co.id/thumbs2/2008/10/14/55596_kapal_perang_tni_663_382.jpghttp://i.ytimg.com/vi/x7A2llEF8Cc/0.jpg DAFTAR PUSTAKA

Hadiwijaya, Suryo Sakti. 2011. Perbatasan Negara dalam dimensi Hukum Internasional. Yogyakarta: Graha Ilmu.Sodik, Dikdik Mohamad. 2011. Hukum Laut Internasional dan Pengaturannya di Indonesia. Bandung : Refika Aditama.Adolf, Huala. 2006. Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional. Jakarta: Sinar Grafika.Koers, Albert W. 1991. Konvesi Perserikatan Bangsa- Bangsa tentang Hukum Laut , Suatu Ringkasan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.