blok pediatri
DESCRIPTION
tutorial pediatroTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
SKENARIO
Anakku berak cair dan lemas
Pasien laki-laki, usia 1,5 tahun dibawa ibunya ke IGD RS dengan keluhan
mencret sejak kemarin ± 4 kali/hari, tinja cair kekuningan, disertai muntah (+) lebih
dari 5x/hari sebanyak ¼ gelas aqua berisi makanan dan minuman. Pasien tampak
lemas, rewel. Pemeriksaan fisik: Mata cowong, Air mata berkurang, Mukosa mulut
kering, Turgor kembali lambat, Nadi: 110x/menit, Pernafasan: 36x/menit, Suhu:
37,20C peraksila. Dokter kemudian memberi infus dan memberikan pengawasan
agar kondisi pasien tidak memburuk.
B. Tujuan Pembelajaran
1. Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi dari penyakit diare pada anak.
2. Mahasiswa dapat membedakan penyebab diare pada anak
3. Mahasiswa dapat mengetahui mekanisme muntah
4. Mahasiswa dapat mengetahui mekanisme terjadinya dehidrasi pada anak
5. Mahasiswa dapat mengetahui tanda-tanda dehidrasi pada anak dan
klasifikasi dehidrasi
6. Mahasiswa dapat mengetahui tanda-tanda kegawatdaruratan pada anak dan
penanganannya
7. Mahasiswa dapat mengetahui pengawasan setelah tatalaksana dehidrasi
anak
1
BAB II
DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA
A. Langkah I: Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa istilah
dalam skenario
1. Mata cowong adalah mata yang tampak cekung disebabkan penurunan
jumlah normal dari vitreous humor pada mata.
2. Turgor kulit merupakan tanda yang dinilai untuk menentukan apakah terjadi
kehilangan cairan pada tubuh atau dehidrasi; keadaan normal turgidiitas dan
ketegangan dalam suatu sel hidup. Turgor kulit normal akan kembali dalam
waktu < 2 detik jika ditarik.
B. Langkah II: Menentukan/ mendefinisikan permasalahan
1. Bagaimana mekanisme diare?
2. Bagaimana mekanisme muntah?
3. Apa makna klinis dari kuantitas muntah lebih dari 5x/hari sebanyak ¼ gelas
aqua? Mengapa makanan dan minuman juga ikut keluar, penyebab muntah?
4. Mengapa anak rewel dan lemas?
5. Bagaimana klasifikasi dehidrasi?
6. Bagaimana mekanisme dehidrasi dan terbentuknya penampakan fisik (mata
cowong, air mata berkurang, mukosa mulut kering, turgor kembali lambat)?
7. Interpretasi tanda vital dan kondisi umum (nadi 110x/menit, RR:36x/menit,
suhu 37,2°C peraksila)
8. Pemeriksaan penunjang apakah yang dibutuhkan?
C. Langkah III: Menganalisis permasalahan dan membuat pertanyaan
sementara mengenai permasalahan (tersebut dalam langkah II)
1. Bagaimana mekanisme diare?
2
Diare menurut Marcdante (2011) dan Guandallini (2014) adalah
buang air besar dengan konsistensi feses yang lembek atau cair, dengan
frekuensi lebih dari 3 kali dalam sehari dan volume yang banyak
(10ml/kg/hari). Diare merupakan morbiditas dan mortalitas tertinggi pada
anak di seluruh dunia. Kematian akibat diare lebih sering terjadi pada negara
yang sedang berkembang.
Diare sendiri menurut lamanya dibagi menjadi diare akut (<14 hari)
dan diare kronis (>14 hari), sedangkan menurut mekanismenya dibagi
menjadi diare osmotik dan diare sekretorik.
Diare sekretorik terjadi ketika mukosa usus secaa langsung
mensekresi cairan dan elektrolit ke dalam feses. Diare ini mungkin
disebabkan oleh inflamatory bowel disease atau stimulus kiwiawi pada
mukosa usus.
Diare osmotik disebabkan karena malabsorbsi suatau substansi yang
dimakan yang menaraik air ke lumen usus, contohnya intoleransi laktosa,
yang bisa terjadi pada malabsirobsi karena cedera usus atau mal digesti
(insufisiensi pankreas) (Marcdante, 2011). Selain itu, golongan laksatif yang
tidak dapat diserap seperti polietilenglikol, Mg(OH)2 (obat maag) yan
gmenyebabkan diare osmotik.
Selain itu terdapat diare yang sering terjadi pada anak usia dini yaitu
diare fungsional, yang dikenal sebagai Toddler’s diarrhea. Keadaan ini
didefinisikan sebagai BAB saat masa tumbuh kembang anak dengan
peningkatan berat badan yang normal, karena asupan karbohidrat. Minumas
manis yang banyak sehingga melebihi kapasitas absorbsi anak. Hal ini dapat
membaik dengan pengurangan minum atau mengganti jenis makanan.
Diare sekretorik biasanya disebabkan adanya enterotoksin yang
dikeluarkan oleh organisme pada saat melekat pada permukaan sel.
Beberapa mekanisme toksin menimbulkan diare antara lain (1) aktivasi
3
adenil siklase dengan akumulasi cAMP intraseluler akibat infeksi Vibrio
cholerae, (2) aktivasi guanil siklase dengan akumulasi cGMP intraseluler
oleh ETEC, (3) perubahan kalsium intra seluler oleh EPEC, dan stimulasi
sistem sara enterik Vibrio cholerae. Beberapa enterotoksin lainnya
menyebabkan diare melalui induksi sekresi klorida atau inhibisi reabsorbsi
natrium dan klorida.
Diare karena bakteri invasif diperkirakan sebagai penyebab 10-20%
kasus diare pada anak. Infeksi Shigella, Escherichia Coli strain invasif dan
campilobacter jejuni sering menimbulkan kerusakan mukosa usus halus dan
usus besar. Invasi bakteri diikuti oleh pembengkakan dan kerusakan sel
epitel mukosa usus yang menyebabkan diketemukannya sel sel leukosi dan
eritrosit dalam tinja atau darah segar.
Virus yang juga berperan dalam diare, memberikan perubahan
morfologi dan fungsional mukosa jejunum. Virus enteropatogen seperti
Rotavirus menyebabkan infeksi lisis pada enterosit. Enterosit yang rusak
akan diganti oleh sel imatur, akibatnya terjadi penurunan enzim laktase yang
kakan menyebabkan maldigesti karbohidrat dan diare osmotik.
2. Bagaimana mekanisme muntah?
Muntah merupakan suatu refleks kompleks yang diperantarai oleh
pusat muntah di medula oblongata otak. Muntah dapat disebabkan oleh
banyak faktor, antara lain karena distensi berlebihan atau iritasi, atau
kadang-kadang sebagai respons terhadap rangsangan kimiawi oleh emetik
( bahan yang menyebabkan muntah), misalnya pekak, hipoksia dan nyeri,
muntah juga terjadi karena melalui perangsangan langsung bagian-bagian
otak yang terletak dekat dengan pusat muntah di otak. Obat-obat tertentu
mencetuskan muntah dengan megaktifkan pusat ini, yang disebut
chemoreceptor trigger zone, yang terletak di dasar ventrikel keempat.
Ketika terjadinya kontraksi yang berlebihan di daerah intestinumdan gaster,
4
maka getaran ini akan dihantarkan oleh saraf menuju ke pusat muntah.
Peningkatan akitivitas ini terjadi pada daerah trigger.
Dalam keadaan normal, absorbsi dari usus halus setiap hari terdiri
atas beratus-ratus gram asam amino, 50 sampai 100 gram ion, dan 8 atau 9
liter air. Akan tetapi, kapasitas absorbsi usus halus jauh dari pada ini:
sebanyak beberapa kilogram karbohidrat per hari, 500 sampai 1000 gram
lemak per hari, dan 20 liter air atau lebih per hari. Selain itu, usus besar
dapat mengabsorbsi lebih banyak air dan ion-ion, walaupun hampir tanpa
gizi. Adanya diare akibat infeksi pada saluran pencernaan khususnya di
daerah gaster dan intestinum (gastroenteritis) oleh suatu patogen tertentu,
akan mempengaruhi absorbsi dan sekresinya. Pada intestinum misalnya
malabsorbsi menurun akibat dari mukosa yang teriritasi sebaliknya sekreisi
meningkat. Kejadian ini menyebabkan ketidakseimbangan kerja organ
pencernaan sebagai akibatnya terjadinya diare.
Muntah adalah cara saluran pencernaan bagian atas membuang
isinya sendiri bila usus teriritasi, teregang, atau terangsang berlebih.
Rangsangan ini menyebabkan muntah dapat terjadi pada setiap bagian
saluran pencernaan, mesikupan pada gaster dan intestinum memberikan
rangsangan yang paling kuat.
Muntah adalah suatu refleks kompleks yang diperantarai oleh pusat
muntah di medula oblongata otak. Implus-implus aferen berjalan ke pusat
muntah sebagai aferen vagus dan simpatis. Impuls-impuls aferen berasal
dari lambung atau duodenum dan muncul sebagai respon terhadap distensi
berlebihan atau iritasi, atau kadang-kadang sebagai respons terhadap
rangsangan kimiawi oleh emetik (bahan yang menyebabkan muntah),
misalnya ipekak. Hipoksia dan nyeri juga dapat merangsang muntah melalui
pengaktivan pusat muntah. Muntah juga dapat terjadi perangsangan
langsung bagian-bagian otak yang terletak dekat dengan pusat muntah di
otak. Obat-obat tertentu mencetuskan muntah dengan mengaktifkan pusat
ini, yang disebut chemoreceptor trigger zone, yang terletak di dasar
ventrikel keempat. Muntah yang timbul akibat perubahan gerak yang cepat
5
diperkirakan berlangsung melalui trigger zone ini. Pengaktivan
chemoreceptor tigger zone dapat secara langsung mencetuskan muntah, atau
secara tidak langsung melalui pengaktivan –pusat muntah. Input dari pusat-
pusat otak yang lebih tinggi di korteks dan peningkatan tekanan
interkranium (TIK) juga dapat merangsang muntah, mungkin dengan secara
langsung merangsang pusat muntah. Muntah proyektil terjadi apabila pusat
muntah dirangsang secara langsung, dan sering oleh peningkatan TIK.
Apabila refleks muntah telah diawali di pusat muntah, maka muntah
tersebut terjadi melalui pengaktivan beberapa saraf kranialis ke wajah dan
kerongkongan serta neuron-neuron motorik spinalis ke otot abdomen dan
diafragma. Eksitasi jaras-jaras ini menyebabkan timbulnya respons muntah
yang terkoordinasi. Gejala-gejala tertentu biasanya mendahului muntah,
termasuk mual, takikardia, dan berkeringat.
Dari gejala-gejala yang ada di atas, maka dapat disimpulkan kalau
pada skenario anak tersebut menderita diare akut atau diare disentri, yaitu
berak-berak darah dan lendir yang disertai dengan muntah dan telah
berlansung dalam jangka waktu 3 hari yang menyebabkan dehidrasi.
Dapat dirumuskan bahwa cara muntah itu, ketika pusat muntah
cukup dirangsang, efek yang terjadi secara bertahap adalah:
1) inspirasi dalam,
2) mengangkat os hyodeus dan laring untuk mendorong sfingter
eosofageal terbuka,
3) menutup glotis, dan
4) mengangkat palatum molle untuk menutup nares posterior.
3. Apa makna klinis dari kuantitas muntah lebih dari 5x/hari sebanyak ¼ gelas
aqua? Mengapa makanan dan minuman juga ikut keluar, penyebab muntah?
Pasien muntah lebih dari lima kali sehari kemungkinan karena pasien
mengalami infeksi saluran cerna yang disebabkan oleh rotavirus. Pada
infeksi rotavirus selain muntah juga diikuti oleh diare yang hebat.
6
Perjalanan penyakit tersebut biasanya pada hari pertama didahului oleh
keluhan muntah yang sering sekitar 8 – 10 kali perhari. Setelah itu saat hari
ke dua dan ke tiga berangsur berkurang dan akan membaik paling lama pada
hari ke 5 sampai ke 7. Gejala lain yang menyertai biasanya suhu badan
normal atau meningkat ringan atau subfebris sekitar 37,5 – 38 C. Pada anak
di atas 2 tahun biasanya disertai nafsu akan berkurang, nyeri perut dan sakit
kepala. Pada beberapa kasus disertai diare ringan antara 3 sampai 5 kali
perhari.
Penyakit ini sebenarnya terjadi sepanjang tahun secara berkala
menyerang bayi dan anak-anak khususnya di bawah 5 tahun. Hanya saja
pada keadaan tertentu kasusnya meningkat drastis. Pada anak berusia lebih
besar atau dewasa biasanya keluhannya lebih ringan. Bahkan pada orang
dewasa kadang keluhannya hanya nyeri perut, mual dan badan ngilu atau
terasa pegal. Oleh sebagaian masyarakat keluhan seperti ini sering dianggap
masuk angin dan terlalu lelah.
Usia anak yang terserang paling rawan berkisar pada umur 2 bulan
sampai 5 tahun. Derajat kesakitannya mulai dari yang ringan sampai sedang
tetapi sangat jarang menimbulkan kematian. Penyakit infeksi saluran cerna
yang tampaknya tidak berbahaya ini pada anak-anak ini masih belum jelas
terungkap penyebabnya. Diduga disebabkan oleh virus dari beberapa
golongan genus Rotavirus. Virus ini sangat mudah berkembangbiak pada
pergantian musim dimana terjadi kondisi kelembaban yang ideal untuk
pertumbuhan virus. Virus ini juga sangat mudah menular, terutama lewat
cairan muntahan, tinja dan urine penderita. Sebagian lagi ditularkan dari
tinja atau muntahan yang mengering lewat udara atau angin.
Virus ini mempunyai reseptor dan target organ paling utama di
dinding saluran cerna bagian atas. Meski sebagian usus yang lain juga ikut
terpengaruh ringan, sehingga cairan atau makanan tersebut langsung keluar
lagi berupa tinja yang cair.
Permasalahan yang diakibatkan infeksi virus ini adalah tubuh akan
mengalami kekurangan cairan atau dehidrasi jika pengeluaran cairan
7
melalui muntah yang berlebihan. Hal ini yang harus diantisipasi baik
orangtua maupun klinisi.
4. Mengapa anak rewel dan lemas?
Pada skenario, diketahui bahwa anak rewel dan lemas. Hal tersebut
dikarenakan karena anak mengalami diare akut dengan muntah. Hal tersebut
menyebabkan kehilangan banyak cairan beserta ion, sehingga anak pada
skenario mengalami dehidrasi derajat sedang.
5. Bagaimana klasifikasi dehidrasi dan derajat dehidrasi?
Berikut merupakan beberapa bentuk dari dehidrasi.
a. Hypernatremic dehydration
Terjadi dikarenakan intake air yang terbatas dan tidak mencukupi,
misal pada orang yang beberapa hari tanpa minum. Pada awalnya, ion
Na dan klor ikut menghilang bersama dengan cairan tubuh; tetapi
kemudian terjadi reabsorbsi ion melalui tubulus ginjal. Hal tersebut
membuat terjadinya perpindahan air dari intraseluler ke ekstraseluler
pada hypernatremic dehydration. Anak dengan dehidrasi tipe ini
biasanya mengalami letargia, demam, serta hiperreflexia. Jika berlanjut,
dapat terjadi cerebral bleeding.
b. Hyponatremic dehydration
Dehidrasi ini melibatkan proses kehilangan Na dan air; baik oleh
karena adanya malabsorbsi, kekurangan intake, maupun ekskresi yang
berlebihan. Bentuk dehidrasi ini dapat ditemui pada kasus seperti pada
skenario dimana anak mengalami diare dan muntah. Pada diare dan
muntah tersebut anak kehilangan banyak cairan beserta Na, yang berarti
terjadi adanya ekskresi Na yang berlebihan. Maka, anak tersebut
mengalami dehidrasi. Berdasarkan tabel klasifikasi derajat dehidrasi
Depkes, anak mengalami dehidrasi derajat sedang.
8
Tabel 1. Klasifikasi Dehidrasi Anak dengan Diare (Depkes,2009)
6. Bagaimana mekanisme dehidrasi dan terbentuknya penampakan fisik (mata
cowong, air mata berkurang, mukosa mulut kering, turgor kembali lambat)?
Apapun penyebab dari kekurangan volume cairan, berkurangnya
volume ECF menganggu curah jantung dengan mengurangi aliran balik
vena ke jantung sehingga mengakibatkan penurunan curah jantung. Karena
9
tekanan arteri rata-rata = curah x tahanan perifer total maka penurunan
curah jantung mengakibatkan hipotensi. Penurunan tekanan darah dideteksi
oleh baroreseptor pada jantung dan arteri karotis dan diteruskan ke pusat
vasomotor di batang otak, yang kemudian menginduksi respon simpatis.
Respon berupa vasokonstriksi perifer, peningkatan denyut dan kontraktilitas
jantung bertujuan untuk mengembalikan curah jantung dan perfusi jarignan
yang normal.
Penurunan perfusi ginjal merangsang mekanisme renin-angiotensin-
aldosteron. Angiotensin merangsang vasokonstriksi sistemik dan aldosteron
meningkatkan reabsorbsi natrium oleh ginjal. Jika terjadi hipovolemi yang
lebih berat (1000 ml) maka vasokontriksi dan vasokonstriksi yang
diperantai oleh angiotensin II yang meningkat. Terjadi penahanan aliran
darah yang menuju ginjal, saluran cerna, otot dan kulit (menurunnya turgor
kulit), serta mukosa (mukosa mulut kering), dan daerah intersisiil (mata
cekung) sedangkan aliran yang menuju koroner dan otak relatif
dipertahankan. Penurunan turgor kulit juga disebabkan karena berkurangnya
cairan intraseluler pada kulit yang menyebabkan penurunan kelembaban
kulit dan kulit menjadi kurang elastis. Air mata juga dapat berkurang karena
kehilangan jumlah cairan preload sebagai bahan baku cairan oleh kelenjar
lakrimalis.
Berdasarkan hasil tampilan klinis pada pasien, maka pasien dapat
dikategorikan sedang mengalami dehidrasi derajat sedang.
7. Interpretasi pemeriksaan fisik dan kondisi umum (nadi 110x/menit,
RR:36x/menit, suhu 37,2°C peraksila)
Berikut hasil interpretasi pemeriksaan fisik dan kondisi umum
a. Nadi : 110x/menit Nilai normal 1-3 tahun : 90-150 x per
menit, reguler
b. RR : 36x/menit Nilai normal 1-3 tahun : 24-40 x per menit
10
c. Suhu : 37,2 derajat per aksila Nilai nomal : 36.2 - 37.2
celcius per aksila
Berdasarkan nilai normal tanda vital pada anak usia 1 – 3 tahun,
hasil pemeriksaan tanda vital pada pasien anak ini dikatakan normal.
8. Pemeriksaan penunjang apakah yang dibutuhkan?
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya
tidak diperlukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya
penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare
akut atau pada penderita dengan dehidrasi berat. Contoh : pemeriksaan
darah lengkap, kultur urine dan tinja pada sepsis atau infeksi saluran kemih.
Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan pada diare akut,
yaitu :
A. Darah : darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa
darah, kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika.
B. Urine : urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap antibiotika.
C. Tinja :
I. Pemeriksaan makroskopik:
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua
penderita dengan diare meskipun pemeriksaan laboratorium tidak
dilakukan. Tinja yang watery dan tanpa mukus atau darah biasanya
disebabkan oleh enterotoksin virus, protozoa atau disebabkan oleh
infeksi diluar saluran gastrointestinal.
Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa disebabkan infeksi
bakteri yang menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang
menyebabkan peradangan mukosa atau parasit usus seperti : E.
histolytica, B. coli dan T. trichiura. Apabila terdapat darah biasanya 11
bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi dengan E. Histolytica darah
sering terdapat pada permukaan tinja dan pada infeksi EHEC terdapat
garis-garis darah pada tinja. Tinja yang berbau busuk didapatkan pada
infeksi dengan Salmonella, Giardia, Cryptosporidium dan
Strongyloides.
II. Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya lekosit dapat
memberikan informasi tentang penyebab diare, letak anatomis serta
adanya proses peradangan mukosa. Lekosit dalam tinja diproduksi
sebagai respon terhadap bakteri yang menyerang mukosa kolon. Lekosit
yang positif pada pemeriksaan tinja menunjukkan adanya kuman invasif
atau kuman yang memproduksi sitotoksin seperti Shigella, Salmonella,
C. jejuni, EIEC, C. difficile, Y. enterocolitica, V. parahaemolyticus dan
kemungkinan Aeromonas atau P. shigelloides. Lekosit yang ditemukan
pada umumnya adalah lekosit PMN, kecuali pada S. typhii lekosit
mononuklear. Tidak semua penderita kolitis terdapat lekosit pada
tinjanya, pasien yang terinfeksi dengan E. histolytica pada umumnya
lekosit pada tinja minimal. Parasit yang menyebabkan diare pada
umumnya tidak memproduksi lekosit dalam jumlah banyak. Normalnya
tidak diperlukan pemeriksaan untuk mencari telur atau parasit kecuali
terdapat riwayat baru saja bepergian kedaerah resiko tinggi, kultur tinja
negatif untuk enteropatogen, diare lebih dari 1 minggu atau pada pasien
immunocompromised. Pasien yang dicurigai menderita diare yang
disebabkan giardiasis, cryptosporidiosis, isosporiasis dan
strongyloidiasis dimana pemeriksaan tinja negatif, aspirasi atau biopsi
duodenum atau yeyunum bagian atas mungkin diperlukan. Karena
organisme ini hidup di saluran cerna bagian atas, prosedur ini lebih
tepat daripada pemeriksaan spesimen tinja. Biopsi duodenum adalah
metoda yang spesifik dan sensitif untuk diagnosis giardiasis,
strongylodiasis dan protozoa yang membentuk spora. E. hystolitica
12
dapat didiagnosis dengan pemeriksaan mikroskopik tinja segar.
Trophozoit biasanya ditemukan pada tinja cair sedangkan kista
ditemukan pada tinja yang berbentuk. Tehnik konsentrasi dapat
membantu untuk menemukan kista amuba. Pemeriksaan serial mungkin
diperlukan oleh karena ekskresi kista sering terjadi intermiten.
Sejumlah tes serologis amubiasis untuk mendeteksi tipe dan konsentrasi
antibodi juga tersedia. Serologis test untuk amuba hampir selalu positif
pada disentri amuba akut dan amubiasis hati.
III. Kultur tinja
Kultur tinja harus segera dilakukan bila dicurigai terdapat Hemolytic
Uremic Syndrome, diare dengan tinja berdarah, bila terdapat lekosit
pada tinja, KLB diare dan pada penderita immunocompromised.
Oleh karena bakteri tertentu seperti : Y. enterocolitica, V. cholerae,
V. Parahaemolyticus, Aeromonas, C. difficile, E. coli 0157: H7 dan
Camphylobacter membutuhkan prosedur laboratorium khusus untuk
identifikasinya, perlu diberi catatan pada label apabila ada salah satu
dicurigai sebagai penyebab diare yang terjadi. Deteksi toksin C. difficile
sangat berguna untuk diagnosis antimikrobial kolitis.
Langkah IV: Menginventarisasi permasalahan secara sistematis dan
pernyataan sementara mengenai permasalahan pada langkah III
13
Anak 1,5 tahun
Mencret sejak 1 hari lalu ± 4
kali/hari
Muntah > 5x sehari @1/4 gelas
aqua (berisi makanan, minuman)
Anamnesis
Lemas, Rewel
Langkah V: Merumuskan tujuan pembelajaran
1. Apa menjadi ciri khas tinja dan gejala yang dapat membedakan etiologi
patogen penyebab diare?
2. Diagnosa Banding Diare
A. Fisiologis (Sekretorik dan Osmotik)
B. Etiologi Patogen
1. Virus
2. Bakteri
3. Parasit
3. Bagaimana tatalaksana pasien anak dengan diare dan tatalaksana dehidrasi
pada anak?
4. Apa saja pemantauan yang dilakukan setelah terapi (Observasi dan tanda -
tanda gawat darurat)?
14
Turgor Kembali Lambat
Mata Cowong
Diare dengan Dehidrasi Sedang
Mukosa Mulut Kering
Pemeriksaan Fisik
Air Mata berkurang
Vital Sign NormalTerapi Diare dan Rehidrasi
Pemantauan dan Pengawasan
Pemeriksaan Fisik
Langkah VI: Mengumpulkan informasi baru
Masing-masing anggota kelompok kami telah mencari sumber – sumber
ilmiah dari beberapa buku referensi maupun akses internet yang sesuai dengan
topik diskusi tutorial ini secara mandiri untuk disampaikan dalam pertemuan
berikutnya.
Langkah VII: Melaporkan, membahas, dan menata kembali informasi baru
yang diperoleh
1. Apa yang menjadi ciri khas tinja dan gejala yang dapat membedakan
etiologi patogen penyebab diare?
Gejala klinis dan hasil pemeriksaan pada pasien diare dapat menjadi
patokan untuk membedakan jenis patogen yang dapat menyebabkan diare,
diantaranya adalah :
Tabel 2. Gejala Khas Diare Akut oleh Berbagai Penyebab (Soenarto, 2003)
2. Diagnosa Banding Diare
15
A. Berdasarkan mekanisme fisiologis
Patofisiologi utama diare adalah karena gangguan absorpsi cairan
di usus, penyebabnya bisa karena infeksi maupun bukan infeksi, yang
kemudian dapat kita kelompokkan sebagai diare sekretorik dan diare
osmotik.
Diare osmotik disebabkan tekanan osmotik intralumen dari usus
halus yang disebabkan oleh bahan-bahan hiperosmotik, malabsorpsi
umum, dan defek dalam absorpsi mukosa usus misalkan pada
defisiensi disakaridase. Sedangkan diare sekretorik disebabkan karena
meningkatnya sekresi air dan elektrolit dari usus, dan menurunnya
absorpsi. Kedua diare ini dapat dibedakan berdasarkan terapi puasa.
Diare osmotik akan membaik jika dipuasakan, sedangkan sekretorik
tidak. Perbedaan lain adalah dari perhitungan stool ion gap. Pada diare
osmotik, stool ion gap bisa mencapai lebih dari 100 mOsm/kg,
sedangkan pada diare sekretorik biasanya < 50 mOsm/kg. Karena
diare sekretorik umumnya disebabkan karena inflamasi, keluhan
demam sangat mungkin muncul walaupun tidak terlalu tinggi,
sedangkan tidak pada diare osmotik. Pada diare sekretorik, toksin
yang dilepasakan oleh patogen, memicu stimulasi oleh sitokin
proinflamasi dan prostaglandin yang menyebabkan adanya demam.
B. Berdasarkan etiologi patogen
1. VIRUS
ETIOLOGI
Salah satu penyebab timbulnya diare adalah infeksi virus. Infeksi virus
dapat terjadi dengan 2 cara, yaitu :
1. Infeksi Enteral
16
Yaitu infeksi virus melalui saluran pencernaan yang merupakan
penyebab utama diare pada anak. Disebabkan oleh : Rotavirus, Enterovirus
(virus ECHO, Enterik Cytopathogenic Human Orphan), Adenovirus,
Norwalk virus dan sebagainya.
2. Infeksi Parenteral
Yaitu infeksi virus di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan, seperti
OMA (Otitis Media Akut). Tonsilofaringitis, Bronkhopneumonia dan
sebagainya
Rotavirus biasa menyerang anak mulai usia 6 bulan hingga 2 tahun
sementara astovirus cenderung untuk menyebabkan diare pada bayi dan
orang dewasa yang immunocompromised.
PATOFISIOLOGI
Virus seperti rotavirus dan astovirus masuk ke tractus digestivus
bersama makanan dan atau minuman. Kemudian berkembang biak di
dalam usus. Kemudian virus masuk ke dalam epitel usus halus dan
menyebabkan kerusakan bagian apikal vili usus halus. Sel epitel usus halus
bagian apikal akan diganti oleh sel dari bagian kripta yang belum matang
berbentuk kuboid atau gepeng. Akibatnya sel-sel epitel ini tidak dapat
berfungsi untuk menyerap air dan mencerna makanan sehingga terjadi
kenaikan tekanan osmotik di usus. vili usus akan memendek, peningkatan
infiltrasi sel radang pada lamina propria, pembengkakan mitokondria dan
bentuk mikrovili (brush border) yang tidak teratur dan jarang. Sebagai
akibatnya kemampuan absorbsi cairan dan elektrolit usus halus akan
terganggu dan juga pencernaan makanan terutama karbohidrat terganggu
dengan hasil akhir timbul diare.
17
MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis yang didapat pada diare akibat Rotavirus antara lain :
BAB cair 5 – 10 x/hari.
Volume tinja banyak, warna kuning-hijau, konsisten cair, tidak ada
darah, tidak berbau, tidak berbuih.
Masa tunas 12 – 72 jam.
Lamanya sakit ± 5 – 7 hari.
Sering terjadi pada musim dingin.
Panas.
Sering mual-muntah.
Nyeri perut, tenesmus.
Penderita dengan kasus ringan gejalanya berlangsung selama 3-5 hari,
kemudian sembuh sempurna.
DIAGNOSIS
Ditegakkan atas dasar gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium.
Diagnosa laboratorium berdasarkan ditemukan virus dalam tinja yang
dikumpulkan pada penyakit dini dan pada peningkatan titer antibodi. Virus
dalam tinja diperlihatkan dengan mikroskopi elektron imunofluoresensi.
Banyak tes serologik dapat digunakan untuk menentukan peningkatan titer
antibodi, seperti ELISA (Enzyme-linked Immunosorbent Assay) dan
ikatan komplemen.
PENGOBATAN
Dasar pengobatan pada diare karena virus pada umumnya sama
dengan diare yang lain. Pengobatan dengan suportif yaitu memperbaiki
kehilangan cairan dan elektrolit yang dapat menimbulkan dehidrasi,
asidosis, syok dan kematian. Penatalaksanaan terdiri dari penggantian
18
cairan dan memperbaiki keseimbangan elektrolit secara oral atau
intravena, menurut keadaan masing-masing penderita. Selain pemberian
cairan, pemberian makanan juga harus diperhatikan. Terapi dietetik
disesuaikan dengan status gizi penderita yang didasarkan pada umur dan
berat badan.
Antibiotik tidak diperlukan pada diare karena virus. Karena diare ini
bersifat self limited (dapat sembuh sendiri).
Obat-obat yang berkhasiat menghentikan diare secara cepat seperti
anti spasmodik/spasmolitik tidak dianjurkan untuk dipakai, karena akan
memperburuk keadaan. Obat ini dapat menyebabkan terkumpulnya cairan
di lumen usus, dilatasi usus, gangguan digesti dan absorpsi lainnya. Obat
ini hanya berkhasiat untuk menghentikan peristaltik usus saja tetapi justru
akibatnya sangat berbahaya. Diarenya terlihat tidak ada lagi tetapi perut
akan bertambah kembung dan dehidrasi bertambah berat.
Obat-obat absorben (pengental tinja) seperti kaolin, pectin, narit, dan
sebagainya, telah terbukti tidak bermanfaat. Obat-obat stimulans seperti
adrenalin, nikotinamide dan sebagainya, tidak akan dapat memperbaiki
syok atau dehidrasi beratnya karena penyebabnya adalah kehilangan cairan
(hipovolemic shock), sehingga pengobatan yang paling tepat yaitu
pemberian cairan secepatnya.
2. BAKTERI
ETIOLOGI
Bakteri penyebab diare dapat dibagi dalam dua golongan besar, ialah
bakteri non invasif dan bakteri invasif. Termasuk dalam golongan bakteri
noninfasif adalah: Vibrio cholerae, E.colli patogen (EPEC, ETEC, EIEC),
C. pefringens, S. aureus sedangkan golongan bakteri invasif adalah
Salmonella sp, Shigella sp, Yersinia sp, C. pefringens tipe C. Diare karena
bakteri invasif dan noninvasif terjadi melalui salah satu mekanisme yang
19
berhubungan dengan pengaturan transport ion dalam sel-sel usus berikut
ini: cAMP (cyclic Adenosin Monophosphate), cGMP (cyclic Guanosin
Monophosphate), Ca-dependet dan pengaturan ulang sitoskeleton.
PATOFISIOLOGI
Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisiologi sebagai
berikut: 1) Osmolaritas intraluminal yang meninggi, disebut diare osmotik;
2) sekresi cairan dan elektrolit meninggi, disebut diare sekretorik; 3)
malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi lemak; 4) Defek sistem pertukaran
anion atau transpot elektrolit aktif di enterosit; 5) Motilitas dan waktu
transit usus abnormal; 6) gangguan permeabilitas usus; 7) Inflamasi
dinding usus, disebut diare inflamatorik; 8) Infeksi dinding usus, disebut
diare infeksi.
PATOGENESIS
Ditinjau dari kelainan usus, diare karena bakteri dibagi atas dua
golongan adalah :
1. Bakteri noninvasif (enterotoksigenik)
Mikroorganisme yang tidak merusak mukosa usus seperti V. Cholerae
eltor, Enterotoxigenic, E. Colli (ETEC), C.perfringens dan S. Aureus.
2. Bakteri enteroinvasif
Bakteri merusak mukosa usus seperti Enteroinvansive E colli (EIEC),
Salmonella sp, Shigella sp, Yersinia sp, C. Perfringens (tipe C).
MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis diare akut yang disebabkan infeksi dapat disertai
dengan muntah, demam, hematosechia, berak-berak, nyeri perut sampai
kram, Dalam praktek klinis sangat penting dalam membedakan gejala
antara diare yang bersifat inflamasi dan diare yang bersifat noninflamasi.
Berikut ini yang perbedaan diare inflamasi dan diare non inflamasi.
Manifestasi Diare
Inflamasi
Diare Non
Inflamasi
Karakter Volume Volume
20
tinja sedikit,
mengandun
g darah dan
pus
banyak,
cair, tanpa
pus atau
darah
Patologi Inflamasi
mukosa
colon dan
ileum distal
Usus halus
proksimal
Mekanisme
diare
Inflamasi
mukosa
menggangg
u absorbsi
cairan yang
kemungkina
n efek
sekretorik
dari
inflamasi
Diare
sekretorik/o
smotik yang
diinduksi
oleh
enterotoksin
atau
mekanisme
lainnya.
Tidak ada
inflamasi
mukosa
Kemungkin
an
patogen
Shigella,
Salmonella,
Clampylob
acter, E.
Colli,
EIEC,
Clostridium
dificcile,
Yersinina
enterocoliti
ca.
Kolera,
ETEC,
EPEC,
keracunan
makanan
tipe toksin,
rotavirus,
A
denovirus,
NLV,
cryptospori
21
dia,
Giardia
lamblia
Tabel 3. Manifestasi Klinis Diare akibat Bakteri (Adyanastari,2012)
DIAGNOSIS
Secara sistematik dan cermat perlu ditanyakan riwayat penyakit, latar
belakang dan lingkungan pasien, riwayat pemakaian obat sebelumnya,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan mikrobiologi. Anamnesis yang baik :
bentuk feces (watery diarrhea atau disentri diare), makanan dan minuman
6 - 24 jam terakhir yang dimakan/minum oleh karena keracunan makanan
atau pencemaran sumber air, dimana tempat tinggal penderita : asrama,
penampungan jompo/ pengungsi, dan lain-lain. Wisatawan asing yang
dicurigai kemungkinan kolera, E.colli, Amoebiasis, Giardiasis, pola
kehidupan seksual.
TATALAKSANA
Penatalaksanaan diare akut antara lain :
1. Rehidrasi.
Bila pasien umum dalam keadaan baik tidak dehidrasi, asupan
cairan yang adekuat dapat dicapai dengan minuman ringan, sari buah,
sup dan keripik asin. Bila pasien kehilangan cairan yang banyak dan
dehidrasi, penatalaksanaan yang agresif seperti cairan intravena atau
rehidrasi oral dengan cairan isotonik mengandung elektrolit dan gula
atau strach harus diberikan. Terapi rehidrasi oral murah, efektif, dan
lebih praktis daripada cairan intravena. Cairan oral antara lain;
pedialit, oralit dll cairan infus a.l ringer laktat dll. Cairan diberikan 50
– 200 ml/kgBB/24 jam tergantung kebutuhan dan status hidrasi.
2. Diet
Pasien diare tidak dianjurkan puasa, kecuali bila muntah-muntah
hebat. Pasien dianjurkan justru minuman sari buah, teh, minuman
22
tidak bergas, makanan mudah dicerna seperti pisang, nasi, keripik dan
sup. Susu sapi harus dihindarkan karena adanya defisiensi laktase
transien yang disebabkan oleh infeksi virus dan bakteri. Minuman
berkafein dan alkohol harus dihindari karena dapat meningkatkan
motilitas dan sekresi usus.
3. Obat Anti Diare
Obat-obat ini dapat mengurangi gejala-gejala a) yang paling
efektif yaitu derivat opioid misal loperamide, difenoksilat-atropin dan
tinkur opium. Loperamide paling disukai karena tidak adiktif dan
memiliki efek samping paling kecil, Bismuth subsalisilat merupakan
obat lain yang dapat digunakan tetapi kontraindikasi pada pasien HIV
karena dapat menimbulkan enselofati bismuth. Obat antimotilitas
penggunaannya harus hati-hati pada pasien disentri yang panas
(termasuk infeksi Shigella) bila tanpa disertai mikroba, karena dapat
memperlama penyembuhan penyakit, b) obat yang mengeraskan tinja;
atapulgite 4 x 2 tab perhari, smectite 3 x 1 saset diberikan tiap
diare/BAB encer sampai diare berhenti c) obat anti sekretorik atau anti
enkephalinase: Hidrase 3 x 1 tab perhari.
4. Obat antimikroba
Pengobatan empirik tidak dianjurkan pada semua pasien.
Pengobatan empirik diindikasikan pada pasien-pasien yang diduga
mengalami infeksi bakteri invasif, diare turis traveler’s diarrhea) atau
imunosupresif.
KOMPLIKASI
Komplikasi Frequency Percent
Dehidrasi
Sedang
222 39.60
Diare Akut 97 17.3
23
Dehidrasi
Berat
30 5.40
ISK 26 4.60
Dyspepsia 21 3.80
Bronkopenumo
ni
15 2.70
AIDS 2 0.40
Tidak ada 147 26.2
Total 560 100.0
Tabel 4. Komplikasi Diare akibat Bakteri (Adyanastari,2012)
3. PARASIT
ETIOLOGI
Jenis parasit yang dapat menyebabkan diare adalah protozoa (Giardia
lamblia, Cryptosporidium sp., Isospora belli, Sarcocystis sp., Entamoeba
histolytica, NonpathogenicAmoeba, Balantidium coli), cacing
(Strongyloidesstercoralis, Capillaria philippinensis, Trichinella spiralis,
Trichostrongylus orientalis, Trematoda, Trichuris trichiura), dan jamur
(Candida sp., Aspergillus sp., Zygomycosis sp). (Agung, 2003; 198)
PATOGENESIS
A. Giardia lamblia
Giardia lamblia merupakan penyebab tersering infeksi protozoa pada
saluran cerna manusia dan paling banyak ditemukan di negara-negara
berkembang. Prevalensi giardiasis berkisar 10% di Amerika Utara, Eropa
dan hingga mencapai 20%-30% di negara berkembang. Prevalensi tinggi
ditemukan pada anak usia prasekolah dan pada anak dengan gangguan
gizi. Infeksi Giardia lamblia dapat melalui air, makanan, atau langsung
melalui rute fekal-oral. (Wang dan Owen dkk, dalam Sari Pediatri, 2003;
198)
24
Kista adalah bentuk infeksius G.lamblia yang resisten terhadap
berbagai macam gangguan di luar pejamu dan dapat bertahan hidup selama
sebulan di air atau di tanah. Kista matang yang tertelan oleh pejamu akan
mengalami ekskistasi di duodenum yang dicetuskan oleh adanya asam
lambung lalu diikuti dengan paparan sekresi kelenjar eksokrin pankreas.
Dalam prosesekskistasi ini sitoplasma akan membelah dan terbentuk 2
trofozoit. Saat trofozoit lepas dari kista terjadi perlekatan ke dinding epitel
usus dan terjadi multiplikasi. G.lamblia hidup di duodenum dan di bagian
proksimal yeyunum dan kadang-kadang di saluran dan kandung empedu.
Pergerakan flagel yang cepat membuat trofozoit bergerak dari satu tempat
ke tempat lain dan dengan batil isapnya melekatkan diri pada epitel usus.
(Korman dan Grove dkk, dalam Sari Pediatri, 2003; 198-199)
Pada pemeriksaan dengan mikroskop cahaya, didapatkan berbagai
bentuk atrofi vilus seperti pemendekan dan distrofi mikrovilus. Aktivitas
disakaridase membran mikrovilus berkurang dan terjadi gangguan
transport glukosa yang dipengaruhi natrium. Hal ini diduga berkaitan
dengan sistem imunologik. Pada giardiasis, infiltrasi limfosit timbul
sebelum terjadi pemendekan vili dan ternyata terdapat hubungan antara
intensitas infiltrasi limfosit dengan beratnya malabsorbsi yang terjadi.
Peneliti lain mendapatkan secara in vitro bahwa aktivasi sel T dapat
meningkatkan proliferasi sel kripta dan atrofi vili. Salah satu studi
mendapatkan adanya penurunan asam empedu intralumen pada pasien
giardiasis. Giardia akan mengambil asam empedu dan dimasukkan ke
dalam sitoplasmanya dan menyebabkan berkurangnya asam empedu
intraluminal. Hal ini akan menyebabkan pasien akan mengalami
malabsorbsi. (Fharting, MacPherson, Hegar, dkk, dalam Sari Pediatri,
2003; 199)
B. Entamoeba histolytica
E.histolytica ditemukan hampir di seluruh dunia, tetapi prevalensi
tertinggi didapatkan di negara-negara berkembang mencapai 50%. Angka
mortalitas diperkirakan 75.000 per tahun. Infeksi E.histolytica dapat
25
melalui makanan dan air serta melalui kontak manusia ke manusia.
(Korman dan Grove dkk, dalam Sari Pediatri, 2003;199)
Dalam daur hidupnya Entamoeba histolytica mempunyai 3 stadium
yaitu bentuk histolitika, minuta dan kista. Bentuk histolitika dan minuta
adalah bentuk trofozoit. Perbedaan antara kedua bentuk trofozoit tersebut
adalah bentuk histolitika bersifat patogen dan mempunyai ukuran yang
lebih besar dari bentuk minuta. Bentuk histolitika bersifat patogen dan
dapat hidup di jaringan hati, paru, usus besar, kulit, otak, dan vagina.
Bentuk ini berkembang biak secara belah pasang di jaringan dan dapat
merusak jaringan tersebut. Minuta adalah bentuk pokok dan tanpa bentuk
minuta daur hidup tak dapat berlangsung. Kista dibentuk di rongga usus
besar dan dalam tinja, berinti 1 atau 4 dan tidak patogen, tetapi dapat
merupakan bentuk infektif. Dengan adanya dinding kista, bentuk kista
dapat bertahan hidup terhadap pengaruh buruk di luar badan manusia.
(Korman dan Grove dkk, dalam Sari Pediatri, 2003;199)
Kista matang yang tertelan mencapai lambung masih dalam keadaan
utuh karena kista tahan terhadap asam lambung. Di rongga usus halus
terjadi ekskistasi dan keluarlah bentuk-bentuk minuta yang masuk ke
dalam rongga usus besar. Bentuk minuta ini berubah menjadi bentuk
histolitika yang patogen dan hidup di mukosa usus besar serta
menimbulkan gejala. (Gandahusada, 2002)
Bentuk histolitika memasuki mukosa usus besar yang utuh dan
mengeluarkan enzim sistein proteinase yang dapat menghancurkan
jaringan yang disebut histolisin. Kemudian bentuk histolitika memasuki
submukosa dengan menembus lapisan muskularis mukosa, bersarang di
submukosa dan membuat kerusakan yang lebih luas daripada di mukosa
usus sehingga terjadi luka yang disebut ulkus amuba. Lesi ini biasanya
merupakan ulkus-ulkus kecil yang letaknya tersebar di mukosa usus,
bentuk rongga ulkus seperti botol dengan lubang sempit dan dasar yang
lebar, dengan tepi yang tidak teratur agak meninggi dan menggaung.
Proses yang terjadi terutama nekrosis dengan lisis sel jaringan. Bila
26
terdapat infeksi sekunder, terjadilah proses peradangan yang dapat meluas
di submukosa dan melebar ke lateral sepanjang sumbu usus. Kerusakan
dapat menjadi luas sekali sehingga ulkus-ulkus saling berhubungan dan
terbentuk sinus di bawah mukosa. Dengan peristalsis usus, bentuk
histolitika dikeluarkan bersama isi ulkus ke rongga usus kemudian
menyerang lagi mukosa usus yang sehat atau dikeluarkan bersama tinja.
(Korman, Owen, Farthing dkk, dalam Sari Pediatri, 2003; 200)
C. Trichuris trichiura
Trichuris trichiura dapat ditemukan baik di negara maju maupun
negara berkembang. Diperkirakan Trichuris trichiura merupakan
prevalensi terbesar ketiga infeksi oleh cacing usus dan merupakan
penyebab terbanyak diare karena infeksi cacing. Prevalensi sangat
tergantung dari pola sanitasi, higiene perorangan, dan juga status nutrisi
seseorang. Cacing ini terutama ditemukan di daerah panas dan lembab,
seperti Indonesia. Di beberapa daerah di Indonesia, prevalensi masih tinggi
seperti yang dilaporkan oleh Departemen Kesehatan pada tahun
1990/1991; 53% pada masyarakat Bali, 36,2% di perkebunan di Sumatra
Selatan, 51,6% pada sejumlah sekolah di Jakarta.(Gandahusada, 2002)
Cacing dewasa ini hidup di kolon asendens dan sekum dengan bagian
anterior yang menyerupai cambuk masuk ke dalam mukosa usus. Seekor
cacing betina diperkirakan menghasilkan telur setiap hari antara 3000-
10000 butir. Telur menjadi matang dalam waktu 3-6 minggu dalam
lingkungan tanah yang lembab dan tempat yang teduh. Telur matang yang
berisi larva merupakan bentuk infektif. Infeksi langsung terjadi bila
pejamu menelan telur matang. Larva keluar melalui telur dan masuk ke
dalam usus halus. Sesudah dewasa, cacing turun ke usus bagian distal dan
masuk ke daerah kolon, terutama sekum. Masa pertumbuhan mulai dari
telur yang tertelan sampai cacing dewasa betina meletakkan telur kira-kira
30-90 hari. (Owen dan Banweell, dalam Sari Pediatri, 2003; 199-200)
Cacing trichuris terutama hidup di sekum, akan tetapi dapat juga
ditemukan di kolon asendens. Pada infeksi berat, cacing trichuris tersebar
27
di seluruh kolon dan rektum. Cacing ini memasukkan kepalanya ke dalam
mukosa usus sehingga terjadi trauma yang menimbulkan iritasi dan
peradangan mukosa usus. Pada tempat perlekatannya dapat terjadi
perdarahan. Selain itu cacing ini menghisap darah pejamu sehingga dapat
menimbulkan anemia. (Owen dan Banweell, dalam Sari Pediatri, 2003;
199-200)
MANIFESTASI KLINIS
A. Giardia lamblia
Infeksi G.lamblia dapat bermanifestasi dalam 3 bentuk yaitu tanpa
gejala, diare akut swasirna dan diare kronik dengan atau tanpa disertai
malabsorbsi. Giardiasis
pada anak gizi cukup akan sembuh dengan sendirinya setelah 3-6
minggu, namun terdapat sebagian kasus yang mengalami diare kronik.
Ekskresi parasit dapat berlangsung selama beberapa bulan sehingga
kadangkadang dapat menyebabkan reinfeksi. (Gandahusada, 2002)
B. Entamoeba histolytica
Manifestasi klinis amebiasis dapat tanpa gejala sampai tampak sakit
berat. Pasien amebiasis sering mengalami nyeri abdomen, diare, anoreksia
dan malaise. Pada infeksi kronik, diare dapat diselingi oleh fase konstipasi.
Diare biasanya mengandung darah dan mukus disertai tenesmus.
Amebiasis intestinal dibagi menjadi 2 yaitu amebiasis kolon akut bila
gejala berlangsung kurang dari 1 bulan dan amebiasis kolon menahun bila
gejalanya berlangsung lebih dari 1 bulan atau bila terjadi gejala yang
ringan, diikuti oleh reaktivasi gejala akut secara periodik. (Yost, 2002)
C. Trichuris trichiura
Kasus infeksi Trikhuris menunjukkan gejala beraneka ragam mulai dari
keluhan yang ringan sampai keluhan yang berat. Gejala yang timbul dapat
berupa diare yang sering diselingi dengan sindrom disentri, berat badan
turun, anemia dan kadang-kadang disertai prolaps rektum. (Owen dan
Banweell, dalam Sari Pediatri, 2003; 200)
28
DIAGNOSIS
A. Giardia lamblia
Diagnosis giardiasis dapat ditegakkan dengan perjalanan penyakit.
Pasien giardiasis yang bergejala akan mengeluh diare baik akut maupun
kronik dan dapat diselingi oleh konstipasi. Tinja biasanya disertai dengan
mukus. Diagnosis giardiasis dapat ditegakkan bila ditemukan trofozoit
dalam tinja encer dan cairan duodenum serta bentuk kista dalam tinja
padat. Morfologi G.lamblia dapat dibedakan dengan jelas dari protozoa
lain dengan menggunakan sediaan basah dengan larutan iodin atau dalam
sediaan yang dipulas dengan trikrom. Tehnik konsentrasi dapat
meningkatkan penemuan kista. Sensitivitas metode ini berkisar 80-90%
jika tinja diperiksa 3 hari berturut-turut.
Akurasi diagnostik dapat ditingkatkan dengan pemeriksaan cairan
duodenum baik dengan aspirasi menggunakan selang duodenum atau
menggunakan string test. Pemeriksaan serologik yang saat ini sering
digunakan adalah pemeriksaan IgM anti-Giardia. Pemeriksaan IgG anti-
Giardia tidak dilakukan oleh karena kadar IgG meningkat pada penduduk
di daerah endemik. Penggunaan teknik lain seperti counter immuno
electrophoresis, immunodiffusion dan enzymelinked immunosorbent
analysis (ELISA) tidak digunakan sebagai pemeriksaan rutin sampai saat
ini. (Gandahusada (2002) dan Hegar, dkk dalam Sari Pediatri (2003))
B. Entamoeba histolytica
Diagnosis amebiasis intestinal ditegakkan dengan terdapatnya trofozoit
atau kista pada sediaan tinja basah. Tinja harus diperiksa dalam 1 jam
pertama dan dalam suhu kamar karena trofozoit setelah 1 jam akan lisis
dan tidak dapat dikenali lagi. Biasanya tidak ditemukan leukosit pada
pemeriksaan tinja. Tehnik konsentrasi juga dapat digunakan dengan
pulasan trikrom untuk menemukan kista amuba. Pemberian tetrasiklin,
sulfonamid, bismuth dan kaolin akan menyebabkan sulitnya identifikasi
amuba. Bila tinja tidak mungkin diperiksa dalam 1 jam maka tinja dapat
29
disimpan dalam formalin 10% untuk menemukan kista atau dalam alkohol
polivinil untuk menemukan trofozoit.20 Pemeriksaan tinja dengan
menggunakan 3-6 sediaan akan meningkatkan diagnosis hingga 80-90%.
(Yost, 2002)
Pada pemeriksaan endoskopi dapat ditemukan ulkus. Pada infeksi berat
akan tampak daerah inflamasi yang luas disertai ulkus. Kolonoskopi
digunakan untuk menemukan amebiasis kolon. Trofozoit juga mungkin
dapat terlihat pada biopsi mukosa rektum. Entamoeba histolytica bersifat
antigenik dan dapat menimbulkan respon imun pada pejamu. Antibodi
yang terbentuk akan bertahan lama sehingga menyebabkan kesulitan untuk
membedakan antara infeksi lampau atau infeksi akut, akan tetapi serologi
antibodi IgG didapatkan positif pada 70-80 % pasien dengan kolitis
ameba. (Yost, 2002)
C. Trichuris trichiura
Diagnosis infeksi trikuris dengan menemukan telur yang berbentuk
tong di dalam tinja atau dengan pemeriksaan sediaan apus tinja.
Pemeriksaan endoskopi pada kolon dan rektum kadang menunjukkan
cacing dewasa menempel ke mukosa. (Gandahusada, 2002)
TATA LAKSANA
A. Giardia lamblia
Pengobatan giardiasis dapat menggunakan metronidazole 5-7,5 mg/kg
berat badan 3 kali sehari selama 7 hari atau 30 mg/kg berat badan dosis
tunggal selama 3 hari, tinidazole 30-50 mg/kg dosis tunggal, mepacrine 2
mg/kg berat badan 3 kali sehari selama 7 hari, furazolidone 1,25 mg/kg
berat badan, 4 kali sehari selama 7 hari. (Farthing, Hegar, Groove, dkk,
dalam Sari Pediatri, 2003; 202)
B. Entamoeba histolytica
Terapi yang digunakan adalah metronidasol 50mg/kg per hari selama
10 hari diikuti diloxanide furoate 20 mg/kg berat badan per hari selama 10
hari. (Farthing, Hegar, Groove, dkk, dalam Sari Pediatri, 2003; 202)
30
C. Trichuris trichiura
Terapi yang menjadi pilihan utama saat ini adalah mebendazole dengan
dosis 100 mg per hari dua kali sehari selama 3 hari. Rerata kesembuhan
trichuriasis 60-80% dengan penurunan pengeluaran telur trichuris
didapatkan pada 90-99% kasus. (Banwell, dkk, dalam Sari Pediatri, 2003;
202)
4. Bagaimana tatalaksana pasien anak dengan diare dan tatalaksana dehidrasi
pada anak?
Menurut buku panduan MTBS tahun 2008, klasifikasi beserta
penanganan diare adalah sebagai berikut :
Gejala Klasifikasi Tindakan
Terdapat dua atau lebih
tanda-tanda berikut:
- Letargis
- Mata cekung
- Tidak bisa atau
malas minum
- Cubitan kulit perut
kembali sangat lambat
Diare dengan
dehidrasi
berat
Jika tidak ada klasifikasi
berat lain, beri cairan
untuk dehidrasi berat dan
tablet zinc untuk 10 hari.
Jika terdapat klasifikasi
berat lain, rujuk segera
serta berikan ASI dan
larutan oralit selama
perjalanan (jika anak
mash bisa minum)
Jika ada kolera di daerah
tersebut, beri antibiotic
untuk kolera
31
Terdapat dua atau lebih
tanda-tanda berikut:
- Gelisah,
rewel/mudah marah
- Mata cekung
- Haus, minum
dengan lahap
- Cubitan kulit perut
kembali lambat
Diare dengan
dehidrasi
ringan/sedang
Beri cairan dan makanan
serta tablet zinc zinc
untuk 10 hari
Jika terdapat klasifikasi
berat lain, rujuk segera
serta berikan ASI dan
larutan oralit selama
perjalanan (jika anak
mash bisa minum)
Nasihati pasien untuk
kembali segera jika
terdapat tanda
kedaruratan
Kunjungan ulang 5 hari
jika tidak ada perbaikan
Tidak cukup tanda-tanda
untuk diklasifikasikan
sebagai diare dehidrasi
berat atau ringan/sedang
Diare tanpa
dehidrasi
Beri cairan dan makanan
serta tablet zinc zinc
untuk 10 hari
Nasihati pasien untuk
kembali segera jika
terdapat tanda
kedaruratan
Kunjungan ulang 5 hari
jika tidak ada perbaikan
Tabel 5. Tatalaksana diare berdasarkan derajat dehidrasi (Depkes,2008)
32
Salah satu terapi pada diare adalah pemberian probiotik. Menurut
Food and Agriculture Organization (FAO, 2002), probiotik merupakan
mikroba hidup yang apabila dikonsumsi dalam jumlah yang memadai akan
bermanfaat terhadap kedehatan pejamunya. Probiotik yang sering
digunakan adalah golongan BAL khususnya Lactobacillus dan
Bifidobacterium (Collins dan Gibson, 1999). Prebiotik adalah
nondigestible food ingredient yang mempunyai pengaruh baik terhadap
host dengan memacu aktivitas, pertumbuhan yang selektif, atau keduanya
terhadap satu jenis atau lebih bakteri penghuni kolon. Prebiotik pada
umumnya adalah karbohidrat yang tidak dicerna dan tidak diserap,
biasanya dalam bentuk oligosakarida dan serat pangan. Sinbiotik
(Eubiotik) adalah kombinasi prebiotik dan probiotik. Sumber pangan yang
mengandung probiotik adalah produk suus seperti yogurt, keju, biodrink,
dan lain-lain. Prebiotik seperti inulin dan oligosakarida dapat diisolasi dari
sumber alami seperti umbi-umbian. Penambahan organism hidup
(probiotik) dan substrat (prebiotik) untuk pertumbuhan bakteri (Antarini,
2011).
5. Apa saja pemantauan yang dilakukan setelah terapi (Observasi dan tanda -
tanda gawat darurat)?
Pada diare tanpa dehidrasi, anak diperbolehkan menjalani rawat jalan.
Observasi serta perawatan dilakukan oleh ibu selama di rumah. Jika anak
memperoleh ASI Eksklusif, dapat diberikan oralit atau air matang sebagai
tambahan. Jika anak tidak memperoleh ASI Eksklusif, diberikan 1 atau
lebih cairan berikut ini: Oralit, cairan makanan (kuah sayur, air tajin) atau
air matang. Anak harus diberi larutan oralit di rumah jika telah diobati
dengan terapi untuk diare dengan dehidrasi dalam kunjungan tersebut
serta jika anak tidak dapat kembali ke klinik saat diarenya bertambah
parah. Pemberian cairan tambahan dilakukan sampai diare berhenti.
33
Sedangkan pada dehidrasi ringan/sedang, anak dapat diberi oralit di
klinik sesuai yang dianjurkan selama periode 3 jam.
Umur ≤ 4 bulan 4 - < 12 bulan 1 - <2 tahun 2 - <5 tahun
Berat < 6 kg 6-10 kg 10-12 kg 12-19 kg
Jumlah 200-400 400-700 700-900 900-1400
Tabel 6. Jumlah oralit berdasarkan umur dan berat badan anak
(Depkes,2008)
Jumlah oralit yang diperlukan untuk 3 jam pertama adalah berat badan
(dalam kg) x 75 mL. Penilaian dan pengklasifikasian ulang dilakukan
setelah 3 jam. Pada waktu tersebut, pemberian makan sudah mulai dapat
dilakukan.
Tanda – tanda kegawatdaruratan pada pasien anak yang direhidrasi
berupa :
1. Hepatomegali
2. Suara paru ronki basah (tanda efusi pleura)
3. Peningkatan usaha napas
4. Peningkatan Jugular Vein Pressure (JVP)
5. Pada IVC terlihat pengembangan vena cava inferior
Apabila terdapat tanda – tanda tersebut diatas memandakan terapi
rehidrasi yang diberikan sudah berlebihan dan perlu dikurangi.
34
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pada skenario 3 ini, didapatkan seorang pasien laki-laki usia 1,5 tahun
dengan keluhan diare 2 hari. Pasien lemas dan rewel. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan tanda-tanda dehidrasi sedang. Tidak didapatkan abnormalitas pada
frekuensi nadi dan frekuensi napas. Suhu tubuh sedikit meningkat tapi tidak
demam. Diagnosis banding adalah infeksi rotavirus, infeksi bakteri, dan infeksi
parasit. Tatalaksana yang dapat dilakukan adalah penanganan dehidrasi serta
pemberian zinc untuk penanganan diare.
Saran
Untuk tutorial selanjutnya, diharapkan peserta diskusi tutorial lebih banyak
membaca artikel ilmiah yang berhubungan dengan skenario dan sesuai tujuan
pembelajaran agar diskusi berjalan dengan baik, lengkap, dan tidak timpang antara
satu peserta dan peserta lain.
Keterbatasan pengalaman kami dalam mencari referensi yang tepat dan
lengkap juga menjadi hambatan kami sehingga diskusi berjalan kurang memuaskan.
Selain itu pemahaman akan tujuan pembelajaran yang kurang turut menambah
urang aktifnya peserta dalam diskusi.Oleh karena itu, kami sebaiknya lebih sering
membaca literatur dan selalu update dengan jurnal maupn informasi terbaru.
35
DAFTAR PUSTAKA
36