biokim lap 3

19
Laporan Resmi Praktikum Biokimia I “Penentuan Asam Amino Dalam Sampel” I. JUDUL : Penentuan Asam Amino dalam Sampel II. TANGGAL PERCOBAAN : Kamis, 13 November 2014 III. TUJUAN : Menentukan asam amino yang terdapat dalam sampel dengan kromatografi kertas. IV. KAJIAN PUSTAKA Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh karena zat ini berfungsi sebagai sumber energi dalam tubuh serta sebagai zat pembangun dn pengatur. Protein adlaah polimer dari asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung unsur- umsur C, H, O, N, P, S, dan terkadang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Winarno, 1992). Protein merupakan suatu polipeptida dengan BM yang sangat bervariasi dari 5000 samapi lebih dari satu juta karena molekul protein yang besar, protein sangat mudah mengalami perubahan fisis dan aktivitas biologisnya. Banyak agensia yang menyebabkan perubahan sifat alamiah dari protein seperti panas, asam, basa, solven organik, garam, logam berat, radiasi sinar radioaktif (Sudarmadji, 1996). Struktur asam amino digambarkan sebagai berikut: Gugus karboksil pada asam amino dapat dilepas dengan proses dekarboksilasi dan menghasilkan suatu amina. Gugus amino pada asam amino dapat bereaksi dengan asam nitrit dan Kelompok Lima / Kimia A 2012 1

Upload: metta-sari-kedele

Post on 19-Nov-2015

51 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

laporan praktikum

TRANSCRIPT

Laporan Resmi Praktikum Biokimia IPenentuan Asam Amino Dalam Sampel

I. JUDUL

: Penentuan Asam Amino dalam SampelII. TANGGAL PERCOBAAN

: Kamis, 13 November 2014

III. TUJUAN

: Menentukan asam amino yang terdapat dalam sampel dengan kromatografi kertas.IV. KAJIAN PUSTAKA

Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh karena zat ini berfungsi sebagai sumber energi dalam tubuh serta sebagai zat pembangun dn pengatur. Protein adlaah polimer dari asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung unsur-umsur C, H, O, N, P, S, dan terkadang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Winarno, 1992).

Protein merupakan suatu polipeptida dengan BM yang sangat bervariasi dari 5000 samapi lebih dari satu juta karena molekul protein yang besar, protein sangat mudah mengalami perubahan fisis dan aktivitas biologisnya. Banyak agensia yang menyebabkan perubahan sifat alamiah dari protein seperti panas, asam, basa, solven organik, garam, logam berat, radiasi sinar radioaktif (Sudarmadji, 1996).

Struktur asam amino digambarkan sebagai berikut:

Gugus karboksil pada asam amino dapat dilepas dengan proses dekarboksilasi dan menghasilkan suatu amina. Gugus amino pada asam amino dapat bereaksi dengan asam nitrit dan melepaskan gas nitrogen yang dapat diukur volumenya. Van Slyke menggunakan reaksi ini untuk menentukan gugus amino bebas pada asam amino, peptida maupun protein. (Anna Poedjiadi, 1994).

Pada dasarnya suatu peptida adalah asil-asam amino, karena gugus COOH dan NH2 membentuk ikatan peptida. Peptida didapatkan dari hidrolisis protein yang tidak sempurna. Apabila peptida yang dihasilkan dihidrolisis lebih lanjut akan dihasilkan asam-asam amino. (Anna Poedjiadi, 1994).

Sifat peptida ditentukan oleh gugus COOH, NH2 dan gugus R. Sifat asam dan basa pada peptida ditentukan oleh gugus COOH dan NH2 , namun pada rantai panjang gugus COOH dan NH2 yang terletak diujung rantai tidak lagi berpengaruh. Suatu peptida juga mempunyai titik isolistrik seperti pada asam amino. Reaksi biuret merupakan reaksi warna untuk peptida dan protein. (Anna Poedjiadi, 1994).

Struktur protein dapat dibagi menjadi empat bentuk; primer, sekunder, tersier dan kuartener. Susunan linier asam amino dalam protein merupakan struktur primer. Susunan tersebut akan menentukan sifat dasar protein dan bentuk struktur sekunder serta tersier. Bila protein menandung banyak asam amino dengan gugus hidrofobik, daya kelarutannya kurang dalam air dibandingkan dengan protein yang banyak mengandung asam amino dengan gugus hidrofil. (Winarno, 1992).

Protein yang terdapat dalam bahan pangan mudah mengalami perubahan-perubahan, antara lain:

1. Dapat terdenaturasi oleh perlakuan pemanasan.2. Dapat terkoagulasi atau mengendap oleh perlakuan pengasaman.3. Dapat mengalami dekomposisi atau pemecahan oleh enzim-enzim proteolitik.4. Dapat bereaksi dengan gula reduksi, sehingga menyebabkan terjadinya warna coklat.

Denaturasi protein dapat diartikan suatu perubahan atau modifikasi terhdap struktur sekunder, tersier dan kuartener molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovalen. Karena itu denaturasi dapat diartikan suatu proses terpecahnya ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik, ikatan garam dan terbukanya lipatan atau wiru molekul protein. (Winarno, 1992).

Denaturasi protein

Denaturasi protein dapat diartikan suatu perubahan atau modifikasi terhadap struktur sekunder, tertier dan kuartener molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovelen. Karena itu, denaturasi dapat diartikan suatu proses terpecahnya ikatan hydrogen, interaksi hidrofobik, ikatan garam dan aterbukanya lipatan atau wiru molekul protein (Winarno, 1992).

Protein yang terdenaturasi akan berkurang kelarutannya. Lapisan molekul bagian dalam yang ersifat hidrofobik akan keluar sedangkan bagian hidrofilik akan terlipat ke dalam. Pelipatan atau pembakikkan akan terjadi bila protein mendekati pH isoelektris lalu protein akan menggumpal dan mengendap. Viskositas akan bertambah karena molekul mengembang menjadi asimetrik, sudut putaran optis larutan protein juga akan meningkat (Winarno, 1992).

Denaturasi protein meliputi gangguan dan kerusakan yang mungkin terjadi pada struktur sekunder dan tersier protein. Sejak diketahui reaksi denaturasi tidak cukup kuat untuk memutuskan ikatan peptida, dimana struktur primer protein tetap sama setelah proses denaturasi. Denaturasi terjadi karena adanya gangguan pada struktur sekunder dan tersier protein. Pada struktur protein tersier terdapat empat jenis interaksi yang membentuk ikatan pada rantai samping seperti; ikatan hidrogen, jembatan garam, ikatan disulfida dan interaksi hidrofobik non polar, yang kemungkinan mengalami gangguan. Denaturasi yang umum ditemui adalah proses presipitasi dan koagulasi protein (Ophart, C.E., 2003).

Denaturasi karena Panas:

Panas dapat digunakan untuk mengacaukan ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik non polar. Hal ini terjadi karena suhu tinggi dapat meningkatkan energi kinetik dan menyebabkan molekul penyusun protein bergerak atau bergetar sangat cepat sehingga mengacaukan ikatan molekul tersebut. Protein telur mengalami denaturasi dan terkoagulasi selama pemasakan. Beberapa makanan dimasak untuk mendenaturasi protein yang dikandung supaya memudahkan enzim pencernaan dalam mencerna protein tersebut (Ophart, C.E., 2003).

Pemanasan akan membuat protein bahan terdenaturasi sehingga kemampuan mengikat airnya menurun. Hal ini terjadi karena energi panas akan mengakibatkan terputusnya interaksi non-kovalen yang ada pada struktur alami protein tapi tidak memutuskan ikatan kovalennya yang berupa ikatan peptida. Proses ini biasanya berlangsung pada kisaran suhu yang sempit (Ophart, C.E., 2003).

Metode Biuret

Larutan protein dibuat alkalis dengan NaOH kemudian ditambahkan larutan Cupri Sulfat (CuSO4) encer. Uji ini untuk menunjukkan adanya senyawa-senyawa yang mengandung gugus amida asam (-CONH2) yang berada bersama gugus amida asam yang lain atau gugus yang lain seperti : -CSNH2, -C(NH)NH2, -CH2NH2, -CRHNH2, -CHOHCH2NH2, -CHOHCH2NH2, -CHNH2CH2OH, CHNH2CHOH.

Dengan demikian uji Biuret tidak hanya untuk protein tetapi zat lain seperti Biuret atau malonamida juga memberikan reaksi positif yaitu ditandai dengan timbulnya warna merah-violet atau biru-violet.

Reaksi yang terjadi dapat dituliskan sebagai berikut :

Intensitas warna tergantung pada konsentrasi protein yang ditera. Penentuan protein cara biuret adalah dengan mengukur optical density (OD) pada panjang gelombang 560 580 nm. Agar dapat menghitung banyaknya protein maka perlu lebih dahuu dibuat kurva baku/standar yang melukiskan hubungan antara konsentrasi protein dengan OD pada panjang gelombang terpilih. Dibandingkan dengan cara Kjeldahl maka biuret lebih baik karena hanya protein atau senyawa peptida yang bereaksi dengan biuret, kecuali urea.Protein Pada Ikan Mujair

Ikan Mujair mengandung energi sebesar 89 kilokalori, protein 18,7 gram, karbohidrat 0 gram, lemak 1 gram, kalsium 96 miligram, fosfor 209 miligram, dan zat besi 1,5 miligram. Selain itu di dalam Ikan Mujair juga terkandung vitamin A sebanyak 20 IU, vitamin B1 0,03 miligram dan vitamin C 0 miligram. Hasil tersebut didapat dari melakukan penelitian terhadap 100 gram Ikan Mujair, dengan jumlah yang dapat dimakan sebanyak 80 %.V. ALAT dan BAHAN

Alat-Alat

1. Kertas Kromatografi2. Labu Pemisah

3. Kaca Kapiler

4. Bejana/Gelas Kimia Besar

5. Botol Semprot

6. Oven Bahan-Bahan

1. Asam Asetat Glasial2. n-butanol

3. Akuades

4. Larutan Asam Amino Standar

5. HCl Pekat

6. Larutan Sampel

VI. ALUR PERCOBAAN

1. Pembuatan Kurva Standar

2. Penentuan Komponen Asam Amino

VII. HASIL PENGAMATAN

No. Perc.Prosedur PercobaanHasil PengamatanDugaan/ReaksiKesimpulan

1 n-butanol tidak berwarna asam asetat glasial tidak berwarna

aquades tidak berwarna

n-butanol + as. asetat glasial + aquades = tidak berwarna

CH3CH2CH2CH2OH(aq) + CH3COOH(aq) + H2O(l) ( CH3CH2CH2CH2OC=OCH3 + H2OReaksi antara n-butanol dan asam asetat menghasilkan ester yaitu n-butil asetat.

2

Plat KLT berwarna putih Sampel : sampel A berwarna kuning Jarak yang ditempuh pelarut 7,8 cm Larutan A: Tidak berwarna Larutan B: Tidak Berwarna

Larutan C: Tidak berwarna

Saat noda disemprot ninhidrin dan dikeringkan tampak 4 noda pada plat

Jarak noda A: 1,8 cm, Rf A= 0,231 ( asam aspartat

Jarak noda B: 2,0 cm, Rf B= 0,256 ( glisin

Jarak noda C: 1,6 cm, Rf C= 0,205 ( asparagin

Jarak sampel

1 ( 1,4 cm Rf 1 = 0,179

2 ( 4 cm Rf 2 = 0,513Sampel menunjukkan 2 noda yang menandakan sampel mengandung arginin dan glisin.

VIII. ANALISIS dan PEMBAHASAN

Pada percobaan pertama

Pembuatan kurva standar. Tahap pertama yaitu membuat larutan standart protein dengan kadar 1, 3, 5, 7, dan 10 mg/100 mL dengan cara pengenceran, volume yang dibutuhkan dapat dihitung dengan rumus M1 x V1 = M2 x V2. Untuk larutan standart 7 mg/100 mL dibutuhkan 17,5 mL dari larutan induk 10 mg/100 mL yang diencerkan dalam labu ukur 25 mL, untuk larutan standart 5 mg/100mL dibutuhkan 17,8 mL dari larutan standart 7 mg/100mL, untuk larutan standart 3mg/100mL dibutuhkan 15 mL dari larutan standart 5 mg/100mL dan untuk larutan standart 1 mg/100mL dibutuhkan 8,3 mL dari larutan standart 3 mg/100mL. Selanjutnya masing-masing larutan standar tersebut ditambah reagen Biuret dan dikocok supaya tercampur sempurna sampai larutan berwarna ungu, warna ungu tersebut terjadi karena Cu2+ membentuk kompleks dengan ikatan peptida pada suatu protein. Setelah itu larutan diinkubasi pada suhu kamar selama 30 menit. Inkubasi tersebut dilakukan agar terjadi penyesuaian pada larutan dan reaksi dapat terjadi pada suhu tersebut. Kemudian diukur absorbansi larutan standar tersebut pada panjang gelombang 520 nm, pengukuran dilakukan pada panjang gelombang 520 nm karena pada panjang gelombang ini warna ungu yang dihasilkan dapat diidentifikasi. Berdasarkan nilai absorbansi yang diperoleh maka diperoleh kurva standar dengan persamaan y = 0,04131x 0,008 dengan nilai regresi linear sebesar 0,997.

Percobaan kedua

Penetapkan absorbansi larutan blanko dan larutan sampel. Dalam percobaan ini diperlakukan sama seperti halnya larutan standar. Untuk larutan blanko diperoleh warna biru jernih dan diperoleh absorbansi sebesar 0. Sedangkan pada penentuan konsentrasi larutan sampel juga menggunakan prosedur dan perlakuan yang sama seperti pada penentuan absorbansi larutan standar. Pada percobaan ini larutan yang dihasilkan berwarna biru keunguan (+) dan diperoleh nilai absorbansi sebesar 0,035; 0,017; 0,019. Dari absorbansi yang diperoleh maka dapat dihitung konsentrasi yang dihasilkan dengan cara memasukkan nilai absorbansi sampel pada persamaan kurva y = 0,04131x 0,008 sehingga diperoleh konsentrasi sampel sebesar 0,285 mg/mL.

IX. KESIMPULAN

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, tentang penentuan kadar protein dengan metode biuret diketahui nilai absorbansi pada larutan standar protein dengan berbagai konsentrasi maka akan diperoleh persamaan kurva larutan standar: y = 0,04131x + 0.008 dengan linearitasnya R2 = 0,997. Sedangkan pada sampel diperoleh nilai absorbansi sebesar 0,285 mg/ml.Adanya kandungan protein pada percobaan ini dapat ditandai dengan terbentuknya larutan dari biru sampai ungu.X. JAWABAN PERTANYAAN

1. Buatlah kurva standar konsentrasi vs absorbansi. Dengan bantuan kurva standar tersebut tentukan kadar protein sampel?Jawaban:

Konsentrasi (mg/mL)Absorbansi

10.035

20.078

30.121

40.171

50.206

Sampel 20.017

Sampel 30.019

Diperoleh persamaan regresi linier :

y = 0,042x - 0,004

Dengan R2 = 0,997

Dimana : ( misal y adalah absorbansi sampel)1. Sampel I

2. Sampel II

2. Apakah peptida akan memberikan reaksi positif terhadap pereaksi biuret? Jika benar demikian bagaimanamenentukan kadar protein yang tercampur dengan peptida?

Jawaban:

Ya, karena Biuret merupakan salah satu cara yang terbaik untuk menentukan kadar protein suatu larutan. Dalam larutan basa, Cu2+ akan membentuk kompleks dengan ikatan peptida suatu protein, sehingga menghasilkan warna ungu yang dapat diidentifikasi dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 520 nm. Absorbansi ini berbanding langsung dengan kosentrasi protein dan tidak tergantung jenis protein karena seluruh protein pada dasarnya mempunyai jumlah ikatan peptida yang sama persatuan berat.3. DAFTAR PUSTAKAAnna Poedjiadi. 1994. Dasar-dasar biokimia. Penerbit UI-Press: Jakarta.Dell Valle, F.R. 1981. Nutritional quality of Soya Protein as Affected by Processing. JAOCS. 58: 519Lehninger, A.L. 1995. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: Erlangga.Ophart, C.E. 2003. Virtual Chembook. Elmhurst Collage.Sudarmaji, S., Haryono, B., Suhardi. 1996. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty: Yogyakarta.Yuanita, Leny, Suzana Surodjo, dan Rudiana Agustini. 2010. Perangkat Pembelajaran Biokimia Petunjuk Praktikum Karbohidrat, Protein, Lipida Buku 1. Surabaya : Unesa University Press.Winarno, F. G., 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit Gramedia: Jakarta.

25 ml n-butanol + 6 ml asam asetat glasial + 25 ml aquades

Dicampur

Ditempatkan dalam lemari kromatografi

Dijenuhkan dengan uapnya

Larutan Pengemulsi (Fasa Gerak)

Kertas Kromatografi uk. 4x10 cm

Dioven dulu selama 10 menit

Ditetesi 4 macam larutan (A, B, C, dan Sampel) dengan jarak 1 cm, larutan yang diteteskan 0,5 cm dari pinggir kertas dg pipa kapiler.

Uap tetesan dikeringkan (dengan angin)

Diulangi tetesan larutan tersebut dengan larutan asam amino

Sampai asam amino habis (5mg)

Noda tidak boleh melebihi d = 0,4cm

Dijaga agar kertas tetap bersih

Kertas dengan noda

Digantung diatas lemari kromatografi beberapa jam untuk dijenuhkan dengan uap eluen

Di elusi setelah penjenuhan, bisa menggunakan kromatografi menurun atau mendaki

Hasil Elusi

Kertas kromatografi dikeluarkan setelah hasil berjalan cukup jauh

Batas larutan ditandai dengan pensil

Disemprot ninhidrin, kertas kromatografi dikeringkan pada 105-110 oC selama 5 menit

Noda-noda asam amino yang berwarna akan terlihat

Noda asam amino

Dilihat dibawah lampu UV

Hasil

Kelompok Lima / Kimia A 2012

9