balance edisi 6.pdf

44
EDISI TAHUN I VOLUME 06 KILAU KILAU LAPANGAN LAPANGAN ALIH KELOLA ALIH KELOLA

Upload: dangque

Post on 18-Jan-2017

245 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Balance edisi 6.pdf

EDISI TAHUN I VOLUME 06

KILAU KILAU LAPANGANLAPANGAN

ALIH KELOLAALIH KELOLA

Page 2: Balance edisi 6.pdf

Komitmen Kami Tumbuh Bersama Lingkungan

Satu SumurSeribu Pohon

Page 3: Balance edisi 6.pdf

3VOLUME 006 TAHUN I

D ALAM perjalanan sebagai perusa-haan migas, di awal-awal perkem-bangannya Pertamina memilih bekerjasama dengan pihak keti-ga dalam mengusahakan ladang-ladang minyak yang dimiliki, lewat

TAC (Technical Aisstant Contract) ataupun JOB (Joint Operating Body). Ini tak bisa dihindari. Saat itu BUMN energi dengan SDM terbatas, tak punya modal pula tak ubahnya bayi balita yang baru belajar merangkak. Padahal industri migas adalah kegiatan usaha padat modal dan padat teknologi dengan risiko besar.

Kini, seiring dengan regulasi yang menyejajarkan Pertamina dengan KKKS lain, TAC dan JOB tak ada lagi. TAC yang masih tersisa diteruskan sampai perjanjian berakhir.

Setiap lapangan minyak yang mau berakhir selalu ditandai dengan produksi yang menyerosot. Ini sebetulnya hal yang jamak dalam bisnis manapun.

Begitu memasuki tahun-tahun terakhir kerjasama, investasi dihentikan. Padahal, agar minyak terus mengalir apalagi untuk lapangan-lapangan yang mayoritas uzur, membutuhkan investasi untuk maintenance sumur dan pengeboran baru untuk menyeimbangkan dengan penurunan alamiah.

Pertamina tak terkecoh dengan kenyataan itu. Dengan keyakinan dan disertai data bahwa sumur-sumur itu masih potensial, Pertamina memilih mengelola sendiri lapangan-lapangan itu begitu perjanjian berakhir. Sekarang pengelolaannya kebanyakan diserahkan kepada Pertamina EP. Keyakinan itu ternyata bukan keyakinan kosong. Lapangan-lapangan alih kelola rata-rata bisa menaikkan produksi dibandingkan saat dikelola yang lain. Performa itu bisa dipertahankan sampai sekarang. Sebut saja, misalnya Lapangan Tanjung dan Lapangan Ramba yang produksinya di atas target.

Yang sangat membedakan lapangan alih kelola kini dibandingkan dulu adalah pendekatan terhadap ma-syarakat, yang terartikulasi lewat program-program pemberdayaan masyarakat. Sekarang lebih terintegrasi dan terfokus menuju kemandirian. Sementara dulu lebih bersifat sporadis dan terkesan berjarak. Untuk menda-patkan gambaran yang lebih lengkap, persoalan ini kami angkat menjadi Laporan Utama edisi November. Selamat membaca!

ALIH KELOLA

cover : Sumur minyak di Lapangan Alih Kelola Pertamina EP Field Tanjung.

difoto oleh Tatan Agus RST.

P O J O K R E D A K S I

Page 4: Balance edisi 6.pdf

4 TAHUN I VOLUME 006

Pemimpin Redaksi Aji Prayudi (VP Legal Relations)Wakil Pemimpin Redaksi Agus Amperianto (Manajer Humas)Redaktur Pelaksana Arya Dwi Paramita, Pandji Galih AnoragaRedaksi Hidayat Tantan, Tatan Agus RST, Sigit Widihardono, Humas Asset 1, Humas Asset 2, Humas Asset 3, Humas Asset 4, Humas Asset 5, Humas Pangkalan Susu, Humas Rantau, Humas Lirik, Humas Jambi, Humas Adera, Humas Ramba, Humas Pendopo, Humas Prabumulih, Humas Limau, Humas Tambun, Humas Jatibarang, Humas Subang, Humas Cepu, Humas Tarakan, Humas Sangatta, Humas Sangasanga, Humas Tanjung, Humas Bunyu, Humas Sorong

Alamat Redaksi:Menara Standard Chartered, Lantai 21-29Jl. Prof. Dr. Satrio No. 164 Jakarta Selatanemail: [email protected]

S U A R A P E M B A C A

Usul Rubrik Pojok CSRTerus terang saya sangat bangga de-

ngan BALANCE yang selalu memuat ber-bagai aktifi tas kegiatan PT Pertamina EP yang sangat bermanfaat dan tampilannya me nurut saya cukup menarik. Na mun ka-lau boleh usul, bagaimana bi la BALANCE mempunyai Pojok CSR, ka rena selain fokus produksi, per usahaan ju ga sudah mulai fokus terhadap CSR dan Pojok CSR bisa diisi dengan artikel CSR, tentang PROPER maupun tentang CSR lainnya.

Dedi Zikrian S. CSR Officer PEP Field Rantau

Prihatin Pencurian Minyak

Media massa memberitakan lagi soal pencurian minyak. Rupanya setelah ber-hasil ditertibkan di wilayah Sumatera Selatan (Sumsel) aksi pencurian minyak kini bergeser ke wilayah Aceh Timur. Bahkan bukan lagi pipa yang dilubangi, kali ini pelaku langsung menjarah minyak dari sumur PT Pertamina EP.

Aksi pencurian minyak itu, belum lama ini telah menimbulkan kebakaran yang cukup hebat di sekitar lokasi illegal drilling, yang mengakibatkan belasan

kor ban luka. Minyak milik negara yang hilang pun tak terperikan jumlahnya.

Tindak pidana pencurian minyak sa-ngat kronis, tak lagi jadi perkara kriminal tapi sudah menyangkut sosial. Seperti ter-ungkap dalam sebuah disksusi di Jakarta, ada pencurian di satu wilayah yang meli-batkan warga sekecamatan.

Tak terhitung kerugian negara akibat aksi ini. Kalau saja pemerintah sunguh-sungguh memberantasnya, boleh jadi tahun ini produksi minyak sesuai dengan yang ditargetkan karena minyak yang di-jarah hitungannya sudah ribuan barrel.

Aksi pencurian minyak ini, semakin menambah suram kinerja sek tor hulu migas Indonesia, yang sebelumnya sudah terganjal oleh berbagai kendala seperti perizinan, pembebasan lahan, serta in-konsistensi regulasi dan kebijakan.

KomarudinJakarta

Mohon Dikupas Soal GasTak bisa disangkal, era minyak sudah

hampir berakhir di Indonesia, terkait de-ngan semakin menipisnya cadangan mi-nyak bumi di wilayah Nusantara. Era energi di Indonesia sudah bergeser ke gas, yang terbukti lebih efi sien bagi pembang-kit listrik dan industri. Cadangannya pun masih cukup melimpah di Tanah Air.

Cadangan gas Indonesia menempati peringkat ke-12 terbesar di dunia, dan merupakan 1,6% dari keseluruhan po-

tensi gas dunia. Namun dalam peman-faatannya sampai saat ini masih terbentur kendala, problem infrastruktur penya-luran gas yang masih terbatas.

Pertamina EP sendiri mulai agresif menggarap gas di wilayah kerjanya. Salah satunya. Proyek Pengem bangan Gas Jawa yang salah satunya diajangkan untuk me-masok kebutuhan pembangkit listrik di Tambak Lorok, Jawa Tengah. Mengigat perannya yang sangat strategis, saya mengusulkan BALANCE menurunkan li-putan yang komprrehensif soal gas. Pada edisi-edisi sebelumnya sepertinya soal mi-nyak lebih banyak diulas.

Abraham Jakarta

Terima kasih masukannya - REDAKSI

Berharap Menjadi Lilin Media cetak genre majalah sangat me-

mungkinkan untuk mengupas info de-ngan lebih detail. Sebab media cetak yang mengupas seputar migas masih sedikit. Harapannya, Media BALANCE mampu memberikan analisa informasi dengan lebih ‘tajam’ dengan pembahasan isu & analisa tentang dinamika dunia mi gas ter-kini yang “hulu” banget. Mudah-mudahan BALANCE bisa menjadi ‘lilin’ yang mam-pu menerangi khalayak umum.

Zuraida SaputriCSR Staff I L&R Tanjung Field Asset 5

Suara Pembaca diajangkan sebagai sarana sambung rasa

pembaca dengan pengelola majalah BALANCE. Kirimkan kritik dan saran Anda, tidak lebih dari 600

karakter ke email:[email protected]

Redaksi menerima kiriman artikel dan foto seputar kegiatan dunia migas dan hal yang berkaitan, maksimal 6.000 karakter. Kirim ke: [email protected]

Page 5: Balance edisi 6.pdf

5VOLUME 006 TAHUN I

Dalam waktu empat bulan, setetelah ditunjuk menjadi Direktur Operasi, produksi naik sekitar 4.000 BOPD. “Bukan karena saya, mungkin karena sudah gak bisa turun lagi,” ujar Beni. Menargetkan sukses rasio pengeboran di sumur pengembangan sampai 80%.

“HIDUP MAKIN HIDUP” DENGAN DUA I & DUA L

26

WAWANCARA:Beni Jaffi lius Ibradi ADDIREKTUR OPERASI DAN PRODUKSI

TATA

N A

GU

S R

ST

TATA

N A

GU

S R

ST

VOLVOLV

Pendekatan kepada masyarakat menjadi pembeda utama lapangan alih kelola. Dulu perhatian terlalu fokus pada produksi. Kini, program pemberdayaan masyarakat lebih fokus dan terintegrasi.

Tiga Lapangan dari Wilayah Kerja Pertamina EP masuk kandidat emas PROPER. Masih kedodoran di security. Digelar classroom untuk meningkatkan kompetensi safety.

Setelah menjadi pelopor pemakaian waterfl ood, Lapangan Tanjung menjadi lapangan pertama yang mengujicobakan teknologi surfaktan buatan dalam negeri.

BERHARAP EOR SEGERA BERBUAH

MENGEJAR HSSE EXCELLENCE

ASA DI LAPANGAN ALIH KELOLA

◆ Mengintip Negeri Dua Benua 18

◆ Saat Anak Jadi Energi Kehidupan 22

◆ Nita, Ratu Bumi Indonesia 31

◆ Rana: Menarik Sapi Keluar Rumah 32

◆ Lensa Peristiwa 39

D A F T A R I S I

6

11

14

Teater Koma membawakan lakon “Ibu” yang diterjemahkan dari karya dramawan Jerman, Bertolt Brecht. Dilema perang tanpa pemenang dan rindu sosok “Ibu” saat ini.

MENCARI IBU LEWAT “IBU”

36

Namanya tak pernah masuk dalam top ten orang terkaya di Indonesia. Tapi, pengusaha fl amboyan ini telah mencuri perhatian internasional.

KUNCI SUKSES ERICK THOHIR

30

APA & SIAPA:

HAYK AL RABBANI

Page 6: Balance edisi 6.pdf

6 TAHUN I VOLUME 006

T A N J U N G F i e l d Manager, Heragung Ujiantoro punya kesi-bukan baru, yang di-sebutnya sebagai uji-coba kecil-kecilan. Dia

bolak balik menengok kolam kecil di belakang rumah dinasnya. “Dua minggu lalu Saya baru melepas ekor,” ujarnya kepada BALANCE saat berkunjung ke sana, November lalu. Semua informasi tentang ikan yang ditebarnya tersebut dilahap dan di-praktekkan. “Saya baru pasang ijuk untuk tempat bertelur,” Heragung menambahkan.

L A P O R A N U T A M A

ASA ASA DI DI LAPANGAN LAPANGAN ALIH ALIH KELOLAKELOLA

Pada minggu pertama, Heragung, kini 48 tahun, sempat percaya dengan mitos yang berkembang di masyara-kat Tanjung bahwa ikan jenis itu tak bisa dipindahkan dari sungai. Puluhan ikan mengambang di kolam. Tapi, Heragung terus mencoba, Sirkulasi air kemudian diperbaiki. Minggu beri-kutnya, ikan bisa bergerak lincah, berenang ke sana ke mari mengelilingi kolam.

“Sepertinya sekarang sudah bisa beradaptasi,” ujar Heragung yang se-belumnya menjabat Manajer Surface Facility di Lapangan Prabumulih. Kalau sudah cukup kuat sebagian ikan

tersebut akan dikirim ke Balai Pem be-nihan ikan di Pasuruan untuk diteliti dan dikembangbiakkan. Balai itu su-dah berhasil membiakkan ikan wader, yang jenisnya mirip dengan yang dipe-lihara Heragung.

Sedemikian seriusnya mengurus ikan, apakah Heragung berniat pensi-un sebagai profesional minyak dan beralih menjadi pengusaha ikan? “Saya melakukan ini untuk produksi Lapangan Tanjung juga, “ujar Heragung tertawa.

Ikan yang sedang di-openi alumnus Teknik Mesin Universitas Brawi jaya Malang ini adalah Seluang, ikan khas

Page 7: Balance edisi 6.pdf

7VOLUME 006 TAHUN I

Kalimantan yang terancam punah. Kepunahan itu terjadi karena masyara-kat tidak berani membudidayakan ikan tersebut. “Ada mitos kalau dipindah-

kan dari habitatnya, ikan akan mati. Dan orang yang memin-dahkannya akan men dapatkan bala,” ujar Heragung.

Legenda setem-pat menyebutkan bah wa ikan seluang itu adalah prajurit Putri Air yang ber-diam di hulu sungai. Pada bulan tertentu, muncul seluang

berombongan merayap ke hulu untuk menemui putri junjung annya. Mitos tak bisa dipelihara inilah yang coba dipatahkan Heragung. “Mereka akan

menolak kalau langsung diminta mem-budidayakan Seluang,” ujar Heragung. Beda ceritanya, kalau mereka sudah melihat contoh bahwa ikan tersebut ter nyata bisa dibudidayakan. Karena langka, harga ikan Seluang ini menca-pai Rp 60.000 kg.

Seluang didesain untuk menjadi program unggulan CSR Field Tanjung. Seperti pisau bermata dua, pembudi-dayaan Seluang tak hanya bermanfaat secara ekonomi, tapi juga melindungi keanekaragaman hayati yang seka-rang menjadi perhatian serius pe-tinggi Pertamina. Di beberapa lapang-an lain, perlindungan keanekaragam-an hayati sudah dilakukan.

Seperti perlindungan terhadap Maleo, Orang Utan, dan, Kura-Kura.

Dalam benak Heragung agar prog-ram berkelanjutan dan bisa memba-ngun kemandirian masyarakat, peng-usahaan harus dilakukan dari hulu sampai hilir, mulai dari pembudida-yaan sampai pemasaran. Sekarang ini ikan se luang hanya diusahakan secara tradi sional. Hasil tangkapan digoreng begitu saja, dan dimasukkan plastik alakadarnya sehingga tak bisa berta-han lama.

Sebelum mencoba membudidaya-kan, PEP Field Tanjung terlebih dulu membenahi pemasaran. “Kita kirim beberapa orang ke Malang,” ujarnya.

“Ada mitos kalau dipindahkan

dari habitatnya, ikan akan mati. Dan orang yang

memindahkannya akan

mendapatkan bala.”

FOTO

-FO

TO: T

ATA

N A

GU

S R

ST

Ikan Seluang.

Page 8: Balance edisi 6.pdf

8 TAHUN I VOLUME 006

Kota itu terkenal bisa mengeringkan buah sehingga bisa tahan lama. Setelah melakukan studi banding, kemudian didatangkan alat penggorengan khu-sus. Dengan alat itu, ikan menjadi lebih kering, tak meninggalkan minyak.

Pengemasan pun dibuat menarik. “Kita coba pasarkan saat pameran di Jakarta dan Makassar, Sambutannya bagus,” ujar Heragung. Penerimaan ini menambah semangatnya. “Seka rang kita terus ujicoba cari takaran yang tepat. “Heragung menambahkan. Uji-coba dilakukan di dapur mess milik Pertamina. Yang dipasarkan sekarang, menurut Heragung, beratnya menyu-sut terlalu banyak sampai 60%.

Ia yakin akan berhasil menemu-kan formula yang tepat. Itu artinya dibutuhkan pasokan ikan Seluang se-bagai bahan baku. Untuk itulah, ia mulai menyisir ke hulu. Meski untuk itu, dia terpaksa turun sendiri melaku-kan ujicoba.

Jika sudah dibudidayakan secara massal, Heragung yakin Seluang bisa mengatrol ekonomi masyarakat me nu-ju kemandirian. “Pada akhirnya, ma-syarakat akan sangat terbantu dengan keberadaan perusahaan,” ujarnya. Jika sudah begitu, mereka akan merasa me-miliki dan tak merasa terganggu de-

ngan aktivitas produksi Pertamina.Tanjung memang sedang gencar

melakukan berbagai upaya pening-katan produksi, mulai dari penge-boran sampai ujicoba injeksi surfak-tan. Jika masyarakat kurang sreg, ten-tunya dengan mudah melakukan aksi-aksi yang tidak diharapkan. “Makanya saya katakan seluruh aktivitas yang dilakukan, termasuk CSR, semuanya diarahkan untuk menunjang produk-si,” Heragung menandaskan.

Pendekatan kepada masyarakat men jadi pembeda utama saat Tanjung sekarang dengan dulu saat dikelola Ta-lis man Energy. “Dulu perhatian terlalu terfokus pada produksi,” ujar Ridhuan yang mulai bekerja di Lapangan Tan-jung tahun 1985 ketika dikelola Per-

tamina. Saat Talisman masuk, Ridhuan terus dipakai. “Dari bu daya kerja, teru-tama aspek HSSE nyaris tak ada perbe-daan,” ujarnya. Ia mengakui, meski dulu sudah ada, sekarang program pemberdayaan masyarakat lebih ter-konsep dan fokus. Ridhuan kini menja-bat sebagai Pjs Asisten Manager RAM

Saat TAC, menurut Ridhuan, per-lakuan kepada masyarakat lebih keras. Wilayah Pertamina, termasuk kom-plek perumahannya yang bukan fasili-tas produksi, dulu haram didekati ma-syarakat. Sekarang, malah jadi tempat wisata. Jika hari libur banyak warga yang bersepeda keliling komplek Per-tamina. Bahkan, taman di komplek itu kerap dipakai foto pre wedding.

Lapangan Tanjung mulai dibor pada 1898 oleh Perusahaan Belanda Mijn Bouw Maatchappij Martapura, ke-mudian diambil alih Dotsche Petro leum Maatschappij pada 1912. Peru sa haan Belanda lain, yakni NV Bataaf sche Pe-troleum Maatschappij (BPM) mene rus-kan pengusahaan La pangan Tanjung pada 1930, sebelum akhirnya diambil alih Jepang pada 1942-1945. Pada era BPM inilah ditemukan struktur mi-nyak Tanjung, Warukin, Dahor, dan Kambitin.

Setelah Jepang menyerah pada

L A P O R A N U T A M A

Lapangan Tanjung mulai

dibor pada 1898 oleh Perusahaan

Belanda Mijn Bouw

Maatchappij Martapura.

TATA

N A

GU

S R

ST

IST

IME

WA

Heragung Ujiantoro, Tanjung Field Manager. Sumur Field Ramba.

Page 9: Balance edisi 6.pdf

9VOLUME 006 TAHUN I

perang Dunia kedua, BPM menerus-kan masa pengusahaan dengan mene-ruskan pembangunan infrastruktur, termasuk membangun pipa 20” ke Balikpapan. Lapangan Tanjung mulai produksi pada 1963. Bukan BPM, yang memproduksi PT Shell Indo-nesia. Mulai 1965, Lapangan Tanjung diambil alih PN Pertamina, sebagai cikal bakal Pertamina.

Pada 11 November 1989 ditanda-tangani kontrak Enhanced Oil Recovery (EOR) Tanjung Raya antara Pertamina dengan Southern Cross dan Bonham. Masa kontrak berlangsung selama 15 tahun, berakhir pada 2004. Sebelum kontrak berakhir, pada 1992 terjadi pengalihan hak dan kewajiban part-ner, beralih ke tangan Bow Valley, sampai akhirnya sejak 1994 beralih ke tangan Talisman. Saat itu kepemilikan saham, Pertamina 50% dan Talisman Energy 50%.

Kontrak dengan Talisman berak-hir pada 10 November 2004. Sekarang Lapangan Tanjung Raya, Lapangan Wa rukin Selatan, Lapangan Warukin Tengah, Lapangan Dahor, dan La-pangan Kambitin diusahakan oleh PT Pertamina EP Field Tanjung.

Produksi Lapangan Tanjung per Oktober tahun ini sebesar 4.263

BOPD barrel oil per day). “Alhamdulillah meski sedikit, masih di atas target sekitar 101 %,” ujar Heragung. Tan-jung untuk tahun 2013 ditargetkan berproduksi sebesar 4230 BOPD. “Di akhir tahun kita coba ting katkan menjadi 102%,” ujarnya.

Penambahan itu meski sedikit patut diapresiasi. Lapangan Tanjung yang sumurnya rata-rata sudah uzur mengalami penurunan alamiah sekitar 20%. Heragung dan anak buahnya de-ngan berbagai cara menahan laju penu-runan sumur itu dengan memperba-nyak pengeboran dan maintenance sumur. Tahun ini diselesaikan penge-boran empat sumur. Tiga sudah berha-sil seperti direncanakan, sedangkan satu sumur lagi masih proses.

Dengan performa itu, Tanjung

mem pertahankan rapor lapangan-la-pangan alih kelola yang rata-rata men-catat prestasi mengesankan atau lebih baik dibandingkan saat dikelola orang lain. Selain Tanjung, masih ada tujuh lapangan lagi yang berstatus alih ke-lola, masing-masing Sanga-sanga, Ta-rakan, Ramba, Lirik, Jambi, Adera, Limau. Pencapaian produksinya rata-rata di atas target.

Yang paling mencorong adalah Pertamina EP Field Ramba. Angka pro duksinya lompat ke 6.504 BOPD. Angka ini jauh melebihi target pro-duksi tahun 2013 yaitu sebesar 5.433 BOPD, atau setara dengan 119,7% di-atas target yang ditetapkan. Pertamina EP mengambil alih pengelolaan La-pangan Ramba sejak 16 Oktober 2010 menyusul berakhirnya kontrak “tech-nical assistance contract” (TAC) dengan Elnusa Tristar Ramba, Ltd. TAC ber-akhir pada 15 Oktober 2010. Saat itu produksi rata-rata berkisar di angka 3.424 BOPD.

Kenaikan produksi ini merupakan hasil akumulasi dari berbagai upaya yang telah dilakukan Field Ramba. Salah satunya adalah dengan pembu-kaan sumur bor baru yaitu BN -109 yang memberikan kontribusi 154 BOPD. Langkah lainnya yang dilaku-

Produksi Lapangan

Tanjung per Oktober tahun

ini sebesar 4.263 BOPD (barrel

oil per day).

TATA

N A

GU

S R

ST

Ridhuan.

Page 10: Balance edisi 6.pdf

10 TAHUN I VOLUME 006

SETIAP kali kerjasama dengan pihak ketiga mau dilakukan, nasib pekerja selalu mengemuka: apakah tetap di-pakai atau diputus. Simaklah kisah Ridhuan saat menghadapi pengalihan operasi Lapangan Tanjung dari Per-tamina ke Talisman Energi berdasar-kan perjanjian TAC. Saat itu, pekerja di Tanjung dianggap terlalu banyak, melebihi kebutuhan Talisman. “Ko-mit men perusahaan saat itu tak ada pemutusan PHK,” ujarnya.

Para pekerja mengalami masa tunggu. Banyak yang tak sabar dan memilih mengundurkan diri. “Yang bertahan rata-rata mendapatkan po-sisi bagus di Talisman,” ujar Ridhuan. Setelah menamatkan STM, ia bekerja di Lapangan Tanjung pada 1985 de-ngan status karyawan Pertamina. Ia menyebutkan, sebuah kerjasama ber-dampak baik atau buruk bagi pekerja tergantung perusahaan. “Saya berun-tung sempat bekerja dengan Talis-man,” ujar Ridhuan.

Dari sisi pengetahuan, ia menda-patkan peningkatan kompetensi de-ngan SOP yang diberlakukan teru-tama soal HSSE. Dari sisi materi be-gitu juga. “Alhamdulillah, sempat da-pat bonus yang dipakai ongkos naik haji,” ujarnya. Dengan peningkatan kompetensi semasa TAC, begitu di-ambil alih kembali oleh Pertamina, ia terus dipakai, Kini ia dipercaya seba-gai Pjs Asisten Manager RAM.

Kekhawatiran pekerja kini kem-bali mengapung ke permukaan saat perusahan memutuskan melakukan KSO untuk Lapangan Cepu. Dalam beberapa kali kesempatan, persoalan ini selalu dikemukan kepada manaje-

men. Terakhir saat Presiden Direktur Pertamina EP yang saat itu dijabat Syamsu Alam dan Di rektur Eksplo-ration & NDP Dody Priambodo me-ngunjungi Asset 4 Field Cepu usai me-ngunjungi lapang an Proyek Pengem-bangan Gas Jawa (PPGJ) CPP Area Gundi pada akhir Oktober lalu.

Brendy Ginting dari Serikat Pe-kerja Pertamina EP menyampaikan kekhawatiran tentang nasib pekerja setelah KSO karena sampai saat ini masih belum jelas kepastian tentang nasib pekerja yang akan dialih kelola tersebut. “Yang sebenarnya menjadi concern dan kekhawatiran kami ialah nasib pekerja Pertamina EP nanti se-perti apa, apakah digunakan lagi atau tidak,” ujarnya.

Kekahwatiran ini langsung dija-wab Syamsu Alam. Ia menjamin bah-wa kegiatan oprasional, sampai Field Manager dilakukan oleh pekerja Per-tamina EP. Begitu juga soal kesejahte-raan, minimal sama dengan yang di-peroleh sebelumnya. “Itu bargaining kita dengan pihak alih kelola,” ujar Syamsu Alam.

Direktur Operasi Pertamina EP, Beni Jaffi lius Ibradi AD menyebutkan KSO ini menguntungkan Per tamina EP. Perusahaan sama sekali tak me-ngeluarkan biaya. Semua biaya inves-tasi berasal dari pihak alih kelola.Produksi minyak terakhir sebelum alih kelola menjadi milik Pertamina. Kelebihannya baru dihitung dan di-bagi. “Kalau dalam tiga tahun tidak ada peningkatan produksi kerjasama batal. Kita juga tak perlu mengganti biaya yang sudah dikeluarkan.” Beni menambahkan. HRI

MENIMBANG KSO CEPU

L A P O R A N U T A M A

kan adalah stimulasi dengan acid (HCL) sehingga Field Ramba berhasil gain sampai 56 BOPD. Metode lain yang juga memberikan hasil cukup besar, sampai 242 BOPD adalah opti-masi lifting seperti mengganti jack pump dengan ESP (electric submergible pump) sehingga minyak yang diang-kut dapat lebih besar.

Tren produksi mulai naik sejak akhir September, sampai menyentuh angka 6000-an BOPD, meski di awal Oktober, terdapat beberapa sumur be-sar yang mati hingga angka kembali pada kisaran 5700-an, namun sumur – sumur besar tersebut kembali meng-hasilkan sehingga produksi melejit ke angka 6.300 BOPD “Puncaknya pada angka 6.504 BOPD pada 18 Oktober 2013 dan cenderung stabil,” ungkap Harmawan Prasetyadi selaku Assistant Manager Petroleum Engineering.

Ramba Field Manager Bustanul Fikri menyebutkan semua hasil yang dicapai merupakan buah dari kerja keras, kerja cerdas, komitmen baik dari lapangan maupun dukungan dari pusat. “Dan dari di-ijabah-nya doa kita semua oleh Yang Kuasa,” ujar Bustanul.

Direktur Operasi Pertamina EP Beni Jaffilius Ibradi mengakui pro-duksi lapangan alih kelola cukup baik dalam menopang produksi Pertamina EP secara keseluruhan. Ia menyebut-kan insan Pertamina bisa memanfaat-kan kesempatan dan membuktikan bahwa lapangan-lapangan tersebut masih potensial. Setiap kontrak TAC mau berakhir produksi minyak cende-rung turun karena investor menahan investasinya. “Ke depan TAC atau pun JOB sudah tidak ada lagi. Sekarang hanya meneruskan yang ada,” ujar Beni. Di Wilayah Kerja Pertamina EP, kini ada enam lapangan dengan status TAC “Kerja sama dengan pihak ketiga bentuknya hanya KSO saja” ujar Beni. Kerjasama ini dipastikan hanya akan dilakukan dengan partner-partner terpercaya dan skemanya mengun-tungkan perusahaan.

ZA

KY

Page 11: Balance edisi 6.pdf

11VOLUME 006 TAHUN I

D ARMANSYAH tak pernah jauh dari Lapangan Tanjung, Kalimantan Selatan milik Pertamina EP. Hampir separuh hi-

dupnya dijalani dengan jadi pek-arya–sebutan untuk tenaga outsourc-ing di Perusahaan Pertamina, baik holding maupun anak perusahaan. Kesempatan untuk jadi karyawan bukan tak diberikan. “Berkali-kali ikut tes, tak pernah berhasil,” ujarnya. Ia pun menjalani status pekarya itu de-ngan sepenuh hati. Barangkali ka-rena itulah, ia bisa melakoninya sam-pai usia pensiun tahun. Beragam pekerjaan sudah dilakoninya, baik teknik maupun non teknik.

Kini, saat usianya 57 tahun, ia

pun tak pergi. Pertamina menyewa-nya sebagai tenaga honorer untuk mengurus perkebunan hidroponik. Gajinya 2,1 per bulan jauh di atas UMR daerah Kalsel yang hanya 1,6 juta rupiah. Perkebunan hidroponik ini merupakan program CSR yang masih ujicoba, sebelum dikembang-kan dalam skala lebih luas. Untuk mengurusnya, Pertamina mempeker-jakan dua orang termasuk Darman-syah. Hasilnya, tanah yang tadinya tak terurus dan disesaki rumput liar kini tertata rapih.

Selain tanaman sayur dan buah, di areal itu juga nantinya akan disiap-kan penangkaran Rusa Kalimantan yang mulai terancam punah. Ke de-pan, Pertamina Tanjung akan meng-undang sekitar 20 orang dari berbagai

desa di sekitar daerah operasi untuk dibina sebagai kelompok tani.

“Hidup saya dan keluarga sepe-nuhnya dari minyak di Lapangan Tanjung,” ujar Darmansyah. Darman-syah tak sendirian. Jika dihitung sejak Lapangan Tanjung berdiri pada era Belanda pada 1989, tak terhitung ba-nyaknya yang menggantungkan hidup dari minyak Tanjung.

Pertanyaannya sampai kapan mi-nyak Tanjung bisa bertahan? Pernah booming di era 60-an, saat itu produksi sempat mencapai 90.000, kemudian ber angsur turun sampai akhirnya pada 1990-an produksi hanya tinggal 3.000.

Untuk menaikkan produksi, Per-ta mina yang saat itu teknologinya masih tertatih mengundang perusa-haan kaliber internasional yang sudah

BERHARAP EORSEGERA BERBUAHSetelah menjadi pelopor pemakaian waterflood, Lapangan Tanjung menjadi lapangan pertama yang mengujicobakan teknologi surfaktan buatan dalam negri.

I.O

KEZ

ON

E.T

V

Page 12: Balance edisi 6.pdf

12 TAHUN I VOLUME 006

L A P O R A N U T A M A

sudah melakukannya. Cuma, biasanya yang dipakai adalah produk impor. Tak pernah dipakai produkk dalam negeri. Kenyataannya sampai seka-rang, produk surfaktan memang masih dikuasai asing. Belum ada orang Indonesia yang membuat sur-faktan untuk keperluan migas.

Yang disusupkan ke sumur di Lapangan Tanjung adalah produk lokal, buatan Institut Pertanian Bogor. Jika ujicoba “surfaktan made in Indonesia” ini berhasil, akan semakin membuka mata dunia bahwa SDM Indonesia dalam industri migas tak bisa dipandang remeh. Lapangan Tanjung sejak dialih kelola Pertamina EP dari Talisman Energy pada 2004, sepenuhnya dioperasikan tenaga Indonesia, tak satu pun bule. Ke-banggaannya tentunya akan berlipat-lipat jika Tanjung bisa meningkatkan produksi karena tenaga kerja dan sur-faktan asli Indonesia.

Bagi Tanjung, tentunya bisa meng-ulang sejarah, Jika sebelumnya sudah mencatatakan sebagai lapang an Pertamina EP yang pertama kali mene-rapkan teknologi waterfl ood. Sekarang, menorehkan prestasi sebagai lapangan pertama yang berhasil memakai sur-faktan, dalam negeri pula.

Tentu tak sekedar Pertamina EP yang beroleh manfaat, tapi negara pun akan diuntungkan. Dengan meng gu-na kan surfaktan dalam negeri jutaan dollar bisa dihemat. Sebagai kompo-nen operasi, pemakaian surfaktan ini diganti oleh negara, melalui meka-nisme cost recovery.

Prof. DR Erliza Hambali, menye-butkan harga surfaktan buatannya jauh lebih murah dibandingkan produk dari luar. Harga produk impor seka-rang ini sekitar US$ 19/kilo dengan pe-makaian 0,3 persen, dan US$ 5,7/kilo dengan pemakaian 2,5 persen. “Nah surfaktan kita, karena teknologinya kita yang kembangkan sendiri, sinte-tisnya kita sendiri, harganya 8 dolar/kilo dengan pemakaian 0,3 persen,” ujar Erliza yang menghabiskan waktu

terbiasa melakukan pengurasan mi-nyak pada tempat-tempat sulit yang tak bisa lagi dijangkau dengan metode konvensional. Nama perusahaan itu adalah Talisman Energy, perusahaan asal Kanada yang sudah menguasai teknologi pemulihan sumur, biasa di-sebut EOR (Enhanced Oil Recovery) de-ngan metode injeksi air (water fl ood). Jejaknya tersebar di berbagai negara.

Jadilah, Tanjung sebagai lapangan pertama di lingkungan Pertamina yang menerapkan teknologi EOR. Penerapan EOR terbukti bisa menaik-kan produksi ke level 5000-an. Tapi setelah itu, angka seperti ogah beran-jak. Seperti lapangan lain yang sudah sepuh, Lapangan Tanjung pun menga-lami penurunan alamiah sekitar 20 persen. Field Manager Tanjung Heragung Ujiantoro dan anak buah-nya berupaya menutupi penurunan itu dengan beragam cara, mulai dari pengeboran sampai maintenance sumur. “Tapi angkanya sulit naik dari 4.000-an,” ujar. Produksi Tanjung per November 2013 adalah 4.263 barrel oil per day (BOPD).

Apakah artinya tak ada harapan lagi bagi Tanjung? Tunggu dulu, Peluang untuk menaikkan produksi terbuka lebar. “Cadangan Lapangan

Tanjung baru terambil sekitar 21%,” ujar Heragung. Cuma yang tersisa itu tersembunyi di batu-batu, tak bisa lagi diangkat dengan pengambilan kon-vensional, ataupun waterflood yang bisa dibilang sebagai teknologi paling sederhana dari EOR. “Kita sekarang sedang ujicoba teknologi EOR yang lain, yaitu surfaktan,” Heragung Ujiantoro menambahkan. Ia berharap akan ada tambahan sekitar 5000 BOPD jika surfaktan sudah full scale di Lapangan Tanjung. Catatannya, tentu saja jika ujicoba sekarang berhasil.

Penerapan teknologi surfaktan di Tanjung lebih mudah dibandingkan lapangan lain karena Tanjung punya power plant sendiri yang relatif besar sekitar 3x4 MW. Instalasinya sebenar-nya sudah disediakan sejak dulu, tapi baru diperbesar kapasasitasnya saat EOR diterapkan pertama kali pada era Talisman. Pembangkit ini mengguna-kan gas yang diproduksi sendiri (own use). Penerapan EOR membutuhkan listrik yang lumayan besar karena harus menginjeksikan air ke dalam sumur.

***Penginjeksian dengan surfaktan

bukan barang baru dalam industri migas di Indonesia. Beberapa KKKS

TATA

N A

GU

S R

ST

Darmansyah dan kebun sayur hidroponik Pertamina.

Page 13: Balance edisi 6.pdf

13VOLUME 006 TAHUN I

bertahun-tahun untuk meneliti sur-faktan di kantornya di Pusat Peneitian Surfaktan dan Bioenergi IPB. Pema-kaian 0,3 persen itu maksudnya setiap seribu liter air, surfaktan yang diaduk sekitar 3 liter

Ia berharap ujicoba di Lapangan Tanjung berhasil. Keberhasilan itu akan menjadi pembuktian bahwa pu-tra-putri Indonesia, mampu melaku-kan seperti yang dilakukan pihak luar, asalkan diberikan kesempatan, khu-susnya untuk bidang migas yang kerap disebut sebagai industri padat modal dan high tech.

Ia memulai penelitian surfaktan berbasis hasil pertanian sejak 1998. Yang mendasari dirinya bersama re-kan-rekannya melakukan penelitian karena surfaktan banyak dipakai da-lam kehidupan sehari-hari. Sur faktan banyak dipakai untuk deterjen, sham-po, sabun, produk kesehatan hingga makanan. Tetapi yang terjadi selama ini, bahan baku surfaktan diimpor dari beberapa negara seperti Amerika dan China. Bahan dasar yang dipakai-pun berasal dari petrokimia, hasil sin-tetis minyak bumi.

Padahal, lanjut perempuan kela-hiran Padang, 21 Agustus 1962 ini, banyak potensi pertanian di Indonesia yang bisa dimanfaatkan, mulai mi-nyak sawit, minyak kelapa serta bebe-rapa produk pertanian lainnya. Ak-hirnya, pilihan jatuh pada minyak ke-lapa sawit. Alasannya jelas, Indone sia merupakan produsen sawit terbesar di dunia, dengan produksi tahunan sekitar 20 juta ton. Sementara kon-sumsi dalam negeri hanya 5 juta ton, selebihnya diekspor. “Kami ingin memberikan nilai tambah dari produk sawit kita yang sangat banyak itu,” de-mikian terangnya.

Penelitian surfaktan IPB, cerita Erliza, awalnya hanya fokus kepada produk berbasis pertanian, bukan pe-troleum, seperti surfaktan Amerika atau China, meski dari sisi teknologi ada kemiripan. Dalam banyak litera-tur disebutkan surfaktan merupakan

molekul yang memiliki gugus polar yang suka air (hidrofilik) dan gugus non polar yang suka minyak (lipofi lik) sekaligus, sehingga dapat mempersa-tukan campuran yang terdiri dari mi-nyak dan air. Dengan sifat surfaktan seperi itu, akhirnya banyak yang meng adopsinya untuk membilas mi-nyak yang tersembunyi di bebatuan.

Erliza dan timnya mulai meneliti surfaktan untuk minyak pada 2009, setelah mendapat sokongan dari Per-tamina EP. Dalam skala laboratorium, sebenarnya sudah berhasil. Untuk diiz-inkan ujicoba di lapangan, BP MIgas yang sekarang berubah menjadi SKK Migas, mensyaratkan sejumlah persya-ratan teknis yang ketat, antara lain IFT harus 10¯³(Sepuluh pangkat mi nus 3), temperature reservoir tahan untuk 3 bu-lan test, phase form-nya kasa 3, kemu-dian absorpsinya lebih kecil dari 400 migrogram/volt dan incremental recov-ery oil-nya antara 15 sampai 20 persen.

Syarat yang diajukan lembaga yang bertangungjawab pada pengelolaan dan pengusaahan hulu migas di Indo-nesia tersebut sebenarnya cukup berat. Beberapa perusahaan yang sudah melakukan ujicoba sampai 7 tahun, ba-nyak yang belum berhasil menemukan formulasi surfaktan yang sesuai. Tapi

tim Erliza yang memulai penelitian serius pada 2009 tak sampai lima tahun berhasil menemukan formula seperti yang disyaratkan tersebut.

Untuk IFT, sudah 10¯³, absorpsi-nya hanya 250 mikrogram/gram volt, inceremental recovery oil-nya 18.8 per-sen. Setelah dinyatakan bagus di lab, kemudian disertifi kasi lagi oleh Lemi-gas dengan mangajukan pengujian ulang. Hasilnya, Lemigas mengeluar-kan sertifi kasi terhadap surfaktan IPB sebagai produk yang memenuhi stan-dar yang dipersyaratkan. Akhir nya, mulai Desember 2012, diujicobakan di Lapangan Tanjung selama setahun.

Dalam beberapa bulan ke depan, semua menunggu dengan harap-harap cemas: apakah pertaruhan anak negeri di lapangan Tanjung itu bisa merun-tuhkan hegemoni produk asing? Atau sebaliknya, kita harus menerima ke-nyataan bahwa produk dalam negeri untuk kesekian kali susah menembus industri migas.

Kalau berhasil, Tanjung akan kem bali berkilau dan mimpi Darman-syah bisa menjadi kenyataan. “Saya ingin keturunan saya bisa bekerja di PEP Tanjung,” ujarnya. Itu hanya bisa terwujud jika Lapangan Tanjung ma-sih berproduksi.

TATA

N A

GU

S R

ST

Unit power plant Pertamina EP Field Tanjung.

Page 14: Balance edisi 6.pdf

14 TAHUN I VOLUME 006

L A P O R A N U T A M A

T AK seperti tahun-tahun sebelumnya, menghadapi De sem-ber tahun ini Lelin Eprianto deg-degan. Sejak Juli lalu pria

tinggi besar ini dipercaya menjabat sebagai VP HSSE. Sebelumnya dia menghabiskan karir di bagian SCM (Suppy Chain Management) sejak offi -cer sampai level manajer.

Di setiap bulan Desember, pering-kat PROPER diumumkan Kementrian Lingkungan Hidup. Sebagai pejabat HSSE, Lelin berkepentingan dengan pengumuman tersebut. Penghargaan PROPER sudah dimasukkan sebagai salah satu KPI, Jika hasil PROPER bagus rapornya otomatis terkerek. “Doa kan saja,” ujarnya.

Boleh jadi, akhirnya Lelin akan bersukacita. Pada penyaringan tahap pertama, 19 lapangan milik Pertamina

MENGEJAR HSSE EXCELLENCETiga Lapangan dari Wilayah Kerja Pertamina EP masuk kandidat emas PROPER. Masih kedodoran di security. Digelar classroom untuk meningkatkan kompetensi safety.

Memberi makan pada seekor Orang Utan.

WA

HY

U

Lelin Eprianto, VP HSSE.

Page 15: Balance edisi 6.pdf

15VOLUME 006 TAHUN I

EP lolos masuk kandidat hijau. Tahap selanjutnya, semua perusahaan yang lolos kandidat hijau disaring lagi untuk verifi kasi emas. Hasilnya, dua lapangan, masing-masing Rantau dan Subang masuk nominasi emas.

Rantau dan Subang adalah la-pangan yang dari dulu dilelola lang-sung Pertamina. Dari 19 Lapangan yang kini dioperasikan sendiri, ham-pir separuhnya bertatus alih kelola se-perti Tanjung, Sanga-sanga, Tarakan, Lirik, Ramba, Jambi, Adera, dan Limau. Pada PROPER tahun kemarin, hanya Asera dan Jambi yang dapat

hijau. Diakui Lelin, untuk lapang-an-lapangan yang dulu dikelola per-usahaan yang leveling-nya di atas Pertamina, penerapan HSSE yang sudah digariskan perusahaan lebih mudah. “Untuk lapangan yang dike-lola oleh perusahaan yang leveling-nya di bawah Pertamina perlu eff ort lebih,” Lelin menegaskan, Lapangan mana yang perlu effort lebih?. “Anda bisa tebak sendiri. Dari namanya aja keta-huan,” ujar Lelin.

Lepas dari latar belakangnya, se-telah dikelola oleh Pertamina, menu-rut Lelin, semua lapangan diarahkan

untuk mengerjar standar HSSE excel-lent, Selain yang dioperasikan sendiri, sekarang ini juga ada lapangan-la-pangan dengan status TAC (technical assistant contract) yang sepenuhnya dikelola perusahaan partner. Ia me-nyebutkan ke depan untuk setiap ker-jasama yang dilakukan dengan pihak ketiga, Pertamina EP punya hak untuk mengintervensi dalam kaitannya de-ngan HSSE. “Sekarang kita hanya bisa menghimbau. Pelaksanaannya tergan-tung pada perusahaan masing-ma-sing,” ujarnya.

Tak semua TAC jelek. Empat TAC

PERINGKAT PROPER PT PERTAMINA EPNO. UNIT OPERASI 2008 2009 2010 2011 2012

ASSET 11 Field Rantau - BIRU - BIRU HIJAU HIJAU

2 Field Pangkalan Susu BIRU - BIRU - BIRU BIRU BIRU

3 Field Jambi Area Selatan (UBEP) BIRU BIRU HIJAU HIJAU HIJAU

Field Jambi Area Utara BIRU - (FIELD) BIRU - (FIELD) BIRU BIRU HIJAU

4 Field LirikMERAH - (FIELD) MERAH (FIELD)

BIRU BIRU BIRU- BIRU - (UBEP)

5 Field Ramba - - BIRU BIRU BIRU

ASSET 26 Field Prabumulih BIRU BIRU - BIRU BIRU HIJAU

7 Field Pendopo BIRU MERAH BIRU BIRU BIRU

8 Field Limau BIRU - BIRU - BIRU BIRU BIRU

9 Field ADERA - BIRU BIRU BIRU HIJAU

ASSET 310 Field Subang BIRU HIJAU HIJAU HIJAU HIJAU

11 Field Jatibarang BIRU - BIRU - BIRU BIRU BIRU

12 Field Tambun - - BIRU HIJAU HIJAU

ASSET 413 Field Cepu BIRU - BIRU - BIRU BIRU BIRU

ASSET 514 Field Sangatta BIRU - BIRU BIRU BIRU BIRU

15 Field Bunyu BIRU - BIRU - BIRU BIRU BIRU

16 Field Papua BIRU BIRU - BIRU BIRU HIJAU

17 Field Tanjung BIRU BIRU BIRU HIJAU BIRU

18 Field Sanga-Sanga BIRU BIRU BIRU BIRU BIRU

19 Field Tarakan - - BIRU BIRU BIRU

TAC/KSO20 TAC Pertamina Semberah Persada Oil - - HIJAU HIJAU HIJAU

21 TAC Pertamina Binawahana Petrindo Meruap - - BIRU HIJAU HIJAU

22 TAC Pertamina Insani Mitrasani Gelam - - MERAH BIRU HIJAU

23 TAC Pertamina Medco Sembakung - - BIRU BIRU HIJAU

24 TAC Pertamina Intermega Salawati - - MERAH BIRU BIRU

25 TAC Pilona Petro Tanjung Lontar - - - BIRU BIRU

26 PT KSO Pertamina EP - Benakat Barat Petroleum - - BIRU BIRU BIRU

27 TAC Pertamina Goldwater TMT - - - - -

Page 16: Balance edisi 6.pdf

16 TAHUN I VOLUME 006

L A P O R A N U T A M A

meraih peringkat hijau, Bahkan, TAC Pertamina-EMP Semberah, empat tahun berturut-turut mendapatkan hijau, tahun ini masuk kandidat emas. Jadi ada tiga lapangan dari WK Pertamina yang berkesempatan men-dapatkan perhargaan terbaik. “Setelah verifikasi, yang kandidat emas bisa saja turun menjadi hijau. Begitu juga yang hijau, bisa turun menjadi biru,” ujar alumnus Universitas Soedirman tersebut. Jika bertahan semuanya dapat hijau, apalagi emas jelas lom-patan prestasi yang membanggakan. Tahun lalu dari 19 lapangan. Hanya 6 yang mendapat hijau dan 13 perusa-haan mendapat biru. Dengan penca-paian itu Pertamina EP bisa menjadi contoh sebagai perusahaan migas yang sangat peduli pada lingkungan.

“Kalau PROPER bagus, akan me-nambah image perusahaan,” ujar Lelin. Ia menyebutkan, sebetulnya ada atau tidak PROPER, Pertamina EP akan terus berkomitmen memperha-tikan lingkungan dalam setiap menja-lankan operasi. Sebagai industri ekstraktif, operasional migas tak bisa tidak akan merusak alam. “Kita harus komitmen memperbaikinya, tak hanya nyedot terus, termasuk mem-perhatikan kesejahteraan masyarakat

sekitar,” Lelin menambahkan. “PROPER itu bukan target utama kita. Itu hanya bonus,” ujarnya.

Meski begitu, ia tidak menampik bahwa penghargaan PROPER bisa mengerek citra perusahaan. “Kalau hasil PROPER bagus, kita bisa undang costumer kita supaya mereka tahu kita menjual peroduk sesuai dengan as-pek-aspek regulasi pemerintah, ter-masuk lingkungan,” ujarnya.

Karena posisinya dianggap strate-gis, pihaknya menyiapkan panduan lengkap untuk lapangan-lapangan agar peringkat PROPERnya mening-kat. Di situ dituliskan secara rinci lang kah-langkah yang harus dilaku-kan tiap bulannya. “Insyaallah buku panduan ini akan kita keluarkan Desember nanti,” ujarnya.

Tentu saja pekerjaan sebagai HSSE tak berhenti sampai di PROPER. Yang harus diperhatikan HSSE tak sekedar lingkungan, itu meliputi health, securi-ty, safety, dan enviromental. Dari keem-patnya, Lelin mengaku security dan safety masih harus ditingkatkan. “Khu-sus untuk security, kalau ukurannya level 1-5, kita baru di level satu,” ujarnya. Pekerjaan menjaga keamanan sifatnya masih yang kasat mata.

Untuk mencapai level excellence

atau tingkat lima sangat berat. Menurut Lelin, pada tahap itu security sudah mampu membuat orang yang tadinya mau nyolong, tidak jadi,” ujarnya. Untuk itu di setiap wilayah operasi harus punya deteksi dini, Dengan deteksi dini, kalau demo ber-langsung, harus sudah tahu siapa pentolannya dan kekuatan pendemo berapa. Deteksi dini tak bisa sekedar copy paste karena karakter tiap daerah berbeda-beda. “Kami komit, untuk se-curity pada 2014, minimal harus bisa mencapai tiga,” Lelin menambahkan.

Untuk safety, semua lapangan di-targetkan mendapatkan sertifikat International Sustainability Rating System (ISRS). Tentunya pada tahap awal tidak bisa langsung sempurna. Kategori the best, jika perolehan ISRS-nya sudah tujuh. Belum satu pun la-pangan mencapai level tersebut. Yang tertinggi dicapai Rantau dan Subang yang mendapatkan level lima. Per-baikan dan assessment ulang terus di-lakukan sampai mendapat nilai excel-lent. Berbagai pelatihan diberikan (lihat box).

Selain itu, HSSE juga mempro-gramkan pelatihan safety di tiap la-pangan. “Indikator safety, tidak ada accident,” ujar Lelin. Dari data yang

Page 17: Balance edisi 6.pdf

17VOLUME 006 TAHUN I

ningkatan kompetensi itu belum ada punishment dan reward. Baru dilaku-kan setelah masa pelatihan selesai. Ia mengibaratkan, anak kecil yang dila-rang duduk di pintu, Harus dipastikan dulu, anak itu paham mengapa dila-rang. “Kalau masih melakukan, baru boleh dimarahi.

Untuk memastikan HSSE berja-lan, ia meminta bantuan AOC (agent of Change) yang berada di setiap la-pangan untuk memberikan report. Ia menyebutkan salah satu kelemahan di

Pertamina adalah menjaga kontinyui-tas. Untuk memastikan program yang dikembangkan terus berjalan, ia me-minta bagian lain untuk mengecek. “Biar gak merasa ganteng sendiri,” ka-tanya sambil tertawa. AOC berada di bawah VP Transformasi. “Apapun feed back-nya, tolong kasih tahu ke kami,” ujar Lelin. Tak hanya dari da-lam, ia juga mempersilakan masyara-kat melaporkan jika ada lapangan yang alpa menerapkan HSSE seperti digariskan perusahaan. LATIFA

ada, terjadi gap kompetensi pada level pelaksana, umumnya tenaga outsourc-ing, biasa disebut pekarya. “Tiga tahun terakhir, kecelakaan selalu ter-jadi di level paling bawah,” kata Lelin. Kecelakaan umumnya terjadi pada pe-kerjaan housing dan rigging, mulai dari tangan teriris sampai kesetrum. “Kita prioritas memeperbaiki OS atau pe-karya,” katanya.

Yang terakhir terjadi dua kali fa-tality dengan sebab yang sama, yakni kesetrum dalam rentang waktu hanya dua minggu. Kejadiannya terjadi di Cepu dan Limau. “Dari diagnosa kita, ternyata, tak cukup hanya sosialisasi, tapi juga kompetensinya harus diisi.” ujar Lelin. Kondisi ini sangat berbeda dengan KKKS Asing. Di Perusahan kontroktor asing, antara karyawan dan pekarya kompetensinya sama. Di Pertamina jomplang banget,” ujar Lelin. Untuk mengatasinya, HSSE mengadakan class safety. “Yang lulus ujian mendapat stamp, yang gagal h a r u s m e n g u l a n g ,” L e l i n menambahkan.

Idealnya, agar terjadi interaksi yang baik antara pengajar dengan siswa, maksimal kelas tidak boleh lebih dari 20 orang. Tapi karena ba-nyaknya yang harus ditingkatkan kompetensinya, tiap kelas ditambah menjadi 25 orang. Di seluruh Per-tamina EP ada 9000 orang yang dijad-walkan megikuti kelas. Sampai seka-rang baru selesai 900 orang. Program kelas ini sudah dimulai Juli lalu dan akan berakhir pada Juli 2014. Diada-kan tiap Sabtu-Minggu biar tidak mengganggu operasi. “Goal kita bukan lulus, tapi paham,” ujar alumnus Universitas Soedirman ini yang lama berkarir di bagian SCM (Supply Chain Management).

Ia selalu memotivasi para karya-wan untuk mempraktekkan pengeta-huan yang didapat di kelas. “Saya se-lalu bilang ke teman-teman. Kita ba-ngun tidur, izin anak istri kerja, harus pulang dengan selamat,” ujar Lelin.

Ia menyebutkan selama masa pe-

PERTAMINA EP Asset 4 tak pernah lelah meningkatkan sistem manage-ment. Yang paling baru adalah menga-dakan sharing knowledge mengenai International Sustainability Rating System (ISRS).

Setelah di Pertamina EP School yang dilaksanakan pada (08/11), menara Standard Chartered Jakarta, sharing knowledge dilanjutkan safety management training dan ISRS di Jogjakarta pada tanggal 9-13 Desem-ber mendatang. Training itu rencana-nya akan dikhususkan kepada Asset 4 Field Cepu untuk mempersiapkan pencapaian ISRS 7 pada 2014, “Pada training di Jogja nanti akan memba-has materi yang fundamental dalam menangani modern safety manage-ment, mulai management risk, risk con-trolling, hingga evaluation dan yang terpenting adalah leadership,” ujar Alam Syah Mapparessa, Asset 4 HSSE Operation Manager.

ISRS menekankan pentingnya peranan top management. Para pe-mimpin harus terbuka kepada stake-holder, yakni pegawai, pekarya, dan mitra. Tak boleh ada perbedan per-lakuan dan semua perlakuan harus di-terapkan secara konsisten.

Eric Rass dari Det Norske Veritas (DNV) selaku pembicara yang hadir pada pertemuan sharing knowledge, menjelaskan bahwa sharing mengenai ISRS dengan Pertamina EP Asset 4 Field Cepu bertujuan untuk memberi-kan motivasi dalam perkembangan ke depan. Leadership adalah yang paling utama dalam struktur srategi dalam pencapaian ISRS 7.

“Kita mulai beberapa tahun lalu dengan Field Subang dan sudah ada 9 fi eld yang masuk ke tahap penilaian ISRS, yang terakhir itu Field Prabu-mulih yang baru dilaksanakan kema-rin,” ujar Eric. LATIFA

MENGEJAR ISRS TUJUHTA

TAN

AG

US

RST

Page 18: Balance edisi 6.pdf

18 TAHUN I VOLUME 006

Menjelajahi Turki dalam enam jam. Bertebaran bangunan bersejarah, dari Ayasofya sampai mesjid biru.Teks dan Foto: Arya Dwi Paramita.

T ANGG AL Mei , derap kuda yang ditung gangi Sultan Mehmed II a t a u M u h a m m a d Al Fatih. memasuki

Konstantinopel. Kota itu baru saja di taklukan oleh pasukannya dalam pertempuran yang berlangsung sejak pe ngepungan pertama pada April

MENGINTIP NEGERI DUA BENUA

“Ah ternyata tidak harus ke Belanda untuk melihat tulip,”

ujar kami dalam hati.

Interior Masjid Ayasofya dan tiket masuk seharga 25 TL. Di masa Konstantinopel bangunan ini adalah gereja Hagia Sophia.Setelah penaklukan oleh Sultan Mehmed II, pada Selasa, 29 Mei 1453 difungsikan sebagai masjid. Interior lukisan-lukisan dinding gereja masih dipertahankan karena faktor keindahan dan kesejarahan.

Tulip di sebuah taman di Istanbul.

hingga Mei dini hari. Sejak itu, sejarah kegemilangan Islam mulai ditulis di daerah itu.

560 tahun kemudian, kini giliran kami. Sekelompok anak Indonesia meng injakkan kaki di negeri dua be-

W I S A T A

Page 19: Balance edisi 6.pdf

19VOLUME 006 TAHUN I

nua. Tapi tanpa menunggang kuda ten tunya. Dan kami tidak perlu ber-tempur untuk bisa masuk, karena ha-nya cukup mengurus visa on arrival saja. Sangat sederhana.

Matahari pagi itu menyadarkan kami untuk melawan rasa ngantuk dan dingin setelah pendaratan pesawat pada dini hari. Kami bergegas keluar dari bandara. Tanpa membawa koper-

koper bagasi tentunya karena pihak maskapai penerbangan sudah berbaik hati memasukkannya ke dalam pe-sawat kami menuju Jakarta yang akan terbang nanti malam.

Waktu setempat di Bandara Turki

menunjukkan pukul 07.00. Saatnya mencari sarapan dan kendaraan un tuk menjelajah negeri dua benua. Waktu yang kami miliki tidak lebih dari 6 jam. Tapi mimpi dan tujuan yang kami mi-liki harus bisa menembus dua benua. Tantangan yang menarik.

Perjalanan pertama adalah me-nyeberangi Selat Bosphorus, penghu-bung antara Asia dan Eropa. Jembatan Bosphorus (Bosphorus Bridge), yang dalam bahasa Turki disebut Bogazici Koprusu, terletak di Old City, Istanbul. Raja Darius adalah pihak yang perta-ma kali membangun jembatan antara Asia dan Eropa di atas Selat Bosphorus pada 522 SM hingga 485 SM. Saat itu ia menggerakkan pasukannya untuk menaklukkan Macedonia. Untuk itu-lah ia membangun jembatan ponton di antara benua Asia dan benua Eropa.

Singkat cerita, pada tahun 1968 Freeman Fox dan partners dari London mendapatkan proyek untuk meran-cang sebuah jembatan baru. Dan pada lima tahun kemudian, tepatnya pada Selasa, 30 Oktober 1973, dilakukan peresmian jembatan yang dibangun

sebuah perusahaan Turki, Enka Construction and Industry Co.Ltd, dan sebuah kontraktor Jerman, Hochtief AG. Itulah jembatan pertama yang di-bangun di atas Selat Bosphorus yang menghubungkan antara Benua Asia dan Eropa, sejak dibuatnya jembatan ponton oleh Raja Darius.

Belum puas dengan sebuah jem-batan, kini di tahun 2013 Turki sedang mewujudkan mimpi Sultan Abdul Hamid (pemimpin khalifah Utsmaniah 1922-1924) yang mendambakan se-buah terowongan menghubungkan Selat Bosphorus. Tero wongan sepan-jang 76 km ini menurut Perdana Menteri Erdogan dipercaya bisa mem-bantu meningkatkan GDP Turki men-capa 2 triliun USD. Tero wong an ini juga dirancang untuk bisa menaham gempa hingga 9 skala richter.

Waktu masih terlalu pagi, bebe-rapa tempat wisata dan restoran pun belum buka. Kami akhirnya memu-tuskan untuk mampir di sebuah taman kecil yang asri penuh dengan tulip. “Ah ternyata tidak harus ke Belanda untuk melihat tulip,” ujar

Sudut-sudut Kota Istanbul.

Page 20: Balance edisi 6.pdf

20 TAHUN I VOLUME 006

W I S A T A

kami dalam hati. Sambil menghirup teh panas dan roti kami memandangi jembatan yang merajut dua benua dan baru saja kami sebrangi. Pemandangan yang luar biasa.

Target selanjutnya adalah Ayasofya, sebuah tempat yang paling bersejarah dalam jatuhnya Konstan-tinopel ke tangan Turki Ustmani. Masih ingat saat Sultan Mehmed II bersama pasukannya menaklukan Konstantinopel? Nah, pada saat pro-ses penaklukan tersebut, masyarakat Konstantinopel berkumpul di tempat ini yang merupakan sebuah gereja bernama Hagia Sophia.

Namun pada Selasa, 29 Mei 1453 itu, Sultan Mehmed II mengumum-kan bahwa semua penduduk kota Kons tantinopel dibebaskan, tidak ada yang dilukai, tidak ada yang dibunuh, tidak ada yang dijadikan budak dan diperkenankan hidup berdampingan atau bebas pindah ke kota lain. Sultan pun mengubah peran Hagia Sophia menjadi masjid. Dan pada hari itulah sejarah pertama kalinya sholat Ashar dilakukan di Masjid Ayasofya.

Bangunan ini awalnya dirancang oleh para ilmuwan Yunani yaitu Isidorus seorang Fisikawan dan Anthemius yang seorang ahli Mate-matika. Atas perintah Kaisar Justinian Bizantium bangunan gereja itu berdi-ri. Kubah bangunan ini memiliki tinggi 55,6 meter dan dianggap seba-gai lambang arsitektur Bizantium dan juga menjadi katedral terbesar di

dunia selama hampir 1000 tahun. Sebenarnya pada tahun 360, Kaisar Constantine pernah membangun se-buah bangunan besar bernama Megalo Ekklesia (the Great Church) di tempat Ayasofya berdiri saat ini, na-mun terbakar pada tahun 404, lalu

Salah satu sudut toko souvenir.

baru pada tahun 537 dibangun Ayasofya. Sejarah mencatat bahwa ba-ngunan bersejarah ini digunakan se-bagai gereja selama 916 tahun sejak dibangun tahun 537 dan beralih fung-si sebagai masjid selama 481 tahun.

Masuk ke Ayasofya dikenakan

Page 21: Balance edisi 6.pdf

21VOLUME 006 TAHUN I

jangan lupa untuk mencicipi aneka kuliner yang ada di Istanbul. Jangan lewatkan hidangan lezat daging dom-ba kebab Turki yang sebenarnya. Tapi jangan heran juga karena tampilannya jauh berbeda dengan apa yang banyak di jual di Indonesia.

Bagi penggila cinderamata, pasti-nya akan dimanjakan dengan ke-beradaan toko souvenir di sekitar kom pleks museum Ayasofya dan Blue Mosque. Diantara tumpukan cindera-mata, ada sebuah hiasan berwarna biru, bentuknya seperti liontin, ling-karan dan ada lingkaran biru, putih, dan hitam di tengahnya. Menurut para penjual, itu adalah “mata”. Per-nak-pernik unik ini dijual dengan harga yang tidak terlalu mahal.

Kota Istanbul sendiri tertata de-ngan sangat rapi. Pelayanan yang me-nyenangkan dan sangat memanjakan

mata yang memandang. Tapi kewaspa-daan tetap harus diutamakan.Beberapa kali pemandu wisata kami mengingat-kan bahaya copet. He he, saya kira copet cuma ada di commuterline Jakar-ta-Bogor saja, ternyata di sini juga ada.

Berpetualang di negeri dua benua tidak membutuhkan waktu yang lama bagi para backpacker yang hanya seka-dar transit. Satu hal yang harus dipas-tikan adalah jika waktu Anda sangat terbatas, jangan ragu untuk menggu-nakan paket travel yang banyak dita-warkan di bandara. Atau kalau Anda mengharapkan paket hemat, sewa saja kendaraan untuk satu hari. Kita cukup memberikan tambahan tips ke-pada si pengemudi dan dia akan de-ngan senang hati menjadi pemandu wisata Anda selama di sana. Ingat, ke-sempatan ini belum tentu berulang kedua kalinya.

Dua anak wisatawan bermain di taman berlatarbelakang pemandangan Jembatan selat Bosphorus

Atas: Masjid Biru atau “Blue Mosque”.Bawah: Keindahan detail arsitektur geometris di sudut Kota Istanbul.

biaya 25 TL. Tapi kita harus siap antri panjang sekali. Tidak perlu khawatir jika anda terburu-buru karena waktu yang sangat terbatas karena antrian-nya cukup tertib. Kami beruntung di-dampingi pemandu wisata yang selalu mempunyai kemampuan mengeluar-kan jurus jitu. Sehingga bisa menyele-saikan masalah tanpa masalah.

Tidak jauh dari Ayasofya adalah masjid biru atau Blue Mosque. Di sini posisi wisatawan dibatasi pagar. Dan sebelum masuk ke dalam, wisatawan harus melepas sepatunya dan mema-sukkannya ke dalam kantong plastik yang disediakan oleh pengurus mas-jid. Tapi jangan dibayangkan antrian-nya karena sangat panjang. Kami pun menyempatkan sholat di masjid ini.

Masih di lingkungan yang sama, banyak lokasi wisata yang dapat di-kunjungi termasuk toko souvenir. Dan

Page 22: Balance edisi 6.pdf

22 TAHUN I VOLUME 006

I N S P I R A S I

M ATANYA berbi-nar saat mence-ritakan anak su-lungnya. Semua letih dan leleh-an keringat di

perantauan seolah terbayar lunas. “Anak saya kuliah,” ujar Umar Aziz. Bagi seorang lulusan SD seperti diri-nya, bisa menyekolahkan anak sam-pai perguruan tinggi merupakan ke-mewahan. Uang yang dikeluarkannya tak terbilang murah. Pada awal perku-liahan di Politeknik Banjar, biaya yang dikeluarkannya mencapai juta. Berikutnya, tiap semester ia harus membayar Rp , juta plus biaya bu-lanan Rp ribu.

Saat memutuskan pergi ke Tanjung, Kabupten Tabalong, Banjar-masin, sebelas tahun silam, ia sama sekali tak membayangkan bisa punya punya uang puluhan juta sehingga bisa mengantarkan anaknya ke bang-ku kuliah. Saat itu untuk ongkos pun, ia terpaksa menggadaikan televisi. “Saya masih ingat saat dapat Rp 900 ribu,” ujar lelaki berpenampilan seder-hana ini, Lima ratus ribu dipakainya untuk tiket pesawat, sisanya dipakai modal memulai berjualan.

Ia memutuskan merantau ke Tanjung karena tergiur cerita kota ter-sebut bakal ramai, menyusul dibuka-nya pertambangan batubara. Tentu bukan untuk melamar jadi karyawan di perusahaan tersebut. Dengan hanya berijazah SD, tak ubahnya se-perti menggantang asap jika berharap jadi pegawai. “Saya mengikuti saudara saya yang lebih dulu merantau, jualan batagor,” uajrnya.

Sejak itu ia masuk keluar kampung mendorong gerobak. Toh, kenyataan tak semanis harapan. Peng hasilannya tak seberapa. Umar menyebutnya begi-tu-begitu aja. Jangan kan bisa mengi-rim anak istrinya di kampung, untuk makan sehari-hari saja sudah susah. Saat saudara yang diikutinya menye-rah, memilih kembali ke kampung ha-laman, Umar memilih bertahan. “Yang

Tak pernah lelah bertarung di perantauan. Setelah kalah di Jakarta dan Lombok, Umar Aziz menemukan hidupnya di Tanjung, Banjarmasin. “Karena anak-anak, saya tak boleh menyerah,” adalah kredo hidupnya.

SAAT ANAK JADI ENERGI KEHIDUPAN

Selalu laris manis setiap hari.

Page 23: Balance edisi 6.pdf

23VOLUME 006 TAHUN I

bernasib seperti saya, sekolah alaka-darnya,” ujar Umar. Tak pelak lagi, anak menjadi energi bagi Umar untuk terus bertarung di perantauan, men-jadi pelita saat asa mau padam. Dia adalah pusat kehidupan.

Titik balik kehidupannya mulai saat Pertamina Field Tanjung mem-bangunkan lapak untuk pedagang kaki lima pada 2005 untuk berjualan makanan dan minuman. Umar terma-suk, salah satu dari 20 pedagang yang ditawari untuk berjualan di tempat yang sekarang dikenal dengan Taman K-10, biasa juga disebut Taman Murung Pudak.

Meski awalnya sempat terengah-engah menjaring pelanggan, kini tem-pat tersebut menjadi salah satu pilihan untuk “wisata kuliner” bagi warga Tanjung. Warga masyarakat pun kini

berebut berjualan di situ. “Banyak yang datang me-nanyakan kesem-patan berjualan di Ta man K-10,” u j ar Zura id a Saputri, Staf CSR Per ta mina EP Field Tanjung. Karena permin-taan ting gi, per-usahaan kini se-dang menyiap-kan delapan wa-

rung baru. Selain itu juga dibangun mushalla atas per-mintaan para pedagang di situ. Karena belum tersedia tempat ibadah, mereka terpaksa harus meninggalkan tempat jualan jika saat shalat tiba.

Yang berjualan tak dipungut apa-pun, termasuk penerangan yang sepe-nuhnya disediakan perusahaan. Urus-an listrik, Field Tanjung tak pelit. Mereka punya power plant sendiri berkapasitas 3 x 4 MW dengan meng-gunakan bahan bakar gas dari sumur yang mereka produksi. Dari tiga pem-bangkit, hanya dua yang terpakai. Satu untuk cadangan.

terpikir waktu itu, bagaimana nasib anak-anak saya,” ujarnya.

Di benak Umar, kembali ke kam-pung, hanya akan meneruskan kesu-sahan orang tuanya dulu. Sumber mata pencaharian yang tersedia hanya jadi buruh tani yang upahnya sangat jauh dari layak. “Anak-anak saya akan

“Yang terpikir waktu itu,

bagaimana nasib anak-anak saya.”

FOTO

-FO

TO: T

ATA

N A

GU

S R

ST

Page 24: Balance edisi 6.pdf

24 TAHUN I VOLUME 006

I N S P I R A S I

Para pedagang hanya diminta membantu menjaga kebersihan. “Ka-lau ada keluhan atau usulan, perusa-haan langsung menanggapi,” ujar Umar. Selain disediakan fasilitas gra-tis untuk berjualan, Umar pun terto-long dengan diperbolehkan menyewa rumah kepada koperasi karyawan Pertamina EP.

Saat Field Tanjung jaya di era 70-an saat produksi sempat menyentuh 90-ribuan barrel oil per day (BOPD), ri-buan orang tercatat sebagai karyawan. Berbagai fasilitas termasuk perumah-an dibangun. Seiring dengan produksi yang menyusut, karyawan hanya tersi-sa ratusan. Banyak rumah yang akhir-nya menganggur, kemudian diserah-kan kepada koperasi karyawan untuk dikelola. Rumah itu akhirnya disewa-kan, terutama kepada para pendatang dengan harga sewa tak terlalu mahal. Umar, misalnya hanya membayar sewa Rp 165.000 per bulan.

Dari Taman K-10 itulah rezeki

Umar mulai mengalir. Sehari, dia bisa mengantongi Rp 200.000 sampai Rp 500.000. “Saya tak bisa membayang-kan kalau tempat ini ditutup perusa-haan,” ujarnya. Tempat itu kini jadi sa-tu-satunya sumber penghasilan. Be-berapa tahun lalu, untuk menambah pendapatan, Umar masih menjajakan batagor, berkeliling dengan motor. Sementara istrinya me nunggui warung di Taman K-10. Sampai akhirnya, ia mengalami kecelakaan lalu lintas.

Saat mengendarai motor, tiba-ti-ba seorang kakek melintas. Meski tak tertabrak langsung, tubuhnya sempat membentur bagian belakang motor. Dia terjengkang, membentur aspal. Nyawanya tak tertolong. Umar pun ditahan polisi.

Saat sidang di Pengadilan, Umar membawa empat anaknya. Dia meng-hiba kepada hakim, meminta keri-nganan untuk masa depan anaknya. Dia akhirnya hanya divonis dalam hi-tungan bulan sesuai masa tahanan

yang sudah dilakoninya. “Sejak itu saya dan istri konsentrasi hanya jualan di taman K-10, Alhamdulillah rezeki lancar,” ujar Umar.

Tempat berjualannya, meski alaka-darnya tak sekedar mempertemukan pembeli dan penjual. Di sana jadi tem-pat berkumpulnya sesama etnis Sunda di perantauan, dari lintas profesi, mulai dari buruh bangunan sampai hakim. Pergaulaan itu bagi Umar, adalah ke-mewahan yang tak bisa didapatnya di kampung halaman. “Meski hanya lu-lusan SD, saya bisa bergaul dengan hakim dan jaksa,” ujar Umar.

***Hampir seluruh hidup Umar Aziz

dihabiskan di perantauan. Dia sudah meninggalkan tanah kelahirannya di Malangbong, Garut begitu tamat Se-kolah Dasar. Saat itu usianya baru 13 tahun. Boleh jadi, Umar adalah kekecu-lian dari etnis Sunda yang dalam ber-bagai kajian budaya kerap disebut se-bagai etnis yang tak begitu suka meran-

Berkumpul bersama keluarga.

TATA

N A

GU

S R

ST

Page 25: Balance edisi 6.pdf

25VOLUME 006 TAHUN I

tau seperti tergambar dalam pe ri ba-hasa, “bengkung ngariung, bongkok ngaronyok.”

Dalam usia muda, tanpa disuruh siapapun, dia pergi ke Jakarta. Dia me rasa tanah kelahirannya sudah tak bisa memberi apa-apa. Dia tak bisa menuntut orangtuanya untuk me-nyekolahkan ke tingkat yang lebih tinggi. “Untuk makan saja susah,” ka-tanya. Saat pertama kali merantau, ke i nginannya tak muluk-muluk. Ha-nya ingin bisa makan tanpa merepot-kan orang tuanya. “Saya jualan cen-dol,” ujarnya. Berbilang tahun, rezeki tak mau menghampiri. Toh meski tak punya apa-apa, saat usianya 19 tahun, ia nekad menikahi gadis tetangganya di kampung yang berumur 13 tahun.

Setelah berumah tangga, rezeki tak kunjung membaik. “Untung istri saya sabar. Kalau nggak sudah pisah dari kapan-kapan,” ujarnya. Umar pun akhirnya menyerah pada Jakarta. Ia tak bisa lagi menggantungkan harapan

di ibu kota. “Saya akhirnya putuskan merantau ke Lombok,” ujarnya.

Seperti saat merantau ke Jakarta, ia juga tinggalkan keluarganya di kam-pung halaman. Dua tahun disana, ha-sil nya malah lebih buruk dibanding-kan Jakarta. Satu-satunya yang bisa dibawanya ke kampung halaman ada-lah Aziz, yang ditambahkan di be-lakang namanya oleh kawan-kawan se perantauan di Lombok. Oleh orang tuanya, ia hanya diberi nama Umar tanpa kepanjangan apa-apa. “Mereka mengangap kalau nama hanya satu kata, gak biasa,” ujarnya. Jadilah, dia bernama Umar Aziz yang terus diper-tahankan sampai sekarang.

Setelah Jakarta dan Lombok, pe-ngem baraannya berlanjut ke Tanjung. Perantauan sepertinya akan berakhir di sini. Dia sudah membawa istri dan keempat anaknya. Anaknya yang pa-ling kecil yang bersekolah di SD malah sudah seperti orang Banjar. Sehari-hari bertutur kata dengan bahasa Banjar. Bahasa Sunda sama sekali tak dikua-sainya. “Maklum, saat saya bawa umur-nya lima tahun,” ujar Umar. Seperti juga di Lombok yang mendapat tam-bahan nama, di Tanjung pun Umar men dapatkan pang gilan baru: Ujang. Sebutan untuk laki-laki Sunda yang umumnya ditujukan untuk anak-anak itu melekat sampai sekarang.

Untuk kesekian kali setiap kali dit-anya, apa yang menyebabkannya ber-tahan di perantauan, Umar, eh Ujang menjawab tegas, “Karena anak-anak. Saya tak boleh menyerah.” Tak sekedar untuk para perantau, kalimat ini bisa menjadi kredo siapa saja, termasuk pe-jabat yang mulai dirongrong suap.

“Karena anak-anak. Saya tak boleh

menyerah.”

Tak lupa sealu memanjatkan doa setiap hari bersama keluarga.

TATA

N A

GU

S R

ST

Page 26: Balance edisi 6.pdf

26 TAHUN I VOLUME 006

W A W A N C A R A

“HIDUP MAKIN HIDUP”

DENGAN DUA I & DUA L

Beni Jaffilius Ibradi ADDIREKTUR OPER ASI DAN PRODUKSI

TATA

N A

GU

S R

ST

Page 27: Balance edisi 6.pdf

27VOLUME 006 TAHUN I

S EPEREMPAT abad silam, seorang anak muda men-jawab lantang yang bagi sementara orang terde-ngar arogan, “Saya ma-suk Pertamina karena

bisa menjadi Direktur. Di KKKS (Kon-traktor Kontrak Kerjasama) Asing pasti tidak bisa,” ujarnya. Saat itu, belum ada kewajiban seperti sekarang untuk mengangkat top management WNI. Lazimnya saat itu, KKKS akan mengangkat orang dari negaranya. Kalau KKKS itu dari Amerika, yang di-dorong menduduki jabatan direktur, pastilah seorang American.

Jawaban itu diberikan saat wa-wancara penerimaan pegawai BPST (Bimbingan Profesi Sarjana Teknik) pada 1989. Yang mewawancarai saat itu langsung menukas, “Kok Anda per caya diri banget?” Pertanyaan itu di jawabnya dengan menyebutkan se-lama kesempatan ada peluang pasti ada. Tapi kalau kesempatannya tidak ada, peluang juga akan tertutup. “Ma-salah berhasil atau tidak tergantung kerja keras dan Yang Di Atas,” ujarnya.

Anak muda itu adalah Beni Jaffilius Ibradi. Perkataan yang di-ucapkan puluhan tahun silam, ternya-ta bukan pepesan kosong. Sejak 2013, Beni dipecaya masuk jajaran Bord of Director sebagai Direktur Pengem-bangan. Jabatan itu hanya diemban-nya dalam hitungan bulan sebelum akhirnya menduduki Direktur Operasi dan Produksi.

Banyak yang kaget dengan per-gantian tersebut, yang sebetulnya lebih tepat disebut bertukar posisi. Pejabat Direktur Operasi dan Produksi sebelumnya Satoto Agustono men-duduki jabatan Direktur Pengem-bangan, yang sebelumnya dijabat

Beni. Pria kelahiran Lahat 21 Juli 1960 tersebut menyebut pertukaran itu sebagai “tour of duty” biasa. “Perusahaan tentunya pu nya pertim-bangan sendiri,” ujar alumnus Teknik Pertambangan ITB tersebut. Ia men-duga sebetulnya Satoto dan dirinya sejak awal diproyeksikan menduduki jabatan seperti yang diemban seka-rang. “Tapi diberi kesempatan untuk menduduki jabatan lain dulu biar me-rasakan. Biar bisa bekerjasama dan tidak saling menyalahkan,” ujar Beni. Dalam pandangannya, dua jabatan itu saling behubungan erat.

Ia mengaku tak terkejut dengan penunjukan tersebut. Selama berkarir di Pertamina EP dia pernah mengalami kejadian lebih dahsyat: menduduki GM Asset hanya dalam waktu satu bulan. Seiring dengan organisasi baru, saat ditunjuk sebagai GM Asset 3 pada Maret 2013, dia langsung berbenah de-ngan menyiapkan sejumlah rencana kerja. Eh, belum juga diimplementasi-kan, pada 4 April dia dipanggil ke Jakarta dan dikabari soal tugas baru-nya sebagai Direktur Pengembangan.

Beni mengawali karir di Per-tamina pada tahun 1989 sebagai Peng awas Lapangan 1 Operasi Pro-duk si Pang kalan Susu, kemudian se-

bagai Kepala Operasi Produksi, Field Superin tendent di Prabumulih, Kepala Sub Surface di Proyek Pengembangan Gas Sumbagsel. Dia dilantik menjadi Ge neral Manager Pondok Tengah Sep-tember 2006 dan Vice President Drilling PT Pertamina EP November 2008. Selanjutnya pada Februari 2012 dia dilantik sebagai General Manager Region Jawa. Saat reorganisasi, Beni melanjutkan jabatan sebagai GM Asset 3.

Bagaimana produksi Per-tamina EP 2013 ?

Produksi 2013 sekarang 122.000 BOPD (barrel oil per day). Kalau diban-dingkan tahun lalu naik sedikit. Cuma masih belum memenuhi target. Se be-lumnya dalam RKAP, ditargetkan pro-duksi 132.000 BOPD. Tapi dalam per-jalanannya target ini direvisi SKK Migas menjadi 123.000 BOPD.

Masalahnya apa sehingga meleset dari target, padahal tar-get sudah direvisi ?

Perminyakan itu bukan pabrik yang serba pasti. Istilahnya permi-nyakan itu ilmu pasti yang tidak pasti. Problemnya meliputi subsurface dan masalah operasional. Decline alami di luar yang kita perhitungkan. Beberapa hasil perencanaan pengeboran sumur pengembangan juga kurang berhasil. Sukes rasionya rendah, hanya 60 %.

Idealnya berapa ?Sekitar 80 persen. Persoalannya

mung kin saat pengusulan kurang tajam. Data-datanya belum valid benar, langsung diusulkan. Ini yang akan kita perbaiki. Kita akan lebih fokus kepada subsurface. Salah satunya dengan pemi-sahan fungsi operasi dan development. Dalam pengeboran, kita tidak menge-jar kuantitas. Kita akan siapkan secara matang

“Perminyakan itu bukan pabrik

yang serba pasti. Istilahnya perminyakan itu ilmu pasti yang

tidak pasti.”

Dalam waktu empat bulan, setetelah ditunjuk menjadi Direktur Operasi, produksi naik sekitar 4.000 BOPD. “Bukan karena saya, mungkin karena sudah gak bisa turun lagi,” ujar Beni. Menargetkan sukses rasio pengeboran di sumur pengembangan sampai 80%.

Page 28: Balance edisi 6.pdf

28 TAHUN I VOLUME 006

W A W A N C A R A

Bagaimana dengan RKAP 2014?

Kita targetkan pada 2014, bisa memproduksi 128 ribu BOPD. Sesuai dengan strategi bisnis Pertamina EP yang manargetkan pertumbuhan 15%. Kita lakukan berbagai upaya agar tar-get itu tercapai, terutama pengeboran di sumur pengembangan. Dari semua WK yang dimiliki Per tamina EP, kita nanti akan fokus kepada pengem-bangan di delapan struktur, antara lain North Kutai Lama, Limau, Ogan, Jatibarang, Cemara, dan Tambun.

Apakah pengembangan dela-pan struktur itu akan melibatkan pihak lain atau diusahakan sendiri?

Kerjasama dengan pihak lain dulu bentuknya TAC (technical assstant con-tract) ataupun JOB (joint operating body). Dengan TAC, pihak Pertamina sama sekali tak terlibat, baik SDM maupun modal. Tak ada orang kita di field. Sedangkan dalam JOB, Perta-mina dan partner sama-sama terlibat, baik SDM mapun investasi. Seiring de-ngan perubahan regulasi yang menye-tarakan Pertamina dengan KKKS, TAC dan JOB tidak dibolehkan lagi. Yang tersisa diselesaikan sampai kontrak

habis. Kerjasama yang dibolehkan se-karang ini hanya KSO (kerjasama ope-rasi). Tentu dengan persyarat an ter-tentu yang menguntungkan Per ta-mina. Dalam KSO, investasi semuanya dari partner. Kita juga batasi, jika dalam waktu tertentu, tak ada growth, KSO batal. Kita tak berkewajiban mengembalikan investasi yang sudah mereka keluarkan. Yang kita jaga betul, jangan sampai kita kehilangan pro-duksi. Angka terkahir sebelum KSO, sepenuhnya milik Pertamina.

Selain Cepu mana lagi yang akan di KSO-kan ?

KSO Cepu itu strategi bisnis dari korporasi. Kita melihat ada oppurtu-nity. Berbagi resiko itu lazim di dunia bisnis apapun. Untuk KSO Cepu kita betul-betul aman. Begitu dalam tiga tahun tak ada kenaikan produksi, balik lagi ke kita. Kalau sama, mereka tidak akan dapat apa-apa. Sesuai per-janjian produksi terakhir itu masih milik kita. KSO ini tak terbatas di Cepu, Bisa juga untuk lapangan lain selama memberikan keuntungan ke-pada kita. Kalau skema KSO ini dipa-kai di seluruh lapangan, Kita bisa mempertahankan produksi di angka 122,000 ribu, tanpa mengeluarkan

uang sepeserpun. Padahal, sekarang ini dengan tingkat decline alamiah yang rata-rata mencapai 20% untuk mempertahankan produksi butuh in-vestasi yang tidak sedikit.

***Orang minyak, kata orang, sangat

dekat dengan stress. Jika tak pandai-pandai menitinya, akibatnya bisa fatal. Beni mengakui fenomena tersebut. Dan Ia punya cara untuk melepaskan dari kuntitan stress sehingga “hidup tetap hidup”. Bukan dengan olahraga, seperti yang banyak dilakukan orang. “Saya mengamalkan resep Dua I dan Dua L,” ujar pria berusia 53 tahun ter-sebut. Filosofi ini didapatnya puluhan tahun lalu saat dia mahasiswa.

Di bandara sambil menunggu pe-nerbangan dari Palembang ke Jakarta, dia bertemu dengan seorang purnawi-rawan tentara. Usianya sudah 60 pu-luh-an, tapi masih sangat bugar. Saat ditanya rahasianya, pria itu mendedah soal Dua I dan Dua L tadi, yakni ingat setiap kesalahan kepada orang lain dan ingat setiap kebaikan orang lain. Sedangkan L nya adalah lupakan kesa-lahan orang lain kepada kita dan lu-pakan kebaikan kita kepada orang lain.

Hasilnya, dia mengaku tak pernah

Saya selalu happy, gak ada hubungannya

dengan produksi. Di operasi itu

harus di mana-mana selalu senang, gak boleh stress,

nanti gak bisa mikir.

FOTO

-FO

TO: T

ATA

N A

GU

S R

ST

Page 29: Balance edisi 6.pdf

29VOLUME 006 TAHUN I

stress. “Kerja di minyak itu harus di sini senang di sana senang, apa pun dan di mana pun. Kalau nggak, bisa stress” ujarnya. Saat didapuk menjadi Direktur Operasi tiga bulan lalu, ketika produksi minyak Per tamina EP menukik ke angka 118.000 BOPD, Beni tak kehi-langan ketenangan. Ia mencoba men-gurut penyebab turunnya produksi ter-sebut. Sebagai orang yang besar di la-pangan, ia tahu Field Mana ger M yang seharusnya menjadi tombak terdepan produksi kerap disibukkan urusan manajerial. “Para FM kerap mengeluh, ka pan kerjanya kalau sedikit-sedikit di-panggil ke Jakarta,” ujar Beni.

Untuk itulah, ia memilih menjem-put bola. Dialah yang mendatangi fi eld. Dia juga menghimbau FM agar selalu standby di lapangan, jangan sering ke-luar. “Kalau pun untuk keperluan kan-tor selama bisa diwakilkan, sebaiknya diwakilkan,” ujarnya. FM juga diminta tak menjadi acting GM kalau sedang berhalangan. “Tapi ini bukan kepu-tusan hanya himbauan saja,” kata Beni.

Ia mencoba mendudukkan FM se-bagai seorang COO seperti berulang-kali disampaikan Presiden Direktur Pertamina EP, Syamsu Alam. Seorang COO harus mengetahui detil apapun

yang terjadi di lapangan, tak hanya sekedar urusan produksi. “Tak ada lagi alasan tidak tahu atau sedikit-sedikit melempar sebagai persoalan asset,” ujar Beni.

Untuk itu setiap kunjungan ke Field, Beni selalu minta FM presenta-si. Dia juga tak akan bertanya kepada pelaksana di lapangan setiap ingin mengetahui progres pekerjaan. “Saya akan bertanya kepada FM-nya. “Setiap kali menghadapi masalah yang seolah membentur tembok, ia meminta FM mengubah paradigma, keluar dari ke-biasaan yang biasa dilakukan.

Hasilnya dalam selang empat bulan, produksi Pertamina EP naik menjadi 122 ribu BOPD atau hanya selisih 1000 dari yang dibebankan SKK Migas. Toh, Beni tak mau juma-wa. Kenaikan itu tak diklaim sebagai keberhasilannya. “Mungkin bisa naik karena produksi minyak sudah tak mungkin turun lagi,” kata Beni.

Happy dong bisa menaikkan produksi 4.000 BOPD hanya dalam waktu empat bulan?

Saya selalu happy, gak ada hubung-annya dengan produksi. Di operasi itu harus di mana-mana selalu senang, gak boleh stress, nanti gak bisa mikir.

Anda kan hanya beberapa bu-lan saja menjadi Direktur Pe ngem-bangan, apa saja yang sudah di la kukan?

Saya menyiapkan Direktorat Pe-ngembangan menjadi think thank perusahaan, baik yang sifatnya pe-rencanaan strategis, maupun tek-nikal. Mi sal nya, saat kita agak melu-pakan engineering. Semua orang ma-las jadi ahli, lebih senang berada di posisi mana je rial. Faktanya sekarang ini, posisi struk tural lebih dihargai, fasilitasnya lebih baik, Untuk itulah, pada Maret dikeluarkan organisasi baru yang memungkinkan ahli lebih dihargai.

Anda kuliah di Pertambangan, tapi kok lebih tertarik ke per minyakan?

Lulusan kuliah itu bukan siap pakai, tapi siap didik. Setelah dididik di perminyakan, saya udah lupa per-tambangan. Perbedaan keduanya kan hanya pada pressure dan temperature. Di perminyakan volume sangat ter-gantung dari pressure dan temperature. Sedangkan di pertambangan volume di bawah tanah dengan volume di atas sama tak tergantung pada suhu dan tekanan.

Page 30: Balance edisi 6.pdf

30 TAHUN I VOLUME 006

A P A & S I A P A

N AMANYA tak per-nah masuk dalam top ten orang ter-kaya di Indonesia. Tapi, pengusaha fl amboyan inilah

yang lebih mencuri perhatian in-ternasional dibandingkan yang

lain. Sepak terjangnya di kancah olahraga internasonal, lewat lang-kah fenomenal mengakuisisi klub Inter Milan, salah satu legen-da klub di Italia membuat dunia melirik Indonesia. Dialah Erick Th ohir, sang taipan yang umurnya masih terbilang muda tersebut.

Kesepakatan pembelian 70 persen saham Inter Milan oleh Erick Tohir dan dua koleganya, sama-sama pengusaha Indonesia, Hendy Soetedjo dan Rosan Roeslani. Keberhasilan membeli saham Inter Milan membuktikan kepiawaian Erick Th ohir dalam bernegosiasi. Membeli saham mayoritas Inter Milan dari Masimmo Moratti tidaklah mudah. Baron minyak Italia ini sangat loyal pada Inter Milan. Ia telah menginvestasikan banyak uang untuk kejayaaan “La Beneamata”.

Dengan pembelian tersebut, nama Erick kian moncer di kancah olahraga dunia. Inter Milan menjadi klub olahraga dunia ketiga yang dikuasai Erick. Sebelumnya ia membeli saham mayoritas Klub Basket NBA Philadelpia 76ers dan Klub sepak bola Amerika, DC United, Untuk membeli 70 persen saham I Nerrazurri, tak tanggung-tanggung, Erick mengeluarkan dana hingga 250 juta Euro atau setara dengan 2,8 triliun Rupiah.

Sebagai bos tiga klub olahraga besar di muka bumi, masyarakat berharap pria yang lahir pada 30 Mei 1970 ini dapat turut menduniakan atlet-atlet nusantara. Apa sebetulnya yang dicari Erick sehingga melabuhkan pilihan pada Inter Milan?

“Inter mencerminkan kisah luar biasa mengenai hasrat, sebuh tradisi untuk menang, dan ambisi kuat untuk sukses,” ujar Erick Th ohir. Dengan kepercayaan diri yang tinggi, ia yakin bisa membawa Inter Milan ke tangga keharuman. “Rahasia untuk setiap kesuksesan terletak pada keyakinanmu sendiri,” katanya mengutip kalimat yang kerap dilontarkan legenda Inter Milan Giacinto Facchetti. Sejak 15 November lalu, dalam sebuat rapat direksi. Erick Th ohir diangkat sebagai Presiden Klub Inter Milan. Forza Erick Th ohir!

KUNCI SUKSES ERICK THOHIR

WIK

IMED

IA.O

RG

Page 31: Balance edisi 6.pdf

31VOLUME 006 TAHUN I

PERTAMINA EP punya nakhoda baru. Adriansyah pada Rabu (/) resmi didapuk menjadi orang no mor satu di produsen migas

kedua terbesar di Tanah air tersebut, menggantikan Syamsu Alam yang menduduki jabatan baru sebagai SVP (Senior Vice President) Exploration Direktorat Hulu. Adriansyah sebelum-nya menjabat sebagai Direktur Utama PT Pertamina Geothermal Energy.

Bagi Adriansyah penugasaan sebagai Presiden Direktur Pertamina EP tak ubahnya sebagai pulang kandang. Setamat kuliah dari jurusan Geofi sika ITB, pada 1998,

pria kelahiran Palembang 18 Juli 1960 ini memulai pekerjaannya di Pertamina di Pangkalan Brandan. Setelah itu dia mendukui berbagai jabatan di Derektorat Hulu. Adriansyah dan Syamsu Alam merupakan teman satu angkatan penerimaan di Pertamina. Keduanya juga sempat bareng menempuh pendidikan Doktor di Universitas Texas.

Sebelum menjabat sebagai Direktur Utama PT Pertamina Geothermal Energy pada Mei 2013, selama dua tahun Adriansyah men-jabat sebagai SVP Upstream Business Development, Direktorat Hulu. Sebelumnya, dia lama bergelut dengan

perkembangan Teknologi Industri Hulu Migas UTC (Upstream Technology Center), juga di bawah naungan Direktorat Hulu Pertamina.

Sebagai nakhoda baru, ke arah mana dia akan membawa kapal ber-nama Pertamina EP? Adriansyah me-ngatakan Pertamina EP harus men-dukung misi PT Pertamina (Persero) untuk menjadi perusahaan energi kelas dunia di tahun 2025.

“Karakteristik kelas dunia menu-rut saya ada tiga hal, yaitu masalah asetnya, masalah kapabilitasnya, dan terakhir masalah sistemnya. Ketiga hal ini dalam jangka panjang akan saya amati dan akselerasi terus,” Adriansyah menambahkan.

N A K H O D A B A R UAdriansyah

TATA

N A

GU

S R

ST

Adriansyah (paling kanan).

Page 32: Balance edisi 6.pdf

32 TAHUN I VOLUME 006

R A N A

Lebih dari 40 kilogram rumput gajah segar mem-bubung di pundaknya, tanpa alas kaki lewati pematang kerontang, tak ada keluh kesah, hanya keringat mem-basahinya, dan sang istri setia menemaninya. Musiran, Slamet, Surono adalah tiga dari banyak warga Banyu Urip, Senori, Tuban yang memelihara ternak sapi. Siang

Teks dan Foto: Tatan Agus RST.

Menarik Sapi Keluar Rumah

itu Musiran dengan dibantu istrinya mencari rumput gajah yang tidak jauh dari rumahnya, dengan berbekal arit dan tambang plastik kumel. Itulah kegiatan rutinnya sambil bertani di ladang.

Sapi bagi masyarakat Banyu Urip begitu lekat, ternak itu tinggal seatap dengan si pemilik, tinggal di dapur, menemani penghuni rumah masak dan makan, mereka terbiasa, tak terpisahkan. Mereka berfi kir ini yang paling efektif karena tak perlu membangun

Page 33: Balance edisi 6.pdf

33VOLUME 006 TAHUN I

kandang, –tentu perlu merogoh kantong cukup dalam. Mimpi Musiran, Slamet, dan Surono tinggal tak seatap dengan ternaknya. “Kepengen toh Mas kami punya kan-dang,” kata mereka.

Bukan karena tidak sadar kesehatan, tetapi ke-biasaan dan keterbatasanlah kendalanya. Tapi kini me-reka sudah berubah, tak lagi sapi itu tinggal satu atap, tak perlu mereka makan bersama ternaknya dalam satu ruangan, tak perlu repot-repot membersihkan kotoran

dari lantai rumahnya. Lokasinya yang berada di daerah operasi Pertamina EP Asset 4 ini memudahkan impian para petani itu terwujud.

Kini sapi-sapi itu sudah mereka tarik ke kandang yang terpisah dari rumahnya, dapur mereka tak lagi terkotori kotoran dan air kencing sapi, dan Musiran, Slamet, serta Surono lainnya pun bisa hidup berdampingan dengan ter-naknya tak perlu saling mengotori. Bukan hanya kandang yang dibangun, ternak mereka pun kini bertambah.

Page 34: Balance edisi 6.pdf

34 TAHUN I VOLUME 006

R A N A

Page 35: Balance edisi 6.pdf

35VOLUME 006 TAHUN I

Page 36: Balance edisi 6.pdf

36 TAHUN I VOLUME 006

Teater Koma membawakan lakon “Ibu” yang diterjemahkan dari karya dramawan Jerman, Bertolt Brecht. Dilema perang tanpa pemenang dan rindu sosok “Ibu” saat ini.

MENCARI IBU LEWAT “IBU”

Kini Ibu Brani hanya memiliki Katrin. Ibu Brani berjanji akan mencarikan suami bagi Katrin saat perdamaian tiba. Dia tak mau Katrin Bernasib seperti Ipit Poter (Daisy Lantang), wanita jalang langganan warungnya yang menjual tubuhnya karena terjerat cinta, kemudian kehilangan kekasihnya di tengah perang. Tak lama setelah itu kedua pria pun memasuki kehidupan sang ibu, keduanya mengagumi Ibu Brani. Soal kisah cinta Ibu Brani kemudian mewarnai dan membuat drama ini makin seru. Ada Kaplan (Budi Ros), seorang pendeta dari Resimen Mata hari Hitam yang menyamar menjadi pelayan Ibu Brani ketika Matahari Putih menyerang. Ada si Koki alias Piter si Pipa (supartomo JW), tukang masak jenderal Matahari Hitam. Piter adalah lelaki mata keranjang yang sudah meng gombali banyak wanita

Di tengah ombang-ombing per-gulatan dua lelaki yang bersaing mendekatinya, Ibu Brani mulai kebingungan memi-

S E N I

PENTAS

K ERETA berkelambu putih layaknya caravan itu berjalan merayap melintasi wilayah penuh kehancuran yang dipo-rak porandakan konfl ik berkepanjangan. Resimen Matahari Hitam dan Matahari Putih saling berebut kekuasaan. Bukan

kuda yang menarik kereta itu, tapi dua pemuda ber-peluh keringat yang menggereknya. Kereta terus merangkak maju, menjajakan barang dagangan mulai dari bir sampai baju, sosis sampai selongsong peluru.

Pemilik kereta itu adalah Anna Pirling, dijuluki Ibu Brani (Sari Madjid). Dia ditemani oleh tiga anaknya, Elip (Rangga Riantiarno), Fejos si Keju Swiss (Muhammad Bagya), dan si bungsu yang bisu, Katrin Hupa (Ina Kaka). Berempat mereka menjadi saksi membusuknya kema-nusiaan. Perang menjadi momok banyak orang. Aroma kematian, erangan rasa sakit, kelaparan membahana di-mana-mana. Saat nyawa sudah tidak lagi berharga, udara pun sesak dengan bau bangkai dan mesiu. Tapi tidak bagi Ibu Brani. Baginya perang adalah ladang subur. Ia banyak diuntungkan dengan menjual barang-barang dagangannya pada masa perang. Tidak masalah pihak mana yang mem-beli dagangannya, asalkan dia untung.

Malang tak dapat ditolak, di tengah perjalanan Elip dan Fejos tergiur dan direkrut masuk menjadi tentara Matahari Hitam dan maju ke medan perang. Kisah terus berlanjut. Panggung menunjukkan peperangan selalu memakan korban. Secerdik apapun Ibu Brani, ia tak dapat menghindar dari guratan takdir dan jebakan perang untuk dirinya dan ketiga anaknya. Keadaan segera berubah, ne-geri mereka dikalahkan lawan. Petaka pun mulai merund-ung. Kedua anaknya Elip dan Fejos tewas ditangan lawan.

Teks dan Foto: Haykal Rabbani

Page 37: Balance edisi 6.pdf

37VOLUME 006 TAHUN I

ak. Malang tak dapat dihindari di tengah gonjang-ganjing perang yang berkecamuk lagi, Katrin yang tuna wicara dan wajahnya terluka itu merasa bahwa tak ada gunanya me nanti mimpi mendapat suami di masa damai. Ia tewas di tembak tentara Matahari Putih, saat memberikan tanda kepada pasukan Matahari Hitam dengan menabuh gen-derang di atas atap rumah petani. Melihat jasad anaknya rubuh tanpa nyawa, Ibu Brani langsung lunglai dan men-jadi sangat sedih kesakitan.

Kisah tersebut menampilkan peperangan dari bebe-rapa pandangan. Bagi para petani, peperangan pastilah bencana. Bagi tentara, peperangan bisa menjadi kesem-patan untuk jenjang karir. Bagi pendeta, perang berarti ia tak bebas berkotbah. Bagi seorang koki, perang artinya harus memasak daging yang sudah disimpan setahun dan penuh belatung. Bagi Ibu Brani, peperangan berarti me-ngeruk keuntungan materi. Namun dunia memang tak pernah sempurna. Selalu penuh dengan ambang dilema, dan perang tetaplah perang sarat dengan nestapa.

Karya ke 131 dari Teater Koma ini digelar di Graha Bhakti Budaya, TIM, Jakarta mulai tanggal 1 – 17 Novem-ber 2013. Lakon yang disadur oleh Nano Riantiarno dari karya dramawan Jerman, Bertolt Brecht ini aslinya berjudul Mutter Courage und Ihre Kinder. Bertholt Brech adalah praktisi teater yang mengalami dua kali era perang, yaitu Th e Great War dan Perang Dunia II. Mother Courage ditulis pada 1939, menjadi karya yang dibuat Brech ter-hadap cermin peperangan besar yang dialaminya sendiri dalam masa hidupnya sekaligus ekspresi protesnya terha-dap kebangkitan era Nazi dan fasis saat itu.

Lakon ini berkisah tentang perang abad ke-17 yang tetap menjadi dasar politik masa kini juga sering disebut

lih arah. Sementara itu si Koki terus membujuknya untuk kabur dan memulai hidup baru, tinggal

bersama di sebuah kota. Koki dengan piciknya menyuruh ibu Brani menjual gerobak tuanya itu dan meninggal-kan Katrin yang cacat dan wajahnya

terluka karena disiksa gerombolan terntara. Si Bisu malang itu diang-

gap merepotkan rencananya. Mencium gelagat itu Katrin nam-

pak gusar, ia mencoba kabur, beruntung Ibu Brani tidak jadi tergiur dengan ajakan si Koki hidung belang itu dan lebih memilih Katrin dan gerobaknya.

Ibu Brani kemudian melanjutkan perjala-nannya. Perang kemu-dian berkecamuk lagi, Ibu Brani mengendus aroma keuntungan,

suatu ketika ia ter-dampar di depan

rumah petani di suatu perkam-pungan. Berniat men-cari barang, ia kemudian meninggalkan Katrin sejen-

Page 38: Balance edisi 6.pdf

38 TAHUN I VOLUME 006

sebagai salah satu lakon sandiwara terbaik abad ke-20. Selain membicarakan keburukan dari perang, Bertholt juga menyelipkan soal kebajikan yang tidak mendapat tempat di masa-masa korupsi merajalela. Pesan-pesan ini ditampilkan dengan gamblang, tanpa basa-basi, dalam “Ibu”.

Drama 2 babak berdurasi 3 jam 20 menit ini terdiri dari total 14 scene. Dalam persiapannya menghabis-kan waktu latihan rutin 3 bulan dengan melibatkan 45 pemain, 11 pemusik, dan 50 staf Teater Koma. Selain pemain senior, pementasan ini juga melibatkan para ang-katan 2013 Teater Koma serta garapan gerak tari Ratna Ully, komposisi musik Ferro Aldiansya Stefanus. Para aktor dan aktris juga berbalut kostum tentara rancangan penatas busana Samuel Wattimena, dan anggota tim lainnya.

Setting panggung dan properti dari Ibu dibuat dengan detil artistik yang menarik. Penonton akan menikmati sebuah gerobak model kereta kuda yang berkelambu putih dengan tulisan “Kantin Ibu Brani” tanpa kuda. Di bagian luar, di pinggir ada rak-rak untuk botol minuman keras, berdekatan dengan sayuran lokal Indonesia macam terung, ketela, ubi, bawang, dan cabe yang bergelantungan. Selain itu rias busana dibuat apik, mendukung suasana dan latar terjadinya cerita di era 1600-an itu. Ada efek ledakan dan adegan tembak yang mengilustrasikan suasana perang yang tengah berkecamuk. Efek ini cukup mengagetkan penonton, namun juga diimbangi menghadirkan alunan musik waltz yang cozy di scene yang berbeda.

Berbeda dengan dengan pementasan lakon RSJ, Sampek Engtay, Operasi Sembelit, Opera Primadona, Opera Ular Putih, bila ingin dibandingkan, suguhan lakon Ibu di-rasa kurang menghibur. Dialog dalam lakon ini cenderung begitu-begitu saja, fl at. Isinya terus menasbihkan keadaan, bergunjing dan berfi losofi ihwal bagaimana dam pak dan memenangkan peperangan. Tapi harus diakui akting bebe-rapa pemainnya sangat kuat dan me mukau. Salah satunya adalah Sari Prianggoro yang berperan sebagai Ibu Brani yang apik: matang dan berkarakter. Ia mampu bertranfor-masi dari peran di lakon Sampek Engtay yang belum lama ini digelar, menjadi Ibu Brani.

Di atas pentas penonton disuguhi kekuatan karakter Ibu Brani yang tak gentar menghadapi tentara namun tak luput dari sosok manusia yang kadang lemah dan tak berdaya. Ibu Brani berhasil dijelmakan menjadi sosok pe-bisnis yang ulung melihat peluang di tengah masa sulit. Terkadang ia juga berani tampil dingin dengan menyum-pahi perdamaian yang baginya hanya akan membawakan kebangkrutan usahanya. Namun sisi kemanusiaanya juga muncul, terlebih saat menghadapi jenazah anak-anaknya yang dihabisi penjajah. Emosi penonton berhasil dibuat

campur aduk saat di salah satu adegan, diperlihatkan ba gai mana Ibu Brani tidak mau mengakui jenazah Fejos (Keju Swiss) demi keselamatannya.

Bicara perang dan korupsi lewat “Ibu”, beberapa ide dari pertunjukkan ini sekali lagi menyentil kondisi negara Indonesia saat ini, sesuai pesan materi aslinya. “Per da-maian-perdamaian itu di lagu tapi yang ada justru perang sepanjang asa. Perang itu penting untuk mempersatukan dan memperbaiki negara. Kalau suasana damai, orang justru jadi buas dan menyantap apa yang diinginkannya tanpa mempedulian moral. Semua barang diangkut ke kereta ke garis depan. Perang itu wajib diciptakan oleh pemimpin yang kreatif dengan berbagai jenis, ada yang halus ada yang kasar,” kata si juru rekrut tentara Matahari Hitam dalam dialog pementasan itu.

Sejatinya Naskah Bertolt Brecht yang diubah judulnya oleh Nano Riantiarno menjadi “Ibu” sudah dialih baha-sakan pada tahun 1987, dan baru sempa dipentaskan saat ini karena berbagai hal. Sebelum dipentaskan Nano melakukan revisi ulang terhadap naskah ini. Tidak ada yang berubah di dalamnya, namun Nano menuturkan ingin melihat naskah itu dipentaskan dengan mencam-pur Jerman dan Indonesia, atau sesuatu yang bersifat Nusantara. Maka di pentas akan nampak padi, tebu, te-rung, bawang, cabe, ketela, ubi kayu, dan palawija Eropa. “Moralitas yang kacau akibat penguasaan kapitalistik ter-hadap ekononi dan kebudayaan,” katanya.

Nano mengungkapkan bahwa Bertolt Brecht menga-takan bahwa dalam perang, yang kalah dan yang menang akan menerima kerugian. “Semuanya kalah, kelak mung-kin hanya urusan ekonomi dan juga politik yang mene-rima keuntungan. Kadang kebudayaan menjadi tidak pen-ting lagi, bahkan dihapuskan, ditiadakan,” terang pendiri kelompok Teater Koma yang berdiri sejak tahun 1977 itu. Sepertinya itulah yang terjadi kini, di sini.

S E N I

Page 39: Balance edisi 6.pdf

39VOLUME 006 TAHUN I

L E N S A A S S E T

L APANGAN Ramba punya harapan baru untuk menambah produksi sehingga tetap kinclong. Dibantu aparat keaman-an, Pertamina EP berhasil mengambil alih sepuluh lapangan di struktur terse-but yang sebelumnya dikuasai petam-

bang ilegal. “Ini menjadi tambahan harapan baru pe-ningkatan produksi minyak Pertamina EP untuk me-ningkatkan kontribusi energi bagi negeri,” ujar Agus Amperianto, PR Manager PT Pertamina EP.

Ia menegaskan keberadaan para penambang ilegal semakin meresahkan. Kegiatan mereka yang tanpa mengindahkan aspek HSSE (Health, Security, Safety dan Environment), sangat membahayakan lingkungan dan keamanan. Kebakaran sangat gampang terjadi se-perti beberapa waktu lalu. “Kami tidak rela kegiatan oknum yang tidak bertanggungjawab dalam pengelo-

laan yang keliru akan membahayakan lingkungan, serta merugikan Negara,” Agus menegaskan.

Pertamina EP berharap ada tindakan terpadu dan konsolidatif dari Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin dan aparat penegak hukum untuk membe-rikan penyuluhan bagi masyarakat. Sesuai dengan Permen ESDM No 01 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumur Tua, penambangan harus tetap berizin. Penambangan rakyat tak boleh dilakukan secara pero-rangan, tapi harus melalui koperasi.

Agus menyebutkan Pertamina akan terus berupa-ya menguasai kembali sumur-sumur yang dikuasai penambang ilegal. Sumur-sumur tua itu masih ekono-mis sehingga bisa berkontribusi pada peningkatan ne-gara. “Dengan pengelolaan PT Pertamina EP, dipasti-kan tambahan produksi lebih dari 200 BOPD,” ujar Agus Amperianto.

TAMBAHAN SEPULUH SUMUR DI LAPANGAN RAMBA

Universitas 11 Maret Surakarta (UNS), di Kampus UNS, Senin (4/11).

Pada kesempatan tersebut mahasiswa mendapatkan penjelasan tentang praktek media relations di kondisi nyata lapangan. “Hubungan dengan media sebaiknya di-bangun sejak awal. Pada kenyataannya banyak peristiwa yang tidak ada panduannya dan kita harus berimprovisa-si dan all out,” ujar Arya dalam pemaparannya.

Turut hadir dalam diskusi yang dihadiri 80 orang

UNTUK memberikan wawasan tentang kegiatan industri hulu migas secara kontinyu, Pertamina EP terus melaku-kan program edukasi kepada pelajar dan mahasiswa di wilayah operasi. Tak melulu yang berkaitan dengan pro-duksi, juga fungsi lain yang dilakukan Pertamina EP, se-perti yang dilakukan Asset 4 Legal & Relation Manager Arya Dwi Paramita saat menjadi nara sumber Seminar Komunikasi Kontemporer 2 Media Relations yang di-selenggarakan Program Studi Ilmu Komunikasi, FISIP

PERTAMINA EP MENGAJAR LAGI

Page 40: Balance edisi 6.pdf

40 TAHUN I VOLUME 006

L E N S A A S S E T

pengamanan kegiatan dan penanganan dampak.Pada kesempatan tersebut ketua panitia FGD Kepala

Humas SKK Migas Elan Biantoro menegaskan bahwa kegiatan ini merupakan implementasi Inpres No. 2 tahun 2012 tentang Percepatan Produksi Migas serta tindak lanjut Deklarasi Bojonegoro. “Diharapkan kegiatan ini dapat merumuskan solusi penyederhanaan dan penyelarasan perizinan, penyiapan lahan kegiatan operasi hulu migas KKKS. “Pemkab Bojonegoro tuan rumah sekaligus sebagai role model,” ujarnya dalam pemaparan tersebut.

Bupati Bojonegoro, Suyoto menegaskan bahwa perlu dilakukan inventarisasi semua permasalahan mulai dari pra eksplorasi, eksplorasi, pra eksploitasi, eksploitasi dan paska eksploitasi. “Ada empat hal masalah yang saling terkait yakni bisnis, teknis, legal tata kelola, dan sosial,” ujarnya.

Ketua Badan Legislatif DPRD Bojonegoro, Sigit menegaskan bahwa implementasi Inpres 2 tahun 2012 agar terwujud dan setiap isu sosial ekonomi pasti ada gesekan, oleh karena itu, imbuhnya, stakeholders harus diberi pemahaman.

Turut hadir pada kesempatan tersebut mewakili Pertamina EP VP Legal & Relation Aji Prayudi, PR Manager Agus Amperianto, Asset 4 Legal & Relation Manager Arya Dwi Paramita, dan Staf Humas Field Cepu Aulia Arbiani. Sementara itu mewakili JOB PPEJ dihadiri oleh General Manager Eddy Frits Dominggus beserta rombongan. Selain itu tampak hadir jajaran muspida kabupaten Bojonegoro.

Rencana pelaksanaan FGD akan dilaksanakan dalam dua tahap yakni Pra FGD pada Selasa - Kamis, 12 - 14 November 2014 di Bogor. Dalam tahapan ini dilakukan pembahasan awal materi FGD. Selanjutnya FGD direncanakan akan dilaksanakan pada 19 - 21 November 2014 di Surabaya. ADP

mahasiswa itu Sekertaris Program Studi Ilmu Komunikasi Tanti Hermawati S.Sos, M.Si dan Dra. Hj. Sofi ah, M.Si. Kehadiran Pertamina EP dalam kuliah umum dan seminar yang diselenggarakan oleh UNS adalah yang keempat kali sejak 2011 yang lalu. Kegiatan ini merupakan suatu bentuk nyata kepedulian perusahaan terhadap perkembangan pendidikan dalam arti sebenarnya. “Diharapkan rekan-rekan mahasiswa bisa memiliki perspektif yang lengkap tentang ilmu pengetahuan baik dari sisi kajian teori maupun dari sisi praktek nyata di lapangan dan siap saat memasuki dunia kerja,” ujar Arya.

Selain di Asset 4, program edukasi juga berlangsung di Asset 2. Kegiatan dilaksanakan di SMA Negeri 4 Prabumulih, SMA Negeri 7 Prabumulih dan SMA Negeri 1 Lembak. Dalam kegiatan itu, para siswa dikenalkan dengan semua kegiatan Pertamina, mulai dari operasional hingga kontribusinya kepada masyarakat. Menurut Asset 2 Gov & PR Asst. Manager, M.Echman. Para pelajar yang akan menjadi generasi penerus bangsa terutama mereka yang tinggal di daerah operasi hulu migas seharusnya memiliki pengetahuan yang lebih tentang migas.

“Kita tentu berharap, dari kegiatan edukasi ini minat dan pengetahuan pelajar mengenai kegiatan migas akan meningkat, dan siapa tahu justru dari mereka-mereka ini akan lahir pekerja-pekerja Pertamina di masa depan,” ujar Asset 2 Gov & PR Asst. Manager, M.Echman.

ROLE MODEL BOJONEGOROPERTAMINA EP bersama SKK Migas dan JOB PPEJ melakukan courtesy visit ke Bupati Bojonegoro memba-has persiapan Focus Group Discussion (FGD) sebagai tin-dak lanjut Deklarasi Bojonegoro di rumah dinas Bupati di Bojonegoro, Kamis (7/11). FGD ini diharapakan dapat memberikan rekomendasi dan solusi terkait isu perizinan, pengadaan lahan, dan sinergi komunikasi,

Page 41: Balance edisi 6.pdf

41VOLUME 006 TAHUN I

menekan suhu bumi yang semakin meningkat dan tentunya ikut melestarikan tanaman langka. “Yang jelas hal ini akan sangat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat dan bagi anak cucu kita nanti dalam menikmati lingkungan alam sekitarnya nanti,” tandasnya. ERMAN/ATIKA

PEMBAGIAN 1000 BUKU FIELD JATIBARANG

PT PERTAMINA EP Jatibarang Field realisasikan program CSR di bidang pendidikan dengan prog-ram “Pembagian 1000 buku”. Sekolah yang menjadi penerima program bantuan buku merupakan sekolah-sekolah yang berlokasi di wilayah Ring 1 PT Pertamia EP Field Jatibarang, tercatat ada 6 sekolah yang dipilih sebagai penerima program bantuan buku di antaranya SDN 4 Karanganyar, SDN 1 Sukra Wetan, SDN 2 Sukra, SMAN 1 Kedokan Bunder, SMK NU Sukra dan SMK Al - Basyari ah Kedokan Bunder.

Setiap sekolah menerima bantuan buku sebanyak 128 buku untuk setingkat SD, dan 131 buku untuk setingkat SMA/SMK. Adapun buku yang diberikan dalam program ini berupa buku pengetahuan umum, keterampilan, bisnis dan wirausaha, encyclopedia, dan kamus. Pemberian buku diserahkan langsung oleh Pjs. Jatibarang Legal & Relation Assistant Manager, Ifni Hidayat dan Jatibarang CSR Staff , Kikie Muhamad Rijkie. KIKI

SIAGA KEADAAN DARURAT FIELD LIMAUFIELD LIMAU lakukan pelatihan penanganan keadaan darurat (emergency drill) kebakaran di SP 2 Field Limau. (07/11). Dalam latihan tersebut, diskenariokan terjadi kebakaran wash tank di SP 2 Limau Barat sekitar pukul 13.45 WIB. Saksi mata yang merupakan salah seorang pekerja (operator) yang pertama kali melihat adanya api di area tank segera melaporkan ke nomor darurat

SERTIFIKASI PERAWATAN SUMUR LAPANGAN RAMBASELAMA empat hari, sejak 9 November 2013 Pertamina EP Field Ramba kembali mengadakan acara sertifi kasi perawatan sumur bagi operator. Acara ini diikuti Sebanyak 33 orang dari semua fi eld Asset 1 Field Ramba. Dengan sertifi kasi tersebut diharapkan produksi dapat berjalan secara efi sien dan selalu mengutamakan safety, peserta dapat semakin menguasai dan memahami SOP rig up/down, wire rope, serta prinsip-prinsip pengawasan dan kepemimpinan dalam membuat serta mengendali-kan program kerja. Setelah memperoleh berbagai materi dalam kelas pada hari terakhir peserta akan mengikuti ujian tulis dalam rangka sertifi kasi. MINANTI

KEANEKARAGAMAN HAYATI LAPANGAN PENDOPO

BEBERAPA waktu lalu Pertamina EP Field Pendopo melakukan aksi penanaman 2000 pohon sebagai upaya konservasi keanekaragaman hayati, khususnya tanaman langka. Ini merupakan komitmen untuk tetap menjaga dan melestarikan lingkungan sekitar daerah operasi, sekaligus menyukseskan Gerakan Penanaman Semiliar Pohon yang dicanangkan pemerintah.

Dua ribu pohon pohon yang siap tanam tersebut terdiri dari berbagai jenis, di antaranya kayu bawang, brambang lanang, tembesu dan bungur. Pohon-pohon langka tersebut ditanam di dalam lingkungan Komperta Pendopo dan sekitarnya.

“Pohon-pohon tersebut kita tanam di lahan-lahan strategis di dalam dan di pinggiran komplek perumahan Pertamina EP Pendopo”.

Menurut Pendopo Legal & Relations Asisstant Manager M. Haryono, Pertamina tidak ingin sekedar melakukan penghijauan semata, namun mengharapkan agar pohon yang ditanam mempunyai nilai tambah. Selain dapat dijadikan sebagai sarana penghijauan, peneduh dan memperindah lingkungan serta untuk

Page 42: Balance edisi 6.pdf

42 TAHUN I VOLUME 006

L E N S A A S S E T

security di extension 444.Petugas security melanjutkan laporan ke koordinator

TPKD yaitu Limau HSSE Asst. Manager dan diteruskan ke Limau Field Manager selaku Ketua Tim Penanggulangan Keadaan Darurat. Sementara itu operator dengan tangkas melakukan penanggulangan pertama dengan menghidupkan fi x fi re pump, foam system dan cooling system yang telah tersedia di SP 2.

Ketua TPKD kemudian menyatakan keadaan darurat dan menginstruksikan untuk mengaktifkan crisis centre dan keadaan darurat. Koordinator TPKD menginstruksi-kan kepada komandan Inti Tim PKD untuk mengumpul-kan tim PKD dan membunyikan sirine bergelombang se-lama 3 menit sebagai keadaan darurat dimulai, sementara itu menghubungi tim support, tim medis dan bantuan fi re truck dan crew dari Field Prabumulih.

Tim PKD Field Limau tiba di lokasi dan melakukan koordinasi dengan operator untuk memadamkan api di area wash tank. Anggota tim PKD lainnya berusaha membantu satu korban dengan memindahkan korban ke tempat yang aman dan memberikan bantuan P3K, sambil menunggu ambulance datang. Beberapa menit ke-mudian ambulance datang dan korban dirujuk ke rumah sakit terdekat.

Tim PKD lainnya yang bertugas menanggulangi tumpahan minyak langsung beraksi dengan melibatkan 1 unit vacuum truck guna mencegah terjadinya tumpahan minyak ke lingkungan. Sementara masyarakat yang seki-tar yang merasa terganggu dengan kondisi darurat dan terdapatnya tumpahan minyak ke arah kebun melakukan demo sehingga koordinator Tim PKD berkoordinasi de-ngan L & R untuk menenangkan masa dan melibatkan aparat desa. Pendemo dapat ditenangkan dan kondisi sudah pulih kembali.

“Diharapkan dengan adanya latihan dan simulasi ini TPKD dan pekerja dapat meningkatkan pengetahuan, keahlian dalam menangulangi keadaan darurat dan yang paling penting adalah kuasa diri, jangan panik bila menghadapi keadaan tersebut,” ujar Limau Field Manager Chalid Said Salim. WAWAN

GELIAT FIELD PAPUA

FIELD PAPUA mulai menggeliat. Setelah sekian lama tak melakukan pengeboran, lapangan Pertamina EP di paling timur itu mulai mengebor lagi. Penajakan direncanakan akan dilakukan di Sumur Kawista dan Sumur Kuansu.

Sebelum dimulainya pengeboran di Sumur Kawista, beberapa waktu lalu telah dilaksanakan upacara adat di lapangan produksi Klamono, Distrik Klamono, Kabupaten Sorong. Upacara adat dihadiri oleh pekerja PT Pertamina EP Asset 5 Papua Field, Bupati Sorong dalam hal ini diwakili oleh Asisten II, Gani Malagapi, Kepala Distrik Klamono, Yoel Kemesfl e, Kapolsek Klamono, Danramil Klamono, dan masyarakat pemilik ulayat Distrik Klamono.

Prosesi adat diawali dengan ketiga marga pemilik ulayat Klamono (marga Idik, marga Mambringgofok, dan marga Klawom) melakukan penyembelihan ayam putih dan diiringi doa dalam bahasa daerah Papua. Prosesi dilanjutkan dengan makan pinang, sirih, dan kapur bersama-sama antara masyarakat pemilik ulayat Klamono dan para undangan yang hadir dalam acara syukuran spudding sumur Kawista.

“Semoga pengeboran ini berhasil dan secara otomatis meningkatkan produksi minyak nasional pada umumnya dan produksi PEP Field Papua khususnya,” ujar Agus Salim Sitompul, mewakili Pertamina EP.

Bupati Sorong yang diwakili oleh Asisten 2, Gani Malagapi, mengatakan bahwa selaku stakeholder perlu mendukung setiap kegiatan PT Pertamina EP dalam mencari sumber-sumber minyak baru. “Bila perlu pengeboran tidak sampai di sini saja, tetapi ada lagi pengeboran berikutnya sehingga minyak tidak habis dalam waktu dekat sehingga bisa dinikmati oleh anak cucu kami selanjutnya,” ungkapnya. Gani Malagapi juga berpesan agar dalam melaksanakan kegiatannya, hen-daknya PT Pertamina EP juga memperhatikan kesejah-teraan keluarga pemilik ulayat Klamono. JARYATI

Page 43: Balance edisi 6.pdf

tumbuhbersama masyarakat membangun bangsa

CSR Pertamina EP

pep.pertamina.com

Page 44: Balance edisi 6.pdf

Keanekaragaman Hayatiuntuk

Masa Depan Bangsa

pep.pertamina.com