bab iv edited rina

20
4.1. Identifikasi Masalah Proses identifikasi masalah dilakukan melalui Laporan Tahunan Puskesmas Ambacang Kuranji tahun 2013, laporan Bulanan Puskesmas Ambacang Kuranji tahun 2013 dan 2014, dan wawancara dengan Kepala Puskesmas dan para penanggung jawab program di Puskesmas. Beberapa masalah di Puskesmas Ambacang Kuranji berdasarkan program wajib puskesmas adalah: Tabel 4.1. Identifikasi Masalah di Puskesmas Ambacang Kuranji Tahun 2013 No . Program Targ et Pencapaian Kesenjangan 1. Promosi Kesehatan - Cakupan D/S 80% 67,13% - 12,87% 2. Kesehatan Lingkungan -TTU -SAB -Rumah -Jamban Sehat -DAMIU 82% 100% 82% 72% 100% MMS: 13 dari 42 buah 1367 dari 1827 buah 1265 dari 1721 buah 1181 dari 1692 buah 8 dari 16 buah TMS: 29 buah 460 buah 456 buah 511 buah 8 buah 3. Program KIA & KB - Cakupan Kunjungan Ibu Hamil (K4) - Cakupan Kunjungan 93 % 72% 91,62% 50% -1,38% -22%

Upload: jhoni-akbar-dalimunthe

Post on 20-Jan-2016

96 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

rtrtr

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV Edited Rina

4.1. Identifikasi Masalah

Proses identifikasi masalah dilakukan melalui Laporan Tahunan Puskesmas

Ambacang Kuranji tahun 2013, laporan Bulanan Puskesmas Ambacang Kuranji

tahun 2013 dan 2014, dan wawancara dengan Kepala Puskesmas dan para

penanggung jawab program di Puskesmas. Beberapa masalah di Puskesmas

Ambacang Kuranji berdasarkan program wajib puskesmas adalah:

Tabel 4.1. Identifikasi Masalah di Puskesmas Ambacang Kuranji Tahun 2013

No. Program Target Pencapaian Kesenjangan

1. Promosi Kesehatan

- Cakupan D/S 80% 67,13% - 12,87%

2. Kesehatan Lingkungan

- TTU

- SAB

- Rumah

- Jamban Sehat

- DAMIU

82%

100%

82%

72%

100%

MMS:

13 dari 42 buah

1367 dari 1827 buah

1265 dari 1721 buah

1181 dari 1692 buah

8 dari 16 buah

TMS:

29 buah

460 buah

456 buah

511 buah

8 buah

3. Program KIA & KB

- Cakupan Kunjungan Ibu

Hamil (K4)

- Cakupan Kunjungan

Bumil, Bulin, Bufas

dengan Komplikasi Yang

ditangani

- Cakupan Kunjungan Ibu

Nifas Lengkap (KF 3)

- Cakupan Kunjungan

Bayi

- Cakupan Kunjungan

Neonatal RESTI Yang

Ditangani

93 %

72%

89%

93%

75%

91,62%

50%

80,97%

89,1%

46,3%

-1,38%

-22%

-8,03%

-3,9%

-28,7%

4. Program Gizi:

- D/S

- FE3 Bumil

80%

93%

67,13%

61,62%

- 12.87%

- 1.38%

Page 2: BAB IV Edited Rina

- Vit A Bufas

- ASI Eklusif (0-5 bulan)

Bulan Februari

Bulan Agustus

100%

75%

75%

98,02%

54,13%

66,67%

-1.98%

-0.87%

-8.33%

5. Program P2P

- Diare

- Penyakit DBD

- Suspek Penyakit Campak

- Penderita TB

BTA (+)

BTA RO (+)

Extra Paru

- Kasus gigitan hewan

penular rabies

- Malaria

- Pneumonia

- Filaruiasis

459 kasus

38 kasus

20 Kasus

40 Kasus

27 Kasus

12 Kasus

1 Kasus

21 kasus

1 kasus

86 Kasus

1 Kasus

Sumber: Laporan Tahunan 2013 Puskesmas Ambacang Kuranji

Dari tabel 4.1. didapatkan penyakit dengan kesenjangan terbesar adalah

cakupan kunjungan neonatal resiko tinggi yang ditangan. Sedangkan kasus

terbanyak yang terjadi pada program P2P adalah diare.

Sementara itu, terdapat 10 penyakit terbanyak di Puskesmas Ambacang,

yaitu:

Tabel 4.2. 10 Penyakit Terbanyak Di Puskesmas Ambacang Tahun 2013

No Nama PenyakitPenderita

JumlahLaki-Laki Perempuan

1 ISPA 2.462 3.046 5.508 (37,18%)

2 Peny PULPA & Jaringan

Periapikal543 936

1.470 (9,92%)

3 Reumatik Atritis 423 1.011 1.443 (9,74%)

4 Hipertensi 466 857 1.323 (8,93%)

5 Gastritis 445 774 1.219 (8,23%)

6 Demam yang tidak diketahui 525 619 1.144 (7,72%)

7 Penyakit Kulit Infeksi 549 538 1.087 (7,33%)

Page 3: BAB IV Edited Rina

8 Penyakit Kulit Allergi 309 479 788 (5,32%)

9 Diare 226 274 500 (3,37%)

10 Persistensi 120 209 329 (2,22%)

Jumlah 6.068 8.743 14.811 (100%)

Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Ambacang 2013

Dari tabel 4.2. didapatkan penyakit terbanyak yang terjadi di Puskesmas

Ambacang adalah ISPA, dan yang paling sedikit adalah persistensi.

Berdasarkan data-data di atas, maka didapatkan 5 masalah dalam program

Puskesmas Ambacang, yaitu:

1. Belum tercapainya target D/S tahun 2013 di Puskesmas Ambacang

Kuranji

Berdasarkan data tahun 2013 pencapaian D/S di Puskesmas Ambacang

Kuranji adalah 67,13%. Sedangkan target yang harus dicapai adalah 80%.

Berdasarkan grafik 4.1., untuk kelurahan Pasar Ambacang pencapaian D/S adalah

67,96%, kelurahan Anduring D/S adalah 63,76%, kelurahan Lubuk Lintah D/S

adalah 69,16% dan kelurahan Ampang 68,80%. Hal ini memang dibawah target

namun mengalami kenaikan dari pencapaian tahun 2012 yaitu 67,04% dan masih

mempunyai ketimpangan yang cukup jauh yaitu 12,87%. Hal ini masih perlu

menjadi perhatian dan kerja sama semua pihak baik lintas program maupun lintas

sektor dalam rangka meningkatkan kunjungan posyandu.

Grafik 4.1. Persentase D/S di wilayah kerja Puskesmas Ambacang tahun 2013

pasar aamba-

canganduring lubuk lintah ampang puskesmas

0

20

40

60

80

% D/S WILAYAH KERJA PUSKESMAS AMBACANG TAHUN 2013

target 80 %

Sumber : Laporan tahunan pada Tahun 2013

Page 4: BAB IV Edited Rina

2. Belum tercapainya target ASI Ekslusif pada tahun 2013 di Puskesmas

Ambacang Kuranji

Pencapaian ASI Ekslusif pada tahun 2013 adalah 54,13% pada bulan

Februari dan 66,67% pada bulan Agustus. Sedangkan target yang harus dicapai

pada kedua bulan tersebut adalah 75% dengan 404 sasaran.

Tabel 4.3. Persentase Pencapaian ASI Ekslusif di Wilayah Kerja Puskesmas Ambacang

NO Wilayah Kerja Persentase

1 Pasar Ambacang 46,51%

2 Anduring 55,38%

3 Lubuk Lintah 55,46%

4 Ampang 16,67%

5 Puskesmas 54,13%

Sumber: laporan tahunan puskesmas ambacang tahun 2013

Berdasarkan tabel 4.3., persentase pencapaian program untuk kelurahan

Pasar Ambacang adalah 46,51%, untuk kelurahan Anduring sebesar 55,38%,

untuk kelurahan Lubuk Lintah sebesar 55,46%, kelurahan Ampang 16,67%. Baik

puskesmas maupun keempat kelurahan tersebut belum mencapai target untuk

pelaksanaan program ASI ekslusif.

3. Tingginya angka kejadian DBD pada tahun 2013 di Puskesmas

Ambacang Kuranji

Berdasarkan data surveilans penyakit menular di Puskesmas Ambacang,

jumlah kasus DBD dari tahun 2011 sampai 2013 tidak konstan, dan cenderung

mengalami peningkatan. Pada tahun 2011 terdapat 58 kasus demam berdarah.

Tahun 2012 terjadi peningkatan kasus menjadi 61 kasus, meningkat 3 kasus dari

tahun sebelumnya.

Grafik 4.2. Cakupan Kasus Penyakit DBD di Puskesmas Ambacang Padang Tahun 2013

Page 5: BAB IV Edited Rina

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUS SEPT OKT NOV DES

0

2

4

6

8

10

12 11

8

1 12

3 3 3

2

5

3

1

JUMLAH : 43 kasus

Sumber : Laporan Surveilans tahun 2013

Dari grafik 4.2. diatas dapat dilihat kasus penderita penyakit DBD yang

tertinggi pada bulan Januari sebanyak 11 kasus yang paling sedikit pada bulan

Maret, April dan Desember masing-masing 1 kasus. Pada tahun 2013 terjadi 38

kasus, menurun 23 kasus dari tahun sebelumnya. Sedangkan pada tahun 2014,

pada bulan januari sudah terdapat 2 orang meninggal akibat DBD.

4. Meningkatnya kejadian ISPA pada bulan Maret 2014

Penyakit terbanyak yang berkunjung ke puskesmas Ambacang Padang pada

tahun 2013 yaitu penyakit ISPA sebanyak 37,18% atau 5508 kasus.

Grafik 4.3. Jumlah kasus ISPA di Puskesmas Ambacang.

Page 6: BAB IV Edited Rina

2011 2012 2013

ISPA 6880 9149 5508 NaN

% 31.04 38.4 37.18 NaN

Series 3 NaN NaN NaN NaN

500150025003500450055006500750085009500

Penyakit ISPA di Puskesmas AmbacangJu

mla

h

Sumber : Laporan Surveilans tahun 2011, 2012, dan 2013

Grafik 4.4. Jumlah kasus ISPA pada tahun 2014 di Puskesmas Ambacang.

Januari Februari Maret

Minggu 1 84 93 116

Minggu 2 99 107 122

Minggu3 107 106 NaN

Minggu 4 104 92 NaN

10

30

50

70

90

110

130

Penyakit ISPA 2014 di Puskesmas Ambacang

Jum

lah

Kasu

s

Sumber : Laporan Surveilans tahun 2011, 2012, dan 2013

Dari grafik 4.3. di atas, dapat dilihat terjadinya peningkatan kasus dari

tahun 2011 ke tahun 2012, dan penurunan kasus dari tahun 2012 ke tahun 2013.

Pada tahun 2014 (grafik 4.4.) terjadi peningkatan pada bulan Maret, sedangkan

Page 7: BAB IV Edited Rina

pada bulan Januari dan Februari tidak jauh berbeda. Pada bulan Maret minggu

pertama terdapat 116 kasus, sedangkan minggu kedua terdapat 122 kasus.

Peningkatan kasus pada bulan Maret 2014 ini kemungkinan disebabkan

terjadinya bencana kabut asap di Riau hingga Sumatera Barat. Selain itu,

penggunaan masker dan pengetahuan masyarakat tentang ISPA juga mungkin

mempengaruhi tingginya angka ISPA pada bulan Maret ini.

5. Meningkatnya penyakit diare pada tahun 2013 di Puskesmas Ambacang

Kuranji Diare

Penederita diare di Puskesmas Ambacang sebanyak 459 kasus pada tahun

2013. Diare berada di urutan pertama dalam kasus di program P2P terbanyak.

Gambar 4.3. Grafik Cakupan Kasus Penyakit Diare di Puskesmas Ambacang

Tahun 2013

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUS SEP OKT NOV Des

0

10

20

30

40

50

60 54

3933

46

3747

3

5260

43 45

31

Jumlah : 459 Kasus

Dari gambar 4.3., dapat dilihat bahwa kasus diare yang paling banyak

terdapat pada bulan September yaitu 60 kasus dan yang paling sedikit paada bulan

Juli terdapat sebanyak 3 kasus.

4.2. Prioritas Masalah

Masalah yang ditemukan dalam program puskesmas tidak memungkinkan

untuk diselesaikan sekaligus atau seluruhnya, sehingga perlu dilakukan prioritas

masalah yang merupakan masalah terbesar. Dalam hal ini teknik yang kami

gunakan adalah teknik skoring. Dari masalah tersebut akan dibuat plan of action

untuk meningkatkan dan memperbaiki mutu pelayanan.

Page 8: BAB IV Edited Rina

Kriteria nilai yang digunakan adalah sebagai berikut:

- Urgensi: Merupakan tolak ukur penilaian masalah berdasarkan tingkat

kepentingan penyelesaian suatu masalah.

Nilai 1 : tidak penting

Nilai 2 : kurang penting

Nilai 3 : cukup penting

Nilai 4 : penting

Nilai 5 : sangat penting

- Intervensi: Merupakan tolak ukur penilaian masalah berdasarkan tingkat

kesulitan yang akan dihadapi dalam melakukan penyelesaian masalah

Nilai 1 : tidak mudah

Nilai 2 : kurang mudah

Nilai 3 : cukup mudah

Nilai 4 : mudah

Nilai 5 : sangat mudah

- Biaya: Merupakan tolak ukur penilaian masalah berdasatkan besarnya biaya yang

dibutuhkan dalam penyelesaian masalah

Nilai 1 : sangat mahal

Nilai 2 : mahal

Nilai 3 : cukup murah

Nilai 4 : murah

Nilai 5 : sangat murah

- Mutu: Merupakan tolak ukur penilaian masalah berdasarkan kemungkinan

peningkatan mutu puskesmas setelah dilaksanakannya upaya-upaya pemecahan

masalah

Nilai 1 : sangat rendah

Nilai 2 : rendah

Nilai 3 : sedang

Nilai 4 : tinggi

Nilai 5 : sangat tinggi

Tabel 4.1. Prioritas Masalah

Page 9: BAB IV Edited Rina

Kriteria Urgensi Intervensi Biaya Mutu Total Rank

Belum tercapainya target D/S

tahun 2013 di Puskesmas

Ambacang Kuranji

4 3 3 3 13 IV

Tingginya angka kejadian

DBD pada tahun 2013 di

Puskesmas Ambacang

Kuranji

4 3 4 4 15 II

Meningkatnya kejadian ISPA

pada bulan Maret 20144 4 4 4 16 I

Meningkatnya penyakit diare

pada tahun 2013 di

Puskesmas Ambacang

Kuranji

4 3 3 4 14 III

Belum tercapainya target ASI

Ekslusif pada tahun 2013 di

Puskesmas Ambacang

Kuranji

4 3 2 3 12 V

Dari tabel penilaian prioritas masalah di atas, kami mengambil prioritas

yang pertama untuk Plan Of Action yaitu terdapatnya meningkatnya kejadian

ISPA pada bulan Maret 2014 di wilayah kerja Puskesmas Ambacang. Penulis

menganggap perlu untuk menganalisis di wilayah kerja Puskesmas Ambacang

guna mencari solusi dan meningkatkan taraf kesehatan masyarakat khususnya di

wilayah kerja puskesmas Ambacang.

Keterangan :

1. Belum tercapainya target D/S tahun 2013 di Puskesmas Ambacang

Kuranji

Urgensi 4: Tingkat kepentingan penyelesaian masalah D/S dinilai penting.

Penimbangan bayi dan balita yang dilakukan rutin dan teratur bisa mendeteksi

gangguan gizi sehingga bisa dilakukan intervensi dini. Gangguan gizi sejak dini

Page 10: BAB IV Edited Rina

bisa meningkatkan angka mortalitas dan morbiditas pada bayi dan balita, sehingga

menjadi masalah utama bagi daerah tersebut. Selain itu masalah gizi buruk yang

disebabkan oleh kurangnya intervensi dan deteksi dini juga mencerminkan

kesejahteraan suatu wilayah. Namun, pada pelaksanaannya yang terpenting disini

adalah pemantauan terhadap status gizi itu sendiri. Dan untuk itu diperlukan

keaktifan petugas atau kader untuk turun langsung ke lapangan

Intervensi 2: Tingkat kesulitan penyelesaian masalah penanggulangan D/S dinilai

sulit. Pelaksanaan penimbangan balita ini dijalankan bersama program posyandu,

sehingga jika angka kunjungan posyandu meningkat diharapkan angka D/S dapat

ditingkatkan. Selain itu dengan penyuluhan dan pemberian makanan tambahan

(PMT) saat dilakukan posyandu juga akan meningkatkan angka kunjungan

posyandu sekaligus sebagai upaya intervensi terhadap balita dengan gizi kurang.

Namun, hal ini membuat paradigma yang berbeda di masyarakat, misal, kalau ada

PMT mereka datang, kalau tidak kunjungan berkurang. Dan untuk saat ini sumber

biaya untuk memperoleh PMT itu sendiri menjadi kendala.

Biaya 3: Besarnya biaya penanggulan D/S dinilai cukup murah karena diperlukan

biaya yang cukup besar untuk pengadaan berbagai sarana seperti dacin, dan

meteran. Selain itu pengadaan makanan tambahan untuk balita juga memerlukan

biaya yang cukup besar.

Mutu 4: Kemungkinan peningkatan mutu setelah dilaksanakan upaya pemecahan

masalah dinilai tinggi karena dengan tercapainya cakupan penimbangan balita di

wilayah kerja Puskesmas Ambacang, maka penyakit-penyakit yang disebabkan

oleh gangguan gizi seperti marasmus dan kwarshiorkor dapat dicegah. Selain itu

hal ini juga dapat mendeteksi secara dini gangguan pertumbuhan dan

perkembangan pada anak.

2. Tingginya angka kejadian DBD pada tahun 2013 di Puskesmas

Ambacang Kuranji

Page 11: BAB IV Edited Rina

Urgensi 4: Tingkat kepentingan penyelesaian masalah DBD dinilai penting karena

penyakit ini menyebabkan dampak yang buruk bagi pasien jika tidak ditangani

segera. Kejadian meninggalnya 2 orang penderita DBD pada Januari 2014 harus

menjadi perhatian bagi tenaga kesehatan.

Intervensi 3: Tingkat kesulitan penyelesaian masalah penanggulangan DBD

dinilai cukup mudah. Penyakit ini dipengaruhi oleh kondisi sanitasi lingkungan

masyarakat, yaitu jika terdapat air-air tergenang di pekarangan atau dalam rumah

yang merupakan tempat bertelurnya jentik nyamuk vektor DBD. Dengan

pemberantasan jentik yang berkala dan kesadaran masyarakat akan sanitasi

lingkungan yang bersih maka DBD bisa diatasi.

Biaya 4: Besarnya biaya penanggulan DBD dinilai murah karena penyakit ini

menjadi perhatian bagi sector kesehatan, sehingga program-program seperti

fogging, pemberantasan sarang nyamuk dan pembagian abate sudah diprogramkan

dalam pembiayaan puskesmas.

Mutu 3: Kemungkinan peningkatan mutu setelah dilaksanakan upaya pemecahan

masalah dinilai sedang karena penyakit ini dinilai sebagai penyakit mematikan

apabila tidak ditanggulangi dengan segera.

3. Meningkatnya kejadian ISPA pada bulan Maret 2014

Urgensi 4: Tingkat kepentingan penyelesaian masalah ISPA ini dinilai penting

karena ISPA merupakan penyakit yang selalu menjadi peringkat pertama di

Puskesmas Ambacang. Akibat bencana kabut asap pada awal Maret 2014

menyebabkan peningkatan penderita ISPA di Puskesmas Ambacang. Hal ini

berakibat buruk terhadap faktor risiko terjadinya infeksi saluran nafas yang lebih

berbahaya seperti pneumonia.

Intervensi 4: Tingkat kesulitan penyelesaian masalah penanggulangan ISPA

dinilai mudah karena ISPA merupakan penyakit yang tidak langsung

menyebabkan kematian. Namun bukan berarti penyakit ini selalu

Page 12: BAB IV Edited Rina

dikesampingkan. Intervensi kejadian ISPA akibat kabut asap harus segera diatasi.

Masyarakat, tenaga kesehatan dan lintas sektoral harus bekerjasama

menyelesaikan permasalahan ISPA. Intervensi yang bisa dilakukan misalnya

dengan melakukan penyuluhan, sosialisasi kepada masyarakat untuk menutup

hidung saat keluar rumah.

Biaya 4: Besarnya biaya penanggulan ISPA dinilai murah karena untuk

menurunkan kejadian ISPA hanya diperlukan pencegahan dengan menjaga

kesehatan, menghindari lingkungan yang berpolusi dengan menggunakan masker

saat berkendara dan menghindari penderita ISPA lain agar tidak tertular.

Mutu 4: Kemungkinan peningkatan mutu setelah dilaksanakan upaya pemecahan

masalah dinilai tinggi karena dengan menurunnya kejadian ISPA, maka penularan

ISPA terhadap balita bisa dikurangi. Dan kejadian pneumonia yang berdampak

buruk terhadap tumbuh kembang anak bisa dikurangi.

4. Meningkatnya penyakit diare pada tahun 2013 di Puskesmas Ambacang

Kuranji

Urgensi 4: Tingkat kepentingan penyelesaian masalah diare dinilai penting karena

diare merupakan penyakit berbasis lingkungan yang bisa berdampak buruk

terhadap kesehatan. Permasalahan ini sering diakibatkan kesehatan lingkungan

yang kurang baik. Selain itu, diare yang tidak ditanggulangi bisa menyebabkan

dehidrasi hingga syok hipovolemik.

Intervensi 3: Tingkat kesulitan penyelesaian masalah penanggulangan diare dinilai

cukup mudah karena berhubungan dengan sanitasi lingkungan masyarakat. Jika

perbaikan sanitasi lingkungan dapat diatasi, maka penanggulangan diare akan

bagus. Berdasarkan laporan tahun Puskesmas Ambacang tahun 2013,

permasalahan dari program kesehatan lingkungan adalah tempat-tempat umum,

sanitasi air bersih, jamban sehat dan depot air minum isi ulang. Kegiatan

intervensi yang bisa dilakukan adalah dengan mengecek setiap tempat, pemberian

penyuluhan, pengecekan kadar bakteri pada DAMIU hingga pemberian izin.

Page 13: BAB IV Edited Rina

Biaya 3: Besarnya biaya penanggulan diare dinilai cukup murah karena termasuk

dalam program kesehatan lingkungan dengan melakukan pengecekan, pemberian

penyuluhan dan pemberian izin.

Mutu 4: Kemungkinan peningkatan mutu setelah dilaksanakan upaya pemecahan

masalah dinilai tinggi karena kebersihan lingkungan masyarakat dapat

menurunkan kejadian diare.

5. Belum tercapainya target ASI Ekslusif pada tahun 2013 di Puskesmas

Ambacang Kuranji

Urgensi 4: Tingkat kepentingan penyelesaian masalah ASI Ekslusif dinilai

penting karena ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi. Dalam ASI terkandung

semua zat gizi yang diperlukan oleh tubuh bayi dan zat imun yang meningkatkan

kekebalan tubuh bayi terutama terhadap penyakit infeksi. Dan penyakit ini masih

menjadi masalah utama yang menyebabkan angka kesakitan dan kematian bayi

masih tinggi di Indonesia.

Intervensi 3: Tingkat kesulitan penyelesaian masalah penanggulangan ASI

Ekslusif dinilai cukup mudah. Hal ini disebabkan karena rendahnya pemberian

ASI eksklusif dipengaruhi oleh rendahnya pengetahuan masyarakat terhadap

manfaat ASI tersebut. Untuk meningkatkan angka pemberian ASI eksklusif

tersebut perlu dukungan dari berbagai pihak, tidak hanya ibu dan keluarga saja

tapi juga pemerintah.

Biaya 3: Besarnya biaya penanggulan ASI Ekslusif dinilai cukup murah.

Pemberian ASI eksklusif bisa menurunkan angka kesakitan dan kematian pada

bayi, dengan kata lain bisa menurunkan biaya yang ditimbulkan untuk perawatan

bayi yang sakit baik itu dari pemerintah dan dari keluarga. Selain itu pemberian

ASI saja sampai usia 6 bulan bisa menghemat biaya yang dikeluarkan untuk

pembelian susu formula.

Page 14: BAB IV Edited Rina

Mutu 3: Kemungkinan peningkatan mutu setelah dilaksanakan upaya pemecahan

masalah dinilai sedang karena menurunnya angka kesakitan bayi akan membuat

pertumbuhan dan perkembangan bayi optimal. Sehingga nanti akan tercipta anak-

anak yang cerdas dan memperbaiki generasi bangsa.