anmal rina

53
Nama : Rina Novitriani NIM : 04121401092 Analisis Masalah 1. Apa makna klinis dari BAB cair tidak ada lendir dan tidak ada darah ? Jawab : Berdasarkan etiologi atau penyebab diare bisa dibedakan menjadi : - Diare akut et causa Rotavirus Penyebab utama diare pada anak-anak terutama usia < 2 tahun, dipengaruhi musim, diduga faktor kelembaban yang rendah menaikkan survival virus. Gambaran Klinis : 1. Inkubasi: 1-4 hari. 2. Respon terhadap infeksi rotavirus bervariasi: mulai dari subklinis, diare ringan s/d berat bahkan dapat mengakibatkan kematian. 3. Gambaran utama: Demam (>38 0 C). Konsistensi feses cair. Dehidrasi. Muntah. 4. Biasanya: berat pada infant & anak balita, tetapi kurang berat pada neonatus dan dewasa. 5. Lama gejala: 4-5 hari. 6. Virus shedding: 6-10 hari.

Upload: ignatius-aldo

Post on 23-Dec-2015

99 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

asd

TRANSCRIPT

Page 1: Anmal Rina

Nama : Rina Novitriani

NIM : 04121401092

Analisis Masalah

1. Apa makna klinis dari BAB cair tidak ada lendir dan tidak ada darah ?Jawab :

Berdasarkan etiologi atau penyebab diare bisa dibedakan menjadi :

- Diare akut et causa Rotavirus

Penyebab utama diare pada anak-anak terutama usia < 2 tahun,

dipengaruhi musim, diduga faktor kelembaban yang rendah menaikkan 

survival virus.

Gambaran Klinis :

1.  Inkubasi: 1-4 hari.

2. Respon terhadap infeksi rotavirus bervariasi: mulai dari subklinis, diare

ringan s/d berat bahkan dapat mengakibatkan kematian.

3. Gambaran utama:

◦  Demam (>380C).

◦  Konsistensi feses cair.

◦  Dehidrasi.

◦  Muntah.

4. Biasanya: berat pada infant & anak balita, tetapi kurang berat pada

neonatus dan dewasa.

5. Lama gejala: 4-5 hari.

6. Virus shedding: 6-10 hari.

- ETEC (Entero Toxigenic E. coli)

Bakteri ini biasanya menyebar melalui makanan dan air yang

terkontaminasi.

Manifestasi klinik:

· Diare cair yang mendadak

· Nyeri abdomen

· Nausea

Page 2: Anmal Rina

· Muntah

· Sedikit atau tidak adanya demam

- Intoleransi laktosa

Ketidakmampuan sistem pencernaan tubuh untuk mencerna laktosa karena

kurangnya enzim pencernaan yaitu laktase dalam usus. Klasifikasi:

1. Congenital : diturunkan dari generasi ke generasi, bayi tersebut akan

intoleran terhadap laktosa pada ASI ibunya sendiri sehingga akan terjadi

diare sejak lahir.

2. Primer : secara normal, tubuh memproduksi lactase dalam jumlah besar

pada kelahiran dan balita, saat susu menjadi sumber utama nutrisi.

Produksi ini akan berkurang jika sumber makanan kita mulai bervariasi

dan kurangnya asupan susu.

3. Sekunder : produksi lactase berkurang setelah seseorang mengalami

penyakit, operasi pada usus. Keadaan ini hanya akan berlangsung beberapa

waktu dan akan pulih tetapi jika disebabkan oleh penyakit jangka panjang

maka akan bersifat permanent.  

Gejala klinik :

1. diare

2. kram perut

3. flatulensi

4. muntah (anak-anak)

5. perut tidak nyaman

Berdasarkan gejala klinik kita bisa membedakan diare menjadi :

Diare akut

- Disentri merupakan peradangan pada usus besar yang ditandai dengan

sakit perut dan buang air besar yang encer secara terus menerus (diare)

yang bercampur lendir dan darah. Berdasarkan penyebabnya, diare

dibedakan atas:

Page 3: Anmal Rina

- Disentri amuba, infeksi parasit Entamoeba histolytica

- Disentri basiler, infeksi bakteri golongan Shigella

Pada disentri basiler, penderita mengalami diare yang hebat yaitu

mengeluarkan feses yang encer hingga 20-30 kali sehari sehingga menjadi

lemas, kurus dan mata cekung karena kekurangan cairan tubuh

(dehidrasi). Gejala lainnya yaitu perut terasa nyeri dan mengejang.

- Kolera adalah penyakit diare akut, yang disebabkan oleh infeksi usus

akibat terkena bakteria Vibrio Cholerae. Bakteri ini masuk kedalam tubuh

seseorang melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi serta tinja

orang yang telah terinfeksi. Gejala dimulai dalam 1-3 hari setelah

terinfeksi bakteri, mulai dari diare ringan-tanpa komplikasi sampai diare

berat-yang bisa berakibat fatal.

Diagnosa Gejala Kolera :

- Diare yang encer dan berlimpah tanpa didahului oleh rasa mulas atau

tenesmus. Diare terjadi berkali-kali dan dalam jumlah yang cukup

banyak.

- Feces (tinja) yang semula berwarna dan berbau berubah menjadi

cairan putih keruh (seperti air cucian beras) tanpa bau busuk ataupun

amis, tetapi seperti manis yang menusuk.

- Feces (cairan) yang menyerupai air cucian beras ini bila diendapkan

akan mengeluarkan gumpalan-gumpalan putih.

- Terjadinya muntah setelah didahului dengan diare yang terjadi,

penderita tidaklah merasakan mual sebelumnya.

- Kejang otot perut bisa juga dirasakan dengan disertai nyeri yang

hebat.

Berdasarkan penjelasan di atas dan juga makna klinis yang dialami oleh pasien

maka kemungkinan penyebab diare pada anak ini bisa karena rotavirus atau

E.coli. Dan makna dari BAB cair tidak disertai dengan lendir dan darah adalah

untuk menyingkirkan diagnosis banding lain yaitu disentri.

Cairan yang keluar : 1 sendok : 8-10 ml ( kesehatan : 15 ml ) jadi total cairan keluar

adalah : (224 ml-350 ml).

Page 4: Anmal Rina

= 7 x 4 x 8 = 224 ml

= 7 x 5 x 10 =350 ml

2. Bagaimana riwayat nutrisi pada Willy ? Apakah sudah benar ? Jelaskan dan hubungkan dengan kasus!Jawab :

Pemberian makanan tambahan pada bayi sebaiknya diberikan setelah bayi lebih dari enam bulan atau setelah pemberian ASI eksklusif karena pada usia tersebut kebutuhan nutrisi masih terpenuhi melalui ASI, selain itu pemberian ASI akan mengurangi faktor resiko jangka pendek seperti diare. Bayi yang lebih cepat mendapatkan makanan tambahan akan lebih rentan terhadap penyakit infeksi seperti infeksi telinga dan pernapasan, diare, resiko alergi, gangguan pertumbuhan dan perkembangan bayi (Arisman, 2004)

Hal ini sesuai dengan Rosidah (2004) yang mengatakan bahwa jika diberikan makanan tambahan akan dapat menggantikan ASI dimana bayi akan minum ASI lebih sedikit dan Ibu akan memproduksinya berkurang maka kebutuhan nutrisi bayi tidak terpenuhi dan faktor-faktor pelindung dari ASI menjadi sedikit, sehingga kemungkinan terjadi risiko infeksi meningkat, dimana pada usus yang immature, system pelindung tubuh masih lemah dan gagal berfungsi.

Maka hal ini sesuai dengan pernyataan Soraya (2005) bahwa pemberian makanan tambahan yang ditinjau dari jenis, frekuensi dan jumlah yang tidak disesuaikan dengan perkembangan usia anak akan menimbulkan efek yang negative misalnya gangguan pada pencernaan dan berbagai penyakit infeksi yang dapat mengakibatkan kekurangan zat gizi sehingga bisa mempengaruhi gangguan pertambahan berat dan panjang badan bayi dan disamping itu pula dengan pemberian makanan tambahan tersebut bayi akan kenyang dengan makan dan kurang asupan ASI eksklusif maka senada dengan hal tersebut bisa memicu tingginya gangguan pada saluran pencernaan bayi. Menurut Pudjiadi (2005), menunda pemberian makanan padat memberikan kesempatan pada sistem pencernaan bayi untuk berkembang lebih matang. Karena sebenarnya bayi siap untuk makan makanan padat, baik secara pertumbuhan maupun secara psikologis, pada usia 6-9 bulan. Bila makanan padat sudah mulai diberikan sebelum sistem pencernaan bayi siap untuk menerimanya, maka makanan tersebut tidak dapat dicerna dengan baik dan dapat menyebabkan reaksi yang tidak menyenangkan (gangguan pencernaan, timbulnya gas, konstipasi). Pencernaan protein belum sempurna pada bayi. Asam lambung dan pepsin disekresi pada saat lahir dan baru dalam 3 sampai 4 bulan terakhir jumlahnya meningkat mendekati jumlah untuk orang dewasa. Amylase, enzim yang diproduksi oleh pancreas belum mencapai jumlah yang cukup untuk mencernakan makanan kasar sampai usia sekitar 6 bulan. Dan enzim pencernaan karbohidrat seperti maltase, isomaltase dan sukrase belum mencapai level orang dewasa sebelum 7 bulan. Bayi juga memiliki jumlah lipase dan

Page 5: Anmal Rina

bile salts dalam jumlah yang sedikit, sehingga pencernaan lemak belum mencapai level orang dewasa sebelum usia 6-9 bulan. Dari data tersebut mendukung pada hasil penelitian ini yang didapatkan bahwa sebagian besar mengalami diare sebanyak 20 bayi (40%) dan sebanyak 17 bayi (34%) yang mempunyai frekuensi sering. Sehingga bisa disimpulkan bahwa kemungkinan efek yang ditimbulkan akibat dari pemberian makanan tambahan ini terlihat secara langsung, memang dari awal bila bayi diberikan makanan tambahan justru akan memberikan efek yang tidak baik pada kesehatannya, berdasarkan uraian yang dijelaskan di atas bahwa sistem pencernaan bayi belum sempurna sehingga harus bekerja lebih keras lagi untuk mengolah dan memecah makanan dan kemungkinan masih berlanjut pada interval umur selanjutnya.

Bayi yang diberi  susu formula akan mengalami growth faltering melalui 2 faktor yaitu tidak mendapatkan cukup energi dan zat gizi lain serta lebih mudah terkena infeksi ( King& Burges, 1996). Bayi tidak mendapat cukup energi, terutama pada bayi-bayi yang masih menyusui ASI dengan ditambah susu formula. Penelitian yang dilakukan oleh Giovanni M, et al (2004) di Italia menunjukkan bahwa pemberian susu formula akan menurunkan durasi menyusu ASI pada bayi. Ada beberapa faktor yang mempengaruhinya, diantaranya adalah karena bayi sudah merasa kenyang, produksi ASI yang kurang dan kesulitan adaptasi peralihan gaya menyusu dari menyusu botol kepada menyusu payudara ibu, atau biasa disebut dengan ”bingung puting susu” (Fernandez et al , 1993).

Bayi yang diberi ASI dengan ditambah susu formula akan kesulitan untuk beralih gaya menyusu pada saat menyusu ASI. Bayi  akan cenderung menerapkan gaya menyusu botolnya pada saat menyusu ASI, akibatnya aliran ASI  akan tidak lancar  dan berkurang karena sedotan yang  tidak maksimal, sementara bayi juga sudah terbiasa menyusu secara cepat. Hal ini membuat bayi kemungkinan hanya akan mendapatkan  Foremilk, yaitu ASI yang keluar pada menit pertama, dengan komposisi lebih   banyak mengandung air daripada lemak, sementara Hindmilk yaitu  ASI yang keluar pada menit berikutnya, dengan komposisi  tinggi lemak, tidak sempat diisap oleh bayi, padahal Hindmilk akan lebih dapat mengenyangkan dan memberi energi yang cukup untuk pertumbuhan bayi (Fernandez et al 1993),  akibatnya bayi tersebut akan kekurangan energi dari sumber ASI, di lain pihak, pemberian susu formula belum sesuai dengan kebutuhan bayi, sehingga bayi akan mengalami kekurangan zat-zat gizi untuk pertumbuhannya.

Page 6: Anmal Rina

I. KEBIJAKAN TENTANG PEMBERIAN MAKAN PADA BAYI

Memberikan Air Susu Ibu (ASI) segera setelah lahir – dalam waktu 1 jam pertama. Memberikan hanya ASI saja atau ASI eksklusif sejak bayi lahir sampai umur 6 bulan. Memberikan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) pada bayi mulai umur 6 bulan. Tetap memberikan ASI sampai anak umur 2 tahun atau lebih.

Page 7: Anmal Rina

II. PEMBERIAN ASI (MENYUSUI)

Pemberian ASI merupakan metode pemberian makan bayi yang terbaik, terutama pada bayi umur kurang dari 6 bulan, selain juga bermanfaat bagi ibu.

ASI mengandung semua zat gizi dan cairan yang dibutuhkan untuk memenuhi seluruh gizi bayi pada 6 bulan pertama kehidupannya.

Pada umur 6 sampai 12 bulan, ASI masih merupakan makanan utama bayi, karena mengandung lebih dari 60% kebutuhan bayi. Guna memenuhi semua kebutuhan bayi, perlu ditambah dengan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI).

Setelah umur 1 tahun, meskipun ASI hanya bisa memenuhi 30% dari kebutuhan bayi, akan tetapi pemberian ASI tetap dianjurkan karena masih memberikan manfaat.

Dalam situasi darurato Menyusui menjadi lebih penting karena sangat terbatasnya sarana untuk

penyiapan susu formula, seperti air bersih, bahan bakar dan kesinambungan ketersediaan susu formula dalam jumlah yang memadai.

o Pemberian susu formula akan meningkatkan risiko terjadinya diare,

kekurangan gizi dan kematian bayi. o Sumbangan susu formula dari donor, maka distribusi maupun penggunaannya

harus di monitor oleh tenaga yang terlatih. Susu formula hanya boleh diberikan pada keadaan sangat terbatas, yaitu:

Telah dilakukan penilaian terhadap status menyusui dari ibu, dan relaktasi tidak memungkinkan.

Diberikan hanya kepada anak yang tidak dapat menyusu, misalnya: anak piatu dll

Bagi bayi piatu dan bayi yang ibunya tidak lagi bisa menyusui, persediaan susu formula harus dijamin selama bayi membutuhkannya.

Diusahakan agar pemberian susu formula dibawah supervisi dan monitoring yang ketat oleh tenaga kesehatan terlatih.

Ibu atau pengasuh bayi perlu diberi informasi yang memadai dan konseling tentang cara penyajian susu formula yang aman dan praktek pemberian makan bayi yang tepat.

Sedapat mungkin susu formula yang di produksi oleh pabrik yang melanggar Kode Internasional Pemasaran Susu Formula jangan/tidak boleh diterima.

Susu Kental Manis dan Susu cair tidak boleh diberikan kepada bayi berumur kurang dari 12 bulan.

Susu formula diberi label dengan petunjuk yang jelas tentang cara penyajian, masa kadaluwarsa minimal 1 tahun, dalam bahasa yang dimengerti oleh ibu, pengasuh atau keluarga.

Page 8: Anmal Rina

Botol dan dot tidak boleh di distribusikan dan tidak dianjurkan untuk digunakan. Pemberian susu formula hendaknya menggunakan cangkir atau gelas.

o Susu bubuk skim tidak boleh diberikan sebagai komoditas tunggal atau

sebagai bagian dari distribusi makanan secara umum, karena dikhawatirkan akan digunakan sebagai pengganti ASI.

III. MAKANAN PENDAMPING ASI (MP-ASI)

MP-ASI hanya boleh diberikan setelah bayi berumur 6 bulan. MP-ASI sebaiknya disediakan berdasarkan bahan lokal (bila memungkinkan). MP-ASI harus yang mudah dicerna. Pemberian MP-ASI disesuaikan dengan umur dan kebutuhan gizi bayi. MP-ASI harus mengandung kalori dan mikronutrien yang cukup.

Jumlah MPASI yang dibutuhkan :

6-8 bulan 2-3x sehari

9-11 bulan 3-4 kali sehari

12-24 bulan tambahkan 1-2 snacks sehari ( buah yang lembut, roti dengan

selai kacang )

Apabila jumlah makanan yang dikonsumsi oleh anak sedikit, maka frekuensi makan

dapat ditingkatkan.

Pada usia 8 bulan anak sudah dapat diberikan makanan yang dipotong kecil-kecil

( finger food )

Pada usia 12 bulan sebagian anak sudah bisa makan makanan keluarga ( namun,

dari WHO menganjurkannya pada usia 2 tahun )

Syarat MPASI :

1. Timely MPASI diberikan ketika dibutuhkan energy dan nutrisi yang lebih

adekuat selain ASI.

2. Adequate Hasrus mengandung energy, protein yang micronutrient yang cukup.

3. Properly Fed diberikan sesuai dengan sinyal-anaknya untuk apetite dan kenyang

dan bahwa frekuensi makan dan metode makan nya sesuai dengan usianya.

4. Safe MPASI harus bersih dan higienis, mulai dari tempat penyimpanan, hingga

digunakan.

MPASI yang baik adalah:

Page 9: Anmal Rina

Kaya akan kalori, protein dan mikronutrien (terutama zat besi, zink, calcium,

vitamin A, vitamin C dan asam folat)

Bersih dan aman

Bebas patogen

Bebas zat kimia atau toksin

Bebas tulang atau biji keras yang dapat membuat bayi tersedak

Tidak diberikan dalam keadaan panas

Tidak pedas atau asin

Mudah ditelan

Disukai oleh bayi

Mudah didapat dan terjangkau

Mudah disiapkan

Orang tua masih dapat memberikan MPASI yang dibuat sendiri, asal makanan

tersebut mengandung mikronutrien zat besi, zink, calcium, tiamin, asam folat, vitamin

C, vitamin A dan lemak. Jenis makanan yang dapat dipilih adalah:

Makanan pokok : mengandung karbohidrat, protein dan vitamin. Contoh:

sereal (beras, gandum, tepung jagung), tanaman menjalar (singkong, ubi &

kentang), buah yang mengandung tepung (sukun)

Sumber hewani : mengandung protein tinggi, zat besi, zink dan vitamin.

Contoh: hati, daging merah, ayam, ikan, telur (putih telur sebaiknya pada

anak > 1 tahun)

Produk Susu: mengandung protein, vitamin A & folat, calcium. Contoh:

ASI /susu formula, keju, yogurt

Sayur berdaun hijau dan berwarna oranye: mengandung vitamin A,C, folat

dan calcium. Contoh: bayam, brokoli, wortel, labu, kentang. Tunda

pemberian sawi pada anak > 1 tahun, karena mineralnya sangat tinggi,

membuat berat kerja ginjal anak.

Kacang-kacangan: mengandung protein dan zat besi. Contoh: kacang polong,

kacang merah, kedelai hitam

Minyak dan Lemak: mengandung energy dan asam lemak esensial, Contoh:

minyak kelapa, margarine, minyak zaitun, butter. Berbeda dg orang dewasa,

makanan sumber kolesterol sangat baik pada anak (kuning telur, lemak

hewan) untuk membentuk otak anak agar cerdas.

Page 10: Anmal Rina

Biji-bijian: menghasilkan energi. Contoh: selai kacang, biji bunga matahari,

wijen

Makanan yang kaya akan Zat besi : Hati, daging merah

Makanan yang kaya akan Vitamin A : Hati, kuning telur, buah/sayur berwarna

oranye, sayur berdaun hijau

Makanan yang kaya akan Zink : Hati, ikan segar, ayam, kerang, kuning

telur

Makanan yang kaya akan Calsium : Susu atau produk susu, ikan

Makanan yang kaya akan Vitamin C : Buah segar, tomat, paprika, sayur-

sayuran yang berwarna hijau

Agar seluruh mikronutrien dapat terpenuhi, maka dalam membuat MPASI

campurkanlah kombinasi bahan makanan diatas, misalnya bubur yang terbuat dari

tepung maizena ditambah singkong dilarutkan dalam susu, kacang tumbuk dan butter.

Bisa juga membuat puree yang terdiri dari kentang, singkong atau beras yang

dicampur dengan ikan, kacang merah dan sayur hijau. Berikan juga snack yang

bergizi seperti telur, pisang, papaya, alpukat, yogurt, pudding susu, biscuit atau roti

dengan butter/margarine, kue kacang merah, kentang kukus.

Nasir (2011) menerangkan cara penyajian susu formula dalam botol yang benar

adalah sebagai berikut :

1. Cuci tangan terlebih dahulu hingga bersih dengan menggunakan sabun untuk

mencegah kontaminasi dengan lingkungan.

2. Gunakan air yang dimasak sampai mendidih lalu dibiarkan selama 10-15 menit

agar suhunya turun menjadi tidak kurang dari 70 derajat Celcius.

3. Siapkan susu sebanyak yang dapat dihabiskan bayi dan sesuai takaran yang

dianjurkan pada label, lalu aduk hingga tercampur merata.

4. Segera tutup kemasan dengan rapat untuk menghindari paparan udara luar terlalu

lama. Simpanlah susu di tempat yang kering dan bersih, jangan di tempat yang

lembab, karena selain disukai oleh bakteri juga mudah disergap oleh semut.

5. Sisa susu yang telah dilarutkan harus dibuang setelah 2 jam.

6. Selalu perhatikan batas kadaluwarsa kemasan susu formula untuk menghindari

keracunan dan kontaminasi.

Page 11: Anmal Rina

Cara pembuatan bubur bayi rumahan:

Di minggu-minggu pertama pemberian MPASI, berikan bubur beras dengan 1

macam sayuran atau 1 macam buah. Kenalkan satu persatu. Jangan dicampuraduk

menjadi satu. Biarkan ia belajar mengenal rasa tiap jenis makanan yang masuk ke

dalam mulutnya.

o Sayuran pertama: Wortel, kentang, lobak, labu parang, ubi merah, segala macam

ubi-ubian, kacang polong, brokoli, kembang kol.

o Buah-buahan pertama: Apel, pear, pisang, pepaya, alpukat.

o Tepung beras (baby rice): Campurkan tepung beras dengan air/ASI/susu

formula. Tepung beras sangat mudah dicerna dan rasa susu membuat masa

transisi ke makanan padat menjadi lebih mudah. Tepung beras dapat diberikan

bersamaan dengan buah atau sayur.

o Daging: Daging giling yang dimasak matang dapat diperkenalkan sebagai

makanan pertama bayi. Meski demikian, secara umum, kebutuhan utama protein

dan zat besi anak usia 6 bl didapatkan dari ASI / susu formula.

Makanan yang perlu dihindari di awal pengenalan MPASI:

Susu sapi/kambing, dairy products (seperti yogurt, keju, dsbnya), telur, makanan

yang mengandung gluten seperti gandum, rye, barley dan oat, madu, kerang-

kerangan dan ikan, makanan pedas, kacang-kacangan (kacang tanah, almond,

dsbnya), daging/ikan asap, garam, gula, buah beraroma tajam / citrus fruits

(strawberry, raspberry, lemon).

Cara memasak MPASI:

o Rebus: Gunakanlah sedikit air saat merebus. Hati-hati jangan sampai merebus

sayur atau buah terlalu lama (overcook). Tambahkan ASI / susu / air

secukupnya untuk membuat puree.

o Microwave: Iris sayuran/buah dan taruh dalam piring khusus untuk microwave.

Tambahkan sedikit air dan masak hingga lunak. Haluskan dan aduk rata.

Sebelum diberikan, tes dahulu suhunya.

o Kukus: Cara ini adalah yang sangat ideal untuk menjaga rasa dan juga vitamin

dalam sayuran/buah.Vitamin B dan C adalah vitamin yang larut dalam air dan

sangat mudah hilang/rusak apabila dimasak terlalu lama, terutama jka direbus.

Page 12: Anmal Rina

Di hari-hari pertama pemberian MPASI, bayi biasanya hanya memerlukan sedikit

makanan padat, misalnya 2 – 3 sendok kecil penuh. Dimulai dari 1 kali pemberian

MPASI per hari. Misalkan saat makan siang. Kemudian dapat ditingkatkan

menjadi 3 kali sehari (makan pagi, makan siang dan makan malam).

Hal penting dalam menyiapkan dan mengatur makanan bayi, jangan pernah

menambahkan bumbu penyedap atau MSG, tapi makanan bayi tetap harus

memperhatikanan cita rasa bagi bayi.  Bahan ini bisa menimbulkan kerusakan

fungsi otak. Setelah matang, biarkan panas makanan hilang lalu cicipi terlebih

dahulu. Pastikan makanan yang masuk nyaman ditelan olehnya. Sedangkan jika

Anda memilih makanan bayi instan, selalu periksa kemasan dan tanggal

kadaluarsanya. Jangan memilih produk dengan kemasan rusak dan mendekati

tanggal kadaluarsa. Jika Anda menyimpan makanan bayi yang sudah dimasak

untuk diberikan lagi nanti, simpan di tempat yang bersih dan jauh dari bau

menyengat. Jauhkan makanan bayi dari bau durian atau kopi yang bisa

mempengaruhi aroma makanan.

3. Bagaimana hubungan sosial-ekonomi keluarga dengan keluhan yang dialami Willy ?Jawab : EKONOMIPada kasus diketahui bahwa Wili adalah anak dari pasangan suami-istri yang mempunyai tingkat pendidikan yang rendah. Sehingga akan mempengaruhi pola pikir terhadap nutrisi yang akan diberikan kepada anak-anaknya. Ketidaktahuan akan pentingnya nutrisi akan sangat berpengaruh pada tahap tumbuh-kembang anak. Tingkat pendidikan yang rendah juga, mengindikasikan bahwa pasangan suami istri ini mempunyai penghasilan yang relatif kecil, sehingga akan mempengaruhi kesanggupan untuk membeli bahan makanan dan minuman dan kebutuhan sehari-hari lainnya. Akibatnya, akan berdampak pada kesehatan dan kebutuhan akan gizi yang rendah. Pendidikan orang tua rendah orang tua tidak mengetahui pola pemberian makanan yang baik pada bayi orang tua memberikan MPASI lebih awal dan susu formula yang diberikan tidak sesuai takaran imunitas bayi masih rendah , terpapar kuman lebih awal, dan gizi yang didapat bayi tidak cukup mempermudah terjadinya diare gizi buruk gangguan pertumbuhan.

SOSIAL-LINGKUNGAN

Faktor sosioekonomi yang rendah bisa menjadi risiko seseorang mengalami

gizi buruk akibat tidak terpenuhinya kebutuhan nutrisi tubuh. Sumber air minum

Page 13: Anmal Rina

sumur gali denga jarak sumur hanya 6 meter dari mck juga merupakan risiko

tercemarnya sumber air keluarga dengan mikroorganisme yang berbahaya. Jarak

sumur gali dengan mck seharusnya minimal 10 meter dari MCK dan jangan

mendekati jamban. Jika MCK terletak dalam satu pemikimana, Lokasi MCK jenis ini

idealnya harus ditengah para penggunanya/ pemanfaatnya dengan radius 50 – 100m

dari rumah penduduk dan luas daerah pelayanan maksimum untuk 1 MCK adalah 3

ha. Kawasan yang padat penduduknya, umumnya luas rumah di bawah luas hunian

baku per jiwa. Hal ini mengakibatkan sulitnya mencari ruang untuk lokasi sumur

maupun kakus. Kawasan tersebut terutama dihuni oleh warga masyarakat yang

berpenghasilan rendah, yang cenderung tidak dapat menyisihkan sebagian

pendapatannya untuk membangun kakus atau kamar mandi sendiri. Apalagi jika

mereka belum mendapatkan penyuluhan tentang sanitasi lingkungan, yang

mempunyai kaitan erat dengan kualitas air tanah. Ditinjau dari sudut kesehatan

lingkungan, maka pembuangan kotoran yang tidak saniter akan dapat mencemari

lingkungan, terutama dalam mencemari tanah dan sumber air.

Pada kasus, jarak MCK dengan sumber air keluarga Reygen hanya sekitar 6

meter. Maka tidak bisa dipungkiri bawah telah terjadi Kontaminasi dan pencemaran

pada air permukaan dan badan-badan air yang digunakan oleh keluarga. Penyakit

menular seperti polio, kolera, hepatitis A dan lainnya merupakan penyakit yang

disebabkan tidak tersedianya sanitasi dasar seperti penyediaan jamban. Bakteri E.Coli

dijadaikan sebagai indikator tercemarnya air, dan seperti kita ketahui bahwa bakteri

ini hidup dalam saluran pencernaan manusia sebagai flora normal. Proses pemindahan

kuman penyakit dari tinja yang dikeluarkan manusia sebagai pusat infeksi sampai

inang baru dapat melalui berbagai perantara, antara lain air, tangan, serangga, tanah,

makanan, susu serta sayuran. Menurut Anderson dan Arnstein (dalam Wagner dan

Lanoix, 1958) dalam buku M.Soeparman dan Suparmin, 2002, terjadi proses

penularan penyakit diperlukan faktor sebagai berikut :

1. Kuman penyebab penyakit,

2. Sumber infeksi (reservoir) dari kuman penyebab,

3. Cara keluar dari sumber,

4. Cara berpindah dari sumber ke inang (host) baru potensial,

Page 14: Anmal Rina

5. Cara masuk ke inang baru,

6. Inang yang peka (succeptible).

Gambar 1. Transmisi Penyakit Melalui Tinja

Maka untuk penyakit akibat tinja, yang menjadi sumber penyakit adalah tinja

yang mengandung bakteri patogen E.coli yang dapat masuk melalui air, makanan dan

minuman yang mengandung bakteri tersebut. Peran air dalam menularkan penyakit,

menurut Soemirat (2002) adalah :

1. Air sebagai penyebar mikroba patogen.

2. Air sebagai sarang insekta penyebar penyakit.

3. Jumlah air yang tersedia tidak mencukupi, sehingga orang tidak dapat

membersihkan dirinya dengan baik.

4. Air sebagai sarang hospes sementara penyakit.

Oleh karena itu dapat kita simpulkan, bahwa lingkungan tempat Wili tinggal

merupakan risiko terjadinya diare persisten berulang dan gizi buruk pada Reygen.

Page 15: Anmal Rina

Pada kasus :

Lingkungan rumah menyewa 3m x 7m : tidak ada hubungan dengan diare, jika keadaan

rumah tetap dalam lingkungan yang bersih.

Ventilas cukup : tidak ada hubungan dengan diare.

Lantai semen : tidak ada hubungan dengan diare. Karena

syarat rumah yang sehat, jenis lantai rumahnya

yang penting tidak berdebu pada musim

kemarau dan tidak basah pada musim hujan.

Lantai rumah dari tanah agar tidak berdebu

maka dilakukan penyiraman air kemudian

dipadatkan. Dari segi kesehatan, lantai ubin atau

semen merupakan lantai yang baik sedangkan

lantai rumah dipedesaan cukuplah tanah biasa

yang dipadatkan. Apabila perilaku penghuni

rumah tidak sesuai dengan norma-norma

kesehatan seperti tidak membersihkan lantai

dengan baik, maka akan menyebabkan

terjadinya penularan penyakit termasuk diare

(Notoatmodjo, 2003).

4. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan fisik ?

Page 16: Anmal Rina

Berdasarkan skenario diketahui bahwa Wili mengalami keterlambatan perkembangan

untuk anak seusianya, seharusnya anak berusia 9 bulan pada tabel sudah bisa berdiri

berpegangan, sedangkan pada kasus pada umur 9 bulan Disini terlihat Wili

mengalami perkembangan motorik yang lambat , dapat disebabkan oleh beberapa hal.

Salah satu

penyebab gangguan perkembangan motorik adalah kelainan tonus otot atau penyakit

neuromuskular. Sedangkan penyebab lainnya :

Kondisi kesehatan anak yang kurang mendukung. Keterlambatan anak mulai

berjalan bisa disebabkan oleh gangguan neurologis, gizi buruk, maupun penyakit

seperti : riwayat kekurangan oksigen saat lahir, penyakit-penyakit perinatal yang berat

(sepsis, kerinikterus, meningitis), bayi lahir dengan berat sangat rendah, bayi

Page 17: Anmal Rina

prematur, cerebal palsy, pasca kejang lama, penyakit jantung bawaan, dan lain

sebagainya.

Faktor keturunan. Beberapa kasus menunjukkan orangtua yang mempunyai riwayat

terlambat berjalan akan menurun kepada anaknya.

Bentuk dan berat badan anak. Anak dengan kaki yang pendek biasanya lebih cepat

berjalan daripada yang berkaki panjang. Semakin panjang kaki anak, biasanya jadi

lebih sulit menyeimbangkan badan.

Pengalaman buruk waktu belajar berjalan. Kecelakaan yang mungkin terjadi saat

belajar berjalan seperti tersandung hingga membentur meja bahkan berdarah, bisa

mengakibatkan anak trauma dan malas berlatih lagi. Terlebih lagi jika ditambah

dengan respon orangtua yang terlalu mengkhawatirkannya.

Bayi yang tidak dikelilingi anak-anak lain. Hal ini biasanya mengakibatkan anak

jadi lebih lambat berjalan karena tidak ada yang memberinya contoh  (meski tidak

selalu).

Orangtua maupun lingkungan yang overprotective. Rasa sayang yang berlebihan

dengan melarang anak untuk melakukan kegiatan yang “menantang” karena khawatir

jatuh atau terpeleset, membuat anak kehilangan kepercayaan diri untuk mulai

berjalan. Kebiasaan terlalu sering digendong dan pemakaian baby walker yang

berlebihan juga dapat membuat anak malas belajar jalan.

Mekanisme Abnormal :

Keterlambatan perkembangan pada Wili terjadi karena masalah yang saling

berhubungan. Bukan hanya dari satu faktor. Ada beberapa penyebab :

A. Gizi Buruk

Kondisi Reygen berdasarkan data yang ada bisa kita simpulkan sebagai gizi buruk.

Nutrisi ataupun gizi mempunyai peran penting terhadap perkembangan seorang anak.

Ada beberapa mekanisme untuk itu:

- Banyak penelitian yang menerangkan tentang pengaruh gizi terhadap

perkembangan motorik kasar. Levitsky dan Strupp pada penelitiannya

terhadap tikus mengungkapkan bahwa kurang gizi menyebabkan

functional isolationism ‘isolasi diri’ yaitu mempertahankan untuk tidak

mengeluarkan energi yang banyak ( conserve energy ) dengan mengurangi

kegiatan interaksi sosial, aktivitas, perilaku eksploratori, perhatian, dan

Page 18: Anmal Rina

motivasi. Aplikasi teori ini kepada manusia adalah bahwa pada keadaan

kurang energi dan potein (KEP), anak menjadi tidak aktif, apatis, pasif,

dan tidak mampu berkonsentrasi. Akibatnya, anak dalam melakukan

kegiatan eksplorasi lingkungan fisik di sekitarnya hanya mampu sebentar

saja dibandingkan dengan anak yang gizinya baik, yang mampu

melakukannya dalam waktu yang lebih lama. Model functional

isolationism yang dilukiskan ini sama dengan teori sebelumnya bahwa

aspek-aspek essensial dan universal untuk perkembangan kognitif ditekan

oleh mekanisme penurunan aktivitas pada keadaan kurang gizi.Untuk

melakukan suatu aktivitas motorik, dibutuhkan ketersediaan energi yang

cukup banyak. Tengkurap, merangkak, berdiri, berjalan, dan berlari

melibatkan suatu mekanisme yang mengeluarkan energi yang tinggi,

sehingga yang menderita KEP (Kurang Energi Protein) biasanya selalu

terlambat dalam perkembangan motor milestone. Sebagai contoh, pada

anak usia muda, komposisi serat otot yang terlibat dalam pergerakan

kontraksi kurang berkembang pada anak yang kurang gizi. Keadaan ini

juga berpengaruh terhadap pertumbuhan tulang sehingga terjadi

pertumbuhan badan yang terlambat. Tengkurap, merangkak, dan berjalan

menurunkan ketergantungan atau kontak yang terus-menerus dengan

pengasuhnya. Keadaan ini berpengaruh nyata terhadap mekanisme self-

regulatory ,sehingga anak menjadi lebih bersosialisasi dan ramah dengan

lingkungannya. Sebaliknya, bila terjadi keterlambatan dalam locomotion

dan perkembangan motorik akan merusak akses terhadap sumber-sumber

eksternal yang berpengaruh kurang baik terhadap regulasi emosional,

sehingga akan mengakibatkan terhambatnya perkembangan kecerdasan

anak. Hasil penelitian tersebut pun menghasilkan suatu dugaan bahwa

perkembangan neurologi sebelum berumur 18 bulan berhubungan erat

dengan defisiensi gizi yang dapat bersifat permanen. Umur 18 bulan dari

hasil penelitian ini dapat merupakan batas atau cut off point . Hasil-hasil

penelitian pada tikus menunjukkan bahwa gizi kurang dapat berakibat

defisit myelinisasi pada otak yang irreversibel . Pada tikus, masa-masa

kritis terjadi pada saat umur 8 – 14 hari,dan berdasarkan periode puncak

pertumbuhan maka pada manusia dapat terjadi pada usia 6 – 18 bulan.

Page 19: Anmal Rina

Sehubungan dengan hal tersebut, maka bayi kurang gizi yang tidak mendapat

suplemen diduga mengalami defisit myelinisasi. Artinya terjadi kesulitan

dalam menghantarkan informasi dari satu neuron ke neuron yang lain dan

mengakibatkan intelektual anak rendah. Hal ini pun pada akhirnya

mempengaruhi perkembangan motorik anak. Refleks anak terhadap

lingkungannya akan terhambat.

B. Diare

Diare yang di alami oleh Wili sebenarnya ikut memberikan dampak terhadap status

gizi Reygen sekarang. Serangan penyakit infeksi yang berulang kali, lebih-lebih

dalam jangka pendek, akan menjadi awal timbulnya gizi kurang, yang dapat

mempengaruhi proses tumbuh kembang.

Intek gizi yang tidak cukup dan infeksi merupakan penyebab langsung gizi kurang

pada bayi dan anak (UNICEF, 1999). Hal ini berdampak tidak saja terhadap

kekurangan gizi makro tetapi juga gizi mikro yang sangat perlu untuk pertumbuhan

dan perkembangan anak usia dini .

Jellife (1990) dalam Hasriani (2004) dalam penelitian Rahmah (2010) mengemukakan

bahwa penyakit infeksi mempunyai efek terhadap status gizi untuk semua umur, tetapi

lebih nyata pada kelompok anak. Kebutuhan energi pada saat infeksi biasa mencapai

dua kali kebutuhan normal karena meningkatnya metabolisme dalam tubuh. Penyakit

infeksi dapat bertindak sebagai pemula terjadinya kurang gizi sebagai akibat

menurunnya nafsu makan, adanya gangguan penyerapan dalam saluran pencernaan

atau peningkatan kebutuhan zat gizi oleh adanya penyakit. Masa bayi dan balita

sangat rentan terhadap penyakit. Jaringan tubuh pada bayi dan balita belum sempurna

dalam upaya membentuk pertahanan tubuh seperti halnya orang dewasa. Umumnya

penyakit yang menyerang anak bersifat akut artinya penyakit menyerang secara

mendadak dan gejala timbul dengan cepat.

Infeksi bisa berhubungan dengan gangguan gizi melalui beberapa cara yaitu

memengaruhi nafsu makan sehingga kebutuhan zat gizinya tidak terpenuhi. Secara

umum defisiensi gizi sering merupakan awal dari gangguan defisiensi sistem

kekebalan. Kaitan penyakit infeksi dengan keadaan gizi kurang merupakan hubungan

timbal balik dan sebab akibat. Penyakit infeksi dapat memperburuk keadaan gizi dan

keadaan gizi yang kurang dapat mempermudah seseorang terkena penyakit infeksi.

Page 20: Anmal Rina

Pada kasus diare yang dialami Wili menyebabkan ia tidak mempunyai nafsu makan

sehingga kekurangan jumlah makanan dan minuman yang masuk ke tubuhnya, yang

dapat berakibat kurang gizi. Serangan diare berulang atau diare akut yang berat pada

anak berakibat kurang gizi dan mengarah ke KEP merupakan resiko kematian.

Anak yang menderita diare mengalami penurunan cairan serta gangguan

keseimbangan zat gizi dan elektrolit. Zat gizi tidak dicerna, diserap usus dan hilang

larut begitu saja bersama tinja, contohnya zat mikro zink yang akan banyak hilang

ketika anak diare, begitupan dengan natrium dan elektrolit lainnya.

Banyak faktor yang menimbulkan diare ini antara lain faktor lingkungan, faktor balita,

faktor ibu, dan faktor sosiodemografis. Dari beberapa faktor tersebut, pada kasus ini

faktor lingkungan cukup memberikan peran. Segala aspek harus dibahas mulai dari

Sarana Air Bersih (SAB), jamban, Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL), keadaan

rumah, tempat pembuangan sampah, kualitas bakteriologis air bersih dan kepadatan

hunian.

Pada aspek perilaku ibu menunjukkan bahwa perilaku hidup bersih yang dilakukan

ibu mempunyai hubungan yang bermakna dalam mencegah terjadinya penyakit diare

pada bayi dan balita. Salah satu perilaku hidup bersih yang umum dilakukan ibu

adalah mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anaknya. Pada aspek

pengetahuan ibu, rendahnya pengetahuan ibu mengenai hidup sehat merupakan faktor

risiko yang menyebabkan penyakit diare pada bayi dan balita (Adisasmito, 2007).

Dari faktor pengetahuan didapatkan jenjang pendidikan yang dimiliki oleh ibu dalam

menerima/menyerap informasi karena pada umumnya semakin tinggi tingkat

pendidikan seseorang maka semakin baik pengetahuannya (Notoatmodjo, 2003). Dari

hasil penelitian dapat diketahui bahwa sebagian besar 40% ibu mempunyai jenjang

pendidikan terakhir SMA, yang kemungkinan ibu kurang mendapat informasi

mengenai kesakitan bayi dan cara menjaga bayinya. Adapun faktor-faktor lainnya

yang dapat mempengaruhi gangguan pada saluran pencernaan bayi yaitu kurangnya

konsul ibu ke pelayanan kesehatan terdekat, memberikan imunisasi yang teratur,

kurangnya kebersihan lingkungan didalam rumah maupun diluar rumah, kurangnya

memperhatikan kebersihan bayi seperti makanan, mainan, baju, botol susu.

Gordon dan taylor nengatakan adannya hubungan timbal balik antara infeksi dan

nutrisi. Infeksi akan menyebabkan gangguan nutrisi dimana terjadi berkurangnya

Page 21: Anmal Rina

intake kalori dan absorbsi intestinal, meningkatnya katabolisme dan kebutuhan

nutrient untuk pertumbuhan dan sintesa sel. Sebaliknya kekurangan nutrisi akan

menyebabkan meningkatnya risiko infeksi oleh karena berkurangnya kemampuan

proteksi kulit dan mukosa disamping terganggunya fungsi imun dari host.

Pengukuran Hasil Normal Interpretasi

BB 7000 g BB ideal (menurut

BB/U) = 11 kg

BB ideal (menurut

BB/PB) = 9,4 kg

BB/U = below -3 severely

underweight

PB 74 cm PB ideal (menurut

PB/U) = 82 cm

PB/U = -2 severely stunded

(sangat pendek)

BB/PB = below -3 severely

wasted (gizi buruk)

BB/BB ideal x 100% = 7/9,4 x

100 = 74,4 malnutrisi

moderate

LK 46 cm

Page 22: Anmal Rina
Page 23: Anmal Rina
Page 24: Anmal Rina

Pemeriksaan Fisik

Hasil Pemeriksaan Normal Interpretasi

Kelihatan gemuk Tidak kelihatan gemuk

Kulit mengkilat Kulit tidak mengkilat

Bercak-bercak putih atau

merah muda dengan tepi

hitam di beberapa tempat

terutama di daerah yang

mendapat tekanan (crazy

pavement dermatosis)

Tidak ada crazy pavement

dermatosis

Kesadaran : kompos mentis Normal

Page 25: Anmal Rina

Denyut nadi : 140x/menit, isi

dan tegangan cukup

Pernapasan 30x/menit

Suhu 35C

Pemeriksaan antropometri

Hasil pemeriksaan Normal Interpretasi

Wajah membulat Tidak ada Edema. Tanda-tanda dari

kwashiorkor.

Tidak ada dismorfik Normal Normal

Bercak bitot Tidak ada Tanda dari kwashiorkor.

Edema seluruh tubuh Tidak ada Tanda dari kwashiorkor.

Tidak ada iga gambang/piano

sign

Tidak ada Tanda dari marasmus.

Perut membuncit Tidak ada Edema.

Lengan dan tungkai edema Tidak ada Tanda dari kwashiorkor.

Baggy pants Tidak ada Tanda dari marasmus.

Page 26: Anmal Rina

Template

1. Epidemiologi

Gangguan Perkembangan Anak

Di Indonesia, jumlah balita 10 % dari jumlah penduduk, di mana prevalensi

(rata-rata) gangguan perkembangan bervariasi 12.8% s/d 16% sehingga dianjurkan

melakukan observasi/skrining tumbuh kembang pada setiap anak.

Malnutrisi

Page 27: Anmal Rina

Pada umumnya masyarakat indonesia telah mampu mengkonsumsi makanan

yang cukup secara kuantitatif. Namun dari segi kualitatif masih cukup banyak yang

belum mampu mencukupi kebutuhan gizi minimum. Departemen Kesehatan juga

telah melakukan pemetaan dan hasilnya menunjukan bahwa penderita gizi kurang

ditemukan di 72% kabupaten di Indonesia. Indikasinya 2 – 4 dari 10 balita di

Indonesia menderita gizi kurang.

Berdasarkan perkembangan masalah gizi, pada tahun 2005 sekitar 5 juta anak

balita menderita gizi kurang (berat badan menurut umur), 1,5 juta diantaranya

menderita gizi buruk. Dari anak yang menderita gizi buruk tersebut ada 150.000

menderita gizi buruk tingkat berat.

Prevalensi nasional Gizi Buruk pada Balita pada tahun 2007 yang diukur

berdasarkan BB/U adalah 5,4%, dan Gizi Kurang pada Balita adalah 13,0%.

Prevalensi nasional untuk gizi buruk dan kurang adalah 18,4%. Bila dibandingkan

dengan target pencapaian program perbaikan gizi pada Rencana Pembangunan Jangka

Menengah (RPJM) tahun 2015 sebesar 20% dan target MDG untuk Indonesia sebesar

18,5%, maka secara nasional target-target tersebut sudah terlampaui. Namun

pencapaian tersebut belum merata di 33 provinsi.

Pada tahun 1990, prevalensi gizi kurang dan gizi buruk sebanyak 31%,

sedangkan pada tahun 2010 terjadi penurunan menjadi 17,9%. Berdasarkan data

Riskesdas 2010, prevalensi gizi lebih pada Balita sebesar 14,0 %, meningkat dari

keadaan tahun 2007 yaitu sebesar 12,2 %. Masalah gizi lebih yang paling

mengkhawatirkan terjadi pada perempuan dewasa yang mencapai26,9% dan laki-laki

dewasa sebesar 16,3%.

Menurut Sihad, dkk (2001), anak balita gizi buruk jika tidak segera mendapat

penanganan yang serius akan memberikan dampak yang cukup fatal. Hasil penelitian

pada awal usia 6 9 tahun yang sewaktu balita menderita gizi buruk memiliki rata-rata

IQ yang lebih rendah 13,7 poin dibandingkan dengan anak yang tidak pernah

mengalami gangguan gizi.

Diare

Angka kesakitan diare sekitar 200-400 kejadian di antara 1000 penduduk

setiap tahunnya. Dengan demikian di Indonesia dapat ditemukan sekitar 60 juta

kejadian setiap tahunnya, sebagian besar (70-80%) dari penderita ini adalah Anak di

bawah Lima Tahun (BALITA). Sebagian dari penderita (1- 2%) akan jatuh ke dalam

Page 28: Anmal Rina

dehidrasi dan kalau tidak segera ditolong 50 - 60% di antaranya dapat meninggal.

Kelompok ini setiap tahunnya mengalami kejadian lebih dari satu kejadian diare.

Prevalensi diare sedikit lebih tinggi pada anak laki-laki (14,8%) dibandingkan

dengan anak perempuan (12,5%) dan lebih tinggi pada balita di perdesaan (14,9%)

dibandingkan dengan perkotaan (12,0%).

proporsi terbesar penderita diare pada balita adalah kelompok umur 6 – 11

bulan yaitu sebesar 21,65% lalu kelompok umur 12-17 bulan sebesar 14,43%,

kelompok umur 24-29 bulan sebesar 12,37%, sedangkan proporsi terkecil pada

kelompok umur 54 – 59 bulan yaitu 2,06%.

Daftar pustaka : Morbiditas dan Mortalitas diare pada balita di Indonesia, tahun 2000-

2007 oleh Dr.Drg. Magdarina Destri Agtini, MPH dalam Buletin Diare 2011.

2. Preventif

Pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun merupakan sumber energi yang

paling baik untuk bayi.

Ditambah dengan pemberian makanan tambahan bergizi dan berprotein serta

energi tinggi pada anak sejak umur 6 bulan ke atas

Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan lingkungan dan

kebersihan perorangan

Pemberian imunisasi.

Mengikuti program keluarga berencana untuk mencegah kehamilan terlalu kerap.

Penyuluhan/pendidikan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat merupakan

usaha pencegahan jangka panjang.

Pemantauan (surveillance) yang teratur pada anak balita di daerah yang endemis

kurang gizi, dengan cara penimbangan berat badan tiap bulan.

Memperbaiki kesalahan pembagian jatah makanan di rumah antaranggota keluarga

yang dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin.

Meningkatkan hasil produksi pertanian agar persediaan makan mencukupi.

Memperbaiki infrastruktur pemasaran dan mensubsidi harga bahan makanan

Melakukan program transmigrasi ke daerah lain agar terjadi pemerataan penduduk.

Page 29: Anmal Rina

Learning Issue

GIZI BURUK

I. Definisi

Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau

nutrisinya di bawah standar rata-rata. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian,

yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut kwashiorkor), karena kekurangan

karbohidrat atau kalori (disebut marasmus), dan kekurangan kedua-duanya

( marasmus-kwashiokor ). Gizi buruk ini biasany terjadi pada naka balita ( bawah

lima tahun ) dan ditampakkan oleh membusungnya perut. Gizi buruk adalah suatu

kondisi dimana seseorang dinayatakan kekurangan gizi, atau dengan ungkapan lain

status gizinya berada dibawah standar rata-rata. Zat gizi yang dimaksud dapat berupa

protein, karbohidrat dan kalori. Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah

teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi

buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun (Nency,

2005).

Anak balita (bawah lima tahun) sehat atau kurang gizi dapat diketahui dari

pertambahan berat badannya tiap bulan sampai usia minimal 2 tahun (baduta).

Apabila pertambahan berat badan sesuai dengan pertambahan umur menurut suatu

standar organisasi kesehatan dunia, dia bergizi baik. Kalau sedikit dibawah standar

disebut bergizi kurang yang bersifat kronis. Apabila jauh dibawah standar dikatakan

bergizi buruk. Jadi istilah gizi buruk adalah salah satu bentuk kekurangan gizi tingkat

berat atau akut (Pardede, J, 2006).

II. Klasifikasi Gizi Buruk

Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus ,kwashiokor,dan marasmus-

kwashiokor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis dari

masing-masing tipe yang berbeda-beda.

1. Marasmus

Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang

timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di

Page 30: Anmal Rina

bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan kemerahan,

gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya.

Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan, karena

masih merasa lapar. Berikut adalah gejala pada marasmus adalah (Depkes RI, 2000) :

a) Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan otot-ototnya,

tinggal tulang terbungkus kulit.

b) Wajah seperti orang tua

c) Iga gambang dan perut cekung

d) Otot paha mengendor ( baggy pants )

e) Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar.

2. Kwashiorkor

Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby), bilamana

dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun dibagian

tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan

atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh .

a) Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis

b) Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut, pada

penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam.

c) Wajah membulat dan sembab

d) Pandangan mata anak sayu

e) Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa kenyal

pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam.

f) Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi coklat

kehitaman dan terkelupas

3. Marasmik-Kwashiorkor

Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor

dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein dan juga energi

untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian disamping menurunnya

berat badan < 60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti

edema, kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula

(Depkes RI, 2000)

Page 31: Anmal Rina

III. Patofisiologi Gizi Buruk

Patofisiologi gizi buruk pada balita adalah anak sulit makan atau anorexia bisa

terjadi karena penyakit akibat defisiensi gizi, psikologik seperti suasana makan,

pengaturan makanan dan lingkungan. Rambut mudah rontok dikarenakan kekurangan

protein, vitamin A, vitamin C dan vitamin E. Karena keempat elemen ini merupakan

nutrisi yang penting bagi rambut. Pasien juga mengalami rabun senja. Rabun senja

terjadi karena defisiensi vitamin A dan protein. Pada retina ada sel batang dan sel

kerucut. Sel batang lebih hanya bisa membedakan cahaya terang dan gelap. Sel batang

atau rodopsin ini terbentuk dari vitamin A dan suatu protein. Jika cahaya terang

mengenai sel rodopsin, maka sel tersebut akan terurai. Sel tersebut akan mengumpul

lagi pada cahaya yang gelap. Inilah yang disebut adaptasi rodopsin. Adaptasi ini butuh

waktu. Jadi, rabun senja terjadi karena kegagalan atau kemunduran adaptasi

rhodopsin.

Turgor atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air (dehidrasi). Reflek

patella negatif terjadi karena kekurangan aktin myosin pada tendon patella dan

degenerasi saraf motorik akibat dari kekurangn protein, Cu dan Mg seperti gangguan

neurotransmitter. Sedangkan, hepatomegali terjadi karena kekurangan protein. Jika

terjadi kekurangan protein, maka terjadi penurunan pembentukan lipoprotein. Hal ini

membuat penurunan HDL dan LDL. Karena penurunan HDL dan LDL, maka lemak

yang ada di hepar sulit ditransport ke jaringan-jaringan, pada akhirnya penumpukan

lemak di hepar.

Tanda khas pada penderita kwashiorkor adalah pitting edema. Pitting edema

adalah edema yang jika ditekan, sulit kembali seperti semula. Pitting edema

disebabkan oleh kurangnya protein, sehingga tekanan onkotik intravaskular menurun.

Jika hal ini terjadi, maka terjadi ekstravasasi plasma ke intertisial. Plasma masuk ke

intertisial, tidak ke intrasel, karena pada penderita kwashiorkor tidak ada kompensansi

dari ginjal untuk reabsorpsi natrium. Padahal natrium berfungsi menjaga

keseimbangan cairan tubuh. Pada penderita kwashiorkor, selain defisiensi protein juga

defisiensi multinutrien. Ketika ditekan, maka plasma pada intertisial lari ke daerah

sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh membran sel dan mengembalikannya

membutuhkan waktu yang lama karena posisi sel yang rapat. Edema biasanya

Page 32: Anmal Rina

terjadipada ekstremitas bawah karena pengaruh gaya gravitasi, tekanan hidrostatik dan

onkotik (Sadewa, 2008).

Sedangkan menurut Nelson (2007), penyebab utama marasmus adalah kurang

kalori protein yang dapat terjadi karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan makan

yang tidak tepat seperti hubungan orang tua dengan anak terganggu, karena kelainan

metabolik atau malformasi kongenital. Keadaan ini merupakan hasil akhir dari

interaksi antara kekurangan makanan dan penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan

ada beberapa faktor lain pada diri anak sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga

berpengaruh terhadap terjadinya marasmus. Secara garis besar sebab-sebab marasmus

adalah sebagai berikut :

a. Masukan makanan yang kurang : marasmus terjadi akibat masukan kalori yang

sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari

ketidaktahuan orang tua si anak, misalnya pemakaian secara luas susu kaleng yang

terlalu encer.

b. Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral

misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephiritis dan sifilis

kongenital

c. Kelainan struktur bawaan misalnya : penyakit jantung bawaan, penyakit

Hirschpurng, deformitas palatum, palatoschizis, mocrognathia, stenosis pilorus.

Hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pankreas

d. Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus. Pada keadaan tersebut pemberian

ASI kurang akibat reflek mengisap yang kurang kuat

e. Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang

cukup

f. Gangguan metabolik, misalnya renal asidosis, idiopathic hypercalcemia,

galactosemia, lactose intolerance

g. Tumor hypothalamus, kejadian ini jarang dijumpai dan baru ditegakkan bila

penyebab maramus yang lain disingkirkan

h. Penyapihan yang terlalu dini desertai dengan pemberian makanan tambahan yang

kurang akan menimbulkan marasmus

i. Urbanisasi mempengaruhi dan merupakan predisposisi untuk timbulnya

marasmus, meningkatnya arus urbanisasi diikuti pula perubahan kebiasaan

penyapihan dini dan kemudian diikuti dengan pemberian susu manis dan susu

Page 33: Anmal Rina

yang terlalu encer akibat dari tidak mampu membeli susu, dan bila disertai infeksi

berulang terutama gastroenteritis akan menyebabkan anak jatuh dalam marasmus

IV. Faktor Penyebab Gizi Buruk

Ada 2 faktor penyebab dari gizi buruk adalah sebagai berikut :

1. Penyebab Langsung. Kurangnya jumlah dan kualitas makanan yang dikonsumsi,

menderita penyakit infeksi, cacat bawaan dan menderita penyakit kanker. Anak

yang mendapat makanan cukup baik tetapi sering diserang atau demam akhirnya

menderita kurang gizi.

2. Penyebab tidak langsung, ketersediaan pangan rumah tangga, perilaku, pelayanan

kesehatan. Sedangkan faktor-faktor lain selain faktor kesehatan, tetapi juga

merupakan masalah utama gizi buruk adalah kemiskinan, pendidikan rendah,

ketersediaan pangan dan kesempatan kerja. Oleh karena itu untuk mengatasi gizi

buruk dibutuhkan kerjasama lintas sektor Ketahanan pangan adalah kemampuan

keluarga dalam memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam

jumlah yang cukup baik maupun gizinya (Dinkes SU, 2006).

V. Tata Laksana Utama Balita Gizi Buruk di Rumah Sakit

Dalam proses pengobatan KEP berat terdapat 3 fase, adalah fase stabilisasi, fase

transisi dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus trampil memilih langkah mana

yang cocok untuk setiap fase. Tatalaksana ini digunakan baik pada penderita

kwashiorkor, marasmus maupun marasmik-kwarshiorkor.

Tahap Penyesuaian

Tujuannya adalah menyesuaikan kemampuan pasien menerima makanan

hingga ia mampu menerima diet tinggi energi dan tingi protein (TETP). Tahap

penyesuaian ini dapat berlangsung singkat, adalah selama 1-2 minggu atau lebih lama,

bergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan mencerna makanan. Jika

berat badan pasien kurang dari 7 kg, makanan yang diberikan berupa makanan bayi.

Makanan utama adalah formula yang dimodifikasi. Contoh: susu rendah laktosa +2,5-

5% glukosa +2% tepung. Secara berangsur ditambahkan makanan lumat dan makanan

lembek. Bila ada, berikan ASI.Jika berat badan pasien 7 kg atau lebih, makanan

Page 34: Anmal Rina

diberikan seperti makanan untuk anak di atas 1 tahun. Pemberian makanan dimulai

dengan makanan cair, kemudian makanan lunak dan makanan biasa, dengan ketentuan

sebagai berikut:

a. Pemberian energi dimulai dengan 50 kkal/kg berat badan sehari.

b. Jumlah cairan 200 ml/kg berat badan sehari.

c. Sumber protein utama adalah susu yang diberikan secara bertahap dengan

keenceran 1/3, 2/3, dan 3/3, masing-masing tahap selama 2-3 hari. Untuk

meningkatkan energi ditambahkan 5% glukosa, dan

d. Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering, adalah 8-10 kali sehari tiap 2-3

jam.

e. Bila konsumsi per-oral tidak mencukupi, perlu diberi tambahan makanan

lewat pipa (per-sonde) (RSCM, 2003).

Tahap Penyembuhan

Bila nafsu makan dan toleransi terhadap makanan bertambah baik, secara

berangsur, tiap 1-2 hari, pemberian makanan ditingkatkan hingga konsumsi mencapai

150-200 kkal/kg berat badan sehari dan 2-5 gram protein/kg berat badan sehari.

Tahap Lanjutan

Sebelum pasien dipulangkan, hendaknya ia sudah dibiasakan memperoleh

makanan biasa yang bukan merupakan diet TETP. Kepada orang tua hendaknya

diberikan penyuluhan kesehatan dan gizi, khususnya tentang mengatur makanan,

memilih bahan makanan, dan mengolahnya sesuai dengan kemampuan daya belinya.

Suplementasi zat gizi yang mungkin diperlukan adalah:

a. Glukosa biasanya secara intravena diberikan bila terdapat tanda-tanda

hipoglikemia.

b. KCl, sesuai dengan kebutuhan, diberikan bila ada hipokalemia.

c. Mg, berupa MgSO4 50%, diberikan secara intra muskuler bila terdapat

hipomagnesimia.

d. Vitamin A diberikan sebagai pencegahan sebanyak 200.000 SI peroral atau

100.000 SI secara intra muskuler. Bila terdapat xeroftalmia, vitamin A diberikan

dengan dosis total 50.000 SI/kg berat badan dan dosis maksimal 400.000 SI.

e. Vitamin B dan vitamin C dapat diberikan secara suntikan per-oral. Zat besi (Fe)

Page 35: Anmal Rina

dan asam folat diberikan bila terdapat anemia yang biasanya menyertai KKP

berat

VI. Perubahan Berat Badan

Berat badan merupakan ukuran antropometrik yang terpenting, dipakai pada

setiap kesempatan memeriksa kesehatan anak pada semua kelompok umur. Berat

badan merupakan hasil peningkatan/penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh,

antara lain tulang, otot, lemak, cairan tubuh dan lain-lainnya. Berat badan dipakai

sebagai indikator terbaik pada saat ini untuk mengetahui keadaan gizi dan tumbuh

kembang anak, sensitif terhadap perubahan sedikit saja, pengukuran objektif dan

dapat diulangi, dapat digunakan timbangan apa saja yang relatif murah, mudah dan

tidak memerlukan banyak waktu. Indikator berat badan dimanfaatkan dalam klinik

untuk :

1. Bahan informasi untuk menilai keadaan gizi baik yang akut, maupun kronis,

tumbuh kembang dan kesehatan

2. Memonitor keadaan kesehatan, misalnya pada pengobatan penyakit

3. Dasar perhitungan dosis obat dan makanan yang perlu diberikan.

DAFTAR PUSTAKA

American Academic of Pediatrics. Committee on Nutrition. Pediatric Nutrition Handbook.

Kleinman RE.2008

Dorland, W. A. Newman.. 2002. Kamus Kedokteran Dorland edisi 29. Jakarta: EGC

Guiding principles for complementary feeding of the breastfed child, World Health

Organization, 2002.

Page 36: Anmal Rina

Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2002. Tumbuh Kembang Anak dan Remaja, Edisi pertama.

Jakarta : Badan Penerbit IDAI

Nelson, Waldo, dkk. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Ed.15, vol.1. Jakarta : Penerbit

Buku Kedokteran EGC

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI. 2005. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta

: percetakan Infomedika

Sudoyo, Aru W. dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi V. Jakarta: Interna

Publishing Pusat Penerbitan Ilmu.

Unknown. Gizi Buruk. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20564/3/Chapter

%20II.pdf diakses tanggal 23 Maret 2015.

Unknown. Diare. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3118884/ diakses tanggal

23 Maret 2015.

Unknown. Cara Pemberian Makan. http://sari pediatri.idai.or.id diakses tanggal 23 Maret

2015.