bab iii presus

9
BAB III ANALISA KASUS An. RP usia 14 tahun datang tanpa rujukan datang ke Poliklinik RSPAD dengan keluhan mata kuning sejak 1 hari SMRS didiagnosa anemia hemolitik autoimun tipe warm. Anamnesa keluhan mata kuning sejak 1 hari SMRS. Keluhan mata kuning disertai dengan demam 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam muncul secara tiba-tiba. Demam dirasakan hilang timbul. Demam naik saat malam hari. Demam tidak disertai dengan kejang. Tidak disertai menggigil dan berkeringat. Demam belum di obati. Anak juga mengalami mual muntah sejak 2 hari yang lalu. mual muntah dirasakan setiap kali masuk makanan atau minuman. Muntah tidak disertai darah. pasien juga mengatakan nyeri di ulu hati pasien juga mengeluh lemas sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Tidak ada keluhan gusi berdarah maupun mimisan. Tidak tampak bintik-bintik kemerahan pada tangan dan kaki pasien. Buang air kecil dan buang air besar dalam batas normal. Orang tua pasien mengatakan tidak ada riwayat berpergian ke luar kota endemis malaria, tidak ada riwayat kebanjiran. Anak tidak memiliki kebiasaan makan sembarangan. Anamnesa tersebut sesuai dengan teori : Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan 38

Upload: indiindhysa

Post on 17-Nov-2015

222 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

rspad

TRANSCRIPT

BAB III

ANALISA KASUS

An. RP usia 14 tahun datang tanpa rujukan datang ke Poliklinik RSPAD dengan keluhan mata kuning sejak 1 hari SMRS didiagnosa anemia hemolitik autoimun tipe warm.Anamnesa

keluhan mata kuning sejak 1 hari SMRS. Keluhan mata kuning disertai dengan demam 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam muncul secara tiba-tiba. Demam dirasakan hilang timbul. Demam naik saat malam hari. Demam tidak disertai dengan kejang. Tidak disertai menggigil dan berkeringat. Demam belum di obati.

Anak juga mengalami mual muntah sejak 2 hari yang lalu. mual muntah dirasakan setiap kali masuk makanan atau minuman. Muntah tidak disertai darah. pasien juga mengatakan nyeri di ulu hati pasien juga mengeluh lemas sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit.

Tidak ada keluhan gusi berdarah maupun mimisan. Tidak tampak bintik-bintik kemerahan pada tangan dan kaki pasien. Buang air kecil dan buang air besar dalam batas normal. Orang tua pasien mengatakan tidak ada riwayat berpergian ke luar kota endemis malaria, tidak ada riwayat kebanjiran. Anak tidak memiliki kebiasaan makan sembarangan.

Anamnesa tersebut sesuai dengan teori :Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diathesis hemoragik. Pada umumnya pasien mengalami fase demam 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis selama 2-3 hari. DBD Derajat I dengan tanda terdapat demam disertai gejala tidak khas dan uji torniket + (positif) Sebelumnya tidak ada riwayat memiliki keluhan yang sama

Demam muncul tiba-tiba

Demam dialami pasien selama 3 hari, lebih tinggi malam hari Demam tidak didahului menggigil Pasien mengalami nyeri otot dan nyeri sendi Tidak ada keluhan mimisan maupun perdarahan pada gusi Keluhan BAB tidak ada, muntah darah tidak ada, bintik-bintik disekitar tangan dan kaki tidak adaPemeriksaan fisik

Dari pemeriksaan fisik didapatkan suhu 38,1 C, tekanan darah 110/60 mmHg, nadi 100 x/menit, RR 22 x/menit. Pemeriksaan kepala, THT, mulut jantung, paru, dan ekstremitas dalam batas normal. Pada pemeriksaan mata ditemukan konjungtiva anemis dan skelera ikterik. Pada pemeriksaan abdomen terdapat nyeri tekan epigastrium dan hepar teraba 2 jari dibawah arcus costa. Kulit kuning (+)

Pemeriksaan penunjang

Pada hasil laboratorium didapatkan penurunan kadar hemoglobin, hematrokit dan eritrosit. Peningkatan MCV, MCH, MCHC, dan RDW. Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan Makrositik, anisositosis, rouleaux formation (+), polikromasi (+). Pada pemeriksaan kimia klinik didapatkan peningkatan kadar bilirubin total, bilirubin direk, dan bilirubin indirek. Pada pemeriksaan incompatible Sel darah merah : Terdapat sensitisasi invivo oleh immune antibody (IgG) dan faktor Complemen C3. Eluate : positif, spesifikasi tidak dapat ditentukan. Serum : Ditemukan adanya cold antibody yang reaktif pada suhu 20C s/d titer 1:64 dan ireguler antibody yang reaktif pada liss Coombs, spesifikasi tidak dapat ditentukan. Auto Kontrol : Positif. Crossmatch : incompatible mayor dan minor. Direct Coombs : Anti IgG (+8) dan Anti C3d (+3)Penatalaksanaan

1. IVFD RL 2000 cc/24 jam

2. Paracetamol peroral 3 x 500 mg

3. Isoprinosin peroral 3 x 1 tablet

4. Cek darah lengkap per 8 jam

Penatalaksaan diatas sesuai dengan terapi cairan untuk pasien DBD grade 1 tanpa adanya hemokonsentrasi. Karena pada DBD derajat 1 tanpa adanya hemokonsentrasi, apabila pasien masih dapat minum, disarankan pasien untuk banyak minum. 1. Untuk pemberian cairan intravena dihitung sesuai dengan cairan rumatan Holiday-Segar formula, yaitu :Cairan rumatan = (4 x 10 kg pertama) + (2 x 10 kg kedua) + (1 x BB

selanjutnya)

Dengan catatan, pasien pasien dengan overweight atau obesitas perhitungan cairan rumatan berdasarkan berat badan ideal pasien.

Pada pasien berat badan ideal = 44 kg, sehingga perhitungan cairan rumatan :

Cairan rumatan = (4 x 10) + (2 x 4 )

= 88 ml/jam

Sehingga kebutuhan untuk 24 jam : 88 x 24 = 2112 ( 2000 ml/24 jam2. Pemberian obat-obatan simptomatik sesuai dengan indikasi pasien3. Pemberian isoprinosin sebagai immunomodulator pada pasien dengan infeksi viral

4. Cek darah per 8 jam dilakukan sesuai tatalaksana kasus DBD yaitu dilakukan pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit tiap 6 12 jam

Saran

Dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG pada pasien untuk konfirmasi riwayat penyakit pasien.

Karena sesuai teori apabila pasien sudah pernah terserang DBD sebelumnya, akan memiliki kemungkinan yang lebih besar terjadinya perburukan kondisi.

Pada tanggal 30 Mei 2014 pukul 17.00 pasien mengalami penurunan kondisi. Dan pada pukul 19.00 pasien mengalami syok hipovolemik.

Hal ini sesuai dengan teori :

Syok adalah kondisi ketidakmampuan tubuh untuk mempertahankan perfusi adekuat ke organ-organ vital. Sesuai dengan asesmen hemodinamik syok hipovolemik ditandai oleh gangguan kondisi mental, capillary refill time memanjang, akral dingin, takikardia berat dengan bradikardia pada syok berlanjut, hipotensi atau tekanan darah tidak terukur, pernafasan kussmaul.Penatalaksanaan

Penatalaksanaan tanggal 30 Mei 2014 pukul 09.00

1. IVFD RL 2000 cc/24 jam

2. Transfusi PRC

3. Injeksi framadol 3 x 500 mg

4. Dexanta syrup 3 x 1 tablet

5. Hitung retikulosit

6. ANA test

Penatalaksanaan pada kasus diatas sudah sesuai dengan pedoman penatalaksanaan dengue syok sindrom.

Pada pedoman penatalaksanaan, resusitasi cairan dilakukan secepatnya sebanyak 20ml/kgBB dalam 30 menit pertama syok, akan tetapi pada pasien resusitasi terhambat karena infus pasien lepas dan memerlukan waktu untuk pemasangan kurang lebih 30 menit 1 jam karena pasien sudah dalam kondisi syok sehingga vena sulit dilakukan pemasangan infus. Pemasangan infus kemudian dilakukan di kaki pasien. Apabila syok masih belum bisa teratasi, pemberian kristaloid diikuti dengan pemberian koloid sebanyak 10-20 (maksimal 30) ml/kgBB/jam. Pada pasien disiapkan pemberian koloid sebanyak 1000 cc sudah sesuai dengan pedoman tatalaksana ini. Akan tetapi, koloid tidak sepenuhnya masuk 1000cc pada pasien dan syok pasien tidak teratasi. Sehingga makin memperburuk kondisi dan pasien jatuh dalam kondisi DIC.DAFTAR PUSTAKA

1. Robert J. Arceci, Ian M. Hann, Owen. 2006. Pediatric hematology 3rd ed. Blackwell; Australia. Hal: 151-170.2. Lange, Appleton. 2007.Current Pediatric Diagnosis & Treatment, Eighteenth Edition. The McGraw-Hill Companies; United States of America. Chapter 127.

3. I. Kliegman, Behrman, Jenson. 2007. Nelson Textbook of Pediatrics, 18th ed, Elsevier Science; Philadelphia. Chapter 457.4. Rudolph, Colin D.; Rudolph, Abraham M, dkk. 2003. Rudolph's Pediatrics, 21st Edition McGraw-Hill. Chapter 19.5. Lanzkowskys,Philip. 2005. Manual of Pediatric Hematology and Oncology, Elsevier Science; California. Hal: 136-198.

6. Made IB., 2006. Hematologi Klinik Dasar. Jakarta: Buku kedokteran EGC.7. Bagus Mudita Ida. 2007. Pola Penyakit Dan Karakteristik Pasien Hemato-Onkologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Univeritas Udayana/RS Sanglah Denpasar Periode 2000-2005. Sari Pediatri; Denpasar.8. Friedberg RC and Johari VP, 2009. Autoimmune Hemolytic Anemia , in Wintrobes Clinical Hematology, 12th edition, Wolter Kluwer, pp 956-962.

9. Marc, M. 2014. Warm Autoimmune hemolytic anemia: Advances in pathophysiology and treatment. Elsevier Masson SAS.

10. IDAI. 2006. Hematologi-Onkologi Anak. Cetakan kedua. Dalam: Anemia Hemolitik, Badan Penerbit IDAI. 2006. Hal: 51-57.11. Sari,TT dan Ismi CI. 2009. Sferositosis Herediter: Laporan Kasus. Sari Pediatri, Vol.11 No.4, hal: 298-304.12. Oehadian, Amaylia. 2012. Pendekatan Klinis dan Diagnosis Anemia. Continuing Medical Education 39 (6): 407- 412.

13. Permono, Bambang, dkk. 2006. Cetakan kedua. Buku Ajar Hematologi Onkologi Anak. BAB 2 Anemia, Sub bab Anemia Hemolitik. Jakarta : badan penerbit IDAI Hal 52-54.14. Dave, Krishna, Diwan. 2012. Evans Syndrome Revisited. Journal Association of Physician India, Vol.60: 60-61.15. Hilman RS, ZAult KA, Rinder HHM, 2005, Hemolytic Anemias in Hematology Clinical Practise, Fourth edition, Mc Graw Hill, pp 134-150.

16. Sarper Nazan, Suar Caki Kilic, Emine Zengin, Sema Aylan Gelen.2011. Management of autoimmune hemolytic anemia in children and adolescents : A single center experience. Turk J Hematol 28:198-205.

41