bab i presus

43
BAB I PENDAHULUAN Gangguan menstruasi dan perdarahan uterus abnormal adalah salah satu keluhan ginekologi yang paling sering pada remaja. Perdarahan uterus abnormal (PUA) atau Abnormal Uterine Bleeding (AUB) mengacu pada perdarahan yang berlebihan terjadi di luar siklus haid normal. Menurut American Society Reproductive Medicine p erdarahan uterus abnormal terjadi ketika salah satu frekuensi atau jumlah perdarahan uterus berbeda dari yang disebutkan di atas atau wanita telah bercak d antara periode menstruasi. Secara definisi PUA memang masih banyak pendapat yang berbeda, namun hal tersebut pada dasarnya mengacu kepada keadaan wanita yang mengalami perdarahan pervaginam yang dapat diakibatkan berbagai faktor dan penyebab. Perdarahan uterus abnormal disebabkan oleh berbagai faktor. Dua penyebab utama adalah kelainan struktural dari sistem reproduksi dan gangguan ovulasi . PUA digambarkan oleh berbagai 1

Upload: muhammad-budiman-irpan-bachtiar

Post on 18-Feb-2015

64 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

pendahuluan

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I presus

BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan menstruasi dan perdarahan uterus abnormal adalah salah satu keluhan

ginekologi yang paling sering pada remaja. Perdarahan uterus abnormal (PUA) atau Abnormal

Uterine Bleeding (AUB) mengacu pada perdarahan yang berlebihan terjadi di luar siklus haid

normal. Menurut American Society Reproductive Medicine perdarahan uterus abnormal terjadi

ketika salah satu frekuensi atau jumlah perdarahan uterus berbeda dari yang disebutkan di atas

atau wanita telah bercak d antara periode menstruasi. Secara definisi PUA memang masih

banyak pendapat yang berbeda, namun hal tersebut pada dasarnya mengacu kepada keadaan

wanita yang mengalami perdarahan pervaginam yang dapat diakibatkan berbagai faktor dan

penyebab.

Perdarahan uterus abnormal disebabkan oleh berbagai faktor. Dua penyebab utama

adalah kelainan struktural dari sistem reproduksi dan gangguan ovulasi. PUA digambarkan oleh

berbagai istilah dan mungkin disebabkan oleh sejumlah kondisi saluran genital dan nongenital,

gangguan sistemik, dan obat-obatan.

Penyebab paling umum dari PUA pada remaja selama 19 bulan awal menstruasi adalah

siklus anovulasi, yang berkaitan dengan ketidakmatangan hipotalamus-hipofisis-ovarium axis.

Penyebab umum lainnya termasuk kehamilan, infeksi, penggunaan kontrasepsi hormonal, stres,

gangguan perdarahan, dan gangguan endokrin (misalnya, hipotiroidisme, sindrom ovarium

polikistik).

1

Page 2: BAB I presus

Pengobatan untuk gangguan ini berkisar dari pengamatan terhadap farmakologis dan atau

terapi bedah. Namun demikian dalam penemuan kasus tersebut para klinis masih banyak yang

masih sulit dan mengidentifikasi penyebab dari perdarahan tersebut.

Dengan demikian berdasarkan hal terkait yang disampaikan sebelumnya saya tertarik

mengangkat kasus perdarahan uterus abnormal pada pasien yang dirawat di ruang perawatan

RSPAD Gatot Soebroto untuk dilakukan pembahasan bagaimana gejala, mendiagnosis serta

penatalaksaannya.

2

Page 3: BAB I presus

BAB II

ILUSTRASI KASUS

2.1. Identitas Pasien

Data Istri Suami

Nama Ny. I Tn. S

Usia 42 thn 50 thn

Pendidikan D3 SMA

Pangkat - Kapten

Pekerjaan Ibu Rumah Tangga TNI AD

Suku Jawa Jawa

Agama Islam Islam

Gol. Darah O O

3

Page 4: BAB I presus

2.2. Anamnesa

Autoanamnesis : Senin, 8 Januari 2013

Keluhan Utama : Keluar darah haid banyak dari kemaluan.

Keluhan Tambahan : nyeri pada perut bagian bawah , lemah.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Ny. I datang ke kamar bersalin RSPAD Gatot Soebroto pada tanggal 8 januari

2013 pukul 20.00 WIB dengan keluhan keluar darah berwarna merah segar dan flek-flek

darah merah kehitaman banyak sejak 1 minggu yang lalu. Pasien mengaku sedang haid

semenjak tanggal 29 Desember 2013. Haid yang dialami pasien mengeluarkan darah

yang banyak sehingga menyebabkan pasien datang ke rumah sakit. Setiap hari pasien

mengganti pembalut kurang lebih 4-5 pembalut. Keluhan ini disertai nyeri pada perut

bagian bawah, dan menyangkal merasakan adanya benjolan dibagian perut bagian bawah.

Pada saat datang ke rumah sakit pasien merasakan lemah. Pasien menyangkal adanya

keputihan dan tidak terdapat gangguan buang air kecil dan buang air besar. Pasien

mengaku bahwa pada tanggal 7 januari 2013 sudah datang ke poliklinik dan mendapatkan

pengobatan asam traneksamat 500mg, namun tidak ada perubahan. Pasien juga

menyatakan bahwa keadaan haid yang banyak ini sudah dikeluhkan semenjak tahun 2009

pada saat itu pasien sudah diberikan pengobatan pil KB. Pada bulan September 2012

pasien mengalami keluhan yang sama kembali dan dilakukan pemasangan mirena.

Pasien dalam penggunaan obat-obatan berupa terapi tiroid (Thyrax).

4

Page 5: BAB I presus

Perangai Pasien :

Kooperatif

Riwayat Haid :

- Menarche : 12 tahun

- Siklus : teratur

- Lamanya : 10 hari

- Banyaknya : 4-5 kali ganti pembalut/hari

- Nyeri haid : ada

Riwayat KB :

Tubektomi (2009)

Riwayat Pernikahan :

Menikah 1 kali dengan suami yang sekarang, pada usia 25 tahun

Riwayat Obstetri :

- P4A0

- Anak 1 : Lahir di Rumah Sakit, persalinan pervaginam tahun 1993

- Anak 2 : Lahir di Rumah Sakit, persalinan ditolong oleh dokter sectio caesaria

2000

- Anak 3 : Lahir di Rumah Sakit, persalinan ditolong oleh dokter sectio caesaria

2005

- Anak 4 : Lahir di Rumah Sakit, persalinan ditolong oleh dokter sectio caesaria

2009

5

Page 6: BAB I presus

Riwayat Penyakit Dahulu :

- Hipertensi : Disangkal

- DM : Disangkal

- Asma : Persisten

- Alergi : Disangkal

- Tiroid : Post Tiroidektomi dengan terapi thyraks

- Penyakit Jantung : Ada,

Riwayat Penyakit Keluarga :

- Hipertensi : Disangkal

- DM : Ibu pasien

- Asma : Nenek pasien

- Alergi : Disangkal

- Penyakit Jantung : Ibu pasien

Riwayat Operasi

- Sectio caesaria

- Tiroidektomi

2.3. Pemeriksaan Fisik (8 januari 2013) :

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Composmentis

Tinggi Badan : 155 cm

6

Page 7: BAB I presus

Berat badan : 40 kg

Indeks Massa Tubuh : 16,64

Tanda Vital :

Nadi : 88 x/menit

Suhu : 36,5oC

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Frekuensi nafas : 20 x/menit

Status Generalis

Kepala : Normocephal

Leher : KGB tak teraba membesar, tiroid tidak teraba

JVP : 5 + 2 cm

Mata : Konjungtiva anemis (+/+)

Sklera Ikterik (-/-)

THT : Dalam batas normal

Jantung : Bunyi jantung I – II irregular, murmur (-) gallop (-)

Paru : Suara dasar vesikuler (-/-) rhonki (-/-) wheezing(-/-)

Abdomen : Supel, nyeri tekan (+) diregio epigastrik, dan suprapubis , bising usus (+)

normal

Ekstremitas : Akral hangat, edema (-/-), tidak ditemukan deformitas

7

Page 8: BAB I presus

Status Lokalis

Status Ginekologi

Abdomen :

Inspeksi : datar, venektasi (-), simetris

Auskultasi : bising usus (+) normal

Palpasi : supel, fluid wave (-), Tidak teraba massa, nyeri tekan (+) di regio

epigastrik, dan suprapubis

Perkusi : shifting dullness (-)

Pemeriksaan Dalam:

Inspekulo : portio lembut, Ostium uteri eksterna terbuka, darah (+)

fluxus (-), fluor (-)

Vaginal toucher: ukuran dan bentuk uterus normal, massa adnexa (-/-), Cavum Douglas

terdapat penonjolan parametrium normal.

2.4. Pemeriksaan Penunjang :

1. Ultrasonografi (8 Januari 2013)

Tampak uterus ukuran normal

Endometrium tidak menebal

Mirena insitu

Kedua adnexa dalam batas normal

Tidak tampak cairan bebas

8

Page 9: BAB I presus

2.5. Diagnosis Kerja

Abnormal uterus Bleeding

2.6. Penatalaksanaan

Observasi tanda – tanda vital

Cek DPL. BT/CT. Urine lengkap, GDS, PT, APTT

Edukasi dan Informed consent

o Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang kondisi pasien saat ini dan

rencana tatalaksana yang akan di berikan kepada pasien.

Transfusi PRC bila Hb <8g/dl

Asam traneksamat 3 x 1g iv

Asam mefenamat 3 x 500mg po

Rawat ruangan

Perawatan ruangan tanggal 8 Januari 2013

Pemeriksaan laboraturium (8 januari 2013)

Jenis pemeriksaan Hasil Nilai NormalDarah RutinHemoglobin 8,8 12-16 g/dL Hematokrit 28 37-47% Eritrosit 3.4 4.3-6.0 jt/µLLeukosit 3000 4500-11000 /µLTrombosit 27.000 150000-

400000/µLMCV 82 80-96 fl MCH 26 27-32 pg

9

Page 10: BAB I presus

MCHCHemostasisKoagulasiProtrombinKontrolPasienAPTTKontrolPasien

31

12,310,9

3534,5

32-36 g/dL

Detik9,8-12,6

Detik27-29

Kimia Klinik

Ureum 20 20-50 mg/dLKreatinin 0,7 0.5-1.5 mg/dLGulaDarah sewaktu

98 70 – 100 mg/dL

Intruksi:

Transfusi PRC 250 cc

Follow up ruangan tanggal 9 januari 2013

S : Keluar darah dari kemaluan jumlah lebih sedikit dari kemarin

O: Keadaan umun/Kesadaran: tampak sakit ringan /Compos Mentis

TD: 110/70mmHg, N: 90x/m, RR: 18x/m, Suhu: 36,8 C

Status Generalis: Dalam batas normal

Status Gynekologi: Inspeksi v/u tenang, perdarahan (+)

A: AUB ec Iatrogenik IUD dd/ not Classified

10

Page 11: BAB I presus

P: rencana diagnostik – USG ulang

Cek Darah rutin post transfusi

Rencana terapi – Asam traneksamat 3 x 500mg

Asam mefenamat 3 x 500mg

Pemeriksaan Laboraturium tanggal 9 Agustus 2013

Jenis pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Darah Rutin

Hemoglobin 10,1 12-16 g/dL

Hematokrit 32 37-47%

Eritrosit 3.9 4.3-6.0 jt/µL

Leukosit 3100 4500-11000 /µL

Trombosit 189.000 150000-

400000/µL

MCV 84 80-96 fl

MCH 26 27-32 pg

Visite dokter penanggung jawab pasien

Rencana Histerektomi total tanggal 14 januari 2014

Tidak perlu USG ulang

Konsul Thoraks, Jantung dan penyakit dalam11

Page 12: BAB I presus

Pil KB 3x 1

Asam Traneksamat stop

Konsul Penyakit dalam

Post Tiroidektomi

Toleransi tidakan risiko sedang berat

Konsul Jantung

VES +

Toleransi tidakan risiko sedang berat

Konsul Paru

Asma Persisten

Toleransi tidakan risiko sedang berat

Konsul Anestesi

Acc ASA III

Persiapan ICU post operatif

Tindakan Bedah (Histerektomi Total)

12

Page 13: BAB I presus

LAPORAN OPERASI

Tanggal Operasi : 14 Januari 2013

Jam : 08.15 – 11.00 WIB

Kategori Operasi : Besar

Diagnosa bedah : Abnormal uterine bleeding

Jenis Operasi : Histerektomi total, safingektomi kiri dan kistektomi

folikel ovarium kiri

Jaringan yang di eksisi : dikirim ke PA

Jenis anestesi : General Anestesi

Prosedur Operasi

1. Pasien terlentang dalam General anestesi

2. Dilakukan asepsis dan antiseptik daerah abdomen dan sekitarnya.

3. Dilakukan insisi mediana mengikuti parut lama

4. Peritoneum dibuka

5. Pada eksplorasi tampak uterus ukuran normal, terdapat pembesaran tuba kiri ukuran

10x5x4cm, ovarium kiri membesar 7x5x4cm, tuba kanan dan ovarium kanan normal.

6. Ligamentum rotundum di klem, di potong, dan di ikat

7. Dibuat jendela pada ligamentum latum kanan dan kiri, kemudian ligamentum proprii

kanan kiri dijepit, dipotong dan diikat

8. Dilakukan salfingektomi kiri dan kistektomi kiri

9. Plika vesikouterina dibuka, kandung kemih disisihkan, kedua vasa uterina dijepit,

dipotong dan diikat

10. Kedua ligamentum kardinale kanan kiri dijepit dipotong dan diikat13

Page 14: BAB I presus

11. Uterus dpancung setingi portio , portio di jahit dengan vicril 1,0

12. Perdarahan di rawat , reperitonisasi

13. Diyakini tidak ada perdarahan

14. Kassa lengkap , dinding abdomen ditutup lapis demi lapis

15. Perdarahan selama operasi ± 50 cc.

Tindakan post operasi :

Rawat ICU

Observasi : Keadaan umum, Tekanan darah, Nadi, Respirasi, Suhu, Perdarahan tiap

15 menit sekali sampai dengan pulih sadar.

Puasa : sampai dengan bising usus (+)

Infus : Ringer Laktat 20 gtt/menit.

Medikamentosa post operasi

Antibiotik : Injeksi Ceftriaxon 1 x 1 g IV

Analgetik : Asam mefenamat 3 x 500 mg

Ketroprofen supposituria 1 x 100 mg

Lain-lain : Sangobion 1 x 1 capsul

Gizi post operasi

o Diet ML 1700 kalori dengan protein 63,7 gram, lemak 37,7 gram dan karbohidrat

276 gram.

o Diet bertahap makan lunak , bentuk makanan bubur 3x dan buah 5x ( snack buah)

( H:N = 1:1)

o Diberikan ekstra putih telur rebus 3 butir/hari

14

Page 15: BAB I presus

Hasil Pemeriksaan Lab Darah Post Operasi

Jenis pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Darah Rutin

Hemoglobin 8,6 12-16 g/dL

Hematokrit 27 37-47%

Eritrosit 3,1 4.3-6.0 jt/µL

Leukosit 13400 4500-11000 /µL

Trombosit 214.000 150000-400000/µL

MCV 85 80-96 fl

MCH 28 27-32 pg

MCHC 33 32-36 g/dL

Ureum 25 20-50 mg/dL

Kreatinin 0,8 0.5-1.5 mg/dL

Gula darah sewaktu 328 <140 mg/dL

15

Page 16: BAB I presus

BAB III

PEMBAHASAN KASUS

Seorang wanita usia 42 tahun paritas tiga datang pada tanggal 8 Januari 2013 dengan

keluhan keluarnya darah banyak dari kemaluan pada saat haid. Darah yang keluar adalah darah

segar dan flek yang banyak sehingga menyebabkan pasien mengganti pembalut 4-5 kali dalam

sehari. Hal ini disampaikan terjadi semenjak seminggu sebelum pasien datang ke rumah sakit.

Keluhan ini disertai adanya nyeri pada perut bagian bawah dan keadaan yang lemah dalam

beberapa hari. Pasien menyangkal adanya gangguan buang air besar dan buang air kecil. Pada

tanggal 7 Januari pasien sudah datang ke poliklinik untuk mendapatkan pengobatan, dan

diberikan terapi pemberian obat asam traneksamat. Namun keluhan tidak berkurang hingga

pasien datang kembali keesokan harinya.

Pasien mengaku sering mengalami keluhan seperti ini semenjak tahun 2006, dimana

pertama kali berobat diberikan terapi pemberian pil KB. Keluhan dirasakan berkurang dan rutin

kontrol. Pada bulan September 2012 pasien mengeluhkan darah haid kembali banyak dan

diberikan terapi pemasangan IUD (Intra Uterine Device) Mirena. Yang selanjutnya dirasakan

berkurang hingga haid saat ini mengalami keluhan.

Dengan data yang diperoleh dari anamnesa tersebut dapat terlihat bahwa keadaan pasien

ini mengalami perdarahan pervaginam. Hal tersebut dapat merupakan hal yang normal pada

16

Page 17: BAB I presus

wanita dimana terdapat siklus wanita mengalami haid atau menstruasi. Menstruasi itu sendri

merupakan perdarahan periodik dari uterus yang dimulai sekitar 14 hari setelah ovulasi secara

berkala akibat terlepasnya lapisan endometrium uterus. Menstruasi tersebut dapat dengan

normal maupun terdapat gangguan.

Menstruasi dianggap normal ketika pendarahan rahim terjadi setiap 21 sampai 35 hari

dan tidak berlebihan. Durasi normal perdarahan menstruasi adalah antara dua dan tujuh

hari. Sehingga jika terjadi ketika salah satu frekuensi atau jumlah perdarahan uterus berbeda dari

yang disebutkan di atas atau wanita terdapat bercak atau perdarahan antara periode menstruasi

disebut sebagai perdarahan uterus abnormal Abnormal Uterine Bleeding (AUB).

Dengan pengertian tersebut maka pada pasien ini dapat dimasukkan kedalam kriteria

perdarahan uterus abnormal, dengan gejala klinis berupa perdarahan menstruasi berat yang dapat

dilihat dari perdarahan menstruasi yang melebihi 80cc. Dengan keadaan yang masuk kedalam

kriteria perdarahan uterus abnormal tersebut maka hal berikutnya adalah menentukan

penyebabnya.

Sesuai dengan rekomendasi International Federation of Gynecology and. Obstetrics

(FIGO) AUB diklasifikasikan menjadi dua hal yaitu organik dan non organik yang berikutnya

dibagi kembali menjadi sistem klasifikasi PALM COEIN (polip, adenomiosis, leiomioma,

malignancy and hyperplasia, coagulopathy, ovulatory dysfunction, endometrial, iatrogenik dan

not yet classified).

Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan pada status generalis keadaan umum pasien

terlihat sakit sedang dengan kesadaran pasien compos mentis, tanda-tanda vital didapatkan

tekanan darah sedikit turun 110/70mmHg, konjungtiva anemis pada kiri dan kanan yang dapat

menunjukkan adanya keadaan perdarahan hingga terjadinya anemia. pada pemeriksaan leher

17

Page 18: BAB I presus

tidak teraba jaringan tiroid sesuai dengan pernyataan pada penyakit dahulunya telah mengalami

pengangkatan jaringan tiroid. Pada pemeriksaan jantung didapatkan irama jantung yang

irregular.

Pada pemeriksaan status ginekologi pada pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri tekan

pada daerah suprapubic tidak teraba pembesaran dan massa. Pada pemeriksaan lokalis genitalia

baik inpeksi dan pemeriksaan dalam tidak ditemukan kelainan lainnya.

Dilakukan pemeriksaan USG trans abdominal didapatkan hasil yang normal tidak terdapat massa

pada uterus, tampak uterus ukuran normal, endometrium tidak menebal, mirena insitu, kedua

adnexa dalam batas normal, tidak tampak cairan bebas

Dari hasil tersebut sesuai data yang didapatkan dari pedataan status pasien didapatkan

diagnosa sementara Abnormal uterine bleeding. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang telah

disampaikan berdasarkan dari gejala klinis pasien, namun dengan diagnosis tersebut belum

dinyatakan adanya penyebab dari diagnosis tersebut. Seharusnya pada saat tersebut pasien sudah

dapat disingkirkan beberapa keadaan penyebab dari perdarahan uterus abnormal tersebut.

Dimana sesuai dengan Konsensus HIFERI POGI cabang Jakarta dalam Usulan Tatalaksana

Perdarahan Uterus Abnormal, disampaikan bagaimana panduan investigasi yang dimulai dari

anamnesis hingga pemeriksaan lainnya. Dimana pada pasien ini melalui anamnesa didapatkan

data yang dapat menapis kemungkinan-kemungkinan dari penyebab terjadinya PUA.

Pada pasien ini didapatkan keluhan yang berulang semenjak tahun 2009 dimana pada

sebelumnya tidak terdapat keluhan dalam siklus, lama, serta jumlah perdarahannya, yang

menggambarkan keadaan ini merupakan keadaan yang sudah berlangsung lama dan berulang.

Dengan demikian pencarian faktor risiko dan penyebabnya dapat dimulai dari data tersebut.

18

Page 19: BAB I presus

Penapisan terhadap gangguan hemostatis didapatkan dari data pasien tidak terdapat gangguan

apabila terjadi luka baik pada pasien dan keluarga serta diperoleh pula tidak adanya perdarahan

haid yang berlebih semenjak menarch dan tidak menkonsumsi obat-obat anti koagulasi.

Faktor risiko adanya gangguan tiroid pada pasien ini didapatkan melalui anamnesa dan

pemeriksaan fisik dimana pasien menyatakan pernah menderita gangguan tiroid semenjak tahun

2000 dan dilakukan tiroidektomi pada tahun 2006 yang dikonfirmasi dengan pemeriksan fisik

leher tidak didapatkanya perabaan jaringan tiroid. Dengan keadaan tersebut pasien mendapatkan

terapi pengganti hormon tiroid yang diminum setiap hari. Walaupun demikian hal tersebut tetap

menjadi faktor risiko pada keadaan sekarang ini.

Penilaian ovulasi dapat dilakukan melalui anamnesa dari pasien dimana pada pasien ini

secara klnis pasien tidak mengeluhkan adanya siklus menstruasi yang terganggu seperti keadaan

amenore atau gangguan siklus lainnya yang merupakan salah satu tanda adanya gangguan

ovulasi.

Hal lainnya yang menjadi faktor risiko adalah adanya IUD Mirena, dimana pada dasarnya

pemasangan IUD ini sebagai terapi hormonal yang digunakan untuk pengobatan keluhan

sebelumnya, namun pemasangan IUD tetap dapat menjadi faktor risiko terjadinya keaadaan

iatrogenik.

Sehingga berikutnya kita dapat mengacu kepada alur penatalaksanaan PUA, dimana

pasien ini merupakan PUA yang berlangsung telah melebihi 3 bulan yang sesuai dengan

terminology yang diambil dari FIGO yaitu perdarahan uterus abnormal kronik yang merupakan

perdarahan uterus abnormal yang telah terjadi lebih dari 3 bulan.

19

Page 20: BAB I presus

Evaluasi awal PUA kronik dapat dinilai dari pasien mengalami satu atau lebih kondisi

perdarahan yang lama dan tidak dapat diramalkan dalam 3 bulan terakhir. Anamnesis dilakukan

untuk menilai ovulasi, kelainan sistemik, dan penggunaan yang mempengaruhi kejadian PUA.

Keinginan pasien untuk memiliki keturunan dapat menentukan penanganan selanjutnya.

20

PUA kronik

> 3 bulan, lama, jumlah, dan frekuensi perdarahan tidak

dapat diramalkan

Tidak

Ya

Pemeriksaan awal

A. Anamnesis yang terstruktur

D. Gangguan medis terkait, penggunaan

obat

obat

C. Fungsi ovulasi

F. Fertilitas

B. Pemeriksaan fisik

Evaluasi uterus

PUA akut

B. Pemeriksaan tambahan

B. Darah perifer lengkap

C. Pemeriksaan hormonal

(jika oligo-anovulasi)

D. Pemeriksaan koagulopati bawaan

jika (+) indikasi

Page 21: BAB I presus

Pemeriksaan tambahan meliputi pemeriksaan darah perifer lengkap, pemeriksaan untuk menilai

gangguan ovulasi (fungsi tiroid, prolaktin, dan androgen serum) serta pemeriksaan hemostasis.

Sehingga melalui bagan yang telah disampaikan kita dapat menilai kesesuaian dengan

pelaksanaannya pada pasien Ny. I, dimana dari pasien datang kita melihat adanya pelaksanaan

anamnesa yang terkait dengan keluhan yang mengarah pada PUA kronik dan dilakukan evaluasi

melalui anamnesa dan pemeriksaan fisik dan berusaha menapis penyebab-penyeba terjadinya

keluhan pada pasien.

Pada anamnesa dan pemeriksaan fisik dilakukan pula evaluasi uterus

21

atau

E. Evaluasi Uterus

E. Risiko hiperplasia atau neoplasia

F. Curiga kelainan struktur

Ya Tidak Ya

E. Biopsi endometrium berbasis office

E. Sampel cukup

F. USG transvaginal

F. Kavum uteri normalYa

Tidak

F. Histeroskopi + / - biopsi F. SIS

F. Lesi target

Tidak

Ya(-) akses

G. Pertimbangkan MRI

PUA-LSM, PUA-P, PUA-A

Kemungkinan PUA-E atau OYa

Tidak

E. Hiperplasia atipik/ Kanker?

Ya

Tata laksana PUA-M

Tidak

Page 22: BAB I presus

Jika melihat bagan evaluasi dalam menganalisa cara mendiagnosis dari gejala anamnesa

dan pemeriksaan fisik hal ini masih sesuai dengan yang dilaksanakan pada pasien ini. Namun

jika melihat dalam penilaian yang disarankan untuk menilai uterus dalam pemeriksaan

penunjang adalah USG transvaginal sedangkan pada pasien ini dilakukan hanya USG

transabdominal. Hal ini menyangkut kelebihan USG transvaginal yang lebih baik dalam menilai

bentuk kelainan uterus dan adnexa.

Setelah didapatkan hasil dari data-data yang didapatkan pasien didiagnosis Abnormal

uterine bleeding dengan mirena insitu, menurut saya ini merupakan hal yang kurang tegas

dimana tidak disampaikannya kemungkinan penyebab dari pasien ini. Dimana pada hasil

anamnesa, pemeriksaan fisik dan ditunjang oleh USG tidak didapatkannya kelainan struktural.

Kemungkinan yang masih dapat dicurigai adalah kelainan nonstruktural, jika dilihat dari

koagulophati melalui anamnesa dan pemeriksaan fisik memang tidak dapat dipastikan sehingga

pperlu pemeriksaan penunjang dalam melihat adanya gangguan koagulophati. Gangguan non

struktural ovarium disfungtion belum dapat pula disingkirkan, walaupun pada anamnesa tidak

didapatkan adanya gangguan pada siklus haid berupa siklus yang irregular yang merupakan

gejala yang dijumpai pada gangguan ini, dimana pasien memilik factor risiko adanya gangguan

tiroid yang dapat menggangu siklus ovulasi. Sehingga nantinya diperlukan konfirmasi dari nilai

kadar hormon tiroid pada pasien. Berikutnya adalah gangguan endometrial yang merupakan

gangguan hemostasis lokal endometrium yang diakibatkan adanya penurunan produksi faktor

yang terkait vasokonstriksi seperti endothelin-1 dan prostaglandin F2α serta peningkatan aktifitas

fibrinolitik, hal ini dapat diambil setelah menyingkirkan adanya gangguan lain dengan haid yang

22

Page 23: BAB I presus

berovulasi. Selain itu iatrogenik juga tetap harus dipertimbangkan karena adanya intervensi pada

pasien yaitu pemasangan IUD Mirena. Jika dari gangguan tersebut tidak dapat dimasukkan

makan pilihan terakhir adalah Not Clasified/ tidak terklasifikasi.

Hal yang disampaikan penting agar dengan mengarahkan pasien kesuatu diagnosis maka

dibutuhkan pemeriksaan penunjang yang tepat dan penanganan yang tepat. Pada kasus pasien

berikutnya dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboraturium darah lengkap,

BT/CT, Urine lengkap, GDS, PT, APTT. Dari pemeriksaan ini memang sudah sesuai dengan

yang dibutuhkan, namun masih ada beberapa pemeriksaan yang kurang yang berfungsi untuk

menapis kemungkinan dari gangguan pasien ini. Berupa evaluasi ganggan tiroid baik TSH, T3,

dan T4 dan dapat pula dilakukan pemeriksaan hormon reproduksi. Menurut saya pertimbangan

tidak dilakukannya pemeriksaan tersebut pada saat itu adalah pemeriksaan yang dapat dilakukan

pada jam pelayanan harian di rumah sakit sehingga belum dapat dimintakan.

Setelah didapatkan hasil hasil laboraturium menunjukkan adanya penurunan hemoglobin

dan tidak adanya nilai lain yang bermakna khususnya tidak ada gangguan hemostasis sistemik

pada pasien yang menunjukan tidak adanya gangguan koagulophati. Hemoglobin yang rendah

menunjukkan perdarahan aktif pada pasien dan masuk ke indikasi rawat inap dengan pemberian

transfusi, yang sesuai dengan penatalaksanaan PUA akut dimana:

23

Page 24: BAB I presus

24

Hipotensi ortostatik atau hemoglobin < 10 g / dl atau perdarahan aktif & banyak

A. Rawat inap B. Rawat jalan

Infus RL dan oksigen dan transfusi darah jika Hb

< 7,5 g / dl

EEK 2.5 mg, oral setiap 6 jam, ditambah

prometasin 25 mg oral atau injeksi setiap 4-6

jam. Asam traneksamat 3 x 1 gram diberikan

bersamaan dengan EEK

D&K jika perdarahan masih berlangsung dalam

12-24 jam.

Setelah perdarahan akut berhenti, diberikan PKK

4x1 tab (4 hari), 3x1 tab (3 hari), 2x1 tab (2 hari)

dan 1x1 tab, 3 minggu dan 1 minggu bebas PKK.

PKK siklik selama 3 bulan. Dapat diberikan

GnRH agonis 3 siklus bersama PKK.

Jika terdapat kontra indikasi PKK dapat diberikan

progestin selama 14 hari, kemudian stop 14 hari.

Ulangi 3 bulan.

USG transvaginal / transrektal, TSH, DPL, PT,

aPTT.

Tablet hematinik 1x1 tab

EEK 2.5 mg, oral setiap 6 jam, ditambah

prometasin 25 mg oral. Asam traneksamat

3 x 1 gram diberikan bersamaan dengan

EEK.

D&K jika perdarahan masih berlangsung

dalam 12-24 jam.

Setelah perdarahan akut berhenti, diberikan

PKK 4x1 tab (4 hari), 3x1 tab (3 hari), 2x1

tab (2 hari) dan 1x1 tab, 3 minggu dan 1

minggu bebas PKK. PKK siklik selama 3

bulan

Jika terdapat kontra indikasi PKK dapat

diberikan progestin selama 14 hari,

kemudian stop 14 hari. Ulangi 3 bulan.

USG transvaginal / transrektal, TSH, DPL,

PT, aPTT.

Tablet hematinik 1x1 tab

TidakYa

J. Bila terapi medikamentosa tidak berhasil atau ada kelainan organik, lakukan terapi

pembedahan seperti ablasi endometrium, miomektomi, polipektomi atau histerektomi

Page 25: BAB I presus

Hal berikutnya pada pasien yang dirawat dilakukan evaluasi setiap harinya sesuai yang

disampaikan. Pada evaluasi perawatan hari pertama pada rencana diagnostik disampaikan untuk

dilakukan USG ulang yang mungkin saja diharapkan mengunakan USG transvaginal yang

dengan lebih baik menemukan adanya gangguan struktural, namun hal ini tidak dilakukan karena

setelah dikonfirmasi kepada dokter penanggung jawab pasien tidak perlu dilakukan USG ulang

yang dipersiapkan adalah persiapan operasi tidakan histerektomi total.

Hal ini menjadi pertanyaan kenapa keputusan tersebut diambil untuk pasien ini. Dimana

secara data yang diterima semenjak pasien dirawat belum didapatkan atau ditentukannya

penyebab dari PUA dari pasien tersebut. Selain itu pada pasien dengan adanya factor risiko

gangguan tiroid pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan kadar hormone tiroid, yang salah

satunya dapat membantu menentukan penyebab dari pasien ini. Sehingga dengan demikian

kemungkinan-kemungkinan pada pasien ini belum dapat disingkirkan.

Pada evaluasi pertama didapatkan pula hal yang tertulis pada status perawatan pasien

adalah AUB et causa Iatrogenik dengan diagnosis banding Not classified. Iatrogenic yang

dicurigai karena adanya IUD mirena didalam uterus. Jika merujuk pada data pasien yang telah

datang berulang kali dengan keluhaan yang sama dan pemasangan Mirena tersebut merupakan

salah satu terpai yang dilakukan dimana Mirena merupakan IUD dengan pelepasan hormon

levonorgestrel yang ada didalamnya. Konsentrasi levonorgestrel tinggi (LNG) di endometrium

menurunkan regulasi reseptor estrogen dan progesteron, sehingga membuat endometrium tidak

sensitif terhadap sirkulasi estradiol sehingga menekan pertumbuhan endometrium. Setelah hanya

beberapa bulan penggunaan Mirena, kelenjar endometrium menjadi atrofi, stroma menjadi

bengkak dan desidua, mukosa menipis dan epitel menjadi tidak aktif. Perubahan vaskular berupa

penebalan dinding arteri, penekanan arteriol spiral dan thrombosis kapiler. Akan terjadi reaksi

25

Page 26: BAB I presus

inflamasi yang ditandai dengan peningkatan neutrofil, limfosit, sel plasma dan makrofag, dan

nekrosis fokal stroma juga mungkin terjadi. Perubahan endometrium terjadi dalam 3 siklus

setelah siklus dan menetap serta tidak terjadi peningkatan perubahan histologi dalam jangka

panjang. Selain itu perubahan awal pada endometrium yang disebabkan oleh Mirena dapat

dilihat dengan adanya perdarahan yang tidak teratur atau spotting, terutama dalam beberapa

bulan pertama pemasangan. Meskipun mekanisme yang mendasari perdarahan tidak teratur atau

spotting dengan terapi hormon belum dipahami dengan baik, mungkin melibatkan matriks

metalloproteinase dan inhibitor jaringan, serta pengaruh hormon pada reseptor seks steroid

endometrium.

Jika melihat dari pemasangan Mirena yang dilakukan empat bulan sebelum pasien datang

dirawat hal itu mungkin saja menjadi alasan dengan keadaan perdarahan pasien pada saat ini.

Selain itu hal yang memungkinkan lainnya jika dipandang dari IUD merupakan benda yang

dimasukkan kedalam tubuh dan factor terjadinya infeksi dan peradangan seperti endometritis

dapat terjadi. Sehingga dengan demikian sebaiknya dilakukan pelaksanaan berupa

26

Page 27: BAB I presus

Dengan demikian ada ketidak sesuaian penatalaksanaan pada pasien ini jika melihat data

yang diperoleh. Jika hal yang dipilih adalah tindakan histerektomi tersebut dilakukan dengan

indikasi gagal terapi mirena maka dilihat dari American college of Obstetry and Ginecology

(ACOG) bahwa pelaksanaan terapi hormonal dilakukan selama 6 bulan dan melihat respon

terapi, jika tidak terdapat respon terapi dilakukan terapi tindakan berupa endometrial biopsy atau

tindakan histerektomi atau ablasi endometrium.

Penlitian yang dilakukan S Bhattacharya dkk dengan Hysterectomy, endometrial ablation

and Mirena® for heavy menstrual bleeding: a systematic review of clinical effectiveness and

cost-effectiveness analysis, menyampaikan bahwa meskipun dilihat dari masa pemulihan untuk

27

Page 28: BAB I presus

kembali ke aktifitas biasa, lebih banyak perempuan merasa puas setelah histerektomi daripada

setelah ablasi endometrial. Data yang tersedia menunjukkan bahwa Mirena dapat lebih murah

dan lebih efektif daripada generasi pertama teknik ablasi, dengan tingkat kepuasan yang mirip

dengan generasi kedua teknik. Karena dengan kekurangan peneitian, terdapat bukti terbatas

untuk memberi kesan bahwa histerektomi terlihat lebih baik dibandingkan Mirena.

Penelitian lain yang dilakukan Rizkalla HF, Higgins M, Kelehan P, O'Herlihy C dengan

penelitian Pathological findings associated with the presence of a mirena intrauterine system at

hysterectomy, dimana dari penelitian ini dapat menggambarkan beberapa penyebab terjadinya

kegagalan dalam terapi Mirena sehingga dilakukan histerektomi. Didapatkan sebagian besar

pasien yang dilakukan histerektomi dan diperiksa specimen histopatologis menunjukkan

leimiyoma dan adenomiosis, dan hanya 13,6% yang tidak menunjukkan adanya kelainan

histopatologis.

Berikutnya adalah laporan operasi yang dinilai berbeda dari hasil USG transabdominal

yang dilakukan pada saat pasien datang. Pada laporan operasi didapatkan adanya pembesaran

pada tuba kiri dan kista folikel pada ovarium kiri, berbeda dengan laporan USG yang

menyatakan tidak ditemukannya adanya kelainan. Kemungkinan yang terjadi akibat USG

transabdominal yang kurang dapat menilai secara jelas atau dapat terjadi akibat faktor

pemeriksaan yang belum teliti dalam pemeriksaan.

Berkaitan dengan hal tersebut, dengan ditemukannya adanya kelaianan pada tuba dan

terdapat kista folikel ovarium menjadikan adanya kemungkinan lain yang terjadi. Dimana secara

langsung pembesaran tuba dan kista folikel ovarium jika dikaitkan dengan PUA tidak terdapat

dalam klasifikasi penyebab. Lain hal nya bila yang ditemukan adalah keganasan, namun hal ini

masih harus dipastikan dari pemeriksaan histopatologi. Selain itu kemungkinan lain adalah 28

Page 29: BAB I presus

adanya peradangan yang berlangsung lama yaitu endometritis kronik yang dapat ditemukan

adanya peradangan pada tuba serta ovarium, yang nantinya akan masuk kedalam PUA Not

classified.

Pasca tindakan operasi pasien dilakukan perawatan di ruang ICU ini dikarenakan adanya

pengawasan lebih lanjut pasca tindakan pembedahan dan pembiusan pada pasien yang memiliki

riwayat pennyakit jantung dan tiroid yang masuk kedalam risiko pembedahan sedang berat.

Dalam perawatan ICU pasien dilakukan pemberian transfuse PRC dikarenakan ditemukannya

hemoglobin yang rendah pada pasien pasca operasi. Jika melihat dari laporan pembedahan yang

hanya mengalami perdarahan kurang lebih 50cc seharusnya ini tidak terjadi. Sehingga mungkin

disebabkan oleh faktor dari hemodinamik pasien.

29

Page 30: BAB I presus

BAB IV

KESIMPULAN

Perdarahan uterus abnormal merupakan salah satu gangguan ginekologi yang memiliki

banyak faktor penyebab, dimana pada saat ini diklasifikasikan dengan “PALM COEIN”. Dengan

klasifikasi tersebut diharapkan akan mempermudah klinisi untuk dapat mendiagnosis dan

melaukan penalaksanaan yang tepat.

Pada kenyataannya hal ini masih merupakan suatu hal yang rumit dan sulit untuk

dilaksanakan sesuai pedoaman yang ada. Salah satunya pada penanganan kasus PUA yang

dilakukan perawatan di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta yang telah di ilustrasikan masih terdapat

adanya beberapa thal yang kurang.

Namun hal tersebut tentu saja memiliki pertimbangan-pertimbangan sesuai keilmuan

masing-masing klinisi. Dengan harapan dan tujuan yang tetap sama yaitu dapat melakukan

penatalaksanaan yang baik dalam perawatan pada pasien.

30

Page 31: BAB I presus

Daftar Pustaka

1. Munro, malcom; David, Geffen. 2011. Abnormal uterine Bleeding. Diunduh dari

http://cambridgemedicine.wordpress.com/2011/02/15/907/, 16 Januari 2013.

2. Baziad, Ali; Hestiantoro,Andon; Wiweko,Budi. PanduanTatalaksanaPerdarahan Uterus

Abnormal. HimpunanEndokrinologiReproduksidanFertilitas Indonesia.

PerkumpulanObstetridanGinekologi Indonesia. Jakarta.2011

3. Munro, malcom; Hilary O.D. Critchley, Michael S Broder, Ian S Fraser. 2011. FIGO

Classification System (PALM-COEIN) for Causes of Abnormal Uterine Bleeding in

Nongravid Women of Reproductive Age. Diunduh dari

http://gineteca.com/app/download/5784622793/FIGO+classification+system+

(PALM-COEIN)+for+causes+of+abnormal+uterine+bleeding.pdf. 16 Januari 2013.

4. Wijaya,Anton. 2011. MengenalPolip Endometrium.

Diunduhdarihttp://medianers.blogspot.com/2011/01/mengenal-polip-endometrium.html.1

oktober 2012

5. Perdarahan Uterus Abnormal. 2012. Diunduh dari

http://perdarahanuterusabnormal.com/article/manifestasi-klinis/. 16 Januari 2013.

6. ACOG practice bulletin: management of anovulatory bleeding.  Int J Gynaecol Obstet.

2001;72(3):263–271

7. Rizkalla HF , Higgins M, Kelehan P, O'Herlihy C. Pathological findings associated with the presence of a mirena intrauterine system at hysterectomy . Int J Gynaecol Pathol. 2008 Jan;27(1):74-8.

31