presus sigit i

40
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) kini mulai diperhitungkan sebagai salah satu masalah kesehatan yang menyebabkan tingginya angka kesakitan, kecacatan pada paru dan meningkatnya biaya pengobatan dan tahun ke tahun. Pada tahun 1986 lebih dari 20 juta penduduk AS menderita emfisema dan sekitar 11,2 juta menderita bronkitis kronis, terutama disebabkan oleh paparan asap rokok. Rerata angka kejadian PPOK di Jawa Timur 6,1%, perokok menunjukkan angka 3 kali lebih tinggi dibandingkan dengan bukan perokok. Penderita PPOK kebanyakan berusia lanjut, terdapat gangguan mekanis dan pertukaran gas pada sistim pernapasan dan menurunnya aktivitas fisik pada kehidupan sehari-hari. Peningkatan volume paru dan tahanan aliran udara dalam saluran napas pada penderita emfisema akan meningkatkan kerja pernapasan. Penyakit ini bersifat kronis dan progresif, makin lama kemampuan penderita akan menurun bahkan penderita akan kehilangan stamina fisiknya. Dalam mengelola penderita PPOK, di samping pemberian obat-obatan dan penghentian merokok juga diperlukan terapi tambahan yang ditujukan untuk mengatasi masalah tersebut

Upload: sigit-kurniawan

Post on 19-Dec-2015

231 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

presus

TRANSCRIPT

Page 1: Presus Sigit I

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) kini mulai diperhitungkan sebagai salah

satu masalah kesehatan yang menyebabkan tingginya angka kesakitan, kecacatan

pada paru dan meningkatnya biaya pengobatan dan tahun ke tahun. Pada tahun 1986

lebih dari 20 juta penduduk AS menderita emfisema dan sekitar 11,2 juta menderita

bronkitis kronis, terutama disebabkan oleh paparan asap rokok. Rerata angka

kejadian PPOK di Jawa Timur 6,1%, perokok menunjukkan angka 3 kali lebih tinggi

dibandingkan dengan bukan perokok.

Penderita PPOK kebanyakan berusia lanjut, terdapat gangguan mekanis dan

pertukaran gas pada sistim pernapasan dan menurunnya aktivitas fisik pada

kehidupan sehari-hari. Peningkatan volume paru dan tahanan aliran udara dalam

saluran napas pada penderita emfisema akan meningkatkan kerja pernapasan.

Penyakit ini bersifat kronis dan progresif, makin lama kemampuan penderita akan

menurun bahkan penderita akan kehilangan stamina fisiknya.

Dalam mengelola penderita PPOK, di samping pemberian obat-obatan dan

penghentian merokok juga diperlukan terapi tambahan yang ditujukan untuk

mengatasi masalah tersebut yakni rehabilitasi medis, khususnya fisioterapi

pernapasan. Fisioterapi pernapasan adalah suatu tindakan dalam rehabilitasi medis

yang bertujuan mengurangi cacat atau ketidakmampuan penderita, dan diharapkan

penderita merasa terbantu untuk mengatasi ketidak mampuannya sehingga mereka

dapat mengurus diri sendiri tanpa banyak tergantung pada orang 1ain. Namun

sayangnya upaya ini kurang diminati oleh para dokter Bahkan seringkali dilupakan

orang.

.

Page 2: Presus Sigit I

B. Tujuan

1. Tujuan umum

Laporan ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat ujian Kepaniteraan

Klinik Ilmu Kedokteran Keluarga Universitas Muhammadiyah

Yogyakarta

2. Tujuan Khusus

Untuk mengetahui dan memahami tentang penyakit PPOK, penyebabnya

serta menerapkan prinsip-prinsip pelayanan kedokteran keluarga dalam

mengatasi masalah penyakit dalam keluarga dan faktor masalah dalam

keluarga serta fungsi keluarga.

C. Manfaat

1. Manfaat bagi Puskesmas

Sebagai sarana bagi perencanaan peningkatan pelayanan kesehatan kepada

masyarakat dan mengoptimalkan peranan Puskesmas.

2. Manfaat bagi Penulis

Sebagai sarana pembelajaran dan pengalaman dalam upaya peningkatan

pelayanan kesehatan dengan menerapkan ilmu-ilmu kedokteran keluarga.

3. Manfaat bagi Pembaca

Sebagai sarana ilmu pengetahuan dan pembelajaran serta informasi

tentang pelayanan kesehatan keluarga dan masyarakat.

Page 3: Presus Sigit I

BAB II

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)

A. Definisi

PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis) merupakan penyakit yang dapat

dicegah dan dirawat dengan beberapa gejala ekstrapulmonari yang signifikan,

yang dapat mengakibatkan tingkat keparahan yang berbeda pada tiap individual.

Penyakit paru kronik ini ditandai dengan keterbatasan aliran udara di dalam

saluran napas yang tidak sepenuhnya reversible, bersifat progresif, biasanya

disebabkan oleh proses inflamasi paru yang disebabkan oleh pajanan gas

berbahaya yang dapat memberikan gambaran gangguan sistemik. Gangguan ini

dapat dicegah dan dapat diobati. Penyebab utama PPOK adalah rokok, asap polusi

dari pembakaran, dan partikel gas berbahaya (GOLD, 2007).

PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik) adalah penyakit paru kronik

ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak sepenuhnya

reversible atau irreversible. Hambatan aliran udara ini bersifat progresif dan

berhubungan dengan respon inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang

beracun atau berbahaya (PDPI, 2003).

B. Epidemiologi

Setiap orang dapat terpapar dengan berbagai macam jenis yang berbeda

dari partikel yang terinhalasi selama hidupnya, oleh karena itu lebih bijaksana jika

kita mengambil kesimpulan bahwa penyakit ini disebabkan oleh iritasi yang

berlebihan dari partikel-partikel yang bersifat mengiritasi saluran pernapasan.

Setiap partikel, bergantung pada ukuran dan komposisinya dapat memberikan

kontribusi yang berbeda, dan dengan hasil akhirnya tergantung kepada jumlah

dari partikel yang terinhalasi oleh individu tersebut ( PDPI, 2006 ). Insidensi pada

Page 4: Presus Sigit I

pria > wanita. Namun akhir-akhir ini insiden pada wanita meningkat dengan

semakin bertambahnya jumlah perokok wanita (Aditama, 2005).

C. Faktor Risiko

Faktor resiko PPOK bergantung pada jumlah keseluruhan dari partikel-

partikel iritatif yang terinhalasi oleh seseorang selama hidupnya (GOLD, 2007 ).

1. Asap rokok

Perokok aktif memiliki prevalensi lebih tinggi untuk mengalami gejala

respiratorik, abnormalitas fungsi paru dan mortalitas yang lebih tinggi

daripada orang yang tidak merokok. Resiko untuk menderita PPOK

bergantung pada “dosis merokok” nya, seperti umur orang tersebut mulai

merokok, jumlah rokok yang dihisap per hari dan berapa lama orang tersebut

merokok.

Enviromental Tobacco Smoke (ETS) atau perokok pasif juga dapat

mengalami gejala-gejala respiratorik dan PPOK dikarenakan oleh partikel-

partikel iritatif tersebut terinhalasi sehingga mengakibatkan paru-paru

“terbakar”.

Merokok selama masa kehamilan juga dapat mewariskan faktor resiko

kepada janin, mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan paru-paru dan

perkembangan janin dalam kandungan, bahkan mungkin juga dapat

mengganggu sistem imun dari janin tersebut.

2. Polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritan, gas beracun)

3. Indoor Air Pollution atau polusi di dalam ruangan

Hampir 3 milyar orang di seluruh dunia menggunakan batubara, arang,

kayu bakar ataupun bahan bakar biomass lainnya sebagai penghasil energi

untuk memasak, pemanas dan untuk kebutuhan rumah tangga lainnya. Ini

memungkinkan bahwa wanita di negara berkembang memiliki angka kejadian

yang tinggi terhadap kejadian PPOK (Hansel and Barnes, 2003). Sehingga

IAP memiliki tanggung jawab besar jika dibandingkan dengan polusi di luar

ruangan seperti gas buang kendaraan bermotor.

Page 5: Presus Sigit I

4. Polusi di luar ruangan, seperti gas buang kendaraan bermotor dan debu

jalanan.

5. Infeksi saluran nafas berulang

6. Jenis kelamin

Dahulu, PPOK lebih sering dijumpai pada laki-laki dibanding wanita.

Karena dahulu, lebih banyak perokok laki-laki dibanding wanita. Tapi dewasa

ini prevalensi pada laki-laki dan wanita seimbang. Hal ini dikarenakan oleh

perubahan pola dari merokok itu sendiri. Namun hal tersebut masih

kontoversial, maskipun beberapa penelitian mengatakan bahwa perokok

wanita lebih rentan untuk terkena PPOK dibandingkan perokok pria. Di

negara berkembang wanita lebih banyak terkena paparan polusi udara yang

berasal dari asap saat mereka memasak ( Hansel and Bernes, 2003)

7. Status sosioekonomi dan status nutrisi

Rendahnya intake dari antioksidan seperti vitamin A, C, E, kadang-

kadang berhubungan dengan peningkatan resiko terkena PPOK, meskipun

banyak penelitian terbaru menemukan bahwa vitamin C dan magnesium

memiliki prioritas utama (Hansel and Bernes, 2003)

8. Asma

9. Usia

Onset usia dari PPOK ini adalah pertengahan

10. Faktor Genetik

Faktor kompleks genetik dengan lingkungan menjadi salah satu

penyebab terjadinya PPOK (Sandford et al, 2002), meskipun penelitian

Framingham pada populasi umum menyebutkan bahwa faktor genetik

memberi kontribusi yang rendah dalam penurunan fungsi paru (Gottlieb et al,

2001).

D. Patofisiologi

Page 6: Presus Sigit I

Karakteristik PPOK adalah keradangan kronis mulai dari saluran napas,

parenkim paru sampai struktur vaskukler pulmonal. Diberbagai bagian paru

dijumpai peningkatan makrofag, limfosit T (terutama CD8) dan neutrofil. Sel-sel

radang yang teraktivasi akan mengeluarkan berbagai mediator seperti Leukotrien

B4, IL8, TNF yang mampu merusak struktur paru dan atau mempertahankan

inflamasi neutrofilik. Disamping inflamasi ada 2 proses lain yang juga penting

yaitu imbalance proteinase dan anti proteinase di paru dan stres oksidatif

(Alsaggaf dkk, 2004).

Perubahan patologis yang khas dari PPOK dijumpai disaluran napas

besar (central airway), saluran napas kecil (periperal airway), parenkim paru dan

vaskuler pulmonal. Pada saluran napas besar dijumpai infiltrasi sel-sel radang

pada permukaan epitel. Kelenjar-kelenjar yang mensekresi mukus membesar dan

jumlah sel goblet meningkat. Kelainan ini menyebabkan hipersekresi bronkus.

Pada saluran napas kecil terjadi inflamasi kronis yang menyebabkan berulangnya

siklus injury dan repair dinding saluran napas. Proses repair ini akan

menghasilkan struktural remodeling dari dinding saluran napas dengan

peningkatan kandungan kolagen dan pembentukan jaringan ikat yang

menyebabkan penyempitan lumen dan obstruksi kronis saluran pernapasan. Pada

parenkim paru terjadi destruksi yang khas terjadi pada emfisema sentrilobuler.

Kelainan ini lebih sering dibagian atas pada kasus ringan namun bila lanjut bisa

terjadi diseluruh lapangan paru dan juga terjadi destruksi pulmonary capilary bed.

Perubahan vaskular pulmonal ditandai oleh penebalan dinding pembuluh

darah yang dimulai sejak awal perjalanan ilmiah PPOK. Perubahan struktur yang

pertama kali terjadi adalah penebalan intima diikuti peningkatan otot polos dan

infiltrasi dinding pembuluh darah oleh sel-sel radang. Jika penyakit bertambah

lanjut jumlah otot polos, proteoglikan dan kolagen bertambah sehingga dinding

pembuluh darah bertambah tebal (Alsaggaf dkk, 2004).

Pada bronkitis kronis maupun emfisema terjadi penyempitan saluran

napas. Penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi dan menimbulkan sesak.

Page 7: Presus Sigit I

Pada bronkitis kronik, saluran pernapasan yang berdiameter kecil (< 2mm)

menjadi lebih sempit dan berkelok-kelok. Penyempitan ini terjadi karena

metaplasi sel goblet. Saluran napas besar juga menyempit karena hipertrofi dan

hiperplasi kelenjar mukus. Pada emfisema paru, penyempitan saluran napas

disebabkan oleh berkurangnya elastisitas paru-paru (Sat Sharma, 2006).

Konsep Patogenesis PPOK

E. Gejala klinis PPOK

Pasien biasanya mengeluhkan 2 keluhan utama yaitu sesak napas dan

batuk. Adapun gejala yang terlihat seperti :

1. Sesak Napas

Timbul progresif secara gradual dalam beberapa tahun. Mula-mula ringan

lebih lanjut akan mengganggu aktivitas sehari-hari. Sesak napas bertambah

berat mendadak menandakan adanya eksaserbasi.

2. Batuk Kronis

Batuk kronis biasanya berdahak kadang episodik dan memberat waktu pagi

hari. Dahak biasanya mukoid tetapi bertambah purulen bila eksaserbasi.

3. Sesak napas (wheezing)

Riwayat wheezing tidak jarang ditemukan pada PPOK dan ini menunjukan

komponen reversibel penyakitnya. Bronkospasme bukan satun-satunya

Page 8: Presus Sigit I

penyebab wheezing. Wheezing pada PPOK terjadi saat pengerahan tenaga

(exertion) mungkin karena udara lewat saluran napas yang sempit oleh radang

atau sikatrik.

4. Batuk Darah

Bisa dijumpai terutama waktu eksaserbasi. Asal darah diduga dari saluran

napas yang radang dan khasnya “blood streaked purulen sputum”.

5. Anoreksia dan berat badan menurun

Penurunan berat badan merupakan tanda progresif jelek (Alsaggaf dkk,

2004) .

F. Diagnosis

Diagnosis dibuat berdasarkan :

1. Gambaran klinis :

a. Anamnesis:

Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala

pernapasan

Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja

Riwayat penyakit emfisema pada keluarga

Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misal berat badan lahir

rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok

dan polusi udara

Batuk berulang dengan atau tanpa dahak

Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi

b. Pemeriksaan fisik

PPOK dini umumnya tidak ada kelainan

Inspeksi

- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)

- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)

Page 9: Presus Sigit I

- Penggunaan otot bantu napas

- Hipertropi otot bantu napas

- Pelebaran sela iga

- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis i

leher dan edema tungkai

- Penampilan pink puffer atau blue bloater

Palpasi

Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar

Perkusi

Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma

rendah, hepar terdorong ke bawah

Auskultasi

- suara napas vesikuler normal, atau melemah

- terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada

ekspirasi paksa

- ekspirasi memanjang

- bunyi jantung terdengar jauh

Keterangan :

Pink puffer

Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan

pernapasan pursed – lips breathing.

Blue bloater

Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat

edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer.

Pursed - lips breathing

Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi

yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk

mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk

mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik.

Page 10: Presus Sigit I

Dari pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda:

- pasien biasanya tampak kurus dengan Barrel shaped chest

- fremitus taktil dada berkurang atau tidak ada

- perkusi dada hipersonor, batas peru hati lebih rendah

- suara napas berkurang, ekspirasi memanjang, suara tambahan (ronkhi atau

wheezing)

2. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan rutin:

a. Faal paru

Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP)

- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau

VEP1/KVP (%).

Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) <

75 %

- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai

beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.

- Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE

meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan

memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%

Uji bronkodilator

- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan

APE meter.

- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20

menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan

VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml

- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil

b. Darah rutin

Hb, Ht, leukosit

Page 11: Presus Sigit I

Normal Hyperinflation

c. Radiologi

Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit

paru lain.

Pada emfisema terlihat gambaran :

- Hiperinflasi

- Hiperlusen

- Ruang retrosternal melebar

- Diafragma mendatar

- Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop

appearance)

Pada bronkitis kronik :

- Normal

- Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus

Pada bronkitis kronis, foto thoraks memperlihatkan tubular

shadow berupa bayangan garis-garis yang paralel keluar dari hilus

menuju apeks paru dan corakan paru yang bertambah.

Pada emfisema, foto thoraks menunjukkan adanya hiperinflasi

dengan gambaran diafragma yang rendah dan datar, penciutan pembuluh

darah pulmonal, dan penambahan cortakan ke distal.

Pemeriksaan khusus (tidak rutin)

a. Faal paru

Page 12: Presus Sigit I

- Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru

Total (KPT), VR/KRF,VR/KPT meningkat

- DLCO menurun pada emfisema

- Raw meningkat pada bronkitis kronik

- Sgaw meningkat

- Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %

b. Uji latih kardiopulmoner

- Sepeda statis (ergocycle)

- Jentera (treadmill)

- Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal

c. Uji provokasi bronkus

Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK

terdapat hipereaktivitas bronkus derajat ringan.

d. Uji coba kortikosteroid

Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral

(prednison atau metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama

2minggu yaitu peningkatan VEP1 pascabronkodilator > 20 % dan

minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru

setelah pemberian kortikosteroid.

e. Analisis gas darah

Terutama untuk menilai :

- Gagal napas kronik stabil

- Gagal napas akut pada gagal napas kronik

f. Radiologi

- CT - Scan resolusi tinggi

Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema

atau bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos.

- Scan ventilasi perfusi

Mengetahui fungsi respirasi paru

Page 13: Presus Sigit I

g. Elektrokardiografi

Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan

hipertrofi ventrikel kanan.

h. Ekokardiografi

Menilai funfsi jantung kanan

i. Bakteriologi

Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi

diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik

yang tepat. Infeksi saluran napas berulang merupakan penyebab utama

eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia.

j. Kadar alfa-1 antitripsin

Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada

usia muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia.

riwayat penyakit yang ditandai dengan gejala-gejala diatas.

PPOK harus dipertimbangkan pada penderita dengan keluhan batuk

dengan dahak atau sesak napas dan atau riwayat terpapar faktor resiko.

Diagnosis dipastikan dengan pemeriksaan obyektif adanya hambatan aliran

udara (dengan spirometri) (Alsaggaf dkk, 2004).

Page 14: Presus Sigit I

G. Klasifikasi

Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan spirometri dapat ditentukan klasifikasi (derajat) PPOK, yaitu:Tabel 2.2. Klasifikasi PPOK

Diagnosis Banding

PPOK lebih mudah dibedakan dengan bronkiektasis atau sindroma pasca TB paru, namun seringkali sulit dibedakan dengan asma bronkial atau gagal jantung kronik.Tabel 2.3. Perbedaan klinis dan hasil pemeriksaan spirometri pada PPOK, asma bronkial dan gagal jantung kronik

Page 15: Presus Sigit I

H. PENATALAKSANAAN

Tujuan penatalaksanaan penderita PPOK adalah untuk mengurangi gejala, mencegah

eksaserbasi, memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru, dan meningkatkan

kualitas hidup. Adapun modalitas terapi yang digunakan terdiri dari unsur edukasi, obat-

obatan, oksigen, ventilasi mekanik, nutrisi dan rehabilitasi.

Penatalaksanaan PPOK meliputi 4 program tatalaksana:

1. Evaluasi dan monitor penyakit

2. Menurunkan faktor risiko

3. Tatalaksana PPOK stabil

4. Tatalaksana PPOK eksaserbasi

Penatalaksanaan menurut derajat PPOK di antaranya adalah :

1. Berhenti merokok/mencegah pajanan gas/partikel berbahaya

2. Menghindari faktor pencetus

3. Vaksinasi Influenza

Page 16: Presus Sigit I

4. Rehabilitasi paru

5. Pengobatan/medikamentosa di antaranya penggunaan bronkodilator kerja

singkat antikolinergik kerja singkat), penggunaan bronkodilator kerja lama

(antikolinergik kerja lama), dan obat simtomatik. Pemberian kortikosteroid

dapat digunakan berdasarkan derajat PPOK.

6. Pada PPOK derajat sangat berat diberikan terapi oksigen

7. Reduksi volume paru secara pembedahan atau endoskopi (transbronkial).

Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :

1. Edukasi

2. Obat-obatan

3. Terapi oksigen

4. Ventilasi mekanik

5. Nutrisi

6. Rehabilitasi

1. Edukasi

Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang

pada PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma.

Karena PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti

dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan mencegah

kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih

bersifat reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki derajat adalah

inti dari edukasi atau tujuan pengobatan dari asma. Secara umum bahan

edukasi yang harus diberikan adalah :

- Pengetahuan dasar tentang PPOK

- Obat-obatan, manfaat dan efek sampingnya

- Cara pencegahan perburukan penyakit

- Menghindari pencetus (merokok)

Page 17: Presus Sigit I

- Penyesuaian aktifitas

Edukasi diberikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah

diterima, langsung ke pokok permasalahan yang ditemukan pada waktu itu.

Pemberian edukasi sebaiknya diberikan berulang dengan bahan edukasi

yang tidak terlalu banyak pada setiap kali pertemuan. Edukasi merupakan

hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil, karena

PPOK merupakan penyakit kronik progresif yang ireversibel.

Edukasi berdasarkan derajat penyakit:

Ringan

- Penyebab dan pola penyakit PPOK yang ireversibel

- Mencegah penyakit menjadi berat dengan menghindari pencetus, antara

lain berhenti merokok

- Segera berobat bila timbul gejala

Sedang

- Menggunakan obat dengan tepat

- Mengenal dan mengatasi eksaserbasi dini

- Program latihan fisik dan pernapasan

Berat

- Informasi tentang komplikasi yang dapat terjadi

- Penyesuaian aktiviti dengan keterbatasan

- Penggunaan oksigen di rumah

2. Obat-obatan

a. Bronkodilator

Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis

bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi berat derajat penyakit.

Page 18: Presus Sigit I

Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi (dihisap melalui saluran

nafas), nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang.

Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow

release) atau obat berefek panjang (long acting).

Macam-macam bronkodilator adalah : golongan antikolinergik,

golongan agonis beta-2, kombinasi antikolinergik dan beta-2 dan

golongan xantin.

b. Anti inflamasi

Digunakan apabila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral

(diminum) atau injeksi intravena (ke dalam pembuluh darah). Ini

berfungsi untuk menekan inflamasi yang terjadi. Dipilih golongan

metilpradnisolon atau prednison.

c. Antibiotika

Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang

digunakan untuk lini pertama adalah amoksisilin dan makrolid. Dan

untuk lini kedua diberikan amoksisilin dikombinasikan dengan asam

klavulanat, sefalosporin, kuinolon dan makrolid baru.

d. Antioksidan

Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitas

hidup. Digunakan N-asetilsistein, dan dapat diberikan pada PPOK

dengan eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian

yang rutin.

e. Mukolitik (pengencer dahak)

Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut, karena akan

mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik

dengan sputum yang kental. Tetapi obat ini tidak dianjurkan untuk

pemakaian jangka panjang.

f. Antitusif

Diberikan dengan hati-hati

Page 19: Presus Sigit I

3. Terapi oksigen

Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang

mengakibatkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen

merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi

dalam sel dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ-organ

lainnya.

4. Ventilasi mekanik

Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan

gagal napas akut, atau pada penderita PPOK derajat berat dengan gagal

napas kronik. Ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan

intubasi atau tanpa intubasi.

5. Nutrisi

Malnutrisi pada pasien PPOK sering terjadi, disebabkan karena

bertambahnya kebutuhan energi akibat kerja muskulus respiratorik yang

meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperaapni menyebabkan

terjadinya hipermetabolisme.

6. Rehabilitasi

Rehabilitasi PPOK bertujuan untuk meningkatkan toleransi latihan

dan memperbaiki kualitas hidup penderita dengan PPOK. Program ini

dapat dilaksanakan baik di luar maupun di dalam Rumah Sakit oleh suatu

tim multidisiplin yang terdiri dari dokter, ahli gizi, respiratori terapis dan

psikolog. Program rehabilitasi ini terdiri dari latihan fisik, psikososial dan

latihan pernapasan.

Page 20: Presus Sigit I

BAB IV

PEMBAHASAN

Diagnosis kerja pada pasien ini adalah PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronis) Eksaserbasi Akut, PPOK sendiri memiliki karakteristik adanya hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial, serta adanya respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya. Dinyatakan PPOK (secara klinis) apabila sekurang-kurangnya pada anamnesis ditemukan adanya riwayat pajanan faktor risiko disertai batuk kronik dan berdahak dengan sesak nafas terutama pada saat melakukan aktivitas pada seseorang yang berusia pertengahan atau yang lebih tua. Pada pasien didapatkan keluhan sesak yang semakin memberat saat aktivitas dan pasien merupakan seorang perokok aktif sejak usia muda.

Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau faktor lainnya seperti polusi udara, kelelahan atau timbulnya komplikasi. Gejala eksaserbasi : sesak bertambah, produksi sputum meningkat, perubahan warna sputum. Eksaserbasi akut dapat dibagi menjadi tiga tipe, dari anamnesa didapatkan pasien masuk dalam kategori II (eksaserbasi sedang) karena datang dengan sesak nafas yang dikeluhkan pasien sejak 1 bulan yang lalu dan dirasakan hilang timbul, sesak nafas dirasakan semakin memberat dalam 4 hari. Pasien mengaku juga mengeluhkan batuk berdahak sejak 3 bulan ini, semakin sering dirasakan dalam 4 hari ini.

Page 21: Presus Sigit I

Faktor risiko utama dari pasien adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran napas. Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan kronik pada paru.

Pada pasien seharusnya disingkirkan terlebih dahalu adanya infeksi pada paru lainnya. Untuk itu ada baiknya pasien harus dilakukan pemeriksaan BTA untuk mengetahui apakah pasien mengidap infeksi Tuberkulosis paru. Selanjutnya pasien juga harus dilakukan pemeriksaan spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP) untuk mengetahui derajat keparahan PPOK pada pasien. Foto thorax juga harus dilakukan, unutk memastikan gambaran PPOK dan untuk melihat apakah gagal jantung juga terlibat. Terakhir, pemeriksaan laboratorium seperti darah rutin, analisa gas darah juga dilakukan untuk melihat apakah asidosis respiratorik terjadi pada pasien.

Prinsip penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut adalah mengatasi segera eksaserbasi yang terjadi dan mencegah terjadinya kematian. Penanganan eksaserbasi akut dapat dilaksanakan di rumah (untuk eksaserbasi yang ringan) atau di rumah sakit (untuk eksaserbasi sedang dan berat). Pada pasien, di rujuk untuk mendapatkan perawatan dan penatalaksanaan yang adekuat. Untuk terapi medikamentosa pada pasien sebaiknya diberikan:

- O2 4 liter/menit nasal kanul- Posisi ½ duduk- Diet halus, tinggi protein- IVFD Glukosa D5% + Aminophilin drip 20 tetes/menit- Nebulizer salbutamol/ 8 jam- Injeksi Ceftriaxone 1 gr/12 jam- Injeksi Metilprednisolon 62,5 mg/12 jam

Untuk terapi medikamentosa lainnya dapat diberikan berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang (Foto thorax, dan atau EKG) untuk melihat apakah gagal jantung juga terlibat. Untuk terapi non medikamentosa dapat dilakukan fisioterapi pernafasan pada pasien

A. Identitas

Nama : Ny. SH

Umur : 56 tahun

Page 22: Presus Sigit I

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Kricak kidul, RT 39 RW 9

Agama : Islam

Suku : Jawa

Pekerjaan : Berjualan di pasar

Pendidikan : -

No. RM : 01.2093

Tanggal kunjungan Puskesmas : 3 Oktober 2014

Tanggal kunjungan rumah I : 4 Oktober 2014

Tanggal kunjungan rumah II : 5 Oktober 2014

B. SUBJEKTIF

Keluhan Utama : kepala pusing, tengkuk terasa pegal, kaki terasa berat

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan kepala pusing dan tengkuk terasa pegal sejak 3

hari yang lalu. Rasa pusing dirasakan hilang timbul, terlebih bila pasien kurang

istirahat. Nyeri kepala dirasakan di kepala bagian bawah disertai kaku pada leher dan

bahu.

Rasa pusing dan nyeri kepala tidak diikuti dengan keluhan mata berkunang-

kunang, telinga tidak berdengung, pasien tidak mengeluarkan darah dari hidungnya.

Pasien juga mengeluh kaki terasa nyeri dan kaku sehingga terasa berat saat berjalan.

Pasien tidak ada keluhan mual, tidak muntah, nafsu makan tidak ada masalah, tidak

ada gangguan BAB dan BAK. Pasien mengaku jarang makan makanan hewani,

pasien tidak merokok.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien mengaku menderita hipertensi sejak 3 tahun yang lalu. Saat itu, pasien

mengeluh kepalanya terasa pusing dan seluruh badannya terasa pegal-pegal. Riwayat

merokok disangkal.

Page 23: Presus Sigit I

Riwayat penyakit DM : disangkal

Riwayat penyakit jantung : disangkal

Riwayat penyakit asma : disangkal

Riwayat penyakit ginjal : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat penyakit hipertensi : disangkal

Riwayat penyakit DM : disangkal

Riwayat penyakit jantung : dibenarkan, suami

Riwayat penyakit asma : disangkal

Riwayat penyakit ginjal : disangkal

C. OBJEKTIF

PEMERIKSAAN FISIK

Kesan Umum : baik

Kesadaran : Kompos mentis

Tanda utama :

Tekanan darah : 150/90 mmHg

Nadi : 84 x/menit, teratur, isi dan tegangan cukup

Suhu badan : afebris

Pernafasan : 20 x/menit, tipe torakal.

Status gizi :

BB : 73 kg

TB : 161 cm

BMI = BB (kg) : (TB)2

= 73 : (1,61)2

=28,1

Page 24: Presus Sigit I

BB kurang : < 18,5

BB normal : 18,5- 22,9

BB lebih : ≥23,0

Beresiko obes : 23,0-24,9

Obes I : 25,0-29,9

Obes II : ≥30

Pemeriksaan Kulit : turgor dan elastisitas dalam batas normal, kelainan

kulit (-), Sianosis (-)

Pemeriksaan kepala

- Bentuk kepala : Mesosefal

- Rambut : hitam, beruban, tidak mudah dicabut, distribusi merata

Pemeriksaan mata

- Palpebra : Edema (-/-),

- Konjungtiva : Anemis (-/-),

- Sklera : Ikterik (-/-)

- Pupil : Reflek cahaya (+/+), isokor

Pemeriksaan Telinga : Otore (-/-), nyeri tekan (-/-), serumen (-/-)

Pemeriksaan Hidung : sekret (-/-), epistaksis (-)

Pemeriksaan Leher

- Kelenjar tiroid : Tidak membesar

- Kelenjar lnn : Tidak membesar, nyeri (-)

- Retraksi suprasternal : (-)

-JVP : tidak meningkat

Pemeriksaan Dada :

Page 25: Presus Sigit I

Depan : Kanan Kiri

Inspeksi : retraksi (-)

Palpasi : ketinggalan gerak (-).

Perkusi : sonor pada seluruh

lapang paru

Auskultasi :

- Suara dasar :

vesikuler

- Suara tambahan :

Ronkhi kering (-), wheezing

(-), krepitasi (-)

Inspeksi : retraksi (-)

Palpasi : ketinggalan gerak (-).

Perkusi : sonor pada seluruh

lapang paru

Auskultasi :

- Suara dasar :

vesikuler

- Suara tambahan :

Ronkhi kering (-),

wheezing (-) krepitasi (-)

Belakang Kanan Kiri

Palpasi : ketinggalan gerak (-).

Perkusi : sonor

Auskultasi :

- Suara dasar : vesikuler

- Suara tambahan :

Ronkhi kering (-), wheezing

(-), krepitasi (-)

Palpasi : ketinggalan gerak (-).

Perkusi : sonor

Auskultasi :

- Suara dasar : vesikuler

- Suara tambahan :

Ronkhi kering (-),

wheezing (-), krepitasi(-)

Jantung

Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak

Page 26: Presus Sigit I

Palpasi : Iktus kordis teraba pada sela iga ke 5 linea

midclavicula kiri, teraba tidak kuat angkat

Perkusi : Batas jantung

Kanan atas : SIC II linea para sternalis

kanan.

Kiri atas : SIC II linea para sternalis

kiri.

Kanan

bawah

: SIC IV linea para sternalis

kanan.

Kiri bawah : SIC V linea midklavikula

kiri.

Auskultasi : S1 S2 reguler, Bising jantung (-)

Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi : Bentuk bulat, defans muskular (-), venektasi

(-), sikatrik (-)

Auskultas

i

: Peristaltik usus (+) normal

Palpasi : Nyeri tekan abdomen (-), Hepatomegali (-),

nyeri tekan hepar (-), lien tak teraba

membesar, nyeri lepas tekan (-), massa (-),

Nyeri tekan suprapubik (-)

Perkusi : Timpani, nyeri ketok kostovertebra (-),pekak

beralih (-), undulasi (-)

Pemeriksaan Ekstremitas

Page 27: Presus Sigit I

Tungkai Lengan

Kanan Kiri Kanan Kiri

Gerakan

Tonus

Trofi

Edema

bebas

Normal

Eutrofi

-

bebas

Normal

Eutrofi

-

Bebas

Normal

Eutrofi

-

Bebas

Normal

Eutrofi

-

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan tanggal 20 September 2014

GDS : 137

Kolesterol total : 254

Trigliserida : 321

Asam urat : 6,4

F. DIAGNOSIS

Hipertensi primer grade I

Dislipidemia

Hiperuricemia

H. RENCANA PENATALAKSANAAN

1. Non Farmakologis

- Peerubahan pola makan

- Penurunan berat badan

BB : 73 kg

TB : 161 cm

Kebutuhan Kalori menurut rumus BROCCA

BB ideal = (TB-100)-10%(TB-100)

Page 28: Presus Sigit I

= (161-100)-10%(161-100)

= 54,9 kg

- Pengendalian stressor-stressor psikososial

- Menghindari factor resiko (merokok, alkohol)

- Program aktifitas fisik

- Mengompres sendi yang sakit dengan es dan mengistirahatkan selama 1 – 2

hari

2. Farmakologis

Amlodipin 5 mg 1x 1 tab

Simvastatin 0-0-1

Gemfibrozil 2x1 tab

Allopurinol 1x1 tab

Kalium diklofenak 2x1 (kalau perlu)