bab iii perkembangan organisasi jalasenastri 1957 … filekomandan kdm (komando daerah maritim);...

36
33 BAB III PERKEMBANGAN ORGANISASI JALASENASTRI 1957-1977 A. Pada Masa Orde Lama 1957-1965 Pada tanggal 10 Februari 1958 ketua Dewan Banteng, Achmad Husein mengeluarkan ultimatum kepada pemerintah pusat yang menyatakan bahwa Kabinet Djuanda harus mengundurkan diri dalam waktu 5x24 jam. Pemerintah akhirnya memecat secara tidak hormat Achmad Husein, Simbolon, Zulkifli Lubis dan Dahlan Djambek. 1 Pada tanggal 12 Februari 1958 Nasution mengeluarkan perintah pembekuan Komando Daerah Militer Sumatra Tengah dan selanjutnya menempatkannya langsung di bawah Komando Satuan AD. Pada 15 Februari di Padang, Achmad Husein memproklamasikan “Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia” (PRRI) dengan Syafrudin Prawiranegara sebagai Perdana Menteri. Pemerintah mengusahakan musyawarah dengan PRRI, akan tetapi hal ini gagal. Akhirnya operasi gabungan AD-AU-AL ditegakan terhadap PRRI di Sumatera Tengah, operasi ini disebut operasi 17 Agustus. Kolonel D.J. Somba pada 17 Februari 1958 mengeluarkan pernyataan bahwa wilayah Sulawesi Utara dan Tengah menyatakan memutuskan hubungan dengan Pemerintah Pusat serta mendukung Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Pemeritah pusat akhirnya memecat Somba dan Mayor Runturambi. Sedangkan batalyon yang berada di bawah Komando Daerah Militer Sumatra Utara (KDMSUT) termasuk dinas dan jawatan, wewenang komandonya diserahkan kepada 1 Ong Hok Ham, Sapta Marga Berkumandang di Sumatra: Operasi-operasi Menumpas Pemberontakan “PRRI”, (Jakarta: Balai pustaka, 1965), hlm 5.

Upload: phamque

Post on 14-Mar-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

33

BAB III

PERKEMBANGAN ORGANISASI JALASENASTRI 1957-1977

A. Pada Masa Orde Lama 1957-1965Pada tanggal 10 Februari 1958 ketua Dewan Banteng, Achmad Husein

mengeluarkan ultimatum kepada pemerintah pusat yang menyatakan bahwa

Kabinet Djuanda harus mengundurkan diri dalam waktu 5x24 jam. Pemerintah

akhirnya memecat secara tidak hormat Achmad Husein, Simbolon, Zulkifli Lubis

dan Dahlan Djambek.1 Pada tanggal 12 Februari 1958 Nasution mengeluarkan

perintah pembekuan Komando Daerah Militer Sumatra Tengah dan selanjutnya

menempatkannya langsung di bawah Komando Satuan AD. Pada 15 Februari di

Padang, Achmad Husein memproklamasikan “Pemerintah Revolusioner Republik

Indonesia” (PRRI) dengan Syafrudin Prawiranegara sebagai Perdana Menteri.

Pemerintah mengusahakan musyawarah dengan PRRI, akan tetapi hal ini

gagal. Akhirnya operasi gabungan AD-AU-AL ditegakan terhadap PRRI di

Sumatera Tengah, operasi ini disebut operasi 17 Agustus. Kolonel D.J. Somba

pada 17 Februari 1958 mengeluarkan pernyataan bahwa wilayah Sulawesi Utara

dan Tengah menyatakan memutuskan hubungan dengan Pemerintah Pusat serta

mendukung Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Pemeritah

pusat akhirnya memecat Somba dan Mayor Runturambi. Sedangkan batalyon

yang berada di bawah Komando Daerah Militer Sumatra Utara (KDMSUT)

termasuk dinas dan jawatan, wewenang komandonya diserahkan kepada

1 Ong Hok Ham, Sapta Marga Berkumandang di Sumatra: Operasi-operasi Menumpas Pemberontakan “PRRI”, (Jakarta: Balai pustaka, 1965), hlm 5.

34

Komando Antar Daerah Indonesia Timur (KOANDAIT). Untuk menghadapi

Permesta dilancarkan operasi Sapta Marga pada bulan april.2

Pemberontakan PRRI di Sumatra dan Permesta di Sulawesi membawa

pengaruh bagi organisasi Jalasenastri yang berada di bawah perlindungan

Angkatan Laut. Angkatan Laut yang saat itu juga diterjunkan dalam melawan

pemberontakan membuat Kongres Jalasenastri pertama yang ditujukan untuk

peresmian organisasipun terpaksa diundur. Hal ini terpaksa dilakukan karena

situasi yang belum kondusif akibat pemberontakan. Akhirnya pada awal tahun

1959 pemberontakan PRRI dan Permesta berhasil dihentikan oleh pemerintah

pusat. Berakhirnya pemberontakan memunculkan kembali inisiatif dari organisasi

Jalasenastri untuk mengadakan Kongres Jalasenastri I. Perkembangan Jalasenastri

pada orde lama meliputi;

1. Keorganisasian

Keorganisasian Jalasenastri dimulai dengan diadakannya kongres

Jalasenastri yang dilaksanakan pada bulan september 1959.3 Dua bulan menjelang

pelaksanaan Kongres Jalasenastri I tanggal 17 Juli 1959, terjadi pergantian

pimpinan Kepala Staf Angkatan Laut dari Laksamana Madya TNI Subijakto

kepada Kolonel Pelaut R.E. Martadinata.4 Kongres Jalasenastri yang pertama ini

dilaksanakan di Surabaya dan bertempat di mess Bahari. Kongres Jalasenastri I ini

2 Marwati Djoened Pusponegoro dan Nugroho Notosusanto, op.cit, hlm. 279-281.

3 Anggaran Rumah Tangga tahun 1959, pasal 7, Koleksi Pusjarah TNI, Arsip mengenai Kongres.

4 Markas Besar Tentara Nasional Indonesia, op.cit, hlm. 34.

35

diikuti utusan cabang-cabang Jalasenastri dari Komando Daerah Maritim

Belawan, Tanjung Pinang, Jakarta, Surabaya, Pontianak, Makassar, dan Malang.

Hal ini sangat berbeda dibanding pada saat pembentukan atau penyatuan

organisasi Jalasenastri untuk yang pertama kali dengan dihadiri 7 orang utusan

dari Jakarta dan Surabaya.

Kongres Jalasenastri I dilaksanakan pada tanggal 23-25 September 1959,

dan dipimpin oleh Ny. Soesilo Djojosoedarmo selaku Ketua I Jalasenastri Pusat.

Pimpinan sidang diatur secara bergantian, antara Ny. Soesilo Djojosoedarmo

dengan Ny. dr. Soewardjo selaku Ketua II.

Gambar. 4Foto bersama pada saat menjelang pembukaan sidang Kongres I di

Surabaya tahun 1959

Sumber: Dokumentasi pribadi dari koleksi Ny. Hadiwinarto/Dariyati (anggota Jalasenastri)

Ny. D. Maris pada tanggal 1 Desember 1959 membentuk susunan

organisasi yang baru setelah Kongres Jalasenastri I yang memutuskan sebagai

Pelindung ialah Kasal (Kepala Staf Angkatan Laut), Ibu S. Martadinata,

36

Komandan KDM (Komando Daerah Maritim); Ketua I ialah Ny. D. Maris; Ketua

II ialah Ny. John Lie; Ketua III ialah Ny. Koesnaedi Bagdja.5 Serah terima

pengurus Jalasenastri Pusat dilaksanakan di Surabaya dari Ny. Soesilo

Djojosoedarmo pada Ny. Koesnadi Bagdja selaku Ketua II dan Ny. Junus selaku

sekretaris II. Langkah pertama yang dilakukan oleh organisasi Jalasenastri adalah

membuat sarana kantor. Kantor dan peralatannya serba sederhana, dan

pembiayaan-pembiayaan lainnya adalah hasil dari sumbangan para pengurus.

Kantor bertempat di rumah Ketua I Ny. D Maris di jalan Wijaya II/117 Kebayoran

Baru.

Kongres Jalasenastri II dilaksanakan pada tanggal 18 September sampai

dengan tanggal 22 September 1961. Dalam Kongres II dibahas mengenai berbagai

masalah seperti; pembinaan organisasi, kesejahteraan keluarga, hubungan keluar

dengan organisasi-organisasi wanita lain, maupun pengaruh yang timbul dari

situasi negara. Masalah-masalah tersebut perlu disepakati untuk pembinaan

selanjutnya. Kegiatan Kongres Jalasenastri II akan dilakukan di tempat kediaman

resmi Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) jalan Diponegoro No. 48 Jakarta,

sebagai tempat upacara pembukan dan resepsi penutupan. Ny. D Maris selaku

Ketua I telah mengundurkan diri sebelumnya karena kesehatannya terganggu,

maka sidang pada Kongres II ini dipimpin oleh Ny. John Lie dan Ny. Koesnadi

Bagdja secara bergantian.6 Pada acara pembukaan hadir pula Ibu Agung Ny.

5 Anggaran dasar tahun 1959, pasal 5, Koleksi Pusajarah TNI, Arsip mengenai Susunan Pengurus Pusat.

6 Anggaran Rumah Tangga tahun 1959, pasal 9. Arsip mengenai Kongres.

37

Fatmawati Soekarno, Dr. Ny. Hurustiati Soebandrio, Ny. dr. Leimena serta Ny.

A.H. Nasution.

Gambar. 5Resepsi penutupan Kongres Jalasenastri II tahun 1961 di gedung Jalan

Diponegoro 38.

Sumber: Dokumentasi pribadi dari koleksi Ny. Hadiwinarto/Dariyati (anggota Jalasenastri)

Sidang Kongres Jalasenastri II mengalami kemajuan dari konferensi

maupun Kongres I, baik dalam persiapannya, susunan acara, maupun dalam

pembahasan materi bidang. Peserta Kongres Jalasenastri II merupakan utusan

cabang-cabang Jalasenastri yang telah dibentuk sesuai dengan Keputusan Kongres

II. Dalam sidang dibahas pula usulan tentang organisasi Jalasenastri untuk

menjadi organisasi semi dinas, dengan keanggotaan bagi semua isteri anggota

Angkatan Laut dan adanya keselarasan hubungan antara pusat dan cabang.

Pembinaan organisasi dan menata struktur kebijaksanaan serta sistem

pembinaan dilaksanakan secara lebih lanjut setelah Kongres Jalasenastri II

berakhir. Sebagai langkah pertama yang dilaksanakan ialah mennjuk Ny. Soesilo

Djojosoedarmo dan Ny. Soesatyo Mardhi untuk membuat susunan kepengurusan.

38

Pada tanggal 14 Oktober terbentuklah susunan kepengurusan dengan Pelindung

Menteri Kepala Staf Angkatan Laut; Penasehat ialah Komandan Komando Daerah

Maritim III Letnan Kolonel Soesatyo Mardhi, Kolonel Sjamsoel Bachri, Kepala

Penerangan Angkatan Laut May. Ambardhy; Ketua Kehormatan ialah Ny. R.E.

Martadinata; Ketua I ialah Ny. Soesilo Djojosoedarmo; Ketua II ialah Ny. M.

Soehadi; Ketua III ialah Ny. Soesatyo Mardhi.7

Kongres Jalasenastri II tahun 1961 telah mendesak Pimpinan Angkatan

Laut agar Jalasenastri diakui secara resmi sebagai satu-satunya organisasi isteri

Angkatan Laut. Dalam hal ini Menteri Panglima Angkatan Laut menyadari bahwa

peranan Jalasenastri dalam pembinaan keluarga Angkatan Laut dan keikut

sertaannya dalam kegiatan-kegiatan nasional sangat penting. Maka pada tanggal 9

Juli 1964, Menteri Panglima Angkatan Laut Laksamana Madya TNI. R.E.

Martadinata menetapkan Jalasenastri sebagai satu-satunya Organisasi Isteri

Anggota ALRI dan bersifat semi dinas.8

Pada tanggal 23 November 1964 Kongres III Jalasenastri dibuka dengan

resmi oleh Presiden Soekarno di Istana Olah Raga Senayan Jakarta. Acara

pembukaan dihadiri kurang lebih 10.000 undangan yang terdiri dari seluruh

organisasi wanita di Jakarta, anggota Kabinet Dwikora dan Korps Diplomatik

negara-negara sahabat.

Dalam amanatnya, Presiden Soekarno berpesan:

”Milikilah jiwa laksana gelombang samudera, Sejak dahulu kita adalah bangsa pengarung lautan dan samudera”.

7 Op.cit, pasal 4 dan 9, Arsip mengenai organisasi dan perlindungan.

8 Anggaran Dasar tahun 1964, Bab 1 Pasal 2, Koleksi Pusjarah TNI, Arsip mengenai Sifat dan Kedudukan.

39

Pada upacara pembukaan kongres tersebut Presiden mengutip ucapan

seorang pemimpin wanita bangsa Belanda Henriette Roland Holst yang

mengatakan:

“Kaum wanita bukan hanya sekedar menjadi pupuk, tetapi kita ini adalah ladang dan dalam haribaan kitalah benih hari kemudian akan tumbuh”.

Gambar. 6Presiden Soekarno sedang memberikan pidato pada saat pembukaan

Kongres III di Senayan tahun 1964.

Sumber: Dokumentasi pribadi dari koleksi Ny. Hadiwinarto/Dariyati (anggota Jalasenastri)

Kongres Jalasenastri III menghasilkan kesimpulan sebagai berikut:

1. Segi Idiel

a. Amanat Presiden Soekarno pada tanggal 23 November 1964 di

Istana Olah Raga Senayan Jakarta dijadikan Kompas perjuangan

Jalasenastri.

b. Karena Jalasenastri adalah salah satu unsur Angkatan Laut pada

khususnya dan unsur maritim pada umumnya yang mendukung dan

melaksanakan ajaran-ajaran revolusi Bung Karno dengan

40

konsekuen dan tanpa reserve maka Jalasenastri akan lebih

meningkatkan dan melaksanakan indoktrinasi ajaran revolusi Bung

Karno.

2. Segi Konsepsi

Dengan memperhatikan seluruh konsepsi revolusi Nasional maka

Jalasenastri telah menyusun program perjuangannya yang pada pokoknya

menyangkut segi-segi sebagai berikut:

a. Nasional ke dalam

Meningkatkan potensi para anggota Jalasenastri untuk

mempertinggi ketahanan revolusi dalam segala bidang, dengan

bekerja sama dengan unsur-unsur Angkatan Laut.

b. Nasional ke luar

Lebih meningkatkan kerja sama dengan unsur-unsur Dharma

Pertiwi pada khususnya dan organisasi-organisasi wanita pada

umumnya untuk memperkuat home front serta peningkatan

kewaspadaan nasional guna menghancurkan segala bentuk

Nekolim.

3. Segi Organisasi

Menyempurnakan organisasi Jalasenastri dengan penyempurnaan

Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang disesuaikan dengan

tingkatan revolusi sehingga dapat mencapai tujuan yang telah digariskan

dalam rencana kerja.

41

Kongres Jalasenatri III akhirnya merumuskan hasil dari sidang menjadi 5

pasal kebulatan tekad sebagai berikut:

1. Jalasenastri menjadikan amanat Presiden Panglima Tertinggi ABRI

Pemimpin Besar Revolusi, Nahkoda Agung Bung Karno tanggal 23

November 1964 di depan rapat raksasa pembukaan Kongres Jalasenastri

III sebagai Kompas Perjuangan Jalasenastri

2. Jalasenastri akan lebih meningkatkan indoktrinasi ajaran-ajaran revolusi

Nahkoda Agung Bung Karno untuk dapat meresapi dan melaksanakannya

secara nyata.

3. Jalasenastri akan lebih meningkatan militansinya dalam gerakan-gerakan

sekarelawati dengan kerja sama dengan organisasi wanita lain untuk

memperkuat home front.

4. Jalasenastri dengan bimbingan Angkatan Laut Republik Indonesia pada

khususnya ikut aktif menghancurkan nekolim dengan segala bentuknya,

terutama bentuk-bentuk subversif yang mencoba untuk merongrong

persatuan kita dengan meningkatkan kewaspadaan nasional.

5. Jalasenastri ikut memperkuat solidaritas terutama dengan negara Afrika,

Asia, dan Ameria Latin untuk membentuk suatu dunia baru yang bebas

dari pada penghisapan satu sama lain.9

Jalasenastri sebagai kekuatan sosial telah mengikrarkan Panca Kebulatan

tekad, sebagai usaha: untuk meningkatkan kewaspadaan dalam segala bidang,

membina ketahanan nasional memenangkan revolusi serta turut menggalang

9 Ibid, Bab 8 pasal 9, Arsip mengenai Kekuasaan.

42

persatuan Dunia Ketiga menghilangkan penjajahan.10 Namun, apa yang menjadi

harapan tidak selamanya sesuai dengan yang dicita-citakan, karena kondisi

Angkatan Laut sendiri sangat mempengaruhi perkembangan Jalasenastri.

Peristiwa gerakan para perwira remaja Angkatan Laut yang dikenal dengan nama

Gerakan Perwira Progresif Revolusioner (GPPR) pada akhir tahun 1964

berpengaruh kepada organisasi Jalasenastri.

2. Keanggotaan

Keanggotaan Jalasenastri sejak tahun 1961 sampai dengan

dilangsungkannya Kongres III, Jalasenastri telah mempunyai 36 cabang dengan

anggota isteri AL, isteri PNS, dan PNS wanita bekerja di bawah 6 Komando

Daerah Maritim (Kodamar) yang tersebar di berbagai kota di Indonesia seperti:

1. Kodamar I Belawan dengan 3 cabang dan 288 orang anggota

2. Kodamar II Tanjung Pinang dengan I cabang dan 300 orang anggota

3. Kodamar III Jakarta dengan 10 cabang dan 3000 orang anggota

4. Kodamar IV Surabaya dengan 18 cabang dan 5000 orang anggota

5. Kodamar V Makassar dengan 3 cabang dan 430 orang anggota

6. Kodamar VI Ambon dengan 1 cabang dan 127 orang anggota

3. Kerjasama

Jalasenastri sebagai organisasi wanita ikut bekerjasama pula dengan

organisasi wanita lainnya. Jalasenastri pusat mulai memperkenalkan diri terutama

pada instansi Angkatan Laut di Jakarta. Pada tanggal 2 Mei 1960 diadakan ramah

10 Ibid, Bab 4 pasal 4, Arsip mengenai Tujuan.

43

tamah dan perkenalan dengan pemimpin teras Angkatan Laut, para perwira,

bintara, tamtama, dan karyawan sipil. Perkenalan ini dimaksudkan agar terjalin

hubungan yang erat antara Jalasenastri dengan Angkatan Laut. Perkenalan ini

membawa dampak positif bagi Jalasenastri terhadap pembinaan ke dalam,

terutama menunjang perjuangan untuk memecahkan masalah perkawinan bagi

anggota Angkatan Laut yang melarang adanya poligami dalam tubuh Angkatan

Laut. Perkenalan selanjutnya adalah dengan BKOIAP (Badan Koordinasi

Organisasi Isteri Tentara), BPOW (Badan Penghubung Organisasi Wanita),

Dewan Pimpinan Kongres Wanita Indonesia (Kowani) dan lain-lain. Jalasenastri

akhirnya masuk menjadi anggota Kowani pada tanggal 23 Oktober 1961.11

Jalasenastri terus melangsungkan pertemuan untuk membahas masalah

yang menyangkut kepentingan umum seluruh anggotanya. Pada tanggal 29 Juni

1961 atas prakarsa Persit, mengundang Jalasenastri, PIA dan Bhayangkari untuk

mengadakan pertemuan langsung dengan Ibu Agung Fatmawati Soekarno.

Pertemuan ini membahas mengenai perkawinan, khususnya menentang poligami.

Organisasi Jalasenastri sebagai organisasi keluarga dalam tubuh Angkatan

Laut sudah dapat dirasakan manfaatnya. Terutama meningkatkan dan membina

kesejahteraan moril dan material serta memupuk rasa persaudaraan di kalangan

para anggota Angkatan Laut berserta keluarga. Sesuai dengan perkembangannya,

Jalasenastri berusaha untuk semaksimal mungkin membina serta membangun

organisasi.

11 Kowani, Setengah Abad Pergerakan Wanita Indonesia, (Jakarta: PN Bahari Pustaka, 1978). Hlm 76.

44

Jalasenastri yang telah memperkenalkan diri kepada organisasi wanita lain

dan resmi menjadi anggota Kongres Wanita Indonesia (Kowani) pada tahun 1961,

ikut serta dalam Kongres ke-X Kowani pada tanggal 24- 28 Juli 1964 dalam

rangka Dwi Komando Rakyat (DWIKORA).12 Pada saat menjelang kongres

Presiden Soekarno menganjurkan agar semua organisasi wanita yang tergabung

dalam Kowani menggunakan baju seragam. Dengan adanya anjuran tersebut maka

Ny. Martadinata memprakarsai agar Jalasenastri menggunakan seragam organisasi

berwarna kuning untuk kebaya dan kain lurik coklat.

4. Kegiatan

Jalasenastri sejak pertama terbentuk telah mempunyai banyak kegiatan

mengenai kesejahteraan serta pembinaan keluarga Angkatan Laut. Pimpinan pusat

Jalasenastri mengadakan kunjungan menuju cabang-cabang Jalasenastri untuk

mempererat hubungan antara pusat dengan cabang organisasi. Pada tanggal 17

April 1961 Ny. Koesnadi Bagdja selaku Ketua III mengadakan kunjungan kerja

ke cabang Surabaya. Dalam kunjungan ini Jalasenastri Pusat membawa serta

bahan-bahan pakaian yang diperoleh dari Departemen Sosial untuk diberikan ke

janda-janda Angkatan Laut di Jawa Timur.13 Kunjungan ini ditujukan juga untuk

memberikan pengarahan-pengarahan betapa pentingnya organisasi ini demi

keluarga Angkatan Laut.

Jalasenastri ikut dalam kegiatan pendidikan yang telah ada sejak tahun

1963 yang dikelola oleh dua badan yaitu Yayasan Pendidikan Dewa Rutji dan

12 Kowani, op.cit, hlm 67.

13 Op.cit, pasal 9, Arsip mengenai Perlindungan.

45

Yayasan Pendidikan Hang Tuah. Kegiatan ekonomi dilakukan dengan

menjalankan koperasi yang dikelola sendiri oleh Jalasenastri. PORISAB (Pekan

Olah Raga Isteri Angkatan Bersenjata) merupakan kegiatan olah raga tahunan

yang dimulai dari tahun 1959 untuk mempererat hubungan antar isteri Angkatan

Bersenjata. Jalasenastri rutin ikut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut dan

sempat menjuarai cabang olah raga bola volly pada tahun 1961. Jalasenastri dalam

menunjang program pemerintah, ikut dalam operasi pertiwi pada tanggal 1 Mei

1963 setelah Irian Jaya kembali ke Indonesia. Operasi ini melibatkan organisasi

wanita lainnya yang bertujuan untuk melihat kondisi masyarakat Irian Jaya pasca

perang perebutan wilayah antara Indonesia dan Belanda.

Jalasenastri tidak mempunyai banyak kegiatan karena situasi yang belum

kondusif sampai peristiwa Gerakan 30 September tahun 1965.14 Selama tahun

1965 Jalasenastri sangat terbatas kegiatannya, hanya latihan-latihan sukarelawati

masih terus dilaksanakan di pusat maupun di daerah. Kekosongan kegiatan

organisasi Jalasenastri ini baru berakhir menjelang diadakannya Musyawarah

Kerja Jalasenastri tahun 1966, yang secara khusus diadakan untuk

mengkonsolidasi diri dalam rangka mensukseskan perjuangan dan pemerintah

Orde Baru.

B. Pada Masa Orde Baru 1967-1977

Jalasenastri yang merupakan organisasi isteri ABRI segera menyesuaikan

diri dengan kebijaksanaan pemerintah. Jalasenastri Daerah masih menunggu

14 Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, op.cit, hlm. 387.

46

keputusan pusat. Hal tersebut membuat Jalasenastri Pusat perlu untuk

mengadakan konsolidasi ke dalam dengan mengundang seluruh pengurus

Jalasenastri Pusat dan Daerah untuk bermusyawarah. Telah ditetapkan

sebelumnya bahwa Kongres Jalasenastri IV akan diadakan pada tahun 1967, tetapi

mengingat kemelut akibat G 30 S maka diadakan musyawarah pada tanggal 1-3

November 1966.

Gambar. 7Ny. Saleh Bratawidjaja selaku Ketua I Jalasenastri Pusat sedang

memberikan laporan pada pembukaan musyawarah kerja Jalasenastri tahun 1966 di Lemhanmas Cipulir Jakarta.

Sumber: Dokumentasi pribadi dari koleksi Ny. Hadiwinarto/Dariyati (anggota Jalasenastri)

1. Keorganisasian

Keorganisasian Jalasenastri pada orde baru dimulai lagi dengan

musyawarah bertempat di Cipulir Jakarta, dengan para peserta terdiri dari:

Pengurus Jalasenastri Pusat, utusan dan peninjau mewakili kira-kira 20.000

anggota yang meliputi 10 Komando Daerah Maritim. Selain itu, hadir pula

Pengurus Hang Tuah Pusat yang diwakili oleh Ny. Soejatno. Ny. Soedarsono SH

ditetapkan sebagai pimpinan musyawarah dengan didampingi oleh Pengurus Pusat

47

hasil pemilihan Kongres III Jalasenastri tahun 1964. Musyawarah Kerja

Jalasenastri yang berlangsung sesuai rencana selama 4 hari, dengan menghasilkan

suatu keputusan dan rencana kerja.

Gambar. 8Ibu Tien Soeharto yang berkenan menghadiri pembukaan musyawarah

kerja Jalasenastri di Cipulir.

Sumber: Dokumentasi pribadi dari koleksi Ny. Hadiwinarto/Dariyati (anggota Jalasenastri)

Organisai Jalasenastri mengalami perubahan penting sebagai hasil

musyawarah kerja yaitu adanya sifat fungsionil bagi jabatan pimpinan Jalasenastri

Pusat dan Daerah. Jabatan Ketua Umum Pusat adalah isteri Menteri Panglima AL

sedangkan untuk jabatan Ketua Umum Daerah adalah isteri Panglima Daerah

Maritim. Kepengurusan Jalasenastri berbentuk Dewan yang terdiri dari Ketua

Umum, Ketua I s/d IV dan disebut Dewan Pimpinan Daerah. Perubahan ini

disahkan oleh Dinas dan berlaku untuk seluruh jajaran Jalasenastri. Dewan

48

Pimpinan Pusat Jalasenastri kemudian mengeluarkan petunjuk guna

melaksanakan kembali kegiatan sesuai dengan bidang masing-masing kepada para

anggota.

Kepengurusan Jalasenastri hasil musyawarah kerja ini berstatus fungsional

dimaksudkan untuk meningkatkan daya guna kegiatannya dan menyelaraskan

dengan situasi/struktur ALRI serta untuk menjamin kewibawaan pimpinan

Jalasenastri. Dengan pertimbangan tersebut perlu disusun kembali kepengurusan

Jalasenastri baik pada Dewan Pimpinan Pusat (DPP) maupun Dewan Pimpinan

Daerah (DPD) secara fungsional.

DPP Jalasenastri mengalami perubahan susunan baru setelah Musyawarah

Kerja yaitu; Ketua Umum adalah Ny. Moelyadi; Ketua I adalah Ny. Saleh

Bratawidjaja; Ketua II adalah Ny. G. Hartono; Ketua III adalah Ny. Indro

Soebagjo; Ketua IV adalah Ny. Soeharno.15 Kepengurusan dilaksanakan mulai

tanggal 26 November 1966. Status keanggotaan Jalasenastri bagi para isteri

Purnawirawan AL, isteri Pegawai Negeri Sipil AL dan para wanita AL menjadi

anggota biasa. Mengenai hal ini, telah dikirimkan kartu anggota ke daerah-daerah.

Peristiwa G 30 S membawa akibat bagi anggota Jalasenastri. Anggota

Jalasenastri yang suaminya ditugaskan di luar AL mendapatkan pengamanan,

maka diadakanlah pendekatan dan kontak dengan mereka melalui masing-masing

penghubung. Kontak diadakan secara rutin setiap tiga bulan sekali, secara

bergantian bertempat di kediaman Menteri Panglima AL atau di kediaman resmi

Gubernur DKI Jakarta Jaya Ali Sadikin. Dalam pertemuan ini diundang pula para

isteri pernawirawan dan warakawuri. Pertemuan tersebut dimaksudkan untuk

15 Ibid, Bab 11 pasal 12, Arsip mengenai Kongres dan Rapat.

49

pengamanan dan silaturahmi yang dilaksanakan oleh Biro Politik/Hukum Ny.

Soedarsono SH dan Ny. Koesnadi bagdja, bekerja sama dengan Biro Humas Seksi

Kekaryaan Ny. O.B. Sjaaf.

Jalasenastri melakukan pembinaan organisasi yang dilaksanakan dari segi

lain yaitu peninjauan kembali tahun lahir organisasi isteri Angkatan Laut.

Peninjauan ini dimaksudkan untuk mendapatkan nilai dan hakekat perjuangan

para isteri anggota Angkatan Laut, dengan harapan untuk dapat diwariskan pada

generasi penerus. Akhirnya ditetapkan pada tanggal 27 Agustus 1946 sebagai hari

lahir organisasi Jalasenastri.

Tahun 1969 merupakan titik tolak pelaksanaan Repelita I sebagai tahap

pertama dalam Rencana Pembangunan Nasional jangka Panjang. Untuk mencapai

tujuan Repelita I harus ditunjang oleh seluruh aparatur negara yang di dalamnya

tercakup semua instansi lembaga pemerintah dan tidak ketinggalan pula usaha

swasta sesuai dengan bidang masing-masing. ALRI sebagai aparatur pemerintah

mempunyai kewajiban pula untuk mensukseskan pelaksanaan Repelita I16. Untuk

itu dalam lingkungan ALRI diadakan penyesuaian tugas agar dapat mencapai

daya guna yang setinggi-tingginya.17

ALRI mengalami pergantian Pimpinan dari Laksamana Moeljadi kepada

Laksamana Madya Soedomo bersamaan dengan dimulai Pelita I. Maka setelah

diadakan serah terima Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) tanggal 16 November

16 Repelita I, merupakan rencana pembangunan lima tahun yang dibuat oleh pemerintahan Orde Baru. Repelita I (1969-1974) bertujuan memenuhi kebutuhan dasar dan infrastruktur dengan penekanan pada bidang pertanian.

17 Markas Besar Tentara Nasinal Indonesia, 50 tahun Penerbangan TNI-AL, (Jakarta : Pusjarah TNI, 2006), hlm. 112.

50

1969, Kasal yang baru Laksamana Madya Soedomo segera mengambil

kebijaksanaan untuk melaksanakan konsolidasi umum guna menentukan program

kegiatan. Kepala Staf AL memandang bahwa Jalasenastri yang merupakan satu-

satunya organisasi ikatan keluarga Angkatan Laut dapat diikut sertakan dalam

menunjang kedinasan. Untuk itu diperlukan adanya peningkatan kedudukan

organisasi Jalasenastri. Kepala Staf AL berpendapat bahwa Jalasenastri dengan

kedudukannya sebagai organisasi semi dinas belum dapat mencapai daya guna

yang maksimal. Berdasarkan pengamatan selama Jalasenastri menjadi organisasi

semi-dinas, masih terdapat masalah-masalah yang belum dapat ditangani seperti:

1. Adanya sifat saling menunggu dari Panglima Daerah sebagai pembina dan

pengarah serta Jalasenastri sebagai pihak yang dibina. Hal itu disebabkan

oleh kedudukan Jalasenastri yang masih bersifat semi-dinas, Panglima

belum dapat sepenuhnya menangani pembinaan Jalasenastri. Demikian

pula pihak Jalasenastri sendiri belum berani sepenuhnya minta pengarahan

kepada Panglima sebagai pembinanya.

2. Belum adanya penanganan tentang peremajaan/kaderisasi secara

konsepsional untuk meningkatkan kemampuan berorganisasi.

3. Perubahan status pendidikan/sekolah di bawah Jalasenastri, mempunyai

konsekuensi bahwa dinas bertanggung jawab terhadap hal tersebut dan

merupakan tugas internal dinas. Namun dengan keduduka Jalasenastri

sebagai organisasi semi-dinas, masalah pendidikan belum juga dapat

ditangani secara serius oleh dinas.

51

Kepala Staf AL menggunakan dasar ini untuk meningkatkan kedudukan

organisasi Jalasenastri dari organisasi semi-dinas menjadi organisasi dinas.18

Ditetapkannya organisasi Jalasenastri menjadi organisasi dinas memiliki tujuan,

yaitu:

1. Untuk mengendalikan Jalasenastri sebagai kekuatan sosial politik dalam

usaha memelihara Keamanan Nasional.

2. Untuk meningkatkan mutu organisasi Jalasenastri.

3. Untuk menata organisasi sebelum melaju.

4. Untuk mengintegrasikan Jalasenastri ke dalam Dharma Pertiwi.

5. Untuk membantu mensukseskan Pemilu tahun 1971.

Jalasenastri setelah beruabah menjadi organisasi dinas diharapkan dapat

meningkatkan kegiatan ke dalam juga kegiatan ke luar. Selain itu, dapat

menunjang Pemerintah secara aktif yaitu mensukseskan Pemilihan Umum 1971.

Pengintegrasian Jalasenastri ke dalam Dharma Pertiwi merupakan pula

penungkatan kegiatan dalam menunjang kebijakan Menteri Pertahanan dan

Keamanan Panglima ABRI dalam usaha integrasi ABRI.

Organisasi Jalasenastri yang telah bersifat dinas mempunyai kedudukan

yang sejajar dengan dinas-dinas Angkatan Laut lainnya tetapi tidak mendapat

anggaran yang diprogramkan dinas. Bantuan anggaran yang diberikan ialah

bantuan di luar anggaran dinas. Pengendalian dan pembinaan di tingkat pusat

langsung oleh Kepala Staf AL sebagai Pembina Utama dan menetapkan Perwira

Hubungan kekaryaan Angkatan Laut (Hubkaral) sebagai Pembina Harian yaitu

18 Anggaran Dasar Jalasenastri tahun 1970, Bab 2 pasal 2, Koleksi Pusjarah TNI, Arsip mengenai Sifat dan Kedudukan.

52

Komodor Daryaatmaka. Untuk daerah ditetapkan Panglima sebagai Pembina

Daerah yang selanjutnya menunjuk seorang Perwira sebagai Pembina Harian.19

Pimpinan ALRI terus mengupayakan pengendalian dan pembinaan

langsung tetapi tidak berarti ruang lingkup Jalasenastri dibatasi. Kedudukannya

sebagai organisasi dinas tidak pula mengubah aspek pengembangan asas-asas

demokrasi maupun emansipasi. Berubahnya sifat Jalasenastri menjadi organisasi

dinas dimaksudkan untuk peningkatan tugas pokok Jalasenastri yaitu:

1. Ikut serta aktif dalam melaksanakan dan mengamankan program ALRI

yang merupakan bagian integral dari program pemerintah.

2. Menjadi wadah peningkatan taraf pendidikan, pengetahuan, kesejahteraan,

sosial, dan olah raga (kekeluargaan yang bersifat persatuan dan kesatuan).

3. Mempertinggi ketahanan mental dan moril anggota serta keluarga.

Pada tanggal 14 Januari 1970 di Aula Martadinata Jakarta Ny. Moeljadi

menyerahkan jabatan Ketua Umum kepada Laksamana Madya Soedomo selaku

Pembina Utama, yang selanjutnya menyerahkannya kepada Ny. C. Soedomo.

Gambar. 9Ketua Jalasenastri Pusat Ny. R. Moeljadi sedang menandatangani naskah

serah terima jabatan Ketua Jalasenastri kepada Ny. Ciska Soedomo sebagai Ketua Jalasenastri yang baru.

19 Ibid, Bab 6 pasal 13, Arsip mengenai Pembinaan.

53

Sumber: Dokumentasi pribadi dari koleksi Ny. Hadiwinarto/Dariyati (anggota Jalasenastri)

Ny. C. Soedomo selaku Ketua Umum yang baru segera menentukan

langkah untuk mengadakan penyesuaian dengan kedudukan organisasi yang baru.

Untuk itu tindakan pertama yang segera dilaksanakan adalah mengadakan

konsolidasi dengan mengadakan rapat kerja antara Pengurus Pusat dan Pengurus

Daerah pada tanggal 22-25 Februari 1970 di Cipulir Jakarta.20 Pentingnya rapat

kerja ini, maka sebelum dilaksanakan telah diadakan persiapan matang baik

tentang penyelenggaraan maupun materi rapat. Untuk mempersiapkan konsep

tersebut dibentuklah tim pengarah dengan ketua Ny. Soedarsono. SH. Tim

pengarah ini bertugas menyiapkan konsep materi rapat yang kemudian akan

diajukan ke Kepala Staf AL. Konsep yang harus disiapkan meliputi peninjauan

dan penyusunan kembali Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga, susunan

organisasi serta penyusunan Rencana Kerja Jalasenastri.21

Gambar. 10Tim Pengarah pada rapat kerja antara Pengurus Pusat dan Pengurus

Daerah

20 Anggaran Rumah Tangga, Bab 6 pasal 9, Koleksi Pusjarah TNI, Arsip mengenai Rapat Kerja.

21 Ibid, bab 8 pasal 16, Arsip mengenai Pengesahan dan penyempurnaan.

54

Sumber: Dokumentasi pribadi dari koleksi Ny. Hadiwinarto/Dariyati (anggota Jalasenastri)

Rapat kerja Jalasenastri memutuskan bahwa susunan pengurus Pusat

Jalasenastri untuk Ketua Umum ditempati oleh Ny. C. Soedarmo dengan Ketua I

ialah Ny. Indro Soebagjo, Ketua II ialah Ny. Soedarsono SH, dan Ketua III ialah

Ny. Harjono Nimpoeno. Disahkannya susunan kepengurusan tersebut,

menandakan bahwa Jalsenastri telah siap untuk melaksanakan program

kegiatannya, baik di bidang organisasi maupun bidang-bidang lainnya.

Konsolidasi organisasi terutama di daerah telah terlaksana sesuai dengan

pengarahan Kasal. Semua Panglima Daerah telah berperan serta dan memberikan

bantuan sepenuhnya baik mengenai pembinaan maupun fasilitas, menyebabkan

bertambahnya jumlah anggota yang ikut serta dalam kegiatan-kegiatan yang

dilaksanakan.

Pimpinan Pusat Jalasenastri mengadakan rapat kerja yang diadakan pada

tanggal 3-5 April 1971 di Panti Perwira Jakarta. Peserta Raker terdiri dari

Pimpinan Angkatan Laut, PP Jalasenastri, dan utusan-utusan daerah dan peninjau.

Sasaran pokok dalam Raker 1971 ini adalah sebagai berikut:

1. Peran serta Jalasenastri dalam Pemilu secara langsung dan aktif.

2. Pemecahan masalah-masalah yang dihadapi oleh Jalasenastri yang ada di

Jakarta dan Surabaya.

3. Pengintegrasian isteri-isteri pegawai sipil dan pegawai wanita RI ke dalam

tubuh Organisasi Jalasenastri.

4. Pembentukan suatu Yayasan yang menampung pengurusan masalah-

masalah pendidikan/sekolah-sekolah dalam lingkungan ALRI dan

55

mengatur aspek-aspek yang tidak termasuk pengurusnya ke dalam ALRI

seperti para warakawuri dan yatim piatu.

5. Penyusunan/pembinaan kader-kader yang dapat membantu pimpinan.

6. Meningkatkan konsolidasi hasil-hasil yang dicapai dalam tahun 1970.

7. Meningkatan pembinaan fisik maupun mental dari seluruh anggota.

Gambar. 11Sebagian dari para peserta Raker 1971 yang diselenggarakan pada tanggal

3-5 April di Panti Perwira Jakarta.

Sumber: Dokumentasi pribadi dari koleksi Ny. Hadiwinarto/Dariyati (anggota Jalasenastri)

Rapat kerja yang berlangsung selama tiga hari, menghasilkan keputusan

sebagai berikut:

1. Program Pensuksesan Pemilihan Umum tahun 1971.

56

2. Pembinaan Organisasi Jalasenastri.

3. Rencana Kerja Pimpinan Pusat Jalasenastri tahun 1971/1972.

Rencana kerja tahun 1971/1972 membawa hasil positif baik dalam

pembinaan organisasi maupun dalam usaha konsolidasi. Hal ini berpengaruh bagi

kegiatan Jalasenastri yang semakin banyak baik yang bersifat rutin maupun

kegiatan khusus. Status organisasi yang telah berubah menjadi dinas, membuat

Jalasenastri harus menyesuaikan program kerjanya dengan program kerja

Angkatan Laut. Dalam hal ini, Pimpinan Jalasenastri diikut sertakan dalam

inspeksi Kepala Staf AL ke daerah dan komando utama lainnya serta dalam rapat-

rapat dinas Angkatan Laut. Pengarahan tentang penyesuaian organisasi ini

ditangani oleh Perwira Hubungan Kekaryaan selaku Pembina Harian Pimpinan

Pusat Jalasenastri yang menjelaskan tentang reorganisasi dari Jalasenastri dan

bagan organisasi yang tepat.

Pada tahun 1972 Rapat kerja Jalasenastri tidak dapat dilaksanakan. Hal ini

berkaitan dengan pembentukan organisasi induk Dharma Pertiwi yaitu organisasi

isteri gabungan Angkatan dan Polri pada 6 Maret 1972. Sebagai gantinya

diadakan “pertemuan dengan para isteri Panglima tahun 1972”. Pertemuan

tersebut diadakan karena sampai tahun 1972 di daerah belum terdapat

penyesuaian, untuk itu diperlukan pengarahan dari Pimpinan Pusat Jalasenastri.

Selain itu dimaksudkan pula untuk memberian penjelasan mengenai masalah-

masalah yang dihadapi oleh Pimpinan Pusat Jalasenastri yang mungkin belum

diketahui oleh daerah. Adanya pertemuan ini akan membuat Pimpinan Daerah

akan memperoleh bahan-bahan dari pusat yang akan dapat diterpakan dan

57

dilaksanakan di daerah. Selain itu, pertemuan ini juga membahas mengenai

Rencana Kerja Jalasenastri tahun 1972/1973. Pertemuan diselenggarakan pada

tanggal 11-13 April 1972 di kantor PP Jalasenastri yang baru, jalan Salatiga no. 1

Jakarta.

Baju seragam Jalasenastri yang telah ada adalah kebaya, seragam ini

dianggap kurang praktis untuk digunakan sebagai baju kerja. Untuk itu pada tahun

1972, Jalasenastri menggunakan baju seragam dengan ketentuan rok dan blus

berwarna biru tua, berlengan pendek degan kancing 5 buah, dan leher berwarna

putih.22 Para anggota Jalasenastri yang suaminya sedang mengikuti pendidikan

Sesko mempunyai gagasan untuk peningkatan pengetahuan anggota dalam

kedudukannya sebagai seorang isteri khususnya sebagai pendamping suami.

Dalam kedudukannya ini, para anggota Jalasenastri harus mengetahui dan dapat

mengikuti perkembangan suaminya, baik yang menyangkut kedudukan maupun

karier. Gagasan ini ditanggapai positif oleh Komandan Seskoal dengan

mengadakan diskusi dengan para anggota Jalasenastri yang tergabung dalam isteri

Perwira Siswa Seskoal Reguler IX dan menghasilkan sebuah “Kertas Kerja”.

Gambar. 12

22 Surat Keputusan No. SKEP/5030.2/III/1974. Koleksi Pusjarah TNI. Arsip Surat dari KSAL mengenai Lambang, Vandel, Lencana, Seragam, Himne, dan Sumpah Jalasenastri.

58

Pertemuan dengan para isteri Panglima tahun 1972 di Kantor Pusat Jalasenastri jalan Salatiga no. 1 Jakarta.

Sumber: Dokumentasi pribadi dari koleksi Ny. Hadiwinarto/Dariyati (anggota Jalasenastri)

Kertas Kerja diaharapkan dapat menjadi petunjuk dan pedoman bagi

seluruh anggota Jalasenastri mengenai tugas-tugasnya. Meningkatnya tugas dan

fungsi Jalasenastri mengharuskan adanya peningkatan pengetahuan bagi setiap

anggota agar lebih baik dalam melaksanakan setiap tugas. Atas dasar inilah maka

dibentuklah “group sessions” dengan dasar kertas kerja dan pelaksanaannya

ditangani oleh Biro Pendidikan. Setelah Group Sessions yang pertama

diselenggarakan, akhirnya menghasilkan suatu konsepsi yang merupakan “Buku

Putih” untuk proses pematangan para anggota Jalasenastri.

Rapat kerja diadakan pada tanggal 20 April sampai 3 Mei 1973 di Panti

Perwira Jakarta. Peserta terdiri dari seluruh PP Jalasenastri, 3 perserta dari tiap

daerah yang terdiri dari Ketua Umum, seorang anggota Pengurus P. dan Ketua

Pendidikan Hang Tuah terdiri dari 2 orang. Peserta seluruhnya adalah 54 orang.

Gambar. 13Suasana pada saat pembukaan Raker 1973 di gedung Panti Perwira.

59

Sumber: Dokumentasi pribadi dari koleksi Ny. Hadiwinarto/Dariyati (anggota Jalasenastri)

Rapat Kerja Jalasenastri 1973 menghasilkan sebuah Rencana Kerja

Jalasenastri 1973/1974 yang berisi sebagai berikut:

1. Peran serta dalam mensukseskan apta Krida Kabinet Pembangunan II,

terutama dalam segi peningkatan pengetahuan para anggota, keluarga TNI-

AL.

2. Peningkatan pelaksanaan keluarga berencana untuk mendapatkan akseptor

yang sebnayak-banyaknya sehingga keluarga berencana menjadi suatu

falsafah hidup setiap keluarga untuk menuju kepada keluarga sejahtera.

3. Mengintensifkan peningkatan pendidikan dan ilmu pengetahuan anggota

dalam kedudukannya sebagai masyarakat.

4. Pembinaan mental anggota diarahkan demi tercapainya suatu self-reliance

guna mewujudkan suatu kelluarga masyarakat yang tentram dan sejahtera.

5. Meningkatkan pembinaan dan pengawasan terhadap anak-anak warga

TNI-AL, serta mengambil langkah-langkah preventif guna menghadapi

kenakalan anak-anak.

6. Menanamkan kesadaran menabung di kalangan para anggota dengan

mendorong dan mengajak ikut serta di dalam gerakan Tabanas dan Taska.

Pada 26 Juni 1973 terjadi pergantian Kasal dari Laksamana R. Soedomo

kepada Laksamana Madya Soebono. Pergantian pimpinan TNI-AL berakibat pula

dengan organisasi Jalasenastri dengan terjadinya pergantian Ketua Umum

Pimpinan Pusat Jalasenastri dari Ny. C. Soedomo kepada Ny. V. Soebono pada

60

tanggal 27 Juni 1973. Pergantian Ketua Umum ini tidak berpengaruh pada

pengembangan organisasi Jalasenastri.

Gambar. 14Ny. Ciska Soedomo sedang menandatangani naskah serah terima jabatan

Ketua Umum PP Jalasenastri.

Sumber: Dokumentasi pribadi dari koleksi Ny. Hadiwinarto/Dariyati (anggota Jalasenastri)

Rapat Kerja Jalasenastri tahun 1974 dilaksanakan bersamaan dengan

Rapat pimpinan TNI-AL tanggal 19-21 Maret 1974. Rapat kerja ini sesuai dengan

pengarahan Kepala Staf TNI-AL Laksamana Soebono mengenai penyelenggaraan

Rapat Kerja Pusat Jalasenastri 1974 yang bersifat musyawarah, dengan tema

“Jalasenastri membantu TNI-AL dalam mensukseskan Pelita dan pembangunan

TNI-AL”.23 Untuk kelancaran rapat kerja dibentuklah panitia penyelenggara

dengan Ketua ialah Ny. Soediyono dengan Wakil Ketua ialah Ny. S. Moechtar.

23 Surat Keputusan No. SKEP/5401.6/I V/1974. Koleksi Pusjarah TNI. Arsip surat dari KSAL untuk pembentukan musyawarah koordinasi Jalasenastri Surabaya.

61

Rapat kerja Jalasenastri tahun 1974 dibuka tanggal 19 Maret 1974 di Panti

Perwira jalan Prapatan No. 38 Jakarta. Para perserta Rapat kerja terdiri dari utusan

Jalasenastri Daerah sebanyak 21 orang, Pengurus Pusat 24 orang dan peninjau 12

orang yang terdiri dari isteri pegawai sipil, pegawai wanita dan para isteri calon

Atase Angkatan Laut. Dibentuklah tingkat kepengurusan dengan 3 tingkatan yaitu

unsur pimpinan, pembantu pimpinan, dan anggota pengurus.

Gambar. 15Suasana Rapat Kerja Jalasenastri tahun 1974

Sumber: Dokumentasi pribadi dari koleksi Ny. Hadiwinarto/Dariyati (anggota Jalasenastri)

Rapat kerja juga membahas mengenai penyempurnaan lambang, Ny. V.

Soebono dalam menyiapkan konsep lambang Jalasenastri harus menyesuaikan

dengan Lambang Dharma Pertiwi sebagai organisasi induk dengan

mencantumkan gambar padi dan kapas yang merupakan lambang kesejahteraan

lahir dan batin.24 Landasan pemikiran yang lain adalah harus mencerminkan ciri

khas TNI-AL. Untuk menciptakan lambang baik dan ideal tidak mudah, karena

didalamnya harus tercermin semua unsur, makna, dan jiwa dari organisasi yang

24 Op.cit.

62

kemudian dituangkan dalam kesatuan dan keserasian bentuk, warna dan ukuran

simbol.

Gambar. 16Lambang Jalasenastri setelah mengalami penyempurnaan

Sumber : www.google.com/logojalasenastri.Lambang Jalasenastri yang berbentuk bulan panjang (lonjong) dan gambar

lambang berada di dalamnya. Bulatan pinggir luar berwarna biru tua, sedang

bulatan bagian dalam dengan dasar warna biru muda. Hal ini mengartikan warna

laut yang melambangkan kesatuan yang bulat dan kokoh dalam suatu pengabdian

dan kesetiaan. Gambar padi dan kapas dalam untaian melingkar ke atas yang

masing-masing ujungnya bertemu arah. Ini melambangkan kesejahteraan lahir dan

batin serta semangat proklamasi 17 Agustus 1945. Padi berwarna kuning

mengartikan keagungan dan kebijaksanaan, daun kapas berwarna hijau

mengartikan harapan. Butir padi berjumlah 27 buah berarti tanggal lahir

Jalasenastri tanggal 27. Gambar jangkar berwarna biru tua dilingkari rantai

melambangkan Angkatan Laut. Gambar bunga melati di tengah jangkar

berkelopak lima dan berwarna putih mengartikan azas Pancasila disertai sifat

63

kesucian dan kejujuran. Sedang putih sari yang berjumlah 3 buah arti azas

organisasi Jalasenastri yaitu kejujuran, kesetiaan, dan keberanian.

Pada tanggal 2 Juli 1974 di Aula Martadianata Markas Besar TNI-AL

diadakan serah terima jabatan Ketua Umum PP Jalasenastri dari Ny. Vonny

Soebono kepada Ny. R.S. Soebijakto.

Gambar. 17Ny. Vonny Soebono menyerahkan vandel Jalasenastri kepada Ny. R.S.

Soebijakto sesaat setelah peresmian serah terima jabatan Ketua PP Jalasenastri

Sumber: Dokumentasi pribadi dari koleksi Ny. Hadiwinarto/Dariyati (anggota Jalasenastri)

Pada tanggal 26-27 Maret di jalan Salatiga 1 Jakarta diadakan Rapat Kerja

Jalasenastri tahun 1975. Tema dari raker 1975 ini adalah “meningkatkan kegiatan

organisasi dalam ikut serta mensukseskan Tahun Wanita Internasional”. Peserta

rapat kerja yang berjumlah 45 orang terdiri dari para pengurus pusat dan utusan

daerah. Sedangkan peninjau berjumlah 13 orang terdiri dari utusan Komando

Wilayah I/II/IV, karyawati TNI-AL, dan Yayasan Bantuan Hukum. Adapun

tujuan dari rapat kerja ini adalah:

64

1. Penelitian kembali belum terlaksanakannya program kerja tahun

1974/1975, da pelaksanaan program kerja 1975/1976.

2. Menilai perkembangan organisasi.

3. Menetapkan kebijaksanaan dalam pelaksanaan program kerja 1975/1976 –

1976/1977.

4. Memberi bekal kepada para Pengurus Daerah dalam membina organisasi

di Daerah masing-masing.

Gambar. 18Pengarahan Kasal Laksamana R.S. Soebiyakto pada pembukaan Rapat

Kerja 1975.

Sumber: Dokumentasi pribadi dari koleksi Ny. Hadiwinarto/Dariyati (anggota Jalasenastri)

Pada tanggal 6-7 April di Panti Perwira jalan Prapatan 38 Jakarta dibuka

Rapat Kerja 1976 bersama dengan dibukanya Rapat pimpinan TNI-AL dengan

tema “Konsolidasi Organisasi guna menunjang Pembangunan TNI-AL, Pemilu

1977 serta Pelita II”25. Peserta kali ini berjumlah 75 orang yang merupakan

utusan dan peninjau. Dalam rapat kerja 1976 ini diubah struktur organisasi

25Pelita II, Pembangunan lima tahun II (1974-1979) bertujuan untuk meningkatkan pembangunan di pulau selain Jawa, Bali, dan Madura, diantaranya melalui transmigrasi.

65

mengikuti organisasi Induk Dharma Pertiwi dengan ditambah Wakil Ketua

Umum. Atas dasar inilah maka diangkat Ny. Djojo Sarosa sebagai Wakil Ketua

Umum. Untuk Raker 1975 dan 1976 tidak terlalu mengubah organisasi dan hanya

meneruskan rencana kerja pada raker 1974.

Mendekati pemilu 1977 diperlukan keamanan dan ketertiban nasional.

Panglima Kopral Keamanan dan Ketertiban Laksamana R. Soedomo

menganjurkan agar ditiadakannya rapat kerja bagi semua unsur kekuatan sosial.

Rencana untuk mengadakan rapat kerja Jalasenastri tanggal 14 Maret 1977

akhirnya diganti dengan rapat konsultasi yang bertepatan dengan Rapat pimpinan

TNI-AL di Jakarta. Rapat ini diadakan di Panti Perwira dan dihadiri oleh 27 orang

Pengurus Pusat, 5 orang Perwakilan dari Dharma Pertiwi, Perwakilan dari

Yayasan Bantuan Hukum, Karyawati Penugasan Dharma Pertiwi 12 orang, dan

Pengurus Daerah/Kota/Markas Besar AL/Sekolah Staf dan Komando ABRI

Bagian Laut sejumlah 32 orang. Kesimpulan dari hasil rapat konsultasi ini adalah:

1. Di bidang organisasi para anggota telah mempunyai kesadaran

berorganisasi, sehingga program kerja 1976/1977 sudah terlaksana dengan

baik.

2. Telah diselesaikannya masalah-masalah di bagian Jalasenastri Daerah

dengan baik.

3. Dalam rangka menunjang Pemilu 1977, Jalasenastri sudah siap untuk

memenangkan Golongan Karya.

66

Pada tanggal 23 Juni 1977 terjadi pergantian Ketua Umum Pimpinan Pusat

Jalasenastri dari Ny. R.S. Soebijakto kepada Ny. Waloejo Soegito. Ny. Waloejo

Soegito menjabat sebagai Ketua Umum samapai tahun 1981.

2. Keanggotaan

Keanggotaan Jalasenastri masih sama seperti pada masa orde lama, akan

tetapi berubahnya Jalasenastri menjadi semi-dinas membuat dikeluarkannya

instruksi Deputy III/Khusus Komodor Soeharto tentang keanggotaan rangkap.

Instruksi tersebut menyatakan bahwa semua anggota Jalasenastri tidak

diperkenankan untuk merangkap keanggotaanya dengan organisasi yang bersifat

politik atau yang bersifat keagamaan. Adapun pelaksanaan dari instruksi

diserahkan kepada Direktorat Idiologi Politik yang bertugas untuk menangani

masalah yang dihadapi Jalasenastri dalam bidang pengamanan.

3. Kerjasama

Kerjasama Jalasenastri pada orde baru ditandai dengan bergabungnya

dengan Organisasi Isteri Angkatan Bersenjata Dharma Pertiwi. Pergantian Ketua

Umum Pimpinan Pusat Jalasenastri bertepatan dengan Kongres Dharma Pertiwi

yang pertama. Jalasenastri sebagai anggota harus mempersiapkan diri dengan

menyiapkan program jangka pendek. Untuk persiapan Kongres Dharma Pertiwi,

Jalasenastri mengadakan inventarisasi anggota serta bidang-bidang lain yang

meliputi pendidikan, sosial, ekonomi, budaya, penerangan, dan olah raga. Dalam

67

hal ini Ny. V. Soebono mengadakan kunjungan kerja ke Ambon, Ujung Pandan,

Surabaya, Banjarmasin, Manado, Belawan, dan Tanjung Pinang.26

4. Kegiatan

Kegiatan Jalasenastri dibantu oleh dalam masalah pembiayaan kegiatan,

terutama pembiayaan bagi persekolahan. Demikian pula dalam kursus-kursus,

Jalasenastri megikut sertakan Ny. Koesnadi Bagdja, Ny. Daryaatmaka, dan Ny. S.

Moechtar atas biaya dinas.27 Kantor Jalasenastri yang semula menempati rumah

para pengurus, sejak tahun 1968 oleh dinas diberi ruangan di Panti Perwira jalan

Prapatan 38 Jakarta. Bahkan apabila Dinas mengadakan kunjungan kerja ke

daerah, DPP Jalasenastri ikut menyertai pula dalam usaha pembinaan orgaisasi.

Pada tanggal 5-8 Juli 1969 rombongan DPP Jalasenastri ikut dalam

kunjungan kerja Menteri/Panglima AL ke Makassar dan Ambon untuk

meresmikan Komando Kawasan Maritim Tengah dan Komando Kawasan

Maritim Timur. Dalam kesempatan ini Ny. Moeljadi dan rombongan mengadakan

kunjungan ke Sekolah Taman Kanak/Sekolah Dasar Hang Tuah serta toko

Jalasenastri di Makassar. Sedangkan di Ambon pada tanggal 6 Juli 1969,

rombongan DPP Jalasenastri menghadiri undangan isteri Gubernur Maluku.

Dalam kunjungan ke Ambon Ny. Moeljadi menyerahkan sumbangan untuk Ruang

Anak-Anak (RAA). Kegiatan yang berkaitaan dengan ekonomi maupun olah raga

masih sama seperti pada masa Orde Lama

26 Op.cit, Bab 4 pasal 6, Arsip mengenai usaha.

27 Ibid, Bab 10 pasal 11, Arsip mengenai Perbendaharaan.

68