bab i,ii

12
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendirian Pabrik Seiring dengan perkembangan teknologi, kebutuhan akan bahan-bahan kimia semakin besar sehingga pembangunan industri kimia perlu lebih diprioritaskan. Industri kimia merupakan salah satu industri vital dan strategis, untuk itu hampir setiap negara di dunia, tak terkecuali Indonesia banyak memberikan perhatian pada pengembangan industri kimia, mengingat industri ini banyak mempunyai keterkaitan dengan pengembangan industri lainnya. Salah satu bahan kimia yang banyak digunakan adalah amonia. Bahan kimia ini dapat diproduksi dari gas sintesis sebagai bahan intermediet dalam industri kimia. Secara langsung amonia digunakan sebagai bahan baku pembuatan pupuk (urea, ammonium nitrate, ammonium sulphate) dan bahan baku pada proses pembuatan nitric acid dan lain sebagainya. Proyeksi kebutuhan ammonia dalam negeri semakin meningkat seiring dengan peningkatan industri-industri yang menggunakannya. Oleh karena itu, maka pendirian pabrik ammonia akan membawa dampak positif, hal ini disebabkan karena untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri disamping itu juga dapat mensuplai kebutuhan pasar ekspor di berbagai negara. 1

Upload: btjajadi

Post on 03-Jan-2016

19 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

pendirian pabrik

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I,II

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Pendirian Pabrik

Seiring dengan perkembangan teknologi, kebutuhan akan bahan-bahan kimia

semakin besar sehingga pembangunan industri kimia perlu lebih diprioritaskan. Industri

kimia merupakan salah satu industri vital dan strategis, untuk itu hampir setiap negara

di dunia, tak terkecuali Indonesia banyak memberikan perhatian pada pengembangan

industri kimia, mengingat industri ini banyak mempunyai keterkaitan dengan

pengembangan industri lainnya.

Salah satu bahan kimia yang banyak digunakan adalah amonia. Bahan kimia ini

dapat diproduksi dari gas sintesis sebagai bahan intermediet dalam industri kimia.

Secara langsung amonia digunakan sebagai bahan baku pembuatan pupuk (urea,

ammonium nitrate, ammonium sulphate) dan bahan baku pada proses pembuatan nitric

acid dan lain sebagainya.

Proyeksi kebutuhan ammonia dalam negeri semakin meningkat seiring dengan

peningkatan industri-industri yang menggunakannya. Oleh karena itu, maka pendirian

pabrik ammonia akan membawa dampak positif, hal ini disebabkan karena untuk

memenuhi kebutuhan dalam negeri disamping itu juga dapat mensuplai kebutuhan pasar

ekspor di berbagai negara.

1.2 Prospek dan Pemasaran

Prospek dari Produksi amonia sangat bagus, hal ini bisa dilihat dari

penggunaannya yang banyak diberbagai kebutuhan dan ditambah lagi besarnya peluang

eksport ke berbagai negara. Hal ini bisa diamati pada tabel 1.1.

Tabel 1.1. Data Proyeksi Kebutuhan Amonia di Pasar Dalam Negeri

Tahun Jumlah (Ton)2009 3.980.7462010 4.219.5912011 4.979.1182012 5.506.9042013 5.892.387Sumber : Diolah oleh indochemical

1

Page 2: BAB I,II

Dari Tabel 1.1 terlihat bahwa kebutuhan amonia di dalam negeri cenderung

mengalami peningkatan rata-rata 10.40 % per tahun. Hal ini disebabkan oleh sudah

berdirinya beberapa pabrik pupuk di Indonesia serta untuk meningkatkan permintaan

pasar luar negeri.

Dengan luasnya cakupan penggunaan amonia di Indonesia, baik secara industri

maupun secara langsung menunjukkan bahwa permintaan akan amonia cukup besar

dengan kata lain prospek pemasarannya sangat menjanjikan.

Nilai Gross Profit Margin (GPM) yang didapat untuk pembuatan amonia adalah

sebesar Rp.10.100/Kg NH3 (Data Perhitungan di Lampiran A). Nilai GPM ini

diperkirakan cukup menarik perhatian investor untuk mendirikan pabrik amonia, karena

nilai tambah produk lima kali lipat dari harga bahan baku.

1.3 Pemilihan Lokasi

Bontang memiliki letak geografis yang strategis yaitu 120 km dari Kota

Samarinda dan bagian utara berbatasan dengan selat makasar . Disamping juga telah

memiliki fasilitas jalan yang memadai, dengan demikian transportasi darat dari sumber

bahan baku, dan pasar tidak lagi menjadi masalah. Untuk sarana transportasi juga telah

memiliki pelabuhan PT.Badak NGL, PT.PKT dan PT. Indominco Mandiri serta

pelabuhan Tanjung Laut yang sedang dibangun sehingga pengiriman barang antar pulau

maupun untuk ekspor lebih lancar. Peta lokasi pendirian pabrik dapat dilihat pada

lampiran C.

1.4 Kapasitas Produksi

Kapasitas produksi dari pabrik akan mempengaruhi perhitungan teknis maupun

ekonomis dalam perancangan pabrik. Pada dasarnya, semakin besar kapasitas produksi,

maka kemungkinan keuntungan juga semakin besar. Pabrik amonia ini direncanakan

memiliki kapasitas produksi sebesar 50.000 ton/tahun. Kapasitas itu dipilih berdasarkan

perkiraan kebutuhan amonia di Indonesia tahun 2013 sekitar 5.892.387 ton/tahun.

Dengan asumsi tidak adanya penambahan pabrik amonia baru sehingga kapasitas

produksi amonia konstan. Maka kekurangan produksi amonia sekitar 290.000 ton/tahun.

Pabrik ini direncanakan memenuhi 17% kekurangan kebutuhan amonia (Data

Perhitungan di Lampiran B.

BAB II

2

Page 3: BAB I,II

DESKRIPSI PROSES

2.1 Teknologi Proses

Proses pembuatan amonia dari gas alam dan gas sintesis dapat dilakukan dengan

4 proses antara lain :

a. Proses Haber-Bosh

Proses pembuatan amonia dari nitrogen dan hidrogen pertama kali ditemukan oleh Fritz

Haber tahun 1908, seorang ahli kimia dari Jerman. Untuk skala industri pembuatan

ammonia ditemukan oleh Carl Bosch, seorang ahli kimia juga dari Jerman. Persamaan

reaksi sintesis amonia sebagai berikut:

N2 (g) + 3H2 (g) → 2NH3 (g) H°= –46.1 KJ/mol

Berdasarkan prinsip kesetimbangan maka konstanta kesetimbangan reaksi tidak

hanya tergantung pada temperatur dan tekanan tetapi juga dipengaruhi oleh

perbandingan komposisi nitrogen dan hidrogen. Kondisi yang menguntungkan untuk

pembentukan amonia adalah reaksi ke kanan pada suhu rendah dan tekanan tinggi.

Namun reaksi tersebut berlangsung sangat lambat pada suhu rendah, bahkan pada suhu

500 oC sekalipun. Di pihak lain karena reaksi ke kanan eksoterm maka penambahan

suhu akan mengurangi rendemen. Proses Haber-Bosh pertama dilangsungkan pada suhu

500 oC dan tekanan 150 – 350 atm menggunakan katalis serbuk besi yang dicampur

dengan Al2O3, MgO, CaO dan K2O.

b. Proses Kellog

Proses ini merupakan proses sintesa amonia menggunkan bahan baku dari gas

alam dengan reaksi utama antara gas hidrogen dan nitrogen menjadi amonia yang

berlangsung pada seksi ammonia converter. Kondisi optimal yang digunakan pada

proses ini adalah menjaga reaksi pada tekanan 140 – 150 kg/cm2 dan temperatur 360 –

500 oC. Ammonia converter yang digunakan terdiri dari dua jenis, yaitu Kellog

horizontal ammonia converter dan Kellog vertical quench converter.

Gas sintesis murni yang didapat dari proses ini terdiri dari campuran H2 (74.2%),

N2 (24.7%), CH4 (0.8%) dan Ar (0.3%). Semua komposisi gas tersebut kemudian

dipisahkan dengan treatment tertentu sehingga gas sintesis yang dihasilkan hanya

mengandung komponen H2 dan N2. Selanjutnya, proses inti terbentuknya amonia terjadi

3

Page 4: BAB I,II

di dalam ammonia converter yang mereaksikan gas nitrogen dan hidrogen

menghasilkan amonia.

c. Proces Lurgi

Pada proses Lurgi reaksinya berlangsung dalam reactor fixed bed dengan

menggunakan oksigen dan steam pada kisaran tekanan 2000 – 3000 kPa (20 – 30 atm).

Oksigen dan steam dimasukkan kedalam gasifier melalui celah ke dalam rotary grate.

Temperatur gasifikasi sekitar 560 – 620 oC dan tergantung dari karakteristik umpan.

Kandungan metan dan karbondioksida masing-masing 10% dan 28% dalam gasifier.

Crude gas dari Lurgi gasifier yang diproses dalam beberapa langkah yaitu pengolahan

limbah panas, shift conversion, penghilangan tar, phenol dan produk lain. Nitrogen cair

melalui proses scrubbing akan menghasilkan gas sintesis yang murni dilanjutkan proses

kompresi dan terakhir proses pembuatan amonia.

d. Proses Koppers – Totzek

Proses ini berawal dari gasification steam generation washing pada fase cair

dengan tekanan yang rendah dan suhu yang tinggi. Campuran homogen dari batubara,

oksigen dan steam memiliki suhu 1925oC. Steam dan karbon bereaksi endotermik

sehingga terjadi penurunan suhu hingga 1480oC. Gas sintesis yang dihasilkan memiliki

sulfur, CO dan CO2 yang bersifat racun bagi katalis, sehingga perlu dilakukan proses

penghilangan sulfur, CO dan CO2. Gas sintesis yang telah murni kemudian diumpankan

dalam ammonia converter dengan katalis Fe2O3 yang sangat reaktif pada suhu 300oC –

500oC. Konversi amonia overall yang dihasilkan proses ini adalah 88,8%. (Kirk Othmer,

1998)

Untuk dapat mengetahui proses yang akan dipilih dalam memproduksi amonia

maka dapat dilihat kondisi operasi pada masing-masing proses seperti pada tabel 2.1.

Berdasarkan tabel 2.1 maka Proses yang dipilih adalah Kellogg Process (USA) karena

konversi sangat tinggi pada tekanan dan suhu rendah dapat menghasilkan amonia yang

lebih banyak, hal lain juga didukung oleh aktivitas katalis Ruthenium 20 kali lebih

besar dibandingkan katalis besi (Fe , Al2O3, Fe2O3).

Tabel 2.1 Perbandingan Data kondisi Proses Pembuatan Amonia

4

Page 5: BAB I,II

Proses Haber Bosch Kellogg Lurgi Koppers

Totzek

Suhu 500 oC 365 oC 560-620 oC 1925 oC

Tekanan 150-350 atm 14-15 atm 20- 30 atm 123 atm

Konversi 20-25% 99,82% 61% 88,8%

Energi(GJ/t NH3) 80 – 90 27,1 50 – 56 44

2.2 Spesifikasi Bahan Baku dan Produk

Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan amonia adalah gas sintesis yang

dapat diperoleh dari berbagai bahan baku seperti batu bara, petroleum coke, naphtha,

gas alam, dan fuel oil. Gas sintesis yang berasal dari gas alam dipilih sebagai bahan

baku karena mudah didapatkan, komponen pengotor yang dimilikinya lebih sedikit

dibanding sumber bahan baku lain. Hal ini akan memudahkan proses produksi sintesis

amonia. Komponen gas sintesis selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran D.

Produk dihasilkan berupa amonia dengan spesifikasi kemurnian minimal 99,5%

dan H2O 0,5% (PT. Pupuk Sriwijaya, 2009). Produk amonia yang siap dipasarkan dalam

bentuk cair disimpan dalam tangki penyimpanan amonia.

2.3 Uraian Singkat Proses

Pemilihan alur sintesis amonia didasarkan pada komponen umpan terutama

komponen pengotor yang ada, konversi produk yang dihasilkan dengan bantuan katalis,

dan karakteristik katalis yang digunakan. Komponen umpan berpengaruh pada jumlah

unit pemurnian umpan yang diperlukan, berkaitan dengan karakteristik katalis yang

digunakan. Komponen pengotor ini tidak diharapkan dalam sintesis amonia karena

menjadi racun katalis yang akan menurunkan aktivitas katalis. Sedangkan konversi

reaksi menentukan perlu tidaknya aliran recycle untuk meningkatkan laju pembentukan

produk.

Umpan gas sintesis dikompresi sebelum memasuki proses selanjutnya. Kenaikan

tekanan tersebut bertujuan untuk menyesuaikan umpan dengan kondisi operasi sintesis

amonia. Pengotor yang terdapat dalam gas sintesis adalah CO, CO2, dan H2O. Sebelum

memasuki ammonia converter, pengotor CO2 dihilangkan pada CO2 purifier pada suhu

5

Page 6: BAB I,II

47oC – 80oC dengan tekanan 3 - 4 atm. Kemudian H2O dan CO dikeringkan dengan

dryer. Blok diagram sintesis amonia, dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Diagram Alir Pembuatan Amonia dari gas sintesis

Umpan gas sintesis yang telah murni dari pengotor dialirkan ke dalam synthesis gas

compressor. Kadar nitrogen yang rendah dari umpan akan ditambahkan melalui

nitrogen mixing, nitrogen didapat dari pemisahan udara. Dalam converter akan terjadi

reaksi sintesis amonia pada suhu 250oC – 300oC dengan tekanan 3-5 MPa. Konversi

yang diharapkan dengan penggunaan katalis yang dipilih adalah 20% per pass pada titik

kesetimbangan. Keluaran converter amonia yang berupa campuran amonia dengan gas

sintesis yang belum terkonversi diumpankan ke dalam kondensor. Di dalam converter

amonia terjadi reaksi pembentukan amonia dengan reaksi:

3H2 + N2 2NH3

Dalam condensor, produk amonia akan dicairkan sehingga terpisah dari gas sintesis

yang belum terkonversi. Gas sintesis yang belum terkonversi diumpankan dalam gas

separator untuk memisahkan komponen gas yang ada. CH4 dan Ar di alirkan ke fuel

gas. Sedangkan nitrogen dan hydrogen direcycle menuju synthesis gas compressor

untuk diumpankan kembali ke ammonia converter. Laju alir produk NH3 yang

dihasilkan adalah 6 ton/jam. (Data Perhitungan di Lampiran E).

Nitrogen

Mixer

Air

NH3

Converter

Syn gas

CH4, H2

N2 CO, CO2

Feed

TreatingReformer Purification Compressor

Steam DrumUap Air

Refrigerator

Air

Separator

6

katalis

NH3

Page 7: BAB I,II

2.4 Pemakaian Katalis

Katalis yang digunakan dalam reaksi pembuatan amonia ini adalah katalis

(Ruthenium, ZnO,CoMo, Nikel) dan absorbent (MDEA, Benfield).Katalis yang

digunakan berbasis Ruthenium (Ru) dengan support Magnesium Oksida (MgO) yang

diteliti oleh Muhler, dkk (2004). Katalis berbasis Ruthenium (Ru) dipilih karena mampu

mengkonversi hingga produk 20 % per pass pada suhu 250-300oC dan tekanan 3-5 MPa

(Larrichev, 2007). Sedangkan dengan katalis Fe, kondisi operasi pada suhu 380-520oC

dan tekanan 120-220 bar (Forni dan Pernicone, 2006). Sehingga energi terpakai jauh

lebih hemat.

MgO dipilih sebagai support katalis karena lebih stabil dibandingkan support

karbon konvensional yang mudah terhidrogenasi (Muhler, 2004). Aktivitas Katalis Ru

5-20 kali lebih besar dari katalis besi (Appl, 1999, hal 62 dan Muhler, 2004). Katalis

dibuat dengan mengkontakkan Ru melalui impregnasi support dengan Ru3(CO)12 dalam

tetrahydtofurane, atau melalui chemical vapour deposition (CVD) Ru3(CO)12. Promotor

yang baik (alkali logam, alkali logam bumi, lantanida, dan kombinasinya) kemudian

ditambahkan. Katalis diaktivasi dengan perlakuan hidrogen. Recovery katalis dilakukan

dengan mencuci spent katalis untuk mendapatkan kembali promoter. Katalis sisa cucian

dipanaskan 70oC dalam pelarut asam nitrit 1 M berlebih. Support MgO berubah menjadi

larutan magnesium nitrat, dipisahkan dari sisa logam Ru dengan sentrifugasi atau

penyaringan.

2.5 Kinetika Reaksi

Konstanta kecepatan reaksi pembuatan amonia dapat dinyatakan dalam

persamaan : Pers. 2.1

Pers. 2.2

dalam hubungan ini :

k : konstanta kecepatan reaksi

A : pre exponential factor (1/jam)

Ea : energi aktivasi (kkal/kmol)

R : tetapan gas (kkal/kmol.K)

7

Page 8: BAB I,II

T : suhu operasi (K)

Dari persamaan tersebut dapat diketahui bahwa semakin tinggi suhu, maka

kecepatan reaksi pembentukan amonia akan semakin besar. Akan tetapi, reaksi

pembentukan amonia merupakan reaksi yang bersifat sangat eksotermis sehingga akan

melepaskan panas yang sangat besar. Panas reaksi akan dilepaskan oleh permukaan

katalis dan menyebabkan suhu naik dengan cepat, sehingga efektifitas dan umur katalis

akan terus berkurang. Untuk itu, maka diperlukan adanya kontrol temperatur yang baik

melalui pendinginan. (Kirk Otmer, 1978).

8