bab ii tinjauanpusataka higienitaslingkungan

19
5 BAB II Tinjauan Pustaka 2.1. Higienitas Lingkungan 2.1.1. Pengertian Higienitas Brownell (R. Sihite. 2000:3) menyatakan higiene adalah bagaimana caranya orang memelihara dan melindungi kesehatan. Prescott menyatakan bahwa hygiene terbagi ke dalam dua aspek yang menyangkut individu (Personel Hygiene) dan yang menyangkut lingkungan (Environment). Di dalam undang-undang Nomor 2 Tahun 1996, Hygiene di nyatakan sebagai kesehatan masyarakat yang meliputi semua usaha untuk memlihara, melindungi, dan mempertinggi derajat kesehatan badan, jiwa, baik untuk umum maupun perorangan yang bertujuan memberikan dasar-dasar kelanjutan hidup yang sehat, serta mempertinggi kesehatan dalam perikemanusiaan. 2.1.2. Ruang Lingkup Higienitas Masalah Higiene tidak dapat dipisahkan dari masalah sanitasi, dan pada kegiatan pengolahan makanan masalah sanitasi dan higiene dilaksanakan bersama-sama. Kebiasaan hidup bersih, bekerja bersih sangat membantu dalam mengolah makanan bersih pula. Ruang lingkup higiene meliputi: 1. Higiene perorangan dan lingkungan 2. Higiene makanan dan minuman

Upload: hartotok-vipnet

Post on 16-Sep-2015

219 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

sanitasi dan higienitas lingkungan mencegah diare

TRANSCRIPT

  • 5

    BAB II

    Tinjauan Pustaka

    2.1. Higienitas Lingkungan

    2.1.1. Pengertian Higienitas

    Brownell (R. Sihite. 2000:3) menyatakan higiene adalah

    bagaimana caranya orang memelihara dan melindungi kesehatan.

    Prescott menyatakan bahwa hygiene terbagi ke dalam dua aspek yang

    menyangkut individu (Personel Hygiene) dan yang menyangkut

    lingkungan (Environment).

    Di dalam undang-undang Nomor 2 Tahun 1996, Hygiene di

    nyatakan sebagai kesehatan masyarakat yang meliputi semua usaha

    untuk memlihara, melindungi, dan mempertinggi derajat kesehatan

    badan, jiwa, baik untuk umum maupun perorangan yang bertujuan

    memberikan dasar-dasar kelanjutan hidup yang sehat, serta

    mempertinggi kesehatan dalam perikemanusiaan.

    2.1.2. Ruang Lingkup Higienitas

    Masalah Higiene tidak dapat dipisahkan dari masalah sanitasi,

    dan pada kegiatan pengolahan makanan masalah sanitasi dan higiene

    dilaksanakan bersama-sama. Kebiasaan hidup bersih, bekerja bersih

    sangat membantu dalam mengolah makanan bersih pula. Ruang

    lingkup higiene meliputi:

    1. Higiene perorangan dan lingkungan

    2. Higiene makanan dan minuman

  • 6

    2.2. Sanitasi Lingkungan

    2.2.1. Pengertian Sanitasi

    Menurut UU RI No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

    menyebutkan bahwa kesehatan lingkungan meliputi penyehatan air,

    dan udara, penanganan limbah padat, limbah cair, limbah gas, radiasi,

    dan kebisingan, pengendalian faktor penyakit, dan penyehatan atau

    pengamanan lainnya. Melihat luasnya ruang lingkup kesehatan

    lingkungan, sangatlah diperlukan adanya multi disiplin kerja agar

    kegiatannya dapat berjalan dengan baik. Misalnya diperlukan tenaga

    ahli di bidang air bersih, ahli kimia, ahli biologi, ahli teknik dan

    sebagainya (Mukono, 2006).

    Menurut Notoadmojo (2003), sanitasi itu sendiri merupakan

    perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan maksud

    mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan

    buangan berbahaya lainnya dengan harapan usaha ini akan menjaga

    dan meningkatkan kesehatan manusia, sedangkan untuk pengertian

    dari sanitasi lingkungan, sanitasi lingkungan adalah status kesehatan

    suatu lingkungan yang mencakup perumahan, pembuangan kotoran,

    penyedian air bersih dan sebagainya.

    2.2.2. Ruang Lingkup Sanitasi

    Menurut Kusnoputranto (1986) ruang lingkup dari kesehatan

    lingkungan meliputi:

    a. Penyediaan air minum.

  • 7

    b. Pengolahan air buangan dan pengendalian pencemaran air.

    c. Pengelolaan sampah padat.

    d. Pengendalian vektor penyakit.

    e. Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah.

    f. Hygiene makanan.

    g. Pengendalian pencemaran udara.

    h. Pengendalian radiasi.

    i. Kesehatan kerja, terutama pengendalian dari bahaya-bahaya fisik,

    kimia dan biologis.

    j. Pengendalian kebisingan.

    k. Perumahan dan pemukiman, terutama aspek kesehatan

    masyarakat dari perumahan penduduk, bangunan-bangunan

    umum dan institusi.

    l. Perencanaan daerah dan perkotaan.

    m. Aspek kesehatan lingkungan dan transportasi udara, laut dan

    darat.

    n. Pencegahan kecelakaan.

    o. Rekreasi umum dan pariwisata.

    p. Tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan

    epidemi, bencana alam, perpindahan penduduk dan keadaan

    darurat.

    q. Tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin agar

    lingkungan pada umumnya bebas dari resiko gangguan kesehatan.

  • 8

    Dari ruang lingkup sanitasi lingkungan di atas tempat-tempat

    umum merupakan bagian dari sanitasi yang perlu mendapat perhatian

    dalam pengawasannya (Kusnoputranto, 1986).

    2.2.3. Sanitasi Dasar

    Sanitasi dasar adalah sanitasi minimum yang diperlukan untuk

    menyediakan lingkungan sehat yang memenuhi syarat kesehatan yang

    menitik beratkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang

    mempengaruhi derajat kesehatan manusia (Azwar, 1995).

    2.2.4. Hal-hal yang menyangkut Sanitasi

    1. Ventilasi

    Menurut Notoatmojo (2007), ventilasi dapat dibedakan

    menjadi dua yaitu ventilasi alamiah dan ventilasi buatan. Ventilasi

    alamiah yaitu dimana aliran udara di dalam ruangan tersebut terjadi

    secara alamiah melalui jendela, pintu, lubang angin, dan lubang-

    lubang pada dinding. Ventilasi alamiah tidak menguntungkan,

    karena juga merupakan jalan masuknya nyamuk dan serangga

    lainnya ke dalam rumah. Ventilasi buatan yaitu dengan

    menggunakan alat-alat khusus untuk mengalirkan udara misalnya

    kipas angin dan mesin penghisap udara. Namun alat ini tidak cocok

    dengan kondisi rumah di pendesaan.

    2. Pencahayaan

    Pencahayaan yang tidak mencukupi akan menyebabkan

    kelelahan mata, disamping itu kurangnya pencahayaan akan

  • 9

    menyulitkan pemeliharaan kebersihan rumah. Pencahayaannya

    yang cukup untuk penerangan ruangan di dalam rumah merupakan

    kebutuhan kesehatan manusia. Pencahayaan dapat diperoleh dari

    pencahayaan dari sinar matahari. Pencahayaan dari sinar matahari

    masuk ke dalam rumah melalui jendela, celah-celah dan bagian

    rumah yang terkena sinar matahari hendaknya tidak terhalang

    benda lain. Cahaya matahari ini berguna untuk penerangan, juga

    dapat mengurangi kelembaban udara, memberantas nyamuk,

    membunuh kuman penyebab penyakit. pencahayaan dari lampu

    atau yang lain berguna unuk penerangan suatu ruangan (Suyono,

    1985).

    3. Lantai

    Ubin atau semen lebih baik, namun tidak cocok untuk kondisi

    ekonomi pedesaan. Lantai kayu sering terdapat pada rumah-rumah

    orang yang mampu di pedesaan, dan inipun mahal. Oleh karena itu,

    untuk lantai rumah pedesaan cukuplah tanah biasa yang

    dipadatkan. Syarat penting disini adalah tidak berdebu pada musim

    kemarau dan tidak basah pada musim hujan.untuk memperoleh

    lantai tanah yang padat (tidak berdebu) dapat ditempuh dengan

    menyiram air kemudian dipadatkan dengan benda-benda yang

    berat, dan dilakukan berkali-kali. Lantai yang basah merupakan

    sarang penyakit (Notoatmojo,2003)

  • 10

    4. Dinding

    Resiko menempati rumah dengan jenis dinding yang tidak

    memenuhi syarat bukanlah faktor resiko langsung terhadap

    penyakit, namun berkaitan dengan kelembaban udara. Dinding

    rumah harus bersih, kering dan kuat. Dinding selain untuk

    penyangga, juga untuk melindungi dari panas, hujan dan sebaiknya

    untuk dinding rumah dibuatkan dari batu bata. (Dirjen PPM dan

    PL, 1992).

    5. Kepadatan Penghuni

    Resiko yang ditimbulkan oleh kepadatan penghuni rumah

    terhadap terjadinya penyakit dimungkinkan karena:

    a. Kualitas udara dalam ruangan buruk

    b. Pemeliharaan ruangan tidak dilaksanakan dengan baik

    c. Jarak antar penghuni rumah lebih dekat.

    Adapun persyaratan rumah sehat adalah:

    a. Harus memenuhi kebutuhan psichologis

    b. Terhindar dari penyakit menular

    c. Terhindar dari kecelakaan

    6. Penyediaan air bersih

    Air yang bersih adalah air yang dapat digunakan untuk

    keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi persyaratan

    kesehatan dan dapat diminum apabila sudah masak. Air untuk

    konsumsi rumah tangga yang didapatkan dari sumbernya harus

  • 11

    diolah terlebih dahulu sehingga memenuhi syarat kesehatan.

    Menurut Indang Entjan, syarat air minum ditentukan oleh 3 syarat,

    yaitu:

    a. Syarat fisik: air itu tidak berwarna, tidak mempunyai rasa,

    tidak berbau dan jernih.

    b. Syarat bakteriologis : air itu harus bebas dari segala bakteri

    terutama bakteri pathogen.

    c. Syarat kimia: tidak mengandung bahan kimia yang

    membahayakan kesehatan, misalnya CO2, NH4, H2S dan lain-

    lain.

    7. Pembuangan kotoran manusia (jamban)

    Tempat pembuangan kotoran manusia (jamban) merupakan

    hal yang sangat penting, dan harus selalu bersih, mudah

    dibersihkan, cukup cahaya dan cukup ventilasi, harus rapat

    sehingga terjamin rasa aman bagi pemakainya, dan jaraknya cukup

    jauh dari sumber air.

    Syarat pembuangan kotoran manusia menurut Ehlers dan

    Steel dalam Indah Entjan adalah:

    a. Tidak mengotori tanah permukaan

    b. Tidak mengotori air tanah

    c. Kotoran tidak boleh terbuka sehingga dipergunakan oleh lalat

    untuk bertelur dan berkembang biak

    d. 1 harus terlindung dan tertutup

  • 12

    e. Pembuangan air limbah atau sampah

    Air limbah merupakan exereta manusia, air kotor dari dapur,

    kamar mandi, WC, perusahaan-perusahaan,termasuk pula air kotor

    permukaantanah. Pembuangan air limbah yang kurang baik akan

    menjadi sarang penyakit dan situasi rumah akan menjadi lembab.

    Pengaturan air limbah perlu dilakukan dengan baik, supaya:

    a. Mencegah pengotoran sumber air rumah tangga

    b. Kebersihan makanan terjaga

    c. Mencegah berkembangnya bibit penyakit

    d. Menghilangkan bau dan pemandangan tidak sedap .

    2.3. Penyakit Diare

    2.3.1. Pengertian Diare

    Diare adalah buang air besar lembek atau cair dapat berupa air

    saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya tiga kali

    atau lebih dalam sehari) (Depkes RI, 2000). Sedangkan, menurut

    Widjaja (2002), diare diartikan sebagai buang air encer lebih dari empat

    kali sehari, baik disertai lendir dan darah maupun tidak. Hingga kini

    diare masih menjadi child killer (pembunuh anak-anak) peringkat

    pertama di Indonesia. Semua kelompok usia diserang oleh diare, baik

    balita, anak-anak dan orang dewasa. Tetapi penyakit diare berat dengan

    kematian yang tinggi terutama terjadi pada bayi dan anak balita (Zubir,

    2006). Menurut hipocrates diare di definisikan sebagai pengeluaran

    tinja yang tidak normal dan cair.

  • 13

    2.3.2. Patogenesa Diare

    Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah:

    1. Gangguan Osmotik

    Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan

    mennyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi,

    sehingga terjadi pergeseran iar dan elektrolit ke dalam rongga usus.

    Cairan yang berlebihan ino akan merangasang usus untuk

    mengeluarkannya sehingga terjadi diare.

    2. Gangguan Sekresi

    Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus

    akan terjadi penongkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga

    usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi

    rongga usus.

    3. Gangguan Motilitas Usus

    Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan

    usus menyerap makanan dan cairan, sehingga timbul diare.

    Sebaiknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan

    pertumbuhan bakteri berlebihan yang selanjutnya dapat

    menimbulkan diare.

    4. Diare akut

    a. Masuknya jasad renik yang masih hidup ke dalam usus halus

    setelah berhasil melewati rintangan asam lambung

  • 14

    b. Jasad renik tersebut berkembang biak (multiplikasi) di dalam

    usus halus.

    c. Oleh jasad renik di keluarkan toksin (toksin diaregenik)

    d. Akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya

    akan menimbulkan diare

    5. Patogenesis Diare Kronis

    Lebih kompleks dan faktor-faaktor yang menimbulkannya ialah

    infeksi bakteri, parasit, malabsorbsi, malnutrisi dan lain lain.

    2.3.3 Gejala Diare

    Menurut Widjaja (2002), gejala diare pada balita yaitu:

    a. Pada bayi atau anak menjadi cengeng dan gelisah. Suhu badannya

    pun meninggi.

    b. Tinja encer, berlendir, atau berdarah.

    c. Warna tinja kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu.

    d. Anus lecet.

    e. Gangguan gizi akibat asupan makanan yang kurang.

    f. Muntah sebelum atau sesudah diare.

    g. Hipoglikemia (penurunan kadar gula darah).

    h. Dehidrasi.

    2.3.4 Epidemiologi Diare

    Epidemiologi penyakit diare, adalah sebagai berikut (Depkes RI,

    2005).

  • 15

    a. Penyebaran kuman yang menyebabkan diare biasanya menyebar

    melalui fecal oral antara lain melalui makanan atau minuman yang

    tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita.

    Beberapa perilaku yang dapat menyebabkan penyebaran kuman

    enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare, antara lain tidak

    memberikan ASI (Air Susu Ibu) secara penuh 4/6 bulan pada

    pertama kehidupan, menggunakan botol susu, menyimpan makanan

    masak pada suhu kamar, menggunakan air minum yang tercemar,

    tidak mencuci tangan dengan sabun sesudah buang air besar atau

    sesudah membuang tinja anak atau sebelum makan ataumenyuapi

    anak, dan tidak membuang tinja dengan benar.

    b. Faktor penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare.

    Beberapa faktor pada penjamu yang dapat meningkatkan beberapa

    penyakit dan lamanya diare yaitu tidak memberikan ASI sampai

    dua tahun, kurang gizi, campak, immunodefisiensi, dan secara

    proporsional diare lebih banyak terjadi pada golongan balita.

    c. Faktor lingkungan dan perilaku. Penyakit diare merupakan salah

    satu penyakit yang berbasis lingkungan. Dua faktor yang dominan,

    yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan

    berinteraksi dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan

    tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan

    perilaku yang tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan

    minuman, maka dapat menimbulkan kejadian diare.

  • 16

    2.3.5 Etiologi Diare

    Menurut Widjaja (2002), diare disebabkan oleh beberapa faktor,

    yaitu: faktor infeksi, malabsorpsi (gangguan penyerapan zat gizi),

    makanan dan faktor psikologis.

    1. Faktor infeksi

    Infeksi pada saluran pencernaan merupakan penyebab utama

    diare pada anak.

    Jenis-jenis infeksi yang umumnya menyerang antara lain:

    a. Infeksi enteral; infeksi saluran pencernaan makanan yang

    merupakan penyebab utama diare pada anak. Meliputi

    infeksi enteral sebagai berikut:

    1. Infeksi bakteri: Vibrio, E. Coli, Salmonella, Shigella,

    Campylobacter, Yersinia, Aeromonas dan sebagainya.

    2. Infeksi virus: Enterovirus (virus ECHO, Coxsackie,

    Poliomyelitis) Adenovirus, Rotavirus, Astrivirus dan

    lain-lain.

    3. infeksi parasit: Cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris,

    Strongyloides); protozoa (Entamoeba histolityca, Giardia

    lamblia, Trichomonas hominis); jamur (Candida

    albicans).

    b. Infeksi parenteral; infeksi diluar alat pencernaan

    makanan seperti: Otitis Media Akut (OMA), tonsillitis/

    tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis dan

  • 17

    sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan

    anak berumur di bawah 2 tahun.

    2. Faktor Malabsobsi

    Faktor malabsorpsi dibagi menjadi dua yaitu malabsorpsi

    karbohidrat dan lemak. Malabsorpsi karbohidrat, pada bayi

    kepekaan terhadap lactoglobulis dalam susu formula dapat

    menyebabkan diare. Gejalanya berupa diare berat, tinja berbau

    sangat asam, dan sakit di daerah perut. Sedangkan malabsorpsi

    lemak, terjadi bila dalam makanan terdapat lemak yang disebut

    triglyserida. Triglyserida, dengan bantuan kelenjar lipase,

    mengubah lemak menjadi micelles yang siap diabsorpsi usus. Jika

    tidak ada lipase dan terjadi kerusakan mukosa usus, diare dapat

    muncul karena lemak tidak terserap dengan baik.

    3. Faktor Makanan

    Makanan yang mengakibatkan diare adalah makanan yang

    tercemar, makanan basi, beracun, makanan yang terlalu banyak

    lemak, makanan yang mentah (sayuran) dan kurang matang.

    Makanan yang terkontaminasi jauh lebih mudah mengakibatkan

    diare pada anak-anak balita.

    4. Faktor Psikologis

    Rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak

    yang lebih besar).

  • 18

    2.3.6 Patofisiologi Diare

    Sebagai akibat Diare baik akut maupun kronik akan terjadi:

    1. Kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi) yang

    mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa (asidosis

    metabolic, hipokalemia)

    2. Gangguan gizi akibat kelaparan (masukan kurang, pengeluaran

    bertambah)

    3. Hipoglikemia

    4. Gangguan sirkulasi darah

    5. Lecet pada anus

    6. Muntah sebelum dan sesudah diare

    7. Warna tinja kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu

    8. Tinja bayi encer, berlendir atau berdarah.

    2.3.7 Penanggulangan Diare

    Menurut Depkes RI (2005), penanggulangan diare antara lain:

    1. Pengamatan intensif dan pelaksanaan SKD (Sistem Kewaspadaan

    Dini)

    Pengamatan yang dilakukan untuk memperoleh data tentang

    jumlah penderita dan kematian serta penderita baru yang belum

    dilaporkan dengan melakukan pengumpulan data secara harian

    pada daerah fokus dan daerah sekitarnya yang diperkirakan

    mempunyai risiko tinggi terjangkitnya penyakit diare.

    Sedangakan pelaksanaan SKD merupakan salah satu kegiatan dari

  • 19

    surveilance epidemiologi yang kegunaanya untuk mewaspadai

    gejala akan timbulnya KLB (Kejadian Luar Biasa) diare.

    2. Penemuan kasus secara aktif

    Tindakan untuk menghindari terjadinya kematian di lapangan

    karena diare pada saat KLB di mana sebagian besar penderita

    berada di masyarakat.

    3. Pembentukan pusat rehidrasi

    Tempat untuk menampung penderita diare yang memerlukan

    perawatan dan pengobatan pada keadaan tertentu misalnya lokasi

    KLB jauh dari puskesmas atau rumah sakit.

    4. Penyediaan logistik saat KLB

    Tersedianya segala sesuatu yang dibutuhkan oleh penderita pada

    saat terjadinya KLB diare.

    5. Penyelidikan terjadinya KLB

    Kegiatan yang bertujuan untuk pemutusan mata rantai penularan

    dan pengamatan intensif baik terhadap penderita maupun

    terhadap faktor risiko.

    6. Pemutusan rantai penularan penyebab KLB Pembentukan pusat

    rehidrasi.

    Upaya pemutusan rantai penularan penyakit diare pada saat KLB

    diare meliputi peningkatan kualitas kesehatan lingkungan dan

    penyuluhan kesehatan.

  • 20

    2.3.8 Pencegahan Diare

    Menurut Depkes RI (2000), penyakit diare dapat dicegah melalui

    promosi kesehatan antara lain:

    1. Pada balita eningkatkan penggunaan ASI (Air Susu Ibu).

    2. Memperbaiki praktek pemberian makanan pendamping ASI pada

    balita.

    3. Penggunaan air bersih yang cukup.

    4. Kebiasaan cuci tangan sebelum dan sesudah makan.

    5. Penggunaan jamban yang benar.

    6. Pembuangan kotoran yang tepat termasuk tinja anak-anak dan

    bayi yang benar.

    2.4 Hubungan Sanitasi Lingkungan Terhadap Penyakit Diare

    Masalah kesehatan merupakan suatu masalah yang sangat komplek,

    yang saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu

    sendiri.

    Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan, baik kesehatan individu

    maupun kesehatan masyarakat (Notoatmodjo, 2003). Menurut model

    segitiga epidemiologi, suatu penyakit timbul akibat interaksi satu sama lain

    yaitu antara faktor lingkungan, agent dan host (Timmreck, 2004).

    Faktor yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menjadi

    penentu pendorong terjadinya diare. Faktor lingkungan merupakan faktor

    yang paling penting, sehingga untuk penanggulangan diare diperlukan

    upaya perbaikan sanitasi lingkungan (Zubir, 2006). Seseorang yang daya

  • 21

    tahan tubuhnya kurang, maka akan mudah terserang penyakit. Penyakit

    tersebut antara lain diare, kolera, campak, tifus, malaria, demam berdarah

    dan influensa (Slamet, 2002).

    Masalah-masalah kesehatan lingkungan antara lain pada sanitasi

    (jamban), penyediaan air minum, perumahan, pembuangan sampah dan

    pembuangan air limbah (Notoatmodjo, 2003).

    Beberapa masalah lingkungan yang berhubungan dengan vector

    penyakit adalah :( Depkes RI, 2001 )

    1. Perubahan lingkungan fisik oleh kegiatan pertambangan,

    pembangunan perumahan dan industry yang mengakibatkan

    timbulnya tempat berkembang biaknya vector penyakit.

    2. Pembangunan bendungan akan beresiko berkembang biaknya vector

    penyakit.

    3. System penyediaan air dengan perpipaan yang belum menjangkau

    seluruh penduduk sehingga masih diperlukan container untuk

    penampungan penyediaan air.

    4. Sistem drainase pemukiman dan perkotaan yang tidak memenuhi

    syarat sehingga menjadi tempat perindukan penyakit.

    5. Sistem pengelolaan sampah yang belum memenuhi syarat menjadikan

    sampah sarang vektor penyakit.

    6. Perilaku sebagian masyarakat dalam pengelolaan lingkungan yang

    sehat, nyaman dan aman masih belum memadai.

  • 22

    7. Penggunaan pestisida yang tidak bijaksana dalam pengendalian vector

    penyakit secara kimiawi, beresiko timbulnya keracunan dan

    pencemaran lingkungan.

  • 23