bab ii tinjauan pustaka dan landasan teori a. tinjauan …repository.ump.ac.id/5126/3/anis permata...
TRANSCRIPT
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
Penelitian yang sejenis yang pernah dilakukan sebelumnya sangat penting
untuk diungkapkan karena dapat dipakai sebagai sumber informasi dan bahan
acuan yang sangat berguna. Penelitian tentang implikatur dalam sebuah wacana
banyak dilakukan baik itu dalam skripsi, makalah maupun tulisan ilmiah yang
lainnya. Pengkajian implikatur dalam wacana dipandang dari berbagai sudut ilmu
salah satunya adalah disiplin ilmu pragmatik.
Penelitian tentang implikatur dalam sebuah wacana dilakukan oleh Laela (
2004) dalam skripsinya yang berjudul “ Implikatur dalam Wacana Komik pada
Majalah Bobo”. Tulisan ilmiah tersebut menganalisis tentang tuturan dalam
wacana komik pada majalah Bobo yang berjumlah 99 tuturan yang mengandung
implikatur.
Persamaan penelitian Nur Laela dengan yang dilakukan peneliti adalah
sama-sama mengkaji bidang pragmatik, khususnya masalah implikatur. Adapun
perbedaannya adalah sasaran kajian penelitian. Peneliti memilih objek Wacana
Pojok Semarangan dalam harian Suara Merdeka, sedangkan peneliti Laela
memilih Wacana dalam Komik dalam Majalah Bobo.
Sementara itu, penelitian lain di bidang pragmatik yang berkaitan dengan
kolom pojok juga dilakukan oleh Widyaningsih ( 2006) dalam skripsinya yang
berjudul” Analisis Pragmatik Tuturan dalam Kolom Pojok Semarangan Harian
14 Implikatur Dalam Wacana…, Anis Permata Dewi, FKIP UMP, 2012
15
Suara Merdeka” . Skripsinya tersebut mengemukakan tentang analisis pragmatik
untuk menentukan bentuk tuturan kolom Pojok Semarangan Harian Suara
Merdeka yang terdiri atas bentuk tuturan langsung literal, tuturan tidak langsung
literal, dan tuturan tidak langsung tidak literal. Dalam data tersebut lebih banyak
ditemukan bentuk jenis tuturan tidak langsung tidak literal. Hal ini dimaksudkan
untuk memperhalus tuturan atau mempersopan cara penyampaiannya. Selain
bentuk tuturan, skripsi tersebut juga membahas maksud tuturan. Data tentang
maksud tuturan meliputi kritikan, sindiran, dan penegasan.
Penelitian Widyaningsih dan penelitian ini sama-sama mengkaji wacana
pojok sebagai salah satu ragam jurnalistik dari segi pragmatik, tetapi objek
pembahasan berbeda. Penelitian Widyaningsih membahas bentuk-bentuk tuturan
yang terdapat pada kolom Pojok, sedangkan peneliti mengkaji implikatur pada
kolom Pojok tersebut.
B. Landasan Teori
1. Hakekat Bahasa
Hampir dalam semua aspek kehidupan manusia tidak bisa lepas dari
penggunaan bahasa. Bahasa sebagai bagian hidup yang bersifat universal
memiliki peran penting yang tidak mungkin dilepaskan dari kehidupan manusia.
Menurut definisi Kridalaksana ( 2008: 24), bahasa adalah sistem lambang bunyi
yang bersifat arbiter yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk
bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri.
Definisi serupa juga telah dikemukakan Moeliono (1989: 66), yaitu
bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat sewenang-wenang dan
Implikatur Dalam Wacana…, Anis Permata Dewi, FKIP UMP, 2012
16
konvensional, dan dipakai sebagai alat komunikasi untuk melahirkan perasaan dan
pikiran.
Menurut Blonch dan Trager (dalam Parera 1991: 26) bahasa adalah sebuah
sistem simbol bunyi yang arbiter sebagai alat yang dipergunakan oleh kelompok
sosial untuk bekerja sama.
Ronald Wardaugh ( dalam Parera 1991: 26) mendefinisikan “ bahasa
adalah sistem simbol bunyi yang arbiter yang dipergunakan untuk komunikasi
manusia”.
Dari berbagai definisi di atas, maka kita bisa mengambil hal-hal pokok
berkaitan dengan definisi tersebut, yaitu:
1. Bahasa adalah sebuah sistem vokal atau sistem lambang bunyi.
2. Bahasa bersifat arbiter atau sewenang-wenang, artinya bahwa antara bunyi
bahasa dan yang bersimbolkannya tidak harus berhubungan.
3. Bahasa memiliki fungsi utama sebagai alat berinteraksi / berkomunikasi antar
anggota masyarakat pemakai bahasa tersebut.
4. Bahasa adalah sesuatu yang bersumber dari dalam tubuh kita, yang keluar dari
tenggorokan, dan diungkapkan baik secara lisan maupun tulisan.
2. Wacana
Wacana ( discourse) adalah suatu bahasa terlengkap, dalam hierarki
gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana ini
direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh ( novel, buku, seri ensiklopedi
dan sebagainya), paragraf kalimat atau kata yang membawa amanat yang
lengkap (Kridalaksana, 2008: 259).
Implikatur Dalam Wacana…, Anis Permata Dewi, FKIP UMP, 2012
17
Sebuah tulisan adalah sebuah wacana, akan tetapi apa yang dinamakan
wacana itu tidak hanya tulisan. Seperti yang diterangkan pada kamus webters
(dalam Sobur, 2006: 10) sebuah pidato pun adalah wacana juga. Hal ini sesuai
dengan pendapat Tarigan (1993: 23) yaitu istilah wacana tidak hanya mencakup
percakapan atau obrolan tetapi, juga pembicaraan dimuka umum, tulisan, serta
upaya-upaya formal, seperti laporan ilmiah dan sandiwara atau lakon.
Menurut Stubbs ( dalam Tarigan 1993: 25) wacana adalah organisasi
bahasa di atas kalimat atau klausa. Dengan kata lain wacana adalah unit-unit
linguistik yang lebih besar daripada kalimat atau klausa, seperti pertukaran-
pertukaran percakapan atau teks-teks tertulis. Deese ( dalam Tarigan, 1993: 25)
berpendapat bahwa wacana adalah seperangkat proposisi yang saling
berhubungan untuk menghasikan rasa kepaduan atau rasa kohesi bagi penyimak
atau pembaca.
Frith ( dalam Sobur, 2006:10) mengemukakan language as only
meaningful in its context situation. Ia berpendapat bahwa pembahasan wacana
pada dasarnya merupakan pembahasan terhadap hubungan antara konteks –
konteks di dalam teks. Pembahasan itu bertujuan menjelaskan hubungan antara
kalimat atau antara ujaran (utterance) yang membentuk wacana.
Berdasarkan berbagai pendapat di atas dapat dirangkum pengertian
wacana, yaitu seperangkat proposisi yang saling berhubungan, dan satuan
gramatikal tertinggi atau terbesar yang dinyatakan dalam bentuk karangan yang
utuh ( novel, buku, seri ensiklopedia, dan sebagainya), paragraf, kalimat, atau kata
untuk menghasilkan rasa kepaduan bagi penyimak atau pembaca.
Implikatur Dalam Wacana…, Anis Permata Dewi, FKIP UMP, 2012
18
3. Bahasa Jurnalistik
Dalam ( Moeliono, 1989: 370) bahasa jurnalistik diartikan sebagai hal-hal
yang menyangkut kewartawanan dan persuratkabaran. Jadi, bisa dikatakan bahasa
jurnalistik adalah bahasa yang digunakan dalam persuratkabaran.
Ragam bahasa jurnalistik memiliki karakteristik tersendiri berbeda dengan
ragam bahasa yang lainnya. Karateristik bahasa jurnalistik antara lain adalah
kalimatnya pendek, ringkas, padat dan berisi. Selain bahasanya itu mudah
dimengerti oleh semua kalangan masyarakat. Hal ini senada dengan pendapat
Djuroto, ( 2000: 5) yaitu bahasa pers adalah bahasa yang praktis, efisien, dan
efektif bagi semua orang.
Anwar ( 1984: 12) memberitahukan patokan dalam menggunakan bahasa
jurnalistik, yaitu gunakan kalimat-kalimat pendek, gunakan bahasa biasa yang
mudah dipahami orang, gunakan bahasa tanpa kalimat majemuk, gunakan bahasa
dengan kalimat yang aktif, gunakan bahasa yang padat dan kuat dan gunakan
bahasa yang positif.
Kesimpulannya, bahasa jurnalistik adalah bahasa yang digunakan dalam
bidang persuratkabaran atau berkaitan erat dengan dunia kewartawanan yang
memiliki ciri-ciri kalimatnya pendek, ringkas, padat, berisi dan mudah dipahami
oleh pembacanya.
4. Wacana kolom “ Pojok Semarangan” dalam Harian Suara Merdeka
Di dalam Moeliono, ( 1989: 451) dijelaskan kolom pojok merupakan
bagian khusus dalam surat kabar atau majalah. Kolom tersebut berupa bagian-
bagian vertikal pada halaman cetak yang dipisahkan oleh garis tebal atau ruang
Implikatur Dalam Wacana…, Anis Permata Dewi, FKIP UMP, 2012
19
kosong seperti dalam surat kabar. Penulis kolom tersebut dinamakan kolumnis.
Hal ini yang membedakan tulisan kolom dengan tulisan surat kabar lainnya.
Dalam surat kabar, kolom dimasukkan dalam jenis tulisan pojok. Pojok
“ Semarangan” merupakan tempat dewan redaksi menyatakan sikap dan
pandangan budayanya. Dalam Moeliono ( 1989: 778) dinyatakan bahwa pojok
dalam surat kabar adalah lajur di sudut surat kabar, tempat karangan yang
pendek, berisikan hal-hal yang ringan, tetapi mengandung kritikan atau sindiran.
Menurut Djuroto, (2000: 81) berpendapat bahwa penulisan pojok biasanya
menggunakan huruf yang berbeda dengan huruf yang digunakan penerbitannya.
Pojok menggunakan kolom kecil dengan kalimat-kalimat pendek yang
menggelitik. Rubrik ini biasanya mempunyai penggemar tersendiri. Bahkan ada
kalanya pembaca menjadi merah raut mukanya, jika sentilan dari pojok ini
mengena padanya. Nama pojok dalam rubrik ini, semula karena penempatannya
selalu di pojok atau sudut halaman opini surat kabar.
Harian Suara Merdeka sebagai salah satu koran yang telah didirikan sejak
tanggal 11 Februari 1950 telah memiliki komunitas pembaca yang cukup luas.
Kolom pojok dihadirkan dalam Harian Suara Merdeka di halaman 7. Adapun
pengasuh kolom Pojok Semarangan adalah Sirpong. Tiap hari Redaksi
menghadirkan pojok dengan dua topik aktual dari sejumlah berita yang
dihadirkan, terkecuali Hari Raya Besar.
Kesimpulannya, Pojok “Semarangan” adalah opini penerbit yang
penyajiannya dilakukan secara humor. Sentilan lucu terhadap sesuatu kejadian
yang dimuat dalam penerbitannya. Beda dengan tajuk, pojok ditulis amat singkat,
lugas, menohok, tetapi tidak kehilangan ketepatan dan antisipasi permasalahan
Implikatur Dalam Wacana…, Anis Permata Dewi, FKIP UMP, 2012
20
yang di “pojok” kan. Penulis pojok bisa dilakukan oleh pemimpin redaksi,
wartawan senior, atau orang lain yang dipercaya bisa mewakili penerbitnya.
5. Pengertian Pragmatik
Batasan mengenai pragmatik banyak disampaikan oleh para ahli linguistik
baik dari dalam maupun dari luar negeri. Levision ( dalam Suyono, 1990: 1)
memberikan beberapa batasan tentang pragmatik. Batasan tersebut mengatakan
bahwa pragmatik adalah kajian hubungan antara bahasa dan konteks yang
mendasari penjelasan pengertian bahasa.
Pernyataan tersebut memberi maksud bahwa pemakaian bahasa harus
memperhatikan konteks-konteks yang mewadahinya. Konteks-konteks tersebut
ikut menentukan makna suatu ujaran.
Menurut Wijana (1996:1) pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang
mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana satuan kebahasaan
itu digunakan dalam komunikasi. Pragmatik adalah aspek-aspek pemakaian
bahasa atau konteks luar bahasa yang memberikan sumbangan kepada makna
ujaran (Kridalaksana, 2008: 198).
Sementara itu, Purwo ( 1984: 16) berpendapat bahwa pragmatik adalah
telaah mengenai segala aspek makna yang tidak tercakup dalam teori semantik.
Maksud telaah pragmatik adalah makna setelah dikurangi semantik. Perbedaan
yang mendasar diantara keduanya adalah semantik menelaah makna kalimat
(sentences), sedangkan pragmatik menelaah makna tuturan ( ulterance).
Implikatur Dalam Wacana…, Anis Permata Dewi, FKIP UMP, 2012
21
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mengkaji maksud suatu tuturan, baik
tersirat maupun tersurat dengan mempertimbangkan makna dan konteks untuk
memahaminya.
Leech ( dalam Wijana, 1996: 12) memberikan asumsi bahwa aspek-aspek
yang dipertimbangkan dalam studi pragmatik adalah :
a. Penutur dan lawan tutur
Konsep ini juga mencakup penulis dan pembaca bila tuturan yang
bersangkutan dikomunikasikan dengan media tulisan. Aspek-aspek yang berkaitan
dengan penutur dan lawan tutur ini adalah usia, latar belakang sosial, ekonomi,
jenis kelamin tingkat keakraban dan lain-lain.
b. Konteks tuturan
Konteks tuturan adalah konteks dalam semua aspek fisik atau setting sosial
yang relevan dengan tuturan yang bersangkutan. Konteks yang bersifat fisik
lazim disebut koteks ( cotext) sedangkan konteks setting sosial disebut konteks.
Dalam pragmatik konteks itu pada hakikatnya adalah semua latarbelakang
pengetahuan ( backgrund knowledge) yang dipahami bersama oleh penutur dan
lawan tutur.
c. Tujuan tuturan
Bentuk-bentuk tuturan yang diutarakan oleh penutur dilatarbelakangi oleh
maksud dan tujuan tertentu. Dalam hubungan ini bentuk-bentuk tuturan yang
bermacam-macam dapat digunakan untuk menyatakan maksud yang sama atau
sebaliknya berbagai maksud dapat diutarakan dengan tuturan yang sama.
Implikatur Dalam Wacana…, Anis Permata Dewi, FKIP UMP, 2012
22
d. Tuturan sebagai bentuk tindakan atau kegiatan tindak ujar
Gramatika menangani unsur-unsur kebahasaan sebagai entitas yang abstrak
(wujud statis yang abstrak), seperti kalimat dalam studi sintaksis, proposisi dalam
studi semantik, sedangkan pragmatik berhubungan dengan tindakan verbal
(verbal act) yang terjadi dalam situasi tertentu.
e. Tuturan sebagai produk tindak verbal
Tuturan yang digunakan dalam pragmatik, seperti yang dikemukakan dalam
kriteria keempat merupakan bentuk dari tindak tutur. Oleh karenannya, tuturan
yang dihasilkan merupakan bentuk dari tindak verbal.
6. Implikatur
a. Pengertian Implikatur
Menurut Grice (dalam Wijana, 1996: 37-38), dalam artikelnya yang
berjudul Logic and Conversation, sebuah tuturan dapat mengimplikasikan
proposisi yang bukan merupakan bagian dari tuturan bersangkutan. Proposisi yang
diimplikasikan itu disebut implikatur ( implicatur). Karena implikatur bukan
merupakan bagian tuturan yang mengimplikasikannya, hubungan kedua proposisi
itu bukan merupakan konsekuensi mutlak ( necessarycosequence).
Sementara itu Lubis ( 1993: 67) berpendapat bahwa implikatur adalah arti
atau aspek arti pragmatik. Dengan demikian hanya sebagian saja arti literal
(harfiah) yang turut mendukung implikatur dari sebuah kalimat. Selebihnya
didukung oleh fakta-fakta di sekeliling kita ( atau dunia ini), situasi dan
kondisinya.
Implikatur Dalam Wacana…, Anis Permata Dewi, FKIP UMP, 2012
23
Implikatur tuturan dipahami melalui inferensi terhadap pembicaraan /
percakapan. Inferensi tersebut adalah proses interpretasi yang ditentukan oleh
situasi dan konteks. Berdasarkan situasi dan kondisi si pendengar dalam
percakapan menduga kemauan si pembicara dan dengan itu pula si pendengar
memberikan responnya.
Jadi konsep implikatur ini dipakai untuk menerangkan perbedaan yang
sering terdapat antara „apa yang diucapkan‟ dengan apa yang diimplikasikan (atau
implikatur).
Adapun faedah konsep implikatur menurut Levinson (dalam Lubis, 1991:
70-71) adalah sebagai berikut:
1. Dapat memberikan penjelasan makna atau fakta-fakta kebahasaan yang
terjangkau oleh teori linguistik.
2. Dapat memberikan penjelasan yang tegas tentang perbedaan lahiriah dari yang
dimaksud si pemakai bahasa.
3. Dapat memberikan pemerian semantik yang sederhana tentang hubungan
klausa yang dihubungkan dengan kata penghubung yang sama.
4. Dapat memberikan berbagai fakta yang secara lahiriah kelihatan tidak
berkaitan, malah berlawanan ( seperti metafora).
b. Jenis Implikatur
Dalam sebuah implikatur diketahui ada jenis implikatur yang akan di
jelaskan menurut para ahli bahasa antara lain:
Implikatur Dalam Wacana…, Anis Permata Dewi, FKIP UMP, 2012
24
Grice dalam Mulyana ( 2005: 12) menyatakan, bahwa ada dua jenis
implikatur, yaitu (1) conventional implicature (implikatur konvensional) dan (2)
conversation implicature ( implikatur percakapan).
1) Implikatur Konvensional ( Convensional Implicature)
Implikatur konvensional adalah pengertian yang bersifat umun dan
konvensional ( Mulyana, 2005:12). Sedangkan Grice ( dalam Leech 1993: 17)
mengatakan bahwa implikatur konvensional ( conventional implicature), yaitu
implikasi pragmatik yang diperoleh langsung dari makna kata, bukan dari
prinsip-prinsip percakapan.
Implikatur konvensional tidak didasarkan pada prinsip kerja sama atau
maksim-maksim. Implikatur konvensional tidak harus terjadi dalam percakapan
dan tidak tergantung pada konteks khusus untuk menginterpretasikannya. Seperti
halnya presupposisi leksikal, implikatur konvensional diasosiasikan dengan kata-
kata khusus dan menghasilkan maksud tambahan yang disampaikan apabila kata-
kata itu digunakan ( Yule, 2006: 78). Contohnya tampak pada wacana berikut ini.
6 . Muhammmad Ali adalah petarung yang indah.
7.Lestari putri Solo, jadi ia luwes.
Kata petarung pada (6) tersebut berarti “ atlet tinju”. Pemaknaan ini
dipastikan benar, karena secara umum (konvensional), orang sudah mengetahui
bahwa Muhammmad Ali adalah atlet tinju, yang legendaris. Jadi dalam konteks
wacana tersebut, orang tidak akan memahami kata petarung dengan pengertian
lain. Demikian juga implikasi umum yang dapat diambil antara putri Solo dengan
Luwes pada contoh (7). Selama ini kota Solo selalu mendapatkan predikat sebagai
Implikatur Dalam Wacana…, Anis Permata Dewi, FKIP UMP, 2012
25
kota kebudayaan yang penuh dengan kehalusan dan keluwesan putra-putrinya.
Implikasi yang muncul adalah, bahwa perempuan atau wanita Solo pada
umumnya dikenal luwes dalam penampilannya ( Mulyana, 2005:12).
Implikatur konvensional bersifat nonkontemporer. Artinya, makna atau
pengertian tentang sesuatu bersifat lebih tahan lama. Suatu leksem, yang terdapat
dalam suatu ujaran, dapat dikenali implikasinya karena maknanya “ yang tahan
lama” dan sudah diketahui secara umum ( Mulyana, 2005:12).
2) Implikatur Percakapan ( Conversation Implicature).
Implikatur percakapan memiliki makna dan pengertian yang lebih
bervariasi. Pemahaman terhadap hal “yang dimaksud” sangat tergantung pada
konteks terjadinya percakapan. Implikatur percakapan hanya muncul dalam suatu
tindak percakapan (speech act). Oleh karenanya, implikatur tersebut bersifat
temporer (terjadi saat berlangsung tindak percakapan) dan nonkonvensional
( sesuatu yang diimplikasikan tidak mempunyai relasi langsung dengan tuturan
yang diucapkan ) (Levinson, dalam Mulyana, 2005: 13).
Dalam suatu dialog (percakapan), sering terjadi seorang penutur tidak
mengutarakan maksudnya secara langsung. Hal yang hendak diucapkan justru
“disembunyikan”, diucapkan secara tidak langsung, atau yang diucapkan sama
sekali berbeda dengan maksud ucapannnya. Perhatikan bentuk-bentuk percakapan
di bawah ini.
8.Ibu: Ani, adikmu belum makan.
Ani: Ya, Bu. Lauknya apa?
Implikatur Dalam Wacana…, Anis Permata Dewi, FKIP UMP, 2012
26
Percakapan antara Ibu dan Ani pada contoh (8) mengandung implikatur
yang bermakna „perintah menyuapi‟. Dalam tuturan itu. Tidak ada sama sekali
bentuk kalimat perintah. Tuturan yang diucapkan ibu hanyalah pemberitahuan
bahwa „ adik belum makan‟. Namun karena Ani dapat memahami implikatur yang
disampaikan ibunya, ia manjawab dan siap untuk melaksanakan perintah ibunya
tersebut.
Grice (dalam Budiman, 1999:50) menyatakan bahwa sebuah percakapan
memiliki struktur yang kompleks. Dari sekalian banyak ciri struktur percakapan,
terdapat sebuah ciri yang relatif penting, yakni implikatur percakapan. Konsep
tentang implikatur percakapan mengaitkan pengertian tradisional tentang
kemampuan seseorang dalam menyatakan maksud yang berbeda dari apa yang
dikatakan. Sebuah implikatur merupakan proposisi tersirat yang muncul dari
sesuatu yang dikatakan, yang tidak dapat diturunkan secara logis atau langsung
dari kata-kata yang terucap.
Dari keterangan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa implikatur adalah
maksud yang tersembunyi dibalik ujaran atau maksud dari suatu ujaran yang
tidak dinyatakan secara langsung. Implikatur konvensional ialah implikatur atau
maksud yang tersembunyi dibalik ujaran yang secara konvensional atau secara
umum masyarakat telah mengetahuinya. Sedangkan implikatur percakapan ujaran
memiliki makna atau pengertian yang lebih bervariasi karena pemahaman
terhadap hal yang dimaksudkan dalam suatu tuturan sangat tergantung pada
konteks terjadinya percakapan.
7. Maksud implikatur tuturan yang terkandung dibalik komentar wacana
kolom Pojok “ Semarangan”.
Implikatur Dalam Wacana…, Anis Permata Dewi, FKIP UMP, 2012
27
Hakikatnya setiap tuturan yang disampaikan penutur kepada lawan tuturnya
mempunyai maksud dan tujuan tertentu. Maksud yang diutarakan oleh seorang
penutur tidak selamanya diutarakan secara langsung, akan tetapi adakalanya
diutarakan secara tidak langsung. Maksud yang tidak langsung akan lebih sulit
penafsirannya dibandingkan dengan maksud yang langsung. Untuk dapat
menafsirkan maksud yang tersirat dalam tuturan seorang penutur, maka pendengar
harus memperhatikan konteks yang melingkupinya tuturan tersebut. Demikian
pula halnya dengan tuturan kolom pojok “Semarangan” Harian Suara Merdeka.
Maksud tuturan penulis dalam kolom pojok “Semarangan” disampaikan secara
tersurat maupun tersirat. Maksud penulis yang tersirat dalam kolom pojok
“Semarangan” disampaikan dengan cara menyindir atau mengkritik. Kritikan
maupun sindiran dalam kolom pojok “Semarangan” dengan pemilihan tindak
tutur tak langsung, sehingga orang yang merasa tersindir atau terkritik tidak akan
tersinggung. Oleh karena itu, seorang pembaca harus jeli dan cermat dalam
memahami maksud penulis yang terselubung dibalik tuturannya.
Menurut Rohmadi (2004:103) menyatakan, bahwa berdasarkan maksud
implikatur yang terkandung dalam tuturan penulis kolom pojok Semarangan dapat
dibedakan menjadi 8, yaitu:
a. Bermaksud menginformasikan
Tuturan penulis yang bermaksud menginformasikan disampaikan dengan
tindak tutur representatif. Tindak tutur representatif adalah tindak tutur yang
mengikat penuturnya pada kebenaran atas apa yang dikatakannya, misalnya:
menyatakan, melaporkan, menunjukkan dan menyebutkan. Sebagai contoh:
Implikatur Dalam Wacana…, Anis Permata Dewi, FKIP UMP, 2012
28
Soal nasib naker nganggur akibat kerusuhan: “ Semoga pemda turun
tangan”. (Ivanna, 17 tahun, warga reksoniten, Coyudan).
“ Terang aja banyak penganguran wong satu toko aja karyawannya
puluhan. Terlebih toko Matahari yang besar, maka para pekerja yang
nganggur bisa ratusan atau ribuan”. ( RWSNS, 20 mei 1998).
b. Bermaksud memohon
Maksud tuturan penulis dalam kolom Pojok “Semarangan” yang bermaksud
untuk memerintahkan disampaikan secara langsung mapun tidak langsung.
Maksud permohonan yang secara langsung disampaikan dengan tindak tutur,
misalnya tindak tutur yang bermaksud menginformasikan, disampaikan dengan
menggunakan tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dilakukan penuturnya
dengan maksud agar pembaca melakukan tindakan seperti yang disebutkan di
dalam ujaran penulis, misalnya: menyuruh, memohon, dan menantang. Sebagai
contoh tindak tutur direktif dalam RWSNS adalah:
Soal pelajar ikut unjuk rasa: “ Kalau masih kecil, ndak usah ikutlah”. (Ny.
Wibowo. 31 tahun, warga Pucangsawit).
“ Tetapi kalau masih kecil ya sebaiknya tidak usah ikut-ikutan kakaknya
yang sudah mahasiswa”. (RWSNS, 30 April 1998).
c. Bermaksud mengkritik
Kritik merupakan kecaman, tanggapan kadang-kadang disertai uraian dan
pertimbangan baik buruk terhadap sesuatu hasil karya pendapat ( Poerwadarminta,
1997:446). Sebagai contoh komentar dalam kolom pojok Semarangan yang
bermaksud mengungkapkan kritikan adalah sebagai berikut:
Menhub Hatta Rajasa memuji angkutan lebaran.
Tak ada pujian, memuji diri sendiri pun jadi....
Wacana di atas merupakan kritikan terhadap permasalahan arus mudik lebaran
dalam penanganan pemerintah.
Implikatur Dalam Wacana…, Anis Permata Dewi, FKIP UMP, 2012
29
d. Bermaksud menyindir
Sindiran berarti perkataan (gambaran) yang bermaksud menyindir orang
celaan (ejekan) yang tidak langsung ( Poerwadarminta, 1976: 843). Maksud
redaksi dalam tuturan kolom pojok Semarangan yang berupa sindiran, sebagai
berikut:
Lebaran di LP nusakambangan : Tommy Soeharto dapat remisi, Amrozi
dilarang keluar.
Beda nasib pengeran cendana dan pangeran tenggulun.
Data tersebut merupakan bentuk sindiran terhadap perbedaan perlakuan hukum
adil antara Tommy dan Amrozi.
e. Bermaksud menegaskan dan mendukung
Dukungan berarti gendongan; sokongan; bantuan (Poerwadarminta, 1976:
21). Penegasan berarti kejelasan; kepastian; keterangan yang jelas dan pasti
(Poerwadarminta. 1976: 931). Sebagai contoh:
Ditanya soal reshuffle kabinet Yusuf Asy‟ari mengatakan siap angkat
koper.
Istilahnya tereliminasi, Pak...
Tanggapan redaksi pada data di atas merupakan dukungan pada sikap Yusuf
Asy‟ari yang dengan profesional menagggapi kebijakan reshuffle.
f. Bermaksud mengeluh
Keluhan berarti apa yang dikeluhkan dan keluh kesah (Poerwadarminta,
1976: 413). Bentuk keluhan terlihat dalam tuturan kolom Pojok Semarangan,
yaitu:
Mantan ketua MPR Amien Rais berpendapat, reshuffle tidak penting.
Takut titipannya digusur ya.
Implikatur Dalam Wacana…, Anis Permata Dewi, FKIP UMP, 2012
30
Tanggapan pada data di atas merupakan bentuk keluhan terhadap sikap Amien
Rais dalam menanggapi reshuffle.
g. Bermaksud menyarankan
Saran adalah pendapat; usul; anjuran; cita-cita tersebut yang dikemukakan
untuk dipertimbangkan (Poerwadarminta, 1976: 784). Sebagai contoh:
Usulan Agung Laksono soal reshuffle kabinet, orang partai 50 persen saja.
Yang 50 persen untuk simpatisan partai....
Komentar pada data tersebut merupakan saran agar kebijakan presiden SBY
dalam melakukan reshuffle memeperhatikan proposi menteri yang akan
menjabatnya.
h. Bermaksud mengejek
Mengejek berarti mengolok-olok untuk menghina; mencemooh;
mempermaiankan dengan tingkah laku ( Moeliono, 2008: 353). Sebagai contoh:
MU dikalahkan Blackburn tepat pada ultah ke-70 Alex Ferguson.
Unhappy birthday to you, Sir...
Komentar pada data tersebut merupakan bentuk mengejek kepada Alex
Ferguson yang dikalah Blackburn dalam pertandingan sepak bola.
Penafsiran maksud implikatur yang terkandung dibalik komentar kolom
Pojok “Semarangan” Harian Suara Merdeka berhubungan erat dengan skemata,
konteks, dan prinsip-prinsip percakapan, antara lain seperti prinsip kerjasama dan
prinsip kesopanan.
8. Skemata: Referensi Pengetahuan
Teori skemata adalah teori tentang pengetahuan, tentang bagaimana
pengetahuan disajikan, dan tentang bagaimana sajian itu memberikan kemudahan
Implikatur Dalam Wacana…, Anis Permata Dewi, FKIP UMP, 2012
31
dalam memahami pengetahuan itu sendiri ( Alwi, 2003: 443). Menurut teori ini,
semua pengetahuan dikemas dalam satuan-satuan yang disebut skemata.
Skemata adalah kumpulan konsep yang digunakan individu ketika
berinteraksi dengan lingkungan (Zumaroh, 2008:2). Skemata berkembang seiring
bertambahnya usia, dengan demikian skemata merupakan struktur kognitif yang
selalu berkembang dan berubah. Semakin banyak pengalaman yang diperoleh
oleh seseorang maka akan bertambah pula skemata yang terbentuk dalam struktur
kognitifnya. Sedang proses pemahaman wacana adalah proses menemukan
konfigurasi skemata yang menawarkan uraian yang memadai tentang bacaan yang
bersangkutan. Namun terkadang pembaca gagal memahami bacaan itu secara
tepat. Hal ini paling tidak disebabkan tiga hal, yaitu:
a) pembaca mungkin tidak mempunyai skemata yang sesuai.
b) pembaca mungkin mempunyai skemata yang sesuai tetapi petunjuk yang
disajikan penulis mungkin tidak cukup memberi saran kepada pembaca tentang
skemata itu.
c) pembaca mungkin mendapatkan penafsiran wacana secara tetap, tetapi
mungkin tidak menemukan apa yang diinginkan oleh penulisnya.
Untuk memperoleh implikatur sebuah ujaran, penutur harus memiliki akses
terhadap pengetahuan di luar pengetahuan proposisi. Khususnya, mitra tutur
harus mengetahui prosedur tentang bagaimana caranya memperoleh implikatur
ujaran seorang penutur. Dalam hal ini perhatikan percakapan antara Sally dan
Tomy berikut ini:
Tom : Apakah kau ingin pergi ke taman?
Implikatur Dalam Wacana…, Anis Permata Dewi, FKIP UMP, 2012
32
Sally : Aku yakin bunga-bunganya sedang mekar
Tom harus menggunakan pengetahuan prosedural agar dapat memastikan
implikatur tuturan Sally yaitu, bahwa Sally tidak ingin datang ke taman. Dia
harus tahu, misalnya, kapan saat yang tepat untuk memproses ujaran di luar
tingkat makna semantisnya ( kapan ujaran tersebut kekurangan relevansi dan
sebagainya dalam konteks) dan bagaimana proses semacam ini harus dilakukan
(dengan menggunakan prinsip-prinsip dan maksim-maksim pragmatik). Agar
Tom dapat memahami implikatur ujaran Sally, dia harus tahu tentang fakta-fakta
berikut:
a. Sally tidak senang terkena hayfever ( alergi yang disebabkan oleh tanaman),
b. Sally punya sapu tangan dan obat,
c. jika Sally menghirup serbuk sari,maka dia akan terkena hayfever ,
d. Sally terkena hayfever atau masuk angin,
e. semua bunga menghasilkan serbuk sari,
f. serbuk sari menyebabkan hayfever,
g. beberapa taman tidak memiliki bunga.
Masing-masing dari fakta di atas bersifat kompleks. Fakta-fakta yang
kompleks ini dioperasikan oleh kaidah-kaidah inferensi yang kompleks pula.
Suatu skemata merupakan struktur data yang mewakili konsep-konsep
generik yang tersimpan dalam ingatan ( Alwi, 2003: 443). Seandainya, kita diberi
Implikatur Dalam Wacana…, Anis Permata Dewi, FKIP UMP, 2012
33
kata Soekarno, maka terlintas pada ingatan kita segala ikhwal yang berkaitan
dengan nama ini: Proklamator RI, Presiden RI yang pertama, pendiri PNI,
Insinyur tamatan Bandung, Orator ulung dan sebagainya. Itu berarti bahwa
skemata mewakili pengetahuan kita tentang semua konsep yang berkaitan dengan
objek, situasi, peristiwa, dan urutan peristiwa, serta tindakan dan urutan tindakan.
9. Konteks Tuturan
“Konteks tuturan merupakan penelitian linguistik adalah konteks dalam
semua aspek fisik atau latar belakang sosial yang relevan dari tuturan yang
bersangkutan. Dalam pragmatik konteks itu pada hakekatnya adalah semua latar
belakang oleh pengetahuan ( backround knowledge) yang dipahami bersama oleh
penutur dan lawan tutur” ( Rohmadi, 2004: 24).
Konteks pemakaian bahasa dapat dibedakan menjadi empat macam yaitu: (1)
konteks fisik ( psysical context) yang meliputi tempat terjadinya pemakaian
bahasa dalam suatu komunikasi, objek yang disajikan dalam peristiwa komunikasi
itu dan tindakan atau perilaku dari para peran komunikasi itu dan tindakan atau
perilaku dari para peran dalam peristiwa komunikasi, (2) konteks epistemis
(epistemis context) atau latar belakang pengetahuan yang sama-sama diketahui
oleh pembicara maupun pendengar. (3) konteks linguistik ( linguistict context)
yang terdiri dari kalimat-kalimat atau tuturan yang mendahului satu kalimat atau
tuturan tertentu dalam peristiwa komunikasi,(4) konteks sosial ( social context)
yaitu relasi sosial dan latar belakang yang melengkapi hubungan antara pembicara
atau penutur dengan pendengar ( Imam Syafi‟ie dalam Lubis, 1993:58).
Menurut Sobur ( 2009: 57), untuk mengetahui apa sebenarnya yang dimaksud
dengan konteks, perhatikan contoh berikut:
Implikatur Dalam Wacana…, Anis Permata Dewi, FKIP UMP, 2012
34
1) Dengan pemogokan kami yang hanya tiga jam itu, telah menyebabkan majikan
menyetujui tuntutan buruh, dengan mengeluarkan ketua cabang dari
perusahaan. Kurasa majikan tidak rugi apa-apa.
2) Ketua berhenti atau tidak, tak ada arti apa-apa buat majikan. Itulah dampaknya
yang kulihat. Tinggal sekarang organisasi harus mencari ketua baru yang tak
dapat disuap. Siapa yang akan dicalonkan dan bagaimana caranya aku belum
tahu.
3) Hanya kata Otong, anggota-anggota mencalonkan ketua ranting, Masrun
menjadi Ketua Cabang, sebab dia benar-benar akan membela kepentingan
buruh. Dan Otong akan menggantikan sebagai Ketua Ranting.
Dalam teks kedua, banyak yang tidak kita pahami jika tidak ada teks
pertama. Kata „ketua‟ pada teks itu tidak jelas. Begitu pula kata „majikan‟, dan
organisasi. Makna dan apa yang terjadi referensi dari kata-kata itu kita ketahui
apabila kita baca teks pertama. Ketua yang dimaksud adalah ketua cabang,
majikan adalah majikan buruh-buruh itu, dan organisasi tentulah organisasi buruh-
buruh itu juga.
Demikian pula di teks ketiga. Kata-kata anggota, ketua ranting, ketua
cabang, buruh akan jelas referensinya kalau kita baca teks sebelumnya. Kata
anggota pada teks ini adalah anggota organisasi buruh itu; ketua ranting adalah
ketua ranting organisasi mereka; dan demikian pula ketua cabang adalah ketua
cabang organisasi buruh itu.
Dell Hymes ( dalam Lubis, 1993: 84) mengemukakan adanya faktor-
faktor yang menandai terjadinya peristiwa itu dengan singkatan SPEAKING,
yaitu:
Implikatur Dalam Wacana…, Anis Permata Dewi, FKIP UMP, 2012
35
S :Setting atau scene, yaitu tempat bicara dan suasana bicara ( ruang diskusi dan
suasana diskusi).
P :Participan : pembicara, lawan bicara dan pendengar. Dalam diskusi, adalah
seluruh peserta diskusi.
E : End atau tujuan : tujuan akhir diskusi.
A : Act: suatu peristiwa di mana seseorang pembicara sedang mempergunakan
kesempatan bicaranya.
K : Key : nada suara dan ragam bahasa yang dipergunakan dalam menyampaikan
pendapatnya dan cara mengemukakan pendapatnya.
I : Instrumen : alat untuk menyampaikan pendapat. Misalnya secara lisan,
tertulis, leawat telepon dan sebagainya.
N : Norma : yaitu aturan permainan yang mesti ditaati oleh setiap peserta diskusi.
G : Genre: jenis kegiatan diskusi yang mempunyai sifat-sifat lain dari jenis
kegiatan yang lain.
10. Prinsip Percakapan
Setiap peristiwa komunikasi antara penulis dan pembaca selalu
mengharapkan kelancaran dalam berkomunikasi. Kelancaran komunikasi dalam
kegiatan berbahasa tidak hanya ditentukan oleh unsur-unsur kebahasaan secara
struktural, akan tetapi juga ditentukan oleh prinsip-prinsip percakapan, yaitu
prinsip kerjasama dan prinsip kesopanan. Meskipun demikian, seorang penutur
atau penulis tidak selamanya mematuhi prinsp-prinsip percakapan tersebut.
Adakalanya justru seorang penulis atau penutur sengaja melakukan
penyimpangan-penyimpangan terhadap prinsip tersebut, untuk menunjukan
Implikatur Dalam Wacana…, Anis Permata Dewi, FKIP UMP, 2012
36
adanya maksud-maksud tertentu yang ingin dicapainya. Jika penulis tidak
mempunyai maksud atau tujuan tertentu dari penyimpangan tersebut, maka
komunikasi antara penulis dan pembaca mengalami hambatan.
Penulis kolom Pojok “Semarangan” sengaja melakukan penyimpangan-
penyimpangan terhadap prinsip kerja sama dan prinsip kesopanan. Penyimpangan
ini memang sengaja dilakukan dengan tujuan untuk mengutarakan maksudnya
secara halus. Hal tersebut dilandasi dari permikiran penulis bahwa dengan
maksud-maksud yang terselubung dalam tuturannnya, maka pembaca yang
merasa tersindir atau terkritik tidak akan tersingung. Penyimpangan yang
dilakukan oleh penulis dalam kolom Pojok “Semarangan” adalah penyimpangan
terhadap prinsip kerjasama dan prinsip kesopanan.
a. Prinsip Kerja Sama
Berbahasa adalah aktivitas sosial. Seperti halnya aktivitas-aktivitas sosial
yang lain, kegiatan berbahasa baru terwujud apabila manusia terlibat di dalamnya.
Di dalam berbicara, penutur dan lawan tutur sama-sama menyadari bahwa ada
kaidah-kaidah yang mengatur tindakannya, penggunaan bahasanya, interpretasi-
interpretasinya terhadap tindakan dan ucapan lawan tuturnya. Setiap peserta
tindak tutur bertanggung jawab terhadap tindakan dan penyimpangan terhadap
kaidah kebahasaan di dalam interaksi lingual itu, pendapat dari Allan ( dalam
Wijana, 1996: 45). Adapun prinsip kerjasama adalah prinsip yang mengharuskan
kerjasama yang baik antara pihak yang melakukan komunikasi agar komunikasi
berjalan lancar (Rahardi, 2000: 50 ).
Implikatur Dalam Wacana…, Anis Permata Dewi, FKIP UMP, 2012
37
Di dalam komunikasi yang wajar agaknya dapat diasumsikan bahwa
seorang penutur mengartikulasikan ujaran dengan maksud untuk
mengkomunikasikan sesuatu kepada lawan bicaranya, dan berharap lawan
bicaranya dapat memahami apa yang hendak dikomunikasikan itu. Untuk penutur
selalu berusaha agar tuturannya selalu relevan dengan konteks, jelas, dan mudah
dipahami, padat dan ringkas dan selalu pada persoalan, sehingga tidak
menghabiskan waktu lawan bicaranya. Misalnya, orang akan menggunakan
bentuk tuturan Tolong! dan Dapatkah anda menolong saya? untuk situasi dan
keperluan berbeda. Di dalam keadaan darurat orang akan cenderung
menggunakan bentuk ujaran yang pertama, sedangkan orang memohon bantuan
orang lain di dalam situasi yang tidak begitu mendesak, ia akan cenderung
menggunakan ujaran yang kedua. Akan sangat anehlah bila seseorang yang akan
tenggelam di kolam renang, misalnya meminta bantuan dengan menggunakan
ujaran yang kedua. Sebaiknya, seseorang yang memohon bantuan tidak
selayaknya mengucapkan ujaran yang pertama dengan volume suara dan intonasi
yang sama dengan orang yang tenggelam. Bila terjadi penyimpangan, ada
implikasi-implikasi tertentu yang hendak dicapai oleh penuturnya. Bila implikasi
itu tidak ada, maka penutur yang bersangkutan tidak melaksanakan kerja sama
atau tidak bersifat kooperatif. Jadi, secara ringkas dapat disimpulkan bahwa ada
semacam prinsip kerja sama yang harus dilakukan pembicara dan lawan bicara
agar komunikasi itu berjalan secara lancar.
Grice ( dalam Rahardi, 2000: 50) menjelaskan prinsip kerja sama dalam
kegiatan bertutur meliputi empat maksim, yaitu:
Implikatur Dalam Wacana…, Anis Permata Dewi, FKIP UMP, 2012
38
1) Maksim kuantitas
Maksim kuantitas mengharapkan seorang penutur dapat memberikan
informasi yang cukup, relatif, memadai dan seinformatif mungkin. Informasi yang
demikian tidak boleh melebihi informasi yang sebenarnya dibutuhkan si mitra
tutur. Misalnya tuturan di bawah ini:
SBY tegaskan ada reshufle, tapi tidak bongkar habis kabinet.
Tiru KDI saja, pakai pola “ dijemput”...
Tuturan tersebut dapat dikatakan tidak bersifat informatif. Hal ini dilihat
dari tuturan yang ada yaitu Presiden SBY telah menegaskan jika akan diadakan
reshufle. Tuturan tapi tidak dibongkar habis kabinet bertujuan untuk memberikan
informasi tambahan. Tuturan tersebut dapat dikatakan berlebihan.
2) Maksim kualitas
Maksim kualitas mengharapkan seorang penutur dapat menyampaikan
sesuatu yang nyata dan sesuai fakta sebenarnya di dalam bertutur. Fakta itu harus
didukung dan didasarkan pada bukti-bukti yang jelas.
Contoh:
Presiden SBY mempertemukan Ketua MA dan KPK yang sedang “ tegang”.
Bakat mempromotori Chrisjon nih...
Tuturan tersebut diutarakan berdasarkan fakta yang ada. Masalah Ketua
MA dan KPK akhirnya diselesaikan dalam musyawarah dengan Presiden Susilo
Bambang Yudoyono. Penutur menyampaikan informasi dikaitkan dengan konteks
dan berita yang sebenarnya.
3) Maksim relevansi
Maksim relevansi mengharuskan setiap peserta tutur memberikan
konstribusi yang relevan dengan masalah yang dibicarakan.
Implikatur Dalam Wacana…, Anis Permata Dewi, FKIP UMP, 2012
39
Contoh : Pelatih asal Belanda, Guus Hiddink menjadi pahlawan dibalik sukses
Australia menembus putaran final piala Dunia 2006.
Melihat Gusnya, kok mirip orang Jombang.
Kedua dialog tersebut terkait pembicaraan pelatih sepakbola dari Australia.
Tanggapan yang diberikan oleh mitra tutur dalam hal ini redaksi tidak relevan
dengan masalah yang akan dibicarakan. Berita tersebut terkait masalah olahraga
akan tetapi tanggapan yang disampaikan terkait masalah tokoh politik dan agama.
4) Maksim pelaksanaan
Maksim pelaksanaan ini mengharuskan peserta tutur bertutur secara
langsung, jelas, dan tidak kabur. Kita dapat melihat tindak tutur berikut ini:
Ditanya soal reshuffle kabinet, Yusuf Asy‟ari mengatakan siap angkat koper.
Istilahnya tereliminasi, Pak....
Tuturan tersebut mengandung pernyataan yang tidak jelas. Tuturan tersebut
tidak mengandung maksud bahwa Yusuf Asy‟ari mengangkat koper karena
kepentingan tertentu, akan tetapi mengandung maksud bahwa dirinya akan
melepaskan jabatan. Ungkapan angkat koper sebenarnya untuk mengaburkan
maksud berhenti dari jabatan. Jadi, tuturan tersebut telah melanggar maksim
pelaksanaan karena tidak menggunakan tuturan yang langsung dan jelas.
b. Prinsip Kesopanan
Dalam melakukan tindak tutur, seorang penutur kadang berbicara secara
tidak langsung kepada lawan tutur. Hal demikian terjadi agar terpelihara
kesopanan atau perasaan lawan tuturnya.
Sebelum membicarakan lebih jauh keenam maksim kesopanan ada baiknya
terlebih dahulu diterangkan mengenai bentuk-bentuk ujaran yang digunakan untuk
Implikatur Dalam Wacana…, Anis Permata Dewi, FKIP UMP, 2012
40
mengekspresikan maksim-maksim kesopanan. Bentuk-bentuk ujaran yang
dimaksud adalah bentuk ujaran impositif, komisif, eskpresif, dan asertif. Bentuk
ujaran komisif adalah bentuk ujaran yang berfungsi untuk menyatakan perjanjian
atau penawaran. Ujaran imposif adalah ujaran yang digunakan untuk menyatakan
perintah atau suruhan. Ujaran ekspresif adalah ujaran yang digunakan untuk
menyatakan sikap psikologis pembicara terhadap sesuatu keadaan. Ujaran asertif
adalah ujaran yang lazim digunakan untuk menyatakan kebenaran proposisi yang
diungkapkan.
Wijana ( 1996: 56) memberikan penjelasan tentang prinsip kesopanan yang
memiliki sejumlah maksim, yaitu sebagai berikut:
1) Maksim kebijaksanaan
Maksim kebijaksanaan mengharuskan setiap peserta tuturan untuk
meminimalkan kerugian orang lain, atau memaksimalkan keuntungan orang lain.
Maksim kebijaksanaan diungkapkan dengan tuturan impositif dan komisif.
Tuturan impositif adalah tuturan yang berfungsi untuk menyatakan janji
atau penawaran, dan sebagainya. Kita dapat melihat ujaran dibawah ini:
Budayawan Sudiyatmana menyatakan perlunya digagas Perda Penggunaan
Bahasa Jawa.
Sumangga Rama....
Tuturan tersebut menunjukkan bentuk kesopanan. Tuturan Sumangga
Rama...bentuk ucapan yang memiliki tingkat kesopanan yang tinggi. Kata
Sumangga untuk menyebutkan penghormatan.
2) Maksim penerimaan
Implikatur Dalam Wacana…, Anis Permata Dewi, FKIP UMP, 2012
41
Maksim penerimaan mengharuskan peserta tutur untuk memaksimalkan
kerugian diri sendiri dan meminimalkan keuntungan diri sendiri. Maksim
penerimaan diutarakan dengan kalimat komisif dan impositif. Kita dapat melihat
dalam contoh dibawah ini:
Angie pernah bintangi iklan antikorupsi
Ah, “ Katakan tidak untuk iklan!”
Tuturan di atas diutarakan dengan kalimat impositif yaitu memerintahkan
agar pembaca tidak lagi mengikuti iklan antikorupsi. Tampak pada tuturan “Ah,
“Katakan tidak untuk iklan” dirasa kurang sopan karena penutur berusaha
memaksimalkan keuntungan diri sendirinya dengan menyusahkan orang lain.
Sebaliknya, pada tuturan tersebut penutur berusaha memaksimalkan kerugian
orang lain dengan meminimalkan kerugian diri sendiri.
3) Maksim kemurahan
Maksim kemurahan mengharuskan peserta tutur memaksimalkan rasa
hormat kepada orang lain dan meminimalkan rasa tidak hormat kepada orang lain.
Maksim kemurahan yang diutarakan dengan kalimat ekspresif dan asertif.
Contoh :
Hari pertama masuk kerja, 3 persen PNS Pemprov jateng absen.
Mungkin jadi panitia kupatan di desa.
Tuturan tersebut diungkapkan untuk mengejek kepada para PNS yang
absen. Tanggapan yang disampaikan menggunakan adalah tuturan yang tetap
menghormati keadaan para PNS tersebut. Hali ini dapat dilihat dari tuturan
mungkin jadi panitia kupatan di desa.
4) Maksim kerendahan hati.
Maksim kerendahan hati mengharuskan peserta tutur memaksimalkan
ketidakhormatan pada diri sendiri, atau meminimalkan rasa hormat pada diri
Implikatur Dalam Wacana…, Anis Permata Dewi, FKIP UMP, 2012
42
sendiri. Maksim kerendahan hati juga diungkapkan dengan kalimat ekspresif dan
asertif.
Contoh:
Tommy bebas bersyarat
Ah. Sudah lama didugakan?
Tuturan tersebut bertujuan untuk memberikan sikap hormat kepada Tommy
yang mendapatkan hukuman pembebasan tanpa syarat ( remisi). Tuturan ah,
sudah lama didugakan?. diungkapkan dengan memaksimalkan rasa hormat
kepada orang lain, dan meminimalkan rasa hormat kepada diri sendiri.
5) Maksim kecocokan
Maksim kecocokan mengharuskan setiap peserta tutur untuk
memaksimalkan kecocokan diantara mereka dan meminimalkan ketidakcocokan.
Maksim kecocokan juga diungkapkan dengan kalimat ekspresif dan asertif. Kita
dapat melihat dialog dibawah ini:
Budayawan Sudiyatmana menyatakan perlunya digagas Perda penggunaan
Bahasa Jawa.
Sumangga Rama...
Tuturan tersebut menunjukan bentuk kecocokan. Sudiyatmana menyatakan
usulan untuk mengadakan Perda Bahasa Jawa. Usulan tersebut ditanggapi
dengan bentuk persetujuan yang terlihat dari tuturan Sumangga Rama...
6) Maksim kesimpatian
Maksim kesimpatian mengharuskan peserta tutur untuk memaksimalkan
rasa simpati, dan meminimalkan antipati kepada lawan tuturnya. Sebagaimana
halnya maksim kecocokan, maksim ini juga diungkapkan dengan tuturan asertif
dan ekspresif. Kita dapat melihat dialog di bawah ini:
Pengusaha dan pekerja diminta legawa terima UMK baru.
Sama-sama tidak puaskan?
Implikatur Dalam Wacana…, Anis Permata Dewi, FKIP UMP, 2012
43
Tuturan tersebut menunjukan bentuk sikap antipati terhadap masalah yang
ada. Dalam masalah UMK, tanggapan yang disampaikan lebih menyindir
ketidakpuasan terhadap keputusan UMK yang baru.
C. Kerangka Berpikir
Wacana dapat mengacu kepada perkataan atau teks naratif yang
dituangkan dalam sebuah surat kabar. Pada penelitian ini penulis menggunakan
surat kabar Harian Suara Merdeka bertujuan mendeskripsikan tuturan – tuturan
dalam wacana kolom Pojok “Semarangan” pada Harian Suara Merdeka yang
dikaji dengan pragmatik. Wacana kolom pojok adalah lajur di sudut surat kabar,
tempat karangan yang pendek, berisikan hal-hal yang ringan, tetapi mengandung
kritikan atau sindiran. Dalam wacana kolom Pojok tentunya terdapat tuturan-
tuturan yang disampaikan penulis baik secara tidak langsung akan sulit dipahami
maksudnya jika tidak diketahui konteks atau skemata dari tuturan tersebut.
Untuk dapat mengetahui maksud dari tuturan tidak langsung, maka penulis
menganalisis tuturan berdasarkan implikatur. Implikatur adalah makna yang
tersembunyi dalam tuturan atau dapat dikatakan juga implikatur adalah ujaran
yang mengisyaratkan sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya. Implikatur
dapat diwujudkan melalui skemata, konteks tuturan, prinsip kerjasama dan prinsip
kesopanan.
Dengan mengetahui implikatur dari suatu tuturan dalam wacana, pembaca
akan dapat mengetahui maksud tuturan yang disampaikan. Selain itu, dengan
Implikatur Dalam Wacana…, Anis Permata Dewi, FKIP UMP, 2012
44
mengetahui implikatur pembaca yang gemar membaca surat kabar akan
mendapatkan pengetahuan untuk memahami maksud tuturan pada wacana kolom
Pojok “Semarangan”.
Implikatur Dalam Wacana…, Anis Permata Dewi, FKIP UMP, 2012