bab ii tinjauan pustaka a. pilihan...

28
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pilihan karir 1. Pengertian pilihan karir Secara umum, pemilihan karir merupakan suatu proses dari individu sebagai usaha mempersiapkan dirinya untuk memasuki tahapan yang berhubungan dengan pekerjaan (Setyawardani, 2009). Teori Holland dalam Akbar (2011) mengungkapkan bahwa pemilihan karier atau jabatan adalah merupakan hasil dari interaksi antara faktor hereditas dengan segala pengaruh budaya, teman bergaul orang tua, orang dewasa yang dianggap memiliki peranan yang penting. Menurut Marliyah, dkk (2004) dalam Oktaviani (2006) pilihan karir merupakan suatu proses ketika remaja mengarahkan diri kepada suatu tahap baru dalam kehidupannya, melihat posisi mereka dalam kehidupan pembuatan keputusan karir mereka. Yunitasari (2006) juga berpendapat pemilihan karir merupakan cara, usaha seseorang atau mengambil satu diantara banyak jabatan atau pekerjaan yang memberikan harapan untuk maju dan sesuai dengan yang diinginkan. Menurut Holland (1979) dalam Akbar (2011) individu tertarik pada suatu karier tertentu karena kepribadiannya dan berbagai variabel yang melatarbelakanginya. Pemilihan karier pada dasarnya merupakan ekspresi atau perluasan kepribadian ke dalam dunia kerja yang diikuti dengan pengidentifikasian terhadap stereotipe okupasional tertentu. Perbandingan antara self dengan persepsi tentang suatu okupasi dan penerimaan atau penolakannya merupakan faktor penentu utama dalam pemilihan karier. Harmoni antara pandangan seseorang terhadap dirinya 6

Upload: dinhtuong

Post on 30-Jan-2018

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pilihan karir

1. Pengertian pilihan karir

Secara umum, pemilihan karir merupakan suatu proses dari

individu sebagai usaha mempersiapkan dirinya untuk memasuki tahapan

yang berhubungan dengan pekerjaan (Setyawardani, 2009). Teori

Holland dalam Akbar (2011) mengungkapkan bahwa pemilihan karier

atau jabatan adalah merupakan hasil dari interaksi antara faktor hereditas

dengan segala pengaruh budaya, teman bergaul orang tua, orang dewasa

yang dianggap memiliki peranan yang penting. Menurut Marliyah, dkk

(2004) dalam Oktaviani (2006) pilihan karir merupakan suatu proses

ketika remaja mengarahkan diri kepada suatu tahap baru dalam

kehidupannya, melihat posisi mereka dalam kehidupan pembuatan

keputusan karir mereka.

Yunitasari (2006) juga berpendapat pemilihan karir merupakan

cara, usaha seseorang atau mengambil satu diantara banyak jabatan atau

pekerjaan yang memberikan harapan untuk maju dan sesuai dengan yang

diinginkan.

Menurut Holland (1979) dalam Akbar (2011) individu tertarik

pada suatu karier tertentu karena kepribadiannya dan berbagai variabel

yang melatarbelakanginya. Pemilihan karier pada dasarnya merupakan

ekspresi atau perluasan kepribadian ke dalam dunia kerja yang diikuti

dengan pengidentifikasian terhadap stereotipe okupasional tertentu.

Perbandingan antara self dengan persepsi tentang suatu okupasi dan

penerimaan atau penolakannya merupakan faktor penentu utama dalam

pemilihan karier. Harmoni antara pandangan seseorang terhadap dirinya

6

7

dengan okupasi yang disukainya membentuk “modal personal style”

(Akbar, 2011).

2. Proses pemilihan karir

Ginzberg dalam Akbar (2011) proses pemilihan karier mencakup

beberapa tahapan yaitu tahap fantasi, tahap tentatif, tahap realistik, tahap

eksplorasi, tahap kristalisasi dan tahap spesifikasi.

a. Tahap fantasi

Tahap ini seseorang memilih kariernya secara sembarangan,

tidak didasarkan pada kemampuannya. Pemilihan karir didasarkan

karena rasa kagum dan terkesan terhadap suatu profesi.

b. Tahap tentatif

Tahap ini seseorang mulai berkembang dalam pilihan kariernya,

awalnya pertimbangan karier hanya didasarkan pada ketertarikan saja

tidak mempertimbangkan hal lainnya yang juga mempengaruhi, dalam

tahap ini hal tersebut dipertimbangkan. Seseorang mulai menyadari

bahwa minatnya berubah-ubah dan mulai memikirkan karier apa yang

cocok untuk dirinya sesuai dengan kemampuannya.

c. Tahap realistik

Tahap realistik seseorang memberikan penilaian terhadap karier

yang akan dipilihnya. Penilaian berasal dari pengalaman atau

pengetahuannya tentang karier yang dipilihnya kemudian dijadikan

pertimbangan untuk memasuki pekerjaan atau untuk menentukan

jurusan yang dipilihnya di perguruan tinggi.

d. Tahap eksplorasi

Tahap eksplorasi seseorang yang telah melakukan kegiatan-

kegiatan yang berkaitan dengan pilihan kariernya akan mencapai

keberhasilan atau bisa juga mengalami kegagalan. Keberhasilan atau

kegagalan yang dialami akan membentuk pola pikir dari seseorang

mempertimbangkan kembali karier yang telah dipilihnya.

8

e. Tahap kristalisasi

individu berpikir lagi dan menyadari bahwa untuk menentukan

pilihan kariernya harus mempertimbangkan faktor-faktor yang ada

yang sangat mempengaruhi dalam menentukan keputusannya baik itu

faktor yang berasal dari diri individu maupun faktor yang berasal dari

luar diri individu. Adanya faktor-faktor tersebut pada akhirnya

individu akan menentukan pilihan kariernya yang sesuai.

f. Tahap spesifikasi

setelah seseorang menentukan pilihan karier yang menurutnya

sesuai, dalam tahap ini pilihan pekerjaan atau jurusan dispesifikasikan

lebih khusus.

3. Faktor-faktor pemilihan karir

Menurut Dariyo (2004) dalam Oktaviani (2011) pilihan karir

dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:

a. Faktor internal

Faktor-faktor internal yang mempengaruhi dalam proses pilihan

karir antara lain:

1) Jenis kelamin (gender)

2) Kepribadian (personality)

3) Minat dan Bakat

4) Intelegensi (kecerdasan)

b. Faktor internal

Berdasarkan konsep teori belajar sosial (social learning theory),

maka pilihan karir merupakan hasil dari proses belajar terhadap

lingkungan hidupnya. Melalui proses pengamatan yang intensif

seseorang dapat melihat baik-buruknya atau kelebihan-kekurangan

suatu karir yang dijalani oleh orang lain. Faktor-faktor eksternal ini

antara lain: orang tua, guru, teman, media massa, atau masyarakat

umum lainnya.

9

Terkait dengan proses pemilihan karir Blau, dkk (1987) dalam Oktavia

(2011) teorinya mengemukakan bahwa:

a. Pilihan pekerjaan adalah merupakan suatu proses yang

berkesinambungan dan dipengaruhi oleh berbagai faktor.

b. Proses pilihan dan seleksi pekerjaan. Pilihan seseorang terhadap

suatu pekerjaan didorong oleh faktor adanya kecenderungan untuk

mendapatkan ganjaran dan faktor pengharapan terhadap terjadinya

perubahan. Keduanya terwujud disebabkan usaha yang berhasil

dalam proses belajar dari pengalaman-pengalaman sosial.

c. Faktor-faktor yang menentukan dalam memasuki pekerjaan terdiri

dari:

1) Tuntuttan untuk dapat lebih maju

2) Faktor kebutuhan fungsional, ganjaran seperti ; gaji, prestise,

promosi, bonus, dan yang sejenis

3) Faktor informasi pekerjaan

4) Faktor keterampilan teknik pekerjaan dalam berbagai macam

tugas

5) Karakteristik sosial pekerja yang berpengaruh dalam

pengambilan keputusan

6) Faktor orientasi nilai masyarakat

4. Pemilihan karir berdasarkan proses pembelajaran

Fottler & Bain (1984) dalam Akbar (2011) mengatakan pemilihan

karier merupakan sebuah proses yang dimulai sejak usia awal. individu

yang mampu menentukan pilihan karier merupakan individu yang

kompeten memiliki kemampuan pengetahuan, skill, talenta dan

kemampuan untuk melangkah maju seperti yang di jelaskan oleh Care

(1984) dan Akbar (2011) yang mampu menyelesaikan masalah dalam

pemilihan karier merupakan individu yang kompeten.

O’Hara dalam Akbar (2011) mengemukakan bahwa pemilihan karier

pada dasarnya merupakan sebuah proses belajar. Pendekatan teori Belajar

10

O’Hara & A. W. Miller dalam Akbar (2011) menekankan prinsip-prinsip

belajar sebagai dasar untuk keputusan vokasional yang efektif.

A. W. Miller dalam Akbar (2011) juga meyakini bahwa teori belajar

diaplikasikan dalam pembuatan pilihan karier, hal ini berkonsentrasi pada

hubungan antara perilaku yang secara konsisten dan signifikan terkait

dengan pilihan okupasi. Terdapat empat kategori perilaku diantaranya

yaitu:

a. Kegiatan fisik nyata (overt)

b. Pernyataan verbal nyata

c. Perubahan emosional atau fisiologis tersembunyi (covert)

d. Respon verbal atau pemikiran tersembunyi.

B. Persepsi

1. Pengertian persepsi

Persepsi adalah proses penerimaan informasi dan pemahaman

tentang lingkungan, termaksud penetapan informasi untuk membentuk

pengkategorian dan penafsiran (Shane & Glinow, 2000, dalam Simbolon,

2008).

Menurut Rizani (2006) persepsi adalah pengamatan yang merupakan

kombinasi penglihatan, penciuman, pendengaran serta pengalaman masa

lalu. Persepsi dinyatakan sebagai proses menafsir sensasi-sensasi dan

memberikan arti kepada stimuli.

Eytonck (1972) dalam Musthofa (2009) menjelaskan persepsi

merupakan suatu fungsi psikologis (melalui organ-organ sensoris) yang

memungkinkan individu menerima dan mengolah informasi dari

lingkungan dan mengadakan perubahan-perubahan di lingkungannya.

Stagner dan Holey mengatakan bahwa persepsi merupakan suatu

penafsiran terhadap situasi dan unsur yang penting dalam penyesuaian

perilaku. Penyesuaian perilaku ini di pengaruhi oleh beberapa faktor

11

seperti: keinginan, kebutuhan, motivasi, minat, dan nilai-nilai yang di

miliki (Soemanto, 2007). Persepsi juga diartikan sebagai proses psikologis

dan hasil dari penginderaan serta proses terakhir dari kesadaran, sehingga

membentuk proses berfikir (Bimo, 1981, dalam Musthofa, 2009).

2. Macam-macam persepsi

Menurut Sunaryo (2004) persepsi dibedakan menjadi dua macam,

yaitu External perception dan self perception. External perception yaitu

persepsi yang terjadi karena adanya ransangan yang datang dari luar

individu. Sedangan self perception yaitu persepsi yang terjadi karena

adanya ransangan yang berasal dari dalam individu, dalam hal ini yang

menjadi objek adalah dirinya sendiri.

3. Syarat-syarat terjadinya persepsi

Menurut Sunaryo (2004) supaya individu dapat mengadakan

persepsi diperlukan beberapa syarat yang harus dipenuhi yaitu adanya

objek yang dipersepsikan lalu objek tersebut menimbulkan stimulus yang

mengenai alat indera atau reseptor, adanya perhatian sebagai langkah

pertama untuk mengadakan persepsi, alat indera atau reseptor sebagai

penerima stimulus dan saraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan

stimulus ke otak lalu dari otak dibawah melalui saraf motorik sebagai alat

untuk mengadakan respon.

4. Proses terjadinya persepsi

Widayatun (1999) menyatakan bahwa proses terjadinya persepsi

adalah karena adanya objek/stimulus yang merangsang untuk ditangkap

oleh panca indera (objek tersebut menjadi perhatian panca indera),

kemudian stimulus/objek perhatian tadi dibawa ke otak. Dari otak terjadi

adanya “Kesan” atau jawaban (Respon) adanya stimulus, berupa kesan atau

respon dibalikkan ke indera kembali berupa “Tanggapan” atau persepsi

atau hasil kerja indera berupa pengalaman hasil pengolahan otak.

12

Proses terjadinya persepsi dilihat dari sisi ilmu spikologi dijabarkan

sebagai suatu pengamatan diproses secara sadar, sehingga individu yang

bersangkutan dapat menyadari dan memberi arti objek yang diamati sesuai

dengan perhatian, kebutuhan, sistem nilai, dan karakteristik kepribadiaanya

(http://perpustakaan.upi.edu/).

Menurut Rizani (2006) proses terjadinya persepsi dapat dipandang

sebagai proses seseorang meyeleksi, mengorganisasikan dan menafsirkan

informasi untuk membentuk suatu gambaran yang memberi arti. Persepsi

mencakup penafsiran objek, penerimaan stimulus, pengorganisasian

stimulus dan penafsiran terhadap stimulus yang telah diorganisasikan

dengan cara mempengaruhi pembentukan sikap dan perilaku, sebagaimana

bagan di bawah ini :

Kenyataan dalam Proses persepsi orang

Organisasi Mengorganisasikan

Pekerjaan dan menafsirkan

Perilaku

stimulus

sikap yang

terbentuk

bagan 2.1 proses persepsi individu

Rizani (2006).

5. Faktor- faktor yang mempengaruhi persepsi

Rizani (2006) menyatakan beberapa orang dapat mempunyai

persepsi yang berbeda dalam melihat suatu objek yang sama, hal ini

dipengaruhi oleh:

Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi

- Meniru

- Memilih

- Gambaran diri

- Situasi

- Kebutuhan

- Emosi

Pengamata

n stimulus Evaluasi

kenyataan

13

a. Faktor pemersepsi

Faktor pemersepsi dipengaruhi oleh karakteristik pribadi seperti

sikap, motivasi, kepentingan atau minat, pengalaman dan penghargaan

b. Faktor target yang dipersepsikan

Faktor target yang dipersepsikan meliputi : hal baru, gerakan,

bunyi, ukuran, latar belakang dan kedekatan, sedangkan faktor situasi

meliputi : waktu, keadaan/situasi dan keadaan sosial

c. Faktor situasi di mana persepsi itu dilakukan.

Jenis kelamin, tingkat pendidikan, latar belakang sosial ekonomi,

budaya, lingkungan fisik, pekerjaan, kepribadian dan pengalaman hidup

individu ikut menentukan pemersepsi (Rizani, 2006). Faktor – faktor yang

mempengaruhi persepsi tersebut menurut Robins (2005, dalam simbolon

2008) adalah sebagai berikut:

Faktor Target :

- Hal baru

- Gerakan

- Bunyi

- Ukuran

- Latar belakang

- Kedekatan

Faktor pemersepsi : - Sikap

- motivasi

- Kepentingan

- Pengalaman

- Penghargaan

Faktor Situasi :

- Waktu

- Keadaan/situasi

- Keadaan sosial Persepsi

14

Bagan 2.2 proses persepsi individu

Robins (2005) dalam Simbolon (2011)

C. Pendidikan S1 Keperawatan

1. Pengertian

Pendidikan keperawatan adalah pendidikan yang bersifat akademik

profesional, yang bermakna bahwa program pendidikan ini mempunyai

landasan akademik dan landasan profesi yang cukup (Nursalam & Efendi,

2008). Proses pendidikan keperawatan dilaksanakan melalui dua tahapan,

yaitu tahapan akademik dan tahapan profesi (Nursalam, 2007).

Pendidikan keperawatan sebagai pendidikan profesional disusun

berdasarkan kerangka konsep yang mencirikannya sebagai pendidikan

akademik-profesional. Isi pendidikan dan berbagai pengalaman belajar

yang dikembangkan ditujukkan untuk memberi landasan keilmuan yang

kokoh serta sikap dan kemampuan profesional sesuai yang dituntut oleh

profesi keperawatan (Nursalam & Efendi, 2008).

2. Pendidikan akademik

Staf akademik yang merupakan kompenen penting dalam

mengembangkan dan pelaksanaan pendidikan tinggi keperawatan dan

berbagai disiplin ilmu harus tersedia dan dikembangkan secara terarah

dan berlanjut (Nursalam & Efendi, 2008).

Tersedianya ruang kuliah, perpustakaan, dan buku-buku

keperawatan diperlukan dalam proses pembelajaran. Ketersediaan

laboratorium, khususnya laboratorium ilmu-ilmu biomedik dan

laboratorium keperawatan merupakan hal yang mutlak diperhatikan.

Pengalaman ilmu-ilmu biomedik dengan penekanan pada pemahaman

15

teori dan konsep-konsep ilmu biomedik serta penalaran ilmiah perlu

ditopang dengan bentuk pengalaman belajar praktik di laboratorium yang

memadai. Fasilitas laboratorium keperawatan dasar, medikal bedah,

anak, maternitas, jiwa, dan komunitas dengan adanya pengaturan dan

penyediaan peralatan yang sesuai dengan kompetensi yang telah

ditetapkan juga harus diperhatikan. Keterampilan dasar keperawatan

perlu dikembangkan, sehingga pengalaman belajar praktik dilaksanakan

dan dikembangkan sesuai tujuan yang hendak dicapai (Nursalam &

Efendi, 2008).

3. Pembelajaran klinik

a. Pengertian

Pembelajaran klinik merupakan fokus pembelajaran dan

pengajaran yang melibatkan klien secara langsung dan menjadi

“jantung” dari pendidikan keperawatan. McAllister (1997) dalam

Emilia (2008) mendefinisikan pendidikan klinik adalah suatu

pengajaran dan proses pembelajaran yang berpusat dan dilakukan

mahasiswa, yang terjadi dalam konteks perawatan pasien.

Pengalaman belajar klinik (PBK) dan pengalaman belajar

lapangan (PBL) adalah suatu proses transformasi mahasiswa menjadi

seorang perawat profesional yang memberi kesempatan mahasiswa

untuk beradaptasi dengan perannya sebagai perawat profesional dalam

melaksanakan praktik keperawatan profesional di situasi nyata pada

pelayanan kesehatan klinik atau komunitas (Nursalam & Efendi,

2007).

Pembelajaran klinik sangat penting untuk mahasiswa

keperawatan. Keberhasilan pembelajaran klinik sangat dipengaruhi

banyak faktor, di antaranya adalah lingkungan belajar klinik (clinical

learning environment). Lingkungan pembelajaran klinik merupakan

salah satu bentuk iklim pembelajaran, yang pada pembelajaran medis,

16

inisiatif awal, perkembangan berkelanjutan, dan kelelahan

kepaniteraan (Boor et al, 2008, dalam Emilia, 2008).

Praktik klinik diharapkan bukan hanya sekedar kesempatan

untuk menerapkan teori yang dipelajari di kelas ke dalam praktik

profesional. Melalui praktik klinik mahasiswa diharapkan lebih aktif

dalam setiap tindakan sehingga akan menjadi orang yang cekatan

dalam menggunakan teori tindakan

b. Perencanaan pembelajaran klinik

Menurut William H Newman dalam bukunya Administrative

Action Techniques of Organization and Management dalam Majid

(2005) Perencanaan adalah penentuan apa yang akan dilakukan,

Dalam konteks pembelajaran, perencanaan dapat dikatakan sebagai

proses penyusunan materi, penggunaan media, penggunaan

pendekatan dan metode pengajaran. Sebelum membuat rancangan,

sebaiknya dilakukan pengkajian terlebih dahulu. Melalui pengkajian

akan didapatkan status kemampuan awal peserta didik sehingga akan

membantu menetapkan tujuan pembelajaran. Mahasiswa tidak semua

harus mendapatkan proses pembelajaran yang sama walaupun tujuan

akhir dari pembelajarannya sama.

Fungsi perencanaan adalah memberikan panduan kepada

pembimbing dan mahasiswa dan konteks seperti kerangka kerja untuk

refleksi dan evaluasi (Nursalam & Efendi, 2008).

c. Pelaksanaan pembelajaran klinik

1) Sarana dan prasarana pembelajaran klinik

Pengembangan kompetensi klinik mahasiswa membutuhkan

sarana dan prasarana pendukung. Rumah sakit merupakan

fasilitas pendidikan yang harus ada karena menjadi tempat

mengembangkan pengalaman belajar klinik. Rumah sakit sebagai

jaringan tempat praktik memberikan kesempatan peserta didik

17

untuk melakukan praktik pada situasi yang nyata untuk

menumbuhkan dan membina keterampilan intelektual,

interpersonal, dan psikomotor (Emilia, 2008).

Menurut Nursalam & Efendi (2008) Tempat praktik yang

digunakan harus memiliki komponen dan persyaratan yang

memadai untuk mengembangkan PBK. Komponen-komponen

tersebut adalah sebagai berikut:

a) Kesempatan kontak dengan klien untuk mengaplikasikan

pengetahuan dalam merawat klien.

b) Tujuan praktik harus dipenuhi oleh peserta didik maupun

pembimbing klinik agar dapat memotovasi peserta didik

dalam mencapai tujuan pembelajaran.

c) Bimbingan yang kompeten akan menentukan kualitas

pengalaman peserta didik dalam melakukan pelayanan

asuhan keperawatan.

d) Praktik klinik untuk mempelajari keterampilan di tempat

klinik merupakan hal yang penting dari suatu pendidikan

keperawatan.

e) Kegiatan di tempat praktik memerlukan kemampuan peserta

didik untuk berpikir kritis melalui pembelajaran dengan

pemecahan masalah.

f) Peserta didik mendapat kesempatan untuk mentransfer

pengetahuan yang didapatkan dengan mengemukakan

rasional dalam melakukan suatu tindakan.

Persyaratan yang harus dimiliki tempat praktik adalah sebagai

berikut:

a) Rumah sakit tersebut terdaftar dan diakui oleh pemerintah

sebagai institusi pelayanan kesehatan serta mempunyai

struktur organisasi dan manajemen yang baik.

18

b) Memberikan pelayanan diagnosis, pencegahan, pengobatan,

dan rehabilitasi.

c) Mempunyai klien yang cukup dalam jumlah maupun jenis

penyakit untuk memberikan pengalaman belajar kepada

pesertadidik.

d) Mempunyai fasilitas fisik dan pengadaan alat-alat yang

cukup dan sesuai dengan kebutuhan belajar.

e) Mempunyai perpustakaan dengan materi-materi bacaan

yang sesuai kebutuhan peserta didik dan staf akademik.

f) Penanggung jawab dan staf dilapangan praktik yang dapat

menciptakan lingkungan yang membantu peserta didik

mencapai tujuan dan falsafah pendidikan.

g) Staf medis dan perawat merupakan tenaga yang terpilih dan

mampu memberikan pelayanan yang efektif kepada klien

serta berfungsi sebagai fasilitator dalam mencapai tujuan

belajar.

h) Pencatatan dan pelaporan data khusus dilakukan secara

akurat, sederhana, dan logis sehingga mudah dimengerti dan

dapat digunakan oleh peserta didik serta staf perawat.

i) Pengaturan staf secara efisien dan peserta didik tidak

digunakan untuk memenuhi kekurangan tenaga staf di

ruangan.

j) Mempunyai manajemen pelayanan keperawatan yang baik.

k) Mempunyai manajemen pelayanan medis yang baik.

l) Mempunyai kegiatan penelitian untuk meningkatkan

pelayanan medis dan keperawatan.

2) Keterampilan klinik

Menurut Dorothy E, Reilly Marilyn H & Obermann (2002)

Kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap perawat mencakup

tiga aspek, yaitu aspek kognitif, psikomotor dan afektif. Ketiga

kompenen ini diperoleh melalui pendidikan keperawatan.

19

a) Kompetensi kognitif

Kompetensi kognitif mencakup kemampuan yang terkait

dengan konsep keilmuan keperawatan. Perkembangan

keterampilan kognitif merupakan salah satu tujuan penting dari

praktik klinis dan menjadi perhatian utama pengajar

dilingkungan klinik. Keterampilan kognitif yang esensial untuk

praktik klinik mencakup pembelajaran konsep, pemecahan

masalah, pembuatan keputusan, pemikiran kritis, dan

pertimbangan klinis.

b) kompetensi psikomotor

Kompetensi psikomotor mencakup kemampuan atau

keterampilan yang bersifat teknis prosedur di dalam

melakukan aktifitas keperawatan. Ada tiga klasifikasi

keterampilan yang dicatat dalam kepustakaan.

(1) Keterampilan motorik lembut : keterampilan keperawatan

ini mencakup: injeksi, manipulasi pembuluh arteri,

pembalutan bedah yang membutuhkan instrumentasi.

(2) Keterampilan manual : keterampilan keperawatan ini

meliputi: pengkajian fisik, higiene tubuh, drainase dada,

sentuhan.

(3) Keterampilan motorik kasar : melibatkan otot-otot besar

dan pergerakan tubuh. Keterampilan keperawatan ini

mencakup: resusitasi jantung paru (RJP), ambulasi,

rentang pergerakan, pengaturan posisi pasien.

c) kompetensi afektif.

Kompetensi afektif menyangkut sifat perawat saat

berinteraksi dengan klien, yang di maksud adalah sikap

profesional.Keterampilan afektif penting untuk praktisi dari

semua disiplin karena berhadapan dengan keputusan kompleks

dimana niali-nilai yang berkaitan dengan kehidupan, keadilan,

20

dan perlindungan ditentang oleh nilai-nilai yang berkaitan

dengan keuntungan, kelayakan dan teknologi.

3) Pembimbing klinik

Menurut Asyahadi (2004) Membimbing adalah suatu proses

pemberian bantuan yang terus-menerus dan sistematis dari

pembimbing kepada yang dibimbing agar tercapai kemandirian

diri dalam pemahaman diri penerimaan diri, pengarahan diri dan

perwujudan diri dalam mencapai tingkat perkembangan yang

optimal dan penyesuaian diri dengan lingkungan.

Pembimbing klinik perlu ditingkatkan kualitasnya karena

pembimbing sangat berperang pada perkembangan kemampuan

kognitif dan afektif peserta didik. Kriteria pembimbing klinik

yang perlu di tingkatkan adalah peran sebagai model/contoh,

pengamat, peserta, dan narasumber (Nursalam, 2002).

a) Kriteria pembimbing klinik

Nursalam (2002) menjelaskan kriteria yang harus dipenuhi

seorang pembimbing antara lain.

(1) Memiliki pengetahuan keilmuan yang dalam dan luas

serta minimal setara dengan jenjang pendidikan peserta

didik.

(2) Kompetensi dalam kemampuan klinik

(3) Terampil dalam pengajaran klinik

(4) Mempunyai komitmen dalam pembelajaran klinik.

b) Peran pembimbing

Mandriwati (1999) mengatakan peran pembimbing dalam

pembelajaran klinik adalah:

(1) Pembimbing peserta didik dalam mengaplikasikan teori-

teori yang telah diajarkan sesuai dengan kasus-kasus

21

yang ditemukan dan mendampingin peserta didik dalam

melatih keterampilan yang telah dipelajari.

(2) Fasilitator, artinya pengajar/pembimbing membantu

peserta didik dalam melengkapi fasilitas yang diperlukan

dalam proses pembelajaran klinik

(3) Konselor, artinya sebagai problem solver. Pengajar

selalu membantu peserta didik dalam memecahkan

masalah-masalah yang ditemukan dalam pembelajaran

klinik, khususnya dalam mencapai tujuan belajar.

(4) Manajer, artinya pengajar mempunyai tugas dan

tanggung jawab dalam hal merencanakan,

mengorganisasikan personalia yang terlibat dalam proses

pembelajaran klinik, melaksanakan pengarahan dan

mengadakan pengawasan terhadap pelaksanan

pembelajaran klinik.

(repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6771/1/05701

2005.pdfdi unduh 22 maret 2012)

4) Metode pengajaran klinik

Metode pembelajaran merupakan suatu metode untuk

mendidik peserta didik di klinik yang memungkinkan pendidik

memilih dan menerapkan cara mendidik sesuai dengan tujuan dan

karakteristik individual peserta didik berdasarkan kerangka

konsep pembelajaran. Menurut Nursalam, Efendi (2008) dan

Dorothy E, Marilyn H, Obermann (2002) metode pembelajaran

klinik adalah sebagai berikut:

a) Eksperensial

Metode eksperensial memberikan pengalaman yang

langsung dari kejadian, baik melalui praktik klinis yang

melibatkan interaksi dengan klien yang nyata dan orang lain di

22

lapangan atau melalui pengalaman yang seperti kenyataan,

misalnya simulasi atau bermain peran.

Kegunaan dari metode eksperensial adalah sebagai berikut:

(1) Membantu menganalisis situasi klinik melalui proses

identifikasi masalah.

(2) Menentukan tindakan yang akan di ambil.

(3) Mengimplementasikan pengetahuan ke dalam masalah

klinik.

(4) Menenkankan hubungan antara pengalaman belajar yang

lalu dengan pengalaman terhadap masa lalu.

(5) Berasal dari teori kognitif yang dipadukan dengan teori

proses informasi dan teori pengambilan keputusan.

(6) Kegiatan pada metode ini meliputi:

(a) Situasi menyesaikan masalah.

(b) Membantu peserta didik meningkatkan sikap

profesional.

(c) Mampu menerapkan masalah konseptual

keperawatan dalam kurikulum berdasarkan masalah

aktual.

(7) Menggambarkan secara tertulis kejadian/peristiwa klinik

dengan tujuan:

(a) Menanggulangi masalah yang terdapat di klinik.

(b) Mengidentifikasi data relevan yang menunjang

masalah.

(c) Mengajukan hipotesis yang relevan.

(d) Merencanakan tindakan keperawatan yang tepat.

(e) Menerapkan teori ke dalam praktek.

(8) Melengkapi situasi pengambilan keputusan secara

individual atau kelompok.

23

(9) Berdiskusi dan menggali proses berpikir dalam

menanggapi situasi.

b) Konferensi

Pertemuan atau konferensi klinis merupakan bentuk

diskusi kelompok mengenai beberapa aspek praktik klinik.

Metode ini, peserta didik dapat berbicara saat proses

pemecahan masalah dan menerima umpan-balik langsung dari

rekan sejawat dan pengajar.

(1) Kegunaan

Kegunaan metode konferensi adalah sebagai berikut:

(a) Dirancang melalui diskusi kelompok.

(b) Meningkatkan pembelajaran dan penyesaian masalah

dalam kelompok melalui analisis kritikal, pemilihan

alternatif pemecahan masalah, dan pendekatan kreatif.

(c) Memberi kesempatan mengemukakan pendapat dalam

penyesaian masalah.

(d) Memberi umpan balik dari kelompok atau pengajar.

(e) Memberi kesempatan terjadinya peer review, diskusi

kepedilian, isu, dan penyesaian masalah oleh disiplin

ilmu lain.

(f) Berinteraksi dan menggunakan orang lain sebagai

narasumber.

(g) Meningkatkan kemampuan memformulasikan ide.

(h) Adanya kemampuan peserta didik untuk

berkontribusi.

(i) Meningkatkan rasa percaya diri dalam berinteraksi

dengan kelompok.

(j) Kemampuan menggali perasaan, sikap, dan nilai-nilai

yang mempengaruhi praktik.

(k) Mengembangkan keterampilan dalam beragumentasi.

24

(l) Mengembangkan keterampilan kepemimpinan.

(2) Jenis konferensi

(a) Konferensi praklinik (preconference)

Konferensi praklinik kegiatan berdiskusi kelompok

tentang praktik klinik yang mana diagnosis

keperawatan masih berlaku: apakah diagnosis/masalah

keperawatan yang ditemukan berdasarkan pengkajian

yang akurat, apa rencanaan dan tindakan yang akan

dilakukan hari ini.

(b) konferensi pascaklinik (postconference).

Dilakukan segera setelah praktik klinik

dilaksanakan, Tujuannya:

- Untuk menilai kemampuan peserta didik dalam

mengevaluasi perkembangan klien.

- Menilai kemampuan peserta didik dalam

menyiapkan praktik pada hari tersebut.

- Menilai perkembangan kemampuan menulis

diagnosis keperawatan pada hari tersebut.

Konferensi ini berguna untuk memperoleh

kejelasan tentang asuhan yang telah diberikan,

membagi pengalaman antar peserta didik, dan

mengenali kualitas keterlibatan peserta didik dalam

praktik.

(c) Umpan balik dari kelompok (peer review).

(d) Isu (isue).

(e) Multidisiplin.

c) Observasi

Observasi terhadap pengalaman aktual di lapangan atau

terhadap suat peragaan yang diperlukan untuk belajar didapat

melalui modeling. Menurut teori pembelajaran sosial Bandura

25

(1977, dalam Dorothy E, Marilyn H, Obermann (2002),

modering dapat meningkatkan pembelajaran yaitu dengan

menyampaikan kepada peserta didik mengenai perilaku apa

yang sebenarnya akan dibentuk. Berdasarkan observasi,

peserta didik membentuk suat citra mengenai cara perilaku

baru tersebut dilaksanakan, yang juga berfungsi sebagai

pedoman untuk pembelajaran berikutnya. Metode

pembelajaran observasi meliputi:

(1) Observasi di lingkungan klinis

(a) Mempersiapkan peserta didik untuk pengalaman

berikutnya dengan klien, memberikan suatu perspektif

mengenai apa sebenarnya perawatan atau intervensi

spesifik itu.

(b) Memungkinkan peserta didik untuk memandang orang

lain dalam praktik, yang berfungsi sebagai pedoman

untuk mengembangkan perilaku mereka.

(c) Memungkinkan peserta didik untuk mengobservasi

situasi klinis yang mungkin tidak sempat dialami

peserta didik.

(d) Memberikan suatu cara untuk meningkatkan

keterampilan observasi mereka sendiri.

(2) Kunjungan lapangan

Kunjungan lapangan memberikan kesempatan untuk

observasi di luar lingkungan klinis, sehingga peserta didik

akan mendapatkan pengalaman yang biasanya tidak ada di

lingkungan mereka untuk menambah pengetahuan baru dan

mendapatkan perspektif yang lebih luas mengenai masalah

perawatan kesehatan atau isu-isu yang sedang dibicarakan.

26

(3) Ronde keperawatan

Ronde keperawatan melibatkan observasi dan

seringkali, wawancara terhadap seorang klien di lingkungan

dan biasanya diikuti dengan diskusi kelompok.

(4) Peragaan

Peragaan berisi presentasi mengenai cara melakukan

suat prosedur atau teknik, cara menggunakan peralatan, dan

cara berinteraksi dengan orang lain. Cara ini memberikan

pembelajaran melalui bentuk visual dan auditor, sehingga

memungkinkan peserta didik untuk mengobservasi prosedur

dan langkah-langkah komponennya sekaligus menjelaskan

langkah-langkah tersebut dan prinsip-prinsip yang

mendasarinya (Oermann 1990, dalam Dorothy E, dkk,

2002).

d) Ronde keperawatan

Ronde keperawatan merupakan metode pembelajaran klinik

yang memungkinkan peserta didik mentransfer dan

mengaplikasikan pengetahuan teoritis ke dalam praktik secara

langsung.

(1) Tujuan

(a) Menumbuhkan cara berpikir kritis.

(b) Menumbuhkan pemikiran bahwa tindakan

keperawatan berasal dari masalah klien.

(c) Meningkatkan pola pikir sistematis.

(d) Meningkatkan validitas data klien.

(e) Menilai kemampuan menentukan diagnosis

keperawatan.

27

(f) Meningkatkan kemampuan membuat justifikasi,

menilai hasil kerja, dan memodifikasi rencana asuhan

keperawatan.

(2) Karakteristik

(a) Klien dilibatkan secara langsung.

(b) Klien merupakan fokus kegiatan peserta didik.

(c) Peserta didik dan pembimbing melakukan diskusi.

(d) Pembimbing memfasilitasi kreatifitas peserta didik

sehingga timbul ide baru.

(e) Pembimbing klinik membantu mengembangkan

kemampuan peserta didik untuk meningkatkan

kemampuan dalam mengatasi masalah.

Kelemahan metode ini klien dan keluarga merasa kurang

nyaman serta privasinya

e) bed side teaching

bed side teachingmerupakan metode pembelajaran peserta

didik yang dilakukan di samping tempat tidur klien, meliputi

kegiatan mempelajari kondisi klien dan asuhan keperawatan

yang dibutuhkan klien.

(1) Manfaat

Pembimbing klinik dapat mengajarkan dan mendidik

peserta didik untuk menguasai keterampilan prosedural,

menumbuhkan sikap profesional, mempelajari

perkembangan biologis atau fisik, melakukan komunikasi

melalui pengamatan langsung.

(2) Prinsip

(a) Sikap fisik maupun psikologis dari pembimbing,

peserta didik dan klien.

(b) Jumlah peserta didik dibatasi (5-6 orang).

28

(c) Diskusi pada awal dan pasca demonstrasi didepan klien

dilakukan seminimal mungkin.

(d) Lanjutkan dengan redemonstrasi.

(e) Kaji pemahaman peserta didik sesegera mungkin

terhadap apa yang didapatkannya saat itu.

(f) Kegiatan yang didemonstrasikan adalah sesuatu yang

belum pernah diperoleh peserta didik sebelumnya, atau

apabila peserta didik menghadapi kesulitan

menerapkan.

f) Self-directed

Metode pembelajaran self-directed didasarkan pada

konsep pembelajaran fenomenologik yang menyadari

pembelajaran sebagai proses individu yang memerlukan

keterlibatan aktif peserta didik. Pandangan ini menerima

keunikan dan kemampuan individu untuk membuat pilihan dan

Keputusan sendiri mengenai pembelajaran. Ada bukti yang

cukup untuk memperlihatkan besarnya perbedaan individu di

antara peserta didik. Ada tiga metode pengajaran self-directed,

yaitu :

(1) Kontrak pembelajaran (learning contract)

Kontrak pembelajaran memperlihatkan suatu

persetujuan tertulis antara pengajar dan peserta didik yang

menyebutkan tanggung jawab mereka terhadap hasil yang

akan dicapai.

(2) Belajar sendiri (independent study)

Pada metode belajar sendiri, peserta didik diberikan

kebebasan untuk mengatur belajarnya sendiri tanpa

prosedur negosiasi kontrak pembelajaran yang formal.

(3) Modul kecepatan diatur sendiri (self-paced module)

29

Self-paced module memberikan suat cara lain untuk

mengkhususkan instruksi dan untuk memberikan self-

directed. Gerak maju peserta didik dalam modul

bergantung pada kecepatannya sendiri, mengambil waktu

sebanyak mungkin untuk mencapai keahlian.

g) Multimedia

Media memberikan pembelajaran yang multisensorik.

Bergantung pada bentuknya media menyampaikan pesan pada

peserta didik melalui bentuk sensorik yang beragam; visual,

seperti dengan slide dan filmstrip; auditor, seperti dengan

videotip, taktil dengan menggunakan model dan objek lain

untuk dimanipulasi; dan seringkali melalui kombinasi hal-hal

tersebut, seperti rekaman videotip dan video interaktif.

Media mempunyai kelebihan karena dapat

memperlihatkan proses dan kejadian yang jauh tidak dapat

diakses, gambar yang diperbesar, dan prosedur di mana peserta

didik tidak memiliki kesempatan untuk mengobservasi atau

berpartisipasi didalamnya. Dengan keterampilan psikomotorik,

media memberikan suat cara untuk memperagakan

keterampilan dan menekankan elemen yang krisis saat

melakukannya. Media juga meningkatkan pembelajaran efektif

dengan memperkenalkan peserta didik pada situasi klinis yang

makna nilainya dapat diuji.

d. Lingkungan belajar klinik

Lingkungan klinik memiliki tujuannya sendiri yaitu memberikan

perawatan kesehatan dan pelayanan lain pada populasi tertentu,

pendidikan untuk praktisi dan peserta didik dari disiplin ilmu yang

berbeda, dan melakukan penilitian di berbagai bidan. Praktisi klinik

memberikan pengalaman dengan klien yang nyata dan masalah yang

30

nyata yang mungkin peserta didik menggunakan pengetahuan dalam

praktik, mengembangkan keterampilan dalam memecahkan masalah

dan pembuatan keputusan, mempelajari cara untuk belajar, dan

membentuk suatu komitmen untuk bertanggung jawab terhadap

tindakannya sendiri (Emilia, 2008).

Lingkungan belajar di rumah sakit merupakan konteks sosial

yang unik dengan kondisi khusus untuk pembelajar, kegiatan dan

sumber belajar, kesempatan untuk praktek aplikasi pengetahuan,

evaluasi. Tingkat kemandirian (otonomi) tertentu, pembimbing yang

baik, dukungan sosial, beban kerja yang wajar, kejelasan peran,

variasi pengalaman klinik dan perhatian terhadap pengajaran dan

pembelajaran merupakan kondisi pembelajar yang diharapkan

(Emilia, 2008). Lingkungan belajar klinik dibentuk oleh beberapa

faktor. Faktor pembentuk tersebut meliputi kurikulum, sistem,

pembimbing klinik, staf perawat, beban kerja dan lingkungan yang

baik (Purwandari & Mulyono 2011).

1) Konsep lingkungan belajar klinik

Konsep lingkungan belajar klinik dapat dipahami dengan

menggunakan teori organisasi dan pendidikan. Teori organisasi

memaparkan interaksi antara mahasiswa dengan lingkungan

mereka (konteks klinik), sedangkan teori pendidikan merupakan

dasar untuk memahami proses pembelajaran.

Budaya organisasi memaparkan sejumlah nilai yang

dimiliki suatu organisasi. Nilai-nilai ini akan membentuk norma,

perilaku dan mempengaruhi perilaku individu yang ada dalam

organisasi tersebut.

Mahasiswa belajar melalui mengamati, meniru dan praktek

dalam situasi nyata. Berlin (1983) dalam Emilia (2008) dan

Shuell (1986) dalam Emilia (2008) memaparkan model

31

lingkungan belajar praktek yang ideal seharusnya memiliki hal-

hal berikut:

a) Situasi fisik yang mendekati situasi praktek atau situasi

sesungguhnya.

b) Peralatan/perlengkapan yang cukup dan mudah didapatkan

untuk mengembangkan keterampilan dan praktek.

c) Para ahli yang mampu memberikan contoh keterampilan dan

perilaku yang sesuai serta memberikan feedbackkonstruksif

pada mahasiswa dalam mengembangkan keterampilan dan

pengetahuan.

d) Instruktur/ahli yang membentuk dan mendorong penguasaan

keterampilan dan pengetahuan baru.

e) Urutan belajar mulai dari observasi, praktek satu keterampilan,

hingga praktek seluruh keterampilan.

f) Kesempatan praktek yang cukup, dan

g) Hubungan antara pengalaman yang didapat sekarang dengan

yang akan datang

32

D. Kerangka teori

Berdasarkan uraian dalam tinjauan pustaka dapat disusun kerangka teori

sebagai berikut :

Bagan 2.3 Kerangka teori

Dorothy, Marilyn, Oberman, (2002). Nursalam, Efendi (2008). Emilia (2008).

Simbolon (2008). Rizani (2006)

Jenis

kelamin

1. Faktor Pemersepsi :

Tingkat

pengetahuan

Pendidikan

Umur

Jenis kelamin

Sosial ekonomi

Sikap, motif

Kepentingan

Pengalaman

Penghargaan

2. Faktor Target :

Hal baru

Gerakan

Bunyi

Ukuran

Latar belakang

Kedekatan

3. Faktor Situasi :

Waktu

Keadaan/situasi

Keadaan social

1. Sarana

a. Rumah sakit

2. Keterampilan

a. Kompetensi

kognitif

b. Kompetensi

psikomotor

c. Kompetensi

afektif

3. Pembimbing klinik

a. Pembimbing

b. Fasilitator

c. Konselor

d. Manajer

4. Metode

pembelajaran

a. Eksperensial

b. Konferensi

c. Observasi

d. Bed side

teaching

e. Self-directed

f. Multimedia

Umur

Status

perkawinan

Tempat

tinggal

Pilihan karir

Persepsi

33

E. Kerangka konsep

Bagan 2.4 kerangka konsep

F. Hipotesis penelitian

Ada hubungan pilihan karir mahasiswa dengan persepsi terhadap proses

pembelajaran klinik pada mahasiswa semester VI S1 Keperawatan

Universitas Muhammadiyah Semarang

Pilihan karir

Persepsi terhadap proses pembelajaran

klinik pada mahasiswa semester VI S1

Keperawatan Universitas

Muhammadiyah Semarang