bab ii tinjauan pustaka a. kedelai hitamrepository.unimus.ac.id/1657/3/bab ii.pdftidak dibutuhkan...
TRANSCRIPT
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kedelai Hitam
Kedelai hitam yang memiliki nama latin Glycine soja (L) Merrit
merupakan salah satu varietas dari kedelai. Kedelai yang biasa dibudayakan oleh
petani di Indonesia adalah kedelai kuning dan kedelai hitam. Kedelai hitam
termasuk dalam keluarga Leguminosa. Kedelai hitam berasal dari China,
kemudian dikembangkan di berbagai negara di Amerika Latin, juga Amerika
Serikat dan negara-negara di Asia. Di Indonesia, penanaman kedelai hitam
berpusat di Jawa, Lampung, Nusa Tenggara Barat, dan Bali. Ada beberapa
varietas kedelai hitam antara lain Mallika, Cikuray dan KDL H1 yang selama ini
sudah banyak dibudidayakan oleh petani (Nurrahman, 2015).
Subgenus kedelai yang banyak dibudayakan di Indonesia adalah subgenus
soja yang terdiri dari dua jenis yaitu Glycine ussuriensis yang merupakan kedelai
liar yang merambat dengan daun bertangkai tiga, kecil dan sempit, berbunga
ungu serta berbiji keras berwarna hitam hingga coklat tua. Jenis yang kedua yaitu
Glycine max memiliki warna bunga putih dan ungu, memiliki bentuk daun dan
biji yang beragam (Adie dan Krisnawati, 2007).
Kedelai hitam merupakan sumber protein nabati meskipun kadarnya lebih
tinggi dibandingkan kedelai kuning. Rata-rata kandungan protein biji 37 persen,
kandungan asam amino terbanyak adalah tirosin. Kedelai hitam umumnya
digunakan sebagai bahan pembuat kecap atau campuran untuk rempeyek maupun
bahan camilan (Nurrahman, 2015).
Kedelai hitam memiliki banyak kesamaan dengan kedelai kuning, namun
warna kulitnya yang hitam menjadikan kedelai ini memiliki pemanfaatan yang
spesifik. Menurut Nurrahman (2015) kedelai hitam varietas Mallika memiliki
kandungan daidzein, asam oleat dan linoleat paling tinggi dibandingkan varietas
kedelai kuning Grobogan dan kedelai kuning impor. Selain itu, Nurrahman (2015)
juga menyatakan bahwa kedelai hitam memiliki 14 asam amino diantaranya
aspartat, glutamat, serin, histidin, glisin, arginin, alanin, tirosin, metionin, valin,
phenilalanin, isoleusin, leusin dan lisin. Kedelai hitam memiliki kandungan
glutamat, serin, dan tirosin yang lebih tinggi dibandingkan kedelai kuning varietas
http://repository.unimus.ac.id
5
Grobogan dan impor meskipun perbedaannya tidak signifikan (Nurrahman, 2015).
Komposisi kimia kedelai kuning dan kedelai hitam dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Kimia Kedelai Kuning dan Kedelai Hitam
Komposisi Kedelai
Kuning Grobogan Kuning Impor Hitam Mallika
Kadar air (%)
Kadar protein (%)
Kadar lemak (%)
Kadar abu (%)
Kadar antosianin (mg/100 g)
Asam lemak (mg/100 g) :
- Asam palmitat
- Asam stearat
- Asam oleat
- Asam linoleat
- Asam linolenat
Kadar isoflavon :
- Genistein(mg/g)
- Daidzein(mg/g)
11,30
42,32
16,2
4,06
Tt
3,85
523,6
1273,72
1792,39
327,58
0,40
2,27
11,09
37,84
19,31
4,46
Tt
4,07
472,86
1278,13
1824,62
258,88
0,89
2,40
10,57
39,09
14,47
4,12
222,49
2,77
509,67
1586,85
1984,92
238,67
0,65
3,67
Keterangan :
- Tt = tidak terdeteksi
Sumber : Nurrahman (2015)
Menurut Kurniasih et al., (2013) kedelai mengandung karbohidrat
kompleks, protein nabati, serat, oligosakarida, isoflavon dan mineral kompleks.
Kandungan serat berkontribusi terhadap indeks glisemik yang rendah yang
menguntungkan bagi penderita diabetes untuk mengurangi risiko diabetes.
Kedelai hitam mengandung serat yang tinggi yang bermanfaat untuk membantu
sistem pencernaan. Sehingga dapat mengurangi waktu transit zat-zat racun yang
tidak dibutuhkan tubuh. Kedelai hitam juga mengandung serat tilak larut yang
berguna untuk mengontrol kepadatan feses dan mencegah sembelit (Renitya et al.,
2011).
B. Susu Bubuk Kedelai
Susu kedelai adalah hasil ekstraksi dari kedelai. Protein susu kedelai
memiliki susunan asam amino yang hampir sama dengan susu sapi sehingga susu
kedelai dapat digunakan sebagai pengganti susu sapi bagi orang yang alergi
terhadap protein hewani. Susu kedelai merupakan minuman yang bergizi karena
kandungan proteinnya tinggi. Tetapi, komposisi asam amino metionin dan sistein
dalam protein susu kedelai lebih sedikit dibandingkan dengan susu sapi (Hartoyo,
http://repository.unimus.ac.id
6
2005). Selain itu susu kedelai juga mengandung lemak, karbohidrat, kalsium,
phosphor, zat besi, provitamin A, Vitamin B kompleks (kecuali B12), dan air
(Radiyati, 1992). Perbandingan komposisi kimia susu kedelai cair, susu sapi dan
air susu ibu per 100 g bahan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Perbandingan Komposisi Kimia Susu Kedelai, Susu Sapi dan Air Susu
Ibu
Komponen Susu Kedelai Susu Sapi ASI
Air (%)
Kalori (kkal)
Protein (%)
Karbohidrat (%)
Lemak (%)
Vitamin B1 (%)
Vitamin B2 (%)
Vitamin A (%)
Kalsium (mg)
Phospor (mg)
Natrium (mg)
Besi (mg)
Asam lemak jenuh (%)
Asam lemak tak jenuh (%)
Kolesterol (mg)
Abu (g)
88,60
52,99
4,40
3,80
2,50
0,04
0,02
0,02
15
49
2
1,2
40 - 48
52 – 60
0
0,5
88,,60
58,00
2,90
4,50
0,30
0,04
0,15
0,20
100
90
16
0,1
60 – 70
30 – 40
9,24 – 9,9
0,7
88,60
62,00
1,40
7,20
3,10
0,02
0,03
0,20
35
25
15
0,2
55,3
44,7
9,3 – 18,6
0,2
Sumber : Koswara (2006)
Berdasarkan bentuknya susu terbagi menjadi dua macam yaitu susu cair
dan susu bubuk. Susu cair merupakan bahan pangan yang perishable (mudah
rusak) karena mempunyai kadar air tinggi sekitar 87 - 90 persen. Oleh karena itu,
perlu dilakukan pengolahan untuk mempertahankan kualitasnya. Alternatif lain
dalam pengolahan susu adalah pembuatan susu bubuk (tepung susu). Menurut
Pramitasari et al., (2010), susu bubuk kedelai memiliki kelebihan umur simpan
yang lebih panjang dan biaya transportasi yang lebih rendah. Tabel 3
menunjukkan syarat mutu susu bubuk yang diatur dalam SNI 01-2970-2006
Pembuatan minuman bubuk umumnya menggunakan metode freeze drying
(pengeringan beku), spray drying (pengeringan semprot) dan foam-mat drying
(pengeringan busa). Proses pengeringan menggunakan suhu yang tinggi dapat
merusak komponen kimia yang ada pada bahan pangan. Metode foam-mat drying
dinilai lebih efisien digunakan dalam pembuatan susu bubuk. Penggunaan metode
foam-mat drying, dapat mempercepat proses penguapan air dan dilakukan pada
http://repository.unimus.ac.id
7
suhu rendah, sehingga tidak merusak jaringan sel, dengan demikian nilai gizi
dapat dipertahankan (Rajkumar et al., 2007).
Pembuatan susu bubuk kedelai hitam dilakukan dengan cara mencuci
kedelai hitam kemudian dilakukan proses blanching. Blanching berfungsi untuk
menonaktifkan enzim lipoksigenase dalam mengkatalisasi reaksi ethyl venil keton
(yang menyebabkan bau langu) dengan oksigen, sehingga oksidasi ethyl venil
keton dapat dicegah dan demikian akan mengurangi bau langu susu kedelai yang
dihasilkan. Sesudah direbus, kedelai hitam ditiriskan dan dilakukan pengelupasan
kulit.
Endrasari dan Nugraheni (2012) menjelaskan bahwa pengupasan kulit biji
kedelai bertujuan untuk mengurangi jumlah serat atau bahan-bahan yang tidak
larut dalam air yang dapat menghambat pada saat proses ekstraksi dan dapat
memperbaiki warna dari serat kedelai hitam yang dihasilkan. Penggilingan
bertujuan untuk memperoleh bubur kedelai yang selanjutnya disaring sehingga
diperoleh filtrat. Filtrat direbus selama 8-10 menit dengan suhu 95°C dan
dilakukan penyaringan sehingga diperoleh susu kedelai (Santoso, 2009).
Tabel 3. Syarat Mutu Susu Bubuk Menurut SNI 01-2970-2006
Kriteria Uji Satuan Susu bubuk berlemak
Bau
Rasa
-
-
Normal
Normal
Kadar air
Lemak
Protein (N x 6,38)
Cemaran logam
- Tembaga (Cu)
- Timbal (Pb)
- Timah (Sn)
- Raksa (Hg)
Cemaran arsen (As)
% b/b
% b/b
% b/b
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
Maks. 5
Min. 26
Min. 23
Maks. 20,0
Maks. 0,3
Maks. 40,0/250,0*
Maks. 0,03
Maks. 0,1
Cemaran mikroba
Angka lempeng total
Bakteri Coliform
Escherichiacoli
Staphylococcus aureus
Salmonella
Koloni/g
APM/g
APM/g
Koloni/g
Koloni/g
Maks. 5 x 104
Maks. 10
< 3
Maks. 1 x 102
Negatif
Sumber : SNI 01-2970-2006
Pembuatan susu bubuk kedelai hitam dilakukan dengan cara
menambahkan dekstrin dan memvariasi penambahan Tween 80. Kemudian
http://repository.unimus.ac.id
8
dilakukan pengeringan menggunakan cabinet drying pada suhu 70 °C hingga
beratnya konstan. Menurut Purbasari (2016) pengguanaan suhu 70 °C akan
mempercepat proses pengeringan. Semakin tinggi suhu yang digunakan
memberikan waktu pengeringan tercepat yaitu 6-8 jam. Setelah dikeringkan
proses selanjutnya adalah penepungan menggunakan blender untuk memperkecil
ukuran dan di ayak menggunakan ayakan 100 mesh untuk menghasilkan susu
bubuk kedelai hitam.
C. Sifat Fisik
1. Daya Serap Air
Daya serap air atau indeks penyerapan air adalah sifat suatu bahan untuk
dapat berinteraksi dengan air. Makin besar daya serap air suatu bahan, makin
sempurna pula proses pengolahan yang dilakukan terhadap bahan tersebut. Hal ini
dicirikan dengan konsistensi serbuk halus, bebas dari gumpalan-gumpalan, serta
mudah disendok (Mayasari dan Zakaria, 2001). Menurut Endriyani (2012) yang
menyatakan bahwa kemampuan menyerap air pada produk berhubungan dengan
kemampuan mengikat air bahan pengikat yang digunakan.
Menurut Taruna et al., (2014) daya serap air suatu bahan umumnya
tergantung pada sifat fisikokimia dan komposisi dari bahan tersebut. Daya serap
air suatu bahan dipengaruhi oleh komponen-komponen penyusunnya seperti
protein dan karbohidrat (Mirdhawati, 2004). Menurut Fardiaz et al., (1992)
menyatakan protein menjadi penting sebagai komponen yang menentukan tingkat
penyerapan air karena hampir semua protein mengandung jumlah polar sepanjang
kerangka peptidanya dan membuatnya bersifat hidrofilik sehingga semakin tinggi
kadar protein akan mampu menyerap lebih banyak air. Selain itu, Astawan dan
hazmi (2016) juga menyatakan bahwa kandungan asam glutamat, asam aspartat
dan lisin dapat meningkatkan kemampuan daya serap air.
Purbasari (2016) melaporkan daya serap air pada pembuatan susu bubuk
kedelai kuning berkisar antara 1,46 – 1,68 ml/gr. Menurut Sari et al., (2016) yang
menyatakan ketika porousitas bahan meningkat maka akan mudah menyerap air
dan lebih cepat larut dalam air. Penambahan dekstrin sebelum pengeringan dapat
menghasilkan produk bubuk sari buah mudah larut karena kadar airnya rendah
sehingga mudah menyerap air (Suryanto et al., 2001). Selain itu, penambahan
http://repository.unimus.ac.id
9
Tween 80 mendorong pembentukan busa. Busa yang terbentuk memudahkan
penyerapan air saat pengocokan dan pencampuran sebelum dikeringkan
(Rajkumar, 2007).
2. Kadar Air
Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat
dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering (dry
basis). Kadar air berat basah mempunyai batas maksimum teoritis sebesar 100
persen, sedangkan kadar air berdasarkan berat kering dapat lebih dari 100 persen
(Syarif dan Halid, 1993). Dalam penelitian Sutardi et al., (2010) melaporkan
penambahan dekstrin sampai jumlah 5% dapat menurunkan kadar air bubuk sari
jagung manis dan penambahan dekstrin 7,5% justru menaikkan kembali kadar air
bubuk sari jagung manis.
Penambahan partikel padatan seperti maltodekstrin didalam adonan dapat
mempercepat waktu pencapaian kadar air kesetimbangan (konstan), karena
peningkatan konsentrasi maltodekstrin mengakibatkan penurunan kadar air
(Ramadhia et al., 2012). Saputra et al., (2016) menyatakan penambahan
konsentrasi dekstrin dan Tween 80 berpengaruh nyata terhadap kadar air gel lidah
buaya. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Alfonsius (2015) kadar air
meningkat seiring dengan penambahan dekstrin. Dekstrin yang berperan sebagai
filler pada pembuatan minuman serbuk instan kayu secang memberikan pengaruh
pada produk terkait sifat dari maltodekstrin itu sendiri, yaitu mampu mengikat
kadar air bebas pada suatu bahan (Hui, 2002). Menurut Ramadhia et al., (2012)
menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi maltodekstrin dan Tween 80 pada
pengolahan tepung lidah buaya akan menurunkan kadar air pada tepung yang
dihasilkan. Menurut Ratti dan Kudra (2006) semakin banyak penambahan Tween
80 akan semakin memperbesar luas permukaan dan memberikan struktur berpori
pada bahan, sehingga akan menyebabkan kecepatan proses pengeringan dalam
mengeluarkan air yang terdapat dalam bahan pada proses pengeringan.
Menurut Sari et al., (2016) penambahan konsentrasi Tween 80 memberikan
pengaruh terhadap kadar air minuman cokelat instan. Kadar air lebih rendah
dengan penambahan konsentrasi Tween 80 yang tinggi atau kadar air lebih tinggi
melalui penambahan konsentrasi Tween 80 yang rendah. Hal ini diduga karena
http://repository.unimus.ac.id
10
konsentrasi Tween 80 yang tinggi menyebabkan air pada serbuk lebih banyak
diikat oleh adanya gugus hidroksil bebas dari oksietilen yang dimiliki Tween 80
sehingga kadar air serbuk cenderung menurun (Darniadi, 2006).
Penambahan konsentrasi Tween 80 yang melewati batas optimum
penggunaannya akan mengakibatkan tingginya kadar air bahan hal ini
dikarenakan pemakaian Tween 80 pada konsentrasi lebih dari 0,5% maka Tween
80 akan bekerja sebagai pemecah buih. Buih yang tidak stabil selama proses
pemanasan akan menghambat proses penguapan air bahan selama proses
pengeringan sehingga rata-rata kadar air bahan yang dihasilkan cukup tinggi
(Tranggono et al., 1990).
3. Kelarutan
Kelarutan adalah jumlah maksimum zat yang dapat larut dalam sejumlah
tertentu pelarut atau larutan pada suhu tertentu. Komponen-komponen yang tidak
larut akan tampak dalam bentuk endapan atau residu yang dinamakan solubility
index. Solubility index disebabkan karena denaturasi protein yang dialami selama
proses pengeringan produk dengan kandungan protein tinggi atau dalam jumlah
besar seperti susu full cream dan skimmed milk powder (Widodo, 2003).
Menurut Khotimah (2006) tinggi rendahnya kelarutan susu bubuk selain
dari bahan yang ditambahkan juga akibat dari peralatan yang dipergunakan.
Kondisi pengeringan yang tidak sempurna, naiknya suhu udara pengering akan
berakibat pada tingginya solubility (bagian protein yang tidak larut dalam suatu
produk susu bubuk) dari produk yang dihasilkan (Widodo, 2003). Kelarutan
berhubungan dengan kadar air bahan, dimana semakin tinggi kadar air kelarutan
cenderung semakin kecil, karena jika kadar air tinggi terbentuk gumpalan–
gumpalan sehingga dibutuhkan waktu yang lama untuk memecah ikatan antar
partikel dan kemampuan produk untuk larut menurun, sebagai akibat total padatan
yang tersaring pada kertas saring meningkat (Yunizal et al., 1999).
Menurut Darniadi et al., (2011) ukuran, luas permukaan, dan kadar air
granula dapat memengaruhi kelarutan (waktu larut). Ukuran partikel yang
seragam dan luas permukaan bubuk yang meningkat menyebabkan kelarutan
rendah (waktu larut cepat). Hal ini sependapat dengan Walstra (2003) yang
menyatakan dengan porousitas bahan yang besar dan ukuran granula yang cukup
http://repository.unimus.ac.id
11
kecil, jumlah bubuk yang melarut tiap satuan waktu akan semakin besar dan
kecepatan larut bubuk meningkat. Kelarutan rendah menunjukkan kadar air
produk rendah (Darniadi et al., 2011).
4. Laju Pengendapan
Laju pengendapan merupakan kecepatan suatu larutan untuk mengendap.
Laju pengendapan dinyatakan dalam satuan konsentrasi per waktu (ppm/menit).
Nilai laju pengendapan yang tinggi mengindikasikan suatu bahan mudah
mengendap Kurniasari et al., (2010). Endapan yang terjadi berasal dari
karbohidrat yang terdapat dalam kedelai hitam yang merupakan pati. Butir-butir
pati tidak larut dalam air dingin tapi apabila suspensi dalam air dipanaskan, akan
terjadi larutan suatu koloid yang kental. Proses pemanasan dapat memutuskan
ikatan hidrogen yang menghubungkan antara amilosa dan amilopektin pada pati,
sehingga menyebabkan granula pati membengkak akibat terisi oleh air. Apabila
larutan pati encer dibiarkan beberapa lama maka akan terbentuk endapan dan hal
ini yang menyebabkan terjadinya endapan pada susu kedelai kratok (Gustantin,
2015).
Endapan yang memisah selama waktu tunda antara penyajian dan
konsumsi produk dapat menyebabkan penurunan penerimaan terhadap produk.
Stabilitas endapan produk dapat ditingkatkan dengan adanya penambahan
penstabil larutan (Sirait et al., 2015). Menurut Sari et al., (2016) penggunaan
Tween 80 sebagai pembusa dapat meningkatkan viskositas fase pendispersi dan
mencegah penggabungan terdispersi sehingga tidak terjadi pengendapan.
D. Sifat Organoleptik
Uji organoleptik adalah cara untuk mengukur, menilai atau menguji mutu
komoditas dengan menggunakan kepekaan alat indra manusia yaitu mata, hidung,
mulut, telinga dan ujung jari tangan. Uji organoleptik juga disebut pengukuran
subyektif karena didasarkan pada respon subyektif manusia sebagai alat ukur
(Soekarto, 1990). Menurut Rahayu (1998) yang menjelaskan bahwa untuk
melaksanakan penilaian organoleptik diperlukan panel. Panel terdiri dari
perorangan atau kelompok yang bertugas menilai sifat atau mutu komoditi
berdasarkan kesan subyektif dan orang tersebut disebut panelis.
http://repository.unimus.ac.id
12
Rasa merupakan faktor yang cukup berpengaruh pada produk pangan.
Menurut Winarno (1997) tekstur dan konsistensi suatu bahan akan mempengaruhi
cita rasa yang ditimbulkan oleh bahan tersebut. Perubahan yang terjadi pada cita
rasa bahan pangan biasanya lebih kompleks dari pada yang terjadi pada warna
bahan pangan. Cita rasa susu bubuk kedelai hitam adalah rasa asli yang terdapat
pada kedelai hitam kemudian ditambahkan gula untuk menambah cita rasa manis.
Pada penelitian pembuatan produk serbuk nanas dengan perlakukan penambahan
maltodekstrin dan gum arab yang dilakukan oleh Isnaeni (2016) menyatakan
bahwa penstabil maltodekstrin lebih disukai oleh panelis dengan nilai rata-rata
2,24.
Ratti dan Kudra (2006) mengemukakan bahwa metode pengeringan foam-
mat drying merupakan metode pengeringan yang cukup memberikan keuntungan,
antara lain penghilangan air lebih cepat, memungkinkan penggunaan suhu lebih
rendah, produk yang dihasilkan memilki kualitas, warna, dan rasa yang baik serta
lebih mudah larut dalam air. Hal ini sangat berpengaruh pada sifat organoleptik
susu bubuk kedelai hitam. Keuntungan peanghilangan air lebih cepat akan
membuat tekstur dari susu bubuk kedelai hitam semakin baik. Penggunaan suhu
lebih rendah pada proses pengeringannya akan mengurangi kerusakan pada
komponen gizi susu bubuk kedelai hitam.
Darniadi et al., (2011) melaporkan penambahan konsentrasi dekstrin 5%
menghasilkan warna, rasa dan aroma yang paling disukai panelis pada produk
minuman instan sari jambu biji merah. Menurut Suryanto et al., (2001)
penambahan konsentrasi dekstrin menyebabkan permukaan bahan semakin luas
sehingga proses pengeringan lebih cepat dan tidak terjadi reaksi pencokelatan.
Namun, semakin tinggi konsentrasi dekstrin, warna bubuk sari jambu biji merah
cenderung menjadi merah muda. Suryanto et al., (2001) juga menyatakan
penambahan bahan pengisi seperti dekstrin diperlukan dalam pembuatan
minuman bubuk dengan metode foam-mat drying untuk mencegah kerusakan
akibat panas dan melapisi komponen rasa.
E. Aktivitas Antioksidan
Menurut Kumalaningsih (2006) antioksidan adalah senyawa yang
mempunyai struktur molekul yang dapat memberikan elektronnya kepada molekul
http://repository.unimus.ac.id
13
radikal bebas dan dapat memutus reaksi berantai dan radikal bebas. Menurut
pendapat Kumalaningsih (2007) yang menyatakan bahwa terdapat tiga macam
sumber antioksidan, diantaranya antioksidan yang dibuat oleh tubuh kita sendiri
yang berupa enzim, antioksidan alami yang diperoleh dari tanaman atau hewan
dan antioksidan sintetik yang dibuat dari bahan-bahan kimia.
Antioksidan alami yang terdapat dalam kedelai hitam adalah tokoferol,
flavonoid, betakaroten, vitamin C, turunan asam sinamat, fosfatida dan asam
organik polifungsional yang sebagian besar merupakan komponen fenolik.
Sedangkan antioksidan sintetik berasal dari reaksi bahan-bahan kimia yaitu
Butylated Hroxyanisole (BHA), BHT, PG dan EDTA yang ditambahkan dalam
makanan untuk mencegah kerusakan lemak (Kumalaningsih, 2007). Beberapa
mineral yang terdapat pada kedelai hitam bersifat sebagai kofaktor dari beberapa
enzim kemudian menghasilkan antioksidan. Enzim katalase di samping
mendukung aktivitas enzim SOD juga dapat mengkatalisa perubahan berbagai
macam peroksida dan radikal bebas menjadi oksigen dan air. Beberapa mineral
penyusun tersebut diantaranya Copper (Cu), Zinc (Zn), Selenium (Se), Manganese
(Mn) dan Besi (Fe) (Rahma, 2010).
Menurut Yuliana (2003) yang menyatakan bahwa kedelai hitam
mengandung senyawa fenolik yang berfungsi sebagai senyawa antioksidan bagi
tubuh. Menurut Xu dan Chang (2007) kedelai hitam memiliki kandungan
flavonoid 6 kali lebih banyak dibandingkan kedelai kuning dan memiliki aktivitas
antioksidan 15 kali lebih tinggi dibandingkan kedelai kuning.
Hal ini sependapat dengan Noer et al., (2009) kedelai hitam mengandung
isoflavon dan antosianin yang berfungsi sebagai antioksidan dalam tubuh.
Menurut Nurrahman et al., (2012) antioksidan kedelai hitam varietas Mallika
lebih tinggi dibandingkan kedelai kuning impor, hal ini disebabkan kandungan
isoflavon yang lebih tinggi dan adanya antosianin yang berkontribusi pada
aktivitas antioksidan sedangkan kedelai kuning tidak terdeteksi. Kedelai hitam
mengandung antosianin yang tidak dimiliki oleh kedelai kuning varietas
Grobogan dan impor (Nurrahman, 2015). Menurut Astadi et al., (2009) kulit
kedelai hitam varietas Mallika memiliki kandungan antosianin 1,36 g/100 g dan
senyawa fenolik 6,46 g/100 g.
http://repository.unimus.ac.id
14
Menurut hasil penelitian Prangdimurti et al., (2006) penambahan Tween
80 1% dalam ekstrak Na-sitrat 12mM menghasilkan aktivitas antioksidan yang
paling tinggi pada ekstrak daun suji. Menurut Asmarani dan Wahyuningtyas
(2015) yang menyatakan semakin tinggi penambahan konsentrasi Tween 80 maka
aktivitas antioksidan akan semakin rendah. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Arifianti (2012) tentang aktivitas antioksidan nanoemulsi minyak jinten hitam
yang semakin lemah pada peningkatan konsentrasi Tween 80.
Sedangkan menurut pernyataan Ramadhia et al., (2012) semakin tinggi
konsentrasi maltodekstrin dan Tween 80 pada pengolahan tepung lidah buaya
meningkatkan aktivitas penangkapan radikal bebas. Radikal bebas dinetralisir oleh
antioksidan dalam jumlah yang berimbang. Sehingga, tingginya penangkapan
radikal bebas setara dengan peningkatan jumlah antioksidan. Tingginya aktivitas
penangkapan radikal bebas pada tepung lidah buaya yang dihasilkan disebabkan
oleh penambahan Tween 80 yang berperan sebagai agen pembentuk busa untuk
mempercepat proses pengeringan, sehingga tidak merusak senyawa–senyawa
penting pada bahan yang dikeringkan (Ramadhia et al., 2012).
Pengujian aktivitas antioksidan dapat dilakukan dengan metode DPPH
(2,2 – diphenyl - 1 – picrylhydrazyl) pada panjang gelombang 517 nm. DPPH
merupakan radikal sintetik yang stabil serta larut dalam pelarut polar seperti
metanol dan etanol. Prinsip dari uji ini adalah adanya donasi atom hidrogen dari
substansi yang diujikan pada radikal DPPH menjadi senyawa non radikal
difenilpikrilhidrazin yang akan ditunjukkan oleh perubahan warna (Molyneux,
2004).
Intensitas perubahan warna tersebut diukur menggunakan spektrum pada
panjang gelombang 515-520 nm pada larutan metanol atau etanol (Molyneux,
2004). Menurut Karadag et al., (2009) kelebihan menggunakan metode DPPH
secara teknis simpel, dapat dikerjakan dengan cepat dan hanya membutuhkan alat
spektrofotometer UV-Vis. Sedangkan kelemahan dari metode ini adalah radikal
DPPH hanya dapat dilarutkan dalam media organik (terutama media alkoholik),
tidak pada media aqueos sehingga membatasi kemampuannya dalam penentuan
peran antioksidan hidrofilik.
http://repository.unimus.ac.id
15
F. Foam-Mat Drying
Teknik foam-mat drying adalah suatu proses pengeringan dengan
pembuatan busa dari bahan cair yang ditambah dengan foam stabilizer dengan
pengeringan pada suhu 70 – 75°C, kemudian dituangkan di atas loyang atau
wadah. Selanjutnya, dikeringkan dengan oven blower atau tunnel dryer sampai
larutan kering dan proses berikutnya adalah penepungan untuk menghancurkan
lembaran-lembaran kering (Khotimah, 2006).
Menurut Gonnisen et al., (2008) pengolahan tepung atau bubuk
memerlukan pengisi yang bertujuan untuk mencegah kerusakan yang diakibatkan
oleh panas, melapisi komponen flavour, meningkatkan total padatan dan
memperbesar volume. Pengisi yang biasa digunakan dalam pembutan tepung atau
bubuk adalah dekstrin dan Tween 80 dengan menggunakan metode Foam-mat
Drying (Ramadhia et al., 2012). Hal ini sependapat dengan pertanyaan Rajkumar
et al., (2007) yang menyatakan penambahan dekstrin dan Tween 80 dalam
pengeringan busa (foam mat drying), dapat mempercepat proses penguapan air
dan dilakukan pada suhu rendah, sehingga tidak merusak jaringan sel, dengan
demikian nilai gizi dapat dipertahankan
Foam-mat drying merupakan metode pengeringan yang relatif murah dan
mudah dibandingkan dengan spray drying dan freeze drying (Karim dan Wai,
1999). Keunggulan lain foam-mat drying dibandingkan pengeringan tanpa
penambahan zat pembuih yaitu waktu pengeringan relatif singkat yaitu sekitar 3
jam (Karim dan Wai, 1999). Bahan pengisi pada metode foam-mat drying
diantaranya :
1. Dekstrin
Dekstrin adalah zat yang dibentuk pada hidrolisa pati atau pencernaan
parsial pati. Dekstrin merupakan produk degadrasi pati yang dapat dihasilkan
dengan beberapa cara yaitu memperlakukan suspensi pati dalam air dengan asam
atau enzim pada kondisi tertentu, atau degradasi pati dalam bentuk kering dengan
menggunakan perlakuan panas atau kombinasi antara panas dan asam atau katalis
lain. Penambahan dekstrin sebelum pengeringan dapat menghasilkan produk
bubuk sari buah mudah larut karena kadar airnya rendah sehingga mudah
menyerap air (Suryanto, 2001).
http://repository.unimus.ac.id
16
Dekstrin dapat digunakan pada makanan karena memiliki sifat-sifat
tertentu. Sifat-sifat yang dimiliki dekstrin antara lain : mengalami proses dispersi
yang cepat, memiliki daya larut yang tinggi, mampu membentuk film, memiliki
sifat higroskopis yang rendah, mampu membentuk body (lembaran), sifat
browning rendah, mampu menghambat kristalisasi, memiliki daya ikat yang kuat
serta memiliki struktur spiral helix sehingga menekan kehilangan komponen
volatil selama proses pengolahan (Srihari et al., 2010). Dekstrin telah banyak
digunakan pada industri makanan, seperti pada minuman susu bubuk, minuman
berenergi dan minuman Prebiotik.
Dekstrin bersifat humektan yaitu dapat mengikat air tetapi mempunyai Aw
yang rendah, karena dapat mengikat air ini maka dapat digunakan dalam mengatur
viskositas suatu produk sesuai yang diinginkan. Dekstrin juga berfungsi sebagai
enkapsulan aroma, warna dan lemak, serta pembentuk viskositas. Menurut
Whistler et al., (1984), kontribusi utama dekstrin adalah efek perlindungan yang
dihasilkan viskositasnya relatif tinggi. Pada produk basah, dekstrin dapat berperan
sebagai pengental sedangkan pada produk kering seperti keripik, dekstrin
berperan dalam melapisi permukaan produk sehingga dapat mempertahankan
kerenyahan.
2. Tween 80
Tween 80 adalah ester asam lemak polioksietilen sorbitan, dengan nama
kimia polioksietilen 20 sorbitan monooleat. Tween 80 merupakan salah satu zat
pengemulsi sintetik yang bersifat tidak beracun, dengan kekentalan seperti minyak
cair. Pengemulsi ini memiliki HLB (Hidrofilic Lipofilic Balance) 15. Nilai HLB
ini menunjukkan tingkat kekukatan zat pengemulsi terhadap air dan minyak. Nilai
HLB yang besar menyebabkan Tween 80 sangat cocok digunakan dalam sistem
emulsi minyak dalam air .
Tween 80 berperan sebagai emulsifying agent. Tween 80 yang dicampurkan
pada bahan dapat membentuk campuran emulsi (Mustaufik, 2000). Tween 80 pada
konsentrasi 0,4 – 1,0 % dapat bekerja sebagai bahan pendorong pembentukan
foam, tetapi pada konsentrasi 0,5% Tween 80 bekerja sebagai pemecah buih
(Tranggono et al., 1990). Penambahan Tween 80 0,5% merupakan perlakuan
terbaik pada pembuatan bubuk susu kacang hijau instan. Hasil uji fisik perlakuan
http://repository.unimus.ac.id
17
terbaik didapatkan rendemen 23,17% dan daya larut 95,67%, sedangkan pada uji
kimia didapatkan kadar air 3,61%, kadar protein 7,80% dan kadar lemak 0,68%
(Kumalaningsih, 2006).
http://repository.unimus.ac.id