bab ii solida

7
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Sediaan Solida Sediaan farmasi, menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.36 tahun 2009 tentang kesehatan, adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika. Berdasarkan wujud zat, bentuk sediaan obat dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu sediaan bentuk cair, bentuk sediaan semi padat, dan bentuk sediaan padat/solida. Sediaan obat bentuk padat dapat berupa serbuk, granul, kapsul, tablet, pil, lozenges, pastiles, ovula dan supositoria. Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi (Ditjen POM, 1995). Tablet dapat dibuat dengan berbagai ukuran, bentuk, berat, kekerasan, ketebalan, waktu hancurnya dan dalam aspek lainnya tergantung pada cara pemakaian tablet dan metode pembuatannya (Ansel, 1989). Tablet merupakan bentuk sediaan padat yang paling banyak digunakan. Sebagian besar tablet dibuat dengan metode kompresi atau pengempaan, yaitu dengan cara memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan cetakan baja. Selain dengan metode kompresi, tablet juga dapat dibuat dengan metode cetak, yaitu dengan cara menekan massa serbuk lembab dengan tekanan rendah ke dalam lubang cetakan (Ditjen POM, 1995).Terdapat berbagai jenis tablet yang beredar, antara lain tablet kompresi, tablet kompresi ganda, tablet salut gula, tablet salut selaput, tablet salut enteric, tablet sublingual atau bucal, tablet kunyah, tablet effervescent, tablet triturate, tablet hipodermik, tablet pembagi, dan tablet lepas kendali. Sediaan solida memiliki keunggulan dibandingkan dengan sediaan bentuk cair, antara lain: (1) takaran dosis yang diberikan lebih tepat; (2) dapat menghilangkan atau mengurangi rasa tidak enak dari bahan obat; (3) sediaan obat lebih stabil dalam bentuk padat sehingga waktu kadaluwarsa dapat lebih lama; (4) tempat penyimpanan lebih kecil; dan (5) biaya transportasi dapat lebih murah serta tidak ada risiko botol hancur atau pecah. Akan tetapi, ketersediaan bentuk sediaan padat adalah (1) kesulitan menelan pada beberapa pasien, terutama anak-anak dan orang lanjut usia; (2) tidak dapat digunakan untuk pasien dalam keadaan tidak sadar atau yang menggunakan tabung pernapasan; (3)

Upload: uudde3

Post on 01-Oct-2015

28 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

laporan solida

TRANSCRIPT

  • 3

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Pengertian Sediaan Solida

    Sediaan farmasi, menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.36 tahun 2009

    tentang kesehatan, adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika. Berdasarkan

    wujud zat, bentuk sediaan obat dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu sediaan bentuk cair,

    bentuk sediaan semi padat, dan bentuk sediaan padat/solida. Sediaan obat bentuk padat

    dapat berupa serbuk, granul, kapsul, tablet, pil, lozenges, pastiles, ovula dan supositoria.

    Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan

    pengisi (Ditjen POM, 1995). Tablet dapat dibuat dengan berbagai ukuran, bentuk, berat,

    kekerasan, ketebalan, waktu hancurnya dan dalam aspek lainnya tergantung pada cara

    pemakaian tablet dan metode pembuatannya (Ansel, 1989).

    Tablet merupakan bentuk sediaan padat yang paling banyak digunakan. Sebagian

    besar tablet dibuat dengan metode kompresi atau pengempaan, yaitu dengan cara

    memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan cetakan baja. Selain

    dengan metode kompresi, tablet juga dapat dibuat dengan metode cetak, yaitu dengan

    cara menekan massa serbuk lembab dengan tekanan rendah ke dalam lubang cetakan

    (Ditjen POM, 1995).Terdapat berbagai jenis tablet yang beredar, antara lain tablet

    kompresi, tablet kompresi ganda, tablet salut gula, tablet salut selaput, tablet salut enteric,

    tablet sublingual atau bucal, tablet kunyah, tablet effervescent, tablet triturate, tablet

    hipodermik, tablet pembagi, dan tablet lepas kendali.

    Sediaan solida memiliki keunggulan dibandingkan dengan sediaan bentuk cair,

    antara lain: (1) takaran dosis yang diberikan lebih tepat; (2) dapat menghilangkan atau

    mengurangi rasa tidak enak dari bahan obat; (3) sediaan obat lebih stabil dalam bentuk

    padat sehingga waktu kadaluwarsa dapat lebih lama; (4) tempat penyimpanan lebih kecil;

    dan (5) biaya transportasi dapat lebih murah serta tidak ada risiko botol hancur atau pecah.

    Akan tetapi, ketersediaan bentuk sediaan padat adalah (1) kesulitan menelan pada

    beberapa pasien, terutama anak-anak dan orang lanjut usia; (2) tidak dapat digunakan

    untuk pasien dalam keadaan tidak sadar atau yang menggunakan tabung pernapasan; (3)

  • 4

    memerlukan waktu yang lebih lama untuk diabsorbsi dalam tubuh dibandingkan dengan

    bentuk sediaan cair.

    Formulasi sediaan solida adalah proses untuk memperoleh sediaan solida yang

    memenuhi persyaratan, yaitu aman, efektif, dan akseptabel secara ketersediaan farmasetik

    dan ketersediaan hayati. Pada saat tablet kontak dengan medium cair dan hancur, tablet

    akan menjadi partikel-partikelnya yang akan larut dan tersedia untuk proses absorpsi.

    Ketersediaan farmasetik merupakan bagian obat yang dibebaskan dari bentuk

    pemberiannya, misalnya dari tablet, kapsul, serbuk, granul, dan tersedia untuk proses

    absorbs. Ketersediaan farmasetik menyatakan kecepatan larut dan jumlah dari obat yang

    tersedia secara in vitro.

    2.2 Kajian Praformulasi

    Formulasi sediaan obat, termasuk sediaan solida, mencakup unsur formula,

    metode dan proses, peralatan, dan pengemasan. Pada penentuan formula suatu sediaan

    obat, sering kali kita harus melakukan studi praformulasi. Pengertian praformulasi adalah

    suatu tahap pengembanagan sifat-sifat kimia suatu obat sebelum proses pembuatan obat

    atau merupakan suatu investigasi/pengkajian terhadap sifat-sifat kimia, fisika, biologi

    suatu zat aktif, baik secara individu maupun setelah dikombinasi dengan eksipien. Tujuan

    praformulasi ini adalah untuk menetapkan parameter fisika-kimia obat baru; menetapkan

    profil kecepatan kinetic; menetapkan ketercampuran dengna bahan tambahan lain yang

    umum digunakan; dan memberikan data ilmiah untuk mendukung desain bentuk sediaan

    dan evaluasi efikasi, stabilitas, serta bioavailabilitas produk obat.

    2.3 Komposisi Tablet

    Tablet umumnya disamping zat aktif, juga mengandung zat pengisi, zat pengikat,

    zat penghancur dan zat pelicin. Untuk tablet tertentu zat pewarna, zat perasa, dan bahan-

    bahan lainnya dapat ditambahkan jika diperlukan. Komposisi umum dari tablet adalah:

    1. Zat berkhasiat/ zat aktif

    Zat berkhasiat atau zat aktif jarang diberikan dalam keadaan murni, tetapi harus

    dikombinasikan terlebih dahulu dengan zat-zat yang bukan obat yang mempunyai fungsi

    khusus agar dapat dibentuk menjadi sediaan tablet (Anief, 1994).

  • 5

    2. Zat pengisi

    Zat pengisi adalah suatu zat yang ditambahkan ke dalam suatu formulasi tablet

    bertujuan untuk penyesuaian bobot dan ukuran tablet sehingga sesuai dengan persyaratan,

    untuk membantu kemudahan dalam pembuatan tablet, dan meningkatkan mutu sediaan

    tablet. Zat pengisi yang biasa digunakan adalah pati (amilum), laktosa, manitol, sorbitol

    dan lain-lain (Siregar, 2008).

    3. Zat pengikat

    Zat pengikat dimaksudkan agar tablet tidak pecah atau retak, dan dapat dibentuk

    menjadi granul sehingga dapat dikempa atau dicetak. Zat pengikat yang biasa digunakan

    adalah gelatin, amilum maidis, amilum manihot, amilum tritici dan lain-lain (Anief, 1994).

    4. Zat penghancur

    Zat penghancur dimaksudkan untuk memudahkan pecahnya tablet ketika

    berkontak dengan cairan saluran pencernaan dan mempermudah absorbsi. Zat penghancur

    yang biasa digunakan adalah pati, asam alginat, gom dan lain-lain (Lachman, dkk, 1994).

    5. Zat pelicin

    Zat pelicin adalah zat tambahan yang digunakan dalam formulasi sediaan tablet

    untuk mempermudah pengeluaran sediaan tablet dari dalam lubang kempa dan untuk

    mencegah tablet melekat pada dinding lubang kempa. Zat pelicin yang biasa digunakan

    adalah talk, magnesium stearat, kalsium stearat, natrium stearat, polietilen glikol, dan

    lain-lain (Siregar, 2008).

    2.4 Bentuk Tablet

    Terdapat berbagai macam bentuk tablet yang telah dikembangkan oleh pabrik-

    pabrik farmasi antara lain:

    1. Bentuk bundar dengan permukaan datar

    2. Bentuk cembung

    3. Bentuk kapsul (kaplet)

    4. Bentuk lonjong

  • 6

    5. Bentuk segitiga, empat segi, segi enam (heksagonal), dan seterusnya(Siregar, 2008).

    2.5 Metode Pembuatan Tablet

    Metode pembuatan tablet pada dasarnya dikenal tiga macam yaitu cetak

    langsung, granulasi kering dan granulasi basah (Ansel, 1989).

    1. Metode Granulasi Basah

    Metode ini merupakan metode pembuatan yang paling banyak digunakan

    dalam memproduksi tablet kompresi. Langkah-langkah yang diperlukan dalam

    pembuatan tablet dengan metode ini dapat dibagi sebagai berikut: menimbang dan

    mencampur bahan-bahan, pembuatan granulasi basah, pengayakan granul basah,

    pengeringan, pengayakan granul kering, pencampuran bahan pelicin dan bahan

    penghancur, pembuatan tablet dengan kompresi (Ansel, 1989).

    Keuntungan metode granulasi basah, antara lain:

    a) Mencegah terjadinya segregasi campuran serbuk.

    b) Memperbaiki sifat alir serbuk.

    c) Memperbaiaki kompaktibilitas serbuk, dengan jalan meningkatkan kohesivitas serbuk

    karena ada penambahan bahan pengikat yang dapat menyebabkan terbentuknya

    jembatan padat.

    d) Meningkatkan disolusi obat yang bersifat hidrofob.

    e) Mempertahankan agar distribusi obat atau zat warna selalu merata dalam granul

    kering.

    f) Dapat digunakan untuk bahan obat dosis kecil.

    Tahapan dalam granulasi basah, yaitu:

    a) Penimbangan bahan aktif dan bahan tambahan.

    b) Pencampuran bahan aktif dengan bahan pengisi dan penghancur (sebagian).

    c) Penyiapan larutan pengikat.

    d) Pembasahan campuran serbuk dengan larutan pengikat untuk membentuk massa

    basah.

    e) Pengayakan kasar massa basah dengan ayakan 6-12 mesh.

    f) Pengeringan granul lembap, pada oven dengan suhu 50-55 C.

    g) Pengayakan granul kering dengan ayakan 14-20 mesh.

  • 7

    h) Penimbangan granul kering yang diperoleh.

    i) Pencampuran granul kering dengan lubrikan (dan sebagian bahan penghancur).

    j) Kompresi tablet.

    Faktor-faktor kritik proses granulasi basah, antara lain:

    a) Jumlah bahan pengikat yang dipakai.

    b) Waktu pencampuran bahan pengikat.

    c) Lama pengeringan granul.

    2. Metode Granulasi Kering

    Pada metode ini, granul dibentuk oleh penambahan bahan pengikat kering ke

    dalam campuran serbuk obat dengan cara memadatkan massa yang jumlahnya besar

    dari campuran serbuk, memecahkannya dan menjadikan pecahan-pecahan menjadi

    granul, penambahan bahan pelicin dan penghancur kemudian dicetak menjadi tablet

    (Ansel, 1989). Metode ini khususnya untuk bahan-bahan yang tidak bisa diolah

    dengan granulasi basah, karena kepekaannya terhadap uap air atau karena untuk

    mengeringkannya diperlukan temperatur yang dinaikkan (Ansel, 1989).

    Keuntungan metode granulasi kering, antara lain:

    a) Peralatan lebih sedikit karena tidak menggunakan larutan pengikat, mesin pengaduk

    berat, dan pengeringan yang memakan waktu.

    b) Sesuai untuk bahan aktif yang sensitive terhadap panas dan lembap.

    c) Mempercepat waktu hancur tablet karena partikel-partikel bahan tidak terikat oleh

    cairan pengikat.

    Kekurangan metode granulasi kering, yaitu:

    a) Memerlukan mesin tablet khusus untuk membuat slug.

    b) Tidak dapat mendistribusikan zat warna dengan seragam.

    c) Proses banyak menghasilkan debu, sehingga memungkinkan terjadinya kontaminasi

    silang.

  • 8

    Tahapan yang terlibat dalam metode granulasi kering, yaitu:

    a) Penimbangan bahan aktif dan bahan tambahan.

    b) Pencampuran bahan-bahan yang telah ditimbang.

    c) Kompresi bahan-bahan yang telah dicampur menjadi slug atau lembaran.

    d) Penghancuran slug/lembaran menjadi butiran granul.

    e) Pencampuran dengan bahan pelican dan bahan penghancur.

    f) Kompresi tablet.

    3. Metode Cetak Langsung

    Metode ini digunakan untuk bahan yang mempunyai sifat mudah mengalir

    sebagaimana sifat-sifat kohesinya yang memungkinkan untuk langsung dikompresi

    dalam tablet tanpa memerlukan granulasi basah atau kering. Kempa langsung dapat

    diartikan sebagai pembuatan tablet dari bahan-bahan yang berbentuk kristal atau

    serbuk tanpa merubah karakter fisiknya setelah dicampur dengan ukuran tertentu.

    Metode ini digunakan pada bahan-bahan (baik obat maupun bahan tambahan) yang

    mudah mengalir dan memiliki kompresibilitas yang baik yang memungkinkan untuk

    langsung ditablet dalam mesin tablet tanpa memerlukan proses granulasi. Pada

    umumnya obat yang dapat dibuat dengan metode kempa langsung hanya sedikit,

    karena bahan-bahan yang memiliki sifat-sifat tersebut di atas tidak banyak. Cara

    kempa langsung ini sangat disukai karena banyak keuntungan yaitu secara ekonomi

    merupakan penghematan besar karena relatifhanya menggunakan sedikit alat, energi dan

    waktu (Lachman et al, 1994).

    Keuntungan metode cetak langsung adalah sebagai berikut:

    a) Metode cetak langsung merupakan tahap produksi tablet yang paling singkat.

    b) Keperluan akan alat, ruangan, waktu, dan daya manusia lebih sedikit.

    c) Dapat meningkatkan disintegrasi zat aktif (waktu hancur tablet menjadi lebih cepat)

    karena tablet langsung mengalami disintegrasi menjadi tablet.

    d) Metode cetak langsung dapat mengeliminasi panas dan lembab, yang terjadi pada

    proses pembuatan dengan granulasi basah; dan mengeliminasi terjadinya tekanan

    tinggi seperti yang terjadi pada proses pembuatan dengna metode granulasi kering.

  • 9

    Keuntungan metode cetak langsung adalah sebagai berikut:

    a) Harga bahan tambahan yang dibutuhkan cukup mahal karena membutuhkan eksipien

    yang memiliki sifat alir, kompresibilitas, serta ikatan antarpartikel yang baik.

    b) Bahan aktif dan bahan tambahan harus memiliki ukuran partikel yang mirip agar

    tablet yang dihasilkan mempunyai keseragaman kandungan baik.

    c) Kesulitan untuk mendistribusikan zat aktif berdosis kecil serta sulit dilakukan untuk

    zat aktif yang berdosis tinggi dengan kompresibilitas buruk.

    Tiga tahap dalam pembuatan tablet dengan metode cetak langsung adalah sebagai

    berikut:

    a) Penimbangan bahan (bahan aktif dan bahan tambahan).

    b) Pencampuran bahan aktif dengan semua bahan tambahan.

    c) Kompresi tablet.