laporan teknologi sediaan solida

43
I. Nama dan Kekuatan Sediaan Supositoria = Bisakodil 10mg/supo 4 gram Ovula = Povidone 400mg/ovula 4 gram II. Prinsip Percobaan Supositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk yang diberikan melalui rektal, vaginal atau uretra. Umumnya meleleh dan melarut pada suhu tubuh. Biasanya diberikan untuk mendapatkan efek lokal ataupun sistemik, sedangkan ovula hanya efek lokal saja. III. Tujuan Percobaan 1. Mempu membuat sediaan supositoria dan ovula yang memenuhi persyaratan. 2. Memahami cara pembuatan supositoria dan ovula. 3. Mengetahui dan memahami persyaratan dan evaluasi sediaan supositoria dan ovula. IV. Preformulasi Zat Aktif A. Bisakodil Struktur : BM : 361,39

Upload: ira-khumaira-sukmana

Post on 07-Jul-2016

769 views

Category:

Documents


48 download

DESCRIPTION

Supositoria

TRANSCRIPT

I. Nama dan Kekuatan Sediaan

Supositoria = Bisakodil 10mg/supo 4 gram

Ovula = Povidone 400mg/ovula 4 gram

II. Prinsip Percobaan

Supositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk

yang diberikan melalui rektal, vaginal atau uretra. Umumnya meleleh dan

melarut pada suhu tubuh. Biasanya diberikan untuk mendapatkan efek lokal

ataupun sistemik, sedangkan ovula hanya efek lokal saja.

III. Tujuan Percobaan

1. Mempu membuat sediaan supositoria dan ovula yang memenuhi

persyaratan.

2. Memahami cara pembuatan supositoria dan ovula.

3. Mengetahui dan memahami persyaratan dan evaluasi sediaan supositoria

dan ovula.

IV. Preformulasi Zat Aktif

A. Bisakodil

Struktur :

BM : 361,39

Pemerian : Serbuk hablur; putih sampai hampir putih terutama terdiri dari

partikel dengan diameter terpanjang lebih dari 50µm

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, larut dalam kloroform dan dalam

benzen, agak sukar larut dalam etanol dan dalam metanol serta

eter.

Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, pada suhu tidak

lebih dari 30ºC.

Wadah dan penyimpanan (supositoria): Dalam wadah tertutup rapat dan

tidak tembus cahaya tidak disimpan pada suhu

lebih dari 30ºC .

Indikasi : susah BAB

Dosis : Rektal, dewasa dan anak > 12 tahun = 10 mg sehari sebagai dosis

tunggal. Anak usia 2-11 tahun = 5-10 mg sehari (setengah sampai

satu suppositoria) sebagai dosis tunggal. Anak usia < 2 tahun = 5 mg

(setengah suppositoria) sebagai dosis tunggal.

Farmakokinetik : Bisakodil merupakan laksatif stimulan. Absorbsi bisakodil

minimal setelah pemberian oral atau rektal. Obat

dimetabolisme di hati dan diekskresi melalui urin dan atau

di distribusikan ke dalam ASI. Setelah pemberian dosis

terapi oral turunan difenilmetan, pengosongan kolon

tercapai dalam waktu 6-8 jam dan pemberian rektal

menyebabkan pengosongan kolon dalam waktu 15 menit

sampai 1 jam.

Kontraindikasi : Pasien dengan sakit perut akut, mual, muntah, dan gejala

lain apendisitis atau sakit perut yang tak terdiagnosa, pasien

dengan obstruksi usus

Efek samping : Pada dosis oral terapetik, laksatif stimulan dapat

memberikan beberapa rasa tidak nyaman pada perut, mual,

kram ringan, lemah. Pemberian suppositoria bisakodil rektal

dapat menyebabkan iritasi dan rasa terbakar pada mukosa

rektum serta proktitis ringan

Mekanisme aksi : Laksatif stimulan menginduksi defekasi dengan

merangsang aktivitas peristaltik usus yang bersifat

mendorong (propulsif) melalui iritasi lokal mukosa

atau kerja yang lebih selektif pada plexus saraf

intramural dari otot halus usus sehingga

meningkatkan motilitas. Akan tetapi, studi terbaru

menunjukkan bahwa obat-obat ini mengubah absorpsi

cairan dan elektrolit, menghasilkan akumulasi cairan

usus dan pengeluaran feses. Beberapa obat ini dapat

secara langsung merangsang sekresi ion usus aktif.

Peningkatan konsentrasi cAMP dalam sel-sel mukosa

kolon setelah pemberian laksatif stimulan dapat

mengubah permeabilitas sel-sel ini dan menyebabkan

sekresi ion aktif sehingga menghasilkan akumulasi

cairan serta aksi laksatif.

Golongan obat : bebas terbatas.

(Depkes RI, 2014: 236, Martindale, 2009 : 457)

B. Povidone

Struktur :

BM : 364

Pemerian : Serbuk putih atau putih kekuningan, berbau lemah atau tidak

berbau, higroskopis.

Kelarutan : Mudah larut dalam air, dalam etanol (95%) dan dalam

kloroform. Kelarutan tergantung dari bobot molekul rata-rata.

Praktis tidak larut dalam eter P.

Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah kedap udara pada tempat sejuk

dan kering.

Wadah dan penyimpanan (ovula): Dalam wadah tertutup rapat dan tidak

tembus cahaya tidak disimpan pada suhu lebih dari 30ºC .

Indikasi : infeksi topikal yang terkait dengan operasi, luka bakar, luka

ringan, relief iritasi, vagina minor

Aktivitas : bersifat bakteriostatik dengan kadar 640 µg/mL dan bersifat

bakterisid dengan kadar 940 µg/m. Microbakteri tuberculosa

resisten terhadap bahan ini. Povidon iodin memiliki toksisitas

rendah pada jaringan tetapi detergen dalam larutan pembersih

akan lebih meningkat toksisitasnya. Dalam 10% povidon iodin

mengandung 1% iodin yang mampu membunuh bakteri dalam 1

menit dan membunuh spora dalam waktu 15 menit

(Depkes RI, 2014: 1039)

V. Preformulasi Zat Tambahan

1. Oleum cacao

Pemerian : Lemak padat, putih kekuningan, bau khas aromatik

Kelarutan : Sukar larut dalam etanol (95%). Mudah larut dalam kloroform P

dalam eter P dan dalam eter minyak tanah P.

Stabilitas : Pemanasan oleum cacao lebih dari 36ºC selama persiapan

supositoria dapat menyebabkan penurunan titik pemadatan akibat

pembentukan kristal, hal ini dapat menyebabkan kesulitan dalam

pengaturan supositoria. Oleum cacao harus disimpan pada suhu

tidak lebih dari 25ºC

Inkompatibilitas: Oleum cacao inkompatibel dengan zat pengoksidasi kuat.

Kegunaan: sebagai basis dalam supositoria.

(Rowe, 2009: 725)

2. Setil alkohol

Struktur :

BM : 242,44

Pemerian : Serpihan putih licin, granul atau kubus putih, bau khas lemah,

rasa lemah.

BJ nyata : 0,908 g/cm³.

Titik leleh : 45-52 ºC

Kelarutan : Tidak larut dalam air, larut dalam etanol (95%) dan dalam eter.

Bercampur bila dilelehkan dengan lemak paraffin cair, ministat

isopropil.

Stabilitas : Stabil dengan adanya asam, alkali, cahaya dan udara. Tidak

menjadi tengik. Disimpan di wadah tertutup ditempat sejuk dan

kering.

Inkompatibilitas: inkompatibel dengan oksidator kuat.

Kegunaan: basis

(Rowe, 2009: 755)

3. PEG 400

Struktur :

Pemerian : Cairan kental jernih, tidak berwarna, bau khas lemah agak

higroskopis.

Kelarutan : Larut dalam air, etanol, aseton, hidrokarbon aromatik, tidak larut

dalam eter

Stabilitas : Stabil dan harus disimpan di wadah yang tertutup rapat ditempat

yang sejuk dan kering.

Inkompatibilitas : Inkompatible dengan oksidator kuat

BM : 380

Titik leleh : 4-8ºC

(Rowe, 2009: 517)

4. PEG 6000

Struktur :

Pemerian : Serbuk yang mudah mengalir, putih dan berbau manis.

Berat molekul :420

Kelarutan : Larut dalam air dan dapat bercampur dalam semua proporsi

dengan PEG lainnya, larut dalam aseton, metanol. Agak sukar

larut dalam hidrogen alifatik dan eter. Tidak larut dalam lemak

fixed oil, minyak mineral

Titik lebur : 56-61 °C

Stabilitas : Secara kimia stabil diudara dan dalam larutan

Inkompatibilitas: Inkompatibel dengan zat pewarna dan oksidator kuat.

(Rowe, 2009: 517)

VI. Preformulasi Wadah Kemasan

Digunakan kemasan primer berupa aluminium foil atas pertimbangan

kestabilan zat aktif didalam sediaan akhir. Sediaan ovula dan supositoria

mudah meleleh, sehingga dipilih kemasan aluminium foil yang bersifat

tidak tembus cahaya agar sediaan terlindung dari panas selain itu aluminium

foil memliki sifat kedap yang baik dan anti lengket. Karena supositoria

harus dibungkus secara terpisah dipilihlah aluminium foil yang mudah

dibentuk.

VII. Analisis Pertimbangan Formula

Dalam praktikum ini, praktikan membuat sediaan solida suppositoria.

Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang

diberika secara rektal, vaginal atau uretra. Suppositoria yang digunakan

pada area rektal umumnya berbentuk torpedo dan suppositoria yang

digunakan pada area vagina disebut Ovula. Dalam pembuatan suppositoria

hal yang terpenting adalah basis suppo yang dipilih.

1.BISAKODIL

Fungsi : Bisakodil adalah sebagai Zat aktif Bisakodil Sebagai bahan aktif yang berkhasiat untuk menghilangkan

rasa nyeri pada buang air besar. Dibuat dalam bentuk suppositoria karena

bentuk sediaan ini akan membantu memberikan efek terapi yang lebih cepat

dari pada dalam bentuk oral. Sediaan dalam bentuk oral, kerja obat harus

melalui absorbsi terlebih dahulu, sedangkan sediaan suppositoria tidak

melalui absorbsi sehingga efek terapi yang diberikan akan lebih cepat,

konsentrasi (dosis) yang digunakan untuk suppo yaitu 5 mg – 10 mg.

2.OLEUM CACAO

Fungsi : Oleum cacao sebagai basis suppositoria. Alasan : Oleum Cacao berdaya guna dalam melepaskan zat aktif daripada

yang lain, karena  mempunyai titik lebur pada suhu 31°-34°. Dibuat dalam

bentuk suppositoria ditujukan untuk melebur pada suhu tubuh, karena oleum

cacao digunakan sebagai bahan dasar suppo yang ketambahan zat aktif, jadi

titik leburnya akan menjadi 35°-37°. Obat yang larut dalam air yang

dicampur dengan oleum cacao, pada umumnya memberi hasil pelepasan

yang baik.. Pada bahan tambahan oleum cacao ini dilebihkan 20% pada

basisnya, sebab basis saat dileburkan selain melebur juga menguap,

sehingga berkurang. Selain itu saat di dinginkan basis akan menyusut dan

berkurang oleh karena itu harus dilebihkan 20% pada basisnya. Karena

mudah berbau tengik, harus disimpan dalam wadah atau tempat sejuk,

kering, dan terlindung dari cahaya. Oleum cacao dapat menunjukkan

polimorfisme dari bentuk kristalnya pada pemanasan tinggi. Di atas titik

leburnya, oleum cacao akan meleleh sempurna seperti minyak dan akan

kehilangan inti kristal stabil yang berguna untuk membentuk kristalnya

kembali. Lemak coklat jarang dipakai untuk sediaan vagina karena

meninggalkan residu yang tidak dapat terserap, sedangkan gelatin

tergliserinasi jarang dipakai untuk sediaan rectal karena disolusinya lambat.

3.SETIL ALKOHOL

Dalam suppositoria setil alkohol digunakan untuk meningkatkan titik

leleh basis suppositoria yang lain yaitu oleum cacao pada konsentrasi 2-5%.

Selain itu setil alkohol juga dapat meningkatkan stabilitas, memperbaiki

tekstur dan meningkatkan konsistensi (Rowe, 2009 : 155). Titik leleh yang

dihasilkan idealnya.

Selain membuat sediaan suppositoria rektal, praktikan membuat sediaan

suppositoria jenis Ovula. Didalam formulasi nya mengandung zat aktif dan

pembaw sebagai berikut:

1. Povidone

Fungsi : povidone iodine berfungsi sebagai zat aktif. Povidon berfungsi

sebagai antiseptik. Pada praktikum ini povidone bagian dari zat aktif pada

ovula, artinya povidone dalam formulasi ini berkemampuan untuk

membersihkan daerah vagina wanita. Selain untuk membersihkan area

vagina dapat digunakan untuk pengobatan pertama untuk mencegah

timbulnya infeksi pada luka-luka seperti : lecet, terkelupas, tergores,

terpotong atau terkoyak.. Untuk mencegah timbulnya infeksi pada luka

khitan. Untuk melindungi luka-luka operasi terhadap kemungkinan

timbulnya infeksi.

2. PEG / Polyetilin glikol

Fungsi : PEG ini berfungsi sebagai basis Ovula yang bersifat larut air.

Polietilenglikol merupakan polimer dari etilen glikosida dan air, dibuat

menjadi bermacam – macam panjang rantainya. PEG 400 berupa cairan

bening tidak berwarna dan PEG 6000 berupa lilin putih dan padat. Pada

formula digunakan kombinasi PEG 400 dan PEG 6000 untuk mendapatkan

basis dengan titik leleh dan kecepatan disolusi yang diinginkan dan tidak

menurunkan titik lelelh oleh zat aktif.

VIII. Formula

1. Formula suppositoria

Bisakodil 10 mg

Oleum cacao 90 %

Setil alcohol 10 %

mf supo No.XII @ 4 g

2. Formula ovula

Povidone 10 %

PEG 400 50 %

PEG 6000 50 %

mf ovula No.XII @ 4 g

Perhitungan dan Penimbangan

1. Suppositoria

Basis yang harus dikeluarkan = 10 mg × Bil. Pengganti

= 10 mg × 0,7

= 7 mg

Bobot basis = 4000 mg – 7 mg = 3993 mg

Formula 1 suppositoria 12 suppositoria

Bisakodil 10 mg 0,12 g

Ol. Cacao 90100

×3993 mg=3593,7 mg=3,5937 g43,1244 g

Setil alkohol 10100

×3993 mg=399,3mg=0,3993 g 4,7916 g

2. Ovula

Povidon = 10

100× 4 g=0,4 g

Povidon + 20% = 0,4 g + (20

100×0,4 g¿

= 0,4 g + 0,08 g = 0,48 g

Basis = 90

100× 4 g=3,6 g

PEG 400 = 50

100×3,6 g=1,8 g

PEG 400 + 20% = 1,8 g + (20

100×1,8 g¿

= 1,8 g + 0,36 g = 2,16 g

PEG 6000 = 50

100×3,6 g=1,8 g

PEG 6000 + 20% = 1,8 g + (20

100×1,8 g¿

= 1,8 g + 0,36 g = 2,16 g

Formula 1 Ovula 12 Ovula

Povidon 0,48 g 5,76 g

PEG 400 2,16 g 25,92 g

PEG 6000 2,16 g 25,92 g

Perhitungan bilangan pengganti

Bobot supo 100% basis = 2,4267 gramBobot supo 90% basis + 10% bisakodil = 2,4911 gramJadi bobot bisakodil dalam suppo = 10% × 2,4911 gram

= 0,24911 gramBobot basis dalam suppo 10% bisakodil = (2,4911 - 0,24911) gram

= 2,24199 gramBobot basis yang digantikan oleh 0,24911 gram bisakodil = (2,4267 - 2,24199) gram

= 0,18471 gram basis

Bobot basis yang digantikan oleh 1 gram bisakodil = 0,18471 gram0,24911 gram

= 0,7 gram basisJadi bilangan pengganti bisaodil = 0,7

IX. Prosedur Pembuatan

Alat dan bahan-bahan yang digunakan disiapkan seperti bisakodil, oleum cacao, dan setil alkohol untuk supositoria sedangkan povidon, PEG 400, dan

PEG 6000 untuk ovula.↓

Semua alat dipastikan dalam keadaan bersih dan kering sebelum proses pembuatan dilakukan.

↓Bahan-bahan yaitu bisakodil, oleum cacao, setil alkohol, povidon, PEG 400,

dan PEG 6000 ditimbang sesuai kebutuhan berdasarkan hasil perhitungan dan penimbangan formula.

↓Cetakan supositoria dan ovula yang digunakan disiapkan dengan cara dipanaskan terlebih dahulu pada penangas air dalam keadaan terbuka.

↓Proses peleburan basis (oleum cacao dan setil alkohol untuk supositoria

sedangan PEG 6000 untuk ovula) dilakukan di atas penangas air menggunakan cawan penguap.

↓Padatan yaitu bisakodil digerus menggunakan lumpang hingga halus dan

homogen.↓

Setelah basis oleum cacao melebur sempurna, bisakodil yang telah digerus halus dimasukkan kedalamnya untuk membuat supositoria. Sedangkan

povidon dicampur ke dalam PEG 400.↓

Kemudian diaduk perlahan menggunakan batang pengaduk hingga homogen.↓

Lalu setil alkohol yang telah melebur sempurna dimasukkan ke dalam campuran basis oleum cacao dan bisakodil. Sedangkan PEG 6000 yang telah melebur sempurna dicampurkan dengan campuran PEG 400 dengan povidon.

↓Kemudian diaduk perlahan menggunakan batang pengaduk hingga homogen.

↓Cetakan yang digunakan diangkat dari penangas air kemudian diletakkan di

meja praktikum yang telah dialasi lap.↓

Cetakan kemudian dilumasi dengan paraffin cair.↓

Proses penuangan tidak dilakukan langsung dari cawan penguap melainkan menggunakan batang pengaduk sebagai jembatan penuangan ke dalam lubang

cetakan.↓

Massa supositoria dan ovula dituang ke dalam cetakan masing-masing sampai setiap lubang hingga terisi penuh dan dilebihkan sedikit karena akan menyusut

saat proses pemadatan.↓

Kemudian didiamkan telebih dahulu pada suhu kamar sekitar 30 menit.↓

Lalu cetakan dimasukkan ke dalam freezer hingga massa supositoria dan ovula padat sempurna.

↓Setelah massa supositoria dan ovula telah memadat sempurna, cetakan

dikeluarkan dari freezer.↓

Massa supositoria dan ovula dikeluarkan dari cetakan kemudian dipisahkan sediaan untuk dilakukan evaluasi dan untuk dikumpulkan saat penyerahan

laporan.↓

Kontak langsung dengan suhu tubuh ataupun berada pada suhu kamar dalam waktu lama dihindari.

↓Penggunaan sediaan untuk keseragaman bobot sebanyak 10 sediaan, untuk

evaluasi penampilan (homogenitas) sebanyak 3 sediaan, untuk kisaran meleleh dan waktu leleh sebanyak 3 sediaan, dan untuk laporan sebanyak 3 sediaan.

↓Antar formula yang telah dibuat dipastikan diberi label agar tidak tertukar

dengan sediaan kelompok lain.

X. Evaluasi dan Data Pengamatan

a. Uji Homogenitas Zat Aktif

1) Prosedur Kerja

Alat pemotong disiapkan dan dipastikan sudah bersih dan kering dengan

kertas perkamen sebagai alas.

Sebanyak 3 sediaan masing-masing dipotong secara longitudinal.

Ketersebaran zat aktif pada bagian internal dan eksternal dimana harus

terlihat homogen diamati secara visual.

Prosedur yang sama dilakukan untuk masing-masing sampel yang telah

ditimbang.

Alat uji dibersihkan dan dirapihkan seperti semula.

2) Hasil Evaluasi

Supositoria Ovula

1) Homogen

2) Homogen

3) Homogen

1) Homogen

2) Homogen

3) Homogen

Keterangan hasil : Supositoria dan ovula memenuhi syarat.

3) Penafsiran Hasil

Sediaan yang baik tidak akan tampak penumpukan zat aktif pada suatu

tempat.

b. Uji Penampilan

1) Prosedur Kerja

Uji penampilan dilakukan bersamaan dengan evaluasi homogenitas zat

aktif.

2) Hasil Evaluasi

Supositoria

Aspek 1 2 3

Keretakan Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Lubang eksudasi

cairanTidak ada Tidak ada Tidak ada

Pembengkakan basis Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Migrasi zat aktif Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Keterangan hasil : Supositoria memenuhi syarat.

Ovula

Aspek 1 2 3

Keretakan Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Lubang eksudasi

cairanAda Ada Ada

Pembengkakan

basisTidak ada Tidak ada Tidak ada

Migrasi zat aktif Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Keterangan hasil : Ovula tidak memenuhi syarat.

3) Penafsiran Hasil

Pada sediaan yang baik tidak ditemukan hal-hal yang telah disebutkan di

atas.

c. Uji Keseragaman Bobot

1) Prosedur Kerja

Alat uji (analytical balance) disiapkan dan dipastikan sudah dalam kondisi

bersih dan kering.

Secara acak diambil 20 sediaan (untuk skala praktikum digunakan 10

sediaan), lalu bobot seluruhnya ditimbang dan ditimbang satu persatu.

Alat uji dibersihkan dan dirapihkan seperti semula.

Nilai rata-ratanya ditentukan.

2) Hasil Evaluasi

Supositoria

Supo

ke-Bobot supositoria (gram)

Supo

ke-Bobot supositoria (gram)

1 2,493 6 2,500

2 2,4861 7 2,4954

3 2,4886 8 2,4881

4 2,4873 9 2,500

5 2,4929 10 2,5112

Bobot rata-rata = 2,49426 gram

Standar deviasi

2,49426 gram ± 0,124713 gram

2,49426 gram ± 0,249426 gram

Keterangan hasil : Supositoria memenuhi syarat.

Ovula

Ovula

ke-Bobot ovula (gram)

Ovula

ke-Bobot ovula (gram)

1 3,8611 6 3,8346

2 3,8291 7 3,8421

3 3,8308 8 3,994

4 3,8308 9 3,8323

5 3,8711 10 3,8076

Bobot rata-rata = 3,85334 gram

Standar deviasi

3,85334 gram ± 0,192667 gram

3,85334 gram ± 0,385334 gram

Keterangan hasil : Ovula memenuhi syarat.

3) Penafsiran Hasil

Tidak lebih dari 2 (dua) sediaan yang bobotnya menyimpang dari bobot

rata-rata sebesar ˃ 5%, dan tidak ada satupun sediaan yang bobotnya

menyimpang ˃ 10%.

Supositoria

5% × 2,49426 gram = 0,124713 gram

2,49426 gram - 0,124713 gram = 2,369447 gram

2,49426 gram + 0,124713 gram = 2,618973 gram

10% × 2,49426 gram = 0,249426 gram

2,49426 gram - 0,249426 gram = 2,244834 gram

2,49426 gram + 0,249426 gram = 2,743686 gram

Ovula

5% × 3,85334 gram = 0,192667 gram

3,85334 gram - 0,192667 gram = 3,660673 gram

3,85334 gram + 0,192667 gram = 4,046007 gram

10% × 3,85334 gram = 0,385334 gram

3,85334 gram - 0,385334 gram = 3,468006 gram

3,85334 gram + 0,385334 gram = 4,238674 gram

d. Uji Kisaran dan Waktu Leleh

1) Prosedur Kerja

Alat uji (termometer dan stopwatch) disiapkan dan dipastikan dilakukan

oleh dua orang (mengukur suhu dan mencatat waktu).

Secara acak diambil 3 sediaan dan disiapkan pula 3 cawan penguap di atas

penangas air.

Pengujian dilakukan serempak dengan memasukkan 3 sediaan ke dalam

cawan penguap.

Alat uji dibersihkan dan dirapihkan seperti semula.

Suhu dan waktu ditentukan saat sediaan mulai meleleh dan setelah meleleh

sempurna.

2) Hasil Evaluasi

Supositoria

Suppo

ke-Waktu Leleh Suhu Leleh

1 1 menit 56,46 detik 38o – 72oC

2 1 menit 50,76 detik 36o – 64oC

3 1 menit 45,12 detik 36o – 64oC

Keterangan hasil : Supositoria memenuhi syarat.

Ovula

Ovula

ke-Waktu Leleh Suhu Leleh

1 3 menit 25,54 detik 40o – 70oC

2 3 menit 21,95 detik 38o – 62oC

3 3 menit 34,71 detik 38o – 66oC

Keterangan hasil : Ovula memenuhi syarat.

3) Penafsiran Hasil

Sediaan yang baik memiliki suhu dan waktu leleh sempurna yaitu pada

suhu tubuh (± 37oC).

XI. Pembahasan

Suppositoria adalah suatu bentuk sediaan obat padat yang umumnya

dimaksudkan untuk dimaksukkan ke dalam rectum, vagina (Ansel, 1989).

Suppositoria merupakan salah satu bentuk sediaan farmasi yang umumnya

berbentuk torpedo dan meleleh pada suhu tubuh. Suppositoria sangat berguna bagi

pasien dengan kondisi yang tidak memungkinkan dengan terapi obat secara

peroral, misalnya pada pasien muntah, mual, tidak sadar, anak-anak, orang tua

yang sulit menelan dan selain itu juga dapat menghindari metabolisme obat di hati

(Voigt, 1984).

Tujuan penggunaan suppositoria diantaranya adalah :

a. Untuk tujuan lokal, seperti pada pengobatan hemorrhoid dan penyakit infeksi

lainnya. Suppositoria juga dapat digunakan untuk tujuan sistemik karena

dapat diserap oleh membran mukosa dalam rektum. Hal inir dilakukan

terutama bila penggunaan obat per oral tidak memungkinkan, seperti pada

pasien yang mudah muntah atau pingsan.

b. Untuk memperoleh kerja awal yang lebih cepat. Kerja awal akan lebih cepat

karena obat diserap oleh mukosa rektal dan langsung masuk ke dalam

sirkulasi pembuluh darah.

c. Untuk menghindari perusakan obat oleh enzim di dalam saluran

gastrointestinal dan perubahan obat secara biokimia di dalam hati.

d. Bentuknya yang seperti torpedo menguntungkan karena suppositoria akan

tertarik masuk dengan sendirinya bila bagian yang besar masuk melalui oto

penutup dubur.

e. Suppositoria dapat menghindari terjadinya iritasi obat pada lambung.

f. Obat dapat langsung masuk ke dalam saluran darah sehingga efeknya lebih

cepat daripada panggunaan obat secara oral.

Macam-macam suppositoria berdasarkan tempat penggunaan, bobot dan bentuk:

a. Suppositoria rektum

Suppositoria untuk rektum biasanya dengan jari tangan untuk dewasa

berbentuk lonjong seperti torpedo dan biasanya mempunyai bobot 2 g. Untuk

bayi dan anak-anak, ukuran dan beratnya setengah dari ukuran dan berat untuk

orang dewasa (Ansel, 1989).

b. Suppositoria vaginal

Suppositoria vaginal mempunyai berat 5 g, berbentuk bulat dibuat dari

zat pembawa yang larut dalam air. Untuk suppositoria vagina khususnya

vaginal insert atau tablet vaginal, kadang juga disebut pessaries yang diolah

secara kompresi dapat dimasukkan lebih jauh kedalam saluran vagina dengan

bantuan alat khusus (Ansel, 1989).

c. Suppositoria uretra

Suppositoria uretra disebut juga bougi, berbentuk runcing seperti pensil.

Suppositoria untuk laki-laki beratnya 4 g dan paanjangnya 100 sampai 15 mm,

untuk wanita masing-masing suppositoria 2 g dan panjang 60 sampai 75 mm

(Lachman dkk., 1986).

Pada pembuatan sediaan suppositoria diperlukan bilangan pengganti untuk

menentukan jumlah bahan obat yang digantikan oleh satu bagian bobot basis

suppositoria karena ada perbedaan bobot jenis antara bahan obat dengan bobot

jenis basis walaupun volume suppositoria dari suatu cetakan besarnya seragam.

Dalam hal ini zat aktif yang disetarakan dengan basis formula dari ovula yang

dibuat kembali. Dimana terdapatnya dua proses pengerjaan, yaitu basis saja dan

basis + zat aktif. Tujuan bilangan pengganti ini dilakukan agar diperoleh

keseragaman kandungan zat aktif dalam sediaan, sehingga efek terapinya tercapai.

Pada percobaan ini suppositoria dibuat menggunakan bahan aktif Bisakodil

dengan basis oleum cacao dan setil alkohol. Bisakodil adalah pencahar, digunakan

secara jangka pendek untuk mengobati sembelit. Obat ini juga digunakan untuk

mengosongkan usus sebelum operasi dan pemeriksaan seperti prosedur X-ray

menggunakan barium enema. Bisakodil dibuat bentuk sediaan suppositoria untuk

tercapai efek lokalnya sebagai pencahar. Posisi penggunaan suppositoria biskodil

sebagai pencahar dengan cara berbaring di sisi kiri dan menaikkan lutut kanan ke

dada. Dosis bisakodil yang digunakan dalam sediaan sebesar 10 mg sudah sesuai

dengan dosis terapinya sebagai pencahar.

Bahan dasar atau basis yang digunakan untuk membuat suppositoria harus

dapat larut dalam air atau meleleh pada suhu tubuh. Basis yang digunakan

merupkan basis berminyak atau berlemak yaitu lemak coklat. Basis lemak coklat

dipilih karena basis ini tidak toksik, lunak, tidak reaktif dan meleleh pada suhu

tubuh karena memiliki titik leleh 31-34 °C. Akan tetapi lemak coklat memiliki

kelamahan yaitu mudah tengik, meleleh pada udara panas, menjadi cair bila

dicampur dengan obat-obat tertentu dan pemanasan yang lama, trisomerasi

dengan titik leleh yang lebih rendah. Agar titik leleh naik, lemak coklat dapat

ditambahkan setil alcohol, setil alcohol memiliki titik leleh 45-52 °C. Setil alkohol

ditambahkan pada konsentrasi 10% diharapkan dapat meningkatkan titik lelehnya

supaya lebih tahan pada suhu ruang. Konsentrasi setil yang digunakan relative

kecil karena titik leleh yang dituju adalah ditas titik leleh lemak coklat dan

dibawah titik leleh setil alkohol. Selain itu setil alcohol juga dapat meningkatkan

stabilitas, memperbaiki tekstur dan meningkatkan konsistensi.

Saat pembuatan, cetakan suppositoria dipanaskan dahulu diatas penangas air

tujuannya agar pada saat penuangan larutan obat kedalam cetakan, karena

prosesnya yang lama diharapkan basis tidak langsung membeku. Kemudian pada

cetakan tersebut diolesi paraffin cair untuk mengurangi friksi pada proses

pengeluaran. Basis lemak coklat dipanaskan diatas penangas air sampai setengah

meleleh lalu diangkat dari penangas dan diaduk hingga meleleh seluruhnya. Hal

ini dilakukan karena bila dipanaskan pada suhu tinggi, lemak coklat mencair

sempurna seperti minyak tetapi akan kehilangan semua inti kristalnya yang

berguna untuk memadat, sehingga bila dipanaskan pada suhu yang terlalu tinggi

dikhawatirkan akan merusak inti kristalnya dan sediaan suppositoria tersebut tidak

dapat memadat. Setil alcohol dilelehkan dalam cawan yang berbeda. Bisakodil

dimasukkan kedalam lelehan basis oleum cacao karena kelarutan bisakodil lebih

tinggi dalam basis tersebut sehingga diharapkan dapat lebih homogen. Sediaan

cair panas yang sudah dihomogenkan kemudian dimasukkan kedalam cetakan

panas dengan cara dekantasi menggunakan batang pengaduk. Batang pengaduk

digunakan karena bahannya terbuat dari kaca, dan kaca bersifat inert sehingga

diharapkan tidak bereaksi dengan sediaan. Cara dekantasi dilakukan untuk

mencegah terbentuknya lubang udara pada proses penuangan. Lemak coklat

sangat cepat membeku pada saat pengisian massa suppositoria ke dalam cetakan

dan akan terjadi penyusutan volume pada saat pendinginan hingga terbentuk

lubang di atas massa. Maka dari itu, pada saat melakukan pengisian cetakan harus

diisi berlebih dan kelebihanya dipotong setelah massa menjadi dingin.

Selanjutnya dilakukan pengujian karakteristik fisik suppositoria antara lain:

organoleptis, uji homogenitas, uji keseragaman bobot, dan uji kisran titik leleh.

Organoleptis dilakukan dengan melihat keadaan fisik sediaan menggunakan alat

indera. Sediaan yang dihasilkan tidak terdapat keretakan, tidak terdapat lubang

eksudasi cairan serta migrasi zat aktif yang baik sehingga sediaan memenuhi

syarat dan diluluskan untuk evaluasi selanjutnya. Untuk evaluasi homogenitas zat

aktif dilakukan dengan memotong sediaan secara longitudinal agar luas

permukaan yang terlihat lebih besar, sediaan yang dihasilkan memiliki

penyebaran zat aktif yang homogen dan tidak terbentuk 2 lapisan dengan BJ yang

berbeda. Uji keseragaman bobot dilakukan dengan menimbang sebanyak 10

sediaan. Didapat bobot rata-rata suppositoria sebesar 2,49426 g, dan telah

dihitung pula standar deviasinya. Berdasarkan perhitungan dinyatakan tidak boleh

lebih dari satu suppositoria yang bobotnya lebih besar dari 2,618973 g dan tidak

boleh ada satupun suppositoria yang bobotnya lebih besar dari 2,743686 g.

Berdasarkan data hasil penimbangan dapat disimpulkan evaluasi keseragaman

bobot sediaan memenuhi syarat. Uji kisaran waktu leleh untuk sediaan

suppositoria juga memenuhi syarat karena sudah mulai meleleh pada suhu ± 37 °C

dalam waktu ± 2 menit (≤ 15 menit).

Ovula adalah suatu bentuk sediaan padat yang pemakaiannya dengan cara

memasukkan melalui vagina, dimana ovula akan melebur, melunak, atau melarut

dan memberikan efek lokal atau sistemik. Ovula yang dibuat secara kompresi

dapat dimasukkan lebih jauh ke dalam saluran vagina dengan bantuan alat khusus

(Lachman, L., et al., 1994).

Untuk tujuan penting selayaknya basis ovula dibagi menurut sifat fisiknya

ke dalam dua kelompok :

1. Basis berminyak atau berlemak.

2. Basis yang larut dalam air atau dapat bercampur dengan air.

3. Basis lainnya, umumnya merupakan kombinasi dari bahan-bahan lipoflik dan

hidrofilik.

Kelebihan sediaan ovula daripada sediaan yang pemakaiannya secara oral :

1. Dapat menghindari terjadinya iritasi pada lambung.

2. Dapat menghindari kerusakan obat oleh enzim pencernaan.

3. Langsung dapat masuk saluran darah berakibat akan memberi efek lebih cepat

daripada penggunaan obat per oral.

4. Bagi pasien yang mudah muntah atau tidak sadar.

Kekurangan sediaan ovula :

1. Tidak praktis.

2. Pasien sering merasa risih.

Sifat ovula yang ideal adalah :

Melebur pada suhu tubuh atau melarut dalam cairan tubuh

Tidak toksik dan tidak merangsang

Dapat bercampur atau kompatibel dengan bahan obat

Dapat melepas obat dengan segera

Mudah dituang dalam cetakan dan dapat mudah dilepas dari cetakan

Stabil terhadap pemanasan diatas suhu lebur

Mudah ditangani

Stabil selama penyimpanan (H. A. Syamsuni. 2006).

Pada percobaan pembuatan ovula, dibuat ovula dengan zat aktif yang

dipakai povidon 10%. Basis yang digunakan, diantaranya formula 3 menggunakan

PEG (polyetilen glikol).

Formula ini, basis yang digunakan PEG. PEG ini merupakan polimer dari

etilen glikosida dan air, dibuat menjadi bermacam-macam panjang rantainya. PEG

(polyetilen glikol) dipilih sebagai basis karena sifatnya yang hidrofil, tidak iritan,

pelepasan zat aktif tidak bergantung pada titik leleh, dan stabil secara fisik pada

suhu penyimpanan juga efek yang diharapkan yaitu lokal. Dan pada pembuatan

ovula formula ini dipakai basis PEG 400 dan PEG 6000 dengan perbandingan

yang sama, PEG 400 berupa cairan bening tidak berwarna dan PEG 6000 berupa

lilin putih dan padat. digunakan kombinasi PEG 400 dan PEG 600 untuk

mendapatkan basis dengan titik leleh dan kecepatan disolusi yang diinginkan dan

tidak menurunkan titik leleh oleh zat aktif.

Dalam proses pembuatannya dilakukan metode pencetakan dengan cara

penuangan dekantasi, untuk mencegah adanya gelembung udara pada sediaan.

Pada proses peleburan basis, suhu harus dibuat agar tidak terlalu panas kemudian

dimasukkan ke dalam cetakan. Untuk menghindari penyusutan volume masa,

maka selalu dibuat berlebih yaitu ditambah 20% kedalam cetakan dan untuk

menghindari masa yang melekat pada cetakan, maka sebelumnya cetakan diolesi

dengan paraffin cair.

Setelah selesai mencetak dan sediaan di ambil dari cetakan, semua sediaan

basis dan zat aktif) ditimbang,

Evaluasi yang dilakukan terhadap ovula, antara lain penampilan atau

organoleptik, uji kisaran dan waktu meleleh, keseragaman bobot, dan

homogenitas baik eksternal maupun internal. Berdasarkan pengamatan evaluasi

penampilan atau organoleptik, diperoleh hasil evaluasi pada formula ini tidak

ditemukan retakan dan pembengkakkan basis pada sediaan ovula yang dibuat,

ketika dipotong vertikal juga tidak terdapat lubang eksudasi. Berdasarkan evaluasi

homogenitas, sediaan ini baik eksternal maupun internal terlihat homogen. Untuk

mengatasi pengendapan yang terjadi dapat dengan memperkecil ukuran partikel

zat aktif dengan cara digerus sampai halus, karena berat jenis povidon lebih besar

dan ukuran partikel yang besar. Dengan adanya sediaan yang homogen, maka

terdapatnya kelarutan zat aktif yang tercampur dengan basis merata.

Keseragaman bobot ovula. Dari 6 ovula tiap formulanya diperoleh rata-rata,

formula 3 = 3,85334 gram. Berdasarkan hasil evaluasi keseragaman bobot, maka

dapat disimpulkan bahwa tidak ada ovula yang bobotnya menyimpang dari

simpangan baku (bobot rata-rata > 5%). Adanya keseragaman bobot yang

berbeda-beda karena dipengaruhi oleh kepadatan atau konsentrasi zat aktif dan

basis, berat atau massa dari zat aktif dan basis, dan volume isi dari zat aktif dan

basis.

Uji kisaran meleleh dan waktu meleleh ovula, kisaran meleleh adalah

rentang suhu zat padat dari mulai meleleh hingga meleleh sempurna. Sedangkan,

waktu meleleh adalah waktu dari mulai zat padat meleleh sampai meleleh

sempurna.Waktu meleleh ovula di ukur pada suhu 37°±0,5°C (Teori Dan Praktek

farmasi Industri. Edisi III. 1994. Hal. 1191).

Berdasarkan hasil evaluasi kisaran dan waktu meleleh diperoleh kisaran

meleleh suhu awal 30°C dan meleleh sempurna 38-66°C. sedangkan waktu

meleleh 3 menit 27,4 detik

XII. Kesimpulan

1. Dosis bisakodil yang digunakan sebesar 10 mg sebagai pencahar dengan

cara pemakaian dimasukkan melalui rektal.

2. Telah dibuat sediaan suppositoria bisakodil yang memenuhi syarat

evaluasi yang dilakukan.

3. Formulasi suppositoria yang digunakan sudah baik.

4. Kekuatan sediaan zat aktif (povidone iodine) yang dipakai pada

pembuatan ovula pada praktikum ini adalah 400 mg

5. Basis ovula harus dapat larut atau terdispersi dalam basis dan meleleh

pada suhu tubuh.

6. Berdasarkan evaluasi penampilan atau organoleptik, tidak ada retakan

dan pembengkakan basis, maupun lubang eksudasi.

7. PEG ini merupakan basis ovula yang larut dalam air dan tidak mudah

meleleh pada suhu kamar.

XIII. Informasi Obat Standar

A. Suppositoria

Bisakodil suppo

Bisacodil adalah pencahar difenilmetana stimulant digunakan untuk

pengobatan sembelit dan untuk evakuasi usus sebelum operasi. aksinya

terutama di usus besar dan biasanya efektif pada waktu 15 sampai 60 menit

setelah penggunaan supositoria.

Golongan/Kelas Terapi

Obat Untuk Saluran Cerna

Nama Dagang

Laxacod, Laxamex, Stolax, Dulcolax/Bicolax

Indikasi

Konstipasi, Semua bentuk sembelit, memudahkan buang air besar pada

kondisi dengan rasa sakit seperti pada hemorrhoid (wasir), pengosongan

lambung-usus sebelum dan sesudah operasi. Perparat untuk enema barium

untuk proktosigmoidoskopi kolon.

Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian

Dewasa dan anak>=12 tahun : 10 mg sehari sebagai dosis tunggal. Anak

usia 2-11 tahun:5-10 mg sehari (setengah sampai satu suppositoria)

sebagai dosis tunggal. Anak usia<2 tahun:5 mg (setengah suppositoria)

sebagai dosis tunggal.

Farmakologi

Bisakodil merupakan laksatif stimulan. Absorbsi bisakodil minimal setelah

pemberian oral atau rektal. Obat dimetabolisme di hati dan diekskresi

melalui urin dan/atau didistribusikan ke dalam ASI. Setelah pemberian

dosis terapi oral turunan difenilmetan, pengosongan kolon tercapai dalam

waktu 6-8 jam. Pemberian rektal menyebabkan pengosongan kolon dalam

waktu 15 menit sampai 1 jam.

Stabilitas Penyimpanan

Suppositoria dan tablet salut enterik harus disimpan pada suhu kurang dari

30°C

Kontraindikasi

Pasien dengan sakit perut akut, mual, muntah, dan gejala-gejala lain

apendisitis atau sakit perut yang tak terdiagnosa; pasien dengan obstruksi

usus.

Efek Samping

Pada dosis oral terapetik, laksatif stimulan dapat memberikan beberapa

rasa tidak nyaman pada perut, mual, kram ringan, lemah. Pemberian

suppositoria bisakodil rektal dapat menyebabkan iritasi dan rasa terbakar

pada mukosa rektum serta proktitis ringan.

Interaksi obat

Dengan Obat Lain : Efektivitas bisakodil berkurang bila diberikan

bersama-sama dengan antasida, simetidin, famotidin, ranitidin.

Dengan Makanan : Untuk menghindari iritasi lambung dan muntah, tablet

salut enterik bisakodil tidak boleh diminum dalam waktu satu jam setelah

pemberian susu atau produk-produk susu.

Pengaruh

Terhadap Kehamilan : Hanya digunakan bila kondisi ibu mempunyai

risiko potensial terhadap fetus.

Terhadap Ibu Menyusui :Tidak ada data. Sampai data yang adekuat

diperoleh, hati-hati menggunakan bisakodil pada wanita menyusui.

Terhadap Anak-anak : Penggunaan lebih dari 7 hari tidak

direkomendasikan. Penggunaan untuk konstipasi pada anak <6 tahun

dikonsultasikan dengan dokter.

Informasi Pasien

Penggunaan lebih dari 7 hari tidak direkomendasikan. Sebagai laksatif

oral, bisakodil sebaiknya diberikan pada malam hari sebelum aktivitas

buang air besar yang dikehendaki di pagi hari berikutnya. Suppositoria

bisakodil rektal dapat diberikan pada saat buang air besar diinginkan.

Untuk menghindari iritasi lambung dan muntah, tablet salut enterik

bisakodil harus ditelan seluruhnya dan tidak boleh dikunyah, dihancurkan

atau diminum dalam waktu satu jam setelah pemberian antasida atau susu.

Laksatif difenilmetan tidak seharusnya diberikan melebihi dosis yang

direkomendasikan. Konsultasikan dengan dokter bila perubahan mendadak

dalam hal bowel habit berlangsung lebih dari dua minggu atau bila

penggunaan laksatif selama 1 minggu tidak memberikan efek.

Mekanisme Aksi

Laksatif stimulan menginduksi defekasi dengan merangsang aktivitas

peristaltik usus yang bersifat mendorong (propulsif) melalui iritasi lokal

mukosa atau kerja yang lebih selektif pada plexus saraf intramural dari

otot halus usus sehingga meningkatkan motilitas. Akan tetapi, studi terbaru

menunjukkan bahwa obat-obat ini mengubah absorpsi cairan dan

elektrolit, menghasilkan akumulasi cairan usus dan pengeluaran feses.

Beberapa obat ini dapat secara langsung merangsang sekresi ion usus aktif.

Peningkatan konsentrasi cAMP dalam sel-sel mukosa kolon setelah

pemberian laksatif stimulan dapat mengubah permeabilitas sel-sel ini dan

menyebabkan sekresi ion aktif sehingga menghasilkan akumulasi cairan

serta aksi laksatif

Kemasan

Satu wadah berisi 3 supositoria masing-masing mengandung bisakodil :

10mg.

(Sweetman, 2009: 77)

B. Ovula

Povidone

Mengandung bahan aktif 400 mg Povidone-lodine yang merupakan

kompleks stabil, mempunyai aktivitas bakterisid luas dengan cara melepaskan

ikatan Iodine dari Povidone secara oksidasi terhadap kuman-kuman. Umumnya

tidak mengiritasi kulit, saluran mukosa dan relatif non-toksik.

Golongan Obat

Obat bebas terbatas

Indikasi

Relief iritasi vagina minor

Kontra indikasi

Dihindari pada pasien dengan gangguan tiroid atau mereka yang menerima

terapi lithium

Efek samping

Sensitivitas jarang, gangguan tiroid

Interaksi Obat

Meningkatkan metabolisme kalogen sehingga menurunkan efek dari

kalogen.

Mekanisme Aksi

Povidon iodin bersifat bakteriostatik (640 MCI) dan bersifat bakterisid

(940 MCI). Mikrobakteri tuberculosa bersifat resisten terhadap bahan ini.

Povidon iodinmemiliki toksisitas rendah pada jaringan, tetapi pemberian

dalam pembersih larutan akan memberikan efek toksisitas yang lebih

tinggi

Peringatan

Kehamilan, Penggunaan povidone-iodine secara ovula oleh wanita yang

menyusui mengakibatkan konsentrasi yodium tinggi dalam ASI dan bau

yodium pada kuliti, kulit terbuka.

Aturan pakai

4-10%, vaginitis 2 × sehari selama 5 hari berturut-turut

Pencegahan dan kesehatan vagina dipakar 2 × seminggu

Penyimpanan

Simpan ditempat sejuk (15° - 25°C) dan kering, terlindung dari cahaya.

Kemasan

Satu wadah berisi 3 ovula masing-masing mengandung 400 mg povidone

iodine

(Sweetman, 2009 : 1659; Kemenkes RI, 2014 : 688)

XIV. Daftar Pustaka

Ansel, H.C. 1989. Pengatar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi 4. Jakarta: UI

Press

Banker, G.S. and Anderson N.R. 1989. Tablet, In : Lachman, L.,

Lieberman, H.A., and Kanig, J.L. (Eds), Teori dan Praktek

Farmasi Industri Edisi ketiga, Vol. II. Jakarta: Universitas

Indonesia Press

DepKes RI. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta: DepKes RI

Gordon, R.E., Rosanske T.W., Fonner D.E., Anderson N.R., Banker G.S.

1990. Granulation Technology and Tablet Characterization, In:

Lachman, L., Lieberman H.A., Schwartz J.B. (Eds),

Pharmaceutical Dosage Forms: Tablets, 2nd ed., Vol 2. New York:

Marcel Dekker Inc.

Katzung, B.G., Masters S.B., Trevor A.J. 2009. Basic & Clinical

Pharmacology 11th Ed. New York: McGraw-Hill

Rowe, Raymond C, dkk. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients, 6th

Ed. USA: Pharmaceutical Press

Sweetman. 2009. Martindale – The Complete Drug Reference 36th Edition.

London: Pharmaceutical Press

Voigt, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Diterjemahkan oleh

Soendani N. S. Yogyakarta: UGM Press

Wagner, J.G. 1971. Biopharmaceotic and Relevant Pharmacokinetics. Drug

Intelegence Publication